StRAtegI guRu SeJARAH KeBuDAYAAN ISlAM DAlAM

advertisement
Khasan Bisri, Strategi Guru Sejarah Kebudayaan Islam Dalam Merekonstruksi Materi ...
STRATEGI GURU SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM
DALAM MEREKONSTRUKSI MATERI TENTANG PEPERANGAN
DALAM PERADABAN ISLAM DI MA ALI MAKSUM
KRAPYAK YOGYAKARTA
Khasan Bisri
Program Studi Pendidikan Islam Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
e-mail: [email protected]
Abstract
In the writing of Islamic cultural history, there are almost all the books write about war. The lesson
books of Islamic cultural history in the school also not inseparable from material about war. This
matter if not addressed properly by the teachers and students there was great potential false perception
even erroneous, so there needs the right strategy for the students so that has not wrong perception
about war in Islam. This research has purposes for knowing Islamic cultural history teacher strategy
in reconstruction the material about war and its impact to the students. Data collection was done by
interview, observation, documentation, and checking data validation with triangulation. The teacher
method to reconstruct war material in Islamic civilization by explaining to the students the jihad and
dakwah concept firstly, then the background of war happening, value / ibrah / moral value that can
be taken from the war occurrence, and also explains various phenomenon or actual issues that was
happening recently, and then connected with that war material. The impact for the students is when
the teacher conveys the war material attractively and fun can be divided into two, cognitive impact and
attitude impact.
Keywords : Islamic Cultural History Strategy, Material Construction, War.
Abstrak
Dalam penulisan SKI hampir semua buku menuliskan tentang peperangan. Buku-buku pelajaran SKI
di sekolah juga tidak terlepas dari materi tentang peperangan. Hal tersebut jika tidak disikapi secara
tepat oleh guru dan siswa sangat berpotensi terjadi persepsi yang kurang tepat bahkan keliru, maka
perlu strategi yang tepat agar siswa tidak salah persepsi terhadap peperangan dalam Islam. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui strategi guru SKI dalam merekonstruksi materi tentang peperangan
dan dampaknyaterhadap siswa.Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, observasi, dan
dokumentasi, serta pemeriksaan keabsahan data dengan triangulasi.Cara guru merekonstruksi materi
peperangan dalam peradaban Islam adalah dengan menjelaskan kepada siswa konsep jihad dan dakwah
terlebih dahulu, kemudian latar belakang terjadinya perang, nilai/’ibrah/pesan moral yang dapat
diambil dari peristiwa peperangan, kemudian menjelaskan berbagai fenomena/isu-isu aktual yang
sedang terjadi akhir-akhir ini, lalu dihubungkan dengan materi peperangan tersebut. Dampak bagi
siswa ketika guru menyampaikan materi peperangan secara menarik dan menyenangkan dikelompokan
menjadi dua, yaitu dampak secara kognitif dan dampak secara sikap.
Kata Kunci: Strategi Guru SKI, Rekonstruksi Materi, Peperangan.
157
Jurnal Pendidikan Agama Islam, Vol. XIII, No. 2, Desember 2016
kekerasan dan tak mengenal toleransi.
Ini sebuah bayangan tentang Islam
yang diciptakan oleh Barat Kristen sejak
abad pertengahan (Karen Armstrong,
2011:231).
Usaha untuk memahamkan dan
meluruskan sejarah peradaban Islam
yang sesungguhnya kepada generasi
muda perlu dilakukan. Maka peran
guru SKI sangat besar dan penting,
karena berawal dari merekalah generasigenerasi muda sekarang dan yang akan
datang (khususnya siswa-siswa di
sekolah) mendapatkan informasi ten­
tang sejarah peradaban Islam. In­for­
masi-informasi inilah yang akan mem­
pengaruhi perkembangan dan pola pikir
siswa ke depannya. Sejarah Peradaban
Islam seyogyanya harus disampaikan
semenarik mungkin. Belajar sejarah
bukan hanya berhenti pada menghafal
tanggal, tokoh, dan tempat-tempat
saja, melainkan sejarah harus mampu
direkonstruksikan ke konteks zaman
sekarang.
Berdasarkan
permasalahan
di
atas, penulis terdorong untuk meneliti
lebih lanjut bagaimana strategi guru
Seja­rah Kebudayaan Islam dalam
merekonstruksi materi tentang pepe­
ra­ngan dalam peradaban Islam di MA
Ali Maksum Krapyak Yogyakarta.
Penulis memilih MA Ali Maksum
Krapyak Yogyakarta karena didasarkan
pada informasi yang penulis peroleh
bahwa pembelajaran SKI di MA Ali
Maksum Krapyak Yogyakarta sangat
menyenangkan, selain itu keaktifan siswa
untuk bertanya dalam pembelajaran
sangat tinggi, atau bisa dikatakan dalam
pembelajaran siswa selalu kritis (hasil
wawancara dengan Bpk. Ahmad Fauzi,
Pendahuluan
Dalam penulisan sejarah kebu­da­­
yaan Islam hampir semua buku me­
nu­liskan tentang peperangan (lihat
Al Waqidi, 2012 dan W. Montgomery,
1990). Hal ini dapat berdampak pada
pembaca, karena dengan membaca
seseorang akan membangun persepsipersepsi dalam dirinya. Buku-buku
pelajaran sejarah kebudayaan islam di
sekolah juga tidak terlepas dari materimateri tentang peperangan. Hal ini jika
tidak disikapi secara bijak oleh guru
dan siswa, sangat mungkin terjadi per­
sepsi yang kurang tepat bahkan keliru.
Contohnya persepsi siswa terhadap
Islam, bahwa Islam meluas dengan
perang untuk merebut wilayah non
muslim (hasil wawancara dengan
Nilna Fauziah, siswa kelas XI IPA B
MA Ali Maksum Krapyak Yogyakarta
pada Selasa 1 Maret 2016 pukul 11.45
WIB). Kekeliruan-kekeliruan persepsi
terhadap materi peperangan tersebut
dapat berakibat fatal pada pola pikir dan
tindakan siswa, yang pada ujungnya
dapat menimbulkan pemikiran dan
gerakan radikalisme dalam agama.
Kekeliruan terhadap pemaknaan
peperangan dalam peradaban Islam
diperparah lagi dengan banyaknya
buku-buku sejarah Islam yang ditulis
oleh Barat, seperti Islam And The West: A
Historical Cultural Survey (1984), History
Of The Arabs (2008), dan sebagainya.
Para penulis Kristen abad pertengahan
melukiskan prajurit-prajurit Muslim de­
ngan pedang di satu tangan dan Al Qur­
an di tangan lainnya (Akbar S. Ahmed
2003:90). Islam disebut agama pedang,
sebuah keyakinan yang meninggalkan
spriritualitas sejati dengan menyucikan
158
Khasan Bisri, Strategi Guru Sejarah Kebudayaan Islam Dalam Merekonstruksi Materi ...
langsung dari guru SKI terkait dengan
cara perekonstruksian materi tentang
peperangan dalam peradaban Islam,
alasan, dan dampak penerapan strategi
yang menarik tersebut terhadap siswa.
Dokumentasi yang penulis lakukan
adalah dokumentasi sumber belajar,
materi, silabus, RPP, kurikulum, dsb.
Subjek dalam penelitian ini adalah
siswa-siswa kelas X dan XI. Teknik
pengambilan sampel sumber meng­
gu­nakan purposive sampling, yaitu
teknik pengambilan sampel dengan
pertimbangan
tertentu
(Sugiyono,
2010:320). Selanjutnya informasi yang
diperoleh dianalisis melalui tahapantahapan: display data, reduksi data, dan
interpretasi data.
salah satu guru SKI di MA Ali Maksum
Krapyak Yogyakarta pada Selasa 1
Maret 2016 pukul 11.15 WIB). Hal itu
juga berlaku ketika sedang membahas
materi tentang peperangan. Pertanyaanpertanyaan siswa yang kritis seperti
ini harus dibarengi dengan jawaban
guru yang cerdas agar pemahaman
siswa terhadap materi tidak keliru. Di
sinilah perlu perekonstruksian materi
pembelajaran, dalam hal ini materi
tentang peperangan dalam peradaban
Islam ke konteks zaman sekarang. Hal
inilah yang menjadi alasan penulis
untuk melakukan penelitian tentang
bagaimana strategi guru SKI dalam
menyampaikan dan merekonstruksi
materi tentang peperangan dalam
peradaban Islam secara menarik di MA
Ali Maksum Krapyak Yogyakarta.
Pembahasan
Alasan Guru Menyampaikan Materi
Peperangan Secara Menarik
Setiap melakukan sesuatu ten­
tu­nya sudah dipikirkan terlebih da­
hulu dampak positif maupun ne­ga­
tifnya, dalam bertindak pasti se­se­
orang mempunyai alasan kenapa ia
ber­tindak seperti itu. Begitupun dalam
dunia pendidikan, guru ketika akan
menyampaikan materi tentunya sudah
dirancang terlebih dahulu bagaimana
strategi/metode yang terbaik dalam
menyampaikan materi tersebut.
Penulis melihat, bahwa guruguru Sejarah Kebudayaan Islam di
Madrasah Aliyah Ali Maksum Krapyak
Yogyakarta sebelum menyampaikan
materi terlebih dahulu memikirkan/
mem­pertimbangkan strategi apa yang
terbaik dan yang paling tepat untuk
menyampaikan materi tersebut. Apa­
lagi materi yang akan disampaikan
Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian
lapangan (field research). Maka pe­ngum­
pulan datanya merupakan telaah atau
kajian terhadap observasi, wawancara,
dan dokumen yang berupa data sekunder
yang kemudian dianalisis teori yang
ada (Lexy J. Moleong, 2007:6). Observasi
yang dilakukan adalah observasi par­
ti­sipasi pasif yaitu peneliti ikut hadir
dalam kegiatan, akan tetapi tidak terlibat
dalam kegiatan tersebut (Sugiyono,
2010:312). Observasi ini dimaksudkan
untuk mendapatkan gambaran serta
mem­buktikan data hasil wawancara de­
ngan realita terkait bagaimana strategi
guru SKI dalam merekonstruksi materi
tentang peperangan dalam peradaban
Islam di MA Ali Maksum Krapyak
Yogyakarta. Wawancara dimaksudkan
untuk mendapatkan informasi secara
159
Jurnal Pendidikan Agama Islam, Vol. XIII, No. 2, Desember 2016
peperangan dalam peradaban Islam
juga harus disampaikan secara menarik
agar siswa tidak bosan dan jenuh,
apa­lagi dalam materi peperangan ini
banyak sekali hal-hal yang harus dihafal
didalamnya. Lebih jauh dari hal tersebut,
materi peperangan harus mampu di­
kon­tekstualkan ke zaman sekarang.
Sebagaimana hasil wawancara dengan
guru SKI di MA Ali Maksum Krapyak
sebagai berikut:
merupakan materi yang berpotensi bias
pemahaman, seperti materi tentang
peperangan dalam peradaban Islam.
Menurut Bapak Ridwanul Mustofa,
M.S.I. materi peperangan dalam per­
adaban Islam perlu disampaikan secara
kehati-hatian agar pemahaman siswa
tentang peperangan dalam Islam tidak
keliru. Sesuai hasil wawancara sebagai
berikut:
“Dalam buku-buku materi pelajaran SKI
di Madrasah Aliyah banyak sekali materi
tentang peperangan dalam peradaban
Islam. Guru dituntut untuk cerdas dan
tepat dalam menyampaikan materi tersebut.
Perlu kehati-hatian dalam menyampaikan
materi peperangan supaya pemahaman
siswa tentang peperangan dalam Islam
tidak keliru.”
“Materi peperangan dalam peradaban Islam
harus disampaikan semenarik mungkin, hal
ini agar siswa tidak bosan dengan materi
yang banyak sekali hal-hal yang harus
dihafal didalamnya. Guru dituntut untuk
variatif dalam menyampaikannya, misalnya
dengan permainan ataupun selingan humor
ketika menyampaikan materi.”
Selain kehati-hatian penyampaian
materi juga harus disampaikan secara
menarik. Tidak hanya ketika me­
nyam­paikan materi peperangan saja,
tetapi materi apapun juga harus di­
sam­paikan semenarik mungkin. Pe­
la­­jaran SKI biasanya menjadi pela­
jaran membosankan di semua jen­jang
pendidikan. Hal ini menjadi ke­pri­
hatinan bersama, khususnya para guru
Sejarah Kebudayaan Islam. Prob­lem
pembelajaran tersebut menjadi tan­ta­
ngan besar bagi para guru Sejarah Ke­
bu­dayaan Islam untuk merubah wajah
mata pelajaran Sejarah Kebudayaan
Islam menjadi mata pelajaran yang
menyenangkan.
Pembelajaran Sejarah Kebudayaan
Islam biasanya hanya berhenti pada
hafalan nama tokoh, tanggal, tempat,
dan silsilah nasab saja, hal tersebut
sangat berpotensi membuat siswa
bosan dan jenuh. Banyaknya materi
“Materi peperangan dalam peradaban Islam
harus disampaikan secara utuh, jangan
hanya setengah-setengah. Karena jika tidak
disampaikan secara utuh, persepsi siswa
terhadap peperangan bisa keliru. Jangan
sampai siswa punya pemahaman Islam
adalah agama pedang, agama kekerasan.
Materi peperangan jangan hanya berhenti
pada hafalan saja, yang lebih penting
dari itu adalah bagaimana siswa mampu
mengambil nilai moral yang terdapat dalam
peperangan tersebut.”
Kemampuan guru menyampaikan
materi peperangan secara menarik
tersebut akan menjadikan pembelajaran
SKI khusunya materi peperangan men­
jadi menyenangkan. Jika siswa sudah
merasa senang dalam pembelajaran,
maka materi akan lebih mudah untuk
diterima siswa. Lebih jauh lagi, siswa
akan mampu mengambil pesan moral
yang terkandung dalam peristiwa
160
Khasan Bisri, Strategi Guru Sejarah Kebudayaan Islam Dalam Merekonstruksi Materi ...
semangat peradaban masa kini dan
mendatang. Siswa harus bisa memahami
dan menghargai prestasi budaya dan
peradaban dari aktor sejarah masa lalu.
Sebab di setiap zamannnya terkandung
nilai dan semangat yang bermanfaat
untuk siswa, masa kini dan yang akan
datang.
Di sinilah letaknya sejarah secara
ekstrinsik, sebagai liberal education,
pen­didikan moral, penalaran, poli­
tik, kebijakan, perubahan, masa de­
pan, keindahan dan ilmu bantu
(Kuntowijoyo, 2005:26). Yang paling
pen­ting sekarang ini bagaimana guru
dan siswa bisa meng-‘ibrah, meneladani
dan mengapresiasi fakta dan makna
peristiwa sejarah. Maka yang diperlu­kan
tentu pembelajaran Sejarah Kebudaya­
an Islam yang transformatif.
Materi peperangan dalam per­ada­
ban Islam yang terdapat di Madrasah
juga harus disampaikan guru secara
transformatif. Dalam materi tersebut
banyak hal yang menarik untuk diambil
nilai moralnya yang sangat bermanfaat
untuk kehidupan sekarang dan yang
akan datang.
Penulis mengamati bahwa guruguru Sejarah Kebudayaan Islam
dari kelas X sampai XII di MA Ali
Maksum Krapyak Yogyakarta terus
berusaha untuk merekonstruksikan/
mentransformasikan materi-materi pe­
pe­rangan ke konteks zaman sekarang.
Semua guru dalam menyampaikan
materi peperangan sudah dipersiapkan
terlebih dahulu, baik dari segi materi
ataupun strategi yang mau digunakan.
Strategi yang digunakan guru-guru SKI di
MA Ali Maksum dalam menyampaikan
dan merekonstruksi materi tersebut
peperangan dalam peradaban Islam.
Kemudian pesan moral tersebut
menjadi bekal siswa untuk memahami
kejadian-kejadian yang sedang dialami
zaman sekarang. Menurut guru-guru
SKI di MA Ali Maksum Krapyak, materi
peperangan dikatakan sukses jika siswa
sudah mampu mengambil ‘ibrah/pesan
moral yang terdapat dalam peristiwa
peperangan tersebut dan kemudian
di kontekstualkan ke konteks zaman
sekarang.
Strategi Guru SKI dalam
Merekonstruksi Materi Peperangan
Sejarah Kebudayaan Islam secara
materi memang cerita masa lalu, akan
tetapi ruang lingkupnya tidak sesempit
apa yang diwacanakan. Di dalamnya
termaktub kebudayaan yang banyak
direfleksikan dalam seni, sastra, religi,
dan moral. Termaktub juga peradaban
manusia yang direfleksikan dalam
politik, ekonomi dan teknologi (Effat
Al Sarqawi, 1986:5), yang barang tentu
bisa dikaji untuk kemajuan peradaban
Islam masa kini. Manifestasi kemajuan
mekanis dan teknologis menjadi wujud
dari peradaban dimaksud (Badri Yatim,
2008:1).
Lebih dari itu, Standar Kompetensi
Lulusan untuk Sejarah Kebudayaan
Islam di Madrasah Aliyah tendensinya
terletak pada bagaimana siswa meng‘ibrah meneladani dan mengapresiasi
fakta dan makna peristiwa bersejarah
(Lampiran PMA No. 165).
Melihat pernyataan di atas bisa
difahami bahwa Sejarah Kebudayaan
Islam bukan sekedar cerita masa lalu. Ia
kental dengan budaya dan peradaban
Islam sebagai komparasi dan ruh
161
Jurnal Pendidikan Agama Islam, Vol. XIII, No. 2, Desember 2016
tidak ada jalan lain kecuali perang.
Guru memberikan analogi ketika diri
kita didholimi oleh orang lain, apakah
kita akan diam saja?, tentunya tidak.
Analogi lain yang disampaikan guru
adalah dalam peperangan-peperangan
tersebut misalnya dalam perang Badar,
Uhud, Mu’tah, dan Khaibar, pasukan
Islam sangat sedikit dibandingkan
kaum Kafir, ini menandakan bahwa
Islam tidak pernah mendahului untuk
mengajak perang, secara rasio tidak
mungkin golongan minoritas berani
melawan golongan yang mayoritas.
Guru menjelaskan contoh lain
ketika Nabi SAW dakwah di Madinah,
masyarakat kafir Madinah yang
tidak suka dengan dakwah Nabi,
dan tidak suka Islam berkembang di
Madinah, mereka terus berusaha untuk
menggagalkan dakwah Nabi SAW.
Mereka mulai menyusun kekuatan
untuk melemahkan umat Islam. Ini
adalah benih-benih pemicu konflik
antara umat Islam dengan Yahudi di
Madinah. Konflik tersebut tidak hanya
melibatkan bangsa Yahudi dengan umat
Islam di Madinah, juga antar kaum kafir
Quraisy yang bersekutu dengan Yahudi
Madinah melawan kekuatan Islam.
Masyarakat kafir Quraisy tidak
senang melihat keberhasilan Nabi
Muhammad SAW berdakwah di kota
Madinah. Mereka terus berusaha men­
cari jalan untuk menggagalkan usaha
penyiaran Islam di kota tersebut.
Untuk kepentingan itu, mereka terus
menyusun kekuatan dan menggalang
persekutuan dengan kelompok yang
sama-sama menentang perkembangan
Islam dan melemahkan kekuatan umat
Islam di bawah kepemimpinan Nabi
berbeda-beda satu dengan yang lainnya.
Ada yang berpusat pada siswa, dan ada
juga yang berpusat pada guru.
Untuk mengetahui proses pem­be­
la­jaran dan perekonstruksian materi
peperangan yang dilakukan oleh
guru SKI di MA Ali Maksum Krapyak
Yogyakarta, maka penulis melakukan
observasi di kelas. Observasi penulis
lakukan di kelas X IPS A pada hari
Sabtu 16 April 2016. Dalam observasi ini
penulis mengamati proses pembelajaran
yang dilakukan guru SKI, baik dari aspek
cara guru merekonstruksi materi pe­
perangan, iklim pembelajaran, keaktifan
siswa, media pembelajaran, maupun
respon siswa terhadap pembelajaran.
Dalam pembelajaran, guru me­
mulai dengan salam, mengabsen, dan
me­nanyakan kesiapan siswa untuk
belajar. Secara acak guru bertanya
kepada siswa tentang perang Badar,
dian­taranya tentang kapan terjadinya,
latar belakang terjadinya, jumlah pa­
sukan, tokoh-tokohnya, dan siapa saja
yang syahid. Guru menjelaskan bahwa
dalam peradaban Islam setidaknya
terjadi 55 peperangan, 27 peperangan
di­antaranya
merupakan
ghazwah
(peperangan yang Rasululloh SAW
ikut didalamnya). Guru menjelaskan
ba­nyaknya peperangan tersebut bukan
berarti Islam adalah agama pedang
atau­pun agama kekerasan. Ketika guru
men­jelaskan hal tersebut, ada siswa yang
bertanya apakah dalam peperanganpeperangan tersebut Islam menyerang
terlebih dahulu?, guru menjawab tidak
pernah, Islam tidak pernah mendahului.
Peperangan tersebut hanya untuk mem­
pertahankan diri/ menjaga Islam ketika
umat Islam terdholimi ataupun sudah
162
Khasan Bisri, Strategi Guru Sejarah Kebudayaan Islam Dalam Merekonstruksi Materi ...
dan perintah Allah untuk berjuang
mempertahankan diri dari serangan
kafir Quraisy. Perintah tersebut terdapat
pada surah Al-Hajj ayat 39.
Muhammad SAW. Melihat semakin
kerasnya keinginan kafir Quraisy di
kota
Mekah untuk menggagalkan
usaha dakwah Islam yang tengah
mengalami perkembangan, akhirnya
Nabi Muhamad SAW juga menyusun
kekuatan umat Islam untuk mengim­
bangi kekuatan kafir Quraisy walaupun
kekuatan kaum muslimin tidak se­
ban­ding dengan kekuatan kaum kafir
Quraisy. Kekuatan yang dibentuk
Nabi SAW ini bertujuan untuk mem­
per­tahankan diri dari serangan kafir
Quraisy, bukan untuk memerangi
mereka. Karena Islam mengajarkan
perdamaian, bukan peperangan atau
kekerasan. Tetapi karena kekuatan kafir
Quraisy terus-menerus menghujat dan
menyakiti umat Islam, akhirnya umat
Islam berusaha menandingi kekuatan
mereka dengan mempersiapkan ber­
bagai peralatan tempur. Namun per­
ala­tan itu belum dapat dipergunakan,
karena belum ada perintah dari Nabi
SAW dan wahyu Allah untuk berjihad
melawan kafir Quraisy. Situasi tersebut
berubah setelah ada izin dari Nabi
!
#$
΍˸Ϯ˵Ϥ˶Ϡ˵χ˸Ϣ˵Ϭ˷ϧ˴΄˶Α˴ϥ˸Ϯ˵Ϡ˴ΗΎ˴Ϙ˵ϳ˴Ϧ˸ϳ˶ά˷Ϡ˶ϟ˴ϥ˶Ϋ˵΃
˲ή˸ϳ˶Ϊ˴Ϙ˴ϟ˸Ϣ˶ϫ˶ή˸μ˴ϧϰϠ˴ϋ˴Ϫ˷Ϡϟ΍˷ϥ˶·˴ϭ
Artinya: “Diizinkan (berperang) bagi
orang-orang yang diperangi, karena
sesungguhnya mereka dizalimi. Dan
sesungguh, Allah Mahakuasa menolong
mereka itu.”
Guru menjelaskan bahwa ayat
tersebut tidak berarti Islam mengan­jur­
kan kepada umatnya untuk meng­gu­
nakan kekuatan perang terutama untuk
dakwah Islam. Karena sesungguhnya
Islam tersebar dengan cara-cara damai
melalui budi pekerti yang mulia.
Tetapi peperangan ternyata tidak dapat
dihindari, karena kafir Quraisy terus
menggalang koalisi dengan Yahudi
Madinah untuk menghancurkan ke­
kuatan umat Islam.
! & %
!"
" " "
!#$" ! "
%" " Gambar
Nilai-Nilai Anti korupsi
163
Jurnal Pendidikan Agama Islam, Vol. XIII, No. 2, Desember 2016
bukan perang secara fisik, sebagaimana
hasil wawancara sebagai berikut:
Guru memberikan penjelasan lagi
bahwa dalam Piagam Madinah adanya
kesepakatan untuk bekerjasama antara
muslim dan nonmuslim, tetapi pada
kenyataannya orang nonmuslim dari
suku Bani Quraydah melanggarnya
dan menyerang Islam, maka orang
Islampun mempertahankan dirinya
dengan melawan mereka.
Salah satu siswa ada yang bertanya
tentang ISIS yang akhir-akhir ini ramai
diberitakan di berbagai media, apakah
ISIS dibenarkan oleh Islam?, guru
menjawab hal tersebut sama sekali tidak
dibenarkan, Islam tidak mengajarkan
kekerasan seperti itu. Sepengetahuan
guru, ISIS lebih ke ranah politik, bukan
ranah agama.
Guru memancing siswa untuk
dapat mengambil ‘ibrah dari materi pe­
pe­rangan dalam peradaban islam dan
merekonstruksi ke konteks sekarang,
sebagian siswa ada yang menjawab,
“Saya mekonstruksi materi peperangan ke
konteks sekarang lebih ke ranah pemikiran,
bukan perang secara fisik lagi, yaitu dengan
cara membuat berbagai karya ilmiah,
seperti: buku, artikel, jurnal, dsb. Semua
karya tersebut berisi tentang berbagai
sanggahan, bantahan, dan pelurusan
makna ajaran Islam yang dipahami oleh
orang-orang yang memusuhi Islam. Selain
itu, siswa juga harus diedukasi agar mampu
membedakan antara berdakwah dengan
menguasai wilayah, sehingga tidak terjadi
bias pemahaman terhadap peperangan yang
terjadi dalam peradaban Islam.”
Untuk memperoleh gambaran
lebih banyak tentang strategi guru SKI
dalam merekonstruksi materi tentang
peperangan, penulis kembali melakukan
observasi. Observasi kedua ini penulis
lakukan di kelas XI IPA B pada hari
Sabtu, 16 April 2016 pukul 11.30 – 12.15
WIB. Materi yang disampaikan tentang
kemajuan dan kemunduran Dinasti
Abbasiyah.
Dalam observasi tersebut, penulis
mengamati bahwa guru mengawali
pelajaran dengan salam, berdoa, dan
mengabsen. Guru me-review materi se­
be­lumnya, menanyakan kesiapan siswa
untuk belajar.
Pada pertemuan sebelumnya guru
sudah membagi kelas menjadi empat
kelompok,tiga kelompok sudah mem­
pre­sentasikan hasil makalahnya di
depan kelas, dan kelompok terakhir
mempresentasikan makalahnya pada
hari ini.
Guru mempersilahkan kelompok
terakhir ini untuk mempresentasikan
“Kita bisa mengambil kesemangatan mereka
dalam berdakwah, kesemangatan tersebut
bisa kita terapkan dalam belajar ataupun
dalam beribadah kepada Alloh SWT.”
“Menurut saya, kita dapat mengambil
‘ibrah dari peperangan tersebut tentang
keberanian untuk melawan orang-orang
yang dholim pada diri kita”
Guru menyampaikan apresiasi
pada siswa yang berani menyampaikan
pen­dapatnya. Guru menyimpulkan
materi yang telah disampaikan dengan
berbagai rekonstruksinya ke konteks
zaman sekarang.
Guru dalam perekonstruksian
materi peperangan ke konteks sekarang
lebih pada perang secara pemikiran,
164
Khasan Bisri, Strategi Guru Sejarah Kebudayaan Islam Dalam Merekonstruksi Materi ...
tahun), yang mana pertumbuhan otak
sudah mencapai kesempurnaan, sudah
mampu berfikir abstrak, mulai berfikir
kritis, logis, sudah mampu menalar,
dan wawasan berfikirnya semakin luas
Rifa Hidayah, 2009:42).
Sekitar 15 menit sebelum pelajaran
berahir, guru mencukupkan diskusi
dan mengklarifikasi jawaban siswa
selama diskusi. Guru menjelaskan
bahwa perang Salib terjadi bukan
hanya saja karena faktor agama, tetapi
ada faktor lain dibelakangnya, seperti
faktor politik, psikologi, dan lain lain.
Dari faktor agama baik Islam maupun
Kristen menganggap bahwa perang
tersebut adalah perang suci / jihad. Bagi
kalangan Kristen perang salib adalah
perang suci untuk merebut kembali
Palestina (tempat kelahiran Yesus) dari
kekuasaan Muslim, sedangkan dari
pihak Muslim tidak ada jalan lain kecuali
juga menggalang kekuatan pasukan
untuk mempertahankan kota tersebut.
Bagi Islam Palestina adalah tempat
penting, karena tempat pemberangkatan
Rasululloh SAW untuk menemui Alloh
melalui Isra’ Mi’raj. Dari faktor politik, di
Eropa pengikut gereja Katolik Romawi
dan gereja Katolik Yunani berselisih
paham. Perselisihan dua gereja tersebut
untuk berebut pengaruh dan kekuasaan
atas gereja. Untuk mempersatukan
dan menghilangkan perbedaan paham
tersebut, maka Paus Urbanus II dari
gereja Katolik Romawi menginginkan
seluruh orang Eropa untuk mengalihkan
perhatiannya untuk menyerang Islam.
Guru merekonstruksikan faktor
politik tersebut ke konteks sekarang
dengan melihat bahwa banyaknya
paham-paham atau aliran dalam Islam
makalahnya di depan kelas. Dalam
pre­sentasinya, dijelaskan bahwa ke­
mun­duran Dinasti Abbasiyah karena
beberapa faktor, yaitu faktor internal
dan faktor eksternal. Faktor internal
diantaranya, lemahnya khalifah, pere­
butan kekuasaan, munculnya dinastidinasti kecil yang memerdekakan
diri, kemerosotan perekonomian, dan
munculnya aliran-aliran sesat serta
fanatisme agama. Sedangkan faktor
eksternal diantaranya adalah perang
Salib dan serangan Mongolia ke negeri
Muslim.
Ditengah diskusi ada siswa yang
ber­tanya tentang mengapa terjadi
perang Salib?, perang tersebut murni
karena agama atau ada unsur politik di
dalamnya?. Dari pengamatan penulis,
diskusi berjalan menarik, siswa aktif dan
kritis, walaupun belum semua siswa
mau bertanya ataupun mengemukakan
pendapatnya. Hal tersebut sesuai
dengan penelitian Karp dan Yoles yang
me­nyatakan bahwa di dalam kelas
yang terdiri lebih dari 40 peserta didik,
hanya dua sampai 3 orang saja yang
mendominasi separoh dari interaksi
kelas. Masih banyak siswa yang menjadi
penonton dan pendengar saja (Anita
Lie, 2003:39).
Kelas sepenuhnya dikendalikan
oleh siswa, guru hanya menjadi fasi­li­
tator saja. Menurut guru siswa seusia
Madrasah Aliyah sudah bisa berfikir
logis dan abstrak, jadi siswa sudah
mampu untuk merekonstruksi sendiri
materi-materi pelajaran ke konteks
sekarang. Sesuai dengan pendapat
Rifa Hidayah bahwa siswa sekolah
menengah termasuk kategori usia
remaja (lebih kurang berusia 12-20
165
Jurnal Pendidikan Agama Islam, Vol. XIII, No. 2, Desember 2016
dengan beliau sebagai berikut:
bisa disatukan dengan Al Quran.
Paham-paham tersebut jika disatukan
maka Islam akan semakin kuat, karena
sudah tidak ada lagi saling serang
antar paham/aliran. Kalau Kristen saja
mampu menyatukan perselisihan atas
nama Al Kitab, Islam juga harus lebih
mampu untuk melakukan hal tersebut.
Dalam perekonstruksian tersebut guru
berusaha untuk memberikan motivasi
dan kesemangatan siswa untuk mampu
mempersatukan perbedaan-perbedaan
apapun ke hal lain yang lebih baik, yang
nilai kemanfaatan dan kemaslahatannya
lebih banyak.
Penulis melihat cara guru mere­
konstruksi materi perang ke konteks
sekarang adalah perang secara politik,
bukan lagi dengan perang secara fisik
dengan membawa alat-alat tempur
seperti pedang dsb. Sebagaimana hasil
wawancara penulis sebagai berikut:
“Cara saya merekonstruksi materi
peperangan adalah dengan menjelaskan
terlebih dahulu makna dan hakekat jihad,
kemudian menjelaskan peperangan sedetail
mungkin disertai dengan penjelasan latar
belakang terjadinya peperangan tersebut,
faktor kemenangan atau kekalahan, dan
‘ibrah/ nilai-nilai yang dapat diambil
dari peperangan tersebut, setelah itu
baru siswa diajak untuk bersama-sama
merekonstruksikan perang tersebut ke
zaman sekarang.”
Guru mengajak siswa mere­kons­
truksi peperangan dalam peradaban
Islam dengan cara memancing kekritisan
siswa. Langkah konkritnya, guru me­
nyampaikan berbagai fenomena yang
sedang terjadi saat ini, seperti ra­di­
kalisme dalam agama, pengeboman,
terorisme, gerakan separatis, perang
antar suku, dsb. Kemudian siswa
diminta untuk berdiskusi terkait ber­ba­
gai fenomena tersebut sambil merujuk
ber­bagai peristiwa peperangan yang
telah terjadi dalam peradaban islam.
Dengan cara seperti itulah siswa akan
mampu menerapkan berbagai nilainilai peperangan yang telah terjadi
dalam peradaban Islam ke konteks
zaman sekarang. Cara lainnya bisa
dengan pemberian tugas inividu,
misalnya tugas untuk mencari berbagai
peristiwa yang sedang terjadi sekarang
di berbagai media, baik koran, tabloid,
majalah, televisi, radio, jurnal ataupun
lainnya yang masih ada hubungannya
dengan peperangan. Kemudian siswa
menganalisis peristiwa tersebut, apakah
sesuai dengan konsep jihad dalam Islam
atau tidak.
“Cara saya merekonstruksi materi
peperangan ke konteks sekarang lebih pada
perang secara politik bukan perang secara
fisik, contohnya strategi menjaga kedaulatan
Indonesia. Kalau zaman Rasululloh SAW
banyak sekali strategi perang yang dipelajari
dan diterapkan oleh umat Islam untuk
memenangkan peperangan, kalau sekarang
bagai­ma­na menerapkan strategi untuk
mem­per­tahankan kedaulatan Indonesia baik
strategi ekonomi, keamanan perbatasan,
hubungan diplomatik antar negara, dsb.”
Tidak jauh berbeda dengan
rekonstruksi materi yang dilakukan
oleh guru SKI Kelas XII. Ada tahaptahap untuk menjelaskan dan mere­
kons­truksikan esensi peperangan da­
lam peradaban Islam kepada siswa.
Sebagaimana hasil wawancara penulis
166
Khasan Bisri, Strategi Guru Sejarah Kebudayaan Islam Dalam Merekonstruksi Materi ...
mengandung unsur inner motivation,
yaitu dorongan keingintahuan yang
disertai upaya mencari tahu sesuatu.
Sebagaimana diketahui bahwa
guru perlu memberikan pengajaran
secara menarik agar siswa bergairah
untuk menjalankan proses belajarnya.
Untuk itu guru perlu menggunakan
metode pembelajaran yang variatif
dan sesuai kebutuhan, sehingga proses
pembelajaran tidak berjalan kaku,
searah, dan membosankan siswa.
Hal tersebut sesuai dengan Undangundang RI Nomor 20 pasal 40, ayat (2)
tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, yang berbunyi: “Guru dan
tenaga kependidikan berkewajiban: (1)
Menciptakan suasana pendidikan yang
bermakna, menyenangkan, kreatif,
dinamis, dan dialogis, (2) Mempunyai
komitmen secara profesional untuk
meningkatkan mutu pendidikan, dan
(3) Memberi teladan dan menjaga nama
baik lembaga, profesi dan kedudukan
sesuai dengan kepercayaan yang
diberikan
kepadanya”.
Sementara
itu dalam Peraturan Pemerintah
No. 19 tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan, pasal 19. ayat
(1) dinyatakan bahwa: “Proses pem­
be­lajaran pada satuan pendidikan
diselenggarakan
secara
interaktif,
inspiratif, menyenangkan, menantang,
memotivasi siswa untuk berpartisipasi
aktif, memberikan ruang gerak yang
cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan
kemandirian sesuai dengan bakat,
minat, dan perkembangan fisik serta
psikologi siswa.”
Pembelajaran yang menarik dan
menyenangkan akan membuat siswa
nyaman belajar. Ketika siswa merasa
Dari penjabaran di atas, dapat di­
sim­pulkan bahwa model pembelajaran
yang digunakan guru-guru SKI di
MA Ali Maksum Krapyak Yogyakarta
dalam menyampaikan materi tentang
peperangan dalam peradaban Islam
berbeda antara satu guru dengan guru
lainnya. Guru SKI kelas X menggunakan
model pembelajaran inkuiri, se­dang­
kan guru kelas XI dan kelas XII meng­
gu­nakan model perpaduan antara
model konstruktivisme dan Problem
Based Learning. Pembelajaran SKI di
MA Ali Maksum Krapyak Yogyakarta
sudah bisa dikatakan pembelajaran
yang menarik dan menyenangkan
jika dilihat dari empat indikator yang
dikemukakan oleh Wina Sanjaya, yaitu:
novelty, proximity, conflict, dan humor.
Dampak Bagi Siswa Ketika
Guru Menyampaikan Materi
Peperangan Secara Menarik dan
Menyenangkan
Pembelajaran yang menyenangkan
perlu dipahami secara luas, bukan
hanya berarti pembelajaran yang
selalu diselingi dengan lelucon, banyak
bernyanyi atau tepuk tangan yang
meriah. Pembelajaran menyenangkan
merupakan suatu proses pembelajaran
yang didalamnya terdapat satu kohesi
yang kuat antara guru dan siswa, tanpa
ada perasaan terpaksa atau tertekan
(Mulyasa, 2006:194). Pembelajaran me­
nye­nangkan adalah situasi di mana
siswa merasa nyaman, tenang, dan tak
ada tekanan dalam belajar (Hartono,
20013, 161). Atau dengan kata lain
pembelajaran yang dapat dinikmati
siswa. Siswa merasa nyaman, aman dan
asyik. Perasaan yang mengasyikkan
167
Jurnal Pendidikan Agama Islam, Vol. XIII, No. 2, Desember 2016
tentang peperangan dalam peradaban
Islam adalah bahwa Islam tidak pernah
menyerang terlebih dahulu, peperangan
yang terjadi hanyalah pilihan terakhir
karena sudah tidak ada jalan lain
lagi. Peperangan yang terjadi adalah
berorientasi dakwah dan jihad. Pada
awalnya umat Muslim berdakwah untuk
mengajak orang-orang kafir masuk Islam,
tetapi mereka menolaknya. Penolakan
mereka dibarengi dengan perlawanan
dan pemberontakan terhadap umat
Islam yang menagajaknya masuk
Islam. Kadang mereka membunuh
utusan umat Islam yang membawa
surat ajakan untuk masuk Islam. Jika
mereka tidak memberontak walaupun
tidak mau menerima atau masuk Islam,
peperangan tidak akan pernah terjadi.
Islam tidak mengajarkan pemaksaan
terhadap siapapun untuk memeluk
Islam, karena islam tidak mengajarkan
pemaksaan beragama.
nyaman dalam belajar, materi akan
mudah diterima oleh siswa. Penulis
mengamati, guru-guru SKI Madrasah
Aliyah Ali Maksum Krapyak selalu terus
berusaha untuk menyampaikan materi
secara menarik dan menyenangkan,
khususnya materi-materi tentang pe­
perangan dalam Peradaban Islam. Hasil
dari upaya tersebut siswa-siswa merasa
senang dan paham tentang esensi perang
dalam Islam dan perekonstruksiannya.
Menurut salah satu siswa kelas XI,
pembelajaran SKI menyenangkan,
apalagi dengan metode diskusi, siswa
merasa bergairah untuk mendapatkan
materi tentang peperangan yang belum
diketahuinya.
“Pelajaran SKI menyenangkan, apalagi
kalau diskusi. Karena dengan diskusi
semua siswa terlibat untuk saling bertukar
pemahaman. Biasanya guru membagi
kelas menjadi lima kelompok, dan diberi
tugas yang berbeda, kemudian siswa
secara berkelompok mempresentasikannya
di depan kelas. Rujukan yang digunakan
bervariatif karena tidak hanya bersumber
dari satu buku saja, tetapi dari beberapa
buku, bahkan beberapa kitab kuning.”
2. Secara sikap/perilaku
Pemahaman siswa terhadap materi
tentunya akan berpengaruh terhadap
tindakannya. Pemahaman yang benar
akan dibarengi dengan tindakan yang
benar pula, sedangkan sebaliknya
pemahaman yang keliru juga akan
dibarengi dengan sikap yang kurang
tepat atau keliru. Pemahaman siswa
MA Ali Maksum tentang hakekat
dari peperangan dalam peradaban
Islam berpengaruh terhadap sikap
siswa dalam kehidupan keseharian
dan dalam pembelajaran di kelas.
Rekonstruksi materi peperangan ke
konteks kekinian yang disampaikan
guru mampu menginspirasi siswa
untuk menerapkan nilai-nilai moral
Dampak penyampaian materi
peperangan secara menarik dan
menyenangkan yang dilakukan guruguru SKI di MA Ali Maksum dapat
dikelompokan menjadi dua, yaitu
dampak secara kognitif/pengetahuan,
dan dampak secara sikap/perilaku.
1. Secara kognitif/pengetahuan
Menurut penulis, pemahaman siswa
tentang peperangan dan cara siswa
merekonstruksi materi peperangan ke
konteks zaman sekarang sudah benar.
Secara garis besar pemahaman siswa
168
Khasan Bisri, Strategi Guru Sejarah Kebudayaan Islam Dalam Merekonstruksi Materi ...
menjadi punya kesemangatan yang
tinggi untuk belajar, punya keinginan
dan target yang tinggi untuk berjihad
me­menangkan olimpiade-olompiade
in­­ter­nasional masa kini, pengembangan
ilmu pengetahuan dan tekhnologi, de­
dikasi yang tinggi terhadap agamanya,
serta punya niatan tulus untuk menjadi
Muslim yang sesungguhnya.
yang terkandung dalam peperanganpeperangan tersebut. Contohnya nilai
kesemangatan/ kegigihan, keberanian,
toleransi, dan loyalitas umat Islam
kepada agama.
Rekonstruksi lainnya adalah, pe­
rang secara pemikiran atau paradigma.
Era perang agama telah berakhir karena
musuh-musuh Islam tidak lagi terlibat
dalam peperangan fisik terhadap
kaum Muslim. Sebaliknya pada masa
sekarang musuh-musuh Islam tidak lagi
menggunakan pedang melawan Islam
melainkan telah memanfaatkan berbagai
sarana komunikasi yang tersedia
untuk menyebarkan kebohongan dan
propaganda palsu dalam upaya un­
tuk menghentikan Islam. Zaman se­
ka­rang banyak sekali musuh yang
harus dihadapi. Musuh tersebut bukan
berbentuk manusia, ataupun benda,
tetapi musuh tersebut berupa ke­ma­
lasan, kebodohan, keterpurukan, ke­
mis­kinan, korupsi, kegigihan mencari
ilmu, belajar, dsb. Semangat itulah yang
sekarang harus dikibarkan, inilah jihad
kontemporer, jihad modern masa kini.
Jihad lainya adalah dengan berusaha
untuk terus menjadi orang yang benarbenar berIslam, mengamalkan syariat
Islam secara sempurna, menyampaikan
contoh ajaran Islam yang benar ke
seluruh dunia. Inilah cara membantah
lawan-lawan Islam. Jihad era sekarang
bukanlah bagaiamana kita mati di jalanNya, tetapi bagaimana kita dapat hidup
di jalan-Nya.
Kemampuan siswa untuk me­
ngambil ‘ibrah dan kemampuan guru
untuk menyampaikan materi secara
menarik dan menyenangkan tersebut
berdampak positif bagi siswa. Siswa
Kesimpulan
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa: 1) Guru menyampaikan materi
peperangan secara menarik karena
materi peperangan sangat berpotensi
membuat siswa bosan, jenuh, bahkan
sama sekali tidak tertarik. Selain
itu karena materi peperangan perlu
disampaikan secara utuh kepada
siswa, agar siswa tidak salah persepsi
tentang hakekat perang dalam Islam.
2) Cara guru merekonstruksi materi
peperangan dalam peradaban Islam
adalah dengan menjelaskan kepada
siswa konsep jihad dan dakwah terlebih
dahulu, kemudian latar belakang ter­ja­
dinya perang, nilai/’ibrah/pesan moral
yang dapat diambil dari peristiwa pe­
pe­rangan,
kemudian
menjelaskan
ber­bagai
fenomena/isu-isu
aktual
yang sedang terjadi akhir-akhir ini,
lalu dihubungkan dengan materi
peperangan tersebut. 3) Dampak bagi
siswa ketika guru menyampaikan
materi peperangan secara menarik dan
menyenangkan dikelompokan menjadi
dua, yaitu dampak secara kognitif dan
dampak secara sikap. Secara kognitif
pemahaman siswa tentang peperangan
dalam peradaban Islam adalah bahwa
Islam tidak pernah menyerang terlebih
dahulu, peperangan yang terjadi
169
Jurnal Pendidikan Agama Islam, Vol. XIII, No. 2, Desember 2016
Hitti, Philip K, History Of The Arabs,
penerjemah: Cecep Lukman Yasin
dan Dedi Slamet Riyadi, Jakarta:
Serambi Ilmu Semesta, 2008.
hanyalah pilihan terakhir karena sudah
tidak ada jalan lain lagi. Peperangan
yang terjadi adalah berorientasi dakwah
dan jihad. Sedangkan secara sikap siswa
menjadi punya kesemangatan yang
tinggi untuk belajar, punya keinginan
dan target yang tinggi untuk berjihad
memenangkan olimpiade-olompiade
internasional masa kini, pengembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi,
dedikasi yang tinggi terhadap agamanya,
serta punya niatan tulus untuk menjadi
Muslim yang sesungguhnya.
Hitti, Philip K, Islam And The West:
A Historical Cultural Survey,
penerjemah:
H.M.J.
Irawan,
Bandung: Sinar Baru, 1984.
Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah,
Yogyakarta: PT. Bentang Pustaka,
2005.
Lampiran Peraturan Menteri Agama No
165 tahun 2014.
Lie,
DAFTAR PUSTAKA
Anita,
Cooperative
Learning;
Mempraktekan Cooperative Learning
di Ruang-ruang Kelas, Jakarta:
Grasindo, 2003
Moleong, Lexy J, Metode Penelitian
Kualitatif,
Bandung:
Remaja
Rosdakarya, 2007.
Ahmed, Akbar S, Rekonstruksi Sejarah
Islam: Di Tengah Pluralitas Agama
dan Peradaban, penerjemah: Amru
Nst, Yogyakarta: Fajar Pustaka
Baru, 2003.
Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah,
Konsp Strategi dan Implementasi,
Bandung: Rosdakarya, 2006.
Sugiyono, Metode Penelitian: Pendekatan
Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D,
Bandung: Alfabeta, 2010.
Al Sarqawi, Effat, Filsafat Kebudayaan
Islam, Bandung: Pustaka, 1986.
Armstrong, Karen, Muhammad Sang Nabi:
Sebuah Biografi Kritis, penerjemah:
Sirikit Syah, Surabaya: Risalah
Gusti, 2011.
Watt, W. Montgomery, Kejayaan
Islam: Kajian Kritis dari Tokoh
Orientalis, penerjemah: Hartono
Hadikusumo, Yogyakarta: Tiara
Wacana, 1990.
Hartono, Ragam Model Mengajar yang
Mudah Diterima Murid, Yogyakarta:
Diva Press, 2013.
Waqidi, Al, Kitab Al Maghazi Muhammad:
Sumber Sejarah Paling Tua Tentang
Kisah Hidup Rasulullah, Jakarta:
Zaytuna, 2012.
Hidayah, Rifa, Psikologi Pengasuhan
Anak, Malang: UIN Malang Press,
2009.
170
Download