peningkatan aktivitas belajar menggunakan media

advertisement
PENINGKATAN AKTIVITAS BELAJAR MENGGUNAKAN MEDIA
KUBUS SATUAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA KELAS V
SEKOLAH LUAR BIASA TUNARUNGU DHARMA ASIH
PONTIANAK
ARTIKEL PENELITIAN
Oleh
NURMA
NIM F34209430
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
JURUSAN PENDIDIKAN DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2012
PENINGKATAN AKTIVITAS BELAJAR MENGGUNAKAN MEDIA
KUBUS SATUAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA KELAS V
SEKOLAH LUAR BIASA TUNARUNGU DHARMA ASIH
PONTIANAK
NURMA
NIM :F34209430
Disetujui,
Pembimbing I
Pembimbing II
Drs. Hery Kresnadi, M.Pd.
NIP 196110251987031003
Drs. H.Suhardi Marli, M.Pd.
NIP 195507261986011001
Disahkan,
Dekan
Dr. Aswandi
NIP 19580513 198603 1 002
Ketua Jurusan Pendidikan Dasar
Drs. H. Maridjo Abdul Hasjmy, Msi.
NIP 19510128 197603 1 001
PENINGKATAN AKTIVITAS BELAJAR MENGGUNAKAN MEDIA
KUBUS SATUAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA KELAS V SEKOLAH
LUAR BIASA DHARMA ASIH PONTIANAK
Nurma, Hery Kresnadi, Suhardi Marli
Abstraction : Make-Up Of Activity Learn To Use Media Cube Set Of
Study Extraordinary Mathematics Class V School of Dharma Asih
Pontianak. Research aim to to know usage of cube media set of study
Mathematics can improve used by research siswa.Bentuk activity is
Research of Action Class ( PTK) And research have the character of
perception kolaboratif. Based with collaborator at cycle I reached
efficacy that is physical activity 60.0%, activity bounce 50,0%, and
emotional activity 45,0%. At
II fisik100,0 activity cycle%, activity bounce 100,0% and emotional
activity 60,0%. From make-up of activity affect positive at result learn
student. At I cycle mount reached efficacy 20 becoming 64 [at] II
cycle. This Matter indicate that study about log volume use cube media
set of can improve student activity and result learn in Extraordinary
Class V School fith of Tunarungu Dharma Asih Pontianak.
Keyword : improvement, activity, learn, cube media set of.
Abstrak : Peningkatan Aktivitas Belajar Menggunakan Media Kubus
Satuan Pembelajaran Matematika Kelas V Sekolah Luar Biasa Dharma
Asih Pontianak. Penelitian bertujuan untuk mengetahui penggunaan
media kubus satuan pada pembelajaran Matematika dapat
meningkatkan aktivitas siswa.Bentuk penelitian yang digunakan
adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dan penelitian bersifat
kolaboratif.Berdasarkan pengamatan bersama kolaborator pada siklus I
keberhasilan yang dicapai yaitu aktivitas fisik 60.0%, aktivitas mental
50,0%, dan aktivitas emosional 45,0%. Pada siklus II aktivitas
fisik100,0%, aktivitas mental 100,0% dan aktivitas emosional 60,0%.
Dari peningkatan aktivitas berdampak positif pada hasil belajar siswa.
Pada siklus I tingkat keberhasilan yang dicapai 20 menjadi 64 pada
siklus II. Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran tentang volume
balok menggunaan media kubus satuan dapat meningkatkan aktivitas
siswa dan hasil belajar di kelas V Sekolah Luar Biasa Tunarungu
Dharma Asih Pontianak.
Kata Kunci : peningkatan, aktivitas, belajar, media kubus satuan
S
etiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan yang sama, karena
pendidikan merupakan kebutuhan mutlak setiap warga negara untuk
meningkatkan kualitas hidupnya, tidak terkecuali anak luar biasa. Anak luar
biasa (ALB) digunakan sebagai istilah untuk semua anak yang mempunyai
keluarbiasaan, dan untuk mengganti istilah anak cacat, anak berkelainan, atau
anak lemah mental. Sekolah yang dikhususkan untuk anak luar biasa adalah
Sekolah Luar Biasa SLB). Seiring dengan perkembangan pengakuan hak azasi
manusia istilah anak luar biasa diganti menjadi anak berkebutuhan khusus.
Anak berkebutuhan khusus merupakan satu istilah umum yang
menyatukan berbagai jenis kekhususan atau kelainan. Istilah ini merupakan
istilah terbaru yang digunakan, dan merupakan terjemahan dari child with
special needs yang telah digunakan secara luas di dunia internasional. Salah
satu yang termasuk didalamnya adalah tunarungu (Suparno dalam Atas
Keksiningsih, 2007:1.2). Siswa tunarungu merupakan salah satu anak luar
biasa yang termasuk dalam kelompok anak yang mengalami penyimpangan
yang terjadi karena hambatan sensoris atau indera. Siswa tunarungu mengalami
gangguan pendengaran mulai dari yang ringan sampai yang berat. Tuna rungu
berarti kekurangan pendengaran dalam taraf seperti kehilangan pendengaran.
Berdasarkan tingkat tingkat kehilangan pendengaran yang diperoleh melalui tes
audiometer tuna rungu terbagi menjadi :
1. Tuna rungu ringan
2. Tuna rungu sedang
3. Tunarungu agak berat
4. Tuna rungu berat
5. Tuna rungu berat sekali
`Ketunarunguan tidak mengakibatkan kekurangan dalam potensi
kecerdasan mereka, akan tetapi siswa tunarungu sering menampakkan prestasi
akademik yang lebih rendah dibandingkan anak yang bisa mendengar
seusianya (Lanny Bunawan dalam Wardani dkk, 2004:5.14). Salah satu
karakteristik anak tuna rungu wicara antara lain aspek akademik. Dalam aspek
akademik anak tuna rungu mengalami keterbatasan dalam kemampuan dan
bahasa, mengakibatkan anak tuna rungu mempunyai keterbatasan prestasi
dalam mata pelajaran yang bersifat verbal seperti mata pelajaran Ilmu
Pengetahuan Alam, Bahasa Indonesia, Pendidikan Kewarganegaraan, Ilmu
Pengetahuan Sosial, dan Matematika dalam soal cerita
Penelitian ini
dilakukan pada siswa tuna rungu wicara yaitu siswa kelas V Sekolah Luar
Biasa Tunarungu Wicara Dharma Asih Pontianak pada mata pelajaran
Matematika. Aktivitas belajar merupakan segala kegiatan yang dilakukan
dalam proses interaksi antara guru dan siswa untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Kegiatan aktivitas ditekankan kepada siswa, karena dengan
adanya aktivitas siswa maka terciptalah proses pembelajaran yang aktif.
Selama ini proses pembelajaran Matematika di Sekolah Luar Biasa
Tuna rungu wicara Dharma Asih Pontianak, siswa tidak mau memperhatikan,
sibuk bermain sendiri bahkan ada yang tidak mau belajar karena menganggap
pelajaran Matematika sangat membosankan dan memusingkan kepala. Dan
juga
media yang digunakan kurang bervariasi, dimana kurang
mempertimbangkan media yang efektif dan sesuai dengan karakteristik anak
tunarungu wicara yang dapat meningkatkan aktivitas siswa. Dengan keadaan
ini siswa hanya bersikap pasif menerima apa yang diberikan guru, dan guru
hanya mengutamakan hasil daripada proses. Untuk itu maka guru harus dapat
menciptakan pembelajaran yang menyenangkan dan dapat meningkatkan
aktivitas belajar siswa.
Media kubus satuan ini digunakan agar dapat memberikan kesempatan bagi
siswa untuk terlibat langsung dalam pembelajaran dan siswa merasa senang
terhadap pelajaran Matematika. Aktivitas yang timbul dari siswa akan
mengakibatkan pula terbentuknya pengetahuan dan keterampilan yang akan
mengarah pada peningkatan hasil belajar. Dan juga dengan menggunakan
media kubus satuan diharapkan dapat meningkatkan aktivitas siswa baik fisik,
mental dan emosional.
Adapun masalah umum dari penelitian ini berdasarkan latar belakang
diatas adalah “Apakah media kubus satuan dapat meningkatkan aktivitas
belajar siswa pada pembelajaran Matematika kelas V Sekolah Luar Biasa
Tunarungu Dharma Asih Pontianak Tenggara ?”.
Rumusan masalah umum dapat dijabarkan menjadi masalah khusus adalah (1)
Bagaimanakah peningkatan aktivitas fisik siswa dengan menggunakan media
kubus satuan pada pembelajaran Matematika tentang volume balok di kelas V
Sekolah Luar Biasa Tunarungu Pontianak Tenggara ?, (2) Bagaimanakah
peningkatan aktivitas mental siswa dengan menggunakan media kubus satuan
pada pembelajaran Matematika tentang volume balok di kelas V Sekolah Luar
Biasa Tungarungu Pontianak Tenggara ?, (3) Bagaimanakah peningkatan
aktivitas emosional siswa dengan menggunakan media kubus satuan pada
pembelajaran Matematika tentang volume balok di kelas V Sekolah Luar Biasa
Tungarungu Pontianak Tenggara ?, (4) Bagaimanakah peningkatan hasil
belajar siswa setelah mengikuti pembelajaran Matematika tentang volume
balok dengan menggunakan media kubus satuan di kelas V Sekolah Luar Biasa
Tunarungu Pontianak Tenggara ?
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi
mengenai peningkatan aktivitas belajar menggunakan media kubus satuan pada
pembelajaran Matematika kelas V Sekolah Luar Biasa Tungarungu Pontianak
Tenggara. Dan tujuan Khusus penelitian ini adalah (a) Untuk mendeskripsikan
peningkatkan aktivitas fisik siswa pada pembelajaran Matematika dalam
materi volume balok di kelas V Sekolah Luar Biasa Tungarungu Dharma Asih
Pontianak Tenggara, (b) Untuk mendeskripsikan peningkatkan aktivitas mental
siswa pada pembelajaran Matematika dalam materi volume balok di kelas V
Sekolah Luar Biasa Tungarungu Dharma Asih Pontianak Tenggara, (c) Untuk
mendeskripsikan peningkatkan aktivitas emosional siswa pada pembelajaran
Matematika dalam materi volume balok di kelas V Sekolah Luar Biasa
Tungarungu Dharma Asih Pontianak Tenggara.
Manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah (1) Bagi siswa yaitu
untuk mendapatkan pengalaman baru, meningkatkan aktivitas baik fisik,
mental dan emosional, dan dapat meningkatkan hasil belajar, (2) Bagi guru
yaitu memperoleh pengalaman dalam menggunakan media kubus satuan dan
terbantu dalam memecahkan permasahan yang sedang dihadapi dalam
pembelajaran Matematika, (3) Bagi sekolah yaitu sekolah terbantu dalam
meningkatkan kualitasnya dan mendukukung sekolah dalam meningkatkan
profesionalisme guru.
Dari uraian diatas, maka penelitian ini dilakukan mengenai “
Peningkatan Aktivitas Belajar Dengan menggunakan Media Kubus Satuan
Pada Pembelajran Matematika Kelas V Sekolah Luar Biasa Tunarungu
Dharma Asih Pontianak.
Sedangkan menurut S. Nasution dalam http://id.shvoong.com/socialsciences/education/2162643-pengertian-aktivitas-belajar/#ixzz2ASaA3yQA
diakses dari internet pada tanggal 2 Oktober 2012 “ Aktivitas adalah keaktifan
jasmani dan rohani dan kedua-keduanya harus dihubungkan.
Rohani (2004: 96) menyatakan bahwa “Belajar yang berhasil mesti melalui
berbagai macam aktivitas, baik aktivitas fisik maupun psikis. Aktivitas fisik
ialah peserta didik giat-aktif dengan anggota badan, membuat suatu bermain
atau bekerja, ia tidak hanya duduk dan mendengarkan, melihat atau hanya
pasif. Kegiatan fisik tersebut sebagai kegiatan yang tampak, yaitu saat peserta
didik melakukan percobaan, membuat kontruksi model, dan lain-lain.
Sedangkan peserta didik yang memiliki aktivitas psikis (kejiwaan) terjadi jika
daya jiwanya bekerja sebanyak-banyaknya atau banyak berfungsi dalam
pengajaran. Ia mendengarkan, mengamati, menyelidiki, mengingat, dan sebagainya. Kegiatan psikis tersebut tampak bila ia sedang mengamati dengan
teliti, memecahkan persoalan, mengambil keputusan, dan sebagainya.
(online www.google.co.id diakses tanggal 2 Oktober 2012).
Slameto (1995 : 2) mengemukakan bahwa belajar adalah suatu proses
usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah
laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam
interaksi dengan lingkungannya. Menurut Sardiman A.M. (2010 : 22) Belajar
merupakan suatu proses interaksi antara diri manusia dengan lingkungannya
yang mungkin berwujud pribadi, fakta, konsep ataupun teori.
Kata media berasal dari bahasa latin yang merupakan bentuk jamak dari kata
medium yang berarti ‘perantara’ atau ‘pengantar’ (Arief Sadiman, dkk dalam
Sukiman, 2011 : 27). Media adalah alat untuk menyampaikan atau
mengantarkan pesan-pesan pembelajaran (Azhar Arsyad dalam Sukiman,
2011:28). Kubus menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia adalah ruang
terbatas enam bidang segiempat (seperti dadu). Sifat kubus semua sisi
berbentuk persegi, rusuk kubus berukuran sama panjang, diagonal kubus
memiliki ukuran sama panjang, diagonal pada kubus memiliki bentuk persegi
panjang. Pengertian Kubus (online) (www.google.co.id) diakses tanggal 16
September 2012 jam 21.00, yaitu kubus satuan merupakan benda tiga dimensi
yang ukuran semua sisinya sama panjang.
Walaupun media kubus satuan sangat besar manfaatnya bagi anak
tunarungu, namun bagi mereka tentu saja media ini mempunyai sedikit
kelemahan. Kelebihan media kubus satuan adalah (1) Dengan media tiga
dimensi anak tuna rungu lebih tertarik dalam proses pembelajaran matematika,
(2) Menciptakan suasana belajar yang menyenangkan, (3) Merangsang siswa
menjadi lebih aktif. Selain memiliki kelebihan, media kubus satuan juga
memiliki kelemahan yaitu (a) Keterbatasan jumlah kubus satuan (jika jumlah
siswa lebih banyak dan ukuran panjang, lebar, tinggi, satuan lebih banyak), (b)
Memerlukan banyak waktu, karena anak tuna rungu sangat lama memahami
konsep/ atau perintah baru hal ini di akibatkan ketuanarunguannya yang
terbatas dalam pemerolehan bahasa, (c) Memerlukan banyak bantuan pada saat
siswa tuna rungu masuk kedalam proses pembelajaran karena mereka sering
lupa terhadap apa yang sudah dan yang belum dikerjakan. Proses pembelajaran
bagi siswa tunarungu pada dasarnya secara terperinci berikut langkah-langkah
dalam pembelajaran matematika menggunakan media kubus.
Susunan untuk menghitung volume balok adalah (a) Guru menyiapkan
media kubus satuan, (b) Guru membagi siswa menjadi 2 kelompok, setiap
kelompok terdiri dari 3 orang, (c) Guru menjelaskan tentang menyusun sebuah
balok dengan menggunakan kubus satuan berdasarkan berdasarkan ukuran
yang telah ditentukan, (d) Siswa menyusun kubus satuan menjadi balok
berdasarkan ukuran yang telah ditentukan didalam kelompoknya masingmasing, (e) Setiap kelompok maju satu persatu kedepan mempresentasikan
hasilnya.
Matematika, menurut Ruseffendi dalam Heruman (2010 : 1), adalah
bahasa symbol, Ilmu deduktif yang tidak menerima pembuktian secara
induktif, ilmu tentang pola keteraturan, dan struktur yang terorganisasi, mulai
dari unsur yang tidak didefinisikan, keunsur yang didenifisikan, keaksioma
atau postulat, dan akhirnya ke dalil.
Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan
teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan
memajukan daya pikir manusia. Mata pelajaran matematika diberikan untuk
membekali peserta didik dengan kemampun berpikir logis, analitis, sistematis,
kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Dalam setiap pembelajaran
matematika hendaknya dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai
dengan situasi (contextual problem). Dengan mengajukan masalah yang
konstektual, peserta didik secara bertahap dibimbing untuk menguasai konsep
matematika. Dalam Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar untuk SDLB
Tunarungu, mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki
kemampuan sebagai berikut (1) Memahami konsep matematika, menjelaskan
keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau logaritma, secara
luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah, (2) Menggunakan
penalaran pada pola daan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam
membuat generalisasi, menyususn bukti, atau menjelaskan gagasan dan
pernyataan matematika, (3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan
memehami masalah, merancang model matematika dan menafsirkan solusi
yang diperoleh, (4) Mengkomunikasikan gagasan dengan symbol, table,
diagram, atau media lain memperjelas keadaan dan masalah, (4) Memiliki
sikap menghargaikegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa
ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap
ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Mata pelajaran matematika pada satuan pendidikan Sekolah Luar Biasa
Tunarungu (SDLB-B) meliputi aspek-aspek sebagai berikut (a) Bilangan, (b)
Geometri dan Pengukuran, (c) Pengolahan Data
Menurut Hanahan dan Kauffman dalam Wardani, dkk (2003 : 5.1) menyatakan
bahwa : ”Tunarungu ( hearing impairment ) merupakan satu istilah umum yang
menunjukkan ketidakmampuan mendengar dari yang ringan sampai yang berat
sekali yang digolongkan kepada tuli (deaf) dan kurang dengar (a hard of
hearing). Orang yang tuli (a deaf person) adalah seseorang yang mengalami
ketidakmampuan mendengar, sehingga mengalami hambatan di dalam
memproses informasi bahasa melalui pendengarannya dengan atau tanpa
menggunakan alat bantu dengar (hearing aid). Sedangkan orang yang kurang
dengar (a hard of hearing person) adalah seseorang yang biasanya dengan
menggunakan alat bantu dengar, sisa pendengarannya cukup, artinya apabila
orang yang kurang dengar tersebut menggunakan hearing aid, ia masih dapat
menangkap pembicaraan melalui pendengarannya”.
Sedangkan menurut Moores dalam Wardani, dkk (2003 : 5.4 )
menyatakan bahwa : “Orang yang tuli ( a deaf ) adalah seseorang yang
mengalami ketidakmampuan mendengar ( biasa pada tingkat 70 dB atau lebih )
yang menghambat pemahaman bicara melalui pendengarannya dengan atau
tampa menggunakan alat bantu dengar. Sedangkan orang yang kurang dengar (
a hard of hearing person ) adalah seseorang yang mengalami kesulitan, tetapi
tidak menghambat pembicaraan melalui pendengarannya, tanpa atau dengan
menggunakan alat bantu dengar.
Dari beberapa pendapat para ahli diatas, maka dapat disimpulkan
bahwa tuna rungu dapat dikatagorikan menjadi 2 kelompok yaitu (1) Kurang
dengar, (2) Tuli dan secara spesifik tunarungu dapat diklasifikasikan menjadi
(1) Tunarungu Ringan, Siswa yang tergolong tunarungu ringan mengalami
kehilangan pendengaran antara 27 - 40 dB, (2) Tunarungu Sedang, Siswa yang
tergolong tunarungu sedang mengalami kehilangan pendengaran antara 41-55
dB, (3) Tunarungu Agak Berat, Siswa yang tergolong tunarungu agak berat
mengalami kehilangan pendengaran antara 56-70 dB, (4) Tunarungu Berat,
Siswa yang tergolong tunarungu berat mengalami kehilangan pendengaran
antara 71-90 dB, (5) Tunarungu Berat Sekali, Siswa yang tergolong tunarungu
berat sekali mengalami kehilangan pendengaran lebih dari 90 dB
Wardani dkk (2004 ; 5.14) mengemukakan bahwa karakteristik siswa
tunarungu sebagai berikut (a) Dalam Aspek Akademik, ketunarunguan tidak
mengakibatkan kekurangan dalam potensi kecerdasan mereka, akan tetapi
siswa tunarungu sering menampakkan prestasi akademik yang lebih rendah
dibandingkan dengan anak mendengar seusianya. Potensi kecerdasan
dipengaruhi oleh kemampuan berbahasa sedangkan dampak dari tunarungu
adalah terhambatnya kemampuan berbahasa. Perkembangan kecerdasan anak
tunarungu tidak sama cepatnya dengan mereka yang mendengar. Anak yang
mendengar dapat belajar lebih banyak dari apa yang didengarnya, sedangkan
anak yang tunarungu tidak dapat belajar banyak karna keterbatasan
pendengarannya. Dan juga bahasa merupakan kunci masuknya berbagai ilmu
pengetahuan, sehingga keterbatasan dalam kemampuan berbahasa menghambat
anak tunarungu untuk memahami berbagai pengetahuan lainnya, (b) Aspek
Sosial dan Emosional, ketunarunguan dapat menyebabkan susah beradaptasi
dengan lingkungan sekitarnya, hal ini terjadi karena keterbatasan dalam
berkomunikasi dengan orang lain. Dan kekurangan pemahaman terhadap
bahasa lisan dan tulisan menyebabkan anak tunarungu selalu menafsirkan
segala sesuatu itu negative, (c) Aspek Fisik dan Kesehatan, pada aspek fisik
anak tunarungu tidak banyak mengalami hambatan. Namun pada sebagian
tunarungu ada yang mengalami gangguan keseimbangan sehingga cara
berjalannya kaku dan agak membungkuk. Gangguan tersebut timbul jika terjadi
kerusakan pada organ keseimbangan pada telinga bagian dalam. Gerakan mata
anak tunarungu lebih cepat, hal ini menunjukkan bahwa ia ingin menangkap
atau mengetahui keadaan lingkunga disekitarnya. Gerakan tangan sangat lincah
hal tersebut tampak ketika ia mengadakan komunikasi dengan menggunakan
bahasa isyrat dengan sesama tunarungu. Pernafasannya pendek karna tidak
terlatih melalui kegiatan berbicara. Sedangkan dalam aspek kesehatan sama
dengan anak normal lainya.
METODE
Bentuk penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
penelitian tindakan kelas. Menurut Suhardjono dalam Muhammad Asrori
(2007:5) mendefinisikan bahwa “penelitian tindakan kelas merupakan
penelitian tindakan yang dilakukan di kelas dengan tujuan
memperbaiki/meningkatkan mutu praktik pembelajaran.
Selanjutnya Rustam dan Mundilarto (2007:5) menjelaskan “penelitian tindakan
kelas adalah sebuah penelitian yang dilakukan oleh guru di kelasnya sendiri
dengan jalan merancang, melaksanakn, dan merefleksikan tindakan secara
kolaboratif dan partisipatif dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya
sebagai guru sehingga hasil belajar siswa dapat meningkat”.
Penelitian ini bersifat kolaboratif. Kolaboratif adalah kerjasama anatara guru
dan peneliti untuk menemukan permasalahan dalam proses pembelajaran,
sedangkan partisipatif adalah dalam penelitian guru sebagai peneliti harus
berada di kelas dan berperan secara aktif dari awal proses penelitiannya dari
tahap perencanaan pembelajaran sampai pada evaluasi dan refleksi hasil
tindakan pembelajaran.
Dalam penelitian ini menggunakan setting di dalam kelas, karena penelitian
dilaksanakan saat proses pembelajaran berlangsung didalam kelas dan
berdasarkan pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Kelas di buat kerja
kelompok yang terdiri dua kelompok kecil setiap kelompok terdiri dari tiga
orang siswa.
Subyek penelitian dalam penelitian ini adalah siswa kelas V Sekolah
Luar Biasa Tunarungu Wicara Pontianak Tenggara berjumlah 5 siswa,terdiri
dari 2 siswa laki-laki dan 3 siswa perempuan.
Rancangan Penelitian Siklus I adalah (1) Identifikasi masalah / Refleksi awal,
pada tahap awal penelitian dilakukan identifikasi terhadap permasalahan siswa
tunarungu terhadap pembelajaran matematika tentang menghitung volume
balok, mendiskusikan sesama teman sejawat sebagai observer tentang
penerapan media kubus satuan
dalam pembelajaran Matematika,
mempersiapkan alat dan bahan-bahan yang diperlukan dalam pembelajaran
matematika tentang menghitung volume balok yang akan dilaksanakan
menggunakan media kubus satuan, (2) Perencanaan, pada Tahap perencanaan
dilakukan membuat Rencana Pembelajaran tentang menghitung volume balok
dengan media kubus satuan, membuat media kubus satuan, menyusun panduan
observasi untuk pengamatan pada peneliti dan aktivitas siswa pada waktu
pelaksanaan tindakan, (3) Pelaksanaan penelitian, penelitian ini akan
dilaksanakan pada semester ganjil tahun pelajaran 2012/2013, dibantu teman
sejawat selaku kolaborator yaitu Ibu Suji Armili Armili, S.Sos.I, untuk
membantu mengumpulkan data melalui lembar observasi , (4) Observasi,
observasi dan evaluasi dilaksanakan selama proses pembelajaran berlangsung
dengan penunjang data kulitatif. Untuk memperoleh data maka diperlukan
teman sejawat selaku kolaborator yaitu Ibu suji Armili, S.Sos.I yang
mengumpulkan data-data yang bertkaitan.. Dari hasil observasi dapat dilihat
tingkat keberhasilan atau tidaknya penerapan media kubus satuan dalam
pembelajaran Matematika, (5) Refleksi, berdasarkan hasil observasi dilakukan
refleksi yaitu dengan melihat kelemahan dan kekurangan pada siklus I. Hal ini
bertujuan untuk memperbaiki pada siklus berikutnya.
Dalam penelitian ini aspek yang ingin dicapai adalah aktivitas belajar
dan diperlukan indikator kinerja untuk mengukur keberhasilan aspek yang
ingin ditingkatkan. Peningkatan tersebut baik aktivitas fisik, aktivitas mental
dan aktivitas emosional.Ketiga indikator ini dapat dilihat dari tabel berikut ini.
Tabel indikator kinerja aktivitas pembelajaran menggunakan media kubus
satuan adalah (1) Aktivitas Fisik antara lain aktif mengamati dan menggunakan
media, aktif mencatat, melakukan percobaan, dan aktif mencatat hasil
percobaan, (2) Aktivitas Mental antara lain menanggapi pendapat teman,
menjawab pertanyaan dengan tepat, bertanya tentang materi yang belum jelas,
dan berdiskusi dengan teman kelompoknya, (3) Aktivitas Emosional antara lain
antusias dalam proses pembelajaran, berani menjawab pertanyaan, bersungguhsungguh dalam pembelajaran, dan berani tampil didepan kelas.
Tehnik Pengumpul Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah (a)
Teknik observasi langsung, yang dimaksud tehnik observasi langsung
dilakukan terhadap objek di tempat terjadi atau berlangsungnya peristiwa. Dan
penelitian ini dibantu oleh teman sejawat sebagai kolabolator untuk mengamati
dan mencatat gejala-gejala yang terjadi pada guru dan siswa pada saat
pelaksanaan kegiatan belajar mengajar dengan menggunakan panduan yang
telah dibuat ( Hadari Nawawi, 2007 : 107 ), (b) Teknik pengukuran, yaitu cara
mengumpulkan data yang bersifat kuantitatif untuk mengetahui tingkatan atau
derajat keberhasilan sebelum dan sesudah pelaksanaan tindakan ( Hadari
Nawawi, 2007 : 133 ).
Alat Pengumpul Data yang digunakana adalah (a) Lembar observasi
yaitu pencatatan data dengan alat ini dilakukan adalah checklist, yaitu dengan
memberikan tanda check (v) terhadap suatu gejala yang muncul pada kolom
yang telah disediakan dengan menggunakan skala nilai 5 yaitu sangat baik,
baik, sedang, buruk, sangat buruk (Hadari Nawawi, 2007 : 109), (b) Tes, tes
yang digunakan untuk menghasilkan data pada penelitian ini dalah tes tertulis
yaitu berupa pertanyaan yang diajukan secara tertulis yang berbentuk essay.
Tehnik Analisis Data adalah setelah data informasi terkumpul dari setiap
kegiatan proses pembelajaran selanjutnya data tersebut perlu dianalisis. Data
yang dikumpulkan dari data observasi atau kegiatan lainnya dari pelaksanaan
penelitian tindakan kelas (PTK),data dianalisis secara partisipasif dengan
menggunakan teknik persentase dilihat dari kecenderungan yang terjadi dalam
pembelajaran selama penelitian berlangsung terutama yang berhubungan
dengan menghitung volume balok melalui media kubus satuan pada siswa
tunarungu kelas dasar V SLB-B Dharma Asih Pontianak. Data yang dianalisis
itu adalah (1) Aktivitas belajar siswa, dengan menganalisis keaktifannya dalam
proses pembelajaran dengan menggunakan rumus Sudijono (2008:43) :
P= f x
100%
Sedangkan analisis data yang berhubungan dengan hasil belajar siswa
dilakukan dengan mengumpulkan nilai-nilai tes siswa, dari nilai tersebut
ditentukan rata-rata kelas. Untuk menentukan rata-rata nilai/skor digunakan
rumus Sudijono (2008:81) sebagai berikut
Mx =
∑
Dari data – data tersebut kemudian dapat ditarik kesimpulan apakah
tindakan yang dilaksanakan berhasil atau tidak. Sedangkan untuk melihat
frekuensi ketuntasan belajar siswa minimal dari hasil belajarnya, perlu
digunakan ketentuan minimal ketuntasan sekolah yaitu 50 %, suatu ketentuan
yang digunakan oleh sekolah ( SLB Tunarungu ) Dharma Asih Pontianak tahun
2012.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan aktivitas siswa
dengan menggunakan media kubus satuan pada pembelajaran Matematika di
kelas V Sekolahn Luar Biasa Tunarungu Dharma Asih Pontianak. Jumlah
siswa pada penelitian ini berjumlah 5 orang dengan rincian 3 orang siswa
perempuan dan 2 orang siswa laki-laki. Paparan hasil Penelitian tindakan Kelas
(PTK) diuraikan dalam tahapan-tahapan siklus-siklus pembelajaran yang
dilakukan. Siswa yang mengikuti pembelajaran tindakan tentang volume balok
menggunakan media kubus satuan adalah siswa kelas V Sekolah Luar Biasa
Tunarungu yang berjumlah 5 orang. Penelitian Tindakan Kelas ini dilakukan
dalam 2 siklus, setiap siklus terdiri dari 1 kali pertemuan.
Data yang dikumpulkan dalam penelitian tindakan kelas ini terdiri dari aspek
aktivitas fisik, aktivitas mental dan aktivitas emosional serta hasil belajar.
Semua aspek tersebut terdapat pada indikator kinerja yang diperoleh dari siklus
I sampai siklus II. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan perhitungan
persentase.
Data yang diperoleh dari hasil pengamatan adalah hasil observasi dengan
menggunakan media kubus satuan pada siklus I dan dapat dilihat dari tabel
berikut :
Hasil Observasi Terhadap Aktivitas Belajar Siswa dalam Pembelajaran
Matematika Pada Siklus 1
Indikator
Aktivitas Fisik
1. Aktif mengamati/menggunakan media yang
disediakan guru
2. Melakukan percobaan
3. Aktif mencatat hasil percobaan
Rata-rata persentase aktivitas fisik = 60,0 %
Aktivitas Mental
1. Berdiskusi dengan teman kelompoknya
Muncul %
Tidak %
Muncul
3
4
2
60
80
40
2
1
3
40
20
60
3
60
2
40
2. Menanggapi pendapat teman
3. Bertanya tentang materi yang belum jelas
4. Menjawab pertanyaan dengan tepat
Rata-rata persentase aktivitas mental= 50,0%
Aktivitas Emosional
9. Bersemangat dalam pembelajaran
10.Bersungguh-sungguh dalam pembelajaran
11.Berani menjawab pertanyaan
12.Berani tampil kedepan kelas untuk
menyampaikan laporan
Rata-rata persentase aktivitas emosional =
45%
2
2
3
40
40
60
3
3
2
60
30
40
2
3
2
2
40
60
40
40
3
2
3
3
60
40
60
60
Hasil Observasi Terhadap Hasil Belajar Siswa dalam Pembelajaran
Matematika Pada Siklus 1I
Indikator
Aktivitas Fisik
1. Aktif mengamati/menggunakan media
yang disediakan guru
2. Melakukan percobaan
3. Aktif mencatat hasil percobaan
Rata-rata persentase aktivitas fisik =
100%
Aktivitas Mental
1. Berdiskusi dengan teman kelompoknya
2. Menanggapi pendapat teman
3. Bertanya tentang materi yang belum
jelas
4. Menjawab pertanyaan dengan tepat
Rata-rata persentase aktivitas mental =
90,0%
Aktivitas Emosional
1. Bersemangat dalam pembelajaran
2. Bersungguh-sungguh
dalam
pembelajaran
3. Berani menjawab pertanyaan
4. Berani tampil kedepan kelas untuk
menyampaikan laporan
Rata-rata persentase aktivitas emosional =
60,0 %
Muncul
%
Tidak
Muncul
%
5
5
5
100
100
100
0
0
0
0
0
0
4
3
3
80
60
60
1
2
2
20
40
40
3
60
2
40
3
3
60
60
2
2
40
40
3
3
60
60
2
2
40
40
Pembahasan
Pada siklus I hasil penelitian dilakukan pada aspek-aspek aktivitas
belajar siswa meliputi aktivitas fisik, aktivitas mental dan aktivitas emosioanal
sesudah mendapatkan tindakan. Pengamatan pada siklus I terhadap siswa kelas
V Sekolah Luar Biasa Tunarungu Pontianak Tenggara yang berjumlah 5 orang.
Berdasarkan data yang diperoleh mengenai aktivitas belajar siswa meliputi
aktivitas fisik, aktivitas mental dan aktivitas emosional dijadikan indikator
pada setiap aspek yang diamati. Berikut ini dapat dipaparkan hasil pengamatan
per indikator kinerjanya sebagai berikut (a) Aktivitas fisik, Indikator kinerja
untuk siswa aktif mengamati/menggunakan media pada siklus I sebesar 60 %
atau sekitar 3 siswa saja yang aktif dan sekitar 40 % atau sekitar 2 siswa yang
belum aktif. Hal ini siswa yang belum aktif karena belum pernah menggunakan
media dan belum pernah bekerja dalam kelompok serta masih bingung tentang
langkah-langkah kegiatannya, Indikator kinerja untuk siswa yang melakukan
percobaan pada siklus I sebesar 80 % atau sekitar 4 siswa saja yang aktif dan
sekitar 1 siswa atau sekitar 20 % yang belum aktif. Hal tersebut dikarenakan
satu orang siswa tersebut tidak hadir pada pelaksanaan siklus I, Indikator
kinerja untuk siswa yang aktif mencatat hasil laporan pada siklus I sebesar 40
% atau sekitar 2 orang siswa saja yang muncul dan siswa yang belum aktif
sebesar 60 % atau sekitar 3 orang siswa yang muncul. Hal ini diduga siswa
masih bingung tentang apa yang harus dicata Karen siswa tunarungu
mempunyai keterbatasan pada bahasa. Jadi rata-rata aktivitas mental pada
siklus I adalah 60,0 % , (b) Aktivitas mental Indikator kinerja untuk siswa yang
aktif berdiskusi dengan teman kelompoknya pada siklus I yang muncul 3 orang
siswa saja atau sekitar 60 % dan siswa yang belum aktif 2 orang siswa yang
muncul atau sekitar 40 %. Ini diduga beberapa siswa belum terbiasa bekerja
dalam kelompok atau rasa egonya masih terlalu tinggi, Indikator kinerja untuk
siswa yang aktif menanggapi pendapat teman pada siklus I yang muncul 2
siswa atau sebesar 40 % dan siswa yang belum aktif 3 siswa yang muncul atau
sebesar 60 %. Ini diduga siswa masih malu atau beum berani mengeluarkan
pendapatnya, Indikator kinerja untuk siswa yang aktif bertanya tentang materi
yang belum jelas pada siklus I yang muncul 2 siswa atau sebesar 40 % dan
siswa yang belum aktif 3 siswa yang muncul atau sebesar 60 %. Ini diduga
sebagian siswa masih takut dan malu untuk mengemukakan pendapatnya,
Indikator kinerja untuk siswa yang aktif menjawab pertanyaan dengan tepat
pada siklus I yang muncul 3 siswa atau sebesar 60 % dan yang belum aktif 2
siswa yang muncul atau sebesar 40 %. Ini diduga sebagian siswa masih belum
mengerti tentang materi yang telah disampaikan. Jadi rata-rata aktivitas mental
pada siklus I adalah 50,0 % atau termasuk dalam kriteria kurang, (c) Aktivitas
emosional Indiktor kinerja untuk siswa yang aktif bersemangat dalam
pembelajaran yang muncul 2 siswa atau sebesar 40 % dan yang siswa yang
belum aktif muncul 3 siswa atau sebesar 60 %. Hal ini diduga ada sebagian
siswa yang masih bingung sehingga tidak tertarik pada materi yang
disampaikan, Indikator kinerja untuk siswa yang aktif bersungguh-sungguh
dalam pembelajaran pada siklus I yang muncul 3 siswa atau sebesar 60 % dan
siswa yang belum aktif muncul 2 siswa atau sebesar 40 %. Ini diduga ada
sebagian siswa yang masih mengobrol membicarakan hal lain diluar diluar
pelajaran, Indikator kinerja siswa yang aktif menjawab pertanyaan pada siklus
I yang muncul 2 siswa atau sebesar 40 % dan yang belum aktif muncul 3 siswa
atau sebesar 60 %.. Diduga masih ada siswa yang belum percaya diri dan takut
untuk mengemukakan pendapatnya, Indikator kinerja siswa yang aktif berani
tampil ke depan kelas pada siklus I yang muncul 2 siswa atau sebesar 40 % dan
yang belum aktif muncul 3 siswa atau sebesar 60 %. Hal ini diduga siswa yang
lebih pintar selalu ingin tampil kedepan sehingga yang tidak ada kesempatan.
Jadi rata-rata aktivitas mental pada siklus I adalah 40,5 %.Jadi hasil belajar
yang didapat dari data evaluasi siswa rata-rata 20 adalah tidak tuntas karena
belum memenuhi kriteria ketuntasan minimal sekolah (SLB-B) yaitu 50 pada
tahun pelajaran 2012-2013. Dari data yang diperoleh selama observasi
diadakan pertemuan dengan kolaborator melihat kekurangan dan kelebihan
yang terjadi pada siklus I.
Pada umumnya pada siklus II berdasarkan hasil pengamatan bersama
kolaborator terjadi peningkatan dalam aktivitas fisik, aktivitas mental dan
aktivitas emosional. (a) Aktivitas fisik, Indikator kinerja untuk siswa aktif
mengamati/menggunakan media pada siklus II sebesar 100 % atau semua siswa
yang aktif dan sekitar 0 % atau tidak ada siswa yang belum aktif. Dalam hal
ini siswa sudah mulai tertarik pada media yang digunakan dan sudah terbiasa
bekerja dalam kelompok untuk mengamati dan menggunakan media, Indikator
kinerja untuk siswa yang melakukan percobaan pada siklus II sebesar 100 %
atau sekitar semua siswa yang aktif dan tidak ada siswa atau sekitar 0 % yang
belum aktif. Hal tersebut dikarenakan semua siswa hadir pada pelaksanaan
siklus II dan semua melakukan percobaan, Indikator kinerja untuk siswa yang
aktif mencatat hasil laporan pada siklus II sebesar 100 % atau semua siswa
yang muncul dan siswa yang belum aktif sebesar 0 % atau tidak ada siswa yang
tidak muncul. Hal ini diduga siswa masih sudah mulai mengerti tentang materi
yang disampaikan. Jadi rata-rata aktivitas fisik pada siklus II adalah 100,0 %,
Indikator kinerja untuk siswa yang aktif berdiskusi dengan teman kelompoknya
pada siklus II yang muncul 4 orang siswa saja atau sekitar 80 % dan siswa
yang belum aktif 1 orang siswa yang muncul atau sekitar 20 %. Ini diduga satu
siswa tersebut agak susah dalam bekerja sama dalam kelompok atau rasa
egonya masih terlalu tinggi, Indikator kinerja untuk siswa yang aktif
menanggapi pendapat teman pada siklus II yang muncul 3 siswa atau sebesar
60 % dan siswa yang belum aktif 2 siswa yang muncul atau sebesar 40 %. Ini
diduga siswa
tersebu masih malu atau beum berani mengeluarkan
pendapatnya, Indikator kinerja untuk siswa yang aktif bertanya tentang materi
yang belum jelas pada siklus II yang muncul 3 siswa atau sebesar 60 % dan
siswa yang belum aktif 2 siswa yang muncul atau sebesar 40 %. Ini diduga
sebagian siswa masih takut dan malu untuk mengemukakan pendapatnya,
Indikator kinerja untuk siswa yang aktif menjawab pertanyaan dengan tepat
pada siklus II yang muncul 3 siswa atau sebesar 60 % dan yang belum aktif 2
siswa yang muncul atau sebesar 40 %. Ini diduga sebagian siswa masih susah
untuk mengerti tentang materi yang telah disampaikan. Jadi rata-rata aktivitas
mental pada siklus II adalah 90,0 %. (c) Aktivitas emosional, Indiktor kinerja
untuk siswa yang aktif bersemangat dalam pembelajaran pada siklus II yang
muncul 3 siswa atau sebesar 60 % dan yang siswa yang belum aktif muncul 2
siswa atau sebesar 40 %. Hal ini diduga ada sebagian siswa yang masih
bingung sehingga tidak tertarik pada materi yang disampaikan dikrenakan juga
I siswa tersebut pada siklus I tidak hadir, Indikator kinerja untuk siswa yang
aktif bersungguh-sungguh dalam pembelajaran pada siklus II yang muncul 3
siswa atau sebesar 60 % dan siswa yang belum aktif muncul 2 siswa atau
sebesar 40 %. Ini diduga ada sebagian siswa yang masih mengobrol
membicarakan hal lain diluar diluar pelajaran, Indikator kinerja siswa yang
aktif menjawab pertanyaan pada siklus II yang muncul 3 siswa atau sebesar 60
% dan yang belum aktif muncul 2 siswa atau sebesar 40 %.. Diduga masih ada
siswa yang belum percaya diri dan takut untuk mengemukakan pendapatnya,
Indikator kinerja siswa yang aktif berani tampil ke depan kelas pada siklus II
yang muncul 3 siswa atau sebesar 60 % dan yang belum aktif muncul 2 siswa
atau sebesar 40 %. Hal ini diduga siswa yang lebih pintar selalu ingin tampil
kedepan sehingga yang tidak ada kesempatan. Jadi rata-rata aktivitas emosional
pada siklus II adalah 60,0 %.
Hasil peningkatan aktivitas belajar mempengaruhi hasil belajar.
Untuk mengukur hasil belajar diperlukan alat evaluasi yaitu tes. Jadi hasil
belajar yang didapat dari data evaluasi siswa rata-rata 64 adalah tuntas karena
sudah diatas kriteria ketuntasan minimal sekolah (SLB-B) yaitu 50 pada tahun
pelajaran 2012-2013. Dan berdasarkan kepakatan dengan kolaborator
penelitian tidak dilanjutkan pada siklus berikutnya karena peningkatan sudah
baik dan hasil belajar juga tuntas.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil temuan dan pembahasan dalam penelitian tentang penerapan
media kubus satuan dalam pembelajaran Matematika tentang volume balok
untuk meningkatakan aktivitas belajar siswa tunarungu Sekolah Luar Biasa
Dharma Asih Pontianak Tenggara dapat disimpulkan sebagai berikut (1)
Terjadi peningkatan aktivitas fisik siklus I 60 % menjadi 100 % pada siklus II.
Dari data siklus I sampai siklus II terjadi peningkatan sekitar 40 %, (2) Terjadi
peningkatan aktivitas mental siklus 50 % menjadi 90 % pada siklus II. Dari dat
siklus I sampai siklus II terjadi peningkatan sekitar 40 %, (3) Terjadi
peningkatan aktivitas emosional siklus 45 % menjadi 60 % pada siklus II. Dari
dat siklus I sampai siklus II terjadi peningkatan sekitar 15 % dengan kategori
sedang, (4) Terjadi peningkatan hasil belajar siswa siklus I rata-rata 20
menjadi 64 pada siklus II. Dari data siklus I sampai siklus II terjadi
peningkatan sekitar 44.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian penelitian yang diperoleh maka saran yang dapat
disampaikan yaitu (1) Media kubus satuan belum pernah diterapkan pada
pembelajaran Matematika perlu perencanaan yang benar-benar matang
sehingga dalam pelaksanaan pembelajaran dapat berjalan dengan lancar, baik
dalam jumlah kubus-kubus satuan harus sesuai jumlah yang dibutuhkan, (2)
Penggunaan media kubus satuan pada pembelajaran Matematika dapat
mengembangkan dan meningkatkan siswa untuk berpikir logis, sehingga
pembelajaran dapat menyenangkan bagi siswa dan siswa lebih aktif karena
media yang digunakan adalah benda nyata, (3) Dalam menggunakan media
kubus satuan diterapkan dalam kerja kelompok agar siswa mampu
bekerjasama, bisa menghargai penadapat orang lain dan menghargai pendapat
orang lain, (4) Dengan menggunakan media kubus satuan dapat menerapkan
konsep pembelajaran dengan baik karena siswa terlibat langsung dalam
menemukan konsep pembelajaran.
DAFTAR RUJUKAN
Asrori, Mohammad. (2007). Penelitian Tindakan Kelas. Bandung : CV Wacana
Prima.
Badan Standar Nasional Pendidikan. (2006). Standar Kompetensi dan
Kompetensi Dasar Sekolah Dasar Luar Biasa Tunarungu (SDLB-B)
Djamarah. Agustus (2012) Pengertian Aktivitas Belajar. (online)
(www.google.co.id) diakses tnggal 9 agustus 2012.
Hamalik, Oemar. (2001). Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.
Hamalik, Agustus (2012). Pengertian Aktivitas Belajar. (online)
(www.google.co.id) diakses tanggal 9 agustus 2012.
Hamruni. (2011). Strategi Pembelajaran (online)
(www.google.co.id) diakses tnggal 9 agustus 2012.
Heruman, April (2010). Model Pembelajaran Matematika. PT Remaja
Rosdakarya.
Nawawi, Hadari. (2007). Metode penelitian Bidang sosial.Yogyakarta ; GADJAH
MADA UNIVERSITY PRESS
Sardiman. (2010). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta : PT
Raja GrafindoPersada.
Sardiman, Agustus (2012) Pengertian Aktivitas Belajar. (online)
(www.google.co.id) diakses tanggal 9 agustus 2012.
Sudijono, Anas. September (2011). Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta : PT
Raja Grafindo Perkasa.
Sukiman, Januari (2012) Pengembangan Media Pembelajaran. Yogyakarta : PT
Pustaka Insan Madani.
Rohani, Agustus (2012) Pengertian Aktivitas Belajar. (online)
(www.google.co.id) diakses tanggal 9 agustus 2012.
Wardani, I.G.A.K, dkk (2004). Pengantar Pendidikan Luar Biasa. Pusat
Penerbitan Universitas Terbuka.
Sastrawinata, Emon dkk. (1975). Pendidikan Anak Tunarungu. Jakarta.
Departeman Pendidikan dan Kebudayaan.
Departemen Pendidikan Nasional (2003). Matematika untuk SDLB Tunarungu
Kelas V. Jakarta : Direktorat Pendidikan Dasar dan Menengah, Direktorat
Pendidikan Luar Biasa.
Download