BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum HIV/AIDS HIV merupakan virus yang menyebabkan infeksi HIV (AIDSinfo, 2012). HIV termasuk famili Retroviridae dan memiliki genome single stranded RNA. Sejauh ini dikenal dua tipe HIV, yaitu HIV tipe 1 (HIV-1) dan HIV tipe 2 (HIV2). HIV-1 adalah jenis virus yang paling sering menginfeksi secara global sedangkan HIV-2 hanya ditemukan di beberapa daerah di dunia, dan pertama kali ditemukan di Afrika Barat (Campbell-Yesufu, 2011). Target infeksi HIV dalam tubuh manusia adalah CD4 atau sel T-helper. Cluster of differentiation (CD) adalah protein yang diekspresikan di permukaan sel sistem hematopoietik. CD4 merupakan koordinator dari respon imun tubuh, seperti membantu sel B dalam menghasilkan antibodi, dan meningkatkan respon imun seluler terhadap antigen. Penurunan jumlah CD4 secara terus menerus menyebabkan menurunnya respon imun dan infeksi oportunistik mulai terjadi (Mohamad, 2015; WHO, 2007). Secara umum perjalanan penyakit HIV/AIDS terdiri dari dua fase, yaitu fase primer dan fase laten. Fase primer terjadi dalam hitungan bulan dan di dalamnya terdapat window period, di mana tes HIV dapat bernilai negatif karena dibutuhkan waktu 3-6 minggu untuk antibodi anti-HIV muncul di sirkulasi (WHO, 2007). Setelah fase primer terlewati, pasien akan memasuki fase laten yang bisa berlangsung dalam hitungan tahun. Pada fase ini terdapat kondisi AIDS, 6 7 di mana terjadi kolapsnya sistem imun sehingga pasien rentan terkena infeksi oportunistik (Bodhade, 2011). Penyakit HIV dapat menyebar melalui hubungan seksual, jarum suntik, darah, maupun cairan tubuh. Pencegahan yang bisa dilakukan adalah dengan menghindari faktor-faktor tersebut bagi pasien HIV-positif, namun bagi yang belum, dapat dilakukan skrining dan pengobatan terhadap penyakit infeksi menular seksual (IMS) (Fauci, 2007). Bagi pasien HIV-positif juga dianjurkan untuk menggunakan ARV untuk memperlambat progresi penyakit. Saat ini terdapat beragam jenis ARV yang penggunaannya disesuaikan dengan kebutuhan dan memiliki efek samping yang berbeda-beda (Khan, 2015). 2.2 Gambaran Umum Profil Hematologi Pasien HIV/AIDS Secara umum, sel-sel darah dihasilkan oleh hematopoietic stem cell (HSC) di sumsum tulang. Selain HSC terdapat komponen penting lainnya, yaitu limfosit T, makrofag, sel endotel, dan fibroblast untuk produksi dan diferensiasi sel darah putih, serta eritropoietin (produksi sel darah merah). Dalam proses produksi, HSC akan berdiferensiasi menjadi beberapa lineage, yaitu eritroid lineage (sel darah merah), granulocyte-macrophage colonies of progenitor cells (sel darah putih), dan megakariosit (platelet). Pada pasien HIV/AIDS, terjadi perubahan morfologi sumsum tulang, termasuk mielodisplasia (perubahan abnormal pada struktur seluler), yang akhirnya menganggu lineage tersebut sehingga jumlah ketiga sel darah di sirkulasi perifer menurun (Mehta, 2011). Insiden dan keparahan sitopenia secara umum memiliki korelasi dengan stadium penyakit (Attili, 2008). Selain itu, beberapa pasien dapat mengalami lebih dari satu kelainan darah, seperti 8 bisitopenia (penurunan jumlah dua jenis sel darah) dan pansitopenia (penurunan jumlah seluruh sel darah). 2.2.1 Anemia pada HIV/AIDS Prevalensi anemia pada pasien HIV diketahui cukup tinggi, berkisar antara 1,3% - 95% tergantung dari stadium penyakitnya. Semakin lanjut penyakitnya, maka kejadian anemia makin tinggi dan meningkatkan morbiditas serta mortalitas (Sumantri, 2009). Hasil penelitian dari Belperio dan Rhew (2004) mengungkapkan bahwa anemia merupakan faktor risiko independen untuk kematian pada HIV/AIDS, di samping jumlah CD4 dan viral load. Tipe anemia yang paling sering menyerang pasien HIV/AIDS adalah normokromik normositer, namun beberapa pasien juga dapat terkena anemia hipokromik mikrositer (Mehta, 2011). Penyebab anemia sendiri multifaktorial. Sitokin proinflamasi seperti tumor necrosis factor (TNF), interleukin-1 (IL-1), dan interferon gamma dianggap berperan penting dalam patogenesis anemia. Sitokin ini menunjukkan penghambatan terhadap produksi sel darah merah (eritropoiesis) secara in vitro. Level TNF sering ditemukan meningkat pada pasien HIV/AIDS secara konsisten dan kondisi ini berkorelasi dengan viral load. Adanya diseritropoiesis dan infeksi oportunistik berakibat pada abnormalitas morfologi dan fungsional sel darah merah sehingga fungsi sel darah merah sebagai pengangkut oksigen juga dapat berubah. Hal ini menyebabkan semakin tinggi progresi HIV/AIDS makin tinggi pula prevalensi dan keparahan dari anemia (Mohamad, 2015). Anemia juga dapat 9 disebabkan oleh penggunaan HAART, defisiensi nutrisi, terutama di negaranegara berkembang, serta penyakit bawaan dari pasien (De Santis, dkk., 2011). 2.2.2 Leukopenia pada HIV/AIDS Leukopenia diartikan sebagai kondisi dimana jumlah leukosit dalam tubuh di bawah angka normal. Jenis kelainan darah ini merupakan hal umum yang ditemukan pada pasien HIV/AIDS, terutama disebabkan limfopenia akibat penurunan jumlah CD4 dalam sirkulasi. Penurunan jumlah CD4 absolut menjadi salah satu abnormalitas imunologi dini pada infeksi HIV dan salah satu indikator prognosis yang penting dalam risiko timbulnya infeksi oportunistik (Mohamad, 2015). Selain limfopenia, neutropenia, penurunan jumlah neutrofil dalam darah, juga sering ditemukan. Penyebab penurunan ini dikarenakan menurunnya produksi progenitor granulosit dan monosit sebagai salah satu prekursor sel darah putih, dan dapat pula disebabkan oleh infeksi, gangguan imunitas, atau efek samping terapi, seperti AZT. Jika neutropenia yang ditemukan disebabkan karena AZT, dosis obat dianjurkan untuk diturunkan atau tidak dilanjutkan sama sekali, tergantung kondisi pasien (Mehta, 2011). 2.2.3 Trombositopenia pada HIV/AIDS Trombositopenia merupakan keadaan menurunnya platelet dari rentang normal, yaitu 150-400 x 109/L. Penyebab dari trombositopenia sendiri yaitu penghacuran platelet oleh sistem imun dan produksi platelet yang inadekuat oleh sumsum tulang (Attili, 2008). Penghancuran platelet ini biasanya terjadi pada 10 awal perjalanan penyakit dan penghancuran ini disebabkan oleh sistem imun. Saat ini diketahui ada beberapa antibodi spesifik HIV yang memiliki epitope yang sama dengan antibodi yang melawan glikoprotein pada permukaan platelet (platelet GPIIb/IIIa). Selain itu, trombositopenia juga bisa disebabkan oleh infeksi langsung virus pada megakariosit sehingga menimbulkan pertumbuhan morfologi abnormal pada megakariosit pada sumsum tulang (Mehta, 2011). Limfoma, infiltrasi infeksi oportunistik pada sumsum tulang, dan obat yang memiliki efek myelosupresif juga dapat menyebabkan trombositopenia (Mohamad, 2015).