universitas indonesia laporan praktek kerja profesi apoteker di

advertisement
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI
PERIODE 1 APRIL – 30 MEI 2014
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
YUNI ARISTA NINGRUM KUMESAN, S. Farm.
ANGKATAN LXXVIII
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JUNI 2014
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI
PERIODE 1 APRIL – 30 MEI 2014
LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker
YUNI ARISTA NINGRUM KUMESAN, S. Farm.
1306434263
ANGKATAN LXXVIII
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JUNI 2014
ii
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME
Saya yang bertanda tangan di bawah ini dengan sebenarnya menyatakan bahwa
laporan praktek kerja profesi ini saya susun tanpa tindakan plagiarisme sesuai
dengan peraturan yang berlaku di Universitas Indonesia.
Jika di kemudian hari ternyata saya melakukan tindakan Plagiarisme, saya akan
bertanggung jawab sepenuhnya dan menerima sanksi yang dijatuhkan oleh
Universitas Indonesia kepada saya.
Depok,
Juni 2014
Yuni Arista Ningrum Kumesan
iii
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Laporan praktek kerja profesi ini adalah hasil karya sendiri, dan semua baik yang
dikutip atau dirujuk telah saya nyatakan dengan benar
Nama
: Yuni Arista Ningrum Kumesan
NPM
: 1306434263
Tanda Tangan :
Tanggal
: Juni 2014
iv
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
v
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati
pada bulan April – Mei 2014. Penulisan laporan ini dilakukan dalam rangka
memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Apoteker di Fakultas Farmasi
Universitas Indonesia.
Penulis menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai
pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan laporan ini, sangatlah sulit
bagi Penulis untuk menyelesaikan laporan ini. Oleh karena itu, penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
1) Dr. Mahdi Jufri, M.Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas
Indonesia.
2) Dr. Hayun, M.Si., Apt., selaku Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas
Farmasi Universitas Indonesia.
3) Dra. Etin Ratna Martiningsih, Apt., selaku Kepala Instalasi Farmasi RSUP
Fatmawati.
4) Dra. Alfina Rianti, Apt., M. Pharm., selaku pembimbing I yang telah
membimbing dan memberikan inspirasi kepada penulis selama PKPA
berlangsung.
5) Santi Purna Sari, S.Si., M.Si., selaku pembimbing II yang telah membimbing
dan memberikan inspirasi kepada penulis selama PKPA berlangsung.
6) Pegawai Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati yang telah
banyak memberi bantuan kepada penulis dalam pelaksanaan PKPA.
7) Bapak dan Ibu staf pengajar beserta segenap karyawan Fakultas Farmasi
Universitas Indonesia.
8) Keluarga tercinta yang telah memberikan doa dan dukungan moral serta
material sehingga program PKPA dan penyusunan laporan ini dapat
dilaksanakan dengan lancar.
9) Rekan – rekan Program Profesi Apoteker Universitas Indonesia angkatan
LXXVIII atas kebersamaan dan dukungan selama menempuh pendidikan.
vi
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
10) Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu
secara langsung maupun tidak langsung dalam penulisan laporan ini.
Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari pembaca. Akhir kata, penulis berharap semoga pengetahuan dan
pengalaman yang penulis peroleh selama menjalani Praktik Kerja Profesi
Apoteker ini dapat bermanfaat bagi rekan-rekan sejawat dan semua pihak yang
membutuhkan.
Penulis
2014
vii
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
KARYA AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di
bawah ini :
Nama
NPM
Program Studi
Fakultas
Jenis Karya
: Yuni Arista Ningrum Kumesan
: 1306434263
: Apoteker
: Farmasi
: Laporan Praktek Kerja
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Universita Indonesia Hak Bebas Royalti Nonekslusif (Non-exclusive Royalty
Free Right) atas karya akhir saya yang berjudul :
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati
Periode 1 April – 30 Mei 2014
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Nonekslusif
ini
Universitas
Indonesia
berhak
menyimpan,
mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database),
merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan
nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Depok
Pada tanggal : Juni 2014
Yang menyatakan
Yuni Arista Ningrum Kumesan
viii
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
ABSTRAK
Nama
NPM
Program Studi
Judul
:
:
:
:
Yuni Arista Ningrum Kumesan
1306434263
Profesi Apoteker
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Rumah Sakit
Umum Pusat Fatmawati Periode 1 April – 30 Mei 2014
Praktek Kerja Profesi Apoteker di Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati bertujuan
untuk mengetahui gambaran umum RSUP Fatmawati, mengetahui struktur dan
pembagian kerja di instalasi farmasi RSUP Fatmawati, dan mengetahui peran dan
tanggung jawab apoteker dalam Peran Lintas Farmasi. Tugas khusus yang
diberikan berjudul Pemantauan Terapi Obat Pasien Tuberkulosis Paru dan
Hospital Acquired Pneumonia (HAP) di Lantai V Selatan Teratai RSUP
Fatmawati bertujuan agar calon apoteker dapat mengidentifikasi masalah yang
berkaitan dengan penggunaan obat pada pasien terpilih dan memberikan
rekomendasi intervensi untuk masalah yang berkaitan dengan penggunaan obat
yang dapat terjadi.
Kata kunci
: Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati, Pasien Tuberkulosis
Paru, Hospital Acquired Pneumonia (HAP)
Tugas umum : xii + 136 halaman; 27 lampiran
Tugas khusus : v + 66 halaman; 2 gambar; 9 tabel; 6 lampiran
Daftar Acuan Tugas Umum : 12 (2004 – 2014)
Daftar Acuan Tugas Khusus : 10 (2003 – 2014)
ix
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
ABSTRACT
Nama
NPM
Program Studi
Judul
:
:
:
:
Yuni Arista Ningrum Kumesan
1306434263
Apothecary profession
Pharmacist Internship Program at Rumah Sakit Umum
Pusat Fatmawati Period April 1st – May 30th 2014
Pharmacists Professional Practice in Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati aims to
know a general overview of the RSUP Fatmawati, knowing the structure and
division of work in pharmacy installation of RSUP Fatmawati, and to know the
roles and responsibilities of pharmacists at the other of division of work in RSUP
Fatmawati. While the tittle of the special assignment is Therapeutic Drug
Monitoring of Pulmonary Tuberculosis Patient and Hospital Acquired Pneumonia
(HAP) in South V Floor Teratai Fatmawati aims to prospective pharmacists can
identify the problems associated with drug use in selected patients and provide
recommendations for the intervention of the problems associated with the use of
drugs that can happen.
Keywords
: Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati, Pasien Pulmonary
Tuberculosis Patient, Hospital Acquired Pneumonia
(HAP)
General Assignment : xii + 136 pages; 27 appendices
Specific Assignment : v + 66 pages; 2 pictures; 9 table; 6 appendices
Bibliography of General Assignment : 12 (2004 – 2014)
Bibliography of Specific Assignment : 10 (2003 – 2014)
x
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
DAFTAR ISI
JUDUL .......................................................................................................
HALAMAN JUDUL ..................................................................................
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ..................................
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ........................................
LEMBAR PENGESAHAN ......................................................................
KATA PENGANTAR ...............................................................................
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI..................................................
ABSTRAK ..................................................................................................
DAFTAR ISI ..............................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN ..............................................................................
i
ii
iii
iv
v
vi
viii
vix
xi
xii
1. PENDAHULUAN ................................................................................
1.1 Latar Belakang ................................................................................
1.2 Tujuan ..............................................................................................
1
1
3
2. TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT ..............................................
2.1 Rumah Sakit ................................................................................
2.2 Instalasi Farmasi Rumah Sakit .....................................................
2.3 Peran Lintas Terkait dalam Pelayanan Farmasi di Rumah
Sakit .............................................................................................
4
4
16
24
3. TINJAUAN KHUSUS RUMAH SAKIT UMUM PUSAT
FATMAWATI .....................................................................................
3.1 Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Fatmawati ...........................
3.2 Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati .............................................
3.3 Ruang Lingkup Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati ...................
3.4 Farmasi Klinis RSUP Fatmawati ..................................................
3.5 Peran Lintas Terkait dalam Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit ..
3.6 Instalasi Sanitasi dan Pertamanan RSUP Fatmawati ....................
29
29
33
37
79
85
90
4. PEMBAHASAN ...................................................................................
4.1 Administrasi dan Penunjang .........................................................
4.2 Perbekalan Farmasi ......................................................................
4.3 Pelayanan Farmasi ........................................................................
4.4 Farmasi Klinis ...............................................................................
4.5 Peran Lintas Terkait dalam Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit ..
4.6 Instalasi Sanitasi dan Pertamanan .................................................
93
93
94
97
103
104
106
5. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................
5.1 Kesimpulan ..................................................................................
5.2 Saran ............................................................................................
107
107
107
DAFTAR ACUAN ....................................................................................
LAMPIRAN ..............................................................................................
109
110
xi
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.
Lampiran 2.
Lampiran 3.
Lampiran 4.
Lampiran 5.
Lampiran 6.
Lampiran 7.
Lampiran 8.
Lampiran 9.
Lampiran 10.
Lampiran 11.
Lampiran 12.
Lampiran 13.
Lampiran 14.
Lampiran 15.
Lampiran 16.
Lampiran 17.
Lampiran 18.
Lampiran 19.
Lampiran 20.
Lampiran 21.
Lampiran 22.
Lampiran 23.
Lampiran 24.
Lampiran 25.
Lampiran 26.
Lampiran 27.
Stuktur organisasi Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati...
Stuktur organisasi Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati .......
Alur hak akses sistem informasi farmasi ............................
Alur perencanaan dan pengadaan perbekalan farmasi .......
Alur perencanaan dan pengadaan perbekalan farmasi cito .
Alur penerimaan perbekalan farmasi ...................................
Alur pendistribusian perbekalan farmasi gudang induk ke
depo farmasi ........................................................................
Alur pendistribusian perbekalan farmasi gudang induk ke
satuan kerja .........................................................................
Alur pelayanan penanganan obat sitostatika ......................
Alur pelayanan obat dan alat kesehatan di depo Instalasi
Bedah Sentral ......................................................................
Alur Pelayanan OK Elektif ................................................
Alur pengkajian resep ..........................................................
Alur monitoring medication error .......................................
Peresepan dan catatan pengobatan pasien IRJ.....................
Alur distribusi obat IRJ 1 ...................................................
Alur distribusi obat IRJ 2 ...................................................
Alur pelayanan pasien emergency RSUP Fatmawati .........
Alur pendistribusian perbekalan farmasi ke ruangan rawat
Inap .....................................................................................
Alur rekonsiliasi obat pasien ..............................................
Alur rekonstitusi injeksi high alert .....................................
Alur Serah terima perbekalan farmasi dengan perawat ......
Daftar nilai kritis pemeriksaan laboratorium ......................
Alur pemantauan efek samping obat ..................................
Alur Pelayanan Informasi Obat ...........................................
Struktur organisasi ISB........................................................
Denah Instalasi Sterilisasi dan Binatu (ISB) Sterilisasi .....
Alur retur dan pemusnahan perbekalan farmasi .................
xii
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
110
111
112
113
114
115
116
117
118
119
120
121
122
123
124
125
126
127
128
129
130
131
132
133
134
135
136
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur
kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam bidang kesehatan, pemerintah
bertanggung jawab merencanakan, mengatur, menyelenggarakan, membina, dan
mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh
masyarakat, selain itu pemerintah juga bertanggung jawab atas ketersediaan
lingkungan, tatanan, fasilitas kesehatan baik fisik maupun sosial bagi masyarakat
untuk mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya (Presiden Republik
Indonesia, 2009b).
Upaya kesehatan merupakan setiap kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan
yang dilakukan secara terpadu, terintegrasi dan berkesinambungan untuk
memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk
pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit, dan
pemulihan kesehatan oleh pemerintah dan/atau masyarakat. Upaya pemerintah
dalam memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat adalah dengan
mendirikan rumah sakit, salah satunya adalah Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP)
Fatmawati (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004).
Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Fatmawati didirikan pada tahun 1953
oleh Ibu Fatmawati sebagai RS Tuberkulose Anak dan pada tahun 1984 resmi
sebagai RS Rujukan Wilayah Jakarta Selatan. Pada tahun 2010 menjadi Rumah
Sakit Kelas A Pendidikan yang sekaligus berhasil memenuhi standar Paripurna
Komite Akreditasi Rumah Sakit (KARS), dan pada Desember 2013, RSUP
Fatmawati berhasil mempertahankan standar Paripurna KARS dan lulus sertifikasi
Joint Commission International (JCI) (Rumah Sakut Umum Pusat Fatmawati,
2014).
Sebagai rumah sakit yang telah berstandar internasional, sudah semestinya
RSUP Fatmawati dapat memberikan pelayanan yang optimal. Adapun pelayanan
1
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
2
yang terdapat di RSUP Fatmawati adalah pelayanan rawat jalan, klinik amarilis,
klinik wijaya kusuma, klinik tumbuh kembang, rawat jalan eksekutif griya
husada, hemodialisa, unit transfusi darah, rawat inap, orthopedi, rehabilitasi
medik, patologi (laboratorium), diagnostik khusus, radiologi, program terapan
rumatan metadon, dan pelayanan kefarmasian (Rumah Sakut Umum Pusat
Fatmawati, 2014).
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan
Kefarmasian, pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan
bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan
maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien
melalui pekerjaan kefarmasiaan. Adapun pekerjaan kefarmasian antara lain
pembuatan
termasuk
pengendalian
mutu
sediaan
farmasi,
pengamanan,
pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan
obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta
pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional.
Di RSUP Fatmawati, pekerjaan kefarmasiaan berada dibawah Instalasi
Farmasi yang dipimpin oleh seorang apoteker. Selain apoteker, pekerjaan
kefarmasian juga dibantu oleh Tenaga Teknis Kefarmasian. Menurut Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan
Kefarmasian, Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu
Apoteker dalam menjalani Pekerjaan Kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana
Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi, dan Tenaga Menengah
Farmasi/Asisten Apoteker. Selain itu, ada juga peran lintas farmasi, dimana
apoteker dan tenaga teknis kefarmasian berperan di satuan kerja selain instalasi
farmasi RSUP Fatmawati, seperti di SPI (Satuan Pengawas Intern), KFT (Komite
Farmasi dan Terapi), ISB (Instalasi Sterilisasi dan Binatu), PPI (Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi), dan ULP (Unit Layanan Pengadaan).
Dalam mempersiapkan apoteker yang profesional dan siap menjalankan
fungsinya dalam masyarakat, maka perlu dilakukan praktek kerja di Rumah Sakit
sebagai pelatihan untuk menerapkan ilmu yang telah didapatkan selama
perkuliahan serta dapat mempelajari segala kegiatan dan permasalahan yang ada
di rumah sakit. Oleh karena itu, Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi UI
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
3
bekerja sama dengan RSUP Fatmawati melaksanakan Praktek Kerja Profesi
Apoteker (PKPA) di rumah sakit bagi calon Apoteker. Kegiatan ini diharapkan
dapat mempersiapakan para calon apoteker agar dapat mengenal, mengerti, dan
menghayati peran dan tanggung jawab seorang apoteker di rumah sakit serta
menambah pengetahuan dan meningkatkan keterampilan dalam pekerjaan
kefarmasiannya.
1.2
Tujuan
Tujuan dilakukan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di RSUP
Fatmawati adalah sebagai berikut:
1.
Mengetahui gambaran umum RSUP Fatmawati
2.
Mengetahui struktur dan pembagian kerja di instalasi farmasi RSUP
Fatmawati
3.
Mengetahui peran dan tanggung jawab apoteker dalam Peran Lintas Farmasi
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
BAB 2
TINJAUAN UMUM
2.1
Rumah Sakit
2.1.1 Definisi Rumah Sakit
Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan
rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat (Presiden Republik Indonesia, 2009c).
2.1.2 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit
Rumah sakit bertugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara
paripurna sehingga rumah sakit memiliki fungsi sebagai berikut (Presiden
Republik Indonesia, 2009c) :
a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai
dengan standar pelayanan rumah sakit.
b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan
kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis.
c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam
rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan.
d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi
bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan
memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.
2.1.3 Klasifikasi Rumah Sakit
Rumah sakit dapat diklasifikasikan berdasarkan jenis pelayanan dan
pengelolaannya (Presiden Republik Indonesia, 2009c).
2.1.3.1 Berdasarkan Jenis Pelayanan
Berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan, rumah sakit dikategorikan
dalam Rumah Sakit Umum dan Rumah Sakit Khusus (Presiden Republik
Indonesia, 2009c).
4
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
5
a. Rumah Sakit Umum
Rumah Sakit umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan
kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit. Klasifikasi Rumah Sakit Umum
terdiri dari:
1) Rumah Sakit Umum Kelas A
Rumah Sakit Umum Kelas A adalah rumah sakit umum yang mempunyai
fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) spesialis
dasar, 5 (lima) spesialis penunjang medik, 12 (dua belas) spesialis lain, dan 13
(tiga belas) sub spesialis.
2) Rumah Sakit Umum Kelas B
Rumah Sakit Umum Kelas B adalah rumah sakit umum yang mempunyai
fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) spesialis
dasar, 4 (empat) spesialis penunjang medik, 8 (delapan) spesialis lain dan 2 (dua)
sub spesialis dasar.
3) Rumah Sakit Umum Kelas C
Rumah Sakit Umum Kelas C adalah rumah sakit umum yang mempunyai
fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) spesialis dasar
dan 4 (empat) spesialis penunjang medik.
4) Rumah Sakit Umum Kelas D
Rumah Sakit Umum Kelas D adalah rumah sakit umum yang mempunyai
fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 2 (dua) spesialis dasar.
b. Rumah Sakit Khusus
Rumah Sakit Khusus adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan
utama pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin
ilmu, golongan umur, organ, jenis penyakit, atau kekhususan lainnya. Klasifikasi
Rumah Sakit Khusus terdiri atas :
1) Rumah Sakit Khusus Kelas A
Rumah Sakit Khusus Kelas A adalah Rumah Sakit Khusus yang
mempunyai fasilitas dan kemampuan paling sedikit pelayanan medik spesialis
dan pelayanan medik sub spesialis sesuai kekhususan yang lengkap.
2) Rumah Sakit Khusus Kelas B
Rumah Sakit Khusus Kelas B adalah Rumah Sakit Khusus yang
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
6
mempunyai fasilitas dan kemampuan paling sedikit pelayanan medik spesialis
dan pelayanan medik sub spesialis sesuai kekhususan yang terbatas.
3) Rumah Sakit Khusus Kelas C
Rumah Sakit Khusus Kelas C adalah Rumah Sakit Khusus yang
mempunyai fasilitas dan kemampuan paling sedikit pelayanan medik spesialis
dan pelayanan medik subspesialis sesuai kekhususan yang minimal.
2.1.3.2 Berdasarkan Pengelolaan
Berdasarkan pengelolaannya rumah sakit dapat dibagi menjadi Rumah
Sakit Publik dan Rumah Sakit Privat (Presiden Republik Indonesia, 2009c).
a. Rumah Sakit Publik adalah rumah sakit yang dikelola oleh Pemerintah,
Pemerintah Daerah, dan badan hukum yang bersifat nirlaba. Rumah sakit
publik yang dikelola Pemerintah dan Pemerintah Daerah diselenggarakan
berdasarkan pengelolaan Badan Layanan Umum atau Badan Layanan Umum
Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang - undangan. Rumah
sakit publik yang dikelola Pemerintah dan Pemerintah Daerah tidak dapat
dialihkan menjadi Rumah Sakit Privat.
b. Rumah sakit privat adalah rumah sakit yang dikelola oleh badan hukum
dengan tujuan profit yang berbentuk Perseroan Terbatas atau Persero.
2.1.4
Persyaratan Rumah Sakit
Rumah sakit dapat didirikan oleh pemerintah, pemerintah daerah atau
swasta. Rumah Sakit yang didirikan Pemerintah Daerah harus berbentuk Unit
Pelaksana Teknis dari Instansi yang bertugas di bidang kesehatan, Instansi
tertentu, atau Lembaga Teknis Daerah dengan pengelolaan Badan Layanan Umum
atau Badan Layanan Umum Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Rumah Sakit yang didirikan oleh harus berbentuk badan
hukum yang kegiatan usahanya hanya bergerak di bidang perumahsakitan. Rumah
Sakit harus memenuhi persyaratan lokasi, bangunan, prasarana, sumber daya
manusia, kefarmasian, dan peralatan (Presiden Republik Indonesia, 2009c).
a. Lokasi
Rumah Sakit harus memenuhi ketentuan mengenai kesehatan, keselamatan
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
7
lingkungan dan tata ruang, serta sesuai dengan hasil kajian kebutuhan dan
kelayakan penyelenggaraan Rumah Sakit.
b. Bangunan
Persyaratan teknis bangunan Rumah Sakit, sesuai dengan fungsi,
kenyamanan dan kemudahan dalam pemberian pelayanan serta perlindungan dan
keselamatan bagi semua orang termasuk penyandang cacat, anak-anak, dan orang
usia lanjut. Bangunan Rumah Sakit harus dapat digunakan untuk memenuhi
kebutuhan pelayanan kesehatan yang paripurna, pendidikan dan pelatihan, serta
penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan.
Bangunan Rumah Sakit paling sedikit terdiri atas ruang rawat jalan, ruang
rawat inap, ruang operasi, ruang tenaga kesehatan, ruang radiologi, ruang
laboratorium, ruang sterilisasi, ruang farmasi, ruang pendidikan dan pelatihan,
ruang ruang kantor dan administrasi, ruang ibadah, ruang tunggu, ruang
penyuluhan kesehatan masyarakat Rumah Sakit, ruang menyusui, ruang mekanik,
ruang dapur, laundry, kamar jenazah, taman, pengolahan sampah, pelataran parkir
yang mencukupi.
c. Prasarana
Prasarana
harus
memenuhi
standar
pelayanan,
keamanan,
serta
keselamatan dan kesehatan kerja penyelenggara Rumah Sakit Prasarana Rumah
Sakit meliputi:
1) Instalasi air
2) Instalasi mekanikal dan elektrikal
3) Instalasi gas medik
4) Instalasi uap
5) Instalasi pengelolaan limbah
6) Pencegahan dan penanggulangan kebakaran
7) Petunjuk, standar dan sarana evakuasi saat terjadi keadaan darurat
8) Instalasi tata udara
9) Sistem informasi dan komunikasi
10) Ambulan
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
8
d.
Sumber daya manusia
Rumah Sakit harus memilii tenaga tetap yang meliputi :
1) Tenaga medis dan penunjang medis
2) Tenaga keperawatan
3) Tenaga kefarmasian
4) Tenaga manajemen Rumah Sakit
5) Tenaga nonkesehatan
Jumlah dan jenis sumber daya manusia harus sesuai dengan jenis dan
klasifikasi Rumah Sakit. Setiap tenaga kesehatan yang bekerja di Rumah Sakit
harus bekerja sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan Rumah Sakit,
standar prosedur operasional yang berlaku, etika profesi, menghormati hak pasien
dan mengutamakan keselamatan pasien
e.
Kefarmasian
Pesyaratan kefarmasian harus menjamin ketersediaan sediaan farmasi dan
alat kesehatan yang bermutu, bermanfaat, aman dan terjangkau. Pelayanan
sediaan farmasi di Rumah Sakit harus mengikuti standar pelayanan kefarmasian.
Pengelolaan alat kesehatan, sediaan farmasi, dan bahan habis pakai di Rumah
Sakit harus dilakukan oleh Instalasi farmasi sistem satu pintu. Besaran harga
perbekalan farmasi pada instalasi farmasi Rumah Sakit harus wajar dan
berpatokan kepada harga patokan yang ditetapkan Pemerintah.
f.
Peralatan
Peralatan meliputi peralatan medis dan nonmedis harus memenuhi standar
pelayanan, persyaratan mutu, keamanan, keselamatan dan laik pakai. Peralatan
medis harus diuji dan dikalibrasi secara berkala oleh Balai Pengujian Fasilitas
Kesehatan dan/atau institusi pengujian fasilitas kesehatan yang berwenang.
Penggunaan peralatan medis dan nonmedis di Rumah Sakit harus dilakukan sesuai
dengan indikasi medis pasien.
2.1.5
Pelayanan Rumah Sakit
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
340/Menkes/Per/III/2010 tentang Klasifikasi Rumah Sakit, Rumah Sakit harus
mempunyai kemampuan pelayanan sekurang-kurangnya pelayanan medik umum,
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
9
gawat darurat, pelayanan keperawatan, rawat jalan, rawat inap, operasi/bedah,
pelayanan medik spesialis dasar, penunjang medik, farmasi, gizi, sterilisasi, rekam
medik,
pelayanan
administrasi
dan
manajemen,
penyuluhan
kesehatan
masyarakat, pemulasaran jenazah, laundry, dan ambulance, pemeliharaan sarana
rumah sakit, serta pengolahan limbah.
2.1.6
Kewajiban Rumah Sakit
Setiap Rumah Sakit mempunyai kewajiban (Presiden Republik Indonesia,
2009c):
a. Memberikan informasi yang benar tentang pelayanan Rumah Sakit kepada
masyarakat.
b. Memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, antidiskriminasi, dan
efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar
pelayanan Rumah Sakit.
c. Memberikan pelayanan gawat darurat kepada pasien sesuai dengan
kemampuan pelayanannya.
d. Berperan aktif dalam memberikan pelayanan kesehatan pada bencana, sesuai
dengan kemampuan pelayanannya.
e. Menyediakan sarana dan pelayanan bagi masyarakat tidak mampu atau
miskin.
f. Melaksanakan fungsi sosial antara lain dengan memberikan fasilitas pelayanan
pasien tidak mampu/miskin, pelayanan gawat darurat tanpa uang muka,
ambulan gratis, pelayanan korban bencana dan kejadian luar biasa, atau bakti
sosial bagi misi kemanusiaan.
g. Membuat, melaksanakan, dan menjaga standar mutu pelayanan kesehatan di
Rumah Sakit sebagai acuan dalam melayani pasien.
h. Menyelenggarakan rekam medis.
i. Menyediakan sarana dan prasarana umum yang layak antara lain sarana
ibadah, parkir, ruang tunggu, sarana untuk orang cacat, wanita menyusui,
anak-anak, lanjut usia.
j. Melaksanakan sistem rujukan.
k. Menolak keinginan pesien yang bertentangan dengan standar profesi dan etika
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
10
serta peraturan perundang-undangan.
l. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai hak dan
kewajiban pasien.
m. Menghormati dan melindungi hak-hak pasien.
n. Melaksanakan etika Rumah Sakit.
o. Memiliki sistem pencegahan kecelakaan dan penanggulangan bencana.
p. Melaksanakan program pemerintah di bidang kesehatan baik secara regional
maupun nasional.
q. Membuat daftar tenaga medis yang melakukan praktik kedokteran atau
kedokteran gigi dan tenaga kesehatan lainnya.
r. Menyusun dan melaksanakan peraturan internal Rumah Sakit (hospital by
laws).
s. Melindungi dan memberikan bantuan hukum bagi semua petugas Rumah
Sakit dalam melaksanakan tugas.
t. Memberlakukan seluruh lingkungan rumah sakit sebagai kawasan tanpa
rokok.
2.1.7
Pengorganisasian Rumah Sakit (Menteri Kesehatan Republik Indonesia,
2010)
Setiap Rumah Sakit harus memiliki organisasi yang efektif, efisien dan
akuntabel. Organisasi Rumah Sakit paling sedikit terdiri atas Kepala Rumah Sakit
atau Direktur Rumah Sakit, unsur pelayanan medis, unsur keperawatan, unsur
penunjang medis, komite medis, satuan pemeriksaan internal, serta administrasi
umum dan keuangan.
Tenaga struktural yang menduduki jabatan sebagai pimpinan harus
berkewarganegaraan Indonesia. Kepala Rumah Sakit harus seorang tenaga medis
yang mempunyai kemampuan dan keahlian di bidang perumahsakitan. Pemilik
Rumah Sakit tidak boleh merangkap menjadi kepala Rumah Sakit.
2.1.8
Akreditasi Rumah Sakit
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 012
Tahun 2012, setiap Rumah Sakit baru yang telah memperoleh izin operasional dan
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
11
beroperasi sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun wajib mengajukan permohonan
Akreditasi. Akreditasi adalah pengakuan terhadap Rumah Sakit yang diberikan
oleh lembaga independen penyelenggara Akreditasi yang ditetapkan oleh Menteri,
setelah dinilai bahwa Rumah Sakit itu memenuhi Standar Pelayanan Rumah Sakit
yang berlaku untuk meningkatkan mutu pelayanan Rumah Sakit secara
berkesinambungan. Dalam upaya peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit wajib
dilakukan akreditasi secara berkala minimal 3 tahun sekali. Rumah Sakit wajib
mengikuti Akreditasi nasional. Dalam upaya meningkatkan daya saing, Rumah
Sakit dapat mengikuti Akreditasi internasional sesuai kemampuan. Akreditasi
dilakukan oleh suatu lembaga independen baik dari dalam maupun luar negeri
berdasarkan standar akreditasi yang berlaku. Penetapan status Akreditasi nasional
dilakukan
oleh
lembaga
independen
pelaksana
Akreditasi
berdasarkan
rekomendasi dari surveior Akreditasi. Akreditasi internasional hanya dapat
dilakukan oleh lembaga independen penyelenggara Akreditasi yang sudah
terakreditasi oleh International Society for Quality in Health Care (ISQua).
2.1.9
Indikator Pelayanan Rumah Sakit
Indikator pelayanan Rumah Sakit berguna untuk mengetahui tingkat
pemanfaatan mutu dan efisiensi pelayanan rumah sakit. Beberapa indikator
pelayanan di rumah sakit antara lain (Siregar, 2004) :
a. Bed Occupancy Ratio (BOR)
BOR digunakan untuk mengetahui tingkat pemanfaatan tempat tidur Rumah
Sakit. Angka BOR yang rendah menunjukkan kurangnya pemanfaatan
fasilitas perawatan rumah sakit oleh masyarakat. Sedangkan angka BOR yang
tinggi (lebih dari 85%) menunjukkan tingkat pemanfaatan tempat tidur yang
tinggi sehingga perlu pengembangan rumah sakit atau penambahan tempat
tidur.
b. Length Of Stay (LOS)
LOS digunakan untuk mengukur efisiensi pelayanan Rumah Sakit yang tidak
dapat dilakukan sendiri tetapi harus bersamaan dengan interpretasi BTO dan
TOI.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
12
c. Bed Turn Over (BTO)
Bersama-sama indikator TOI dan LOS dapat digunakan untuk mengetahui
tingkat efisiensi penggunaan tempat tidur Rumah Sakit.
d. Turn Over Interval (TOI)
Bersama-sama
dengan
LOS
merupakan
indikator
tentang
efisiensi
penggunaan tempat tidur. Semakin besar TOI maka efisiensi penggunaan
tempat tidur semakin buruk.
2.1.10 Rekam Medis
Berdasarkan
Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No.269/MenKes/Per/III/2008 tentang Rekam Medis (Medical Records), yang
dimaksud dengan rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen
tentang identitas pasien, pemeriksaan. pengobatan, tindakan dan pelayanan lain
yang telah diberikan kepada pasien. Setiap rumah sakit dipersyaratkan
mengadakan dan memelihara rekam medik yang memadai dari setiap pasien, baik
untuk pasien rawat inap maupun pasien rawat jalan. Rekam medik harus
didokumentasikan secara akurat, mudah ditelusuri kembali dan lengkap informasi.
Kegunaan rekam medis ini yaitu sebagai (Menteri Kesehatan Republik
Indonesia, 2008) :
a. Pemeliharaan kesehatan dan pengobatan pasien
b. Alat bukti dalam proses penegakan hokum, disiplin kedokteran dan
kedokteran gigi, dan penegakan etika kedokteran dan etika kedokteran gigi
c. Keperluan pendidikan dan penelitian
d. Dasar pembayaran biaya pelayanan kesehatan
e. Data statistik kesehatan
Isi rekam medis sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.269/MenKes/Per/III/2008 tentang Rekam Medis (Medical Records), yaitu :
a. Isi rekam medis untuk pasien rawat jalan sekurang-kurangnya memuat :
1) Identitas pasien
2) Tanggal dan waktu
3) Hasil anamnesis, mencakup sekurang-kurangnya keluhan dan riwayat
penyakit
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
13
4) Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medik
5) Diagnosis
6) Rencana penatalaksanaan
7) Pengobatan dan/atau tindakan
8) Pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien
9) Untuk pasien kasus gigi dilengkapi dengan odontogram klinik
10) Persetujuan tindakan bila diperlukan.
b. Isi rekam medis untuk pasien rawat inap dan perawatan satu hari sekurangkurangnya memuat :
1) Identitas pasien
2) Tanggal dan waktu
3) Hasil anamnesis, mencakup sekurang-kurangnya keluhan dan riwayat
penyakit
4) Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medik
5) Diagnosis
6) Rencana penatalaksanaan
7) Pengobatan dan/atau tindakan
8) Persetujuan tindakan bila diperlukan
9) Catatan observasi klinis dan hasil pengobatan
10) Ringkasan pulang (discharge summary)
11) Nama dan tanda tangan dokter, dokter gigi, atau tenaga kesehatan
tertentu yang memberikan pelayanan kesehatan
12) Pelayanan lain yang dilakukan oleh tenaga kesehatan tertentu
13) Untuk pasien kasus gigi dilengkapi dengan odontogram klinik
c. Isi rekam medis untuk pasien gawat darurat sekurang-kurangnya memuat :
1) Identitas pasien
2) Kondisi saat pasien tiba di sarana pelayanan kesehatan
3) Identitas pengantar pasien
4) Tanggal dan waktu
5) Hasil anamnesis, mencakup sekurang-kurangnya keluhan dan riwayat
penyakit
6) Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medik
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
14
7) Diagnosis
8) Pengobatan dan/atau tindakan
9) Ringkasan kondisi pasien sebelum meninggalkan pelayanan unit gawat
darurat dan rencana tindak lanjut
10) Nama dan tanda tangan dokter, dokter gigi, atau tenaga kesehatan
tertentu yang memberikan pelayanan kesehatan
11) Sarana transportasi yang digunakan bagi pasien yang akan dipindahkan
ke sarana pelayanan lain
12) Pelayanan lain yang tekah diberikan kepada pasien.
Rekam medis pasien rawat inap di rumah sakit wajib disimpan sekurangkurangnya untuk jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung tanggal terakhir pasien
berobat atau dipulangkan. Setelah batas waktu lima tahun, rekam medis dapat
dimusnahkan, kecuali ringkasan pulang dan persetujuan tindakan medik.
Ringkasan pulang dan persetujuan tindakan medik harus disimpan untuk jangka
waktu 10 (sepuluh) tahun terhitung dari tanggal dibuatnya ringkasan tersebut.
2.1.11 Pusat Sterilisasi di Rumah Sakit
Istilah untuk pusat sterilisasi bervariasi, mulai dari Central Steril Supply
Department (CSSD), Central Service (CS), Central Supply (CS), Central
Processing Department (CPD), dan lain-lain, namun kesemuanya mempunyai
fungsi utama yang sama yaitu menyiapkan alat-alat bersih dan steril untuk
keperluan perawatan pasien di rumah sakit. Secara lebih rinci fungsi dari pusat
sterilisasi adalah menerima, memproses, memproduksi, mensterilkan, menyimpan
serta mendistribusikan peralatan medis ke berbagai ruangan di rumah sakit untuk
kepentingan perawatan pasien (Depkes RI, 2009).
Instalasi Pusat Sterilisasi adalah unit pelayanan non struktural yang
berfungsi memberikan pelayanan sterilisasi yang sesuai standar/pedoman dan
memenuhi kebutuhan barang steril di rumah sakit. Instalasi Pusat Sterilisasi
ditetapkan oleh pimpinan rumah sakit sesuai kebutuhan rumah sakit. Instalasi
Pusat Sterilisasi dipimpin oleh seorang kepala yang diangkat dan diberhentikan
oleh pimpinan rumah sakit. Kepala Instalasi Pusat Sterilisasi dalam melaksanakan
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
15
tugasnya dibantu oleh tenaga-tenaga fungsional dan atau non medis (Depkes RI,
2009).
2.1.11.1 Tujuan Pusat Sterilisasi (Depkes RI, 2009)
a. Membantu unit lain di rumah sakit yang membutuhkan kondisi steril, untuk
mencegah terjadinya infeksi.
b. Menurunkan angka kejadian infeksi dan membantu mecegah serta
menanggulangi infeksi nosokomial.
c. Efisiensi tenaga medis/paramedis untuk kegiatan yang berorientasi pada
pelayanan terhadap pasien.
d. Menyediakan dan menjamin kualits sterilisasi terhadap produk yang
dihasilkan.
2.1.11.2 Tugas Instalasi Pusat Sterilisasi (Depkes RI, 2009)
Tugas utama pusat sterilisasi adalah :
a. Menyiapakan peralatan medis untuk perawatan pasien.
b. Melakukan proses sterilisasi alat/bahan.
c. Mendistribusikan alat-alat yang dibutuhkan oleh ruangan perawatan, kamar
operasi, maupun ruangan lainnya.
d. Berpartisipasi dalam pemilihan peralatan dan bahan yang aman dan efektif
serta bermutu.
e. Mempertahankan stock inventory yang memadai untuk keperluan perawatan
pasien.
f. Mempertahankan standar yang telah ditetapkan.
g. Mendokumentasikan setiap aktivitas pembersihan, disinfeksi maupun
sterilisasi sebagai bagian dari program upaya pengendalian mutu.
h. Melakukan penelitian terhadap hasil sterilisasi dalam rangka pencegahan dan
pengendalian infeksi nosokomial.
i. Memberikan penyuluhan tentang hal-hal yang berkaitan dengan masalah
sterilisasi.
j. Menyelenggarakan pendidikan dan pengembangan staf instalasi pusat
sterilisasi baik yang bersifat intern maupun ektern.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
16
k. Mengevaluasi hasil sterilisasi.
2.1.12 Limbah Rumah Sakit
Berdasarkan
Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No.1204/Menkes/SK/X/2004, limbah rumah sakit adalah semua limbah yang
dihasilkan dari kegiatan rumah sakit dalam bentuk padat, cair, dan gas. Limbah
cair artinya semua air buangan termasuk tinja yang berasal dari kegiatan rumah
sakit yang kemungkinan mengandung mikrooganisme, bahan kimia beracun dan
radioaktif yang berbahaya bagi kesehatan. Limbah Gas adalah semua limbah yang
berbentuk gas yang berasal dari kegiatan pembakaran di rumah sakit seperti
insenerator, dapur, perlengkapan generator, anastesi, dan pembuatan obat
Sitotoksik. Limbah padat adalah semua limbah rumah sakit yang berbentuk padat
sebagai akibat kegiatan rumah sakit yang terdiri dari limbah medis padat dan
limbah padat non medis.
Limbah medis padat adalah limbah yang langsung dihasilkan dari tindakan
diagnosis dan tindakan medis terhadap pasien. Limbah medis padat yang terdiri
dari limbah infeksius, limbah patologi, limbah benda tajam, limbah farmasi,
limbah sitotoksis, limbah kimiawi, limbah radioaktif, limbah kontainer
bertekanan, dan limbah dengan kandungan logam berat yang tinggi. Limbah padat
non medis artinya limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan di rumah sakit di
luar medis yang berasal dari dapur, perkantoran, taman dan halaman yang dapat di
manfaatkan kembali apabila ada teknologinya. Limbah padat non medis meliputi
kertas-kertas pembungkus atau kantong dan plastik yang tidak berkaitan dengan
cairan tubuh. Pewadahan limbah padat non medis dipisahkan dari limbah medis
padat dan ditampung dalam kantong plastik warna hitam khusus untuk limbah
medis non padat (Depkes RI, 2004)
2.2
Instalasi Farmasi
Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) adalah suatu departemen atau unit di
suatu Rumah Sakit yang berada di bawah pimpinan seorang apoteker dan dibantu
oleh beberapa orang apoteker yang memenuhi persyaratan peraturan perundangundangan yang berlaku dan kompeten secara profesional. IFRS juga merupakan
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
17
tempat atau fasilitas penyelenggaraan yang bertanggung jawab atas seluruh
pekerjaan serta pelayanan kefarmasian yang terdiri atas pelayanan paripurna,
mencakup
perencanaan,
pengadaan,
produksi,
penyimpanan
perbekalan
kesehatan/sediaan farmasi, dispensing obat berdasarkan resep bagi penderita rawat
tinggal dan rawat jalan, pengendalian mutu, pengendalian distribusi dan penggunaan
seluruh perbekalan kesehatan di Rumah Sakit, serta pelayanan farmasi klinik yang
mencakup layanan langsung pada penderita dan pelayanan klinik yang merupakan
program rumah sakit secara keseluruhan (Siregar, 2004).
Instalasi farmasi menjalankan sistem pelayanan satu pintu. Yang dimaksud
dengan sistem satu pintu adalah bahwa rumah sakit hanya memiliki satu kebijakan
kefarmasian termasuk pembuatan formularium pengadaan, pendistribusian alat
kesehatan, sediaan farmasi, dan bahan habis pakai yang bertujuan untuk
mengutamakan kepentingan pasien.
2.2.1
Tugas Pokok dan Fungsi Farmasi Rumah Sakit
Tugas pokok dan fungsi farmasi rumah sakit menurut Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia No.1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar
Pelayanan Farmasi Rumah Sakit adalah:
a. Melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal
b. Menyelenggarakan kegiatan pelayanan farmasi profesional berdasarkan
prosedur kefarmasian dan etik profesi
c. Melaksanakan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE)
d. Memberi pelayanan bermutu melalui analisa, dan evaluasi untuk meningkatkan
mutu pelayanan farmasi
e. Melakukan pengawasan berdasarkan aturan-aturan yang berlaku
f. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan di bidang farmasi
g. Mengadakan penelitian dan pengembangan di bidang farmasi
h. Memfasilitasi
dan
mendorong
tersusunnya
standar
pengobatan
dan
formularium rumah sakit
Fungsi farmasi rumah sakit yang tertera pada Kepmenkes No.
1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit
adalah sebagai berikut :
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
18
a. Pengelolaan Perbekalan Farmasi
b. Pelayanan Kefarmasian dalam Penggunaan Obat dan Alat Kesehatan
2.2.2
Bagan Organisasi
Bagan organisasi adalah bagan yang menggambarkan pembagian tugas,
koordinasi, kewenangan dan fungsi. Bagan organisasi minimal mengakomodasi
penyelenggaraan pengelolaan perbekalan, pelayanan farmasi klinik, manajemen
mutu, selalu harus dinamis sesuai perubahan yang dilakukan yang tetap
menjaga mutu sesuai harapan pelanggan (Depkes RI, 2004).
2.2.3
Analisa Kebutuhan Tenaga di Instalasi Farmasi (Depkes RI, 2004)
2.2.3.1 Jenis Ketenagakerjaan
a. Untuk
pekerjaan
kefarmasian
dibutuhkan
tenaga
apoteker,
sarjana
farmasi, dan asisten apoteker (AMF, SMF)
b. Untuk pekerjaan administrasi dibutuhkan tenaga operator komputer/
teknisi yang memahami kefarmasian dan tenaga administrasi
c. Pembantu pelaksana
2.2.3.2 Beban Kerja
Dalam perhitungan beban kerja perlu diperhatikan faktor - faktor yang
berpengaruh pada kegiatan yang dilakukan, yaitu:
a. Kapasitas tempat tidur dan BOR (Bed Occupation Rate)
b. Jumlah resep atau formulir per hari
c. Volume perbekalan farmasi
d. Idealnya 30 tempat tidur = 1 Apoteker (untuk pelayanan kefarmasian) untuk
rawat inap
2.2.3.3 Jenis Pelayanan
a. Pelayanan IGD (Instalasi Gawat Darurat)
b. Pelayanan rawat inap intensif
c. Pelayanan rawat inap
d. Pelayanan rawat jalan
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
19
e. Penyimpanan dan pendistribusian
f. Produksi obat
2.2.4 Pelayanan Farmasi Rumah Sakit (Depkes RI, 2004)
Secara umum pelayanan farmasi rumah sakit memiliki dua fungsi, yaitu
pengelolaan perbekalan farmasi dan pelayanan kefarmasian dalam penggunaan
obat dan alat kesehatan. Fungsi dalam pengelolaan perbekalan farmasi terdiri dari:
a. Memilih perbekalan farmasi sesuai kebutuhan pelayanan.
b. Merencanakan kebutuhan perbekalan farmasi secara optimal.
c. Mengadakan perbekalan farmasi berpedoman pada perencanaan yang telah
dibuat sesuai ketentuan yang berlaku.
d. Memproduksi perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pelayanan
kesehatan di rumah sakit.
e. Menerima perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan ketentuan yang
berlaku.
f. Menyimpan perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan persyaratan
kefarmasian.
g. Mendistribusikan perbekalan farmasi ke unit-unit pelayanan di rumah sakit.
Sedangkan fungsi pelayanan kefarmasian dalam penggunaan obat dan alat
kesehatan terdiri dari:
a. Mengkaji instruksi pengobatan / resep pasien.
b. Mengidentifikasi masalah yang berkaitan dengan penggunaan obat dan alat
kesehatan.
c. Mencegah dan mengatasi masalah yang berkaitan dengan obat dan alat
kesehatan.
d. Memantau efektifitas dan keamanan penggunaan obat dan alat kesehatan.
e. Memberikan informasi kepada petugas kesehatan serta pasien atau keluarga
pasien.
f. Memberi konseling kepada pasien.
g. Melakukan IV admixture.
h. Melakukan penanganan obat kanker.
i. Melakukan penentuan kadar obat dalam darah.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
20
j. Melakukan pencatatan setiap kegiatan.
k. Melaporkan setiap kegiatan.
2.2.5
Pengelolaan Perbekalan Farmasi (Depkes RI, 2004)
Pengelolaan perbekalan farmasi merupakan suatu siklus kegiatan, dimulai
dari
pemilihan,
perencanaan,
pengadaan,
penerimaan,
penyimpanan,
pendistribusian, pengendalian, penghapusan, administrasi dan pelaporan serta
evaluasi yang diperlukan bagi kegiatan pelayanan.
2.2.5.1 Pemilihan (Depkes RI, 2004)
Pemilihan merupakan proses identifikasi pemilihan terapi, bentuk dan
dosis, menentukan kriteria pemilihan dengan memprioritaskan obat esensial,
standarisasi sampai menjaga dan memperbaharui standar obat. Penentuan
seleksi obat merupakan peran aktif apoteker dalam Panitia Farmasi dan Terapi
untuk menetapkan kualitas dan efektifitas serta jaminan purna transaksi
pembelian.
2.2.5.2 Perencanaan (Depkes RI, 2004)
Perencanaan merupakan proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah,
dan harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran untuk
menghindari kekosongan obat dengan menggunakan metode antara lain metode
konsumsi, metode morbiditas atau epidemiologi, dan metode kombinasi
konsumsi dan mobirditas. Metode konsumsi dan epidemiologi disesuaikan
dengan anggaran yang tersedia.
2.2.5.3 Pengadaan (Depkes RI, 2004)
Pengadaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang
telah direncanakan dan disetujui, melalui pembelian, produksi / pembuatan
sediaan farmasi, maupun sumbangan / droping / hibah.
2.2.5.4 Produksi (Depkes RI, 2004)
Produksi merupakan kegiatan membuat, mengubah bentuk, dan mengemas
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
21
kembali sediaan farmasi steril atau nonsteril untuk memenuhi kebutuhan
pelayanan kesehatan di rumah sakit. Kriteria obat yang diproduksi adalah :
a. Sediaan farmasi dengan formula khusus
b. Sediaan farmasi dengan harga murah
c. Sediaan farmasi dengan kemasan yang lebih kecil
d. Sediaan farmasi yang tidak tersedia di pasaran
e. Sediaan farmasi untuk penelitian
f. Sediaan nutrisi parenteral
g. Rekonstitusi sediaan obat kanker
2.2.5.5 Penerimaan (Depkes RI, 2004)
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menerima perbekalan farmasi
yang telah diadakan sesuai dengan aturan kefarmasian, melalui pembelian
langsung, tender, konsinyasi atau sumbangan. Pedoman dalam penerimaan
perbekalan farmasi :
a. Pabrik harus mempunyai Sertifikat Analisa.
b. Barang harus bersumber dari distributor utama.
c. Harus mempunyai Material Safety Data Sheet (MSDS).
d. Khusus untuk alat kesehatan / kedokteran harus mempunyai certificate of
origin.
e. Expire date minimal 2 tahun
2.2.5.6 Penyimpanan (Depkes RI, 2004)
Penyimpanan merupakan kegiatan pengaturan perbekalan farmasi menurut
persyaratan yang ditetapkan dan disertai dengan sistem informasi yang selalu
menjamin ketersediaan perbekalan farmasi sesuai kebutuhan.
2.2.5.7 Pendistribusian (Depkes RI, 2004)
Pendistribusian merupakan kegiatan menyalurkan perbekalan farmasi di
rumah sakit untuk pelayanan individu dalam proses terapi bagi pasien rawat
inap dan rawat jalan serta untuk menunjang pelayanan medik. Peranan Apoteker
dalam distribusi obat ialah dalam hal pemeriksaan kelengkapan resep dan
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
22
menganalisa resep yang menyangkut tentang 7 tepat yaitu, tepat pasien, tepat obat,
tepat dosis, tepat rute penggunaan obat, tepat waktu penggunaan obat, tepat
penyimpanan obat, dan tepat dalam memberikan informasi mengenai obat kepada
tenaga kesehatan maupun pasien.
Sistem distribusi obat dibagi menjadi tiga sistem yaitu :
a. Sistem Pelayanan Terpusat (Sentralisasi)
Sentralisasi adalah sistem pendistribusian perbekalan farmasi yang
dipusatkan pada satu tempat yaitu Instalasi Farmasi. Pada sentralisasi seluruh
kebutuhan perbekalan farmasi setiap unit pemakai, baik untuk kebutuhan individu
maupun kebutuhan barang dasar ruangan disuplai langsung dari Instalasi Farmasi
tersebut.
b.
Sistem Pelayanan Terbagi (Desentralisasi)
Desentralisasi adalah sistem pendistribusian perbekalan farmasi yang
mempunyai cabang di dekat unit perawatan atau pelayanan. Cabang ini dikenal
dengan istilah depo farmasi atau satelit farmasi. Pada desentralisasi, penyimpanan
dan pendistribusian perbekalan farmasi ruangan tidak lagi dilayani oleh pusat
pelayanan farmasi. Instalasi farmasi dalam hal ini bertanggung jawab terhadap
efektivitas dan keamanan perbekalan farmasi yang ada di depo farmasi.
c.
Sistem kombinasi sentralisasi dan desentralisasi
Sistem kombinasi sentralisasi dan desentralisasi terdiri atas :
1) Pendistribusian perbekalan farmasi untuk pasien rawat inap
Pendistribusian perbekalan farmasi untuk pasien rawat inap merupakan
kegiatan pendistribusian perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pasien
rawat inap di rumah sakit yang diselenggarakan secara sentralisasi dan atau
desentralisasi dengan sistem persediaan lengkap di ruangan, sistem resep
perorangan, sistem unit dosis, dan sistem kombinasi oleh Satelit Farmasi.
2) Pendistribusian perbekalan farmasi untuk pasien rawat jalan
Pendistribusian perbekalan farmasi untuk pasien rawat jalan merupakan
kegiatan pendistribusian perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pasien
rawat jalan di rumah sakit yang diselenggarakan secara sentralisasi dan atau
desentralisasi dengan sistem resep perorangan oleh Apotek rumah sakit.
3) Pendistribusian perbekalan farmasi di luar jam kerja
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
23
Pendistibusian perbekalan farmasi di luar jam kerja merupakan kegiatan
pendistribusian perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pasien di luar jam
kerja yang diselenggarakan oleh Apotek rumah sakit / satelit farmasi yang dibuka
24 jam adalah ruang rawat yang menyediakan perbekalan farmasi emergensi.
2.2.6
Pelayanan Kefarmasian dalam Penggunaan Obat dan Alat Kesehatan
Pelayanan kefarmasian dalam penggunaan obat dan alat kesehatan adalah
pendekatan profesional yang bertanggung jawab dalam menjamin penggunaan
obat dan alat kesehatan sesuai indikasi, efektif, aman dan terjangkau oleh pasien
melalui penerapan pengetahuan, keahlian, keterampilan dan perilaku apoteker
serta bekerja sama dengan pasien dan profesi kesehatan lainnya. Kegiatan yang
dilakukan antara lain (Depkes RI, 2004) :
a.
Pengkajian resep
Kegiatan dalam pelayanan kefarmasian yang dimulai dari skrining resep
yang meliputi seleksi persyaratan administrasi, persyaratan farmasi dan
persyaratan klinis baik untuk pasien rawat inap maupun rawat jalan.
b.
Dispensing
Dispensing merupakan kegiatan pelayanan yang dimulai dari tahap
validasi, interpretasi, menyiapkan / meracik obat, memberikan label /
etiket, penyerahan obat dengan pemberian informasi obat yang memadai disertai
sistem dokumentasi.
c. Pemantauan dan pelaporan efek samping obat
Pemantauan dan pelaporan efek samping obat merupakan kegiatan
pemantauan setiap respon terhadap obat yang merugikan atau tidak diharapkan
yang terjadi pada dosis normal yang digunakan pada pasien untuk tujuan
profilaksis, diagnosis dan terapi.
d.
Pelayanan informasi obat
Pelayanan informasi obat merupakan pelayanan yang dilakukan oleh
Apoteker untuk memberikan informasi secara akurat, tidak bias dan terkini
kepada dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya dan pasien.
e.
Konseling
Konseling merupakan suatu proses yang sistematik untuk mengidentifikasi
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
24
dan penyelesaian masalah pasien yang berkaitan dengan pengambilan dan
penggunaan obat pasien rawat jalan dan pasien rawat inap.
f. Pemantauan kadar obat dalam darah
Pemantauan kadar obat dalam darah dilakukan dengan cara melakukan
pemeriksaan kadar beberapa obat tertentu atas permintaan dari dokter yang
merawat karena obat tersebut memiliki indeks terapi yang sempit.
g. Ronde / visite
Ronde / visite merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap
bersama tim dokter dan tenaga kesehatan lainnya.
h. Pengkajian penggunaan obat
Pengkajian pengguanaan obat merupakan program evaluasi penggunaan
obat yang terstruktur dan berkesinambungan untuk menjamin obat-obat yang
digunakan sesuai indikasi, efektif, aman dan terjangkau oleh pasien.
2.3
Peran Lintas Terkait dalam Pelayanan Farmasi Rumah Sakit (Depkes
RI, 2004)
2.3.1
Panitia Farmasi dan Terapi
Panitia Farmasi dan Terapi adalah organisasi yang mewakili hubungan
komunikasi antara para staf medis dengan staf farmasi, sehingga anggotanya
terdiri dari dokter yang mewakili spesialisasi-spesialisasi yang ada di rumah sakit
dan apoteker wakil dari Farmasi Rumah Sakit, serta tenaga kesehatan lainnya.
Tujuan dibentuknya Panitia Farmasi dan Terapi yaitu untuk :
a. Menerbitkan kebijakan-kebijakan mengenai pemilihan obat, penggunaan obat
serta evaluasinya
b. Melengkapi staf profesional di bidang kesehatan dengan pengetahuan terbaru
yang berhubungan dengan obat dan penggunaan obat sesuai dengan
kebutuhan.
Panitia
Farmasi
dan
Terapi
adalah
organisasi
yang
mewakili
hubungan komunikasi antara para staf medik dengan staf farmasi, sehingga
anggotanya terdiri dari dokter yang mewakili spesialisasi - spesialisasi yang ada di
rumah sakit dan apoteker wakil dari Farmasi Rumah Sakit, serta tenaga kesehatan
lainnya.Susunan kepanitian Panitia Farmasi dan Terapi serta kegiatan yang
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
25
dilakukan bagi tiap rumah sakit dapat bervariasi sesuai dengan kondisi rumah
sakit setempat :
a. Panitia Farmasi dan Terapi harus sekurang-kurangnya terdiri dari 3 (tiga)
Dokter, Apoteker dan Perawat. Untuk Rumah Sakit yang besar tenaga dokter
bisa lebih dari 3 (tiga) orang yang mewakili semua staf medis fungsional
yang ada.
b. Ketua Panitia Farmasi dan Terapi dipilih dari dokter yang ada di dalam
kepanitiaan dan jika rumah sakit tersebut mempunyai ahli farmakologi klinik,
maka sebagai ketua adalah Farmakologi. Sekretarisnya adalah Apoteker dari
instalasi farmasi atau apoteker yang ditunjuk.
c. Panitia Farmasi dan Terapi harus mengadakan rapat secara teratur, sedikitnya
2 (dua) bulan sekali dan untuk rumah sakit besar rapatnya diadakan sebulan
sekali. Rapat Panitia Farmasi dan Terapi dapat mengundang pakar-pakar dari
dalam maupun dari luar rumah sakit yang dapat memberikan masukan bagi
pengelolaan Panitia Farmasi dan Terapi.
d. Segala sesuatu yang berhubungan dengan rapat PFT (Panitia Farmasi dan
Terapi) diatur oleh sekretaris, termasuk persiapan dari hasil-hasil rapat.
e. Membina hubungan kerja dengan panitia di dalam rumah sakit yang
sasarannya berhubungan dengan penggunaan obat.
Salah satu fungsi Panitia Farmasi dan Terapi adalah mengembangkan
formularium di Rumah Sakit dan merevisinya. Formularium adalah himpunan
obat yang diterima / disetujui oleh Panitia Farmasi dan Terapi untuk digunakan di
rumah sakit dan dapat direvisi setiap 1 tahun sekali. Komposisi formularium berisi
halaman judul, daftar nama anggota Panitia Farmasi dan Terapi, daftar isi,
informasi mengenai kebijakan dan prosedur di bidang obat, produk obat yang
diterima untuk digunakan dan lampiran. Pemilihan obat untuk dimasukan dalam
formularium harus didasarkan pada evaluasi secara subjektif terhadap efek terapi,
keamanan serta harga obat dan juga harus meminimalkan duplikasi dalam tipe
obat, kelompok dan produk obat yang sama.
Peran apoteker dalam panitia ini sangat strategis dan penting karena semua
kebijakan dan peraturan dalam mengelola dan menggunakan obat di seluruh unit
di rumah sakit ditentukan dalam panitia ini. Agar dapat mengemban tugasnya
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
26
secara baik dan benar, para apoteker harus secara mendasar dan mendalam
dibekali dengan ilmu-ilmu farmakologi, farmakologi klinik, farmakoepidemologi,
dan farmakoekonomi disamping ilmu-ilmu lain yang sangat dibutuhkan untuk
memperlancar hubungan profesionalnya dengan para petugas kesehatan lain di
rumah sakit. Tugas Apoteker dalam Panitia Farmasi dan Terapi yaitu:
a. Menjadi salah seorang anggota panitia (Wakil Ketua/Sekretaris)
b. Menetapkan jadwal pertemuan
c. Mengajukan acara yang akan dibahas dalam pertemuan
d. Menyiapkan dan memberikan semua informasi yang dibutuhkan untuk
pembahasan dalam pertemuan
e. Mencatat semua hasil keputusan dalam pertemuan dan melaporkan pada
pimpinan rumah sakit
f. Menyebarluaskan keputusan yang sudah disetujui oleh pimpinan kepada
seluruh pihak yang terkait
g. Melaksanakan keputusan-keputusan yang sudah disepakati dalam pertemuan
h. Menunjang pembuatan pedoman diagnosis dan terapi, pedoman penggunaan
antibiotika dan pedoman penggunaan obat dalam kelas terapi lain
i. Membuat formularium rumah sakit berdasarkan hasil kesepakatan Panitia
Farmasi dan Terapi
j. Melaksanakan pendidikan dan pelatihan
k. Melaksanakan pengkajian dan penggunaan obat
l. Melaksanakan umpan balik hasil pengkajian pengelolaan dan penggunaan
obat pada pihak terkait.
2.3.1.1 Sistem Formularium (Depkes RI, 2004)
Sistem formularium adalah suatu metode yang digunakan staf medik dari
suatu rumah sakit yang bekerja melalui PFT, mengevaluasi, menilai dan memilih
dari berbagai zat aktif obat dan produk obat yang tersedia, serta dianggap paling
berguna dalam perawatan pasien. Sistem formularium merupakan sarana penting
dalam memastikan mutu penggunaan obat dan pengendalian harganya.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1197 tentang Standar
Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit, Formularium adalah dokumen berisi
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
27
kumpulan produk obat yang dipilih PFT disertai informasi tambahan penting
tentang penggunaan obat tersebut, serta kebijakan dan prosedur berkaitan obat
yang relevan untuk rumah sakit tersebut, yang terus-menerus direvisi agar selalu
akomodatif bagi kepentingan pasien dan staf professional pelayanan kesehatan,
berdasarkan data konsumtif dan data morbiditas serta pertimbangan klinik staf
medik rumah sakit tersebut.
Formularium rumah sakit berisi antara lain: halaman judul, daftar nama
anggota PFT, daftar isi, informasi mengenai kebijakan dan prosedur di bidang
obat, produk obat yang diterima untuk digunakan, dan lampiran.
Sistem yang dipakai adalah suatu sistem dimana prosesnya tetap berjalan
terus, dalam arti kata bahwa sementara formularium itu digunakan oleh staf
medis, di lain pihak PFT mengadakan evaluasi dan menentukan pilihan terhadap
produk obat yang ada di pasaran, dengan lebih mempertimbangkan kesejahteraan
pasien.
Sistem formularium dapat memberikan pedoman kepada dokter, apoteker,
perawat dan petugas administrasi di rumah sakit, yang meliputi :
a. Membuat kesepakatan antara staf medis dari berbagai disiplin ilmu dengan
Panitia Farmasi dan Terapi dalam menentukan kerangka mengenai tujuan,
organisasi, fungsi dan ruang lingkup. Staf medis harus mendukung sistem
formularium yang diusulkan oleh Panitia Farmasi dan Terapi.
b. Staf medis harus dapat menyesuaikan sistem yang berlaku dengan kebutuhan
tiap instalasi.
c. Staf medis harus menerima kebijakan dan prosedur yang ditulis oleh Panitia
Farmasi dan Terapi untuk menguasai sistem formularium yang dikembangkan
oleh Panitia Farmasi dan Terapi.
d. Nama obat yang tercantum dalam formularium adalah nama generik.
e. Membatasi jumlah produk obat yang secara rutin harus tersedia di instalasi
farmasi.
f. Membuat prosedur yang mengatur pendistribusian obat generik yang efek
terapinya sama, seperti :
1) Apoteker bertanggung jawab untuk menentukan nama obat generik yang
sama untuk disalurkan kepada dokter sesuai produk asli yang diminta.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
28
2) Dokter yang mempunyai pilihan terhadap obat pasien tertentu harus
didasarkan pada pertimbangan farmakologi dan terapi.
3) Apoteker bertanggung jawab terhadap kualitas, kuantitas dan sumber
obat dari sediaan kimia, biologi dan sediaan farmasi yang digunakan
untuk mendiagnosa dan mengobati pasien.
2.3.2
Panitia Pengendalian Infeksi Rumah Sakit (Depkes RI, 2004)
Panitia Pengendalian Infeksi Rumah Sakit adalah organisasi yang terdiri
dari staf medik, apoteker yang mewakili farmasi rumah sakit dan tenaga kesehatan
lainnya. Panitia Pengendalian Infeksi Rumah Sakit ini memiliki tujuan untuk :
a. Menunjang pembuatan pedoman pencegahan infeksi.
b. Memberikan informasi untuk menetapkan disinfektan yang akan digunakan di
rumah sakit.
c. Melaksanakan pendidikan tentang pencegahan infeksi nosokomial di rumah
sakit.
d. Melaksanakan penelitian surveilans infeksi nosokomial rumah sakit.
2.3.3
Panitia Lain yang Terkait dengan Tugas Farmasi Rumah Sakit (Depkes RI,
2004)
Apoteker juga berperan dalam tim / panitia yang menyangkut dengan
pengobatan antara lain :
a. Panitia mutu pelayanan kesehatan rumah sakit
b. Tim perawatan paliatif dan bebas nyeri
c. Tim penanggulangan AIDS
d. Tim transplantasi
e. Tim PKMRS, dan lain - lain.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
BAB 3
TINJAUAN KHUSUS
3.1
Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati
3.1.1 Sejarah Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati (Rumah Sakut Umum Pusat
Fatmawati, 2014)
Pendirian Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Fatmawati bermula dari
gagasan Ibu Fatmawati Soekarno untuk mendirikan rumah sakit tuberkulose anak
yang dikhususkan untuk penderita TBC anak dan rehabilitasinya. Dana yang
dihimpun oleh Yayasan Ibu Soekarno dan bantuan dari Yayasan Dana Bantuan
Kementerian Sosial RI dilaksanakan pembangunan Gedung Rumah Sakit Ibu
Soekarno.
Pada tanggal 15 April 1961, status dan fungsi rumah sakit tersebut berubah
menjadi rumah sakit umum dan penyelenggaraan serta pembiayaannya diserahkan
kepada Departemen Kesehatan RI sehingga tanggal tersebut ditetapkan sebagai
hari jadi Rumah Sakit Ibu Soekarno. Pada tanggal 20 Mei 1967, nama RSU Ibu
Soekarno diganti menjadi RSU Fatmawati. Selanjutnya, pada tahun 1984 RSU
Fatmawati ditetapkan sebagai pusat rujukan wilayah Jakarta Selatan dan tahun
1994 ditetapkan sebagai Rumah Sakit Umum (RSU) Kelas B Pendidikan.
Rumah Sakit Fatmawati ditetapkan sebagai Rumah Sakit Unit Swadana
Bersyarat pada tahun 1992 dan dua tahun berikutnya yakni tahun 1994
ditetapkan sebagai Rumah Sakit Unit Swadana Tanpa Syarat. Pada tahun 1997
sesuai dengan diberlakukannya UU No. 27 Tahun 1997, rumah sakit mengalami
perubahan kebijakan dari swadana menjadi PNBP (Penerimaan Negara Bukan
Pajak), selanjutnya pada tahun 2000 Rumah Sakit Fatmawati ditetapkan sebagai
RS perusahaan jawatan berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 117 tahun 2000
tentang Pendirian Perusahaan Jawatan RSUP Fatmawati Jakarta.
Pada tanggal 11 Agustus 2005 berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan
No.1243/MENKES/SK/VIII/2005, RSUP Fatmawati ditetapkan sebagai Unit
Pelaksana Teknis (UPT) Departemen Kesehatan RI dengan menerapkan Pola
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PPK BLU). Penilaian Tim
Akreditasi Rumah Sakit pada tahun 1997, RS Fatmawati memperoleh Status
29
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
30
Akreditasi Penuh untuk 5 pelayanan. Pada tahun 2002, RSUP Fatmawati
memperoleh status Akreditasi Penuh Tingkat Lanjut untuk 12 pelayanan. Pada
tahun 2004, RSUP Fatmawati terakreditasi 16 Pelayanan dan pada tahun 2007
memperoleh status Akreditasi Penuh Tingkat Lengkap 16 Pelayanan. RSUP
Fatmawati pada tanggal 2 Mei 2008 ditetapkan oleh Departemen Kesehatan RI
sebagai Rumah Sakit Umum dengan pelayanan Unggulan Orthopedi dan
Rehabilitasi
Medik
sesuai
dengan
SK
Menteri
Kesehatan
No.
424/MENKES/SK/V/2008. Pada tahun 2010 RSUP Fatmawati tercatat menjadi
Rumah Sakit A Pendidikan dan mendapat Akreditasi Penuh Tingkat Lengkap 16
Pelayanan (Paripurna). Pada tahun 2011, RSUP Fatmawati telah menyandang
sertifikat Terakreditasi ISO 9001 : 2008 dan OHSAS 18001 : 2007 dan pada
akhir tahun 2013 RSUP Fatmawati berhasil mendapatkan akreditasi paripurna
dari KARS dan terakreditasi JCI (Joint Commission International).
3.1.2 Tugas Pokok dan Fungsi RSUP Fatmawati
3.1.2.1 Tugas Pokok RSUP Fatmawati
RSUP Fatmawati Jakarta mempunyai tugas pokok menyelenggarakan
upaya penyembuhan dan pemulihan kesehatan yang dilaksanakan secara serasi,
terpadu, dan berkesinambungan dengan upaya peningkatan kesehatan dan
pencegahan
serta
melaksanakan
upaya
rujukan
dan
menyelenggarakan
pendidikan, pelatihan, dan penelitian (Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati,
2012).
3.1.2.2 Fungsi RSUP Fatmawati
Fungsi RSUP Fatmawati adalah menyelenggarakan (Rumah Sakit Umum
Pusat Fatmawati, 2012) :
a. Pelayanan medis
b. Pelayanan penunjang medis dan non medis
c. Pelayanan dan asuhan keperawatan
d. Pengelolaan sumber daya manusia rumah sakit
e. Pelayanan rujukan
f. Pendidikan dan pelatihan di bidang kesehatan
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
31
g. Penelitian dan pengembangan
h. Administrasi umum dan keuangan
3.1.3 Visi dan Misi
Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Fatmawati memiliki visi terdepan,
paripurna dan terpercaya di Indonesia. Menurut Keputusan Direktur Utama RSUP
Fatmawati Nomor : HK.03.05/II.1/2468/2012 tentang organisasi dan tata kerja
Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati, yang dimaksud dengan
terdepan,
paripurna, dan terpercaya di Indonesia ialah rumah sakit pelopor yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan, pendidikan, dan penelitian dengan :
a. Terdepan karena ketersediaan sumber daya yang lengkap.
b. Paripurna karena memberikan pelayanan kesehatan promotif, preventif,
kuratif, rehabilitatif, dan pelayanan berkesinambungan (continuum of care)
serta tuntas.
c. Terpercaya karena senantiasa mengikuti kaidah - kaidah IPTEK terkini.
d. Menjangkau seluruh lapisan masyarakat.
e. Berorientasi kepada para pelanggan.
Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati memiliki misi:
a. Memfasilitasi dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan, pendidikan dan
penelitian di seluruh disiplin ilmu, dengan unggulan bidang orthopaedi dan
rehabilitasi medik, yang memenuhi kaidah manajemen resiko klinis.
b. Mengupayakan kemandirian masyarakat untuk hidup sehat.
c. Mengelola keuangan secara efektif, efisien, transparan, dan akuntabel serta
berdaya saing tinggi.
d. Meningkatkan sarana dan prasarana sesuai perkembangan IPTEK terkini.
e. Meningkatkan kompetensi, pemberdayaan dan kesejahteraan sumber daya
manusia.
3.1.4
Motto dan Falsafah (Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati, 2012)
Motto RSUP Fatmawati adalah “Percayakan Pada Kami”. Sedangkan
falsafah yang dianut sebagai pegangan dalam menjalankan organisasi adalah :
a. Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
32
b. Menjunjung tinggi kehidupan dan nilai - nilai luhur kemanusiaan
c. Menghargai pentingnya persatuan dan kerjasama
d. Menjunjung keseimbangan dan kelestarian lingkungan
e. Kebersamaan dalam kemajuan dan kesejahteraan
3.1.5
Nilai (Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati, 2012)
Nilai yang diterapkan di RSUP Fatmawati adalah jujur, profesional,
komunikatif dan ikhlas, serta peduli dalam melaksanakan tugas.
a. Jujur
Menerapkan transparansi dalam melaksanakan tugas.
b. Profesional
Melaksanakan tugas sesuai dengan kompetensi (pengetahuan, sikap,
keterampilan, dan peka budaya).
c. Komunikatif
Mampu melaksanakan hubungan interpersonal yang asertif dan responsif.
d. Ikhlas
Selalu memegang teguh ketulusan dalam memberikan pelayanan kepada
pelanggan.
e. Peduli
Selalu tanggap terhadap kebutuhan pelanggan.
3.1.6
Tujuan (Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati, 2012)
Tujuan RSUP Fatmawati adalah :
a. Terwujudnya pelayanan kesehatan prima dan paripurna yang memenuhi
kaidah keselamatan pasien (patient safety).
b. Terwujudnya pelayanan rumah sakit yang bermutu tinggi dengan tarif
yang terjangkau bagi seluruh lapisan masyarakat.
c. Mewujudkan pengembangan berkesinambungan dan akuntabilitas bagi
pelayanan kesehatan, pendidikan, dan penelitian.
d. Terwujudnya SDM yang profesional dan berorientasi kepada pelayanan
pelanggan.
e. Terwujudnya kesejahteraan yang adil dan merata bagi seluruh sumber
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
33
daya manusia rumah sakit.
3.1.7 Struktur Organisasi RSUP Fatmawati
Susunan organisasi RSUP Fatmawati terdiri dari (Rumah Sakit Umum
Pusat Fatmawati, 2012) :
1. Dewan Pengawas.
2. Direktur Utama membawahi :
a. Direktur Medik dan Keperawatan
b. Direktur Umum, Sumber Daya Manusia Dan Pendidikan
c. Direktur Keuangan
Bagan struktur organisasi RSUP Fatmawati dalat dilihat di lampiran 1.
3.2
Instalasi Farmasi
Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati merupakan satuan kerja (satker) di
RSUP Fatmawati yang menjalankan pelayanan kefarmasian di rumah sakit.
Instalasi Farmasi berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab langsung
kepada Direktur Medik dan Keperawatan RSUP Fatmawati. Instalasi Farmasi
dipimpin oleh seorang kepala dengan sebutan Kepala Instalasi Farmasi dan
dibantu oleh 3 koordinator yaitu Koordinator Pelayanan Farmasi, Koordinator
Perbekalan Farmasi dan Koordinator Penunjang dan Administrasi Umum.
Instalasi Farmasi mempunyai struktur organisasi sebagaimana tercantum dalam
lampiran 2 (Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati, 2012).
3.2.1
Visi dan Misi Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati (Rumah Sakit Umum
Pusat Fatmawati, 2012)
Visi Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati adalah “Terdepan, Paripurna,
Terpercaya dalam Pengelolaan dan Pelayanan Kefarmasian di Indonesia”
sedangkan Misi Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati adalah :
1) Melaksanakan pelayanan kefarmasian yang berorientasi kepada pasien.
2) Mengupayakan
pencapaian
rasionalisasi
penggunaan
obat
di
RSUP
Fatmawati.
3) Menjalankan pengelolaan perbekalan farmasi rumah sakit secara efektif dan
efisien.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
34
4) Meningkatkan dan mengembangkan pelayanan farmasi terutama bidang
orthopedi dan rehabilitasi medik.
3.2.2 Tugas Pokok Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati
Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati mempunyai tugas pokok sebagai
berikut (Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati, 2012) :
1) Menjalankan pelayanan kefarmasian di RSUP Fatmawati.
2) Menjalankan pengelolaan perbekalan farmasi dengan kegiatan perencanaan,
pengadaan, penerimaan, penyimpanan, dan pendistribusian
perbekalan
farmasi di RSUP Fatmawati.
3) Menjalankan integrasi dan sinkronisasi terkait dengan pelaksanaan tugas
pelayanan dan pengelolaan perbekalan farmasi di RSUP Fatmawati.
4) Turut serta menyelenggarakan kegiatan pendidikan dan pelatihan kefarmasian
di RSUP Fatmawati.
5) Melaksanakan kegiatan penelitian dan ikut serta dalam uji klinik obat.
6) Turut serta menyelenggarakan pembinaan etika dan pengembangan profesi
kefarmasian.
7) Melaksanakan manajemen pengelolaan perbekalan farmasi.
8) Melaksanakan pelayanan kefarmasian pada pasien berdasarkan Asuhan
Kefarmasian (pharmaceutical care) guna tercapainya standarisasi pelayanan
kefarmasian di RSUP Fatmawati.
9) Menyusun anggaran belanja Instalasi Farmasi terkait dengan kegiatan
pelayanan, pendidikan, pelatihan, dan penelitian dalam bidang kefarmasian di
RSUP Fatmawati.
10) Pengelolaan resep dan perbekalan farmasi yang kadaluarsa, rusak dan mutu
tidak memenuhi standar serta pemusnahannya dilaksanakan sesuai dengan
prosedur/ketentuan yang berlaku.
11) Instalasi Farmasi melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan pengarsipan
secara rutin atau tidak rutin dalam periode bulanan, triwulan, semesteran, atau
tahunan dengan menerapkan sistem informasi manajemen berdaya guna dan
tepat guna.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
35
12) Penyusunan standarisasi kualifikasi sumber daya manusia (SDM) Instalasi
Farmasi dalam melaksanakan kegiatan pelayanan, pendidikan dan penelitian
kefarmasian di RSUP Fatmawati.
13) Melaksanakan standarisasi kemampuan SDM Instalasi Farmasi terkait dengan
kegiatan pelayanan, pendidikan, pelatihan dan penelitian kefarmasian di
RSUP Fatmawati.
14) Melaksanakan program orientasi pegawai baru.
15) Melaksanakan pengembangan kompetensi SDM melalui program pendidikan
berkelanjutan, pelatihan, dan pertemuan ilmiah secara berkala untuk
meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan bagi pegawai
instalasi farmasi.
16) Melaksanakan program pendidikan kefarmasian baik internal maupun
eksternal.
17) Melaksanakan program pelatihan kefarmasian baik internal maupun
eksternal.
18) Evaluasi kinerja pegawai Instalasi Farmasi dilaksanakan secara berkala sesuai
dengan ketentuan.
19) Melaksanakan monitoring dan evaluasi seluruh kegiatan pelayanan farmasi
dan
farmasi
klinik
yang
dilaksanakan
secara
terus
menerus
dan
berkesinambungan.
20) Program peningkatan dan pengawasan mutu, pengendalian perbekalan
farmasi, serta evaluasi mutu pelayanan farmasi dilaksanakan secara berkala.
21) Instalasi Farmasi menyelenggarakan rapat pertemuan berkala secara rutin
untuk membicarakan masalah-masalah dalam peningkatan pelayanan farmasi.
22) Terlibat dalam pelaksanaan uji klinik perbekalan farmasi di Rumah Sakit.
23) Menyusun anggota tim pelaksana uji klinik obat di RSUP Fatmawati.
24) Melaksanakan program penelitian kefarmasian baik dari aspek manajemen
maupun klinik sejalan dengan perkembangan ilmu kefarmasian.
25) Melaksanakan pendidikan dan penelitian bagi mahasiswa farmasi tingkat
Diploma III (D3), Sarjana (S1), Profesi Apoteker dan Magister (S2).
26) Menyusun usulan tarif jasa pelayanan farmasi di RSUP Fatmawati.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
36
27) Melakukan kegiatan penyebaran informasi terkait dengan obat baik melalui
media cetak (leaflet, bulletin, brosur, dan lain-lain) melalui media Promosi
Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit (PKMRS) kepada sejawat, tenaga
kesehatan dan masyarakat.
28) Turut serta dan aktif terlibat dalam keanggotaan tim khusus terkait dengan
terapi dan pengobatan pasien di RSUP Fatmawati.
29) Turut serta dan aktif terlibat dalam Panitia Pengendalian Resistensi
Antimikroba (PPRA) yang ada di RSUP Fatmawati.
30) Turut serta dan aktif terlibat dalam keanggotaan Komite Farmasi dan Terapi
di RSUP Fatmawati.
31) Turut serta dan aktif terlibat dalam perumusan dan pembuatan MOU Ikatan
Kerja Sama (IKS) dalam bidang pendidikan dan penelitian kefarmasian di
RSUP Fatmawati.
32) Turut serta dan aktif terlibat dalam keanggotaan organisasi profesi
kefarmasian guna peningkatan kompetensi dan pengembangan keilmuan
dalam bidang kefarmasian di RSUP Fatmawati.
3.2.3 Fungsi Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati
Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati mempunyai fungsi sebagai berikut
(Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati, 2012) :
1) Melaksanakan koordinasi dan kerjasama dalam pelaksanaan tugas pelayanan
kefarmasian dan manajemen pengelolaan perbekalan farmasi di RSUP
Fatmawati dengan pihak-pihak terkait.
2) Melaksanakan pengawasan mutu pelayanan kefarmasian di RSUP Fatmawati.
3) Turut serta dalam pengembangan pelayanan kefarmasian di RSUP Fatmawati
berdasarkan perkembangan kebutuhan masyarakat, ilmu pengetahuan dan
teknologi.
4) Menetapkan indikator pencapaian kinerja dan pelaksanaan evaluasi serta
tidak lanjut terkait dengan pelayanan dan pengelolaan perbekalan farmasi di
RSUP Farmasi.
5) Menjamin pelayanan farmasi rumah sakit yang professional dan bertanggung
jawab atas semua penggunaan perbekalan farmasi di rumah sakit.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
37
6) Mewujudkan kerasionalan pengobatan yang berorientasi kepada pasien.
7) Mewujudkan farmasi rumah sakit sebagai pusat informasi obat bagi seluruh
masyarakat rumah sakit.
8) Meningkatkan peran Instalasi Farmasi sebagai bagian integral dari Tim
Pelayanan Kesehatan untuk mewujudkan manfaat yang maksimal dari
pelayanan farmasi.
9) Ikut menjamin keamanan dan keselamatan kerja seluruh staf rumah sakit,
masyarakat, serta lingkungan.
10) Meningkatkan kemampuan tenaga kefarmasian melalui pendidikan dan
pelatihan.
11) Menjamin pelayanan bermutu melalui pemantauan analisa dan evaluasi
pelayanan.
12) Mengadakan penelitian dan peningkatan metode di bidang farmasi.
3.3
Ruang Lingkup Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati
3.3.1
Penunjang dan Administrasi Umum
3.3.1.1 Tata Usaha IFRS (Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati, 2012)
Tata usaha IFRS merupakan suatu unit kerja di lingkungan Instalasi
Farmasi RSUP Fatmawati yang melakukan kegiatan administrasi, penyusunan
program, dan pelaporan. Tata usaha berada di bawah Koordinator Penunjang dan
Administrasi Umum. Terdapat 2 penyelia di Tata Usaha Farmasi, yaitu Penyelia
Pencatatan dan Pelaporan serta Penyelia Tata Usaha (TU) dan SDM Farmasi.
Kegiatan yang dilakukan oleh bagian tata usaha IFRS RSUP Fatmawati,
yaitu :
a. Membukukan surat masuk dan surat keluar
1) Surat Masuk
Setiap surat yang masuk akan diterima oleh petugas tata usaha, kemudian
diberi nomor urut surat masuk yang kemudian akan disampaikan kepada Kepala
Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati untuk diketahui dan diparaf. Selanjutnya surat
tersebut disampaikan kepada yang bersangkutan untuk diproses. Surat yang telah
diproses akan di arsipkan.
2) Surat Keluar
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
38
Setiap Surat dari Instalasi Farmasi yang akan dikirim keluar RSUP
Fatmawati harus melalui tata usaha dan ditandatangani oleh Kepala Instalasi
Farmasi RSUP Fatmawati. Surat yang akan dikirim dibuat rangkap dua, yaitu satu
untuk dikirim dan satu untuk arsip. Pengiriman surat untuk ekstern rumah sakit
melalui Sub Bagian Tata Usaha Rumah Sakit.
b. Membuat laporan di Instalasi Farmasi
Laporan-laporan yang dibuat oleh Penyelia Pelaporan Instalasi Farmasi
RSUP Fatmawati adalah laporan yang dibuat setiap bulan dan setiap akhir tahun.
Laporan yang dibuat setiap bulan sebelum tanggal 20 (kecuali laporan
penggunaan narkotika dibuat sebelum tanggal 10) meliputi :
1) Laporan Keuangan dan Laporan Pengeluaran Barang Farmasi.
Data laporan keuangan dan laporan pengeluaran barang farmasi diambil
dari jumlah permintaan atau pemakaian Barang Farmasi (Formulir Permintaan
Barang) oleh ruang/ unit/ instalasi/ poliklinik.
2) Laporan Narkotika.
Data laporan narkotika diperoleh dari jumlah pemasukan dan pengeluaran
narkotika oleh Gudang Farmasi dan Depo-depo Farmasi. Laporan kemudian
dikirim ke Pelaporan Rumah Sakit untuk diproses selanjutnya. Kemudian dikirim
ke Dinas Kesehatan Kota Jakarta, tembusan ke Balai POM Jakarta, Penanggung
Jawab Narkotika RSUP Fatmawati, dan sebagai arsip.
3) Laporan Generik dan Non Generik.
Data laporan generik dan non generik diperoleh dari jumlah penulisan
resep-resep generik dan non generik oleh: Gudang Farmasi, Depo IGD, Depo
Rawat Jalan dan Depo Askes, Depo Teratai, dan Depo IBS.
4) Laporan Tagihan Depo Farmasi.
Data laporan tagihan depo farmasi diperoleh dari jumlah perincian
penggunaan obat oleh pasien dari Depo-depo Farmasi.
5) Laporan Kegiatan.
Data laporan kegiatan diperoleh dari penjumlahan lembar resep dan
jumlah resep dari Instalasi Rawat Jalan dan Instalasi Rawat Inap.
6) Laporan Pemakaian Kas Kecil Instalasi Farmasi.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
39
Data laporan pemakaian kas kecil instalasi farmasi diperoleh dari data
kwitansi dan faktur pembelian perbekalan farmasi.
Laporan yang dibuat setiap akhir tahun meliputi laporan Psikotropika dan
laporan stok opname barang farmasi setiap bulan. Semua laporan dibuat rangkap 2
(dua). Pengiriman laporan pemakaian obat narkotika dan psikotropika dilakukan
ke Bagian Umum RSUP Fatmawati untuk dibuatkan surat pengantar yang
ditandatangani oleh Direktur Medik dan Keperawatan, lalu dikirim ke Dinas
Kesehatan Jakarta Selatan, 1 (satu) berkas untuk arsip.
Pengiriman laporan keuangan, laporan pengeluaran perbekalan farmasi
per depo farmasi, laporan pemantauan penulisan obat generik dan non generik,
laporan tagihan obat pasien per depo farmasi, dan laporan kegiatan instalasi
farmasi ditujukan kepada Direktur Medik dan Keperawatan dan Kepala Instalasi
Rekam Medik dan Informasi Kesehatan dan 1 (satu) berkas untuk arsip.
c. Menyimpan arsip IFRS
Pemisahan arsip di Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati didasarkan atas:
1) Arsip surat masuk/ surat keluar/ SK Direktur RSUP Fatmawati/ SK
Kemenkes.
2) Arsip Kepegawaian terdiri dari map masing-masing pegawai Instalasi Farmasi
RSUP Fatmawati.
3) Arsip laporan - laporan.
4) Arsip resep rawat jalan dan rawat inap.
5) Arsip catatan kehadiran pegawai (absensi) di Instalasi Farmasi RSUP
Fatmawati.
6) Arsip catatan lembur pegawai Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati.
7) Arsip catatan rekapitulasi rencana pengadaan bulanan.
8) Arsip rekapitulasi rencana pengadaan bulanan.
Setiap kelompok arsip tersebut disimpan terpisah satu dengan lainnya,
disimpan perbulan, dan diurutkan dari tanggal termuda. Penyimpanan resep-resp 3
bulan terakhir disimpan di masing-masing depo farmasi untuk memudahkan
pencarian apabila diperlukan. Setiap tahun, bagian tata usaha IFRS RSUP
Fatmawati akan melakukan pemusnahan terhadap laporan-laporan dan resep-resep
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
40
yang berumur lebih dari 3 tahun dan juga pemusnahan terhadap surat masuk dan
surat keluar yang berumur 5 tahun.
3.3.1.2 Sistem Informasi Farmasi (Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati, 2012)
Sistem Informasi Farmasi adalah sistem komputerisasi manajemen
pengelolaan persediaan perbekalan farmasi dan pelayanan kefarmasian di Instalasi
Farmasi yang terintegrasi dengan sistem komputerisasi rumah sakit. Sistem
informasi terdiri dari aplikasi referensi, setting, katalog, tarif, pengadaan, mutasi,
distribusi, dan pelaporan.
Tujuan sistem informasi farmasi ini adalah agar seluruh data transaksi
perbekalan farmasi yang telah diberikan pada pasien tercatat juga dalam data
transaksi dalam sistem informasi rumah sakit (SIRS). Sistem informasi farmasi
ditanggungjawabkan kepada seorang penyelia yang berkoordinasi dengan Kepala
Instalasi dalam melakukan kegiatan di instalasi farmasi terkait dengan :
a. Entri pada aplikasi pengadaan, mutasi, distribusi, referensi, tarif, katalog, dan
pelaporan
b. Entri data penyimpanan dan verifikasi pada aplikasi mutasi, distribusi,
referensi, tarif, katalog, dan pelaporan
c. Perubahan data yang telah diverifikasi pada aplikasi pengadaan, mutasi,
distribusi, referensi, tarif, dan katalog
Apoteker dan penyelia Instalasi Farmasi, berkoordinasi dengan penyelia
sistem informasi farmasi dalam melakukan kegiatan di bagian (depo dan gudang
farmasi), masing-masing :
a. Entri pada pengadaan, mutasi, dan distribusi
b. Melakukan entri data penyimpanan dan verifikasi pada aplikasi distribusi,
mutasi, dan pengadaan
c. Melakukan perubahan data yang telah diverifikasi pada aplikasi pengadaan,
mutasi, dan distribusi.
Tenaga teknis kefarmasian dan petugas administrasi (entri data)
berkoordinasi dengan penyelia terkait di masing-masing bagian (depo dan gudang
farmasi) dalam melakukan :
a. Melakukan entri pada aplikasi pengadaan, mutasi, dan distribusi
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
41
b. Melakukan penyimpanan dan verifikasi pada aplikasi distribusi.
Alur hak akses sistem informasi farmasi dapat dilihat pada lampiran 3.
3.3.2
Perbekalan Farmasi (Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati, 2012)
Koordinator perbekalan farmasi membawahi penyelia gudang farmasi,
penyelia perencanaan, penyelia distribusi, penyelia produksi farmasi, penyelia
IBS, dan penyelia gudang farmasi teratai.
3.3.2.1 Gudang Farmasi (Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati, 2012)
Gudang adalah bangunan yang dipergunakan untuk menyimpan suatu
barang. Penyimpanan di gudang dilakukan berdasarkan kondisi dan stabilitasnya
menjadi kelompok sediaan, gas, cairan, injeksi, tablet/kapsul, suppositoria, salep,
bahan baku, reagensia, sirup, B3, narkotika, high alert, alkes, pembalut dengan
memperhatikan karakteristik suhu penyimpanan seharusnya dari setiap item
barang, kategori High Alert dan LASA. Di gudang farmasi RSUP Fatmawati
terdapat 3 orang penyelia, yaitu penyelia gudang farmasi, penyelia perencanaan
perbekalan farmasi, dan penyelia penerimaan dan distribusi. Fungsi gudang
farmasi RSUP Fatmawati antara lain perencanaan dan pengadaan, penerimaan,
penyimpanan, pendistribusian, dan pelaporan perbekalan farmasi.
a.
Perencanaan dan pengadaan perbekalan farmasi
Perencanaan merupakan suatu proses kegiatan dalam penentuan jumlah
dan harga perbekalan farmasi sesuai dengan kebutuhan dan anggaran yang
tersedia, dengan menggunakan dasar - dasar perencanaan dan metode yang dapat
dipertanggungjawabkan, antara lain metode konsumsi, epidemiologi, kombinasi
metode konsumsi dan epidemiologi. Perencanaan dibuat paling lambat tanggal
15 pada bulan berjalan untuk memenuhi kebutuhan bulan berikutnya. Hal ini
agar pemesanan dapat dilakukan sesuai jadwal, yaitu dua kali dalam sebulan.
Di
RSUP
Fatmawati,
perencanaan
kebutuhan
bulanan
dibuat
menggunakan gabungan metode konsumsi dan epidemiologi. Analisa yang
digunakan berupa analisa pembelian dan penjualan perbekalan farmasi, yaitu
dengan melihat rata-rata pemakaian tiga bulan sebelumnya, terutama satu bulan
sebelumnya. Selain itu, dilakukan juga analisa peningkatan atau penurunan
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
42
pemakaian perbekalan farmasi dengan melakukan pengecekan ke masingmasing depo, melihat tren pemakaian perbekalan farmasi untuk cross check data
perencanaan, dan menyerap informasi khusus dari depo-depo.
Perencanaan yang dibuat adalah perencanaan obat, alkes habis pakai, gas
medis, reagen, bahan baku, dan bahan untuk radiologi seperti film rontgen.
Kesemua perencanaan yang dibuat merujuk pada Formularium Nasional
(FORNAS)
dan
Formularium
perencanaan kebutuhan
RSUP
tersebut
Fatmawati.
dilakukan
Untuk
kegiatan
merealisasikan
pengadaan
melalui
pembelian, baik secara E-catalogue maupun lelang, produksi/pembuatan sediaan
farmasi, dan juga sumbangan / dropping / hibah.
Tujuan perencanaan dan pengadaan perbekalan farmasi adalah :
1) Tersedianya pedoman perencanaan dan pengadaan perbekalan farmasi di
rumah sakit
2) Tersedianya perencanaan kebutuhan perbekalan farmasi sesuai dengan
kebutuhan, pola penyakit, dan jenis pelayanan dirumah sakit
3) Tersedianya perbekalan farmasi tepat waktu, jumlah yang benar, harga yang
terjangkau, dan mutu terjamin
Perencanaan kebutuhan perbekalan farmasi yang telah dibuat oleh gudang
diajukan kepada Kepala Instalasi Farmasi untuk diminta persetujuannya dan
ditandatangani. Perencanaan dari Instalasi Farmasi dikirimkan ke Direktur Medik
dan Keperawatan, yang selanjutnya dikirimkan ke Direktur Keuangan. Direktur
Keuangan mengirimkan ke Bagian Anggaran dan dikirim kembali ke Direktur
Keuangan. Direktur Keuangan selanjutnya mengirimkan ke Direktur Utama
sebagai Kuasa Pengguna Anggaran. Setelah mendapat persetujuan pengadaan,
dokumen perencanaan
disampaikan ke Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
PPK akan mengirimkan ke Sekretariat PPK untuk dibuatkan Harga Perkiraan
Sendiri (HPS). HPS dikirimkan kembali ke PPK dan dikirim ke Direktur
Keuangan, yang selanjutnya dikirim ke Bagian Anggaran untuk disetujui dan
dikirim kembali ke Direktur Keuangan. Oleh Direktur Keuangan, HPS akan
dikirimkan ke PPK. Bila perencanaan di bawah 200 juta, maka diberikan kepada
Pejabat
Pengadaan barang Medik
untuk
dilakukan
pemilihan harga. Bila
perencanaan di atas 200 juta, maka harus ke ULP (Unit Layanan Pengadaan)
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
43
untuk dilakukan lelang secara LPSE (Layanan Pengadaan Secara Elektronik).
Sekretariat PPK akan membuatkan Surat Pesanan (SP) untuk perencanaan di
bawah 50 juta, atau membuatkan Surat Permintaan Penawaran Harga (SPPH)
untuk perencanaan antara 50 juta sampai 200
juta, dan
mengirimkan ke
distributor terkait untuk dilakukan negosiasi. Setelah kesepakatan negosiasi
dicapai, dilakukan penandatangan oleh kedua belah pihak, yaitu pihak PPM dan
Kacab dari distributor serta dibuat Berita Acara Negosiasi. Selanjutnya,
dikeluarkan Surat Perintah Kerja (SPK) yang juga ditandatangi kedua pihak
tersebut. Dengan adanya SPK, maka proses pengadaan barang akan segera
berjalan. Alur perencanaan pengadaan perbekalan farmasi dapat dilihat pada
lampiran 4.
Perencanaan dan pengadaan obat cito hampir sama dengan alur biasa.
Bedanya adalah sumber dana yang digunakan berasal dari kas kecil Pejabat
Pengadaan barang Medik yang diperoleh dengan membuat disposisi meminta
persetujuan Direktur Medik dan Keperawatan, sedangkan bila di luar jam
kerja dapat menggunakan kas kecil Duty Manager. Pembelian dapat dilakukan
melalui distributor, apotek rekanan, ataupun rumah sakit lain. Alur perencanaan
pengadaan perbekalan farmasi cito dapat dilihat pada lampiran 5.
Syarat pengadaan kebutuhan cito antara lain :
1) Perbekalan Farmasi Masuk dalam Formularium RSF
2) Perbekalan Farmasi dapat di Bayar Tunai atau diklaim ke Penjamin (BPJS)
3) Merupakan obat live saving, namun tidak tersedia alternatif pengganti di
RSUP Fatmawati
4) Alasan CITO dapat dibenarkan secara klinis dan EBM berdasarkan Kajian
dari tim.
5) Mendapatkan Acc persetujuan Direktur
6) Harga perbekalan farmasi < 5 juta rupiah.
b.
Penerimaan perbekalan farmasi
Penerimaan adalah suatu proses kegiatan untuk menerima perbekalan
farmasi yang telah diadakan pada proses pengadaan, baik melalui pembelian
langsung, tender, konsinyasi, atau sumbangan. Adapun tujuan penerimaan
perbekalan farmasi adalah:
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
44
1) Terjaminnya penerimaan perbekalan farmasi sesuai dengan Surat Pesanan
(SP) atau kontrak yang telah dibuat oleh Unit Layanan Pengadaan (ULP),
baik dari segi spesifikasi mutu yang telah ditetapkan, jumlah, jangka waktu
kadaluarsa yang mencukupi, dan waktu kedatangan.
2) Terpeliharanya mutu perbekalan farmasi selama penyimpanan
3) Terjaminnya ketersedian perbekalan farmasi
4) Terhindarnya kehilangan perbekalan farmasi
5) Terbantunya pencarian dan pengawasan terhadap persediaan perbekalan
farmasi
Pengiriman perbekalan farmasi oleh distributor ke RSUP Fatmawati
diterima oleh Tim Penerima Barang. Prosedur penerimaan perbekalan farmasi
(lampiran 6) adalah sebagai berikut :
1) Penerimaan perbekalan farmasi yang berasal dari distributor/rekanan/rumah
sakit/Apotek/donatur lain oleh Tim Penerima Barang Medik, diserahkan
ke gudang farmasi untuk disimpan. Penerimaan perbekalan farmasi di luar
jam kerja dilakukan oleh Tim Penerima Barang Medik untuk obat/alkes
yang termasuk dalam pengadaan rutin. Untuk obat/alkes yang dibeli di
apotek
luar
atau
rumah
sakit
lain
atau
dari
distributor
karena
pemesanan mendadak (Cito) diterima oleh Asisten Apoteker Depo IGD
untuk selanjutnya diserahkan ke Tim Penerima Barang Medik.
2) Serah terima perbekalan farmasi yang diterima dari Tim Penerima
Barang Medik dengan Petugas Gudang Farmasi disesuaikan dengan:
a) Faktur perbekalan farmasi;
b) Kesesuaian nama perbekalan farmasi dengan SP/SPK;
c) Kondisi perbekalan farmasi;
d) Jumlah perbekalan farmasi;
e) Tanggal kadaluarsa minimal 2 tahun, kecuali untuk perbekalan farmasi
tertentu (vaksin,
reagensia)
bisa
kurang
dari
2
tahun
dengan
persetujuan user;
f) Certificate of analysis untuk bahan baku obat; Certificate of origin
untuk alat kesehatan; Material Safety Data Sheet (MSDS) untuk bahan
berbahaya.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
45
3) Pelaksanaan verifikasi administrasi penerimaan barang oleh Penyelia
Gudang Farmasi
berdasarkan
Bukti
Penyerahan
Barang
dari
Tim
Penerima Barang Medik yang disesuaikan dengan faktur barang datang.
4) Pembuatan Bukti Penerimaan Barang oleh Penyelia Gudang Farmasi
yang akan diserahkan ke Bagian Akuntansi.
5) Pembuatan Berita Acara Penerimaan Barang oleh Tim
Penerima
Barang Medik, Penyelia Gudang Farmasi, dan Kepala Instalasi Farmasi.
6) Penyimpanan perbekalan farmasi di Gudang Farmasi.
c.
Penyimpanan perbekalan farmasi
Penyimpanan
perbekalan
farmasi
merupakan
proses
menyimpan, memelihara, dan menempatkan perbekalan farmasi
kegiatan
yang telah
diterima pada tempat yang dinilai aman dari pencurian maupun gangguan fisik
yang dapat merusak mutu obat. Jenis perbekalan farmasi harus disimpan pada
tempat yang terpisah sesuai dengan pengelompokannya, yaitu dikelompokan
berdasarkan bentuk sediaan serta jenisnya dan disusun secara alfabetis. Metode
penyimpanan yang digunakan adalah First In First Out (FIFO) dan First Expired
First Out (FEFO).
Tujuan penyimpanan perbekalan farmasi adalah :
1) Terjaminnya mutu perbekalan farmasi selama penyimpanan
2) Terhindarnya kehilangan persediaan perbekalan farmasi selama penyimpanan
3) Terjaminnya ketersediaan perbekalan farmasi melalui administrasi pencatatan
persediaan perbekalan farmasi
4) Terbantunya pencarian dan pengawasan persediaan perbekalan farmasi
Di RSUP Fatmawati, penyimpanan perbekalan farmasi dibedakan menjadi
empat ruang besar yaitu:
1) Ruang penyimpanan alat kesehatan
Alat kesehatan disusun berdasarkan kegunaan (fungsi) dan ukurannya.
2) Ruang penyimpanan cairan
Cairan disimpan diruang yang terpisah dengan sediaan injeksi dan alat
kesehatan. Disusun di dalam dus dan diletakkan di atas pallet.
3) Ruang penyimpanan sediaan tablet, obat injeksi, dan semisolid
Sediaan tablet, obat injeksi dan semisolid disusun berdasarkan suhu
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
46
kestabilan, bentuk sediaan dan alfabetis.
4) Ruang penyimpanan gas medik
Gas medik disimpan di gedung terpisah, terletak dibelakang gedung teratai.
Penyimpanannya disusun berdasarkan jenis gas medis seperti oksigen,
helium, nitrous oksida, dan karbondioksida.
Penyimpanan obat juga memperhatikan LASA (Look Alike Sound Alike)
untuk patient safety. Perbekalan farmasi yang bentuknya mirip dan nama/
pengucapannya mirip tidak boleh diletakkan berdekatan walaupun terletak pada
kelompok abjad yang sama, harus diselingi dengan minimal 2 obat non kategori
LASA di antaranya dan pada rak/tempat obat diberikan stiker LASA. Untuk
penempatan perbekalan farmasi yang mudah pecah di rak yang kondisinya masih
layak pakai, disusun dengan rapi sehingga tidak ada kemungkinan jatuh karena
tersenggol dan diberikan tanda peringatan “Awas Hati-Hati Perbekalan Farmasi
Mudah Pecah”. Selain itu, untuk perbekalan
farmasi
mudah
pecah
atau
perbekalan farmasi masih dalam kemasan besar tidak boleh ditempatkan pada
posisi rak yang tinggi untuk mencegah resiko jatuh dan menimpa petugas.
Perbekalan farmasi dalam kemasan besar yang berat akan diletakkan di lantai
menggunakan alas pallet untuk menghindari kelembaban.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan, antara lain :
1) Suhu selama penyimpanan
a) Penyimpanan pada suhu kamar (25oC) untuk obat - obat, cairan infus, alat
kesehatan, pembalut, dan gas medik.
b) Penyimpanan suhu dingin (dalam lemari pendingin) pada suhu 2 - 8oC
c) Penyimpanan untuk reagensia, obat-obatan tertentu dan produk biologis
yang membutuhkan suhu dingin untuk mempertahankan stabilitasnya
sesuai dengan persyaratan penyimpanan pada etiket. Setiap hari ada
petugas yang mencatat suhu lemari pendingin pada “kartu monitor suhu”.
d) Sediaan vaksin membutuhkan “cold chain” khusus dan harus dilindungi
dari kemungkinan matinya aliran listrik menggunakan alarm yang akan
berbunyi jika aliran listrik mati.
2) Kelembaban
Kelembaban dipantau menggunakan alat thermohygrometer atau alat
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
47
pemantau kelembaban udara di ruang penyimpanan perbekalan farmasi
antara 65 % - 98 %.
3) Cahaya matahari
Penyimpanan obat tidak boleh terkena cahaya matahari langsung.
4) Sirkulasi udara
Tempat penyimpanan perbekalan farmasi harus mempunyai ventilasi yang
cukup untuk pertukaran udara di ruangan penyimpanan.
5) Resiko kebakaran
Bahan berbahaya mudah terbakar atau mudah meledak harus disimpan pada
Gudang Tahan Api yang dilengkapi dengan APAR (Alat Pemadam Api
Ringan).
6) Kebersihan tempat dan sarana penyimpanan dari debu atau kotoran lainnya.
7) Pengaturan tata ruang gudang farmasi dengan memperhatikan kemudahan
bergerak dan mobilisasi perbekalan farmasi.
8) Pengawasan dan monitoring tempat dan fasilitas penyimpanan untuk
menjamin mutu perbekalan farmasi yang ada.
Prosedur penyimpanan digudang berlaku bagi semua perbekalan farmasi.
Namun, terdapat perlakuan khusus untuk obat-obat jenis tertentu, seperti obat
narkotika dan psikotropika, obat high alert, obat kemoterapi, dan bahan berbahaya
dan beracun. Penyimpanan obat narkotika dan psikotropika menggunakan lemari
sesuai ketentuan, yaitu lemari double lock (kunci ganda) pada dua pintu dengan
susunan berlapis. Kondisi kunci kedua pintu dapat berfungsi dengan baik dan
dalam kondisi terkunci guna pembatasan akses pengambilan obat. Lemari tersebut
terpasang menempel pada dinding sehingga tidak dapat dipindahkan kecuali
dengan membongkarnya dan dilengkapi dengan kartu stok. Pada jam kerja, kunci
lemari penyimpanan narkotika dan psikotropika dibawah tanggung jawab
Penyelia gudang farmasi, sedangkan diluar jam kerja dilakukan serah terima kunci
lemari penyimpanan narkotika dan psikotropika kepada petugas penanggung
jawab pada shift jaga berikutnya dan dicatat dalam buku serah terima kunci.
Obat high alert disimpan pada lemari penyimpanan obat yang bertanda
khusus (stiker high alert) dan tidak tercampur dengan obat lainnya. Sedangkan
untuk obat kemoterapi, penyimpanan menggunakan lemari khusus dengan label /
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
48
logo karsinogenik. Untuk bahan berbahaya dan beracun disimpan di ruangan
penyimpanan sediaan tablet, obat injeksi dan semisolid, namun di letakkan
dibagian tersendiri untuk meminimalisir terjadinya kecelakaan kerja.
Selain melaksanakan penyimpanan perbekalan farmasi, petugas farmasi di
gudang juga melaksanakan penyusunan persediaan perbekalan farmasi pada
tempat penyimpanan secara aman, pencatatan pemasukan, pelaporan, dan stok
perbekalan farmasi ke dalam Kartu Stok dan dalam Sistem Informasi manajemen
Rumah Sakit (SIRS).
d.
Pendistribusian perbekalan farmasi
Pendistribusian perbekalan farmasi yang dilakukan gudang RSUP
Fatmawati ada dua macam yakni pendistribusian amprahan obat berdasarkan
permintaan dari depo-depo farmasi melalui sistem online dan pendistribusian
floor stock dari ruangan/satuan kerja secara manual atau menggunakan formulir.
Untuk pendistribusian amprahan obat (lampiran 7) dilakukan dengan
sistem SIRS (Sistem Informasi manajemen Rumah Sakit) secara komputerisasi
dan dilakukan setiap hari. Alur distribusinya adalah setiap pagi petugas gudang
farmasi mengecek sistem untuk melihat permintaan obat dari setiap depo farmasi.
Print out permintaan dari masing-masing depo farmasi kemudian diberi nomor
dan disesuaikan dengan ketersediaan perbekalan farmasi yang ada digudang, baik
jenis maupun jumlahnya. Setelah perbekalan farmasi disiapkan, selanjutnya
dilakukan pengecekan ulang terhadap nama dan jumlah perbekalan farmasi,
kondisi fisik, dan tanggal kadaluarsa perbekalan farmasi oleh petugas gudang
farmasi dan petugas depo. Kemudian dilakukan input perbekalan farmasi yang
telah diperiksa pada sistem SIRS (Sistem Informasi manajemen Rumah Sakit)
untuk verifikasi ketersediaan stok di gudang farmasi maupun masing-masing
depo. Print out daftar perbekalan farmasi yang telah diverifikasi ditandatangai
oleh petugas gudang farmasi dan petugas depo saat terah terima perbekalan
farmasi dan merupakan bukti pelayanan dari gudang induk farmasi.
Alur pendistribusian floor stock (lampiran 8) hampir sama dengan
pendistribusian amprahan. Perbedaannya adalah pendistribusian floor stock
dilakukan secara manual dan jadwal pengambilan tiap ruangan berbedabeda untuk memudahkan kerja petugas gudang farmasi. Ruangan atau satuan
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
49
kerja menyerahkan permintaan secara offline kepada gudang sehari sebelum
jadwal pengambilan. Permintaan floor stock biasanya berupa alkes dan antiseptik.
e.
Pelaporan perbekalan farmasi
Pelaporan perbekalan farmasi di gudang farmasi, antara lain:
1) Buku induk penerimaan barang.
2) Rekapitulasi penerimaan barang.
3) Rekapitulasi pengeluaran barang gudang induk farmasi dan gudang gas medik.
4) Rekapitulasi pengeluaran barang harian gudang induk farmasi dan gudang gas
medik.
5) Laporan persediaan floor stock.
6) Laporan stok opname setiap 1 bulan sekali di gudang dan 3 bulan sekali ke
Depkeu.
7) Laporan narkotika setiap 1 bulan sekali.
8) Laporan psikotropika setiap 1 tahun sekali.
9) Laporan barang sumbangan.
Selain pelaporan diatas, di gudang farmasi juga dilakukan retur
perbekalan farmasi yang merupakan merupakan proses pengembalian perbekalan
farmasi ke distributor disebabkan karena rusak, kadaluarsa, dan penarikan
produk (recall) oleh produsen. Tujuannya ialah agar tersedianya produk
perbekalan farmasi yang bermutu di rumah sakit dan terlindunginya pasien dari
penggunaan perbekalan farmasi yang tidak bermutu. Prosedur retur perbekalan
farmasi ialah sebagai berikut :
1) Pelaksanaan pemeriksaan dan pengecekan sediaan farmasi di gudang
farmasi, depo farmasi, lemari emergency, dan instalasi rawat inap untuk
perbekalan farmasi floor stock. Tujuannya untuk mengetahui perbekalan
farmasi yang rusak, kadaluarsa, recall, ataupun adanya usulan penarikan
oleh tenaga kesehatan (dokter / apoteker / perawat) dilengkapi dengan data
pendukung yang lengkap.
2) Dilakukan pencatatan perbekalan farmasi yang meliputi nama produk, nama
pabrik, nomor batch, tanggal produksi, tanggal kadaluarsa, dan jumlah
sediaan.
3) Pengembalian dan pengumpulan perbekalan farmasi ke gudang farmasi
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
50
untuk produk :
a) Rusak dan tidak dapat digunakan.
b) Dalam masa 3 bulan sebelum mencapai masa kadaluarsa.
c) Recall
berdasarkan
surat
Kementerian Kesehatan RI,
edaran
dari
pabrik
pembuat
produk,
Badan Pengawas Obat dan Makanan
(BPOM), dan Komite Farmasi dan Terapi (KFT) berdasarkan hasil audit
investigasi.
4) Penyimpanan perbekalan farmasi yang tidak layak pakai di gudang farmasi
dilakukan pada lemari penyimpan khusus yang diberi label: “Penyimpanan
Obat Tidak Layak Pakai”.
5) Pengembalian ke distributor untuk produk yang dapat diretur dan dilakukan
penggantian produk, dengan melengkapi dokumen faktur pembelian, surat
pesanan, dan berita acara serah terima.
6) Pembuatan laporan oleh penyelia perbekalan farmasi untuk disampaikan
pada Kepala Instalasi Farmasi dan disampaikan ke Direksi.
Perbekalan farmasi yang telah mencapai masa tanggal kadaluarsa dan
tidak dapat diretur ke distributor akan dimusnahkan secara bersamaan dalam
waktu tertentu oleh Tim Pemusnahan Barang dengan prosedur sebagai berikut :
1) Pembuatan surat rencana penghapusan dan pemusnahan oleh Kepala Instalasi
Farmasi ke Direktur Utama melalui Direktur Medik dan Keperawatan.
2) Pembentukan Tim / Panitia Penghapusan dan Pemusnahan Perbekalan
Farmasi Rusak dan Kadaluarsa melalui usulan SK ke Direktur Utama melalui
Kepala Bagian Umum.
3) Pembuatan dan pengiriman surat permohonan persetujuan penghapusan dan
pemusnahan perbekalan farmasi rusak dan kadaluarsa oleh Kepala Bagian
Umim dari Direktur Utama untuk disetujui oleh Direktorat Jenderal Bina
Upaya Kesehatan dan Bina Kefarmasian dan Alkes, Kementerian Kesehatan.
4) Pengiriman surat kepada Kepala Balai Besar POM DKI Jakarta dan Kepala
SUDIN Kesehatan Jakarta Selatan mengenai permohonan saksi pemusnahan
perbekalan farmasi.
5) Penyerahan perbekalan farmasi yang rusak dan kadaluarsa yang akan
dimusnahkan kepada Tim/Panitia Penghapusan dan Pemusnahan Perbekalan
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
51
Farmasi Rusak dan Kadaluarsa menggunakan Formulir Serah Terima
Perbekalan Farmasi untuk dimusnahkan.
6) Pembuatan Berita Acara Penghapusan dan Pemusnahan Perbekalan Farmasi
Rusak dan Kadaluarsa oleh Tim/Panitia Penghapusan dan Pemusnahan
Perbekalan Farmasi Rusak dan Kadaluarsa
7) Pelaksanaan pemusnahan perbekalan farmasi yang rusak dan kadaluarsa
disaksikan oleh Kepala Instalasi Sanitasi dan Pertamanan, Bagian Akuntansi,
saksi-saksi dari Balai Besar POM DKI Jakarta, dan SUDIN Kesehatan Jakarta
Selatan dengan cara :
a) Pembakaran di incinerator untuk obat dan atau alat kesehatan
b) Pembuangan ke saluran limbah cair untuk perbekalan farmasi cair dan
bukan obat atau per reagen.
8) Penghapusan data stok perbekalan farmasi yang telah dimusnahkan dari SIRS
(Sistem Informasi manajemen Rumah Sakit)
9) Pengiriman Berita Acara pelaksanaan pemusnahan perbekalan farmasi yang
rusak dan kadaluarsa ke Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan dan Bina
Kefarmasian dan Alkes, Kementerian Kesehatan.
3.3.2.2 Produksi Farmasi (Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati, 2012)
Produksi farmasi RSUP Fatmawati terbagi menjadi 2 bagian, yaitu
produksi non steril dan produksi steril. Tujuan dilakukannya produksi di RSUP
Fatmawati antara lain adalah untuk memenuhi kebutuhan pelayanan
kesehatan, penghematan anggaran, dan untuk menjamin ketersediaan sediaan
dengan formula khusus dan sediaan obat yang dibutuhkan segera seperti
rekonstitusi intra vena dan obat kanker.
a.
Produksi non steril
Kegiatan yang dilakukan di produksi non steril adalah pembuatan
sediaan farmasi, pengenceran sediaan, dan pengemasan kembali. Semua bentuk
sediaan dibuat berdasarkan master formula RSUP Fatmawati. Perencanaan di
produksi non steril meliputi bahan baku, alat produksi, bahan pengemas, bahan
etiket, dan Alat Pelindung Diri (APD) dilakukan setiap bulan berdasarkan
laporan bulanan sebelumnya kemudian perencanaan ini dikirimkan ke gudang
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
52
farmasi untuk dilanjutkan dengan proses pengadaan.
Penyimpanan di produksi non steril terbagi menjadi
2,
yaitu
penyimpanan bahan baku (disusun berdasarkan kegunaannya) dan penyimpanan
produk (berdasarkan alfabetis) yang masing-masing disesuaikan dengan kondisi
dan stabilitasnya. Permintaan produk non steril dilakukan melalui gudang
farmasi, namun pendistribusiannya dapat dilakukan langsung melalui ruang
produksi non steril. Pelaporan yang dilakukan oleh produksi non steril adalah
laporan jumlah perbekalan farmasi, laporan produk yang rusak, dan laporan
produk yang kadaluarsa.
b.
Produksi steril
Kegiatan yang dilakukan di ruang steril hanya penanganan obat
sitostatika, sedangkan IV admixture dilakukan di depo teratai. Penanganan obat
sitostatika adalah mempersiapkan obat sitostatika untuk pengobatan kanker pada
pelayanan kemoterapi di RSUP Fatmawati. Formulir permintaan pencampuran
atau resep kemoterapi sudah diserahkan ke produksi steril sehari sebelumnya.
Adapun prosedur pelayanan penanganan obat sitostatika (Lampiran 9), yaitu :
1) Pemeriksaan kelengkapan dokumen (formulir) permintaan oleh petugas
farmasi (Asisten Apoteker) berupa :
a) Benar obat
b) Benar waktu dan frekuensi pemberian
c) Benar dosis
d) Benar pasien
e) Benar rute pemberian
f) Tanggal permintaan
g) Ruangan perawatan
h) Jumlah pelarutan
i) Volume pelarutan
2) Pelaksanaan konfirmasi formulir permintaan pencampuran ke ruang
perawatan pasien.
3) Pemeriksaan obat pasien, yaitu nama, jumlah, nomor batch, dan tanggal
kadaluarsa obat.
4) Perhitungan kesesuaian dosis lazim, pemiliha jenis pelarut, dan menghitung
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
53
volume pelarut oleh Apoteker.
5) Pembuatan label obat dan kemasan pengiriman oleh AA, yaitu :
a) Label obat : nama pasien, nomor rekam medik, tanggal lahir / umur, nama
obat, dosis, jenis pelarut, rute pemberian, tanggal pembuatan, dan tanggal
kadaluarsa setelah pelarutan obat.
b) Label kemasan pengiriman : nama pasien, nomor rekam medik, tanggal
lahir / umur, ruang perawatan, jumlah paket pengiriman, tanggal
pengiriman.
6) Penyiapan obat sitostatika di ruang steril oleh petugas farmasi (Asisten
Apoteker) sesuai dengan SOP.
7) Obat yang telah disiapkan kemudian diantarkan ke ruang perawatan.
8) Pembuatan billing jasa pelayanan.
3.3.2.3 Instalasi Bedah Sentral (IBS) (Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati,
2012)
Depo Farmasi IBS khusus melayani permintaan obat dan alat kesehatan
bagi pasien yang akan dioperasi di IBS. IBS terdiri dari dua lantai, lantai pertama
ditujukan untuk operasi Cito, sedangkan lantai kedua ditujukan untuk operasi
elektif dan operasi bedah prima. Operasi Cito adalah operasi yang tidak
direncanakan sebelumnya dan dilakukan sesegera mungkin misalnya pengambilan
serpihan kaca untuk pasien yang mengalami kecelakaan. Operasi elektif adalah
operasi yang telah direncanakan sebelumnya misalnya bedah syaraf. Operasi
bedah prima adalah operasi yang dilakukan untuk pasien tunai, dimana biaya yang
dibebankan sudah dalam bentuk paket.
OK Cito terdiri dari dua kamar. Pada OK Cito terdapat paket obat dan
alkes OK Cito dan lemari emergensi. Lemari emergensi terdiri dari lemari
emergensi obat dan lemari emergensi alat kesehatan. Saat pasien masuk ke OK
Cito, maka penata anestesi mengambil Paket obat dan alkes OK Cito yang telah
disiapkan oleh petugas depo farmasi. Bila obat dan alat kesehatan dalam paket
kurang, maka penata anestesi dapat mengambilnya di lemari emergensi dan
mencatatnya di Lembar Pemakaian. Setelah selesai operasi, Lembar Pemakaian
dimasukkan ke dalam Paket obat dan alkes OK Cito yang telah terpakai oleh
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
54
pasien. Lemari emergensi akan dicek jumlah pemakaian, serta diisi kembali oleh
petugas depo farmasi.
Pada lantai dua, terdapat delapan kamar operasi yang digunakan untuk
operasi elektif dan bedah prima serta Depo Farmasi IBS. Sehari sebelum operasi
belangsung, depo farmasi menerima jadwal operasi serta permintaan obat dan
alkes untuk anestesi. Depo farmasi kemudian menyiapkan paket anestesi dan
memberi label nama pasien pada paket tersebut, sehingga pada hari operasi
penata anestesi cukup meminta paket berdasarkan nama pasien. Penata bedah
akan menuliskan resep permintaan obat dan alkes pada hari operasi, kemudian
paket bedah akan disiapkan oleh petugas depo farmasi. Bila terdapat kekurangan
obat dan alat kesehatan saat operasi sedang berlangsung, maka penata bedah atau
penata anestesi dapat meminta secara langsung ke depo farmasi dengan
menyebutkan nama pasien dan kamar operasi. Petugas depo farmasi akan
mencatat permintaan obat dan alat kesehatan tersebut. Bila pasien telah selesai
dioperasi, maka paket akan dikembalikan ke depo farmasi dan petugas depo
farmasi akan merekapitulasi semua penggunaan obat dan alat kesehatan ke
administrasi perincian. Perincian selanjutnya akan dikirimkan ke depo farmasi di
mana pasien dirawat. Depo Instalasi Bedah Sentral juga menyiapkan Paket Bedah
Prima yang merupakan sistem paket untuk pasien tunai. Sebelum operasi, pasien
tunai harus melunasi pembayaran terlebih dahulu. Alur pelayanan obat dan alat
kesehatan di depo instalasi bedah sentral dapat dilihat pada lampiran 10 dan alur
pelayanan OK elektif dapat dilihat di lampiran 11.
Karyawan yang bekerja di Depo Farmasi Instalasi Bedah Sentral
berjumlah tiga orang. Karyawan tersebut terdiri dari satu orang penyelia, satu
orang juru resep, dan satu orang petugas administrasi. Pengadaan barang berasal
dari Gudang Perbekalan Farmasi yang diminta setiap hari dengan menggunakan
formulir permintaan barang secara online. Di depo IBS terdapat pula barangbarang konsinyasi, seperti implan. Tujuan dari pengadaan secara konsinyasi
adalah untuk mencegah kerugian akibat alat yang tidak terpakai. Penyimpanan
obat dan alat kesehatan dilakukan berdasarkan bentuk sediaan. Pemeriksaan
lemari emergensi di IBS dilakukan setiap hari oleh petugas Depo Farmasi IBS.
Laporan yang yang disiapkan oleh depo IBS antara lain adalah laporan pemakaian
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
55
narkotika dan psikotropika, laporan pemakaian obat generik dan non generik,
laporan analisa penjualan harian dan bulanan.
3.3.3 Pelayanan Farmasi (Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati, 2012)
Koordinator Pelayanan Farmasi membawahi penyelia Depo Farmasi
Instalasi Rawat Jalan (IRJ) 1, Depo Farmasi Instalasi Rawat Jalan (IRJ) 2, Depo
Farmasi Instalasi Gawat Darurat (IGD) dan Instalasi Rawat Intensif (IRI), Depo
Farmasi Teratai, Depo Farmasi Anggrek dan Griya Husada.
Dalam menunjang kegiatan pelayanan obat di setiap depo farmasi
dilakukan kegiatan meliputi pengkajian resep, monitoring medication error, dan
pengelolaan troli emergency.
a. Pengkajian Resep
Pengkajian resep adalah tata cara dan urutan proses kegiatan analisa dan
screening resep untuk mengetahui kesesuaian resep dengan persyaratan
administratif, farmasetis, dan klinis. Pengkajian peresepan obat dilakukan
terhadap resep pasien dengan menggunakan prosedur pengkajian resep. Untuk
resep yang telah memenuhi persyaratan, akan diberikan “penanda” berupa
stempel keterangan “Resep/Obat telah di review Farmasi” pada resep pasien.
Untuk resep yang belum dinyatakan memenuhi syarat, dilakukan komunikasi
dengan Dokter Penanggung Jawab Pasien (DPJP) untuk menemukan solusi
permasalahan yang ditemukan terkait dengan pengobatan pasien. Alur pengkajian
resep dapat dilihat pada lampiran 12.
Prosedurnya adalah sebagai berikut :
(1) Penerimaan resep oleh petugas depo farmasi dengan ketentuan:
(a) Depo Farmasi Rawat Inap hanya melayani resep pasien rawat inap
internal dari RSUP Fatmawati
(b) Depo Farmasi IGD dan Rawat Jalan melayani dari poli rawat jalan
RSUP Fatmawati
(2) Pelaksanaan screening resep oleh Apoteker atau Penyelia Instalasi
Farmasi untuk menilai kelengkapan:
(a) Persyaratan administrasi resep dengan menilai ada atau tidak : Nama
dokter, tanggal penulisan resep, tanda tangan / paraf dokter penulis
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
56
resep, nomor rekam medik pasien, nama pasien, umur pasien, jenis
kelamin pasien, berat badan pasien, nama obat, jumlah yang diminta
dalam resep obat, instruksi pengerjaan dispensing resep, dan aturan
pemakaian obat.
(b) Persyaratan Farmasetis dengan menilai: Bentuk sediaan, kekuatan
sediaan, kompatibilitas / ketercampuran farmasetis, stabilitas sediaan,
cara penyimpanan obat
(c) Persyaratan Klinis dengan menilai: indikasi obat, riwayat alergi obat,
duplikasi pengobatan, interaksi obat dengan obat, interaksi obat dengan
makanan, kontraindikasi obat, biaya obat
(3) Pelaksanaan
kegiatan
komunikasi
oleh
Apoteker
atau
Penyelia
Instalasi Farmasi dengan dokter penulis resep. Untuk konfirmasi bila
ditemukan :
(a) Ketidaklengkapan pada aspek administratif resep
(b) Ketidaklengkapan pada aspek farmasetik resep
(c) Ketidaklengkapan pada aspek klinis resep
(d) Resep tidak terbaca
(e) Obat tidak tersedia
(f) Temuan masalah resep lainnya
(4) Klarifikasi dan problem solving
(5) Klarifikasi dan komunikasi verbal langsung ke dokter penulis resep
(6) Apabila terjadi hambatan jarak untuk komunikasi langsung, dilakukan
dengan komunikasi melalui telepon
(7) Pelaksanaan pencatatan hasil komunikasi dengan dokter oleh Apoteker atau
(8) Penyelia Instalasi Farmasi untuk penyempurnaan dan pembenaran resep.
(9) Pelaksanaan penandaan resep yang telah di screening oleh Apoteker
atau Penyelia Instalasi Farmasi dengan melakukan :
(a) Untuk resep yang telah memenuhi persyaratan, akan diberikan
“penanda” berupa stempel keterangan “Resep telah di
review
Farmasi” pada resep pasien.
(b) Penandaan cap stempel HETIP yaitu: Harga (billing), Etiket, Timbang,
Isi, Penyerahan dan pemeriksaan
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
57
(c) Untuk resep yang tidak dapat dipenuhi dan tidak d apat diklarifikasi
kebenarannya atau resep tidak setuju dibeli, resep dikembalikan kepada
user (pemilik resep).
b. Monitoring medication error
Medication error adalah suatu kejadian “kesalahan” dalam rangkaian
pengobatan yang seharusnya dapat dicegah, dimana kesalahan tersebut dapat
menyebabkan bahaya pada pasien atau dapat berkembang menjadi penggunaan
obat yang tidak tepat, dimana pengobatan masih berada dalam tanggung jawab
profesi kesehatan, pasien atau keluarga pasien. Prosedur program monitoring
medication error adalah suatu proses atau tata cara menganalisa kejadian
kesalahan dalam proses dan tata cara menganalisa kejadian kesalahan dalam
proses pengobatan yang dapat mengakibatkan perburukan secara klinis pada
pasien. Laporan kejadian medication error dibuat oleh dokter, perawat, apoteker,
tenaga kesehatan lainnya termasuk pasien dan keluarga pasien. Bentuk laporan
awal dapat berupa penyampaian secara lisan atau tulisan kronologis temuan.
Monitoring / pelaporan medication error dilakukan untuk mencegah
terjadinya kesalahan pengobatan yang dapat menimbulkan keberbahayaan pada
pasien dengan jenis insiden :
1) Sentinel
2) Kejadian tidak diharapkan
3) Kejadian tidak cedera
4) Kejadian nyaris cedera
5) Kejadian potensial cedera
Alur prosedur monitoring medication error dapat dilihat pada lampiran 13
dengan prosedur sebagai berikut:
1) Pelaksanaan kegiatan monitoring oleh tenaga kesehatan terhadap timbulnya
kejadian medication error pada pasien dari seluruh tahapan proses pelayanan
obat.
2) Pelaksanaan kegiatan penerimaan laporan kejadian medication error dari
dokter, perawat, Apoteker, pasien, keluarga pasien atau dari petugas lainnya.
3) Pelaksanaan kegiatan komunikasi/ interview oleh tim monitoring medication
error yang terdiri dri dokter DPJP, perawat ruangan, Apoteker ruangan. Untuk
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
58
pendalaman observasi data temuan medication error. Observasi dilakukan
kepada pasien atau keluarga pasien saat kunjungan ke pasien (visite) untuk
mendapatkan informasi lengkap kejadian medication error.
4) Pelaksanaan kegiatan pencatatan temuan kejadian medication error dalam
formulir pelaporan oleh tim monitoring. Formulir medication error dapat
dilihat pada lampiran.
5) Pelaksanaan kegiatan analisa (assesment) terhadap hasil interview maupun
laporan medication error dari semua sumber dengan analisa akar masalah
pada tahapan (a) peresepan, (b) penyalinan resep, (c) penyiapan obat, (d)
pengiriman obat, (e) pemberian obat, (f) penyimpanan obat, dan (g)
pemantauan obat
6) Pelaksanaan identifikasi error oleh tim monitoring medication error pada
tahap peresepan dengan melakukan identifikasi pada
a)
Adanya penulisan resep tidak terbaca dengan jelas
b) Adanya penulisa resep tidak lengkap secara administratif
c)
Adanya kesalahan dalam menulis (1) nama obat, (2) dosis obat, (3)
aturan pakai, (4) rute pemberian dan (5) nama pasien.
7) Pelaksanaan identifikasi error oleh tim monitoring medication error pada
tahap penyalinan/pembacaan resep dengan melakukan identifikasi pada
a) Adanya kesalahan membaca resep
b) Adanya kesalahan interprestasi resep
c) Adanya kesalahan menyalin (copy) resep yaitu kesalahan dalam menulis
(1) nama obat, (2) dosis obat, (3) aturan pakai, (4) rute pemberian, (5)
nama pasien, dan (6) instruksi pembuatan resep.
8) Pelaksanaan identifikasi error oleh tim monitoring medication error pada
tahap penyiapan dengan melakukan identifikasi pada:
a) Adanya kesalahan menyiapkan obat
b) Adanya kesalahan perhitungan dosis obat (1) high dose (2) under dose
c) Adanya kesalahan pembuatan etiket obat
d) Adanya kesalahan pelarutan obat (obat injeksi) baik volume maupun
jenis pelarut spesifik
e) Adanya kesalahan pencatatan identitas pasien
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
59
9) Pelaksanaan identifikasi error oleh tim monitoring medication error pada
tahap pemberian obat dengan melakukan identifikasi pada:
a)
Kesalahan obat
b) Kesalahan dosis obat (1) high dose (2) under dose
c)
Kesalahan aturan pakai (1) frekuensi pemberian terlalu cepat (2) tidak
mendapatkan obat
d) Kesalahan rute pemberian
e)
Salah pasien
10) Pelaksanaan identifikasi error oleh tim monitoring medication error pada
tahap penyimpanan obat dengan melakukan identifikasi pada
a) Adanya kesalahan peletakan obat tidak pada tempat seharusnya
b) Adanya kesalahan pada sistem penyimpanan (1) tidak dijalankannya
sistem FIFO, (2) tidak dijalankannya sistem FEFO, dan (3) tidak
dijalankannya sistem LASA
c) Adanya kesalahan dalam pemantauan penyimpanan (1) monitoring
pemantauan tempat fasilitas tidak pernah dilakukan (2) pengecekan
jumlah stok tidak pernah dilakukan
11) Penyusunan laporan temuan oleh kepala satuan kerja tempat kejadian
medication error
a) Kejadian medication error kategori I dan II dibuat tabulasi data
kuantitatif dan dilaporkan setiap bulan dengan analisa dan rencana tindak
lanjut.
b) Kejadian medication error kategori III, IV dan V dibuat segera dalam
waktu 48 jam dengan formulir KMKP.
12) Penyampaian laporan oleh kepala satuan kerja
a) Laporan kejadian medication error kategori I dan II dilaporkan secara
berkala setiap bulan oleh kepala satuan kerja dalam Komite Mutu dan
Keselamatan Pasien (KMKP) dalam bentuk rekap laporan setiap bulan.
b) Laporan kejadian medication error oleh kepala satuan kerja dengan
grading III, IV dan V kepada Komite Mutu dan Keselamatan Pasien
(KMKP) dalam waktu 48 jam untuk tindakan pencegaha hal serupa.
13) Pelaksanaan tindak lanjut kejadian
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
60
a) Pembentukan tim leader oleh KMKP untuk perumusan analisa akar
masalah dan penyusunan rekomendasi dan pengatasan kejadian
medication error grading III, IV dan V anggota tim dari seluruh satuan
kerja.
b) Pelaksanaan kerja tim leader dalam perumusan analisa akar masalah dan
penyusunan rekomendasi dan pengatasan kejadian dalam masa 30 hari
kerja.
c) Penyusunan laporan oleh tim leader.
d) Penyampaian laporan tim leader kepada direktur utama RSUP Fatmawati
14)
Pelaksanaan tindak lanjut kejadian oleh direksi secara manajemen dalam
pengatasan dan pencegahan medication error
c. Troli emergency
Perbekalan farmasi emergency meliputi obat-obat yang terdaftar sebagai
obat emergency dan alat kesehatan yang tergolong emergency di RSUP
Fatmawati. Daftar perbekalan farmasi emergency sesuai yang terdapat dalam
formulir baku obat dan alkes emergency atau sesuai dengan kebutuhan ruang
perawatan terkait.
Penyimpanan perbekalan farmasi emergency dilakukan di lemari / troli
emergency. Jumlah stok dalam troli emergency adalah stok baku. Perbekalan
farmasi emergency hanya digunakan pada kondisi emergency. Pencatatan
penggunaan dilakukan oleh perawat ruangan yang menggunakan ke dalam kartu
stok. Pengelolaan pengecekan / monitoring jumlah sediaan stok perbekalan
farmasi emergency di troli emergency dilakukan oleh petugas farmasi.
Pengecekan dilakukan setiap hari sesuai jadwal petugas depo farmasi, dengan
mencocokkan obat dan alat kesehatan dalam troli emergency dengan jumlah stok
bakunya. Apabila ditemukan obat rusak atau kadaluarsa, segera dilakukan
penggantian dari depo farmasi sesuai jumlah obat yang rusak atau kadaluarsa dan
dibuatkan laporannya. Apabila terjadi ketidakcocokan jumlah obat, petugas
farmasi bersama perawa menelusuri / melihat pasien yang menggunakan obat dan
alat kesehatan tersebut serta memintakan resepnya kepada dokter terkait.
Pemasangan kunci segel oleh petugas farmasi pada troli emergency yang telah
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
61
digunakan dan telah dilakukan penggantian perbekalan farmasi sesuai dengan stok
bakunya.
3.3.3.1 Depo Farmasi Instalasi Rawat Jalan (IRJ) 1 (Rumah Sakit Umum Pusat
Fatmawati, 2012)
Depo farmasi IRJ 1 berada di bawah tanggung jawab seorang apoteker
yang dibantu oleh asisten apoteker, juru resep dan petugas administrasi. Depo
farmasi IRJ adalah depo farmasi yang khusus melayani semua pasien rawat
jalan dengan jaminan JKN, Jamkesda dan tunai.
a. Pengadaan dan Penyimpanan Perbekalan Farmasi
Pengadaan obat dilakukan setiap hari langsung dari Gudang Induk
Farmasi menggunakan formulir permintaan barang melalui komputer secara
online. Jenis perbekalan farmasi (obat dan alat kesehatan) disimpan pada tempat
yang terpisah, sesuai dengan pengelompokannya yaitu bentuk sediaan serta
jenisnya dan dan disusun secara alfabetis. Obat-obat fast moving diletakkan
terpisah di meja. Penyimpanan barang menggunakan sistem FIFO (Fist In First
Out) berdasarkan waktu kedatangan dan FEFO (First Expired First Out)
berdasarkan waktu kadaluarsa. Penyimpanan obat juga memperlihatkan LASA
(Look Alike Sound Alike) untuk “Patient Safety”. Perbekalan farmasi yang
bentuknya mirip dan nama / pengucapannya mirip tidak diletakkan berdekatan
walaupun terletak pada kelompok abjad yang sama, diselingi dengan minimal 2
obat non kategori LASA diantara atau ditengahnya dan pada rak / tempat obat dan
diberikan stiker LASA.
Obat narkotika dan psikotropika disimpan dalam lemari tersendiri dan
terkunci ganda (double lock). Kondisi kunci kedua pintu dapat berfungsi dengan
baik dan dalam kondisi terkunci guna pembatasan akses pengambilan obat.
Lemari tersebut terpasang menempel pada dinding sehingga tidak dapat
dipindahkan kecuali dengan membongkarnya. Pada jam kerja, kunci lemari
penyimpanan narkotika dan psikotropika dibawah tanggung jawab Penyelia
Instalasi Farmasi, sedangkan diluar jam kerja kunci lemari penyimpanan
narkotika dan psikotropika diserahterimakan dengan petugas penanggung jawab
pada shieft jaga berikutnya. Serah terima kunci dilakukan pencatatan dalam buku
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
62
serah terima kunci. Lemari tersebut juga dilengkapi kartu stok. Pelaksanaan
pengaturan penyimpanan obat narkotika dan psikotropika oleh petugas farmasi
dengan berpedoman pada ketentuan dan persyaratan sebagai berikut:
1) Menurut bentuk sediaan dan jenisnya
2) Menurut suhu dan kestabilan sediaan:
a) Obat disimpan dalam suhu kamar yaitu suhu 15-25oC
b) Obat disimpan dalam suhu dingin yaitu suhu 2-8oC
3) Menurut sifatnya mudah/tidak terbakar
4) Menurut ketahanan terhadap cahaya / tidak
Pencatatan penggunaan obat nakotika dan psikotropika oleh petugas
farmasi sesuai unit pelayanan. Depo farmasi dengan mencatat setiap pengambilan
obat-obat tersebut hanya dengan resep dokter untuk terapi pasien. Pencatatan
dilakukan dengan:
1) Tanggal pengambilan
2) Mencatat nama pasien yang menggunakan
3) Jumlah yang digunakan
4) Jumlah stok awal
5) Jumlah stok akhir
6) Petugas yang mengambil
7) Pemberian tanda dengan bolpoin warna merah pada lembar resep
8) Pengarsipan resep narkotika dan psikotropika
Penempatan perbekalan farmasi yang mudah pecah di rak yang kondisinya
masih layak pakai, disusun dengan rapi sehingga tidak ada kemungkinan jatuh
karena tersenggol dan diberikan tanda peringatan “Awas Hati-Hati Perbekalan
Farmasi Mudah Pecah”. Penempatan perbekalan farmasi mudah pecah atau masih
dalam keadaan besar tidak boleh pada posisi rak yang tinggi untuk mencegah
risiko jatuh menimpa petugas. Penempatan perbekalan farmasi dalam kemasan
besar yang berat diletakkan di lantai menggunakan alas pallet untuk menghindari
kelembaban. Kelembaban dipantau dengan menggunakan alat thermohygrometer
atau pemantau kelembaban udara di ruang penyimpanan perbekalan farmasi
antara 68%-95%. Penyimpanan obat tidak boleh terkena cahaya matahari
langsung. Tempat penyimpanan juga harus mempunyai ventilasi yang cukup
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
63
untuk pertukaran udara di ruangan penyimpanan.
IRJ 1 juga menyediakan obat TBC dan HIV. Untuk obat HIV terdapat
penyiapan paket-paket obat HIV yaitu neviral dengan duviral, duviral dengan
efavirenz, neviral dengan coviro-LS, dan duviral dengan tenofovir dan efavirenz.
Untuk mengambil obat tersebut, pasien HIV/AIDS harus mempunyai nomor
registrasi masing-masing yang diterbitkan oleh klinik Wijaya Kusuma. Khusus
untuk pasien HIV/AIDS baru, diberikan konseling. Pasien dapat mengambil obat
HIV per bulan, dan jika pasien ingin mengambil lebih awal hanya bisa dilakukan
minimal 1 minggu sebelum tanggal pengambilan ditetapkan. Setiap sebulan sekali
pemakaian semua obat HIV di rekapitulasi dan dikirimkan ke Suku Dinas
Kesehatan Jakarta dan Kementerian Kesehatan.
Penyelia Instalasi Farmasi memonitoring jumlah stok pesediaan selama
proses penyimpanan, yaitu dengan melakukan pengecekan kesesuaian jumlah
fisik sediaan dengan jumlah stok obat narkotik dan psikotropik dalam SIRS
(Sistem Informasi Rumah Sakit) dan kartu stok setiap hari. Bila ditemukan
adanya ketidaksesuaian jumlah fisik dan pencatatan SIRS atau dengan kartu stok,
maka dilakukan klarifikasi dengan pihak-pihak terkait hingga didapat
penyelesaian masalah secara benar.
b. Peresepan dan catatan pengobatan pasien
Prosedur penulisan resep dan catatan pengobatan pasien instalasi rawat
jalan (IRJ) adalah tata cara urutan proses kegiatan penulisan resep dan pencatatn
obat secara benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara administratif,
farmasetis dan klinis untuk pasien rawat jalan. Adapun prosedur peresepan dan
catatan pengobatan pasien IRJ adalah sebagai berikut lampiran 14.
Penyiapan dokumen dan perlengakapan untuk penulisan resep perbaikan
famasi oleh petugas rawat jalan
1) Penulisan resep oleh dokter penanggung jawab (DPJP) atau oleh dokter yang
representatif DPJP dengan menulis lembar resep dengan aturan:
a) Penulisan resep secara lengkap, jelas, dan mudah terbaca. Apabila resep
tidak jelas terbaca, kurang lengkap maka akan dilakukan klarifikasi pada
dokter penulis resep hingga didapat kejelasan informasi dalam resep
dokter.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
64
b) Pilihan diutamakan dengan obat generik. Nama paten obat ditulis apabila
sediaan obat belum tersedia sediaan generiknya.
c) Tidak boleh menulis dengan singkatan (akronim) yang tidak terstandar
terkait dengan nama obat, alat kesehatan, pasien dan dokter. Tidak boleh
menulis akronim seperti: < ; > ; ± ; ↑ ; ↓ ; ↕ ; → ; ←. Seluruh singkatan
yang digunakan dalam penulisan sesuai dengan standar penulisan
singkatan baku di RSUP Fatmawati.
d) Pada kondisi emergency (gawat darurat) dan obat tidak tersedia di paket
emergency baik dalam lemari emergency maupun emergency kit, maka
order dapat dilakukan melalui telepon sesuai dengan protap.
e) Obat kategori LASA maka jika disorder secara verbal (melalui telepon)
maka harus dilakukan spelling (pengejaan kata) sesuai dengan protap.
f) Untuk aturan pakai resep obat tidak boleh ditulis “usus cognitus” (tahu
aturan pakainya), iterasi (ulangan) untuk obat narkotika, mihi (m.i. = ipsi
= untuk dipakai sendiri). Instruksi khusus dapat ditulis dalam resep yaitu
pada kolom intruksi khusus antara lain, cito dispencantur, iter, no
repetatur, signa pro renata.
g) Resep harus ditulis dan tidak boleh “diorder” melalui telepon terhadap
obat narkotika, obat psikotropika, obat kemoterapi, dan obat high alert.
Menulis dengan lengkap untuk aspek administratif, farmasetis dan klinis.
h) Jika dosis obat dalam resep melebihi dosis maksimal, maka diberikan
tanda seru dan paraf dokter penulis resep pada obat tersebut. Untuk resep
yang membutuhkan perhitungan dosis individual berdasarkan berat badan
(BB) maka apabila belum disebutkan jumlah dosis secara implisit dalam
resep, maka apoteker dapat menghitung dosis yang dimaksudkan dengan
menggunakan rumus dosis obat berdasarkan berat badan.
i) Pengisian riwayat alergi
j) Obat narkotika harus ditulis pada resep tersendiri: menyertakan alamat
pasien dan aturan pakai (signa) yang jelas
2) Pencatatan dan pendokumentasian oleh dokter (DPJP atau dokter tim terapi)
terhadap peresepan obat / alkes pada rekam medis yaitu dalam formulir
pencatatan dan pemantauan penggunaan obat pasien dengan mencatat data
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
65
pasien, nama obat, dosis, frekuensi, rute pemberian, informasi, tanggal mulai
dan stop.
3) Pengiriman lembar resep pasien ke depo farmasi oleh pasien atau keluarga
pasien sebagai dokumen permintaan obat pasien.
4) Pelaksanaan pelayanan obat secara individual prescribing oleh petugas depo
farmasi.
5) Pembuatan billing pasien ntuk permintaan obat/alkes yang telah dilayani oleh
petugas depo farmasi.
6) Penyerahan obat kepada pasien oleh petugas farmasi.
7) Pelaksanaan pendokumentasian kegiatan oleh petugas depo farmasi.
c. Penyerahan obat
Penyerahan obat dari farmasi ke pasien dilakukan pada pelayanan obat
untuk pasien rawat jalan dengan menggunakan prosedur penyerahan obat pasien
rawat jalan. Kegiatan ini dilakukan oleh tenaga kefarmasian yang memenuhi
kriteria yang dipersyaratkan. Kegiatan Harga, Etiket, Timbang, Isi, dan
Penyerahan (HETIP) yang dilakukan di Instalasi Rawat Jalan dilakukan oleh
petugas yang berbeda-beda. Hal ini bertujuan untuk meminimalisasi kesalahan
penyerahan obat dan apabila terjadi kesalahan dapat ditelusuri dan diatasi dengan
segera karena adanya double check oleh petugas yang berbeda.
Rawat Jalan menerapkan sistem distribusi obat rawat jalan secara
individual
prescription.
Prosedur
penyiapan
obat
rawat
jalan
secara
individual prescription merupakan tata cara dan urutan proses kegiatan
menyiapkan obat pasien rawat jalan berdasarkan resep pasien yang dibuat
oleh dokter penanggung jawab pasien (DPJP). Jumlah obat diberikan seluruhnya
sesuai yang tertera dalam resep yang telah melalui kajian peresepan
oleh
Apoteker. Tujuan prosedur penyiapan obat rawat jalan secara individual
prescription adalah agar :
1) Tersedianya prosedur dalam menyiapkan obat secara resep individual.
2) Tercapainya jaminan kebenaran dan keamanan dalam proses dispensing
obat pada pasien rawat jalan.
3) Tercapainya
peningkatan efisiensi, efektivitas, dan keamanan dalam
penggunaan obat.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
66
Adapun prosedur
distribusi
obat
rawat
jalan
secara
individual
prescription adalah sebagai berikut lampiran 15.
1) Masuknya resep ke bagian penerimaan resep (bagian sortir). Pada bagian ini
petugas depo farmasi IRJ akan memeriksa kelengkapan berkas yang menjadi
persyaratan yang harus dibawa oleh pasien.
2) Pelaksanaan skrining resep untuk menilai kesesuaian penulisan resep.
3) Pelaksanaan pelayanan obat pasien yang telah memenuhi persyaratan
pada skrining resep.
4) Pemeriksaan berkas kelengkapan resep untuk pasien jaminan. (BPJS dan
Jamkesda).
5) Pembuatan billing transaksi untuk resep yang telah memenuhi persyaratan
dari skrining dan kajian peresepan obat dan peng-input-an data resep ke
komputer.
6) Pembayaran
resep
berdasarkan
billing
resep
untuk
pasien
tunai.
Pembayaran dilakukan di kasir RSUP Fatmawati.
7) Pengambilan nomor obat oleh pasien dimana nomor sama dengan nomor
yang ada pada resep.
8) Pembuatan etiket obat dengan pemilihan etiket :
a) Etiket warna putih untuk penggunaan melalui enteral (oral / sublingual /
dan lain - lain).
b) Etiket warna biru untuk penggunaan melalui parenteral dan topikal.
9) Pembuatan etiket obat dengan mencantumkan nomor rekam medik,
nama pasien, nama obat, dosis obat, waktu dan frekuensi pemberian, rute
pemberian, dan tanggal kadarluarsa.
10) Pelaksanaan pembuatan copy resep untuk obat yang tidak jadi dibeli pasien
atau obat yang tidak terlayani oleh depo farmasi.
11) Dispensing obat:
a) Pengisian obat jadi dalam kemasan obat
b) Apabila obat racikan maka dilakukan: menghitung dosis kebutuhan,
menghitung obat yang diperlukan (bila dalam bentuk khusus), meracik
obat yang diperlukan, bila resep diminta obat racikan.
12) Pengecekan obat: benar pasien, benar obat (nama obat), benar dosis, benar
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
67
waktu dan frekuensi, benar rute pemberian
13) Pengecekan obat tentang kebenaran obat yang sudah disiapkan dengan
klarifikasi 7 benar, yaitu benar obat, benar dosis, benar waktu dan frekuensi
pemberian, benar rute pemberian, benar pasien, benar informasi, dan benar
dokumentasi.
14) Pelaksanaan penyerahan obat yang sudah disiapkan kepada pasien.
Pelaksanaan penyerahan obat kepada pasien rawat jalan dilakukan oleh
Tenaga Kefarmasian dengan kriteria:
a) Apoteker yang telah memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA)
b) Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK) yang telah mendapatkan Surat
Tanda Registrasi Tenaga Teknis Kefarmasian (STRTTK).
c) Terdaftar sebagai tenaga kefarmasian di RSUP Fatmawati
d) Selesai mengikuti masa orientasi.
15) Pemanggilan nama pasien rawat jalan melalui pengeras suara untuk
menuju loket pengambilan obat.
16) Pelaksanaan konseling obat apabila pasien membutuhkan penjelasan lebih
lanjut.
17) Pencatatan data penerima pada kolom penerimaan di resep obat yaitu nama
penerima, tanda tangan penerima, alamat penerima, nomor telepon pasien
atau penerima obat yang bisa dihubungi.
18) Pendokumentasian resep dan bukti print out dalam file sesuai dengan status
pembiayaan pasien.
d. Pelaporan
Laporan - laporan yang dibuat oleh depo instalasi Rawat Jalan yaitu:
1) Laporan penggunaan obat narkotika dan psikotropika.
2) Laporan penulisan obat generik dan non generik.
3) Laporan pemakaian obat HIV/AIDS
4) Laporan analisa penjualan.
5) Laporan jumlah lembar dan jumlah resep.
6) Laporan barang rusak dan kadaluarsa.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
68
3.3.3.2 Depo Farmasi Instalasi Rawat Jalan (IRJ) 2 (Rumah Sakit Umum Pusat
Fatmawati, 2012)
Depo IRJ 2 adalah depo farmasi yang khusus melayani semua pasien
rawat jalan peserta JKN. Depo Farmasi IRJ 2 dibawahi oleh apoteker, asisten
apoteker, juru resep dan petugas administrasi. Persyaratan - persyaratan
yang
harus dipenuhi oleh pasien untuk mendapatkan pelayanan pengobatan pasien
Askes di Depo Farmasi IRJ 2 adalah:
1) Resep asli dan fotokopi resep 1 lembar.
2) SEP merah dan kuning (dari loket pendaftaran),
3) Surat rujukan asli dari Puskesmas dengan 2 lembar fotokopi surat rujukan
4) 1 lembar foto copy Kartu BPJS, KTP, dan Kartu Keluarga
Dalam melayani pasien, Depo farmasi IRJ 2 mengacu pada pedomanpedoman yang disesuaikan dengan status pasien yakni Formularium Nasional
(Fornas) dan Formularium Rumah Sakit.
a. Pengadaan dan Penyimpanan Perbekalan Farmasi
Sama halnya seperti depo farmasi IRJ 1, pengadaan obat dilakukan setiap
hari langsung dari Gudang Induk Farmasi menggunakan formulir permintaan
barang melalui komputer secara online. Jenis perbekalan farmasi (obat dan alat
kesehatan)
disimpan
pada
tempat
yang
terpisah,
sesuai
dengan
pengelompokannya yaitu bentuk sediaan serta jenisnya dan dan disusun secara
alfabetis. Obat narkotika dan psikotropika disimpan dalam lemari tersendiri dan
terkunci (double lock). Kondisi kunci kedua pintu dapat berfungsi dengan baik
dan dalam kondisi terkunci guna pembatasan akses pengambilan obat. Lemari
tersebut terpasang menempel pada dinding sehingga tidak dapat dipindahkan
kecuali dengan membongkarnya. Pada jam kerja, kunci lemari penyimpanan
narkotika dan psikotropika dibawah tanggung jawab Penyelia Instalasi Farmasi,
sedangkan diluar jam kerja kunci lemari penyimpanan narkotika dan psikotropika
diserahterimakan dengan petugas penanggung jawab pada shieft jaga berikutnya.
Serah terima kunci dilakukan pencatatan dalam buku serah terima kunci. Lemari
tersebut juga dilengkapi kartu stok. Pelaksanaan pengaturan penyimpanan obat
narkotika dan psikotropika oleh petugas farmasi dengan berpedoman pada
ketentuan dan persyaratan SPO.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
69
b. Peresepan dan catatan pengobatan pasien
Prosedur peresepan dan catatan pengobatan pasien di depo farmasi IRJ 2
sama dengan di depo farmasi IRJ 2 terdapat pada lampiran 14.
c. Penyerahan obat
Penyerahan obat dari farmasi ke pasien juga dilakukan di depo farmasi
IRJ 2. Kegiatan ini dilakukan oleh tenaga kefarmasian yang memenuhi kriteria
yang dipersyaratkan. Kegiatan Harga, Etiket, Timbang, Isi, dan Penyerahan
(HETIP) yang dilakukan di IRJ 2 dilakukan oleh petugas yang berbeda-beda. Hal
ini bertujuan untuk meminimalisasi kesalahan penyerahan obat dan apabila terjadi
kesalahan dapat ditelusuri dan diatasi dengan segera karena adanya double check
oleh petugas yang berbeda.
Depo farmasi IRJ 2 juga menerapkan sistem distribusi obat rawat jalan
secara
individual prescription. Prosedur penyiapan obat secara individual
prescription merupakan tata cara dan urutan proses kegiatan menyiapkan
obat pasien rawat jalan berdasarkan resep pasien yang dibuat oleh dokter
penanggung jawab pasien (DPJP). Jumlah
obat diberikan seluruhnya sesuai
yang tertera dalam resep yang telah melalui kajian peresepan oleh Apoteker.
Adapun prosedur distribusi obat secara individual prescription di depo
IRJ 2 adalah sebagai berikut Lampiran 16.
1) Masuknya resep ke bagian penerimaan resep (bagian sortir). Pada bagian ini
petugas depo farmasi IRJ akan memeriksa kelengkapan berkas yang menjadi
persyaratan yang harus dibawa oleh pasien.
2) Pelaksanaan skrining resep untuk menilai kesesuaian penulisan resep.
3) Pelaksanaan pelayanan obat pasien yang telah memenuhi persyaratan
pada skrining resep.
4) Pemeriksaan berkas kelengkapan resep untuk pasien jaminan. (BPJS dan
Jamkesda)
5) Pembuatan billing transaksi untuk resep yang telah memenuhi persyaratan
dari skrining dan kajian peresepan obat dan peng-input-an data resep ke
komputer
6) Pembayaran
resep
berdasarkan
billing
resep
untuk
pasien
tunai.
Pembayaran dilakukan di kasir RSUP Fatmawati.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
70
7) Pengambilan nomor obat oleh pasien dimana nomor sama dengan nomor
yang ada pada resep.
8) Pembuatan etiket obat dengan pemilihan etiket:
9) Pembuatan etiket obat dengan mencantumkan nomor rekam medik, nama
pasien, nama obat, dosis obat, waktu dan frekuensi pemberian, rute
pemberian, dan tanggal kadarluarsa.
10) Pelaksanaan pembuatan copy resep untuk obat yang tidak jadi dibeli pasien
atau obat yang tidak terlayani oleh depo farmasi.
11) Dispensing obat.
12) Pengecekan obat: benar pasien, benar obat (nama obat), benar dosis, benar
waktu dan frekuensi, benar rute pemberian
13) Pengecekan obat tentang kebenaran obat yang sudah disiapkan dengan
klarifikasi 7 benar, yaitu benar obat, benar dosis, benar waktu dan frekuensi
pemberian, benar rute pemberian, benar pasien, benar informasi, dan benar
dokumentasi.
14) Pelaksanaan penyerahan obat yang sudah disiapkan kepada pasien.
Pelaksanaan penyerahan obat kepada pasien rawat jalan dilakukan oleh
Tenaga Kefarmasian dengan kriteria:
15) Pemanggilan nama pasien rawat jalan melalui pengeras suara untuk
menuju loket pengambilan obat.
16) Pelaksanaan konseling obat apabila pasien membutuhkan penjelasan lebih
lanjut.
17) Pencatatan data penerima pada kolom penerimaan di resep obat yaitu nama
penerima, tanda tangan penerima, alamat penerima, nomor telepon pasien
atau penerima obat yang bisa dihubungi.
18) Pendokumentasian resep dan bukti print out dalam file sesuai dengan status
pembiayaan pasien.
d. Pelaporan
Laporan - laporan yang dibuat oleh depo Askes (JKN), yaitu:
1) Laporan penggunaan obat narkotika dan psikotropika.
2) Laporan penulisan obat generik dan non generik.
3) Laporan analisa penjualan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
71
4) Laporan jumlah lembar dan jumlah resep.
5) Laporan barang rusak dan kadaluarsa.
3.3.3.3 Depo Farmasi Instalasi Gawat Darurat (IGD) dan Instalasi Rawat Intensif
(IRI) (Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati, 2012)
Instalasi Gawat Darurat merupakan salah satu pelayanan di Rumah Sakit
Umum Pusat Fatmawati yang melayani kegawatdaruratan medik selama 24 jam.
Depo IGD dan IRI buka 24 jam dengan 3 shift dan melayani pasien rawat
inap serta pasien rawat jalan dan Cath lab. Pasien rawat inap terdiri dari
pasien yang masuk ruang Intensive Care Unit (ICU), Neonatus Intensive
Care Unit (NICU), Pediatric Intensive Care Unit (PICU), Intensive Cardiac
Care Unit (ICCU), dan Intermediate Ward (IW). Sedangkan pasien rawat jalan
merupakan pasien yang masuk ruang IGD seperti ruang t r i a s e , resusitasi,
ruang P2, maupun poli IGD (RSUP Fatmawati, 2009). Alur pelayanan pasien
emergency Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati dapat dilihat pada lampiran 16.
IGD terdiri dari beberapa ruangan:
a. Ruang Triase
Merupakan ruang pemilahan pasien. Dalam ruang ini pasien diperiksa dan
dinilai keparahannya oleh dokter dan perawat, kemudian ditentukan akan masuk
ruang hijau, kuning atau merah untuk penanganan lebih lanjut.
b. Ruang hijau
Pasien yang masuk ruangan ini adalah pasien non gawat darurat dengan
kondisi tidak terlalu parah seperti dispepsia, vertigo, observasi fibris. Di ruang ini
terdapat poli-poli klinik, tidak terdapat paket dan trolley emergency.
c. Ruang P2 (Ruang kuning)
Merupakan ruangan untuk pasien-pasien dengan kondisi cukup buruk
namun tidak mengancam jiwa. Ruangan ini dibagi menjadi ruang bedah dan
ruang non bedah. Terdapat 1 trolley emergency dalam ruangan ini.
d. Ruang resusitasi (Ruang merah)
Pasien-pasien
yang masuk ruang ini merupakan pasien dengan
kondisi yang parah dan mengancam jiwa. Dalam ruang merah terdapat 1 trolley
emergency, dan paket resusitasi. Trolley emergency digunakan jika terjadi
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
72
kegawatdaruratan medik sehingga jika pasien butuh penanganan segera, perawat
tidak perlu berlari ke depo farmasi di IGD untuk mengambil obat maupun alat
kesehatan. Trolley emergency di cek 3 kali setiap hari tiap shift dan dilengkapi
jumlahnya sesuai dengan daftar yang ditetapkan oleh RSUP Fatmawati.
Depo IGD dan IRI memiliki 1 9 S D M dengan 1 apoteker , 14
asisten apoteker, 3 juru resep dan 1 petugas administrasi. Pelayanan farmasi di
depo IGD dan IRI setiap harinya dilakukan dalam 3 shift selama 24 jam sehingga
dapat selalu mengantisipasi kebutuhan pasien IGD yang kondisinya dapat
berubah-ubah setiap saat.
Kegiatan depo farmasi IGD dan IRI yaitu melakukan pelayanan farmasi
klinis dan pengelolaan perbekalan farmasi. Kegiatan farmasi klinik di IGD telah
berjalan dengan adanya seorang Apoteker klinis. Beberapa jenis pelayanan
farmasi klinik yang telah dilakukan, antara lain :
a.
Pengkajian Penggunaan Obat : dilakukan dengan cara menyesuaikan antara
obat yang diresepkan oleh dokter dengan rencana pengobatan dalam status
pasien dan pemberian obat oleh perawat yang tercatat dalam kardeks. Selain
itu dilakukan pula analisa kesesuaian obat dengan indikasi terapi, dosis obat,
aturan pakai dan waktu pemberian, rute pemberian, interaksi antar obat, dll.
b.
Monitoring Efek Samping Obat
c.
Pelayanan Informasi Obat: dilakukan pada saat penyerahan obat kepada
pasien yang akan pulang. Pemberian informasi obat pulang di IGD
diutamakan untuk pasien dengan penggunaan obat khusus dan berkelanjutan.
Pengelolaan perbekalan farmasi di depo IGD dan IRI meliputi
perencanaan, pengadaan, dan penerimaan, penyimpanan, distribusi perbekalan
farmasi dan pelaporan. Depo IGD dan IRI melakukan permintaan obat dan alat
kesehatan ke gudang farmasi setiap hari secara online. Penyimpanan perbekalan
farmasi di depo IGD telah diatur sesuai dengan persyaratan dan standar
kefarmasian.
Sistem distribusi obat dan perbekalan farmasi yang diberlakukan di depo
IGD dan IRI adalah sistem individual prescription untuk pasien rawat jalan dan
unit dose untuk pasien rawat inap.
Laporan - laporan yang disiapkan oleh Depo Farmasi IGD adalah sebagai
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
73
berikut:
a. Laporan daftar pelunasan yang dibuat harian.
b. Laporan pemakaian obat–obat narkotika yang dibuat setiap bulan.
c. Laporan penulisan resep obat generik dan non generik yang dibuat setiap
bulan.
d. Laporan analisa penjualan yang dibuat setiap bulan.
e. Laporan barang rusak dan expired yang dibuat setiap 3 bulan.
f. Laporan jumlah dan lembar resep setiap bulan.
3.3.3.4 Depo Farmasi Teratai (Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati, 2012)
Depo Farmasi Teratai berada di lantai pertama gedung teratai. Depo
Farmasi Teratai melayani pasien rawat inap dengan jumlah pasien kurang lebih
700 bed. Depo Farmasi Rawat Inap Teratai (Depo Farmasi Teratai) merupakan
depo farmasi yang menyediakan perbekalan bagi pasien rawat inap Gedung
Teratai, Gedung Prof. Soelarto, dan Gedung Anggrek.
Gedung Teratai terdiri dari enam lantai dengan rincian tiap lantai sebagai
berikut :
a. Lantai
pertama
yaitu
ruangan
kebidanan
(emergency
kebidanan,
contohnya pada kondisi pre eklampsia berat) dan high care unit di selatan
Teratai.
b. Lantai kedua yaitu ruangan perawatan khusus kebidanan dan high care unit
di selatan Teratai.
c. Lantai ketiga yaitu ruangan khusus pasien anak - anak (<18 tahun) dan
high care unit di selatan Teratai.
d. Lantai keempat yaitu ruangan pasien pasca bedah dan high care unit di
utara Teratai.
e. Lantai kelima yaitu ruangan pasien penyakit dalam (internis) dan high
care unit di selatan Teratai.
f. Lantai
keenam
yaitu
ruangan
untuk
pasien
penyakit
saraf
dan
kardiovaskular dan high care unit di selatan Teratai.
Gedung Prof. Soelarto terdiri dari 6 lantai, terletak antara diantara
Gedung Teratai dan Gedung Anggrek dengan perincian sebagai berikut:
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
74
a. Lantai pertama yaitu ruangan perawatan khusus orthopedic kelas 3.
b. Lantai kedua yaitu ruangan perawatan bedah umum.
c. Lantai ketiga yaitu ruangan khusus perawatan non bedah.
d. Lantai keempat yaitu ruangan pasien rehabilitasi medik kelas 1 dan 2.
e. Lantai kelima yaitu ruangan pasien VIP.
f. Lantai keenam yaitu ruangan pasien VIP dan High Care Unit.
Gedung Anggrek terbagi menjadi 4 unit, dengan perincian sebagai berikut:
a.
Ruangan VIP : Paviliun Catteliya.
b.
Ruangan Eksekutif : Paviliun Vanda, Paviliun Calante dan Paviliun Larat.
c.
Ruangan kelas I : Paviliun Bulan dan Paviliun Cordelia.
d.
Unit Stroke.
Setiap lantai atau unit ruangan memiliki petugas yang menjadi
penanggung jawab pelayanan. Depo ini memiliki jumlah sumber daya manusia
sebanyak 41 orang, dengan perincian Apoteker sebanyak 5 orang, tenaga teknis
kefarmasian sebanyak 22 orang, petugas perincian (billing) sebanyak 8 orang, dan
juru resep sebanyak 6 orang. Kegiatan yang dilakukan di Depo Farmasi Teratai
meliputi pengadaan obat, penerimaan obat, penyimpanan obat, penyiapan obat,
distribusi obat dan dokumentasi.
a.
Pengadaan obat
Sistem pengadaan obat dilakukan berdasarkan sistem satu pintu
dari Instalasi Farmasi. Setiap harinya depo rawat inap akan membuat
perincian kebutuhan ke gudang farmasi
yang diinput ke komputer
yang
online dengan Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIRS).
b.
Penerimaan
Pelaksanaan pemeriksaan penerimaan perbekalan farmasi yang dikirim
dari gudang farmasi oleh petugas depo farmasi dengan melakukan pemeriksaan
kecocokan perbekalan farmasi dengan dokumen print out bukti transfer dari
gudang farmasi.
c.
Penyimpanan obat
Perbekalan farmasi di depo rawat inap, disimpan terpisah berdasarkan
bentuk sediaan dan kestabilan yang disusun berdasarkan alfabetis dan sistem
FEFO (First Expired First Out) dan FIFO (First In First Out). Penyimpanan
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
75
obat high alert dilakukan secara khusus dalam lemari penyimpanan obat obat
yang bertanda khusus (stiker high alert) dan ditempel stiker high alert pada setiap
kemasan. Penyimpanan narkotika dan psikotropika di instalasi farmasi secara
teratur di lemari khusus narkotika dan lemari khusus psikotropika, terkunci dan
sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan. Dicatat jumlah penerimaan obat
dan penggunaannya dalam kartu stok. Obat LASA (Look Alike Sound Alike)
penyusunannya diberi jarak 2 box antar obat LASA dan diberikan stiker
LASA.
d.
Distribusi obat
Sistem distribusi yang diterapkan di depo farmasi rawat inap beragam,
diantaranya yaitu sistem distribusi Unit Dose Dispensing (UDD), sistem distribusi
resep individual, dan sistem paket.
1) Distribusi unit dose adalah penyampaian obat kepada pasien sesuai
permintaan dokter berupa kemasan unit tunggal untuk sekali pakai dan obat
disiapkan untuk pemakaian selama 24 jam.
2) Distribusi resep individual adalah penyampaian obat oleh IFRS meliputi
penyiapan etiket sesuai dengan identitas pasien dan sesuai dengan signa yang
tertera pada resep yang ditujukan bagi pasien tersebut.
3) Sistem distribusi floor stock
Pada sistem distribusi floor stock, kelompok obat dan alat kesehatan tertentu
disimpan di ruang perawatan untuk digunakan oleh seluruh pasien. Obat yang
termasuk dalam kelompok ini adalah obat penggunaan umum yang terdiri
dari obat yang tertera dalam daftar yang telah ditetapkan oleh TFT dan IFRS
yang tersedia di unit perawat. Sistem distribusi floor stock juga diterapkan
pada penggunaan obat dan alat kesehatan yang ada di dalam lemari/ troli
emergency. Depo Teratai memiliki beberapa troli emergency yang berisi obat
dan alat kesehatan life saving. Lemari-lemari ini disediakan di ruang HCU
(High Care Unit) yang ada di setiap lantai gedung. Tiap troli emergency
berisi obat dan alat kesehatan dengan jumlah yang telah distandardisasi.
4) Sistem distribusi paket dilakukan khusus untuk pasien kebidanan yang terdiri
dari 8 paket yaitu Paket Kehamilan Ektopik Terganggu (KET), Paket
Ketuban Pecah Dini (KPD), Paket Hamil Kontraksi, Paket Partus Sectio,
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
76
Paket Abortus Curetage, Paket Haemorrhagic Post Partum (HPP), Paket
Preeklamsi Berat (PEB) dan Paket Partus Normal.
Pendistribusian perbekalan farmasi dengan sistem UDD dan Resep
Individual di depo farmasi dilakukan berdasarkan resep dokter dan hanya untuk
pelayanan pasien. Depo farmasi rawat inap hanya melayani resep pasien rawat
inap internal dari RSUP Fatmawati. Alur pendistribusian perbekalan farmasi ke
ruangan rawat inap dapat dilihat di Lampiran 18.
1) Peresepan
Penulisan resep dilakukan oleh dokter penanggung jawab pasien (DPJP)
atau oleh dokter yang mewakili DPJP di RSUP Fatmawati dalam lembar resep
dengan aturan dan SPO di RSUP Fatmawati dan dicatat di rekam medik pasien di
catatan pemberian dan pemantauan obat pasien.
2) Skrining resep
Pelaksanaan distribusi perbekalan farmasi dilakukan dengan pelaksanaan
pengkajian resep sesuai dengan SPO pengkajian resep dan dilakukan klarifikasi
resep apabila ada ketidaklengkapan data dalam resep. Skrining resep dilakukan
untuk mengetahui kesesuaian resep dengan persyaratan administratif, farmasetis
dan klinis.
Pengkajian/skrining resep oleh apoteker atau penyelia instalasi
farmasi untuk menilai kelengkapan resep.
3) Penyiapan Perbekalan Farmasi
Perbekalan Farmasi disiapkan sesuai dengan sistem distribusi yang
digunakan. Untuk pasien rawat inap pada umumnya menggunakan sistem UDD.
Pada sistem unit dose dispensing (UDD) obat disiapkan sejumlah dosis harian
yang dibutuhkan pasien selama menjalani rawat inap untuk pemakaian selama 24
jam berdasarkan daftar obat yang tertera pada formulir catatan pemberian dan
pemantauan obat pasien. Pada pasien pulang digunakan sistem resep individual,
obat disiapkan sesuai dengan kebutuhan resep dan pada pasien kebidanan
perbekalan farmasi disiapkan sesuai dengan paket pasien.
Obat-obat bawaan pasien (obat rekonsiliasi) yang digunakan selama terapi
di RSUP Fatmawati, diserahkan oleh perawat kepada petugas depo farmasi
dengan mencatat pada buku serah terima obat. Penyimpanan obat bawaan pasien
di depo farmasi oleh petugas depo farmasi di dalam box obat bawaan pasien. Obat
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
77
tersebut disiapkan bersama dengan obat lainnya di depo farmasi. Alur rekonsiliasi
obat dapat dilihat pada lampiran 19.
Untuk menghindari kesalahan dalam penggunaannya, pengenceran KCl
7.46% dan Natrium bicarbonat (Meylon 8.4%) dilakukan oleh petugas di depo
farmasi teratai. Penyiapan obat high alert yang akan dilarutkan harus sesuai
dengan 5 benar yaitu benar obat, benar dosis, benar rute pemberian, benar waktu
dan frekuensi pemberian. Pencampuran obat high alert dalam bentuk injeksi harus
dilakukan dengan metode aseptik (steril) untuk menjaga mutu dan kualitas produk
serta sebagai upaya menghindari kesalahan dalam penggunaannya. KCl 7.46%
injeksi harus diencerkan sebelum digunakan dengan perbandingan 1 ml KCl : 10
ml pelarut (WFI/ NaCl 0.9%). Konsentrasi maksimum KCl adalah 10 mEq/100
ml. Natrium bicarbonat (meylon vial 8.4%) injeksi harus diencerkan sebelum
digunakan. Untuk penggunaan bolus, Natrium bicarbonat diencerkan dengan
perbandingan 1 ml Na Bicarbonat : 1 ml pelarut WFI. Petugas memberikan label
obat high alert dan label identitas pada setiap infus yang berisi data tentang nama
pasien, nomor rekam medik, nama obat, dosis obat, pelarut dan volume pelarut,
rute pemberian, tanggal pembuatan dan tanggal kadaluarsa setelah pelarutan obat.
Alur pencampuran injeksi obat high alert di depo farmasi rawat inap dapat dilihat
pada lampiran 20.
Sebelum didistribusrikan ke ruangan perawatan pasien, petugas harus
melakukan pemeriksaan 5 benar yaitu benar pasien, benar obat, benar dosis, benar
cara pemberian dan benar waktu pemberian.
4) Serah terima perbekalan farmasi
Penyerahan perbekalan farmasi pasien dengan perawat adalah proses
penyerahan perbekalan farmasi yang akan digunakan untuk pengobatan rawat
inap oleh petugas farmasi dengan perawat ruangan. Seluruh obat pasien rawat
inap yang telah disiapkan dalam bentuk unit dose dispensing oleh petugas farmasi
dikirim ke ruanng perawatan pasien dan dilakukan serah terima dengan perawat
ruangan dengan menggunakan prosedur serah terima perbekalan farmasi dengan
perawat. Hal ini dilakukan untuk menjamin kebenaran dan keamanan perbekalan
farmasi. Penempatan obat oral dalam laci kereta obat secara terpisah untuk setiap
pasien dilakukan oleh petugas depo farmasi di depo farmasi. Penyiapan obat oral,
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
78
injeksi dan alat kesehatan yang telah disiapkan secara unit dose dispensing dicatat
dalam buku serah terima obat per ruangan oleh petugas depo farmasi. Pengiriman
kereta obat pada pukul 14.00-15.30 ke ruangan untuk diserah terimakan dari
asisten apoteker penanggung jawab ruangan kepada perawat di ruangan yang
bersangkutan dengan pengecekan yang meliputi 7 benar yaitu (a) benar obat, (b)
benar dosis, (c) benar aturan pakai dan waktu pemberian, (d) benar rute
pemberian, (e) benar pasien, (f) benar informasi dan (g) benar dokumentasi.
Pelaksanaan pengecekan kondisi perbekalan farmasi yang diterima oleh
perawat ruangan dengan memeriksa
a)
Jumlah perbekalan farmasi
b) Bentuk sediaan obat
c)
Jenis perbekalan farmasi
d) Tanggal expired date
Pelaksanaan penandatanganan serah terima perbekalan farmasi di buku
serah terima oleh perawat ruangan dengan melengkapi data:
a) Waktu (tanggal/bulan/tahun/jam)
b) Nama ruangan IRNA
c) Nama pemberi dan penerima
Alur Serah terima perbekalan farmasi dengan perawat dapat dilihat pada
lampiran 21.
e.
Dokumentasi
Pelaporan yang dikerjakan di depo farmasi rawat inap sama halnya
dengan depo-depo farmasi lainnya, di antaranya adalah:
1) Laporan daftar pelunasan yang dibuat harian.
2) Laporan pemakaian narkotika dan psikotropika yang dibuat setiap bulan.
3) Laporan penulisan resep obat generik dan non generik yang dibuat
setiap bulan.
4) Laporan analisa penjualan yang dibuat setiap bulan.
5) Laporan barang rusak dan expired yang dibuat setiap 3 bulan.
6) Laporan medication error
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
79
Farmasi Klinis RSUP Fatmawati
3.4
Dalam menunjang pelayanan kefarmasian di RSUP Fatmawati dilakukan
kegiatan farmasi klinis yang meliputi pengkajian penggunaan obat, visite,
monitoring efek samping, pelayanan informasi obat, edukasi farmasi dan
konseling (Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati, 2012).
3.4.1
Pengkajian Penggunaan Obat (Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati,
2012)
Menurut Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, pengkajian
penggunaan obat merupakan program evaluasi penggunaan obat yang
terstruktur dan berkesinambungan untuk menjamin obat-obat yang digunakan
sesuai indikasi, efektif, aman dan terjangkau oleh pasien. Tujuan pengkajian
penggunaan obat adalah :
1) Mendapatkan gambaran keadaan saat ini atas pola penggunaan obat
pada pelayanan kesehatan / dokter tertentu.
2) Membandingkan pola penggunaan obat pada pelayanan kesehatan/dokter
satu dengan yang lain.
3) Penilaian berkala atas penggunaan obat spesifik.
4) Menilai pengaruh intervensi atas pola penggunaan obat.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam melakukan pengkajian
penggunaan obat antara lain :
1) Indikator peresepan
2) Indikator pelayanan
3) Indikator fasilitas
Berdasarkan
Standar
Prosedur
Operasional
RSUP
Fatmawati,
pengkajian penggunaan obat adalah rangkaian proses analisa dan audit secara
retrospektif dan prospektif terhadap tatalaksana pengobatan pasien yang
menjalani pengobatan di RSUP Fatmawati. Tujuan dari pengkajian penggunaan
obat di RSUP Fatmawati adalah :
1) Tercapainya rasionalisasi penggunaan obat.
2) Terjaminnya kebenaran proses terapi pasien selama menjalani perawatan di
RSUP Fatmawati.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
80
3) Terwujudnya pencegahan kesalahan dalam pelayanan obat pasien.
4) Tersedianya standar prosedur operasional (SPO) tentang pengkajian.
penggunaan obat pasien di RSUP Fatmawati guna pengatasan terhadap adanya
Drug Related Problems (DRPs).
Seluruh penggunaan obat pada pasien di RSUP Fatmawati dilakukan
evaluasi dan pengkajian dengan menggunakan prosedur Pengkajian Penggunaan
Obat yang dilakukan oleh tenaga kefarmasian yang telah memenuhi standar
kualifikasi yang dipersyaratkan. Kegiatan pengkajian penggunaan obat dilakukan
dengan
menggunakan
Standar Prosedur Operasional
(SPO)
pengkajian
penggunaan obat yaitu dengan melakukan :
1) Analisa kesesuaian obat dengan indikasi terapi, dosis obat, aturan pakai dan
waktu pemberian, dan rute pemberian.
2) Potensial dan aktual efek samping obat (ESO).
3) Potensial dan aktual duplikasi terapi dengan membandingkan antara obat
yang akan digunakan saat ini dengan obat yang telah diberikan sebelumnya.
4) Respon alergi dan reaksi hipersensitifitas lainnya.
5) Interaksi antar obat dengan obat.
6) Interaksi obat dengan makanan.
7) Keberhasilan pengobatan dengan menilai fungsi ginjal pada obat nefrotoksik,
fungsi hepar untuk obat menginduksi hepatotoksik, tanda infeksi pada obat
antibiotik, keluhan nyeri untuk obat analgetik, koagulasi darah untuk obat
antikoagulan, terhadap kontraindikasi obat dengan kondisi pasien seperti
kontra indikasi obat untuk pasien hamil atau sedang masa menyusui.
8) Analisa terhadap biaya pengobatan pasien.
9)
Pelaksanaan kegiatan komunikasi dengan Dokter Penanggung Jawab Pasien
(DPJP) untuk konfirmasi bila ditemukan adanya masalah pada pengobatan
(drug related problems / DRPs)
10) Pelaksanaan kegiatan komunikasi dan klarifikasi untuk problem solving
dengan klarifikasi dan komunikasi verbal langsung dengan dokter DPJP.
Apabila terjadi hambatan jarak untuk komunikasi langsung maka dilakukan
degan komunikasi melalui telepon.
11) Pembuatan dan penyusunan saran rekomendasi pengatasan DRP’s dengan
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
81
menghentikan pengobatan, mengganti dengan obat yang lebih aman,
mengatur jadwal penggunaan, menurunkan dosis obat, atau monitoring obat
secara intensive.
12) Pelaksanaan penyusunan laporan hasil kajian oleh Apoteker pelaksana
dengan penyusunan laporan dan penentuan kesimpulan apakah rasional atau
tidak rasional.
3.4.2 Visite (Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati, 2012)
Visite pasien oleh apoteker adalah kunjungan rutin yang dilakukan
apoteker kepada pasien di ruang rawat dalam rangka mencapai hasil terapi
yang lebih baik. Aktivitas ini dapat dilakukan secara mandiri atau kolaborasi
secara aktif dengan tim dokter dan profesi kesehatan lainnya dalam proses
penetapan keputusan terkait terapi obat pasien. Praktek visite yang dilakukan
oleh apoteker bertujuan untuk :
a. Meningkatkan
pemahaman
mengenai
riwayat
pengobatan
pasien,
perkembangan kondisi klinik , dan rencana terapi secara komprehensif;
b. Memberikan informasi mengenai farmakologi, farmakokinetika, bentuk
sediaan obat, rejimen dosis, dan aspek lain terkait terapi obat pasien;
c. Memberikan rekomendasi sebelum keputusan
klinik ditetapkan dalam
pemilihan terapi, implementasi dan monitoring terapi;
d. Memberikan
rekomendasi
penyelesaian
masalah
terkait
penggunaan
obat akibat keputusan klinik yang sudah ditetapkan sebelumnya;
Di dalam melakukan pelayanan visite maka hal lain yang harus
dipertimbangkan adalah jumlah sumber daya manusia (apoteker). Terkait
keterbatasan jumlah apoteker, maka dilakukan pembatasan pasien yang
menerima pelayanan visite oleh apoteker. Beberapa kriteria pasien yang dapat
menerima pelayanan visite oleh apoteker adalah sebagai berikut :
a.
Pasien baru (dalam 24 jam pertama);
b.
Pasien dalam perawatan intensif;
c.
Pasien yang menerima ≥ 5 macam obat;
d.
Pasien yang mengalami penurunan fungsi organ terutama organ hati dan
ginjal;
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
82
e.
Pasien yang hasil pemeriksaan laboratoriumnya mencapai nilai kritis
(critical value), misalnya: ketidakseimbangan elektrolit, penurunan kadar
albumin. Nilai kritis pemeriksaan laboratorium dapat dilihat di lampiran 22.
f.
Pasien
yang
mendapatkan
obat
yang
mempunyai
indeks
terapi
sempit, berpotensi menimbulkan reaksi obat yang tidak diinginkan (ROTD)
yang fatal.
Setelah melakukan seleksi terhadap pasien yang akan mendapatkan
pelayanan
visite
maka
langkah
selanjutnya
yang
dilakukan
adalah
mengumpulkan informasi penggunaan obat. Informasi tersebut dapat diperoleh
dari rekam medik, wawancara dengan pasien / keluarga. Setelah informasi
didapatkan maka selanjutnya dilakukan pengkajian masalah terkait obat.
Pengkajian yang dilakukan yaitu pengkajian bagi pasien yang mendapatkan
obat yang memiliki risiko mengalami masalah terkait penggunaan obat
baik yang aktual (nyata terjadi) maupun yang potensial (mungkin terjadi).
3.4.3
Monitoring Efek Samping (Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati, 2012)
Setiap obat mempunyai kemungkinan untuk menyebabkan efek
samping. Pengertian efek samping menurut WHO adalah tiap respon terhadap
obat yang merugikan atau tidak diharapkan, yang terjadi pada dosis yang
digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi.
Efek samping tidak mungkin dihindari / dihilangkan sama sekali, tetapi dapat
ditekan atau dicegah seminimal mungkin dengan menghindari faktor - faktor
risiko. Masalah efek samping obat dalam klinik tidak dapat dikesampingkan
begitu saja oleh karena kemungkinan dampak negatif yang terjadi. Adanya
efek samping obat dapat meningkatkan morbiditas sehingga meningkatkan
penderitaan,
meningkatkan perawatan / perpanjangan masa perawatan, dan
dapat menyebabkan kematian. Alur pemantauan efek samping obat dapat dilihat
pada lampiran 23.
MESO dapat berguna bagi beberapa pihak, diantaranya bagi badan
pengawas obat, perusahaan obat, dan bagi akademis. Beberapa tujuan
diadakannya MESO diantaranya adalah :
1) Menemukan efek samping obat sedini mungkin, terutama yang berat,
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
83
tidak dikenal dan frekuensinya jarang
2) Menentukan frekuensi dan insiden efek samping obat baik yang sudah
dikenal dan yang baru saja ditemukan
3) Mengenal semua faktor yang mungkin dapat menimbulkan/mempengaruhi
timbulnya efek samping obat atau mempengaruhi angka kejadian efek
samping obat
4) Memberi umpan balik adanya interaksi pada petugas kesehatan
5) Membuat peraturan yang sesuai
6) Memberi peringatan pada umum bila dibutuhkan
7) Membuat data esensial yang tersedia sesuai sistem yang dipakai WHO
MESO dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu :
1) Laporan insidentil
Jenis laporan ini biasanya dikemukakan pada pertemuan di rumah sakit
atau laporan kasus di majalah.
2) Laporan sukarela
Biasa disebut dengan laporan spontan dan dikoordinir oleh pusat.
3) Laporan intensif di RS
Data
yang
diperoleh
untuk
laporan
ini
berasal
dari
data
yang
terkumpul kelompok tim di rumah sakit (dokter, perawat, ahli farmasi, dan
lain - lain). Data yang terkumpul selanjutnya dianalisa oleh tim.
4) Laporan wajib
Ada peraturan
yang mewajibkan setiap petugas kesehatan melaporkan
efek samping obat di tempat tugas / praktek sehari - hari.
5) Laporan catatan
3.4.4
Pelayanan Informasi Obat
RSUP Fatmawati telah melakukan pelayanan informasi obat yang
dilakukan oleh apoteker selama 24 jam atau on call. Berbagai bentuk kegiatan
pelayanan informasi obat seperti yang ada pada Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan
Farmasi telah dilakukan di RSUP Fatmawati. Pertanyaan-pertanyaan yang
diajukan meliputi pertanyaan yang berkaitan dengan identifikasi, stabilitas, harga,
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
84
efek samping, dosis, interaksi, kompatibilitas, ketersediaan, kontraindikasi,
farmakokinetik/farmakodinamik, toksisitas, cara pemakaian, cara penyimpanan,
cara pemberian, komposisi, indikasi, dan keracunan dari suatu obat, serta
pertanyaan lain-lain. Untuk dapat menjawab setiap pertanyaan dengan tepat, maka
dilakukan usaha penggalian informasi penanya mengenai identitas pasien, riwayat
penyakit pasien, riwayat pengobatan pasien, dan riwayat alergi/efek samping obat
yang pernah dialami pasien. Berbagai literatur telah digunakan di pelayanan
informasi obat RSUP Fatmawati, baik literatur primer, sekunder, maupun tersier.
Alur proses menjawab pertanyaan pada kegiatan pelayanan informasi obat di
RSUP Fatmawati dapat dilihat pada lampiran 24 (Rumah Sakit Umum Pusat
Fatmawati, 2012).
3.4.5
Konseling
Kegiatan konseling di RSUP Fatmawati berupa pemberian penjelasan dan
pemahaman kepada pasien mengenai pengobatan yang diperoleh oleh pasien
dengan tujuan dapat menimbulkan kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan
secara benar dan aman. Prosedur konseling obat adalah tata cara dalam
pemberian pemahaman kepada pasien tentang cara penggunaan obat yang
benar dan aman. Seluruh penyerahan obat kepada pasien, baik rawat inap
maupun rawat jalan harus dilengkapi dengan informasi yang memadai dan dapat
menjelaskan kepada pasien atau keluarga pasien tentang obat yang digunakan
sehingga dapat menghindari kesalahan dalam penggunaan obat. Pelaksanaan
kegiatan tersebut dilakukan dengan menggunakan prosedur konseling obat
(Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati, 2012).
Pelaksanaan konseling obat pada pasien rawat inap dilakukan oleh
apoteker pada pasien dengan kriteria (Menteri Kesehatan Republik Indonesia,
2010) :
1) Pasien dengan rujukan dokter untuk konsultasi obat dengan apoteker.
2) Pasien dengan keinginan sendiri untuk konsultasi obat dengan apoteker.
3) Pasien yang akan pulang. Apoteker mendapatkan informasi pasien yang
akan pulang dari perawat ruangan atau petugas depo farmasi rawat inap.
Pelaksanaan konseling obat pada pasien rawat inap dilakukan oleh
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
85
apoteker di ruang perawatan pasien. Pelaksanaan konseling obat pada
pasien rawat jalan dilakukan oleh apoteker berdasarkan kriteria pasien
tertentu diantaranya:
1) Pasien dengan rujukan dokter untuk konseling dengan apoteker.
2) Pasien dengan keinginan sendiri untuk konseling dengan apoteker.
3) Pasien dengan penggunaan obat khusus, seperti:
a) Pasien dengan pengobatan lebih dari 4 macam obat (poli farmasi).
b) Pasien dengan pengobatan kronis.
c) Pasien dengan riwayat alergi.
d) Pasien dengan penggunaan antibiotik tunggal maupun kombinasi.
e) Pasien dengan pengobatan khusus seperti pengobatan Kemoterapi,
pengobatan HIV / AIDS, pengobatan Tuberkulosis.
Pengisian data pasien dan data informasi obat dalam formulir konseling
dilakukan oleh apoteker secara lengkap dan benar. Pelaksanaan konsultasi obat
oleh apoteker dengan tahapan berikut:
1) Perkenalan.
2) Penilaian pemahaman pasien terhadap obatnya.
3 ) Pemberian penjelasan dan konsultasi obat secara lengkap.
Penjelasan obat meliputi indikasi obat, cara kerja obat, dosis penggunaan
obat, cara pemakaian obat yang benar, waktu
pemakaian obat, efek
samping obat yang mungkin terjadi, cara pemakaian obat yang benar,
interaksi antara obat dan makanan baik yang potensial maupun aktual, dan
informasi lain yang mendukung.
4) Pengujian pemahaman pasien atas informasi yang telah diberikan.
5) Penutup.
3.5
Peran Lintas Farmasi Terkait dalam Pelayanan Farmasi di RSUP
Fatmawati
3.5.1
KFT
Badan yang membantu pimpinan rumah sakit untuk menetapkan kebijakan
menyeluruh tentang pengelolaan dan penggunaan obat di RSUP Fatmawati
disebut Komite Farmasi dan Terapi (KFT). Manfaat KFT antara lain untuk
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
86
membangun hubungan kerja sama yang baik antara farmasi dan tenaga kesehatan
lainnya untuk menyusun formularium rumah sakit. Ketua KFT yaitu dokter,
sekretaris KFT berasal dari apoteker. Anggota KFT terdiri dari dokter, apoteker,
dan perawat (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010).
3.5.1.1 Tugas Komite Farmasi dan Terapi
Tugas Komite Farmasi dan Terapi di RSUP Fatmawati yaitu (Rumah Sakit
Umum Pusat Fatmawati, 2012):
a)
Monitoring dan evaluasi perencanaan obat dan alat kesehatan habis pakai
b) Monitoring dan evaluasi pencegahan obat dan alat kesehatan habis pakai
c)
Monitoring dan evaluasi ketersediaan obat dan alat kesehatan habis pakai
d) Mengendalikan pemakaian obat sesuai formularium
e)
Mengendalikan dan memonitor pembayaran pembelian obat dan alat
f)
Kesehatan habis pakai
3.5.1.2 Kegiatan Pokok Komite Farmasi Terapi RSUP Fatmawati
Kegiatan Pokok Komite Terapi RSUP Fatmawati adalah sebagai berikut
(Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati, 2012) :
a)
Revisi formularium.
b) Pembuatan Addendum Formularium, Standar Terapi dan Antibiotic
Guideline.
c)
Pengawasan, pengendalian, dan evaluasi.
d) Edukasi staf farmasi dan profesi lain.
e)
Monitoring efek samping obat.
f)
Rapat rutin.
g) Memberikan rekomendasi dalam pemilihan penggunaan obat dan alkes habis
pakai.
h) Menyusun formularium yang menjadi dasar dalam penggunaan obat dan
i)
alkes habis pakai di rumah sakit dan apabila perlu dapat diadakan perubahan
ecara berkala.
j)
Menyusun Antibiotic Guideline bersama-sama dengan Sub Komite
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
87
KFT bertugas untuk menyusun standar diagnosa dan terapi, formularium
RSUP Fatmawati, tata laksana obat, pengkajian penggunaan obat, dan monitoring
efek samping obat. RSUP Fatmawati telah menerbitkan formularium sebanyak 6
(enam) kali yaitu pada tahun 1990, 1995, 2003, 2007, 2010, dan tahun 2012.
Berdasarkan SK Direktur Utama RSUP Fatmawati tentang Pemberlakuan
Formularium RSUP Fatmawati Edisi VI tahun 2012, Formularium RSUP
Fatmawati disusun atas dasar masukan Satuan Medik Fungsional (SMF) melalui
KFT, dengan mengutamakan penggunaan Obat Generik. Formularium RSUP
Fatmawati digunakan sebagai acuan Instalasi Farmasi dalam perencanaan dan
pengadaan obat di RSUP Fatmawati, sehingga penatalaksanaan obat dapat
dilakukan secara efektif dan efisien. Penggunaan obat-obat yang tercantum dalam
Formularium RSUP Fatmawati merupakan tanggung jawab profesional dokter dan
apoteker dalam pengobatan kepada pasien. Apabila ada alasan rasional untuk
tidak menggunakan obat yang tidak tercantum dalam formularium, maka dapat
dimintakan izin kepada KFT dengan mengisi Formulir Permintaan Obat Non
Formularium.
3.5.2 Instalasi Sterilisasi dan Binatu (ISB) (Rumah Sakit Umum Pusat
Fatmawati, 2012)
Instalasi Sterilisasi dan Binatu (ISB) merupakan instalasi yang
bertanggung jawab atas proses sterilisasi alat-alat medik dan pencucian linen
rumah sakit. Adanya ISB di Rumah Sakit Fatmawati adalah sebagai upaya
pencegahan Health Care Associated Infections (HAIs) di rumah sakit. ISB RSUP
Fatmawati Dipimpin oleh seorang Kepala Instalasi yang merupakan Apoteker.
Kepala Instalasi dibantu oleh dua orang koordinator, yaitu koordinator sterilisasi
dan koordinator binatu. Koordinator sterilisasi membawahi dua orang penanggung
jawab, yaitu penanggung jawab dekontaminasi dan sterilisasi serta penanggung
jawab pengawasan mutu sterilisasi dan alkes habis pakai. Koordinator binatu
membawahi dua orang penanggung jawab, yaitu penanggung jawab binatu dan
penjahitan serta penanggung jawab pengawasan mutu dan distribusi linen.
Struktur organisasi ISB dapat dilihat pada lampiran 25.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
88
Instalasi Sterilisasi dan Binatu (ISB) terdiri dari dua bagian yaitu sterilisasi
dan binatu. Sterilisasi merupakan tempat dilaksanakannya proses sterilisasi alatalat medik dan alat lain. Sterilisasi bertanggung jawab atas penerimaan dan
pendistribusian semua alat / instrumen yang memerlukan kondisi steril. Binatu
merupakan tempat dilaksanakannya proses pencucian linen rumah sakit. Binatu
bertanggung jawab atas penerimaan dan pendistribusian semua linen yang
memerlukan kondisi bersih, terbebas dari noda/kotoran dan mikroorganisme
penyebab infeksi, kering, rapi, utuh, dan siap pakai.
Bagian sterilisasi terletak di lantai satu Instalasi Bedah Sentral, denah
ruangan dapat dilihat pada lampiran 26. Proses sterilisasi adalah langkah–langkah
dalam melakukan kegiatan sterilisasi baik instrumen logam, linen, kassa, dan
karet, untuk menghilangkan spora yang ada pada alat tersebut. Sterilisasi hanya
digunakan untuk alat-alat kritis yaitu alat medis yang masuk ke dalam jaringan
tubuh steril atau sistem pembuluh darah. Proses sterilisasi dimulai dari
dekontaminasi alat. Dekontaminasi adalah proses fisik atau kimia untuk
membersihkan benda-benda yang mungkin terkontaminasi oleh mikroba yang
berbahaya sehingga aman untuk proses selanjutnya. Proses dekontaminasi terdiri
dari perendaman, pencucian dan pembilasan. Perendaman dilakukan dengan air
biasa, air hangat, dan detergen enzimatik. Pencucian dilakukan dengan
menggunakan sikat untuk menghilangkan noda-noda yg menempel. Pembilasan
dilakukan dengan air mengalir. Proses dekontaminasi selain dilakukan secara
manual dapat juga dilakukan dengan menggunakan mesin Miele.
Proses selanjutnya adalah pengeringan dengan menggunakan handuk dan
kompresor. Alat yang sudah kering kemudian dikemas dengan menggunakan
linen, pouches, atau rigid container dan diberi indikator internal. Pouches
kemudian direkatkan dengan mesin perekat. Untuk kemasan linen dan rigid
container diberi indikator autoclave tape. Kemasan jadi diberi label aplikator yang
berisi no lot, no alat, waktu sterilisasi, dan tanggal kadaluarsa.
Alat yang sudah dikemas disusun pada troli sesuai dengan ketentuan,
sehingga dapat dapat menjangkau bagian yang paling sulit. Alat yang akan
disterilkan dicatat pada formulir, kemudian alat dimasukkan ke mesin sterilisasi.
Metode sterilisasi yang digunakan di ISB adalah Autoclave/panas basah untuk alat
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
89
yang tahan panas dan low temperature dengan menggunakan H2O2/plasma untuk
alat yang tidak tahan panas. Sterilisasi dengan Autoclave dilakukan pada suhu
134oC untuk bahan logam, linen dan kassa serta suhu 121oC untuk bahan karet.
Alat yang sudah disterilisasi disimpan sementara di gudang steril atau
didistribusikan ke ruangan masing-masing.
Binatu merupakan tempat dilaksanakannya proses pencucian linen rumah
sakit. Tujuan dilakukan pencucian :
1. Membersihkan linen dari kotoran dan noda.
2. Mengembalikan kecemarlangan warna linen.
3. Membunuh bakteri dan kuman pada linen.
4. Memperpanjang umur linen.
5. Menjaga sifat-sifat asli warna linen.
Pencucian
dimulai
dari
penerimaan
linen
kotor
dari
ruangan,
penimbangan, pemilahan, pencucian, pengeringan, pelicinan, pengemasan, dan
penyimpanan / pendistribusian. Linen yang diterima dari tiap-tiap rungan
ditimbang dan dicatat pada formulir penerimaan linen. Pemilahan linen dilakukan
berdasarkan kriteria :
1. Linen dari OK non infeksius dan infeksius.
2. Linen putih non infeksius dan infeksius.
3. Linen berwarna non infeksius dan infeksius.
4. Linen bayi non infeksius dan infeksius.
Area infeksius dan non infeksius dipisahkan dengan garis merah. Linen
yang sudah dipisahkan kemudian ditimbang kembali untuk disesuaikan dengan
kapasitas mesin cuci. Pencucian harus seimbang antara gaya mekanik, chemical,
teperatur, waktu pencucian, prosedur, kualitas air, jenis pengotor, dan jenis linen.
Chemical yang digunakan dalam proses pencucian antara lain emulsifier, alkali,
detergen, l-chloro bleach, oxygen bleach, neutralizer, softener, disinfektan.
Setelah proses pencucian selesai linen dikeringkan di mesin pengering.
Linen yang akan dikeringkan dipisahkan berdasarkan ketebalannnya untuk
mendapatkan hasil yang optimal. Linen sebaiknya jangan terlalu kering, karena
dapat menyebabkan hasil pelicinan kurang halus.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
90
Proses pelicinan adalah proses menghaluskan permukaan linen dengan
menggunakan plat panas. Metode pelicinan terdiri dari flatwork ironer dan
pressing machine. Linen yang telah dilicinkan kemudian dilipat dan dirapikan
untuk memudahkan dalam penyimpanan dan distribusinya. Linen selanjutnya di
simpan di ruang penyimpanan linen, untuk kemudian didistribusikan ke ruangan
masing-masing
3.6
Instalasi Sanitasi dan Pertamanan (ISP) RSUP Fatmawati (Rumah
Sakit Umum Pusat Fatmawati, 2012)
Instalasi Sanitasi dan Pertamanan (ISP) merupakan instalasi yang
bertanggung jawab terhadap program pengawasan kualitas air bersih, program
pengelolaan air limbah, program penanganan sampah, program pengawasan
penanganan makanan dan minuman di rumah sakit, program penyehatan tempat
pencucian linen rumah sakit, program pengendalian serangga, tikus dan binatang
pengganggu, program penyehatan lingkungan kerja, program disinfeksi dan
sterilisasi di rumah sakit, program perlindungan radiasi, dan program upaya
penyuluhan kesehatan lingkungan serta program pemeliharaan taman rumah sakit.
Limbah cair Di RSUP Fatmwati diolah secara sentralisasi. Secara teknis,
limbah cair dari seluruh bagian akan ditampung di bak penampungan (RSUP
Fatmawati saat ini memiliki 16 bak pengumpul limbah cair). Cairan yang
terkumpul akan dipompa masuk ke sistem pengolahan (proses floatasi). Setelah
dilakukan floatasi, globul–globul yang terbentuk diendapkan di bak sedimentasi
(untuk memisahkan partikel sampah dengan air sehingga diperoleh cairan yang
lebih bersih dari sebelumnya). Selanjutnya cairan tersebut dialirkan ke bak aerasi.
Pada tahap ini umumnya terjadi proses biologis untuk mengurangi bahan-bahan
organik oleh mikroorganisme yang tumbuh di dalamnya. Di dalam bak ini oksigen
dialirkan secara continue dengan tujuan agar proses biologis dalam menguraikan
bahan organik bisa berjalan lebih cepat. Tahap selanjutnya adalah klorinasi dalam
bak klorinasi. Tujuan klorinasi adalah untuk mendesinfeksi cairan yang telah
diperoleh dari hasil aerasi. Tahap terakhir dari pengolahan air limbah ini yaitu
penyaringan (filtrasi). Pada tahap ini digunakan pasir dan karbon sebagai media
filter. RSUP Fatmawati melakukan pemeriksaan kualitas air hasil olahan limbah
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
91
setiap hari. Dalam pemeriksaan tersebut, indikator mutu yang digunakan adalah
pH, suhu, Total Disolve Solid (TDS), Total Solve Solid (TSS), COD, DOD
kandungan zat organik dan amoniak.
Pengolahan limbah padat di RSUP Fatmawati tidak dilakukan sendiri
melainkan
bekerjasama
dengan
perusahaan
pengolah
limbah.
Prosedur
Penanganan Limbah Sitostatik dan Medis di Rumah Sakit Fatmawati adalah
sebagai berikut. Sampah medis di kumpulkan berdasarkan jenisnya yaitu: sampah
jarum suntik, sampah sitotoksik (kantong plastik warna ungu) dan sampah
infeksius (kantong plastik warna kuning). Sampah medis tersebut diangkut oleh
petugas kebersihan yang telah dilengkapi dengan alat pelindung diri (APD) yang
sesuai di masing-masing ruangan. Sampah dalam plastik yang sudah penuh
dikeluarkan dari tempat atau bak sampah kemudian ditutup kuat dan diganti
kembali bak sampah tersebut dengan plastik sesuai peruntukannya. Sampah yang
sudah diikat dimasukkan ke dalam sulo dorong (tempat sampah berukuran besar).
Sulo dorong yang berisi sampah medis tersebut diangkut atau di bawa ke TPS
(tempat pembuangan sampah) sesuai jenisnya oleh petugas cleaning service.
Penggunaan rute atau jalur pengangkutan sampah tidak boleh bersamaan dengan
rute pengiriman makanan pasien dan jam besuk keluarga pasien. Pengangkutan
sampah di ruangan dilakukan setiap hari sebanyak 2 kali sehari (pukul 06.0009.00 WIB dan 15.00-19.00 WIB). Pembuangan sampah medis dilakukan di TPS
sampah medis. Di dalam TPS sampah medis sudah disediakan BIN (tempat
sampah tertutup) berwarna kuning yang digunakan untuk menyimpan atau
menampung sampah medis, benda tajam dan sampah sitotoksik. Sampah
dimasukkan ke dalam BIN berwarna kuning oleh pembawa sampah (cleaning
service). BIN yang sudah diisi sampah medis ditutup kembali agar tidak ada
paparan dari sampah medis ke lingkungan sekitar dan di catat jumlah sampah
yang di buang ke TPS dalam formulir: “penerimaan sampah medis ruangan” yang
telah disediakan di TPS sampah medis oleh pembawa sampah tersebut.
Penyimpanan sampah medis di TPS tidak boleh lebih dari 24 jam pada musim
kemarau dan 48 jam pada musim hujan. Sampah medis dalam BIN tersebut
selanjutnya diangkut oleh perusahaan pengolah sampah untuk dibakar di
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
92
incenerator. Petugas pengangkut harus mencuci tangan setelah menyelesaikan
pekerjaan tersebut.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
BAB 4
PEMBAHASAN
Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati merupakan salah satu Instalasi di
dalam RSUP Fatmawati yang bertugas menyelenggarakan, mengkoordinasikan,
mengatur dan mengawasi seluruh kegiatan pelayanan farmasi serta melakukan
pembinaan teknis kefarmasian di rumah sakit. Instalasi Farmasi dipimpin oleh
seorang Apoteker yang bertanggung jawab kepada Direktur Medik dan
Keperawatan. Kegiatan kefarmasian di RSUP Fatmawati berorientasi kepada
kepentingan pasien yaitu dengan menyediakan, mengelola, dan mendistribusikan
sediaan farmasi, menyelenggarakan pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan
informasi obat serta kegiatan lain seperti pendidikan dan pelatihan.
Kepala Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati membawahi 3 Koordinator
yaitu Koordinator Penunjang dan Administrasi Umum, Koordinator Perbekalan
Farmasi, dan Koordinator Pelayanan Farmasi dimana Koordinator Penunjang dan
Administrasi Umum membawahi Tata Usaha dan Sistem Informasi, Koordinator
Perbekalan Farmasi membawahi Gudang Farmasi dan Produksi Farmasi, dan
Koordinator Pelayanan Farmasi membawahi Depo Rawat Jalan Askes, Depo
Rawat Jalan Non Askes, Depo Griya Husada, Depo IGD, Depo IBS, dan Depo
Teratai.
4.1
Penunjang dan Administrasi Umum
Tata Usaha Instalasi Farmasi melaksanakan kegiatan pencatatan,
pelaporan, dan pengarsipan secara rutin dalam perode bulanan dan tahunan
sehingga tercapai tertib administrasi perkantoran, pelaporan, dan penyimpanan
informasi secara berkesinambungan. Untuk melaksanakan tugasnya, Tata Usaha
mempunyai 2 penyelia yatu Penyelia Pencatatan dan Pelaporan serta Penyelia
Tata Usaha (TU) dan SDM Farmasi.
Laporan pemakaian obat narkotika dan psikotropika dibuat berdasarkan
data jumlah pemasukan dan pengeluaran obat-obat narkotika dan psikotropika di
Gudang Farmasi dan di seluruh depo-depo farmasi. Pengambilan data jumlah
pemasukan dan pengeluaran obat narkotika dilakukan setiap akhir bulan dan
untuk obat psikotropika dilakukan setiap akhir tahun. Pelaporan narkotika dan
93
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
94
psikotropika di RSUP Fatmawati masih menggunakan cara manual dan belum
menggunakan aplikasi SIPNAP (Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika)
yang dilakukan secara online. Hal ini dikarenakan keterbatasan akses internet di
IFRS dan juga karena sering terjadi keterlambatan pengiriman laporan
penggunaan narkotika dan psikotropika dari depo-depo farmasi. Pelaporan secara
manual ini tidak menyalahi aturan namun sebaiknya pelaporan Narkotika dan
Psikotropika dilakukan menggunakan aplikasi SIPNAP karena lebih memudahkan
pemerintah dalam merekapitulasi laporan Narkotika dan Psikotropika dari seluruh
Indonesia sehingga pemerintah dapat memiliki data penggunaan Narkotika dan
Psikotropika yang akurat, valid dan real time. Selain itu juga lebih memudahkan
Instalasi Farmasi karena tidak perlu lagi mengirimkan berkas ke Dinas Kesehatan
Jakarta Selatan.
4.2
Perbekalan Farmasi
Koordinator perbekalan farmasi membawahi penyelia gudang farmasi,
penyelia perencanaan, penyelia distribusi, penyelia produksi farmasi, penyelia
IBS, dan penyelia gudang farmasi teratai.
Di gudang farmasi RSUP Fatmawati terdapat 3 orang penyelia, yaitu
penyelia gudang farmasi, penyelia perencanaan perbekalan farmasi, dan penyelia
penerimaan dan distribusi. Kegiatan yang dilakukan di gudang farmasi RSUP
Fatmawati antara lain perencanaan dan pengadaan, penerimaan, penyimpanan,
pencatatan, pendistribusian, dan pelaporan perbekalan farmasi.
Perencanaan yang dibuat merujuk pada Formularium Nasional (FORNAS)
dan Formularium RSUP Fatmawati 2012. Selain itu, DPHO Askes 2013 juga
masih digunakan sampai E-catalogue siap direalisasikan. Untuk merealisasikan
perencanaan kebutuhan
tersebut
dilakukan
kegiatan
pengadaan
melalui
pembelian, baik secara E-catalogue maupun lelang, produksi/pembuatan sediaan
farmasi,
maupun
sumbangan/dropping/hibah.
Metode
perencanaan
yang
digunakan adalah metode konsumsi dan epidemiologi yang dibuat paling lambat
tanggal 15 pada bulan berjalan, dengan jadwal pemesanan dua kali dalam
sebulan. Meskipun sistem perencanaan dan pengadaan telah dibuat sedemikian
rupa, namun ketersediaan perbekalan farmasi di gudang farmasi masih beberapa
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
95
mengalami kekosongan stok. Hal ini biasanya disebabkan oleh kekosongan stok
dari pabrik atau distributor, keterlambatan pengiriman dari pihak distributor, dan
juga perencanaan yang kurang terprediksi akibat adanya peningkatan
penggunaan perbekalan farmasi. Akibatnya, seringkali dilakukan perencanaan
dan pengadaan perbekalan farmasi cito. Alur perencanaan pengadaan
perbekalan farmasi dan cito dapat dilihat pada lampiran 27.
Penerimaan perbekalan farmasi dilakukan oleh Tim Penerima Barang
Medik. Namun, pemeriksaan dilakukan bersama-sama dengan Petugas Gudang
Farmasi untuk efisiensi waktu kerja. Selanjutnya perbekalan farmasi disimpan di
gudang farmasi berdasarkan stabilitas, bentuk sediaan serta jenisnya, dan disusun
secara alfabetis dengan metode First In First Out (FIFO) dan First Expired First
Out (FEFO) di masing-masing ruangannya, baik itu di ruangan penyimpanan
alkes, ruangan penyimpanan cairan, ruangan penyimpanan sediaan tablet, obat
injeksi, dan semisolid, maupun ruangan penyimpanan gas medik.
Selain itu, terdapat perlakuan khusus untuk obat-obat jenis tertentu, seperti
obat narkotika dan psikotropika, obat high alert, dan obat kemoterapi.
Penyimpanan obat narkotika dan psikotropika menggunakan lemari sesuai
ketentuan, yaitu lemari double lock (kunci ganda) pada dua pintu dengan susunan
berlapis dan lemari tersebut terpasang menempel pada dinding sehingga tidak
dapat dipindahkan kecuali dengan membongkarnya serta dilengkapi dengan kartu
stok. Untuk obat-obatan high alert disimpan pada lemari penyimpanan obat
yang
bertanda khusus (stiker high alert) dan tidak tercampur dengan obat
lainnya. Sedangkan untuk obat kemoterapi, penyimpanan menggunakan lemari
khusus dengan label/logo karsinogenik.
Bahan berbahaya dan beracun masih disimpan dalam ruangan yang sama
dengan ruang penyimpanan obat lainnya dan belum tergolong gudang tahan api.
Untuk meminimalisir kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja, maka pihak
farmasi menempatkan bahan berbahaya beracun tersebut di tempat yang terpisah
dari obat lainnya, diberi garis merah sebagai penanda, dan juga melengkapi
gudang dengan APAR tambahan dan eyewash, serta dekat dengan jalur evakuasi.
Selain melaksanakan penyimpanan perbekalan farmasi, petugas farmasi di gudang
juga melaksanakan penyusunan persediaan perbekalan farmasi pada tempat
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
96
penyimpanan secara aman, pencatatan pemasukan, pelaporan, dan stok perbekalan
farmasi ke dalam Kartu Stok dan dalam Sistem Informasi manajemen Rumah
Sakit (SIRS).
Pendistribusian perbekalan farmasi yang dilakukan gudang RSUP
Fatmawati ada dua macam yakni pendistribusian amprahan obat berdasarkan
permintaan dari depo-depo farmasi melalui sistem online dan pendistribusian
floor stock dari ruangan/satuan kerja secara manual atau menggunakan formulir.
Alur pendistribusian amprahan hampir sama dengan pendistribusian floor stock.
Perbedaannya adalah pendistribusian amprahan dapat dilakukan setiap hari,
sedangkan pendistribusian floor stock dilakukan sesuai jadwal pengambilan tiap
satuan kerja/ruangan. Selain itu, permintaan floor stock hanya berupa alkes,
antiseptik, dan lain-lain, tidak termasuk obat-obatan seperti permintaan amprahan.
Kegiatan terakhir yang dilakukan di gudang adalah pelaporan, yang terdiri
dari pelaporan buku induk penerimaan barang, rekapitulasi penerimaan barang,
rekapitulasi pengeluaran barang gudang induk farmasi dan gudang gas medik,
rekapitulasi pengeluaran barang harian gudang induk farmasi dan gudang gas
medik, laporan persediaan floor stock, laporan stok opname setiap 1 bulan sekali
di gudang dan 3 bulan sekali ke Depkeu, laporan narkotika setiap 1 bulan sekali,
laporan psikotropika setiap 1 tahun sekali, dan laporan barang sumbangan. Selain
itu, dilakukan juga pelaporan retur dan pemusnahan perbekalan farmasi yang
rusak dan kadaluarsa.
Produksi farmasi RSUP Fatmawati terbagi menjadi 2 bagian, yaitu
produksi non steril dan produksi steril. Tujuan dilakukannya produksi di RSUP
Fatmawati antara lain adalah untuk memenuhi kebutuhan pelayanan
kesehatan
untuk
obat-obatan
yang
tidak
tersedia
di
pasaran,
penghematan anggaran, dan untuk menjamin ketersediaan perbekalan farmasi
dengan formula khusus dan sediaan obat yang dibutuhkan segera seperti
rekonstitusi intra vena dan obat kanker.
Kegiatan yang dilakukan di produksi non steril adalah pembuatan sediaan
farmasi, pengenceran sediaan, dan pengemasan kembali. Sediaan farm asi
dibuat berdasarkan master formula RSUP Fatmawati, contohnya OBH dan salep
kemicetin. Pengenceran sediaan biasanya dilakukan pada alkohol 70% dan
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
97
betadine. Dan untuk sediaan kapsul CaCO3, NaCl, dan Bicnat yang dilakukan
termasuk dalam kegiatan pengemasan kembali dan merupakan produk non steril
yang paling banyak digunakan di RSUP Fatmawati. Permintaan produk non steril
dilakukan melalui gudang farmasi, namun pendistribusiannya dapat dilakukan
langsung melalui ruang produksi non steril. Di ruang steril hanya dilakukan
penanganan obat sitostatika, sedangkan IV admixture dilakukan di depo teratai.
Permintaan pencampuran obat sitostatika di RSUP Fatmawati terbanyak adalah
untuk pengobatan kanker payudara, kanker rahim, kanker colon, dan limfoma.
Depo Farmasi IBS khusus melayani permintaan obat dan alat kesehatan
bagi pasien yang akan dioperasi di IBS. Depo farmasi IBS berada di bawah
Koordinator Perbekalan Farmasi karena depo farmasi lebih fokus terhadap
penyediaan dan pengadaan obat dan alkes bukan pada pelayanan kefarmasiannya.
Pelayanan obat dan alkes pada OK Cito berbeda dengan pelayanan di OK Elektif .
Pada OK Cito paket obat sudah disiapkan di ruangan operasi. Jika terdapat
kekurangan, maka petugas dapat mengambilnya pada lemari emergensi. Pada OK
elektif permintaan obat dan alat kesehatan dilakukan langsung ke Depo IBS
dengan menggunakan resep. Obat dan alat kesehatan disusun pada lemari terpisah.
Penyusunan alkes dan obat tidak alfabetis sehingga menyulitkan pengambilan
obat saat diperlukan. Fasilitas lemari penyimpanan yang sempit mengakibatkan
kesulitan dalam penyusunan obat secara alfabetis. Obat yang memerlukan suhu
dingin telah disimpan di pharmaceutical refrigerator yang dilengkapi dengan
monitor suhu. Keterbatasan ukuran pharmaceutical refrigerator menyebabkan
obat tidak tertata secara alfabetis.
4.3
Pelayanan Farmasi
Pelayanan farmasi di Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati terdiri dari
pelayanan rawat jalan, pelayanan IGD dan IRI, dan pelayanan rawat inap. Dalam
menunjang kegiatan pelayanan farmasi di setiap depo pelayanan farmasi
dilaksanakan kegiatan pengkajian resep, monitoring medication error dan
pengelolaan troli emergency.
Monitoring medication error dilakukan untuk mencegah terjadinya
kesalahan dalam proses pengobatan yang dapat mengakibatkan perburukan secara
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
98
klinis pada pasien. Medication error sebaiknya dicegah dan segera diatasi bila
terjadi. Oleh karena itu setiap apoteker depo pelayanan harus dapat memantau dan
mengidentifikasi adanya medication error. Akan tetapi karena sedikitnya jumlah
Apoteker dan kesibukan pada pekerjaan masing-masing menyebabkan monitoring
medication error tidak optimal.
Troli emergency terdapat di setiap unit ruang perawatan pasien. Namun
pengelolaannya tetap dilakukan oleh farmasi. Hal ini dilakukan agar
penggunaannya efektif dan efisien. Stok perbekalan farmasi emergency tidak
boleh kosong karena digunakan untuk keadaan darurat. Pada troli digunakan segel
agar penggunaannya bisa dikendalikan. Akan tetapi seringkali ketika segel telah
terbuka, segel tidak segera diganti sehingga besar kemungkinan terjadi
penggunaan perbekalan emergency bukan untuk keadaan darurat.
Depo Farmasi IRJ 1 dan IRJ 2 melayani pelayanan rawat jalan. Depo
Farmasi IRJ 1 melayani pasien tunai, BPJS, dan Jamkesda. Sedangkan Depo
Farmasi IRJ 2 adalah depo farmasi yang khusus melayani semua pasien rawat
jalan peserta JKN. Depo farmasi IRJ 1 dan 2 terletak di lantai 1 gedung IRJ. Depo
farmasi IRJ 1 dan 2 mempunyai ruangan yang cukup luas yang terdiri dari ruang
penulisan etiket, penyiapan obat, ruang racikan, ruang kerja apoteker, dan ruangan
untuk menyimpan obat dan alkes. Kedua depo ini mempunyai petugas farmasi
yang terdiri dari apoteker, asisten apoteker, juru resep dan petugas administrasi.
Pengadaan obat yang disediakan di depo farmasi IRJ sesuai dengan yang
tertera dalam formularium nasional (Fornas) dan formularium RSUP Fatmawati
serta jumlahnya sesuai kebutuhan. Permintaan barang dan obat-obatan dilakukan
setiap hari melalui komputer yang langsung terhubung ke gudang secara online.
Namun apabila saat penyiapan resep terdapat obat yang tidak ada di depo IRJ,
maka petugas depo dapat mengambil obat ke depo lain yang memiliki barang atau
obat tersebut dengan membawa memo permintaan obat.
Penyimpanan obat di depo IRJ 1 dan 2 telah diletakkan sesuai dengan
stabilitas sediaan, bentuk sediaan, disusun berdasarkan alfabetis, FIFO dan FEFO,
dan LASA. Penyimpanan obat-obat LASA juga telah diselingi dengan minimal 2
obat non kategori LASA di antara keduanya. Untuk obat psikotropika dan
narkotika disimpan di lemari dengan kunci ganda. Seharusnya kunci lemari
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
99
penyimpanan psikotropika dan narkotika dibawah tanggung jawab Penyelia
Instalasi Farmasi, namun terkadang terlihat kunci masih tergantung di lemari
penyimpanan psikotropika dan narkotika. Untuk obat-obat fast moving diletakkan
terpisah di meja. Namun, pada IRJ 1 terdapat juga penyimpanan khusus untuk
obat-obatan HIV/AIDS dan TBC. Oleh sebab itu, pelaporan IRJ 1 sedikit berbeda
dengan IRJ 2, yaitu dengan adanya laporan obat HIV/AIDS dan TBC.
Pelayanan resep di depo farmasi IRJ 1 dimulai dengan penyerahan resep
oleh pasien, resep tersebut akan disortir dan dicek kelengkapan berkas (untuk
pasien pengguna jaminan). Kemudian dihargai oleh petugas administrasi dan
diberitahukan harganya ke pasien (untuk pasien tunai). Apabila pasien menyetujui
harga yang diberikan, pasien kemudian melakukan pembayaran di kasir
dilanjutkan resep akan diberikan nomor antrian dan diserahkan ke bagian etiket
melalui loket kecil. Di bagian etiket, resep akan dipisahkan antara resep racikan
dan non racikan. Resep racikan yang kemudian diserahkan ke bagian peracikan
untuk ditulis etiketnya, dihitung dan disiapkan, dan resep non racikan yang
kemudian ditulis etiketnya oleh asisten apoteker berdasarkan nomor antrian. Obat
yang telah selesai disiapkan diberikan pada petugas bagian depan (front liner)
yang bertugas memberikan obat kepada pasien melalui loket kecil. Petugas
memanggil pasien dan memberikan obat beserta informasi cara penggunaannya.
Kegiatan harga, etiket, timbang, isi, dan penyerahan atau biasa disebut dengan
HETIP yang dilakukan di Instalasi Rawat Jalan dilakukan oleh petugas yang
berbeda-beda. Hal ini bertujuan untuk meminimalisasi kesalahan penyerahan obat
dan apabila terjadi. kesalahan dapat ditelusuri dan diatasi dengan segera karena
adanya double check oleh petugas yang berbeda. Akan tetapi, terkadang petugas
yang melakukan kegiatan HETIP dan penyerahan obat adalah petugas yang sama.
Selain pelayanan resep, depo IRJ 1 juga melayani konseling bagi pasien
HIV. Adapun kriteria pasien HIV yang diutamakan untuk diberikan pelayanan
konseling adalah pasien HIV yang baru, pasien dengan regimen obat yang baru,
dan pasien dengan kondisi yang memburuk. Waktu yang dibutuhkan untuk
konseling per pasien adalah 15-30 menit.
Alur pelayanan resep di IRJ 2 sedikit berbeda dengan IRJ 1, yaitu dimulai
dari pasien membawa resep beserta berkas-berkas yang diperlukan sebagai
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
100
persyaratan dan diberikan kepada petugas. Petugas akan melakukan pengecekan
kelengkapan berkas dan pengecekan obat-obat dalam resep (apakah obat-obat
tersebut sesuai dengan pedoman dan dapat diserahkan kepada pasien). Resep
kemudian di-input untuk pemotongan stok obat, lalu dilakukan pembuatan etiket,
penyiapan obat, dan penyerahan obat. Masing-masing tahap dikerjakan oleh orang
yang berbeda dan akan diberikan stempel HETIP (Harga Etiket Timbang Isi
Penyerahan). Pemberian stempel tersebut bertujuan agar dapat dilakukan
pengecekan kembali apabila terjadi kesalahan. Petugas akan membuatkan salinan
resep (copy resep) untuk obat-obat yang tidak terdapat di depo IRJ 2 sehingga
pasien dapat menebusnya di apotek lain. Setelah etiket dibuat, selanjutnya petugas
akan melakukan penyiapan obat, baik obat non racikan maupun obat racikan.
Penyiapan obat non racikan dilakukan dengan memasukkan obat ke dalam etiket
sesuai dengan jumlah yang tertera di etiket. Untuk penyiapan obat racikan,
disediakan mortar, alu dan blender. Setelah peracikan, blender yang telah dipakai
terkadang dibersihkan dengan kuas untuk mempersingkat waktu. Hal ini dapat
menyebabkan interaksi obat. Blender yang telah dipakai akan lebih baik bila
dibersihkan dengan air terlebih dahulu, kemudian dikeringkan dengan alkohol
atau hair dryer. Namun, karena jumlah blender yang digunakan terbatas serta
pengerjaan dengan mortir dan alu yang cenderung lama, maka proses pembersihan
dengan pencucian terlebih dahulu sulit dilakukan. Pembersihan mortir dan alu
terkadang juga hanya menggunakan alkohol. Setelah obat disiapkan, obat dibawa
oleh petugas ke bagian penyerahan. Apabila obat yang diresepkan tidak tersedia,
maka petugas depo akan memberikan salinan resep dan diberi cap Tidak Ada
Persediaan (TAP).
Alur penyerahan obat dimulai dengan verifikasi nomor pasien, verifikasi
identitas pasien, pemberian informasi singkat mengenai penggunaan obat,
permintaan nomor telepon pasien yang dapat dihubungi, dan diakhiri dengan
permintaan tanda tangan pasien. Informasi yang diberikan kepada pasien hanyalah
informasi mengenai indikasi dan aturan pakai obat. Keterbatasan informasi obat
yang diberikan disebabkan oleh banyaknya jumlah pasien yang harus dilayani
Depo IRJ sehingga waktu pemberian informasi obat menjadi sangat singkat.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
101
Jumlah resep yang dilayani depo IRJ 1 dapat mencapai 200-300 resep/hari.
sedangkan depo IRJ 2 dapat mencapai 500 resep/hari dengan obat yang sering
diresepkan adalah obat-obat kardiovaskular dan penyakit dalam. Dengan jumlah
tersebut, terkadang tidak semua pasien dapat dilayani. Beban kerja yang tinggi
juga seringkali menyebabkan pekerjaan yang berbeda dilakukan oleh orang yang
sama, misalnya seorang petugas dapat melakukan penyiapan obat dan penyerahan
obat dalam hari yang sama.
Depo Farmasi IGD dan IRI melayani pasien rawat inap i nt en si f
( IC U , IC C U, N IC U , P IC U , d an IW ), rawat jalan, dan Cath lab. Kegiatan
di depo farmasi IGD dan IRI yaitu melakukan pengelolaan perbekalan farmasi
dan pelayanan farmasi klinis. Pengelolaan perbekalan farmasi di depo IGD dan
IRI meliputi perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian
perbekalan farmasi, dan pelaporan. Perencanaan, pengadaan, penerimaan, dan
penyimpanan di depo IGD sama dengan di depo farmasi lainnya. Permasalahan
yang terjadi di lapangan yaitu obat-obat narkotika dan psikotropika disimpan
dalam lemari khusus yang sama.
Pendistribusian obat untuk pasien rawat inap dilakukan dengan sistem Unit
Dose Dispensing (UDD), sedangkan untuk pasien rawat jalan dilakukan dengan
sistem resep individual. Selain itu, distribusi perbekalan farmasi juga dengan
menggunakan sistem paket sesuai dengan kebutuhan. Apabila terdapat perbekalan
farmasi yang tidak terpakai, dapat dikembalikan (retur). Dari hasil pengamatan,
jumlah perbekalan farmasi yang diretur dari ruangan dinilai terlalu banyak. Hal ini
diduga disebabkan karena permintaan dari ruangan tidak sesuai dengan kebutuhan
pasien.
Kegiatan farmasi klinis di IGD dan IRI telah berjalan dengan baik. Dengan
adanya seorang Apoteker yang bertugas secara khusus di ruang rawat intensif.
Apoteker di Depo Farmasi ICU melakukan ronde bersama dokter dan perawat.
Melalui kegiatan ronde, tim tersebut dapat mengetahui kondisi pasien yang
sebenarnya. Pada saat melakukan ronde, dapat terjadi perubahan terapi ataupun
tindakan. Peran apoteker pada saat itu adalah memberikan rekomendasi dan
berkoordinasi dengan dokter terkait rencana terapi atau tindakan yang akan
diterapkan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
102
Pelayanan farmasi rawat inap Gedung Teratai, Gedung Prof. Soelarto,
Gedung Anggrek, dan Gedung Griya Husada dilakukan di Depo Farmasi Teratai.
Jumlah tempat tidur yang berada dalam tanggung jawab depo farmasi teratai +
700 tempat tidur. Jika dibandingkan dengan jumlah Apoteker di depo farmasi
teratai yang hanya berjumlah lima orang, maka perbandingan jumlah apoteker
dengan pasien adalah 1:140. Hal ini tidak sesuai dengan persyaratan yang berlaku,
dimana standar perbandingan apoteker dengan pasien adalah 1:50. Akibatnya
pelayanan kefarmasian menjadi tidak optimal.
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan di Depo Teratai meliputi pengadaan
obat, penerimaan obat, penyimpanan obat, penyiapan obat, distribusi obat dan
dokumentasi. Pengadaan, penerimaan dan penyimpanan sama dengan depo
lainnya. Penyimpanan perbekalan farmasi di Depo Teratai telah dilakukan dengan
cukup baik. Namun beberapa sediaan obat LASA masih ada yang belum diberi
jarak dua obat yang bukan LASA dan belum diberi stiker LASA, sehingga
sebaiknya dilakukan pengecekan kembali terhadap adanya obat-obat LASA
tersebut.
Sistem distribusi yang digunakan di Depo Teratai adalah resep individual
(Individual Prescription), Unit Dose Dispensing (UDD), floor stock, dan Paket
(Unit Use). Diantara keempat sistem distribusi yang digunakan, sistem UDD
merupakan sistem distribusi yang paling menguntungkan. Beberapa keuntungan
dari sistem ini diantaranya adalah pasien menerima pelayanan 24 jam sehari dan
hanya perlu membayar obat yang dikonsumsinya saja, serta pengurangan beban
kerja perawat karena semua dosis yang diperlukan untuk pasien telah disiapkan
oleh petugas depo. Sistem distribusi ini juga dapat mengurangi kemungkinan
kesalahan waktu pemberian obat. Sekalipun demikian, sistem distribusi UDD juga
memilki beberapa keterbatasan, yaitu diperlukan teknik kerja yang cepat dan tepat
oleh karena obat harus sudah siap dikonsumsi sebelum jam makan pasien, serta
dibutuhkan tenaga kefarmasian yang lebih banyak.
Obat yang disiapkan untuk terapi pasien tidak hanya obat depo teratai,
juga terdapat obat rekonsiliasi. Obat rekonsiliasi merupakan obat bawaan pasien
yang digunakan selama terapi yang telah dikaji oleh perawat dan diserahkan
kepada petugas depo farmasi. Obat rekonsiliasi dapat berasal dari penggunaan
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
103
terapi sebelum pasien masuk rumah sakit atau obat resep yang di copy karena
stok di depo farmasi sedang kosong.
Selain melakukan kegiatan pelayanan distribusi obat, depo teratai juga
melakukan kegiatan IV admixture service obat high alert yaitu rekonstitusi cairan
KCl 7.47% dan Meylon 8.4%. Konsentrasi maksimum larutan KCl adalah 10
mEq/100 mL dan dapat menyebabkan kematian apabila terjadi salah penggunaan.
Oleh karena itu rekonstitusinya harus dilakukan oleh petugas farmasi yang
berkompeten dengan menggunakan teknik aseptik.
Sama seperti depo farmasi lainnya, Depo Teratai juga melakukan
pencatatan dan pelaporan. Laporan yang disusun di Depo Teratai adalah laporan
analisa penjualan dan laporan tagihan pasien, laporan narkotika dan psikotropika,
laporan obat generik dan non generik, laporan jumlah resep, serta laporan
medication error.
4.4
Farmasi Klinis
Terkait dengan akreditasi JCI yang diterima oleh RSUP Fatmawati pada
Desember 2013, kegiatan farmasi klinik seharusnya ditingkatkan mengingat misi
JCI memperbaiki kualitas dan keamanan pelyanan kesehatan di masyarakat dunia.
Kegiatan farmasi klinik yang telah dilaksanakan di RSUP Fatmawati meliputi
pengkajian penggunaan obat, visite, monitoring efek samping, pelayanan
informasi obat, dan konseling. Kegiatan yang aktif dilaksanakan di RSUP
Fatmawati yaitu pengkajian penggunaan obat, visite, dan pelayanan informasi
obat.
Kegiatan pengkajian penggunaan obat dilakukan untuk menilai adanya
masalah yang terkait pada penggunaan obat pada pasien rawat inap dengan
melihat catatan pemberian dan pemantauan obat pasien yang terdapat di rekam
medik pasien. Kegiatan ini lebih banyak dilakukan di rawat inap intensif,
sedangkan pada rawat inap lainnya kegiatan ini belum dilaksanakan secara
optimal.
Visite aktif dilakukan di Lantai IV Gedung Prof. Soelarto, Lantai VI
Teratai dan Instalasi Rawat Intensif (IRI). Berdasarkan hasil pengamatan,
beberapa pertanyaan atau rekomendasi yang diminta oleh tim visite kepada
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
104
apoteker di antaranya adalah pemilihan terapi obat (misalnya dalam pemilihan
jenis dan regimen), obat alternatif yang dapat diberikan kepada pasien, efek
samping obat, interaksi obat, dan pertimbangan obat dari sisi cost effectiveness.
Pelayanan Informasi Obat di RSUP Fatmawati telah dilakukan dengan
baik. PIO RSUP Fatmawati melayani pertanyaan melalui telepon, sms atau secara
langsung bertatap muka. Selama 2 bulan terakhir terdapat rata-rata 56 pertanyaan
per bulan dan 3 pertanyaan/hari. Jumlah penanya terbanyak adalah Apoteker dan
jenis pertanyaan terbanyak adalah dosis obat. Pustaka terbanyak yang digunakan
sebagai referensi adalah MIMS.
Kegiatan MESO dilakukan untuk mengidentifikasi, mencegah dan
mengatasi Drug Related Problem (DRP) pada pasien, sehingga mendorong
penggunaan obat yang aman dan rasional bagi pasien. Proses ini merupakan
kegiatan kolaboratif yang melibatkan semua tenaga kesehatan, baik dokter,
perawat, maupun apoteker yang ada di rumah sakit, dan pasien beserta
keluarganya. Setiap temuan efek samping obat akan dikaji oleh tenaga kesehatan.
Seluruh kronologis kejadian efek samping obat dan tindakan penanggulangan
harus terdokumentasi dalam catatan rekam medik pasien serta dibuatkan laporan
untuk disampaikan pada Komite Mutu dan Manajemen Risiko (KMMR) dalam
waktu maksimal 48 jam setelah temuan oleh kepala satuan kerja terkait. Kegiatan
MESO belum berjalan maksimal di RSUP Fatmawati karena karena kurangnya
kerjasama antar profesi kesehatan di RSUP Fatmawati.
Konseling obat yang dilakukan oleh apoteker di RSUP Fatmawati
biasanya dilakukan untuk pasien dengan pengobatan poli farmasi, pasien dengan
pengobatan kronis, pasien dengan riwayat alergi, pasien dengan penggunaan
antibiotik tunggal maupun kombinasi, dan pasien dengan pengobatan khusus
seperti HIV AIDS, TBC, dan kanker. Kegiatan konseling obat belum berjalan
maksimal karena Apoteker farmasi klinik memiliki tanggung jawab pada unit
kerjanya masing-masing.
4.5
Peran Lintas Terkait dalam Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit
Apoteker tidak hanya berperan di Instalasi Farmasi saja, tetapi dapat juga
di satuan kerja lainnya di RSUP Fatmawati yaitu di Instalasi Sterilisasi dan Binatu
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
105
(ISB), Komite Farmasi dan Terapi (KFT), Pengendalian dan Pencegahan Infeksi
(PPI), dan Satuan Pengawas Intern (SPI). Instalasi Sterilisasi dan Binatu (ISB)
merupakan instalasi yang bertanggung jawab atas proses sterilisasi alat-alat medik
dan pencucian linen rumah sakit. ISB (Instalasi Sterilisasi dan Binatu) dibawahi
oleh Kepala Instalasi yang merupakan seorang apoteker. Peranan apoteker pada
instalasi ini dibutuhkan karena, apoteker mengetahui metode sterilisasi. ISB terdiri
dari Sterilisasi dan Binatu. Sterilisasi merupakan tempat dilaksanakannya proses
sterilisasi alat-alat medik dan alat lain. Sterilisasi bertanggung jawab atas
penerimaan dan pendistribusian semua alat/instrumen yang memerlukan kondisis
steril. Binatu merupakan tempat dilaksanakannya proses pencucian linen rumah
sakit. Binatu bertanggung jawab atas penerimaan dan pendistribusian semua linen
yang memerlukan kondisi bersih, terbebas dari noda/kotoran dan mikroorganisme
penyebab infeksi, kering, rapi, utuh, dan siap pakai. Adanya ISB di Rumah Sakit
Fatmawati terkait dengan banyaknya kebutuhan dari satuan kerja akan alat-alat
steril dan tersedianya linen bersih serta sebagai upaya pencegahan Health Care
Associated Infections (HAIs) di rumah sakit. ISB memiliki keterkaitan hubungan
kerja dengan Instalasi Farmasi, yaitu adalah dalam hal pengadaan barang-barang
di sterilisasi.
Komite Farmasi dan Terapi (KFT) merupakan badan yang membantu
pimpinan rumah sakit untuk menetapkan kebijakan menyeluruh tentang
pengelolaan dan penggunaan obat di RSUP Fatmawati. Salah satu tugas KFT
RSUP Fatmawati adalah menyusun formularium obat rumah sakit yang menjadi
pedoman penggunaan obat di rumah sakit.
Formularium Rumah Sakit bertujuan untuk membantu pengelolaan
persediaan obat di Instalasi Farmasi Rumah Sakit. Penyusunan formularium
rumah sakit berdasarkan atas kesepakatan dalam rapat dari masing-masing utusan
tiap SMF untuk mengajukan jenis obat-obatan yang ditulis dalam resep, sehingga
obat yang digunakan adalah benar-benar obat yang ada dalam formularium.
Salah satu cara untuk mengetahui berjalan atau tidaknya KFT rumah sakit adalah
dengan melihat edisi formularium yang digunakan. RSUP Fatmawati telah
menerbitkan formularium sebanyak 6 (enam) kali yaitu pada tahun 1990, 1995,
2003, 2007, 2010, dan tahun 2012. Dan saat ini sedang dilakukan kegiatan
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
106
penyusunan Formularium edisi ke-7 tahun 2014. Hal ini menunjukkan kinerja
KFT yang semakin baik dari tahun ke tahun, yaitu secara berkala berupaya
melakukan perubahan dan penyesuaian Formularium. Selain formularium obat,
RSUP Fatmawati juga sedang berupaya menyusun formularium alat kesehatan
habis pakai, namun formularium ini masih belum diterbitkan.
4.6
Instalasi Sanitasi dan Pertamanan
Selama masa PKPA, peserta PKPA juga berkesempatan untuk
mengunjungi Instalasi Sanitasi dan Pertamanan (ISP) yang berperan dalam
pengelolaan limbah rumah sakit dan pertamanan. Limbah yang dikelola antara
lain limbah padat baik medis maupun non medis dan limbah cair. Pada saat ini
limbah padat non medis di RSUP Fatmawati langsung dikirim ke TPA Bantar
Gebang. Sedangkan pengolahan limbah padat medis masih bekerja sama dengan
pihak lain dikarena incenerator yang dimiliki oleh RSUP Fatmawati dalam
keadaan tidak memenuhi persyaratan.
Limbah farmasi yang dikelola oleh ISP berupa obat-obatan kadaluarsa,
rusak, dan limbah dari proses produksi obat. Limbah ini dimasukkan ke dalam
wadah berwarna coklat. Selain itu, terdapat juga limbah sitotoksik yang
dimasukkan ke dalam wadah berwarna ungu yang diberi label bertuliskan “limbah
sititoksik”.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan
Berdasarkan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di RSUP Fatmawati
selama periode 1 April - 30 Mei 2014 maka dapat disimpulkan bahwa :
a.
RSUP Fatmawati merupakan Rumah Sakit Kelas A Pendidikan yang telah
memenuhi standar Paripurna KARS dan sertifikasi Joint Commission
International (JCI). Pelayanan kesehatan di RSUP Fatmawati terdiri dari
pelayanan rawat jalan, klinik amarilis, klinik wijaya kusuma, klinik tumbuh
kembang, rawat jalan eksekutif griya husada, hemodialisa, unit transfusi
darah, rawat inap, orthopedi, rehabilitasi medi, patologi (laboratorium),
diagnostik khusus, radiologi, program terapan rumatan metadon, dan
pelayanan kefarmasian.
b.
Instalasi Farmasi dipimpin oleh Kepala Instalasi Farmasi yang membawahi
3 koordinator, yaitu koordinator penunjang dan administrasi umum,
koordinator perbekalan, dan koordinator pelayanan.
c.
Peranan dan tanggung jawab seorang Apoteker di RSUP Fatmawati tidak
hanya terbatas di instalasi farmasi saja, tetapi juga dalam peran lintas farmasi
antara lain di SPI (Satuan Pengawas Intern), KFT (Komite Farmasi dan
Terapi), ISB (Instalasi Sterilisasi dan Binatu), PPI (Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi), dan ULP (Unit Layanan Pengadaan).
5.2
a.
Saran
Perencanaan perbekalan farmasi diharapkan dapat lebih cermat agar jumlah
copy resep dan pengadaan cito dapat diminimalisir. Hal ini juga sebaiknya
didukung oleh setiap depo farmasi agar membuat perencanaan pada saat
perbekalan farmasi mencapai stok minimal, bukan pada saat stok di depo
farmasi telah habis.
b.
Penyimpanan B3 sebaiknya ditempatkan di gedung terpisah untuk
menghindari terjadinya kecelakaan kerja.
c.
Perlu ditingkatkan koordinasi kerja antara petugas depo farmasi dengan
107
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
108
petugas ruang perawatan rawat inap, sehingga pasien maupun keluarga pasien
tidak perlu mengambil sendiri obat yang akan digunakan oleh pasien.
Peningkatan koordinasi kerja ini juga diharapkan dapat meminimalisir jumlah
retur perbekalan farmasi.
d.
Untuk meningkatkan pelayanan di rawat inap, sebaiknya setiap unit
perawatan memiliki seorang Apoteker dan asisten apoteker yang bertanggung
jawab terhadap pelayanan farmasi baik penyiapan obat maupun farmasi
klinis.
e.
Pengaktifan kembali kinerja farmasi klinis RSUP Fatmawati dapat dilakukan
dengan menempatkan SDM yang berkompeten dibidang klinis secara khusus
tanpa adanya beban kerja lainnya.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
DAFTAR ACUAN
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2004). Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1197/MENKES/SK/X/2004 tentang
Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit. Jakarta : Kementerian
Kesehatan RI.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2004). Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1204/MENKES/SK/X/2004 tentang
Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit. Jakarta : Kementerian
Kesehatan RI.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2009). Pedoman Instalasi Pusat
Sterilisasi (Central Sterile Department/CSSD) di Rumah Sakit. Jakarta :
Depkes RI.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2008). Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No. 269/Menkes/Per/III/2008 tentang Rekam Medis.
Jakarta : Kementerian Kesehatan RI.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2010). Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No. 340/Menkes/Per/III/2010 tentang Klasifikasi Rumah
Sakit. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2012). Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No. 012 tahun 2012 tentang Akreditasi Rumah Sakit.
Jakarta : Kementerian Kesehatan RI.
Presiden Republik Indonesia. (2009a). Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun
2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta : Presiden Republik
Indonesia.
Presiden Republik Indonesia. (2009b). Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Jakarta : Presiden Republik
Indonesia.
Presiden Republik Indonesia. (2009c). Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit. Jakarta : Presiden Republik
Indonesia.
Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati. (2012). Standar Prosedur Operasional.
Jakarta : Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati.
Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati. (2014). Sejarah Singkat. Diakses pada 25
Mei 2014. http://www.fatmawatihospital.com/mode1.php?id=1&mode=2
Siregar, Charles J.P. (2004). Farmasi Rumah Sakit Teori dan Penerapan. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
109
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
LAMPIRAN
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
110
Lampiran 1. Stuktur Organisasi Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
111
Lampiran 2. Struktur Organisasi Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati
Direktur Utama
Direktur Medik dan Keperawatan
Kepala Instalasi Farmasi
Koordinator Pelayanan
Farmasi
Koordinator Perbekalan
Farmasi
Koordinator Penunjang
dan Administrasi Umum
PJ Farmasi IRJ 1
PJ Gudang Farmasi
PJ Tata Usaha dan SDM
Farmasi
PJ Farmasi IRJ 2
PJ Farmasi IBS
PJ Farmasi Anggrek dan
Griya Husada
PJ Distribusi
PJ Pencatatan dan
Pelaporan
PJ Produksi Farmasi
PJ Sistem Informasi
PJ Farmasi IGD
PJ Farmasi Teratai
PJ Gudang Farmasi
Teratai
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
112
Lampiran 3. Alur hak akses sistem informasi farmasi
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
113
Lampiran 4. Alur perencanaan dan pengadaan perbekalan farmasi
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
114
Lampiran 5. Alur perencanaan dan pengadaan perbekalan farmasi cito
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
115
Lampiran 6. Alur penerimaan perbekalan farmasi
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
116
Lampiran 7. Alur pendistribusian perbekalan farmasi gudang induk ke depo
farmasi
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
117
Lampiran 8. Alur pendistribusian perbekalan farmasi gudang induk ke satuan
kerja
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
118
Lampiran 9. Alur pelayanan penanganan obat sitostatika
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
119
Lampiran 10. Alur pelayanan obat dan alat kesehatan di depo instalasi bedah
sentral
Pasien OK Cito
Petugas mengambil paket obat
dan alkes OK Cito
Kekurangan obat dan alkes
diambil di lemari emergensi
Catat dilembar pemakaiaam, masukkan ke
dalam paket yang digunakan pasien
Depo farmasi IBS melakukan
perincian biaya
Perincian dikirim ke depo tempat
pasien dirawat
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
120
Lampiran 11. Alur Pelayanan OK Elektif
Jadwal operasi diberikan ke Depo
Farmasi IBS sehari sebelum operasi
Obat dan alkes untuk anastesi
disiapkan sehari sebelum
Obar dan alkes bedah disiapkan
pada hari operasi
Obat disiapkan dalam paket dan
diberi nama pasien
Kekurangan Obat dan alat dapat
diminta langsung ke Depo Farmasi
Selesai operasi semua alat yang
tidak di gunakan di kembalikan ke
depo farmasi
Depo farmasi IBS melakukan
perincian biaya
Perincian dikirim ke depo farmasi
tempat pasien dirawat
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
121
Lampiran 12. Alur pengkajian resep
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
122
Lampiran 13. Alur monitoring medication error
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
123
Lampiran 14. Peresepan dan catatan pengobatan pasien IRJ
MULAI
Dokter DPJP / Representatif DPJP
1.
2.
Menulis resep obat pasien
Melengkapi persyaratan resep (bila diperlukan)
Dokter DPJP / Representatif DPJP
Mencatat seluruh data pengobatan dalam
Rekam Medik Pasien
Petugas Farmasi (Apoteker/Penyelia)
1.
2.
BELU
MPJ
Menerima resep dokter
Screening resep dokter
Lengkap?
Perenc
anaan
YA
Petugas Farmasi (AA)
1.
2.
Pelayanan Resep Obat pasien yang
lengkap/benar secara individual prescribing
Pembuatan billing dalam SIRS
SELESEI
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
124
Lampiran 15. Alur distribusi obat IRJ 1
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
125
Lampiran 16. Alur distribusi obat IRJ 2
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
126
Lampiran 17. Alur pelayanan pasien emergency RSUP Fatmawati
PEMILAHAN
Keluarga pasien
mendaftar di tempat
pendaftaran
Non Gawat
Darurat
Pelayanan Media :
1. Pemeriksaan oleh
dokter & perawat
2. Pemeriksaan penunjang
(Lab: kecil-sedang &
Rontgen)
3. Konsultasi dr spesialis
4. Pelaksanaan hasil
konsultasi (pasang gips,
dll)
Pulang/rawat jalan
- Pembayaran di kasir
-Penyerahan resep, rontgen
kepada keluarga pasien
-Informasi waktu kontrol ke
poliklinik
Gawat Darurat
Mengancam
Nyawa
Tidak Mengancam
Nyawa
-Bantuan Pernafasan
-Perbaikan kerja
jantung/sirkulasi
sampai kondisi
stabil
Kondisi Tidak
stabil
Kamar
operasi/ICU/PICU
/NICU
Kondisi stabil
Masuk ruang
gawat darurat
SELESAI
Pelayanan Medis :
1.Pemeriksaan oleh dokter & perawat
2. Pemeriksaan penunjang (Lab:
besar/canggih, rontgen, CT
Scanning/USG
3. Konsultasi dokter spesialis
4. Pelaksanaanhasil konsultasi
(pasang gips/armsling/cuci luka/ jahit
luka, dll)
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
127
Lampiran 18. Alur pendistribusian perbekalan farmasi ke ruangan rawat inap.
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
128
Lampiran 19. Alur rekonsiliasi obat pasien
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
129
Lampiran 20. Alur rekonstitusi injeksi high alert
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
130
Lampiran 21. Alur Serah terima perbekalan farmasi dengan perawat
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
131
Lampiran 22. Daftar nilai kritis pemeriksaan laboratorium
No
1.
2.
3.
1.
2
3.
4.
5.
1.
2
3.
4.
5.
6.
7
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
1.
2.
3.
Jenis Pemeriksaan
Hematologi
Hemoglobin
Leukosit
Trombosit
Hemostasis
Waktu
Pendarahan (BT)
Protrombine Time
(PT)
INR
APTT
Fibrinogen
Kimia Klinik
Ureum
Creatinin
Bilirubin (bayi)
Glukosa darah
(dewasa)
Glukosa darah
(bayi)
Calcium total
darah
Calcium ion
Natrium / Na
Kalium / K
Chlorida / Cl
Magnesium / Mg
Phosphat / P
Laktat (anak)
Laktat (dewasa)
Troponin TAstrup/ Analisa
gas darah
pH
pCO2
pO2
Nilai Rendah
Nilai Tinggi
Satuan
<5
< 1000
< 20.000
> 20
> 50.000
> 800.000
g/dL
/uL (kasus baru)
/uL (kasus baru)
-
> 15
menit
-
> 30
detik
< 100
> 3.6
> 70
-
detik
mg/dL
< 40
> 214
> 10
> 15
> 500
mg/dL
mg/dL
mg/dL
mg/dL
< 40
> 325
mg/dL
<6
> 13
meq/L
< 0.78
< 120
< 2.5
< 80
<1
<1
-
> 1.58
> 160
>6
> 115
>4
> 4.1
> 3.4
Positip
meq/L
meq/L
meq/L
meq/L
meq/L
meq/L
mmol/dL
mmol/dL
< 7.25
< 20
< 40
> 2.55
> 60
-
mmHg
mmHg
mmHg
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
132
Lampiran 23. Alur pemantauan efek samping obat
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
133
Lampiran 24. Alur Pelayanan Informasi Obat
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
134
Lampiran 25. Struktur organisasi ISB
Direktur Utama
Direktur Umum,
SDM, dan
Pendidikan
Kepala Instalasi
Sterilisasi dan
Binatu
Koordinator
Sterilisasi
PJ
Dekontaminasi
dan Sterilisasi
PJ Pengawasan
Mutu Sterilisasi
dan Alkes
Habis Pakai
Koordinator
Binatu
PJ Binatu dan
Penjahitan
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
PJ Pengawasan
Mutu dan
Distribusi
Linen
135
Lampiran 26. Denah Instalasi Sterilisasi dan Binatu (ISB) Sterilisasi
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
136
Lampiran 27. Alur retur dan pemusnahan perbekalan farmasi
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
PEMANTAUAN TERAPI OBAT
PASIEN TUBERKULOSIS PARU
DAN HOSPITAL ACQUIRED PNEUMONIA (HAP)
DI LANTAI V SELATAN TERATAI RSUP FATMAWATI
TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI
PERIODE 17 MARET – 28 MARET 2014
YUNI ARISTA NINGRUM KUMESAN, S. Farm.
1306434263
ANGKATAN LXXVIII
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JUNI 2014
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i
DAFTAR ISI ......................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR .........................................................................................iii
DAFTAR TABEL ..............................................................................................iv
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................v
1. PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2 Tujuan ........................................................................................................ 2
2. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................... 3
2.1 Tuberkulosis ............................................................................................... 3
2.2 HAP (Hospital Acquired Pneumonia) atau Pneumonia Nosokomial ....... 19
2.3 Masalah Terkait Obat (Drug-Related Problems/DRPs) ........................... 27
2.4 Evaluasi Kualitas Penggunaan Antibiotik ................................................. 29
3. METODE PENELITIAN ................................................................................ 32
3.1 Lokasi dan Waktu ..................................................................................... 32
3.2 Jenis dan Sumber Data Penelitian .............................................................. 32
3.3 Prosedur Penelitian .................................................................................... 32
4. HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................................... 34
4.1. Hasil ............................................................................................................ 34
4.2. Pembahasan ............................................................................................... 38
5. KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................................... 44
5.1. Kesimpulan ................................................................................................ 44
5.2. Saran ........................................................................................................... 44
DAFTAR ACUAN ............................................................................................... 45
LAMPIRAN ........................................................................................................... 46
ii
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1.
Gambar 2.2.
Alur Diagnosis TB ...................................................................12
Bagan Alur Penilaian Kualitas Pemberian Antibiotik
Metode Gyssens ........................................................................30
iii
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1.
Tabel 2.2.
Tabel 2.3.
Tabel 2.4.
Tabel 2.5.
Tabel 2.6.
Tabel 2.7.
Tabel 4.1.
Tabel 4.2.
Jenis, Sifat, dan Dosis OAT ..........................................................13
Dosis Pandian OAT KDT Kategori 1 ...........................................14
Dosis Panduan OAT KDT Kategori 2 ..........................................15
Dosis KDT Sisipan .......................................................................16
Terapi antibiotik awal secara empirik untuk HAP atau VAP
pada pasien tanpa faktor risiko patogen MDR, onset dini dan
semua derajat penyakit ..................................................................24
Terapi antibiotik awal secara empirik untuk HAP atau VAP
untuk semua derajat penyakit pada pasien dengan onset lanjut
atau terdapat faktor risiko patogen MDR .....................................24
Dosis antibiotik intravena awal secara empirik untuk HAP dan
VAP pada pasien dengan onset lanjut atau terdapat faktor
risiko patogen MDR ......................................................................25
Hasil Analisis Masalah yang Berkaitan dengan Obat
Menggunakan PCNE ....................................................................34
Hasil Analisis Penggunaan Antibiotik Menggunakan Gyssens ....37
iv
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.
Lampiran 2.
Lampiran 3.
Lampiran 4.
Lampiran 5.
Lampiran 6.
Informasi Pasien .........................................................................46
Hasil Pemeriksaan Laboratorium ...............................................48
Hasil Uji Sensitivitas Antibiotik .................................................51
Pemantauan Terapi Pasien ...........................................................53
Catatan Pemberian Obat Pasien...................................................62
Ringkasan Pulang (Discharge Summary) ....................................66
v
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
6
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Asuhan kefarmasian (Pharmaceutical care) adalah tanggung jawab
langsung apoteker pada pelayanan yang berhubungan dengan pengobatan pasien
dengan tujuan mencapai hasil yang ditetapkan yang memperbaiki kualitas hidup
pasien. Asuhan kefarmasian tidak hanya melibatkan terapi obat tapi juga
keputusan tentang penggunaan obat pada pasien. Termasuk keputusan untuk tidak
menggunakan terapi obat, pertimbangan pemilihan obat, dosis, rute dan metode
pemberian, pemantauan terapi obat dan pemberian informasi dan konseling pada
pasien (Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan Departemen
Kesehatan RI, 2008).
Masalah
terkait
obat
(Drug-Related
Problems
/
DRPs)
oleh
Pharmaceutical Care Network Europe (PCNE) didefinisikan sebagai setiap
kejadian yang melibatkan terapi obat yang secara nyata atau potensial terjadi akan
mempengaruhi hasil terapi yang diinginkan. Suatu kejadian dapat disebut masalah
terkait obat bila pasien mengalami kejadian tidak diinginkan baik berupa keluhan
medis atau gejala dan ada hubungan antara kejadian tersebut dengan terapi obat.
PCNE mengidentifikasi permasalahan yang terkait dengan obat, yaitu : (1)
masalah efektivitas terapi, (2) masalah Reaksi Obat yag Tidak Dikehendaki
(ROTD), (3) masalah biaya, (4) masalah lainnya (Pharmaceutical Care Network
Europe, 2010).
Penggunaan obat pada penyakit Tuberkulosis dan Pneumonia cukup
kompleks sehingga kemungkinan terjadinya masalah terkait obat semakin besar.
Salah satu cara mengatasi masalah tersebut adalah dengan menggunakan obat
secara rasional, melakukan monitoring dan evaluasi penggunaan obat secara
sistematis, terstandar dan dilaksanakan secara teratur di rumah sakit maupun di
pusat-pusat
kesehatan
masyarakat,
dan
melakukan
intervensi
untuk
mengoptimalkan penggunaan obat tersebut.
1
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
2
1.2
Tujuan
Tujuan pembuatan tugas khusus ini adalah :
a. Mengidentifikasi masalah yang berkaitan dengan penggunaan obat pada
pasien terpilih.
b. Memberikan rekomendasi intervensi untuk masalah yang berkaitan dengan
penggunaan obat yang dapat terjadi.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Tuberkulosis
2.1.1
Pengertian Tuberkulosis
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan
oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB
menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya (Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, 2009).
2.1.2
Patogenesis
Penyebaran TB Paru dari penderita terjadi melalui nuklei droplet infeksius
yang keluar bersama batuk, bersin dan bicara dengan memproduksi percikan yang
sangat kecil berisi kuman TB. Kuman ini melayang-layang di udara yang dihirup
oleh penderita lain. Faktor utama dalam perjalanan infeksi adalah kedekatan dan
durasi kontak serta derajat infeksius penderita dimana semakin dekat seseorang
berada dengan penderita, makin banyak kuman TB yang mungkin akan
dihirupnya (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2009).
2.1.2.1 Tuberkulosis Primer
Penyebaran tuberkulosis ini terjadi pada penderita yang belum pernah
terinfeksi sebelumnya. Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas
akan bersarang di jaringan paru sehingga akan terbentuk suatu sarang pneumoni
disebut sarang primer (afek primer). Peradangan akan kelihatan dari sarang primer
saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal) yang diikuti oleh
pembesaran kelenjar getah bening di hilus (limfangitis regional). Limfangitis
regional bisa sembuh tanpa mengalami cacat, sembuh dengan meninggalkan
sedikit bekas dan mengalami penyebaran. Penyebarannya dengan beberapa cara
yaitu (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2009):
a. Perkontinuitatum adalah penyebaran kuman tuberkulosis di sekitar paru yang
terserang kuman tuberkulosis tersebut.
b. Bronkogen adalah penyebaran baik di paru bersangkutan maupun ke paru
sebelahnya. Penyebaran ini juga terjadi ke dalam usus.
3
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
4
c. Hematogen dan limfogen adalah penyebaran yang berkaitan dengan daya tahan
tubuh, jumlah dan virulensi kuman. Penyebaran ini akan menimbulkan keadaan
cukup gawat apabila tidak terdapat imunitas yang adekuat. Penyebaran ini juga
dapat menimbulkan tuberkulosis pada alat tubuh lainnya, misalnya tulang,
ginjal, anak ginjal, genitalia dan sebagainya.
2.1.2.2 Tuberkulosis Post-Primer
Tuberkulosis post primer akan muncul bertahun-tahun setelah tuberculosis
primer. Penyebaran tuberkulosis ini dimulai dengan sarang dini yang umumnya
terletak di segmen apikal lobus superior maupun lobus inferior. Sarang ini
awalnya berbentuk suatu sarang pneumonia kecil yang bisa sembuh tanpa
meninggalkan cacat, meluas dan segera terjadi proses penyembuhan dengan
penyebukan jaringan fibrosis tetapi bisa juga meluas dan membentuk jaringan
keju (jaringan kaseosa) (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2009).
2.1.3
Klasifikasi Tuberkulosis
2.1.3.1 Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru,
tidak termasuk pleura (selaput paru). Berdasarkan pemeriksaan mikroskopis TB
paru dapat dibagi, yaitu (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2009) :
a. TB Paru BTA (Basil Tahan Asam) Positif yaitu:
1) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan BTA
positif.
2) Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan
kelainan radiologi menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif.
3) Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan
biakan positif.
b. TB Paru BTA (Basil Tahan Asam) Negatif
1) Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran
klinis dan kelainan radiologi menunjukkan tuberkulosis aktif.
2) Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan
menunjukkan tuberkulosis positif.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
5
2.1.3.2 Tuberkulosis Ekstra Paru
Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru (misalnya
selaput otak, kelenjar limfe, pleura, pericardium, persendian, tulang, kulit, usus,
saluran kemih, ginjal, alat kelamin dll). Berdasarkan tingkat keparahannya, TB
ekstra paru ini dibagi menjadi TB ekstra paru berat (severe) dan TB ekstra paru
ringan (not/less severe). Contohnya adalah tuberkulosis milier dimana patogen ke
seluruh paru-paru dan memberikan gambaran bintik-bintik kecil seperti mutiara
(Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2009).
2.1.3.3 Tipe Penderita TB
Tipe penderita ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya.
Ada beberapa tipe penderita yaitu (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2009) :
a. Kasus baru
Kasus baru adalah penderita yang belum pernah mendapat pengobatan
dengan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) atau sudah pernah menelan OAT kurang
dari satu bulan (30 dosis harian)
b. Kasus kambuh (relaps)
Kasus kambuh adalah penderita tuberkulosis yang sebelumnya pernah
mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan
lengkap, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA
positif atau biakan positif. Bila hanya menunjukkan perubahan pada gambaran
radiologik sehingga dicurigai lesi aktif kembali, harus dipikirkan beberapa
kemungkinan :
1) Infeksi sekunder
2) Infeksi jamur
3) TB paru kambuh
c. Kasus lalai berobat
Kasus lalai berobat adalah penderita yang sudah berobat paling kurang 1
bulan, dan berhenti 2 minggu atau lebih, kemudian datang kembali berobat.
Umumnya penderita tersebut kembali dengan hasil pemeriksaan dahak BTA
positif.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
6
d. Kasus Gagal
Kasus gagal adalah penderita BTA positif yang masih tetap positif atau
kembali menjadi positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir
pengobatan) atau penderita dengan hasil BTA negatif gambaran radiologik positif
menjadi BTA positif pada akhir bulan ke-2 pengobatan dan atau gambaran
radiologik ulang hasilnya perburukan.
e. Kasus kronik
Kasus kronik adalah penderita dengan hasil pemeriksaan dahak BTA
masih positif setelah selesai pengobatan ulang kategori 2 dengan pengawasan
yang baik
f. Kasus bekas TB
Hasil pemeriksaan dahak mikroskopik (biakan jika ada fasilitas) negatif
dan gambaran radiologik paru menunjukkan lesi TB inaktif, terlebih gambaran
radiologik serial menunjukkan gambaran yang menetap. Riwayat pengobatan
OAT yang adekuat akan lebih mendukung. Pada kasus dengan gambaran
radiologik meragukan lesi TB aktif, namun setelah mendapat pengobatan OAT
selama 2 bulan ternyata tidak ada perubahan gambaran radiologik.
2.1.4
Diagnosis
Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis,
pemeriksaan
fisik
atau
jasmani,
pemeriksaan
bakteriologi,
pemeriksaan
radiologic, dan pemeriksaan penunjang lainnya. Dengan ditemukannya basil
tuberkulosis, dapat dipastikan bahwa proses masih aktif dan perlu diberikan
pengobatan yang sesuai (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2009).
2.1.4.1 Gejala Klinik
Gejala klinik tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala
respiratorik (atau gejala organ yang terlibat) dan gejala sistemik.
a. Gejala respiratorik
Gejala respiratorik yaitu :
1) Batuk ≥ 3 minggu
2) Batuk darah
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
7
3) Sesak napas
4) Nyeri dada
Gejala respiratorik ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala
sampai gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang
penderita terdiagnosis pada saat medical checkup. Bila bronkus belum
terlibat dalam proses penyakit, maka penderita mungkin tidak ada gejala
batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi bronkus, dan selanjutnya
batuk diperlukan untuk membuang dahak ke luar.
Gejala tuberkulosis ekstra paru tergantung dari organ yang terlibat,
misalnya pada limfadenitis tuberkulosa akan terjadi pembesaran yang
lambat dan tidak nyeri dari kelenjar getah bening, pada meningitis
tuberkulosa akan terlihat gejala meningitis, sementara pada pleuritis
tuberkulosa terdapat gejala sesak napas & kadang nyeri dada pada sisi
yang rongga pleuranya terdapat cairan.
b. Gejala sistemik
Gejala sistemik yaitu :
1) Demam
2) Gejala sistemik lain: malaise, keringat malam, anoreksia, berat badan
menurun.
2.1.4.2 Pemeriksaan Jasmani (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2009)
Pada pemeriksaan jasmani kelainan yang akan dijumpai tergantung dari
organ yang terlibat. Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas
kelainan struktur paru. Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya
tidak (atau sulit sekali) menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya
terletak di daerah lobus superior terutama daerah apex dan segmen posterior ,
serta daerah apex lobus inferior. Pada pemeriksaan jasmani dapat ditemukan
antara lain suara napas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah,
tanda-tanda penarikan paru, diafragma & mediastinum .
Pada pleuritis tuberkulosa, kelainan pemeriksaan fisik tergantung dari
banyaknya cairan di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan pekak, pada
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
8
auskultasi suara napas yang melemah sampai tidak terdengar pada sisi yang
terdapat cairan.
Pada limfadenitis tuberkulosa, terlihat pembesaran kelenjar getah bening,
tersering di daerah leher, kadang-kadang di daerah ketiak.
2.1.4.3 Pemeriksaan Bakteriologi (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2009)
Pemeriksaan
bakteriologi
untuk
menemukan
kuman
tuberkulosis
mempunyai arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosa. Bahannya
dapat berasal dari dahak, cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus,
bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar, urin, feses dan jaringan biopsi.
Pemeriksaan bakteriologi dapat dilakukan dengan cara pemeriksaan mikroskopis
dan biakan.
a. Pemeriksaan Mikroskopis
Pemeriksaan ini adalah pemeriksaan hapusan dahak mikroskopis langsung
yang
merupakan
metode
diagnosis
standar.
Pemeriksaan
ini
untuk
mengidentifikasi BTA yang memegang peranan utama dalam diagnosis TB Paru.
Selain tidak memerlukan biaya mahal, cepat, mudah dilakukan, akurat,
pemeriksaan mikroskopis merupakan teknologi diagnostik yang paling sesuai
karena mengindikasikan derajat penularan, risiko kematian serta prioritas
pengobatan.
b. Pemeriksaan biakan kuman
Melakukan pemeriksaan biakan dimaksudkan untuk mendapatkan
diagnosis pasti dan dapat mendeteksi mikobakterium tuberkulosis dan juga
Mycobacterium Other Than Tuberculosis (MOTT).
2.1.4.4 Pemeriksaan Radiologik (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2009)
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA dengan atau tanpa foto lateral.
Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat memberi gambaran bermacammacam bentuk (multiform). Gambaran radiologik yang dicurigai sebagai lesi TB
aktif yaitu :
1) Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru
dan segmen superior lobus bawah.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
9
2) Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau
nodular.
3) Bayangan bercak milier.
4) Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang).
Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif yaitu :
1) Fibrotik pada segmen apikal dan atau posterior lobus atas.
2) Kalsifikasi atau fibrotik.
3) Kompleks ranke.
4) Fibrotoraks/Fibrosis parenkim paru dan atau penebalan pleura.
2.1.4.5 Pemeriksaan Penunjang
Salah satu masalah dalam mendiagnosis pasti tuberkulosis adalah lamanya
waktu
yang
dibutuhkan
untuk
pembiakan
kuman
tuberkulosis
secara
konvensional. Dalam perkembangan kini ada beberapa teknik baru yang dapat
mengidentifikasi kuman tuberkulosis secara lebih cepat (Perhimpunan Dokter
Paru Indonesia, 2009).
1. Polymerase chain reaction (PCR)
Pemeriksaan PCR adalah teknologi canggih yang dapat mendeteksi DNA,
termasuk DNA M. tuberculosis. Salah satu masalah dalam pelaksanaan teknik
ini adalah kemungkinan kontaminasi. Cara pemeriksaan ini telah cukup
banyak dipakai, kendati masih memerlukan ketelitian dalam pelaksanaannya.
2. Pemeriksaan serologi, dengan berbagai metoda antara lain :
a. Enzym linked immunosorbent assay (ELISA)
Teknik ini merupakan salah satu uji serologi yang dapat mendeteksi
respon humoral berupa proses antigen-antibodi yang terjadi. Beberapa
masalah dalam teknik ini antara lain adalah kemungkinan antibodi
menetap dalam waktu yang cukup lama.
b. Mycodot
Uji ini mendeteksi antibodi antimikobakterial di dalam tubuh manusia.
Uji ini menggunakan antigen lipoarabinomannan (LAM) yang direkatkan
pada suatu alat yang berbentuk sisir plastik. Sisir plastik ini kemudian
dicelupkan ke dalam serum penderita, dan bila di dalam serum tersebut
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
10
terdapat antibodi spesifik anti LAM dalam jumlah yang memadai yang
sesuai dengan aktiviti penyakit, maka akan timbul perubahan warna pada
sisir yang dapat dideteksi dengan mudah.
c. Uji peroksidase anti peroksidase (PAP)
Uji ini merupakan salah satu jenis uji yang mendeteksi reaksi serologi
yang terjadi
d. ICT
Uji Immunochromatographic tuberculosis (ICT tuberculosis) adalah uji
serologik untuk mendeteksi antibodi M. tuberculosis dalam serum. Uji
ICT tuberculosis merupakan uji diagnostik TB yang menggunakan 5
antigen spesifik yang berasal dari membran sitoplasma M.tuberculosis,
diantaranya antigen M.tb 38 kDa. Ke 5 antigen tersebut diendapkan
dalam bentuk 4 garis melintang pada membran immunokromatografik (2
antigen diantaranya digabung dalam 1 garis) dismaping garis kontrol.
Serum yang akan diperiksa sebanyak 30 µl diteteskan ke bantalan warna
biru, kemudian serum akan berdifusi melewati garis antigen. Apabila
serum mengandung antibodi IgG terhadap M. tuberculosis, maka
antibodi akan berikatan dengan antigen dan membentuk garis warna
merah muda. Uji dinyatakan positif bila setelah 15 menit terbentuk garis
kontrol dan minimal satu dari empat garis antigen pada membran.
Dalam menginterpretasi hasil pemeriksaan serologi yang diperoleh,
para klinisi harus hati hati karena banyak variabel yang mempengaruhi
kadar antibodi yang terdeteksi. Saat ini pemeriksaan serologi belum bisa
dipakai sebagai pegangan untuk diagnosis.
3. Pemeriksaan BACTEC
Dasar teknik pemeriksaan biakan dengan BACTEC ini adalah metode
radiometrik. M. tuberculosis memetabolisme asam lemak yang kemudian
menghasilkan CO2 yang akan dideteksi growth indexnya oleh mesin ini.
Sistem ini dapat menjadi salah satu alternatif pemeriksaan biakan secara cepat
untuk membantu menegakkan diagnosis.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
11
4. Pemeriksaan Cairan Pleura
Pemeriksaan analisis cairan pleura & uji Rivalta cairan pleura perlu dilakukan
pada penderita efusi pleura untuk membantu menegakkan diagnosis.
Interpretasi hasil analisis yang mendukung diagnosis tuberkulosis adalah uji
Rivalta positif dan kesan cairan eksudat, serta pada analisis cairan pleura
terdapat sel limfosit dominan dan glukosa rendah.
5. Pemeriksaan histopatologi jaringan
Bahan histopatologi jaringan dapat diperoleh melalui biopsy paru dengan
trans bronchial lung biopsy (TBLB), trans thoracal biopsy (TTB), biopsi
paru terbuka, biopsi pleura, biopsi kelenjar getah bening dan biopsi organ lain
diluar paru. Dapat pula dilakukan biopsi aspirasi dengan jarum halus (BJH =
biopsi jarum halus). Pemeriksaan biopsy dilakukan untuk membantu
menegakkan diagnosis, terutama pada tuberkulosis ekstra paru Diagnosis
pasti infeksi TB didapatkan bila pemeriksaan histopatologi pada jaringan paru
atau jaringan diluar paru memberikan hasil berupa granuloma dengan
perkejuan
6. Pemeriksaan darah
Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indikator yang spesifik
untuk tuberkulosis. Laju endap darah (LED) jam pertama dan kedua sangat
dibutuhkan. Data ini sangat penting sebagai indikator tingkat kestabilan
keadaan nilai keseimbangan biologik penderita, sehingga dapat digunakan
untuk salah satu respon terhadap pengobatan penderita serta kemungkinan
sebagai predeteksi tingkat penyembuhan penderita. Demikian pula kadar
limfosit bisa menggambarkan biologik / daya tahan tubuh penderita, yaitu
dalam keadaan supresi / tidak. LED sering meningkat pada proses aktif, tetapi
laju endap darah yang normal tidak menyingkirkan tuberkulosis. Limfositpun
kurang spesifik.
7. Uji tuberkulin
Pemeriksaan ini sangat berarti dalam usaha mendeteksi infeksi TB di daerah
dengan prevalensi tuberkulosis rendah. Di Indonesia dengan prevalensi
tuberkulosis yang tinggi, pemeriksaan uji tuberkulin sebagai alat bantu
diagnostik kurang berarti, apalagi pada orang dewasa. Uji ini akan
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
12
mempunyai makna bila didapatkan konversi dari uji yang dilakukan satu
bulan sebelumnya atau apabila kepositifan dari uji yang didapat besar sekali.
Pada pleuritis tuberkulosa uji tuberkulin kadang negatif, terutama pada
malnutrisi dan infeksi HIV. Jika awalnya negatif mungkin dapat menjadi
positif jika diulang 1 bulan kemudian.
Gambar 2.1. Alur diagnosis TB (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2009)
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
13
2.1.5
Pengobatan Tuberkulosis (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,
2009)
2.1.5.1 Tujuan Pengobatan
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah
kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah
terjadinya resistensi kuman terhadap OAT. Dalam pengobatan TB digunakan
OAT dengan jenis, sifat dan dosis sebagaimana pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Jenis, sifat dan dosis OAT
2.1.5.2 Prinsip pengobatan
Pengobatan TB dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut:
a. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam
jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan
gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis
Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.
b. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan
langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas
Menelan Obat (PMO).
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
14
c. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap awal (intensif) dan
lanjutan.
1) Tahap awal (intensif)
Pada tahap awal (intensif) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu
diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat. Bila
pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien
menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian
besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2
bulan.
2) Tahap Lanjutan
Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun
dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk
membunuh kuman persister sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.
2.1.5.3 Paduan OAT yang digunakan di Indonesia
WHO dan IUATLD (International Union Against Tuberculosis and Lung
Disease) merekomendasikan paduan OAT standar, yaitu :
1. Kategori 1
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru :
a) Pasien baru TB paru BTA positif.
b) Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif
c) Pasien TB ekstra paru
Dosis
yang
digunakan
untuk
paduan
OAT
KDT
Kategori
1:
2(HRZE)/4(HR)3 sebagaimana dalam Tabel 2.2.
Tabel 2.2. Dosis Paduan OAT KDT Kategori 1
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
15
2. Kategori 2
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati
sebelumnya :
a) Pasien kambuh
b) Pasien gagal
c) Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default)
Dosis
yang
digunakan
untuk
paduan
OAT
KDT
Kategori
2:
2(HRZE)S/(HRZE)/ 5(HR)3E3 sebagaimana dalam Tabel 2.3.
Tabel 2.3. Dosis Paduan OAT KDT Kategori 2
3. OAT Sisipan (HRZE)
Paduan OAT ini diberikan kepada pasien BTA positif yang pada akhir
pengobatan intensif masih tetap BTA positif. Paket sisipan KDT adalah sama
seperti paduan paket untuk tahap intensif kategori 1 yang diberikan selama
sebulan (28 hari) sebagaimana dalam Tabel 4.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
16
Tabel 2.4. Dosis KDT Sisipan : (HRZE)
2.1.5.4 Pengobatan TB Pada Kondisi Khusus (Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia, 2009)
a. Kehamilan
Pada prinsipnya pengobatan TB pada kehamilan tidak berbeda dengan
pengobatan TB pada umumnya. Menurut WHO, hampir semua OAT aman untuk
kehamilan, kecuali streptomisin. Streptomisin tidak dapat dipakai pada kehamilan
karena bersifat permanent ototoxic dan dapat menembus barier placenta. Keadaan
ini dapat mengakibatkan terjadinya gangguan pendengaran dan keseimbangan
yang menetap pada bayi yang akan dilahirkan. Perlu dijelaskan kepada ibu hamil
bahwa keberhasilan pengobatannya sangat penting artinya supaya proses
kelahiran dapat berjalan lancer dan bayi yang akan dilahirkan terhindar dari
kemungkinan tertular TB.
b. Ibu menyusui dan bayinya
Pada prinsipnya pengobatan TB pada ibu menyusui tidak berbeda dengan
pengobatan pada umumnya. Semua jenis OAT aman untuk ibu menyusui. Seorang
ibu menyusui yang menderita TB harus mendapat paduan OAT secara adekuat.
Pemberian OAT yang tepat merupakan cara terbaik untuk mencegah penularan
kuman TB kepada bayinya. Ibu dan bayi tidak perlu dipisahkan dan bayi tersebut
dapat terus disusui. Pengobatan pencegahan dengan INH diberikan kepada bayi
tersebut sesuai dengan berat badannya.
c. Pasien TB pengguna kontrasepsi
Rifampisin berinteraksi dengan kontrasepsi hormonal (pil KB, suntikan
KB, susuk KB), sehingga dapat menurunkan efektifitas kontrasepsi tersebut.
Seorang pasien TB sebaiknya mengggunakan kontrasepsi non-hormonal, atau
kontrasepsi yang mengandung estrogen dosis tinggi (50 mcg).
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
17
d. Pasien TB dengan infeksi HIV/AIDS
Tatalaksana pengobatan TB pada pasien dengan infeksi HIV/AIDS adalah
sama seperti pasien TB lainnya. Obat TB pada pasien HIV/AIDS sama efektifnya
dengan pasien TB yang tidak disertai HIV/AIDS. Prinsip pengobatan pasien TBHIV adalah dengan
mendahulukan pengobatan TB.
Pengobatan ARV
(antiretroviral) dimulai berdasarkan stadium klinis HIV sesuai dengan standar
WHO. Penggunaan suntikan Streptomisin harus memperhatikan Prinsipprinsip
Universal Precaution (Kewaspadaan Keamanan Universal) Pengobatan pasien
TB-HIV sebaiknya diberikan secara terintegrasi dalam satu sarana pelayanan
kesehatan untuk menjaga kepatuhan pengobatan secara teratur. Pasien TB yang
berisiko tinggi terhadap infeksi HIV perlu dirujuk ke pelayanan VCT (Voluntary
Counceling and Testing = Konsul sukarela dengan test HIV).
e. Pasien TB dengan hepatitis akut
Pemberian OAT pada pasien TB dengan hepatitis akut dan atau klinis
ikterik, ditunda sampai hepatitis akutnya mengalami penyembuhan. Pada keadaan
dimana pengobatan Tb sangat diperlukan dapat diberikan streptomisin (S) dan
Etambutol (E) maksimal 3 bulan sampai hepatitisnya menyembuh dan dilanjutkan
dengan Rifampisin (R) dan Isoniasid (H) selama 6 bulan.
f. Pasien TB dengan kelainan hati kronik
Bila ada kecurigaan gangguan faal hati, dianjurkan pemeriksaan faal hati
sebelum pengobatan Tb. Kalau SGOT dan SGPT meningkat lebih dari 3 kali OAT
tidak diberikan dan bila telah dalam pengobatan, harus dihentikan. Kalau
peningkatannya kurang dari 3 kali, pengobatan dapat dilaksanakan atau diteruskan
dengan pengawasan ketat. Pasien dengan kelainan hati, Pirasinamid (Z) tidak
boleh digunakan. Paduan OAT yang dapat dianjurkan adalah 2RHES/6RH atau
2HES/10HE.
g. Pasien TB dengan gagal ginjal
Isoniasid (H), Rifampisin (R) dan Pirasinamid (Z) dapat di ekskresi
melalui empedu dan dapat dicerna menjadi senyawa-senyawa yang tidak toksik.
OAT jenis ini dapat diberikan dengan dosis standar pada pasien-pasien dengan
gangguan ginjal. Streptomisin dan Etambutol diekskresi melalui ginjal, oleh
karena itu hindari penggunaannya pada pasien dengan gangguan ginjal. Apabila
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
18
fasilitas pemantauan faal ginjal tersedia, Etambutol dan Streptomisin tetap dapat
diberikan dengan dosis yang sesuai faal ginjal. Paduan OAT yang paling aman
untuk pasien dengan gagal ginjal adalah 2HRZ/4HR.
h. Pasien TB dengan Diabetes Melitus
Diabetes harus dikontrol. Penggunaan Rifampisin dapat mengurangi
efektifitas obat oral anti diabetes (sulfonil urea) sehingga dosis obat anti diabetes
perlu ditingkatkan. Insulin dapat digunakan untuk mengontrol gula darah, setelah
selesai pengobatan TB, dilanjutkan dengan anti diabetes oral. Pada pasien
Diabetes Mellitus sering terjadi komplikasi retinopathy diabetika, oleh karena itu
hati-hati dengan pemberian etambutol, karena dapat memperberat kelainan
tersebut.
i. Pasien TB yang perlu mendapat tambahan kortikosteroid
Kortikosteroid
hanya
digunakan
pada
keadaan
khusus
yang
membahayakan jiwa pasien seperti :
1) Meningitis TB
2) TB milier dengan atau tanpa meningitis
3) TB dengan Pleuritis eksudativa
4) TB dengan Perikarditis konstriktiva.
Selama fase akut prednison diberikan dengan dosis 30-40 mg per hari,
kemudian diturunkan secara bertahap. Lama pemberian disesuaikan dengan jenis
penyakit dan kemajuan pengobatan.
j. Indikasi operasi
Pasien-pasien yang perlu mendapat tindakan operasi (reseksi paru), adalah:
1) Untuk TB paru:
a) Pasien batuk darah berat yang tidak dapat diatasi dengan cara konservatif.
b) Pasien dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak dapat diatasi
secara konservatif.
c) Pasien MDR TB dengan kelainan paru yang terlokalisir.
2) Untuk TB ekstra paru:
Pasien TB ekstra paru dengan komplikasi, misalnya pasien TB tulang yang
disertai kelainan neurologik.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
19
2.2
HAP (Hospital Acquired Pneumonia) atau Pneumonia Nosokomial
2.2.1
Definisi
Pneumonia nosokomial (HAP) adalah pneumonia yang terjadi setelah
pasien 48 jam dirawat di rumah sakit dan disingkirkan semua infeksi yang terjadi
sebelum masuk rumah sakit (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003).
2.2.2
Etiologi
Patogen penyebab pneumonia nosokomial berbeda dengan pneumonia
komuniti. Pneumonia nosokomial dapat disebabkan oleh kuman bukan multi drug
resistance (MDR) misalnya S. pneumoniae, H. Influenzae, Methicillin Sensitive
Staphylococcus aureus (MSSA) dan kuman MDR misalnya Pseudomonas
aeruginosa, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Acinetobacter spp dan
Gram positif seperti Methicillin Resistance Staphylococcus aureus (MRSA).
Pneumonia nosokomial yang disebabkan jamur, kuman anaerob dan virus jarang
terjadi (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003).
Bahan pemeriksaan untuk menentukan bakteri penyebab dapat diambil
dari dahak, darah, cara invasive misalnya bilasan bronkus, sikatan bronkus, biopsi
aspirasi transtorakal dan biopsi aspirasi transtrakea (Perhimpunan Dokter Paru
Indonesia, 2003).
2.2.3
Patogenesis
Patogenesis pneumonia nosokomial pada prinsipnya sama dengan
pneumonia komuniti. Pneumonia terjadi apabila mikroba masuk ke saluran napas
bagian bawah. Ada empat rute masuknya mikroba tersebut ke dalam saluran napas
bagian bawah yaitu (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003) :
1. Aspirasi, merupakan rute terbanyak pada kasus-kasus tertentu seperti kasus
neurologis dan usia lanjut
2. Inhalasi, misalnya kontaminasi pada alat-alat bantu napas yang digunakan
pasien
3. Hematogenik
4. Penyebaran langsung
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
20
Pasien yang mempunyai faktor predisposisi terjadi aspirasi mempunyai
risiko mengalami pneumonia nosokomial. Apabila sejumlah bakteri dalam jumlah
besar berhasil masuk ke dalam saluran napas bagian bawah yang steril, maka
pertahanan pejamu yang gagal membersihkan inokulum dapat menimbulkan
proliferasi dan inflamasi sehingga terjadi pneumonia. Interaksi antara faktor
pejamu (endogen) dan faktor risiko dari luar (eksogen) akan menyebabkan
kolonisasi bakteri patogen di saluran napas bagian atas atau pencernaan makanan.
Patogen penyebab pneumonia nosokomial ialah bakteri gram negatif dan
Staphylococcus aureus yang merupakan flora normal sebanyak < 5%. Kolonisasi
di saluran napas bagian atas karena bakteri-bakteri tersebut merupakan titik awal
yang penting untuk terjadi pneumonia (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia,
2003).
2.2.4
Faktor Resiko Pneumonia Nosokomial
Faktor risiko pada pneumonia sangat banyak dibagi menjadi 2 bagian
(Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003) :
a. Faktor yang berhubungan dengan daya tahan tubuh
Penyakit kronik (misalnya penyakit jantung, PPOK, diabetes, alkoholisme,
azotemia), perawatan di rumah sakit yang lama, koma, pemakaian obat tidur,
perokok, intubasi endotrakeal, malnutrisi, umur lanjut, pengobatan steroid,
pengobatan antibiotik, waktu operasi yang lama, sepsis, syok hemoragik, infeksi
berat di luar paru dan cidera paru akut (acute lung injury) serta bronkiektasis.
b. Faktor eksogen adalah :
1) Pembedahan
Besar risiko kejadian pneumonia nosokomial tergantung pada jenis
pembedahan, yaitu torakotomi (40%), operasi abdomen atas (17%) dan
operasi abdomen bawah (5%).
2) Penggunaan antibiotik
Antibiotik dapat memfasilitasi kejadian kolonisasi, terutama antibiotik
yang aktif terhadap Streptococcus di orofaring dan bakteri anaerob di
saluran pencernaan. Sebagai contoh, pemberian antibiotik golongan
penisilin mempengaruhi flora normal di orofaring dan saluran pencernaan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
21
Sebagaimana diketahui Streptococcus merupakan flora normal di orofaring
melepaskan bacterocins yang menghambat pertumbuhan bakteri gram
negatif. Pemberian penisilin dosis tinggi akan menurunkan sejumlah
bakteri gram positif dan meningkatkan kolonisasi bakteri gram negatif di
orofaring.
3) Peralatan terapi pernapasan.
Kontaminasi pada peralatan ini, terutama oleh bakteri Pseudomonas
aeruginosa dan bakteri gram negatif lainnya sering terjadi.
4) Pemasangan pipa/selang nasogastrik, pemberian antasid dan alimentasi
enteral Pada individu sehat, jarang dijumpai bakteri gram negatif di
lambung karena asam lambung dengan pH < 3 mampu dengan cepat
membunuh bakteri yang tertelan. Pemberian antasid / penyekat H2 yang
mempertahankan pH > 4 menyebabkan peningkatan kolonisasi bakteri
gram negatif aerobik di lambung, sedangkan larutan enteral mempunyai
pH netral 6,4 - 7,0.
5) Lingkungan rumah sakit
a) Petugas rumah sakit yang mencuci tangan tidak sesuai dengan
prosedur
b) Penatalaksanaan dan pemakaiaan alat-alat yang tidak sesuai prosedur,
seperti alat bantu napas, selang makanan, selang infus, kateter, dan
lain-lain.
c) Pasien dengan kuman MDR tidak dirawat di ruang isolasi.
6) Faktor risiko kuman MDR penyebab HAP dan VAP (ATS/IDSA 2004)
a) Pemakaian antibiotik pada 90 hari terakhir.
b) Dirawat di rumah sakit ≥ 5 hari.
c) Tingginya frekuensi resisten antibiotik di masyarakat atau di rumah
sakit tersebut.
d) Penyakit immunosupresi dan atau pemberian imunoterapi.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
22
2.2.5 Diagnosis
Menurut kriteria dari The Centers for Disease Control (CDC-Atlanta),
diagnosis pneumonia nosokomial adalah sebagai berikut (Perhimpunan Dokter
Paru Indonesia, 2003) :
1. Onset pneumonia yang terjadi 48 jam setelah dirawat di rumah sakit dan
menyingkirkan semua infeksi yang inkubasinya terjadi pada waktu masuk
rumah sakit.
2. Diagnosis pneumonia nosokomial ditegakkan atas dasar :
a) Foto toraks : terdapat infiltrat baru atau progresif
b) Ditambah 2 diantara kriteria berikut :
1) Suhu tubuh > 38oC
2) sekret purulen
3) leukositosis
Kriteria pneumonia nosokomial berat menurut ATS :
1. Dirawat di ruang rawat intensif
2. Gagal napas yang memerlukan alat bantu napas atau membutuhkan O2 > 35 %
untuk mempertahankan saturasi O2 > 90 %
3. Perubahan radiologik secara progresif berupa pneumonia multilobar atau kaviti
dari infiltrat paru
4. Terdapat bukti-bukti ada sepsis berat yang ditandai dengan hipotensi dan atau
disfungsi organ yaitu :
a) Syok (tekanan sistolik < 90 mmHg atau diastolik < 60 mmHg)
b) Memerlukan vasopresor > 4 jam
c) Jumlah urin < 20 ml/jam atau total jumlah urin 80 ml/4 jam
d) Gagal ginjal akut yang membutuhkan dialisis
Pemeriksaan yang diperlukan adalah :
1. Pewarnaan Gram dan kultur dahak yang dibatukkan, induksi sputum atau
aspirasi sekret dari selang endotrakeal atau trakeostomi. Jika fasilitas
memungkinkan
dapat
dilakukan
pemeriksaan
biakan
kuman
secara
semikuantitatif atau kuantitatif dan dianggap bermakna jika ditemukan 106
colony-forming units/ml dari sputum, 105 – 106 colony-forming units/ml dari
aspirasi endotrracheal tube, 104 – 105 colony-forming units/ml dari
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
23
bronchoalveolar lavage (BAL), 103 colony-forming units/ml dari sikatan
bronkus dan paling sedikit 102 colony-forming units/ml dari vena kateter
sentral. Dua set kultur darah aerobik dan anaerobik dari tempat yang berbeda
(lengan kiri dan kanan) sebanyak 7 ml. Kultur darah dapat mengisolasi bakteri
patogen pada > 20% pasien. Jika hasil kultur darah (+) maka sangat penting
untuk menyingkirkan infeksi di tempat lain. Pada semua pasien pneumonia
nosokomial harus dilakukan pemeriksaan kultur darah.
Kriteria dahak yang memenuhi syarat untuk pemeriksaan apusan langsung dan
biakan yaitu bila ditemukan sel PMN > 25 / lapangan pandang kecil (lpk) dan
sel epitel < 10 / lpk.
2. Analisis gas darah untuk membantu menentukan berat penyakit.
3. Jika keadaan memburuk atau tidak ada respons terhadap pengobatan maka
dilakukan pemeriksaan secara invasif. Bahan kultur dapat diambil melalui
tindakan bronkoskopi dengan cara bilasan, sikatan bronkus dengan kateter
ganda terlindung dan bronchoalveolar lavage (BAL). Tindakan lain adalah
aspirasi transtorakal.
2.2.6
Pengobatan
2.2.6.1 Terapi Antibiotik
Beberapa pedoman dalam pengobatan pneumonia nosokomial ialah
(American Thoracic Society, 2004) :
1. Semua terapi awal antibiotik adalah empirik dengan pilihan antibiotik yang
harus mampu mencakup sekurang-kurangnya 90% dari patogen yang mungkin
sebagai penyebab, perhitungkan pola resistensi setempat.
2. Terapi awal antibiotik secara empiris pada kasus yang berat dibutuhkan dosis
dan cara pemberian yang adekuat untuk menjamin efektiviti yang maksimal.
Pemberian terapi emperis harus intravena dengan sulih terapi pada pasien yang
terseleksi, dengan respons klinis dan fungsi saluran cerna yang baik.
3. Pemberian antibiotik secara de-eskalasi harus dipertimbangkan setelah ada
hasil kultur yang berasal dari saluran napas bawah dan ada perbaikan respons
klinis.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
24
4. Kombinasi antibiotik diberikan pada pasien dengan kemungkinan terinfeksi
kuman MDR.
5. Jangan mengganti antibiotik sebelum 72 jam, kecuali jika keadaan klinis
memburuk.
6. Data mikroba dan sensitiviti dapat digunakan untuk mengubah pilihan empirik
apabila respons klinis awal tidak memuaskan. Modifikasi pemberian antibiotik
berdasarkan data mikrobial dan uji kepekaan tidak akan mengubah mortaliti
apabila terapi empirik telah memberikan hasil yang memuaskan.
Tabel 2.5. Terapi antibiotik awal secara empirik untuk HAP atau VAP pada
pasien tanpa faktor risiko patogen MDR, onset dini dan semua derajat
penyakit (mengacu ATS / IDSA 2004)
Patogen Potensial
Antibiotik yang Direkomendesikan

Streptocoocus pneumonia
Betalaktam + antibetalaktamase

Haemophilus influenza
(Amoksisilin klavulanat)

Metisilin-sensitif Staphylocoocus
atau
aureus
Sefalosporin G3 nonpseudomonal
Antibiotik sensitif basil Gram
(Seftriakson, sefotaksim)
negatif enterik
atau
o Escherichia coli
Kuinolon respirasi (Levofloksasin,
o Klebsiella pneumonia
Moksifloksasin)

o Enterobacter spp
o Proteus spp
o Serratia marcescens
Tabel 2.6. Terapi antibiotik awal secara empirik untuk HAP atau VAP untuk
semua derajat penyakit pada pasien dengan onset lanjut atau terdapat
faktor risiko patogen MDR (mengacu ATS / IDSA 2004)
Patogen Potensial
Antibiotik yang Direkomendesikan
Patogen MDR tanpa atau dengan
Sefalosporin antipseudomonal
patogen pada Tabel 5
(Sefepim, seftasidim, sefpirom)
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
25
Pseudomonas aeruginosa
atau
Klebsiella pneumonia (ESBL)
Karbapenem antipseudomonal
Acinetobacter sp
(Meropenem, imipenem)
Methicillin resisten Staphylococcus
atau
aureus (MRSA)
ß-laktam / penghambat ß lactamase
(Piperasilin – tasobaktam)
ditambah
Fluorokuinolon antipseudomonal
(Siprofloksasin atau levofloksasin)
atau
Aminoglikosida (Amikasin, gentamisin
atau tobramisin)
ditambah
Linesolid atau vankomisin atau
teikoplanin
Tabel 2.7. Dosis antibiotik intravena awal secara empirik untuk HAP dan VAP
pada pasien dengan onset lanjut atau terdapat faktor risiko patogen
MDR (mengacu pada ATS/IDSA 2004)
Antibiotik
Dosis
Sefalosporin antipseudomonal
Sefepim
1-2 gr setiap 8 – 12 jam
Seftasidim
2 gr setiap 8 jam
Sefpirom
1 gr setiap 8 jam
Karbapenem
Meropenem
1 gr setiap 8 jam
Imipenem
500 mg setiap 6 jam / 1 gr setiap
8 jam
ß-laktam / penghambat ß-laktamase
Piperasilin - tasobaktam
4,5 gr setiap 6 jam
Aminoglikosida
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
26
Gentamisin
7 mg/kg BB/hr
Tobramisin
7 mg/kg BB/hr
Amikasin
20 mg/kg BB/hr
Kuinolon antipseudomonal
Levofloksasin
750 mg setiap hari
Siprofloksasin
400 mg setiap 8 jam
Vankomisin
15 mg/kg BB/12 jam
Linesolid
600 mg setiap 12 jam
Teikoplanin
400 mg / hari
Pasien yang mendapat antibiotik empirik yang tepat, optimal dan adekuat,
penyebabnya bukan P.aeruginosa dan respons klinis pasien baik serta terjadi
resolusi gambaran klinis dari infeksinya maka lama pengobatan adalah 7 hari atau
3
hari
bebas
panas.
Bila
penyebabnya
adalah
P.aeruginosa
dan
Enterobacteriaceae maka lama terapi 14 – 21 hari.
Respons terhadap terapi dapat didefinisikan secara klinis maupun
mikrobiologi. Respons klinis terlihat setelah 48 – 72 jam pertama pengobatan
sehingga dianjurkan tidak merubah jenis antibiotik dalam kurun waktu tersebut
kecuali terjadi perburukan yang nyata (American Thoracic Society, 2004).
Setelah ada hasil kultur darah atau bahan saluran napas bawah maka
pemberian antibiotik empirik mungkin memerlukan modifikasi. Apabila hasil
pengobatan telah memuaskan maka penggantian antibiotik tidak akan mengubah
mortaliti tetapi bermanfaat bagi strategi de-eskalasi. Bila hasil pengobatan tidak
memuaskan maka modifikasi mutlak diperlukan sesuai hasil kultur dan kepekaan
kuman. Respons klinis berhubungan dengan faktor pasien (seperti usia dan
komorbid), faktor kuman (seperti pola resisten, virulensi dan keadaan lain)
(American Thoracic Society, 2004).
Hasil kultur kuantitatif yang didapat dari bahan saluran napas bawah
sebelum dan sesudah terapi dapat dipakai untuk menilai resolusi secara
mikrobiologis. Hasil mikrobiologis dapat berupa: eradikasi bakterial, superinfeksi,
infeksi berulang atau infeksi persisten (American Thoracic Society, 2004).
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
27
Parameter klinis adalah jumlah leukosit, oksigenasi dan suhu tubuh.
Perbaikan klinis yang diukur dengan parameter ini biasanya terlihat dalam 1
minggu pengobatan antibiotik. Pada pasien yang memberikan perbaikan klinis,
foto toraks tidak selalu menunjukkan perbaikan, akan tetapi apabila foto toraks
memburuk maka kondisi klinis pasien perlu diwaspadai (American Thoracic
Society, 2004).
2.3
Masalah Terkait Obat (Drug-Related Problem/DRPs)
2.3.1
Definisi Masalah Terkait Obat
Masalah terkait obat dapat mempengaruhi morbiditas dan mortalitas
kualitas hidup pasien serta berdampak juga terhadap ekonomi dan sosial pasien.
Pharmaceutical Care Network Europe mendefinisikan masalah terkait obat
(DRPs) adalah kejadian suatu kondisi terkait dengan terapi obat yang secara nyata
atau
potensial
mengganggu
hasil
klinis
kesehatan
yang
diinginkan
(Pharmaceutical Care Network Europe, 2010).
2.3.2 Klasifikasi Masalah Terkait Obat
Klasifikasi masalah yang berkaitan dengan penggunaan obat menurut
PCNE adalah sebagai berikut (Pharmaceutical Care Network Europe, 2010) :
a.
Masalah efektivitas meliputi obat tidak efektif atau pengobatan gagal, efek
obat tidak optimal, efek obat salah (idiosinkrasi), dan ada indikasi yang tidak
diterapi.
b.
Masalah Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki meliputi pasein menderita
ROTD bukan alergi, pasein menderita ROTD alergi, dan pasien menderita
efek toksik.
c.
Masalah biaya meliputi biaya pengobatan lebih mahal dari yang diperlukan
dan obat tidak diperlukan.
d.
Lain-lain meliputi pasien tidak puas dengan terapi yang diterimanya dan
keluhan pasien atau masalah tidak jelas.
Adapun beberapa hal yang dapat menjadi penyebab timbulnya masalah
yang berkaitan dengan penggunaan obat adalah:
a.
Pemilihan obat / dosis obat, meliputi :
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
28
1) Pemilihan obat tidak tepat (bukan indikasi yang paling tepat) termasuk
penggunaan obat yang kontraindikasi.
2) Tidak ada indikasi penggunaan obat atau indikasi obat tidak jelas.
3) Kombinasi obat – obat atau obat – makanan tidak tepat termasuk kejadian
interaksi obat.
4) Duplikasi kelompok terapi atau bahan aktif yang berbeda diresepkan untuk
indikasi yang sama.
5) Ada indikasi tetapi obat tidak diresepkan.
6) Banyak obat (kelompok terapi atau bahan aktif yang berbeda) diresepkan
untuk indikasi yang sama.
7) Tersedia obat yang lebih hemat biaya.
8) Kebutuhan obat yang bersifat sinergis atau preventif tidak diresepkan.
9) Ada indikasi baru dan obat belum diresepkan
b.
Pemilihan bentuk meliputi mentuk sediaan obat tidak tepat.
c.
Pemilihan dosis, meliputi
1) Dosis obat terlalu rendah.
2) Dosis obat terlalu tinggi.
3) Pengaturan dosis kurang sering.
4) Tidak dilakukan pemantauan kadar obat dalam darah.
5) Masalah terkait farmakokinetika obat yang memerlukan penyesuaian
dosis.
6) Perburukan atau perbaikan kondisi sakit yang memerlukan penyesuaian
dosis.
d.
Penentuan lama pengobatan, meliputi lama pengobatan terlalu pendek dan
lama pengobatan terlalu panjang.
e.
Proses penggunaan obat, meliputi:
1) Waktu penggunaan obat atau interval pemberian dosis tidak tepat.
2) Menggunakan obat lebih sedikit dari pedoman pengobatan atau pemberian
obat lebih jarang dari aturan penggunaan.
3) Menggunakan obat berlebih atau pemberian obat melebihi aturan
penggunaan.
4) Obat tidak diminum atau tidak diberikan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
29
5) Minum obat yang salah atau memberikan obat yang salah.
6) Penyalahgunaan obat.
7) Pasien tidak menggunakan obat atau bentuk sediaan sesuai aturan.
f.
Logistik (kefarmasian), meliputi:
1) Obat yang diresepkan tidak tersedia.
2) Kesalahan peresepan (dalam menulis resep).
3) Kesalahan peracikan obat (dispensing error).
g.
Pasien
1) Pasien lupa untuk minum obat.
2) Pasien menggunakan obat yang tidak diperlukan.
3) Pasien makan makanan yang berinteraksi dengan obat.
4) Penyimpanan obat oleh pasien tidak tepat.
h.
Lain-lain
1) Lain-lain, sebutkan.
2) Penyebab tidak jelas
2.4
Evaluasi Kualitas Penggunaan Antibiotik
Kualitas penggunaan antibiotik dapat dinilai dengan melihat rekam
pemberian antibiotik dan rekam medik pasien. Penilaian dilakukan dengan
mempertimbangkan kesesuaian diagnosis (gejala klinis dan hasil laboratorium),
indikasi, regimen dosis, keamanan, dan harga (Gyssens, 2005).
Bagan alur penilaian menggunakan kategori / klasifikasi Gyssens seperti
pada gambar 2.2 berikut ini.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
30
Gambar 2.2. Bagan Alur Penilaian Kualitas Pemberian Antibiotik Metode
Gyssens (Gyssens, 2005)
Kriteria kualitas penggunaan antibiotik berdasarkan bagan alur Gyssens
adalah sebagai berikut (Gyssen, 2005).
1) Kategori 0 = Penggunaan antibiotik tepat / bijak
2) Kategori I = Penggunaan antibiotik tidak tepat waktu
3) Kategori IIA = Penggunaan antibiotik tidak tepat dosis
4) Kategori IIB = Penggunaan antibiotik tidak tepat interval pemberian
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
31
5) Kategori IIC = Penggunaan antibiotik tidak tepat cara / rute pemberian
6) Kategori IIIA = Penggunaan antibiotik terlalu lama
7) Kategori IIIB = Penggunaan antibiotik terlalu singkat
8) Kategori IVA = Ada antibiotik lain yang lebih efektif
9) Kategori IVB = Ada antibiotik lain yang kurang toksik / lebih aman
10) Kategori IVC = Ada antibiotik lain yang lebih murah
11) Kategori IVD = Ada antibiotik lain yang spektrumnya lebih sempit
12) Kategori V = Tidak ada indikasi penggunaan antibiotik
13) Kategori VI = Data rekam medik tidak lengkap dan tidak dapat dievaluasi
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1
Lokasi dan Waktu
Pembuatan laporan ini dilakukan pada tanggal 4 – 30 Mei 2014 di RSUP
Fatmawati, Cilandak, Jakarta Selatan.
3.2
Jenis dan Sumber Data Penelitian
Penelitian termasuk dalam penelitian observasional analitik yang
dilakukan secara concurrent yaitu penelitian dilakukan sejalan dengan proses
perawatan pasien di rumah sakit. Data yang digunakan adalah data primer yang
berasal dari rekam medik pasien Tn. K. A di Lantai V Selatan Teratai. Kegiatan
evaluasi masalah yang berkaitan dengan penggunaan obat dari data pemantauan
terapi obat dilakukan secara studi pustaka menggunakan data-data atau informasi
yang diperoleh dari literatur-literatur.
3.3
Prosedur Penelitian
3.3.1
Penetapan Data Pengobatan yang akan Dianalisa
Data pengobatan yang akan dianalisa adalah data pemberian obat kepada
pasien Tn. K. A yang dirawat di Lantai V Selatan Teratai dari tanggal 5 Mei – 20
Mei 2014.
3.3.2
Pengambilan Data
Pengambilan data dilakukan melalui pencatatan rekam medik di ruang
perawatan lantai V Selatan Teratai meliputi data informasi pasien, hasil
pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan fisik, rencana keperawatan, dan catatan
pemberian obat. Data yang diambil dipindahkan ke lembaran pengumpul data
yang telah disiapkan dan selanjutnya dilakukan analisa. Data diambil dapat dilihat
pada lampiran.
32
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
33
3.3.3 Penetapan Standar Penggunaan Obat
Standar penggunaan obat ditetapkan berdasarkan standar terapi yang
berlaku dan literatur-literatur ilmiah lainnya.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil
4.1.1
Hasil Analisis Masalah yang Berkaitan dengan Obat Menggunakan PCNE
Tabel 4.1. Hasil Analisis Masalah yang Berkaitan dengan Obat Menggunakan
PCNE
No
1.
Kasus
Terjadi duplikasi
terapi yaitu obat
Sistenol dan
Fluimucil yang
diberikan pada
tanggal 4 – 8 Mei
2014. Sistenol
mengandung Nacetylsistein dan
paracetamol,
sedangkan
Fluimucil
mengandung nasetylsistein.
Kedua obat samasama
mengandung
acetylsistein.
Kode
3.
Utama
Masalah
Efektivitas
terapi
Penyebab
Pemilihan obat
Intervensi
Pada tataran
penulis resep
Hasil
Intervensi
2.
Domain
Pada tataran
obat
Masalah
terselesaikan
secara tuntas
Efektivitas
terapi
Terjadi duplikasi
terapi yaitu obat
Metoklopramid
dan Ondansentron
yang diberikan
pada tanggal 6 –
14 Mei 2014.
Masalah
Penyebab
Pemilihan obat
Berdasarkan hasil
Masalah
Efektivitas
34
Sub Domain
Ket
Obat tidak
efektif atau
pengobatan
gagal
Duplikasi
kelompok
terapi atau
bahan aktif
yang tidak
tepat.
Menanyakan
atau
mengkonfirma
si masalah
terkait obat
kepada penulis
resep
Mengubah
jenis obat
Saran agar
diberikan 1
obat saja yaitu
fluimucil.
Saran
diterima, resep
diganti.
Obat tidak
efektif atau
pengobatan
gagal
Banyak obat
(kelompok
terapi atau
bahan aktif
yang berbeda)
diresepkan
untuk indikasi
yang sama.
Obat tidak
Saran agar
diberikan 1
obat saja.
Saran agar
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
35
No
Kasus
laboratorium
tanggal 14 Mei
2014,
Kotrimoksasol
resisten, tetapi
obat ini tetap
diberikan.
4.
5.
6.
Dosis Amikasin :
HAP : IV : 20
mg/kg/day
bersama
antipseudomonal
beta-lactam atau
Karbapenem
(American
Thoracic
Society/ATS
Guidelines,
2004). Dosis
Amikasin yang
diberikan : 1 x
750 mg, artinya
dosis Amikasin
kurang.
Paracetamol tepat
untuk
menurunkan
panas/demam,
tetapi sebaiknya
dihindari
penggunaannya
pasien dengan
gangguan hati
(hasil
laboratorium tgl
12/5/2014, kadar
SGOT 435 u/l,
SGPT 331 u/l).
 Serious – Use
Alternative :
Ofloxacin +
Ondansentron :
Ofloxacin dan
Ondansentron
Kode
Domain
Utama
terapi
Penyebab
Pemilihan obat
Masalah
Efektivitas
terapi
Pemilihan
dosis
Penyebab
Masalah
Efektivitas
terapi
Penyebab
Pemilihan obat
Masalah
Efektivitas
terapi
Pemilihan obat
Penyebab
Sub Domain
Ket
efektif atau
pengobatan
gagal
Pemilihan obat
tidak tepat
(bukan untuk
indikasi yang
paling tepat)
termasuk
penggunaan
obat yang
kontraindikasi
Efek obat
tidak optimal
Dosis obat
terlalu rendah
kotrimoksasol
dihentikan
sebab obat
sudah resisten.
Efek obat
salah
(idiosinkrasi)
Pemilihan obat
tidak tepat
(bukan untuk
indikasi yang
paling tepat)
termasuk
penggunaan
obat yang
kontraindikasi
Saran agar
parasetamol
dihentikan
atau hanya
digunakan
dengan
pertimbangan
manfaat yang
lebih
menguntungka
n.
Efek obat
tidak optimal
Kombinasi
obat-obat atau
obat-makanan
tidak tepat
Memonitor
keadaan pasien
terhadap
kemungkinan
dari interaksi
yang terjadi.
Saran agar
dosis
Amikasin
dinaikkan
menjadi 1 x
860 mg.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
36
No
7.
8.
Kasus
keduanya
meningkatkan
interval QTc.
 Significant –
monitor
closely:
Trimethoprim +
Potassium
Klorida :
keduanya
meningkatkan
serum potassium.
Trimethoprim
menurunkan
ekskresi
potassium urin,
sehingga dapat
menyebabkan
hiperkalemia.
Nistatin drop
yang seharusnya
digunakan 4 x
sehari, tetapi
hanya diberikan 3
x sehari.
Pada tanggal 14
dan 15 Mei 2014,
KSR yang
seharusnya
diberikan 3 x
sehari, tetapi
hanya diberikan
1x sehari. Hal ini
disebabkan
karena tidak ada
persediaan (TAP).
Kode
Domain
Utama
Sub Domain
Ket
termasuk
kejadian
interaksi obat
Masalah
Penyebab
Masalah
Penyebab
Efektivitas
terapi
Proses
penggunaan
obat
Efek obat
tidak optimal
Obat tidak
diminum atau
tidak diberikan
Efektivitas
terapi
Logistik
(kefarmasian)
Efek obat
tidak optimal
Obat yang
diresepkan
tidak tersedia
Saran agar
Apoteker lebih
memantau
pemberian
obat dari
perawat ke
pasien.
Saran agar
persediaan
obat di depo
lebih
diperhatikan
lagi.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
37
4.1.2 Hasil Analisis Penggunaan Antibiotik Menggunakan Gyssens
Tabel 4.2. Hasil Analisis Penggunaan Antibiotik Menggunakan Gyssens
No.
1.
Nama Antibiotik
Ethambutol
Kategori Gyssens
Kategori 0 = Penggunaan antibiotik tepat /
bijak
2.
Streptomisin
Kategori 0 = Penggunaan antibiotik tepat /
bijak
3.
Cotrimoksasol
Kategori IVA = Ada antibiotik lain yang lebih
efektif
4.
Ceftriaxone
Kategori IVA = Ada antibiotik lain yang lebih
efektif
5.
Levofloksasin
Kategori IVA = Ada antibiotik lain yang lebih
efektif
6.
Ofloksasin
Kategori V = tidak ada indikasi penggunaan
antibiotik
7.
Meropenem
Kategori 0 = Penggunaan antibiotik tepat /
bijak
8.
Amikasin
Termasuk
kategori
IIA
=
penggunaan
antibiotik tidak tepat dosis
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
38
4.2
Pembahasan
4.2.1
Pembahasan Hasil Analisis Masalah Terkait Obat Menggunakan PCNE
Pasien Tn. KA (65 tahun) masuk ke RSUP Fatmawati pada tanggal 4 Mei
2014 dengan mengeluhkan batuk berdahak kurang lebih 2 minggu sebelum masuk
rumah sakit. Pasien mengeluhkan batuk dengan dahak berwarna kekuningan,
tetapi tidak ada darah. Pasien mengalami sesak, demam pada siang dan malam
hari dan juga mengalami mata kuning. Pasien juga mengalami mual dan muntah,
buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK) tidak ada keluhan. Pada 2 bulan
sebelumnya, pasien pernah mengalami operasi dada karena tumor mediastinum di
RSUP Fatmawati, selain itu pasien memiliki riwayat TBC, Hepatitis, dan Tumor
Paru.
Pemeriksaan umum yang dilakukan pertama kali dirawat yaitu tekanan
darah 180/110 mmHg, frekuensi nadi 104 x/menit, frekuensi nafas 26 x/menit,
suhu 36,5˚C, tinggi badan 158 cm dan berat badan 43 kg. Pasien mengalami
penurunan berat badan 5% dalam 3 bulan terkahir. Pasien kemudian dibawa ke
ruang perawatan lantai V Selatan Gedung Teratai untuk dirawat lebih lanjut.
Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang
lainnya, pasien Tn. KA didiagnosis mengalami sepsis yang disebabkan oleh
Hospital Acquired Pneumonia (HAP), TB Paru aktif BTA negatif, Ikterus
Obstruktif, Candidiasis Oral, Malnutrisi berat, Hipokalemia, dan Hipernatremia.
Selama dirawat di RSUP Fatmawati, pasien mendapatkan pengobatan
yang cukup banyak. Beberapa masalah dalam pengobatan pasien Tn. KA dapat
dilihat pada tabel 4.1. Pada tanggal 4 – 8 Mei 2014, pasien mendapatkan obat
Sistenol dan Fluimucil. Obat Sistenol itu sendiri mengandung N-acetylsistein dan
paracetamol, sedangkan Fluimucil mengandung n-asetylsistein. Kedua obat samasama mengandung asetilsistein. Indikasi asetilsistein adalah sebagai mukolitik
pada pasien dengan sekresi lendir yang abnormal atau lengket pada penyakit
bronkopulmonalis akut dan kronis (American Pharmacists Association, 2013).
Asetilsistein sebenarnya cukup tepat diberikan kepada pasien Tn KA, tetapi
sebaiknya hanya diberikan salah satu obat saja yaitu Fluimucil, sebab Sistenol
juga mengandung Paracetamol dimana paracetamol ini tidak perlu selalu
diberikan karena suhu badan pasien juga tidak selalu tinggi, selain itu paracetamol
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
39
juga tidak tepat digunakan untuk pasien dengan gangguan hati. Berdasarkan hasil
pemeriksaan laboratorium tanggal 5 Mei 2014 diketahui pasien mengalami
gangguan fungsi hati yaitu SGOT pasien 146 u/l, SGPT 164 u/l, bilirubin total
4,90 mg/dl, bilirubin direk 4,40 mg/dl dan bilirubin indirek 0,50 mg/dl. Intervensi
yang dilakukan untuk masalah ini adalah memberitahukan kepada apoketer
penanggung jawab dan selannjutnya diberitahukan kepada dokter penanggung
jawab pasien. Saran diterima dan obat yang diberikan adalah Fluimucil.
Masalah lainnya mengenai duplikasi obat yang terjadi adalah pemberian
Metoklopramid dan Ondansentron. Metoklopramid dan Ondansentron merupakan
obat antiemetik yang indikasikan untuk mual dan muntah yang dialami oleh
pasien Tn. KA. Untuk pemberian antiemetik sebaiknya dipilih salah satu obat saja
sebab dengan duplikasi obat, dosis untuk menjadi berlebih, efek samping dan
biaya pengobatan pun semakin meningkat,. Metoklopramid dan Ondansentron,
keduanya dimetabolisme di hati menjadi metabolit yang inaktif. Pemberian obat
ini dapat memperberat kerja hati sehingga dapat memperburuk kondisi hati pasien
(American Pharmacists Association, 2013).
Pasien Tn. KA didiagnosa mengalami sepsis yang disebabkan oleh HAP
dan pasien diberikan obat Ceftriaxone dan Cotrimoksasol. Kedua obat ini
diberikan sebagai antibiotik awal secara empirik sambil menunggu hasil kultur
bakteri keluar. Dari pemeriksaan laboratorium tanggal 14 Mei 2014 mengenai
pemeriksaan biakan dan resistensi, didapatkan hasil pembiakan dari sputum yaitu
Klebsiella pneumoniae dan hasil uji sensitivitas yaitu Cefriaxone dan
Cotrimoksasol resisten. Berdasarkan data laboratorium ini, dokter mengganti
Ceftriaxone dengan Meropenem dan Amikasin, sedangan Cotrimoksasol tidak
diganti ataupun dihentikan. Pemberian Cotrimoksasol ini sebaiknya dihentikan
sebab bakteri Klebsiella pneumonia sudah resisten tehadap Cotrimoksasol
sehingga obat tidak efektif lagi untuk digunakan. Selain itu juga dapat menambah
biaya pengobatan pasien bila obat tetap diberikan.
Pemberian Meropenem dan Amikasin untuk pengobatan HAP sudah tepat
sesuai dengan terapi antibiotik yang direkomendasikan oleh Perhimpunan Dokter
Paru Indonesia yang juga mengacu pada American Thoracic Society (ATS) tahun
2004 (lihat tabel 2.6), namun pemberian dosis Amikasin masih belum tepat. Dosis
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
40
Amikasin yang direkomendasikan adalah 20 mg/kg BB/hari, sedangkan dosis
Amikasin yang diberikan adalah 750 mg/hari. Pemberian dosis antibiotik yang
kurang
(under
dose)
dapat
menyebabkan
peningkatan
resistensi
dan
memperlambat proses penyembuhan.
Masalah yang ditemukan dalam pengobatan Tn. KA ini tidak hanya dari
pemilihan obat dan dosis, tetapi juga dari proses penggunaan obat. Nistatin drop
yang seharusnya diberikan 4 x sehari 1 cc hanya diberikan oleh perawat 3 x 1 cc.
Pemberian dosis yang kurang menyebabkan proses penyembuhan menjadi lebih
lambat dan peningkatan resistensi, oleh sebab itu Apoteker penanggung jawab
perlu memantau pemberian obat oleh perawat agar lebih mengoptimalkan
pengobatan pasien.
Masalah dari proses penggunaan obat berikutnya adalah obat yang
diresepkan tidak tersedia yaitu pada tanggal 14 dan 15 Mei 2014, KSR yang
seharusnya diberikan 3 x sehari 1 tablet, tetapi hanya diberikan 1 x sehari 1 tablet.
Hal ini disebabkan karena tidak ada persediaan (TAP) di depo farmasi.
Ketersediaan obat di depo perlu menjadi perhatian penting, sebab dengan tidak
tersedianya obat, pasien tidak dapat meminum obatnya yang akhirnya berdampak
pada tidak efektifnya pengobatan pasien.
Interaksi obat yang terjadi pada pengobatan Tn. KA tergolong dalam
kategori Serious – Use Alternative yaitu Ofloksasin dan Ondansentron. Ofloxacin
dan Ondansentron keduanya meningkatkan Interval QTc. Sindroma Long QT
adalah kelainan pada sistem elektrikal jantung, yang bisa menyebabkan hilangnya
kesadaran atau kematian mendadak sehingga perlu pemantauan EKG, kelainan
elektrolit, CHF, atau bradyarrhytmia. Kategori interaksi obat lainnya yaitu
Significant
–
monitor
closely
(Trimethoprim
dan
Potasium
Klorida).
Trimethoprim dan Potasium Klorida keduanya meningkatkan kadar serum kalium.
Trimethoprim menurunkan ekskresi potassium urin sehingga dapat menyebabkan
hiperkalemia, khususnya dengan dosis tinggi, insufisiensi ginjal, atau bila
dikombinasikan dengan obat lain yang menyebabkan hiperkalemia. Penggunaan
bersamaan kedua obat ini perlu dipantau karena berpotensi terjadi interaksi
(Medscape, 2014).
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
41
Cukup banyaknya masalah yang berkaitan dengan penggunaan obat yang
ditemukan dalam pengobatan pasien menuntut peran apoteker untuk lebih aktif
berkontribusi bersama dengan tenaga kesehatan lainnya dalam rangka pencegahan
masalah dalam pengobatan yang dapat merugikan pasien sehingga pada akhirnya
tercapai terapi yang optimal bagi setiap pasien. Peran apoteker dalam evaluasi
pengobatan pasien tidak hanya sampai menemukan masalah yang terkait dengan
obat, tetapi juga memberikan intervensi untuk menyelesaikan masalah yang
ditemukan.
4.2.2 Pembahasan Hasil Analisis Penggunaan Antibiotik Menggunakan Gyssens
Antibiotik yang diberikan untuk pengobatan Tn. KA, dianalisis kualitas
penggunaannya dengan menggunakan algoritma Gyssens untuk menilai apakah
penggunaan antibiotik tersebut tepat atau tidak. Dari analisis tersebut didapatkan
hasil :
a. Ethambutol dan Streptomisin
Pemberian Ethambutol dinilai tepat untuk mengobati penyakit TB pasien.
Berdasarkan Kepmenkes RI Nomor 384/Menkes/SK/V/2009 tentang Pedoman
Penanggulangan Tuberkulosis, disebutkan bahwa Pemberian OAT pada pasien
TB dengan hepatitis akut dan atau klinis ikterik, ditunda sampai hepatitis akutnya
mengalami penyembuhan. Pada keadaan dimana pengobatan TB sangat
diperlukan dapat diberikan Streptomisin (S) dan Etambutol (E) maksimal 3 bulan
sampai hepatitisnya menyembuh dan dilanjutkan dengan Rifampisin (R) dan
Isoniasid (H) selama 6 bulan. Kedua obat ini yg paling dianjurkan sebab hanya
ada sedikit laporan hepatotoksisitas dengan Etambutol dalam pengobatan TB dan
tidak ada kejadian
hepatotoksisitas
yang
dilaporkan
pada penggunaan
Streptomisin (Kishore, et al. 2007).
b. Cotrimoksasol
Cotrimoksasol merupakan antibiotik yang diindikasikan untuk pengobatan
Hospital Acquired Pneumonia (HAP) yang diderita pasien. Cotrimoksasol
merupakan antibiotik kombinasi (Trimethoprim dan Sulfametoksasol) yang
diberikan pada pasien dengan kemungkinan terinfeksi kuman MDR, namun
pemberian antibiotik ini dinilai tidak tepat (termasuk kategori IVA) yaitu ada
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
42
antibiotik lain yang lebih efektif untuk pengobatan HAP. Berdasarkan Pedoman
Diagnosis dan Penatalaksanaan Pneumonia Nosokomial / HAP, terapi antibiotik
awal secara empirik untuk HAP atau VAP untuk semua derajat penyakit pada
pasien dengan onset lanjut atau terdapat faktor risiko patogen MDR (mengacu
ATS
/
IDSA
antipseudomonal
2004)
yaitu
(Sefepim,
direkomendasikan
seftasidim,
antibiotik
sefpirom)
atau
Sefalosporin
Karbapenem
antipseudomonal (Meropenem, imipenem) atau ß-laktam / penghambat ß
lactamase (Piperasilin – tasobaktam) ditambah Fluorokuinolon antipseudomonal
(Siprofloksasin atau levofloksasin) atau Aminoglikosida (Amikasin, gentamisin
atau tobramisin). Dari hasil pemeriksaan laboratorium untuk pengujian resistensi,
diketahui bahwa pasien sudah mengalami resistensi Cotrimoksasol sehingga
sebaiknya antibiotik ini tidak perlu diberikan.
c. Cefriaxone
Ceftriaxone merupakan antibiotik yang diindikasikan untuk pengobatan
Hospital Acquired Pneumonia (HAP) yang diderita pasien. Antibiotik ini
merupakan antibiotik yang digunakan sebagai terapi awal antibiotik secara
empiris. Dari hasil analisis menggunakan Gyssens, pemberian Ceftriaxone dinilai
belum tepat, termasuk kategori IVA yaitu ada antibiotik lain yang lebih efektif.
Ceftriaxone merupakan lini pertama untuk membunuh bakteri Klebsiella
pneumonia yang ditemukan dari hasil kultur sputum pasien (American
Pharmacists Association, 2013), namun dari hasil pemeriksaan laboratorium
untuk pengujian resistensi, diketahui bahwa pasien sudah mengalami resistensi
Ceftriaxone sehingga ketika hasil laboratorium ini keluar, pemberian Ceftriaxone
dihentikan dan diganti dengan antibiotik alternatif yang lebih sensitif membunuh
bakteri Klebsiella pneumonia yaitu Meropenem dan Amikasin.
d. Levofloxacin
Levofloxacin
merupakan
antibiotik
yang
dikombinasikan
dengan
Ceftriaxone untuk pengobatan Hospital Acquired Pneumonia (HAP) yang diderita
pasien. Dari hasil analisis menggunakan Gyssens, pemberian Levofloxacin dinilai
belum tepat, termasuk kategori IVA yaitu ada antibiotik lain yang lebih efektif.
Levofloxacin merupakan terapi antibiotik awal secara empirik untuk HAP atau
VAP untuk semua derajat penyakit pada pasien dengan onset lanjut atau terdapat
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
43
faktor risiko patogen MDR (ATS / IDSA, 2004), namun dari hasil pemeriksaan
laboratorium untuk pengujian resistensi, diketahui bahwa pasien sudah mengalami
resistensi Levofloxacin sehingga ketika hasil laboratorium ini keluar, pemberian
Levofloxacin dihentikan.
e. Ofloksasin
Pemberian Ofloksasin merupakan antibiotik golongan fluorokuinolon yang
dinilai tidak tepat (kategori V) yaitu tidak ada indikasi penggunaan antibiotik.
Ofloksasin
lebih
diindikasikan
untuk
pengobatan
Community-Acquired
Pneumonia (CAP) (American Pharmacists Association, 2013). Pemberian
Ofloksasin sebaiknya dihentikan sebab sudah ada antibiotik lain yang lebih efektif
untuk pengobatan HAP.
f. Meropenem
Meropenem merupakan antibiotik yang diindikasikan untuk pengobatan
Hospital Acquired Pneumonia (HAP) yang diderita pasien. Dari hasil analisis
menggunakan Gyssens, pemberian Meropenem dinilai tepat. Meropenem
direkomendasikan oleh ATS / IDSA sebagai terapi antibiotik awal secara empirik
untuk HAP atau VAP untuk semua derajat penyakit pada pasien dengan onset
lanjut atau terdapat faktor risiko patogen MDR. Meropenem dikombinasikan
dengan Amikasin sebagai pengganti antibiotik Ceftriaxone dan Levofloxacin yang
sudah resisten. Meropenem juga merupakan antibiotik alternatif untuk membunuh
bakteri Klebsiella pneumonia apabila drug of first choice (Ceftriaxone,
Cefotaxime, Cefepim, atau Ceftazidime) sudah tidak efektif lagi.
g. Amikasin
Amikasin merupakan antibiotik yang diindikasikan untuk pengobatan
Hospital Acquired Pneumonia (HAP) yang diderita pasien. Analisis Pemberian
Amikasin menggunakan Gyssens mendapatkan hasil yaitu termasuk kategori IIA
(penggunaan antibiotik tidak tepat dosis). Berdasarkan Perhimpunan Dokter Paru
Indonesia yang juga mengacu pada American Thoracic Society (ATS) tahun 2004,
dosis Amikasin yang dikombinasikan dengan Meropenem adalah 20 mg/kg
BB/hari, sehingga dengan berat badan pasien 43 kg, dosis yang harus diberikan
adalah 860 mg/hari, sedangkan dosis Amikasin yang diberikan adalah 750 mg.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa :
a. Masalah yang berkaitan dengan penggunaan obat dari pasien terpilih meliputi
masalah interaksi, pemilihan, efek samping, dosis, dan penggunaan obat.
b. Intervensi yang dapat diberikan untuk masalah yang berkaitan dengan
penggunaan obat meliputi pemantauan kondisi klinis pasien, perubahan dosis
obat, dan penghentian / penggantian obat.
5.2
Saran
Kegiatan pemantauan terapi obat pasien yang telah ada di RSUP
Fatmawati sebaiknya terus dilakukan agar dapat selalu teridentifikasi masalah
yang berkaitan dengan penggunaan obat demi tercapainya hasil terapi yang
optimal bagi pasien.
44
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
DAFTAR ACUAN
American Pharmacists Association. (2013). Drug Information Handbook. Edisi
ke-21. Ohio: Lexi-Comp.
American Thoracic Society. (2004). Hospital-acquired pneumonia in adults :
Diagnosis, assessment of severity, initial antimicrobial therapy and
preventive strategies. Ohio : Am J Respir Crit Care Med.
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan
RI. (2008). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1197/MENKES/SK/X/2004 Tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah
Sakit. Jakarta : Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan
Departemen Kesehatan RI.
Gyssens, Inge C. (2005). Audits for Monitoring The Quality of Antimicrobial
Prescriptions. New York : Kluwer Academic Publishers.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2009). Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 364/MENKES/SK/V/2009 tentang
Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis (TB). Jakarta : Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.
Kishore, et al. (2007). Drug Induced Hepatitis with Anti-tubercular
Chemotheraphy : Challenges and Difficulties in Treatment. Nepal :
Khatmandu University Medical Journal Vol 5, No. 2.
Medscape. (2014). http://reference.medscape.com/drug-interactionchecker diakses
pada tanggal 17 Mei 2014.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. (2009). Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan Tuberkulosis di Indonesia. Jakarta : Perhimpunan
Dokter Paru Indonesia.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. (2003). Pneumonia Nosokomial : Pedoman
Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta : Perhimpunan
Dokter Paru Indonesia.
Pharmaceutical Care Network Europe. (2010). PCNE Classification for Drug
Related Problems. Zuidlaren : Pharmaceutical Care Network Europe
Foundation.
45
Universitas Indonesia
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
LAMPIRAN
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
46
Lampiran 1. Informasi Pasien
Data Pasien
Nama
: Kasimin Asmorejo
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Tanggal Lahir
: 31-12-1961
BB
: 43 kg
TB
: 158 cm
Alamat
: Cilandak Barat, Jln. Albarakah RT 06 RW 13
No. Telepon
: 087887320454
Tanggal Masuk RS
: 04-05-2014
Ruang Rawat
: Lantai V Selatan
Keluhan Utama
Keluhan utama pada saat pasien masuk rumah sakit yaitu pasien mengeluh mual,
muntah selama 4 hari, batuk berdahak sejak 2 minggu sebelum masuk rumah
sakit.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluhkan batuk berdahak kurang lebih 2 minggu terakhir. Batuk
dengan dahak berwarna kekuningan dan tidak berdarah, tidak sesak. Pasien
merasakan demam terutama saat siang hari. Terdapat penurunan berat badan,
merasakan keringat pada malam hari, mual tapi tidak muntah, buang air kecil dan
besar tidak ada keluhan. Pasien mengeluhkan mata kuning. Perut dan dada tidak
terasa nyeri.
Riwayat Penyakit Terdahulu

Dua bulan lalu pasien pernah mengalami operasi dada karena tumor
mediastinum di Rumah Sakit Fatmawati.

Tidak ada riwayat DM, Hipotensi, dan riwayat trauma.

Pasien dulunya perokok aktif namun sudah berhenti 2 tahun terakhir.

Pasien bekerja sebagai buruh bangunan.
Riwayat Keluarga
Pasien tidak tahu riwayat penyakit keluarga.
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
47
Riwayat Sosial

Nilai budaya yang dimiliki terkait penyebab penyakit : Takdir.

Pola komunikasi : Introvert.

Social support : istri dan 2 orang anak.

Tidak mempunyai pengaruh kepercayaan yang dianut terhadap penyakit.
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
48
Lampiran 2. Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan
Nilai
Normal
Tanggal
Satuan
12/5/
16/5/
19/5/
14
14
14
-
-
-
-
5/5/14
8/5/14
mmHg
7,360
Analisa Gas
Darah
7,370 –
pH
7,440
PCO2
35 – 45
mmHg
37,5
-
-
-
-
PO2
83 – 108
mmHg
73,6
-
-
-
-
mmHg
752
-
-
-
-
20,7
-
-
-
-
94,4
-
-
-
-
-4,2
-
-
-
-
21,9
-
-
-
-
g/dl
11,5
13
12
-
12,9
BP
HCO3
21 – 28
O2 Saturasi
BE
CBase
Excess
Total CO2
95 – 99
-2,5 – 2,5
19 – 24
mmol/
L
%
mmol/
L
mmol/
L
Hematologi
Hemoglobin
13,2 –
17,3
Hematokrit
33 – 45
%
35
42
39
-
40
Lekosit
5 – 10
Ribu/ul
12,3
27,4
25
-
35,9
150 – 440 Ribu/ul
463
476
410
-
309
Juta/ul
3,77
4,39
4,12
-
4,30
Trombosit
Eritrosit
4,40 –
5,90
Fungsi Hati
SGOT
0 - 34
u/l
146
375
435
335
-
SGPT
0 – 40
u/l
164
196
331
237
-
Bilirubin
0,10 –
mg/dl
4,90
-
3,90
3,50
-
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
49
Pemeriksaan
total
Bilirubin
Nilai
Normal
Tanggal
Satuan
5/5/14
8/5/14
12/5/
16/5/
19/5/
14
14
14
1,00
< 0,2
mg/dl
4,40
-
0,10
3,00
-
20 – 40
mg/dl
15
24
21
-
-
0,6 – 1,5
mg/dl
0,6
0,5
0,5
-
-
70 – 140
mg/dl
95
-
-
-
-
Natrium
135 – 147
mmol/l
131
135
135
-
-
Kalium
3,10 –
mmol/l
2,66
3,49
3,63
-
-
95 – 108
mmol/l
95
98
98
-
-
VER
80 – 100
fl
-
95,8
94,9
-
93,1
HER
26 – 34
pg
-
29,7
29,2
-
30
KHER
32 – 36
g/dl
-
31
30,8
-
32,2
RDW
11,5 –
%
-
15
15,1
-
15,4
direk
Fungsi
Ginjal
Ureum darah
Kreatinin
darah
Glukosa
darah
sewaktu
Elektrolit
darah
5,10
Klorida
VER/ HER/
KHER/
RDW
14,5
Hitung Jenis
Basofil
0–1
%
-
1
1
-
0
Eosinofil
1–3
%
-
0
0
-
0
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
50
Pemeriksaan
Nilai
Normal
Tanggal
Satuan
5/5/14
8/5/14
12/5/
16/5/
19/5/
14
14
14
Netrofil
50 – 70
%
-
79
76
-
51
Limfosit
20 - 40
%
-
15
17
-
16
Monosit
2–8
%
-
4
5
-
2
Luc
< 4,5
%
-
1
1
-
0
140 – 300
u/l
-
1,815
-
-
-
-
-
-
-
10,2
-
-
-
-
1,9
Jantung
LDH
Asam Laktat
0,5 – 2,2
mmol/
L
SeroImunologi
CRP
Kuantattif
< 1,0
mg/dl
Riwayat Pemeriksaan Mikrobiologi
Pemeriksaan tanggal 05-05-2014
Bahan
: Sputum
Pemeriksaan : Pewarnaan Gram
Hasil
: Gram positif coccus dan gram negatif batang ditemukan
Sel Epitel = 4-6/LPK
Leukosit = 30-35/LPK
Pemeriksaan Dahak
Nanah lendir : Pagi (B) = Negatif;
Sewaktu (C) = Negatif
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
51
Lampiran 3. Hasil Uji Sensitivitas Antibiotik
Tanggal Terima : 5 Mei 2014
Tanggal ACC : 14 Mei 2014
Keterangan Klinis : TB Paru
Pemeriksaan Biakan MO & Resistensi
Pemeriksaan Mikroskopis
Bahan : Sputum
Sel Epitel : 4-6/LPK
Hasil Pembiakan : Klebsiella pneumonia
Leukosit : 30 – 45/LPK
No.
I
Jenis Obat
Kons.
Hasil Pemeriksaan ( R/I/S)
30 µg
R
µg
R
Cefixime
5 µg
R
Cefuroxime
30 µg
R
Ceftazidime
30 µg
R
Cefoperason
75 µg
R
Cefotaxime
30 µg
R
Ceftriaxone
30 µg
R
Imipenem
10 µg
S
Meropenem
10 µg
S
Amikasin
30 µg
S
Gentamisin
10 µg
R
Kanamisin
20 µg
R
5 µg
R
Golongan Penicilin
Amoxyclav / Augmentin*
Ampicilin Sulbactam*
II
III
IV
V
Golongan Sefalosporin
Golongan Karbapenem
Golongam Aminoglikosida
Golongan Kuinolon
Levofloksasin
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
52
No.
VI
Jenis Obat
Kons.
Hasil Pemeriksaan
µg
R
Tetrasiklin
30 µg
R
Kloramfenikol
30 µg
S
Fosfomisin
50 µg
S
Golongan Antibiotik Lain
Cotrimoksasol
Keterangan : * = Kombinasi Beta Laktamase Inhibitor; R = Resisten; I = Intermediate; S = Sensitif
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
53
Lampiran 4. Pemantauan Terapi Pasien
Tanggal
S
5/5/2014
6/5/2014
O
A
P
Batuk
sulit kesadaran : CM
berhenti waktu TD : 140/70 mmHg
pagi,
sesak nadi : 120 x /menit
setelah
batuk, suhu : 37,8˚C
muntah, demam Saturasi O2 : 96%
pagi ini
mata : konjungtiva pucat,
sklera ikterik
Paru : lendir tidak ada
1. Sepsis ec HCAP
2. TB paru aktif hari ke-28
3. Ikterus Obstruktif suspek meta
tumor
4. Candidiasis oral
5. Malnutrisi berat
6. Riwayat
tumor
mediastinum
suspek tumor ganas saluran limfa
7. Hypokalemia
8. Hipernatremia ringan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Panas,
mual,
batuk
belum
berkurang, tidak
nyeri dada, tidak
sesak,
mual
muntah ada
1. Sepsis ec HCAP
1. Cefriaxone 2 x 2 g IV (H3)
2. TB Paru BTA negatif dengan 2. Ethambutol 1 x 1000 mg
infeksi sekunder
3. Streptomisin 1 x 1000 IM
3. Ikterik Obstruktif
4. Ofloxacin 1 x 400 mg PO
4. Oral hygine buruk
(H28)
5. Malnutrisi berat
5. Dexamenthason 3 x 5 mg IV
Kesadaran : CM
TD :
Nadi : 80 x/menit
Mata : sklera ikterik
Paru : lendir tidak ada
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
Diet TKTP 1900 kkal/hari
Cefriaxone 2 x 2 g IV (H2)
Levofloxacin stop
Ethambutol 1 x 1000 mg
Streptomisin 1 x 1000 IM
Ofloxacin 1 x 400 mg PO
(H28)
7. Dexamenthason 3 x 5 mg IV
8. Sistenol 3 x 500 mg
9. Inhalasi Ventolin : Bisolvon
1 : 1 / 6 jam
10. Kotrimoksasol 2 x 960 mg
(H1)
11. Fluimucyl 3 x 1 sacch
12. Curcuma 3 x 200 mg
13. KSR 3 x 600 mg
14. Ondansentron 3 x 8 mg IV
15. Rantin 2 x 500 mg IV
16. Nistatin drop 4 x 1 cc
54
Tanggal
7/5/2014
S
Batuk
masih
ada, lemas, sakit
kepala dan nyeri
dada tiap batuk,
sesak tiap batuk,
mual
muntah
berkurang, tidak
demam,
BAB
sulit.
O
A
Kesadaran : CM
TD : 140/80 mmHg
Nadi : 88 x/menit
Saturasi O2 : 98%
Mata : sklera ikterik
P
6. Riwayat timuma tipe AB stadium
(H2)
IV
6. Inhalasi Ventolin : Bisolvon
7. Hypokalemia koreksi
1 : 1 / 6 jam
8. Hiponatremia ringan
7. Kotrimoksasol 2 x 960 mg
(H1)
8. Curcuma 3 x 200 mg
9. KSR 3 x 600 mg
10. Ondansentron 2 x 8 mg IV
11. Metoklopramid 3 x 1
12. Rantin 2 x 500 mg IV
13. Nistatin drop 4 x 1 cc
1. Sepsis ec HCAP
1. Clinimix /24 jam
2. TB Paru BTA negatif
2. D 1O /12 jam
3. Ikterik obstruktif
3. Cefriaxone 2 x 2 g IV (H4)
4. Oral hygine buruk
4. Ethambutol 1 x 1000 mg
5. Malnutrisi berat
(H37)
6. Riwayat timuma tipe AB stadium 5. Streptomisin 1 x 1000 mg IM
IV
(H30)
7. Hypokalemia koreksi
6. Ofloxacin 1 x 400 mg (H3)
8. Hiponatremia ringan
7. Dexamethason 3 x 5 mg IV
(H3)
8. Inhalasi Ventolin : Bisolvon
1 : 1 / 6 jam
9. Cotrimoksasol 2 x 960 mg
(H3)
10. Curcuma 3 x 200 mg
11. KSR 3 x 600 mg
12. Ondansentron 2 x 8 mg IV
13. Metoklopramid 3 x 1
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
55
Tanggal
S
O
A
P
14. Rantin 2 x 500 mg IV
15. Nistatin drop 4 x 1 cc
16. MST 2 x 15 mg
17. Laxadine 3 x 10 cc
18. Ketorolac 3 x 30 mg Extra
jika masih nyeri > 6
19. Betadine kumur 3x/hari
8/5/2014
Nyeri
berkurang, tidak
demam, batuk
masih
ada,
masih
nyeri
menelan
Kesadaran : CM
TD : 140/80 mmHg
Nadi : 108 x/menit
suhu : 36,9˚C
Saturasi O2 : 97%
Mata : sklera ikterik
Paru : basah kasar
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Sepsis ec HCAP
TB Paru BTA negatif
Ikterik obstruktif
Oral hygine buruk
Malnutrisi berat
Riwayat timuma tipe AB stadium
IV
7. Hipokalemia dan hiponatremia
ringan
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
1.
2.
3.
4.
5.
Clinimix / 24 jam
D 1O / 12 jam
Diet TKTP 1900 kkal/hari
Ceftriaxone 2 x 2 mg (H5)
Ethambutol 1 x 1000 mg
(H31)
6. Streptomisin 1 x 1000 mg
(H31)
7. Ofloxacin 1 x 400 mg (H31)
8. Dexamethason 3 x 5 mg IV
(H4)
9. Inhalasi Ventolin : Bisolvon
1 : 1 / 6 jam
10. Cotrimoksasol 2 x 960 mg
(H4)
11. Curcuma 3 x 200 mg
12. KSR 3 x 1200 mg
13. Ondansentron 2 x 8 mg IV
14. Metoklopramid 3 x 1
15. Rantin 2 x 500 mg IV
16. Nistatin drop 4 x 1 cc
56
Tanggal
9/5/2014
S
Batuk masih ada
namun
berkurang, tidak
demam,
mual
muntah
berkurang
O
A
Kesadaran : CM
TD : 140/80 mmHg
Nadi : 92 x/menit
Suhu : 36˚C
Saturasi O2 : 99%
Mata : sklera ikterus
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
P
17. MST 2 x 15 mg
18. Laxadine 3 x 10 cc
19. Ketorolac 3 x 30 mg extra
jika nyeri
20. Betadine kumur 3 x
Sepsis ec HCAP
1. Clinimix / 24 jam
TB paru BTA negatif H31, 2. D 1O / 12 jam
streptomisin stop
3. Diet TKTP 1900 kkal/hari
Ikterus parenkimal ec nodul hepar 4. Ceftriaxone 2 x 2 g (H6)
Candidiasis oral
5. Ethambutol 1 x 1000 g (H32)
Malnutrisi berat pada keganasan
6. Ofloxacin 1 x 400 mg (H32)
Riwayat timuma tipe AB stadium 7. Dexamethason 3 x 5 g (H5)
IV
8. Inhalasi Ventolin : Bisolvon
Hipokalemia dan hiponatremia
1 : 1 /6 jam
perbaikan
9. Cotrimoksasol 2 x 960 mg
(H5)
10. Curcuma 3 x 200 mg
11. KSR 3 x 600 mg
12. Ondansentron 3 x 8 mg IV
13. Metoklopramid 3 x 1 ampul
IV
14. Codein 3 x 10 mg
15. MST 2 x 10 mg
16. Rantin 2 x 50 mg IV
17. Nistatin drop 4 x 1 cc
18. Laxadine 3 x 10 cc
19. Ketorolac 3 x 30 mg IV
20. Neurodex 1 x 1 mg
21. Betadine kumur 3x
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
57
Tanggal
12/5/2014
S
Ada mual, tidak
muntah, BAK
dan BAB dalam
batas
normal.
Saat
ini
perawatan hari
ke-8.
Pasien
tidak
sesak,
batuk berkurang
O
A
Kesadaran : CM
TD : 140/90 mmHg
Nadi : 105 x/menit
Saturasi O2 : 95%
Suhu : 36˚C
Mata : konjungtiva tidak
pucat, sklera ikterik
Pulmo : Vesikuler, bronkhi
basah kasar bilateral,
wheezing tidak ada.
1. Sepsis ec HCAP
2. TB paru BTA negatif h-31
(Streptomisin sudah stop)
3. Ikterus parenkimal ec nodul hepar
suspek metastasis
4. Candidiasis oral
5. Malnutrisi berat pada keganasan
6. Riwayat timuma tipe AB stadium
IV
7. Hipokalemia dan hiponatremia
perbaikan
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
P
22. Fluimucyil 3 x 1 sacchet
23. Paracetamol 3 x 500 mg
kalau demam.
1. Clinimix /24 jam stop (nafsu
makan membaik)
2. D 10 /12 jam
3. Diet TKTP 1900 kkal/hari
4. Ceftriaxone 2 x 2 g IV (H9)
5. Ethambutol 1 x 1000 mg
(H35)
6. Ofloxacin 1 x 400 mg (H35)
7. Dexametason 3 x 5 mg (H8)
8. Inhalasi Ventolin : Bisolvon
1 : 1 /6 jam
9. Cotrimoksasol 2 x 960 mg
(H8)
10. Curcuma 3 x 200 mg
11. KSR 3 x 600 mg
12. Ondansentron 3 x 8 mg IV
13. Metoklopramid 3 x 1 ampul
14. Codein 3 x 10 mg
15. MST 2 x 10 mg
16. Rantin 2 x 50 mg IV
17. Nistatin drop 4 x 1 cc
18. Laxadine 3 x 10 cc
19. Ketorolac 3 x 30 mg
20. Neurodex 1 x 1
21. Betadine gargle 3 x/hari
22. Fluimucil 3 x 15 cc
58
Tanggal
S
O
A
13/5/2014
Makan
mulai Kesadaran : CM
banyak
(1/2 TD : 120/80 mmHg
porsi),
tidak Nadi : 120 x/menit
demam, batuk Saturasi O2 : 95%
berdahak
Suhu : 36,5˚C
Mata : konjungtiva tidak
pucat, sklera tidak ikterik
Pulmo : vesikuler, bronkhi
basah kasar bilateral,
wheezing tidak ada
1. Sepsis ec HCAP klinis perbaikan
2. TB paru BTA negatif h-32
3. Ikterus parenkimal ec nodul hepar
suspek metastasis
4. Candidiasis oral
5. Malnutrisi berat pada keganasan
6. Riwayat timuma tipe AB stadium
IV
7. Hipokalemia perbaikan
14/5/2014
Batuk,
kental
1. Sepsis berat ec HCAP klinis
perbaikan
2. TB paru BTA negatif h-33
3. Ikterus parenkimal ec nodul hepar
suspek metastasis
4. Candidiasis oral
5. Malnutrisi berat pada keganasan
6. Riwayat timuma tipe AB stadium
dahak Kesadaran : CM
TD : 120/80 mmHg
Nadi : 118 x/menit
Suhu : 36,7˚C
Saturasi : 98%
Mata : konjungtiva tidak
pucat, sklera tidak ikterik
Pulmo : vesikuler, bronkhi
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
P
23. Paracetamol 3 x 500 mg
kalau perlu
1. D 10 500 cc/12 jam
2. Diet TKTP 1900 kkal/hari
3. Ceftriaxone 2 x 2 g IV (H10)
4. Ethambutol 1 x 1000 mg
(H36)
5. Dexamethason 3 x 5 mg (H9)
6. Inhalasi Ventolin : Bisolvon
1 : 1/6 jam
7. Cotrimoksasol 2 x 960 mg
(H9)
8. Curcuma 3 x 200 mg
9. KSR 3 x 600 mg stop
10. Ondansentron 3 x 8 mg IV
11. Metoklopramid 3 x 1 ampul
stop
12. Codein 3 x 10 mg
13. MST 2 x 10 mg
14. Nistatin drop 4 x 1 cc
15. Rantin 2 x 50 mg IV
1. Infus D 10 500 mg/12 jam :
NaCl 0,9 500/12 jam
2. Diet TKTP 1900 kkal/hari
3. Ceftriaxone 2 x 2 mg IV
(H11)
4. Ethambutol 1 x 1000 (H37)
5. Ofloxacin 1 x 400 mg (H37)
6. Dexamethason 3 x 5 mg
59
Tanggal
S
O
A
basah kasar bilateral,
wheezing tidak ada
16/5/2014
Sesak
berkurang, batuk
berkurang, tidak
demam
Kesadaran : CM
TD : 150/90 mmHg
Nadi : 112 x/menit
Suhu : 36,5˚C
Saturasi : 95%
Mata : konjungtiva tidak
pucat, sklera tidak ikterik
Pulmo : vesikuler, bronkhi
basah kasar bilateral,
wheezing tidak ada
P
IV
1.
2.
3.
4.
5.
6.
(H10)
7. Inhalasi Ventolin : Bisolvon
1 : 1/6 jam
8. Cotrimoksasol 2 x 960 mg
(H10)
9. Curcuma 3 x 200 mg
10. Ondansentron 3 x 8 mg
11. Codein 3 x 10 mg
12. MST 2 x 10 mg
13. Nistatin drop 4 x 1 cc
14. Rantin 2 x 50 mg IV
Sepsis berat ec HAP klinis 1. NaCl 0,9 500 cc/6 jam
perbaikan
2. Diet TKTP 1900 kkal/hari
TB paru BTA negatif h-35
3. Meropenem 3 x 1 g IV (H2)
Ikterus parenkimal ec nodul hepar 4. Amikasin 1 x 750 mg (H2)
suspek metastasis
5. Ethambutol 1 x 1000 mg
Candidiasis oral perbaikan
(H39)
Malnutrisi berat pada keganasan
6. Ofloxacin 1 x 400 mg (H39)
Riwayat timuma tipe AB stadium 7. Dexamethason 3 x 5 mg
IV
(H12)
8. Inhalasi Ventolin : Bisolvon
1 : 1 /6jam
9. Kotrimoksasol 1 x 960 mg
(H12)
10. Curcuma 3 x 200 mg
11. Ondansentron 3 x 8 mg
12. Codein 3 x 10 mg
13. MST 2 x 10 mg
14. Nistatin 4 x 1 cc
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
60
Tanggal
S
O
A
19/5/2014
Batuk
ada,
demam
masih Kesadaran : CM
tidak TD : 140/90 mmHg
Nadi : 107 x/menit
Suhu : 36,5˚C
Saturasi : 99%
Mata : konjungtiva tidak
pucat, sklera tidak ikterik
1. Sepsis berat ec HAP klinis
perbaikan
2. TB paru BTA negatif h-38
3. Ikterus parenkimal ec nodul hepar
suspek metastasis
4. Candidiasis oral perbaikan
5. Malnutrisi berat pada keganasan
6.
20/5/2014
Batuk,
dahak Kesadaran : CM
warna putih
TD : 130/80 mmHg
Nadi : 100 x/menit
Suhu : 36,5˚C
Saturasi O2 : 98%
Mata ; konjungtiva tidak
pucat, sclera tak ikterik
Pulmo : vesikuler, bronchi
basah kasar, wheezing
tidak ada
1. Sepsis berat ec HAP klinis
perbaikan
2. TB Paru dengan efusi pleura kiri
BTA negatif (H34)
3. Ikterus parenkimal ec nodul hepar
suspek metastasis
4. Candidiasis oral
5. Malnutrisi pada keganasan
6. Riwayat timoma tipe AB stadium
IV
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
P
15. Rantin 2 x 50 mg IV
1. NaCl 0,9 500 cc/6 jam
2. Diet TKTP 1900 kkal/hari
3. Meropenem 3 x 1 g (H5)
4. Amikasin 1 x 750 mg
5. Ethambutol 1 x 1000 mg
6. Ofloxocin 1 x 400 mg (H42)
7. Dexamethason stop
8. Inhalasi Ventolin : Bisolvon
1 : 1 /6 jam
9. Kotrimoksasol 1 x 960 mg
10. Curcuma 3 x 200 mg
11. Ondansentron 3 x 8 mg
12. Codein 3 x 10 mg
13. MST 2 x 10 mg
14. Nistatin 4 x 1 cc
15. Rantin 2 x 50 mg IV
1. NaCl 0,9 500 cc/12 jam
2. Aminofluid 500/24 jam
3. Meropenem 3 x 1 g IV (H6)
4. Amikasin 1 x 750 mg (H6)
5. Ethambutol 1 x 1000 mg
(H43)
6. Ofloxacin 1 x 400 mg (H43)
7. Inhalasi Ventolin : Bisolvon
1 : 1/6 jam
8. Kotrimoksasol 1 x 960 mg
9. Curcuma 3 x 200 mg
10. Ondansentron 3 x 4 mg
61
Tanggal
S
O
A
P
11. Fluimucil 3 x 15 ml
12. MST 2 x 10 mg
13. Nistatin drop 4 x 1 cc
14. Ranitidin 2 x 50 mg IV
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
62
Lampiran 5. Catatan Pemberian Obat Pasien
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
Nama Obat
Sistenol
Ethambutol
Streptomisin
Ofloksasin
Fluimucil
Curcuma
Ventolin :
Bisolvon
Nistatin drop
Kotrimoksasol
Betadine gargle
MST
Ketorolac
Metoklopramid
Dexametason
OMZ
Ondansentron
Levofloksasin
Rantin
Ceftriakson
Ondansentron
KCL
Clinimix
NaCl 0,9%
Dosis
Rute
√
3x50 mg
1x750 mg
1x1000 mg
1x400 mg
3x1 sacchet
3x20 mg
PO
PO
IM
PO
PO
PO
1:1/6 jam
Inhalasi
4x1 cc
2x960 mg
2x
2x15 mg
3x30 mg
3x1 ampul
3x5 mg
1x40 mg
2x4 mg
1x500 mg
2x50 mg
2x2 g
3x8 mg
Drop
PO
ue
PO
IV
IV
IV
IV
IV
IV
IV
IV
IV
IV
500 mg
IV
500 cc/6jam IV
4 Mei 2014
5 Mei 2014
6 Mei 2014
7 Mei 2014
P S Sr M P S Sr M P S Sr M P S Sr M
√
√
√
√
-
√
√
√
√
√
√
√
√
-
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
8 Mei 2014
P S Sr M
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
TAP
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
√
√
√
63
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Nama Obat
9.
10
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
Ethambutol
Streptomisin
Ofloksasin
Fluimucil
MST
Kotrimoksasol
Nistatin drop
Ventolin :
Bisolvon
Curcuma
Betadine gargle
KSR
Neurodex
Codein
Paracetamol
MST
Ceftriakson
Ketorolac
Metoklopramid
Dexametason
Ondansentron
Clinimix
22
D 10
23
Cernevit
8.
Dosis
1x750 mg
1x1000 mg
1x400 mg
3x1 sacchet
2x15 mg
2x960 mg
4x1 cc
Rute
9 Mei 2014
10 Mei 2014 11 Mei 2014
12 Mei 2014
P S Sr M P S Sr M P S Sr M P S Sr M
√
√
√
√
PO
IM
PO
PO
PO
PO
Drop
√
√
√
√
√
√
13 Mei 2014
S Sr M
√
Stop
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
Stop
1:1/6 jam
Inhalasi
3x200mg
3x
3x1200 mg
1x1 tab
3x10 mg
3x500 mg
2x10 mg
2x2 g
3x30 mg
3x1 ampul
3x5 mg
2x4 mg
500 mg
500 cc/12
jam
PO
ue
PO
PO
PO
PO
PO
IV
IV
IV
IV
IV
IV
1x1
IV
IV
√
P
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
TAP
√
√
TAP
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
TAP
-
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
Stop
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
√
√
√
TAP
√
√
TAP
√
√
√
√
√
√
√
64
No.
1.
2.
3.
4.
Nama Obat
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
Ethambutol
Ofloksasin
Fluimucil
Nistatin drop
Ventolin :
Bisolvon
Curcuma
Betadine gargle
KSR
Neurodex
Codein
Paracetamol
MST
Kotrimoksasol
Kotrimoksasol
Ceftriakson
Metoklopramid
Dexametason
Ondansentron
Levofloksasin
Meropenem
Amikasin
22.
D 10
23
24.
Cernevit
NaCl 0,9%
5.
Dosis
1x750 mg
1x400 mg
3x1 sacchet
4x1 cc
Rute
14 Mei 2014 15 Mei 2014 16 Mei 2014
17 Mei 2014
P S Sr M P S Sr M P S Sr M P S Sr M
√
PO
PO
PO
Drop
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
1:1/6 jam
Inhalasi
3x200mg
3x
3x1200 mg
1x1 tab
3x10 mg
3x500 mg
2x15 mg
2x960 mg
1x960 mg
2x2 g
3x1 ampul
3x5 mg
2x4 mg
1x750 mg
2x1 g
1x750 mg
500 cc/12
jam
1x1
500cc/6 jam
PO
ue
PO
PO
PO
PO
PO
PO
PO
IV
IV
IV
IV
IV
IV
IV
IV
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
-
√
P
18 Mei 2014
S Sr M
√
√
√
√
-
√
√
√
√
√
√
√
-
√
√
√
√
√
√
√
√
√
TAP
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
TAP
√
TAP
Stop
Stop
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
Stop
√
IV
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
√
65
No.
1.
2.
3.
4.
Nama Obat
6.
7.
9.
10.
11.
12.
14.
17.
18.
20.
21.
Ethambutol
Ofloksasin
Fluimucil
Nistatin drop
Ventolin :
Bisolvon
Curcuma
Betadine gargle
Neurodex
Codein
Paracetamol
MST
Kotrimoksasol
Dexametason
Ondansentron
Meropenem
Amikasin
22.
NaCl 0,9%
5.
Dosis
Rute
1x750 mg
1x400 mg
3x1 sacchet
4x1 cc
PO
PO
PO
Drop
1:1/6 jam
Inhalasi
3x200mg
3x
1x1 tab
3x10 mg
3x500 mg
2x15 mg
1x960 mg
3x5 mg
2x4 mg
2x1 g
1x750 mg
500 cc/6
jam
PO
ue
PO
PO
PO
PO
PO
IV
IV
IV
IV
19 Mei 2014 20 Mei 2014
P S Sr M P S Sr M
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
TAP
TAP
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
IV
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
√
√
√
√
√
√
√
66
Lampiran 6. Ringkasan Pulang (Discharge Summary)
Pengobatan Selama Dirawat
Obat Untuk Pulang
Kondisi Pulang
1. NaCl 0,9 500 cc/12 jam
1. Cefixime 2 x 200 mg
1. KU : TSB
2. Aminofluid 500 cc/24 jam
2. Ethambutol 1 x 1000 mg
2. Kesadaran : CM
3. Diet TKTP 1900 kkal/hari
3. Ofloxacin 1 x 1000 mg
3. TD : 100/60 mmHg
4. Meropenem 3 x 1 g
4. Curcuma 3 x 200 mg
4. Nadi : 28 x/menit
5. Amikasin 1 x 750 mg
5. MST 2 x 10 mg
6. Ethambutol 1 x 1000 mg (H43)
7. Ofloxacin 1 x 400 mg (H43)
8. Kotrimoksasol 1 x 960 mg
9. Curcuma 3 x 200 mg
10. Ondansentron 3 x 4 mg IV
11. MST 2 x 10 mg
12. Fluimucil 3 x 15 ml
13. Nistatin 4 x 1 cc
14. Ranitidin 2 x 50 mg IV
Laporan praktek…, Yuni Arista Ningrum Kumesan, FFar UI, 2014
Download