13 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pencemaran Udara Sebagian besar udara (95%) terletak pada 20 km pertama diatas permukaan bumi karena pengaruh gravitasi bumi. Udara alami terdiri dari udara kering (gasgas tanpa uap air), udara lembab (udara yang mengandung uap air) dan campuran partikel padat dan cair yang halus (aerosol). Sumber gas-gas di atmosfer dapat berasal dari sumber alami misalnya letusan gunung berapi dan kebakaran hutan serta sumber yang berasal dari aktivitas manusia seperti transportasi, pertanian, dan pembakaran bahan bakar fosil. Pelepasan gas-gas ke atmosfer baik yang berasal dari sumber alami maupun aktivitas manusia dapat menyebabkan pencemaran udara terutama di wilayah perkotaan (Schultz, 1992). Pencemaran udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi, dan/ atau komponen lain ke udara oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara ambien turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara ambien tidak dapat memenuhi fungsinya. Udara ambien adalah udara bebas di permukaan bumi pada lapisan trofosfir yang dibutuhkan dan mempengaruhi kesehatan manusia, makhluk hidup dan unsur lingkungan lainnya (Bapedal, 1999). Secara global penambahan konsentrasi gas-gas di atmosfer dapat mempengaruhi iklim. Dalam skala yang lebih kecil pencemaran udara dapat menyebabkan gangguan kenyamanan dan estetika, kerusakan pada tumbuhan, hewan, dan benda serta gangguan kesehatan manusia seperti gangguan sistem pernafasan, iritasi, dan suplai oksigen dalam darah. Vesilind et al. (1994) menyatakan bahwa faktor meteorologi yang mempengaruhi polusi udara adalah angin, turbulensi, stabilitas atmosfer, inversi, hujan kabut, dan radiasi surya. Faktor-faktor ini dapat menyebabkan penyebaran bahan pencemar, sehingga pencemaran udara dapat terjadi pada daerah yang relatif jauh dari sumber pencemar. Pencemaran udara di Indonesia, terutama di kota-kota besar disebabkan oleh gas buang kendaraan bermotor (60-70%), industri (10-15%), dan sisanya berasal dari rumah tangga, pembakaran sampah, kebakaran hutan, dan lain-lain 14 (Kusnoputranto, 1996). Kendaraan bermotor merupakan penghasil pencemar CO, hidrokarbon yang tidak terbakar sempurna, NOx, SOx, dan partikel. Emisi gas buang kendaraan bermotor mempengaruhi kualitas udara ambien terutama wilayah dengan aktivitas transportasi yang tinggi. Udara di alam tidak pernah ditemukan bersih tanpa pencemar sama sekali. Pencemaran udara dapat dipantau berdasarkan nilai mutu udara ambien. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (PPRI) Nomor 41 Tahun 1999, mutu udara ambien adalah kadar zat, energi, dan/atau komponen lainnya yang ada di udara bebas. Beberapa parameter baku mutu udara ambien nasional ditampilkan dalam Tabel 1. Tabel 1. Baku mutu udara ambien nasional berdasarkan PP No 41 tahun 1999 No Parameter Baku mutu Waktu pengukuran -1 -3 Sulfur dioksida (SO2) 365 μg N m Karbonmomoksida (CO) 10000 μg N-1m-3 Nitrogen dioksida (NO2) 150 μg N-1m-3 Oksidan (O3) 235 μg N-1m-3 Hidrokarbon (HC) 160 μg N-1m-3 TSP (debu) 230 μg N-1m-3 Timah hitam (Pb) 2 μg N-1m-3 1 2 3 4 5 6 7 24 jam 24 jam 24 jam 1 jam 3 jam 24 jam 24 jam 2.2. Senyawa Sulfur Sulfur di atmosfer sebagian besar terdiri dari H2S, SO2, dan SO3. Secara alami sulfur di atmosfer berasal dari evaporasi air laut, letusan gunung berapi, dan uap letusan gunung berapi. Senyawa sulfur terbanyak yang masuk ke atmosfer adalah H2S yang berasal dari hancuran bahan organik dan dari reduksi sulfat secara biologis. Gas H2S di atmosfer secara cepat dirubah menjadi SO2 melalui reaksi : 2 H2S + 3 O2 2 SO2 + 2 H2O Gas SO2 bersifat mudah larut dalam air pada suhu ruang, tidak berwarna, dan tidak dapat terbakar. Di atmosfer, SO2 bereaksi dengan oksigen membentuk SO3 yang merupakan pencemar sekunder. Gas SO3 bersifat tidak reaktif dan dengan H2O akan membentuk H2SO4. Gas SO2 dan SO3 dikenal sebagai SOx. 15 Menurut Gorham (2002) transportasi bukan merupakan sumber utama pencemar SOx. Sumber utama pencemar SOx adalah bahan bakar dalam kegiatan industri dan pembangkit listrik. Menurut Benitez (1993) emisi SO2 bahan bakar solar mencapai 10 kali lebih besar daripada bensin. 2.3. Senyawa Nitrogen Jenis senyawa nitrogen penting yang masuk ke atmosfer adalah N2O, NO, NO2, NH3, NH4+, dan NO3ˉ. Sumber alami emisi senyawa nitrogen berasal dari aktivitas biologi yang terjadi di permukaan, sedangkan sumber antropogenik adalah pembakaran bahan bakar fosil. Nitrogen oksida (NO dan NO2) tidak hanya berperan penting dalam kimia stratosfer dan trofosfer tetapi juga memberikan kontribusi pada deposisi senyawa N di ekosistem melalui mekanisme wet dan dry deposisition. Selanjutnya proses ini akan meningkatkan derajat keasaman tanah menuju titik jenuh nitrogen (Crutzen, 1995 diacu dalam Gasche & Papen, 2002). Nitrogen monoksida dan nitrogen dioksida (NOx) bersifat mempengaruhi konsentrasi ozon di atmosfer. Nitrogen dioksida yang menyerap energi cahaya akan terdisosiasi membentuk NO dan atom oksigen dan selanjutnya akan diikuti dengan pembentukan ozon. Pembentukan dan penguraian NO2 dan ozon secara alami berada dalam keseimbangan. Adanya hidrokarbon mengganggu kesetimbangan ini dengan meningkatkan pembentukan ozon yang bersifat reaktif. Selain itu NO dan NO2 juga berkontribusi terhadap pembentukan smog (McKersie & Leshem, 1994). Keberadaan NO dan NO2 secara tidak langsung berimplikasi terhadap pemanasan global karena terlibat dalam berbagai reaksi dengan gas-gas rumah kaca seperti O3, CO, dan CH4. 2. 3.1. Karakteristik NOx (NO dan NO2) Nitrogen monoksida merupakan gas yang tidak berwarna sedangkan nitrogen dioksida berwarna merah kecoklatan. Kedua gas tersebut masuk ke atmosfer terutama sebagai NO. Waktu tinggal nitrogen monoksida dalam atmosfer yang tidak tercemar rata-rata adalah empat hari. Di atmosfer yang tercemar hebat misalnya di perkotaan konsentrasi NO akan menurun hanya dalam beberapa jam. Proses berkurangnya NO melibatkan reaksi dengan oksigen : 16 → 2 NO2 2 NO + O2 Nitrogen dioksida yang menyerap energi cahaya (ultra violet) akan terdekomposisi dan diikuti terbentuknya ozon: NO2 + radiasi UV → NO + O O2 + O + M → O3 + M Selanjutnya ozon akan bereaksi dengan NO membentuk NO2, dengan demikian reaksi menjadi lengkap dan dikenal sebagai ’siklus fotolitik NO2’. NO + O3 → NO2 + O2 Siklus ini dapat terganggu dengan adanya hidrokarbon (Hc) yang berasal dari kendaraan bermotor. Atom oksigen yang bereaksi dengan hidrokarbon akan menghasilkan senyawa reaktif (hidrokarbon reaktif /HcO*) yang dikenal sebagai radikal alkilperoksil (RO2): O + Hc → HcO* Radikal bebas akan bereaksi secara cepat dengan NO membentuk NO2. Radikal RO2 juga dapat bereaksi dengan O2 dan NO2 menghasilkan peroxyacetyl nitrates (PAN). Produk akhir dari berbagai reaksi ini adalah smog (kabut) fotokimia yang mengandung berbagai kontaminan seperti aldehid, keton, ozon, dan PAN (Oke, 1978): HcO* + O2 → HcO3* HcO3* + NO → HcO2* + NO2 HcO3* + Hc → Aldehid, keton HcO3* + O2 → O3 + H3O2 HcOx* + NO2 → PAN Sebagian besar NO2 di atmosfir terbentuk karena proses oksidasi NO oleh O3. Di antara tahun 1960 dan tahun 1980 ozon di trofosfer meningkat dengan laju 1% dan 2% per tahun. Hal ini berarti ozon meningkat dari 22% menjadi 48% dalam periode 20 tahun tersebut. Kunci peningkatan terbentuknya ozon adalah senyawa NOx dan hidrokarbon reaktif yang di antaranya dihasilkan dari aktivitas transportasi. Ozon di troposfir bersifat berbahaya untuk kesehatan manusia di antaranya adalah menyebabkan iritasi pada selaput mata, saluran pernafasan, dan meningkatnya gejala asma. Ozon bersifat sebagai oksidan yang kuat sehingga 17 berpotensi merusak bahan-bahan yang berasal dari karet. Ozon yang masuk ke dalam jaringan tanaman akan terdisosiasi dan menghasilkan superoksida radikal (O2-), dan selanjutnya menghasilkan senyawa radikal lain di antaranya OH- dan H2O2. Beberapa kerusakan yang ditimbulkan ozon pada tanaman adalah menghambat fotosintesis (Pell & Brenan, 1973), berkurangnya klorofil dan menyebabkan nekrosis (Knudson et al., 1977) dan menghambat respirasi (Barnes, 1972). Bensin dan solar merupakan bahan bakar kendaraan bermotor yang banyak digunakan pada saat ini. Dua jenis bahan bakar ini menghasilkan komposisi emisi gas buang yang berbeda (Tabel 2 dan 3). Tabel 2. Komposisi gas buang (% v-1) Jenis gas buang Bensin CO2 9.0 CO 4.0 NO2 4.0 N2 2.0 Hidrokarbon 0.5 Nitrogen Oksida 0.06 SO2 0.006 Sumber: Hartogensis (1977) Solar 9.0 9.1 9.0 0.03 0.02 0.04 0.02 Tabel 3. Rata-rata emisi gas dalam g km-1 Jenis gas buang Bensin CO 60.00 Hidrokarbon 5.90 NO2 2.20 SO2 0.17 Debu 0.22 Timbal 0.49 Sumber: Strauss dan Mainwaring (1984) Solar 0.69 - 2.57 0.14 - 2.07 0.68 - 1.02 0.47 1.28 - 2.3.2. Pengaruh NOx terhadap Ekosistem Pengaruh NOx terhadap komponen ekosistem dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Timbulnya NO2 secara akut dapat membahayakan 18 kesehatan manusia. Pengaruh NO2 terhadap kesehatan tergantung dari konsentrasi dan waktu pemaparan. Keberadaan gas NO2 untuk beberapa menit sampai 1 jam dengan konsentrasi 50-100 ppm menyebabkan inflamasi jaringan paru-paru untuk periode 6-8 jam (Saeni, 1989). Penelitian mengenai dampak paparan NO2 terhadap kesehatan manusia cukup banyak dilakukan. Shannon et al. (2004) melaporkan bahwa terdapat hubungan antara meningkatnya NO2 udara ambien dan resiko gangguan pernafasan dan kambuhnya asma. Paparan NO2 konsentrasi rendah akan menyebabkan hipereaktifitas bronchial sehingga membuat anak-anak lebih mudah terkena infeksi saluran pernafasan (Magnus et al., 1998; Barnett et al., 2005). Paparan NO2 dalam waktu yang lama atau paparan dalam konsentrasi tinggi akan memicu terjadinya bronchitis akut (Zee et al., 2000) Keberadaan NO2 juga berkontribusi terhadap terbentuknya hujan asam. Hujan asam adalah bentuk presipitasi yang mengandung pencemar SO 2, SO3, NO2, dan HNO3. Pencemar tersebut larut dalam butiran awan dan air hujan sehingga membentuk asam sulfat dan asam nitrat dalam air hujan sehingga mengakibatkan pH air hujan kurang dari 5.6 yang dikenal sebagai hujan asam. Hujan asam dapat dibedakan atas deposit kering dan deposit basah. Deposit kering adalah transfer secara langsung dari gas-gas dan partikel-partikel asam yang ada di atmosfer. Deposit tipe ini biasanya terjadi di daerah dekat sumber pencemaran. Jenis gas sulfur yang diendapkan adalah SO2, sedangkan dari nitrogen adalah NO2, HNO3, dan PAN. Karena NOx lebih cepat dioksidasi menjadi nitrat daripada SO2 menjadi sulfat, maka SO2 lebih penting sebagai komponen deposit kering. Deposit basah adalah peristiwa turunnya asam dalam bentuk hujan dan mengenai benda atau makhluk hidup di sekitarnya atau masuk ke permukaan tanah maupun perairan. Jenis senyawa yang diendapkan adalah asam sulfat dan asam nitrat. Dampak hujan asam terhadap tanaman adalah kematian, daun layu dan rontok, sehingga dapat mengurangi produktivitas tanaman. Hujan asam juga dapat merusak akar tanaman melalui pelepasan ion aluminium, timah, raksa, dan kadmium dari tanah dan sedimennya sehingga dapat menghalangi pengambilan dan penggunaan nutisi oleh tanaman. Pencucian unsur-unsur Mg2+, Ca2+, Na +,dan 19 K+ akan menyebabkan tanaman kekurangan unsur tersebut sehingga mempengaruhi produktivitasnya. Pada ekosistem hutan, deposisi nitrogen melalui hujan asam mengubah status nitrogen yang secara alamiah terbatas menjadi kondisi jenuh nitrogen (Aber et al., 1998). Kondisi jenuh nitrogen ini akan menimbulkan dampak negatif pada lingkungan di antaranya adalah perubahan kimia tanah, komposisi, dan produktivitas hutan. Pada ekosistem akuatik, hujan asam akan menetralisasi basa dari aliran sungai dan danau sehingga timbul kondisi yang menghambat pertumbuhan dan produktivitas organisme perairan. Hujan asam juga dapat menyebabkan perubahan secara kimia pada organ organisme perairan, misalnya insang menjadi hancur dan terganggunya mekanisme kontraksi otot. Dampak positif hujan asam adalah meningkatnya kesuburan tanah pada wilayah yang kekurangan unsur nitrogen dan belerang. Namun dampak negatif dari hujan asam seringkali lebih besar daripada dampak positifnya, sehingga perlu dilakukan upaya untuk mengurangi peluang terjadinya hujan asam, antara lain dengan mengurangi konsentrasi pencemar yang menjadi penyebab terjadinya hujan asam, salah satu diantaranya adalah pengurangan konsentrasi NO2 di atmosfir. 2.4. Kemampuan Tanaman Menyerap Pencemar NOx Tanaman dapat mengurangi konsentrasi pencemar udara melalui mekanisme penyerapan pencemar gas dan penyerapan partikel pada permukaan daun. Selain itu adanya vegetasi pada daerah yang berdekatan dengan sumber pencemaran udara dapat mengencerkan konsentrasi pencemar dengan bantuan tiupan angin. Angin yang bertiup dapat memindahkan pencemar ke tempat yang lebih tinggi karena tertahan oleh kanopi tanaman, sehingga pencemar akan terencerkan pada lapisan atmosfer yang lebih tinggi. Penelitian yang dilakukan pada skala laboratorium dan lapangan menunjukkan bahwa tanaman dapat menyerap beberapa pencemar diantaranya adalah timah hitam (Pb), kadmium (Cd), kromium (Cr), nikel (Ni) (Ratcliffe & Beeby, 1980; Flores et al., 1999; Piechalack et al., 2002). Akumulasi dari 20 pencemar dapat terjadi pada bagian akar, daun, ataupun batang. Pada tumbuhan tingkat tinggi akumulasi terbanyak biasanya terjadi pada bagian daun. Hal ini berkaitan dengan mekanisme penyerapan pencemar yang sebagian besar terjadi melalui stomata. Dengan demikian perubahan karakter morfologi dan anatomi daun dapat dijadikan sebagai indikator terjadinya pencemaran udara. Tiap jenis tanaman mempunyai respon yang berbeda terhadap pencemaran udara, dipengaruhi oleh jenis pencemar, sifat anatomi dan morfologi tumbuhan, serta faktor lingkungan di sekitarnya. Beberapa faktor lingkungan mempengaruhi tingkat kerusakan yang terjadi pada tanaman. Faktor lingkungan tersebut adalah kualitas cahaya, panjang hari, intensitas cahaya, suhu, kelembaban, adanya CO2, dan interaksi pencemar. Faktor edafik yang juga mempengaruhi tingkat kerusakan pada tanaman yaitu kelembaban tanah, nutrisi, suhu tanah, serta hubungan antara air dan tanah (Heggestad & Heck, 1971). Taylor et al. (1975) secara umum membedakan kerusakan tanaman akibat pencemaran udara atas kerusakan akut, kronis atau tersembunyi. Kerusakan akut ditandai dengan terjadinya kerusakan pada bagian tepi daun berupa tepi daun yang mengering atau berwarna gading, coklat atau merah kecoklatan. Kerusakan kronis menyebabkan daun menjadi kuning dan akhirnya memutih dan sebagian klorofil rusak. Fitter dan Hay (1994) menyatakan ada stomata dan kloroplas menjadi tempat masuk utama dari berbagai jenis pencemar yaitu SO2, NOx, dan O3. Di dalam kloroplas masuknya SO2, NOx, dan O3 dapat menyebabkan perobekan sistem thylakoid. Gas NO dan NO2 yang masuk ke dalam jaringan tanaman melalui stomata selanjutnya akan berubah menjadi nitrit atau nitrat yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman dalam proses pertumbuhan dan perkembangannya. Tanaman menyerap gas NO2 lebih cepat dari NO (Benneth & Hill, 1973) karena NO2 lebih cepat bereaksi dengan air, sementara NO relatif tidak larut. Laju penyerapan NO oleh tanaman relatif sama dalam kondisi terang dan gelap. Saxe (1986) membuktikan bahwa laju penyerapan NO tidak dipengaruhi oleh proses transpirasi. Hal ini menunjukkan bahwa laju penyerapan NO tidak dipengaruhi oleh pembukaan stomata. Sebaliknya, penyerapan NO2 oleh tanaman dipengaruhi oleh transpirasi (Saxe, 1986), laju fotosintesis (Nugrahani, 2005) 21 Selanjutnya dikemukakan oleh Misawa et al. (1993) diacu dalam Patra (2002) bahwa laju penyerapan NO2 pada setiap tanaman berbeda menurut spesiesnya. Pada tanaman evergreen dan deciduous (gugur daun) terdapat perbedaan kecepatan distribusi nitrogen yang berasal dari NO2 yang diserap daun. Distribusi nitrogen dari daun ke batang dan akar pada tanaman evergreen lebih cepat dibanding tanaman deciduous. Untuk mengetahui penyerapan gas NO2 dari udara digunakan gas NO2 berlabel 15 N (isotop 15 N). Penggunaan isotop 15 N membantu dalam penelitian penyerapan/fiksasi nitrogen melalui akar atau daun, sehingga dapat dibedakan apakah nitrogen berasal dari tanah ataupun udara. diketahui dengan menganalisis kandungan 15 Serapan gas NO2 dapat N dalam jaringan tanaman. Lebih lanjut dikatakan bahwa untuk menguji serapan gas NO2 pada berbagai tanaman digunakan kondisi yang optimum untuk penyerapan, yaitu suhu 30º C, intensitas cahaya 1000 lux dan kelembaban relatif 60%. Konsentrasi gas NO2 yang digunakan sebesar sebesar 3 ppm (ml per 1000 l) (Nasrullah, 1997). 2.5. Reaksi NO2 dalam Tanaman Gas NO2 masuk ke dalam tanaman terutama melalui stomata (Marchner, 1986). Nitrogen dioksida bersifat mudah larut dan dalam fase cair pada ruang apoplastik segera mengalami konversi (Yoneyama et al., 1979; Rennernberg & Geßler, 1999) dan menghasilkan reactive oxygen species (ROS) yang dapat merusak beberapa komponen sel seperti membran, klorofil, dan protein (Langebartels et al., 2002). Reaksi ini dapat dicegah melalui aktivitas antioksidan atau enzim oksidatif yang terdapat di dalam ruang apoplastik dan simplastik dari sel (Noctor & Foyer, 1998). Böhm et al. (1998) menyatakan bahwa β karoten bersama-sama dengan vitamin C dan vitamin E melindungi sel dari kerusakan akibat paparan NO2. 2.6. Asam Askorbat L-asam askorbat (vitamin C) merupakan vitamin penting dalam diet manusia dan tersedia melimpah dalam jaringan tanaman (Loewus & Loewus, 1987; Smirnoff, 1996; Smirnoff & Wheeler, 2000; Noctor & Foyer, 2005). Daun- 22 daun hijau mengandung askorbat sama banyaknya dengan klorofil. Askorbat berperan penting dalam beberapa proses fisiologis tanaman diantaranya adalah pertumbuhan, diferensiasi, dan metabolisme. Selain itu askorbat juga berfungsi sebagai pereduktor untuk beberapa radikal bebas sehingga dapat meminimalkan kerusakan yang disebabkan oleh oxidative stress (Mc Kersie & Leshem, 1994). Askorbat dapat ditemukan dalam kloroplas, sitosol, vakuola, dan ruang ekstra seluler sel. Sekitar 20-40 % askorbat di dalam mesofil berada dalam kloroplas. Kloroplas mengandung banyak enzim yang dapat mereduksi askorbat dari bentuk teroksidasi (Mc Kersie & Leshem, 1994). Askorbat disintesis dari D-glukosa. Sebagai anti oksidan askorbat akan bereaksi dengan superoksida, hidrogen peroksida atau radikel tocoperoksil membentuk asam monodehidroaskorbat dan atau asam dehidroaskorbat. Bentuk tereduksi ini akan kembali membentuk askorbat dengan bantuan monodehidroaskorbat reduktase dan dehidroaskorbat reduktase. Dehidroaskorbat tidak stabil pada pH> 6 dan akan terurai menjadi tartrat dan oksalat. Untuk mencegah hal ini, dehidroaskorbat tereduksi secara cepat oleh dehidroaskorbat reduktase menggunakan ekuivalen pereduksi dari glutathione (GSH) (Gambar 2). Gambar 2. Sintesis dan degradasi L-asam askorbat dalam jaringan tanaman (McKersie & Leshem, 1994) 23 2.7. Jenis tanaman Tanaman yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 8 jenis yang merupakan hasil seleksi dari 11 jenis tanaman. Seleksi dilakukan berdasarkan kandungan asam arkobat dan keragaman famili. Deskripsi masing-masing jenis tersebut masing-masing sebagai berikut : 1. Pterocarpus indicus Wild (Angsana) Pterocarpus indicus tergolong ke dalam Famili Leguminoceae sub famili Papilionideae (Gambar 3). Tanaman ini berasal dari Malaysia dan digunakan sebagai tanaman penghijauan di banyak negara. Tinggi pohon dapat mencapai 10-40 m dengan diameter batang 2 m. Kayu mempunyai warna dan kualitas yang cukup baik. Daun merupakan daun majemuk dengan anak daun berjumlah 5-13 yang letaknya berselang seling. Daun berbentuk bulat telur memanjang dengan panjang 4-10 cm dan lebar 2.5-5 cm. Bagian ujung daun meruncing, bagian pangkal tumpul dan permukaan daun mengkilat dan terdapat daun penumpu dengan panjang 1-2 cm. Tandan bunga terdapat di ujung ranting, muncul di ketiak daun, sedikit atau bercabang, berambut coklat dan berbunga banyak. Buah berbentuk polong. Gambar 3. Pterocarpus indicus Wild (Angsana) 24 2. Lagerstroemia speciosa Pers. (Bungur) Lagerstroemia speciosa tergolong ke dalam Famili Lythraceae (Gambar 4). Tanaman ini banyak digunakan sebagai tanaman hias karena memiliki bunga yang berwarna menarik yaitu ungu. Di India tanaman ini disebut sebagai queen of flowers. Tinggi pohon dapat mencapai 10-30 m. Daun berwarna hijau tua dengan panjang 9-28 cm dan lebar 4-12 cm, berbentuk oval, elips atau memanjang dengan ujung runcing, tepi daun rata, dan permukaan kasap. Buah berbentuk bulat memanjang dengan panjang 2-3.5 cm. Biji berukuran besar dengan ujung bersayap menyerupai pisau. Gambar 4. Lagerstroemia speciosa Pers. (Bungur) 3. Casuarina sumatrana Jungh (Cemara laut) Casuarina sumatrana tergolong ke dalam Famili Casuarinaceae (Gambar 5). Tanaman ini berasal dari Birma dan Malaysia Barat. Tinggi pohon dapat mencapai lebih dari 10 m. Daun berupa sisik. Ranting berwarna hijau terang, agak kaku, tajuk berbentuk oval-membulat. Bunga jantan tidak diketahui, bunga betina tidak bertangkai. Buah terbentuk di ujung terminal, tidak bertangkai, berbentuk bulat atau bulat telur, berukuran 4-4.5 dan 3.5-4 cm. Di Jawa tanaman ini sering digunakan sebagai tanaman hias. 25 Gambar 5. Casuarina sumatrana Jungh (Cemara laut) 4. Delonix regia Bojer (Flamboyan ) Delonix regia tergolong ke dalam Famili Caesalpiniaceae (Gambar 6). Tanaman ini berasal dari Madgaskar dan di Indonesia biasa digunakan sebagai tanaman hias. Daun merupakan daun majemuk dengan anak daun berjumlah 6-35 pasang pada tiap helaian. Bunga menarik dengan dominasi warna merah yang terbentuk dalam rangkaian yang berjumlah 6-12 bunga. Pada musim kemarau daun biasanya gugur. Gambar 6. Delonix regia Bojer (Flamboyan) 5. Gmelina arborea Linn. (Jati putih) Gmelina arborea tergolong Famili Verbenaceae yang berasal dari India dan kemudian tersebar ke Pakistan, Kamboja, Thailand, Srilangka dan Cina bagian 26 Selatan (Gambar 7). Selain di Asia Tenggara, tanaman ini juga ditanam secara besar-besaran di Afrika Barat dan Amerika Selatan. Ketinggian pohon dapat mencapai 30 m dengan diameter 1m, dengan batang pohon bulat, lurus, dan tidak berbanir. Tajuk menyerupai kerucut atau tidak teratur dengan percabangan banyak. Daun tunggal bertangkai panjang, ujung daun meruncing panjang, tepi daun rata dan permukaan tidak berambut. Panjang helaian daun 15-30 cm dan lebar 15-20 cm. Gmelina arborea termasuk jenis tanaman yang membutuhkan intensitas matahari yang tinggi. Jenis ini dapat tumbuh pada ketinggian 50-1000 m di atas permukaan laut (dpl), di daerah beriklim basah atau kering dengan curah hujan tahunan sekitar 700-4800 mm. Pada daerah dengan musim panas yang panjang (6-7 bulan) tanaman akan menggugurkan daunnya, tetapi di daerah tropik basah selalu tumbuh hijau. Gambar 7. Gmelina arborea Linn. (Jati putih) 6. Cinnamomum burmanii Nees (Kayu manis merah) Cinnamomum burmanii termasuk dalam Famili Lauraceae (Gambar 8). Tinggi pohon mencapai 6-12 m. Daun berbentuk bulat telur atau elips memanjang, ujung membulat atau tumpul meruncing, panjang 6-15 cm dan lebar 4-7 cm. Sisi bawah daun gundul, berwarna abu-abu, sisi atas daun tulang daun lateral tidak menonjol. Daun muda berwarna merah. Bunga merupakan bunga 27 malai bercabang, duduk di ketiak dengan cabang berambut abu-abu. Tajuk tenda bunga panjang 3-5 mm. Buah merupakan buah buni bulat memanjang berwarna merah (Gambar 8). Gambar 8. Cinnamomum burmanii Nees (Kayu manis merah) 7. Swietenia macrophylla King (Mahoni) Swietenia macrophylla termasuk ke dalam Famili Meliaceae dan berasal dari Honduras (Gambar 9). Di Indonesia, mahoni merupakan tanaman yang dibudidayakan dan sering digunakan sebagai tanaman tepi jalan. Daun berwarna hijau tua dengan panjang 4.5-21 cm dan lebar 1.75-7 cm. Buah berukuran besar (15-17.5 cm) berwarna coklat, dengan biji yang bersayap. Pada musim kemarau tanaman sering menggugurkan daunnya. 8. Mimusops elengi L. (Tanjung) Mimusops elengi termasuk dalam Famili Sapotaceae (Gambar 10). Tanaman mempunyai tajuk yang indah, dengan daun berwarna hijau mengkilat dan buah berwarna merah atau merah jingga. Tanjung termasuk jenis pohon bergetah dengan ketinggian mencapai 15 m. Daun merupakan daun tunggal bertangkai, dengan duduk daun tersebar, bertepi rata, dan bertulang menyirip. Helaian daun berbentuk bulat memanjang atau bulat telur memanjang dengan panjang 5.5-16 cm dan lebar 2-6.5 mm. Bunga bersifat biseksual, muncul dari ketiak daun, menggantung, berbau wangi. Mahkota dan kelopak bunga memiliki 28 panjang yang sama, berwarna putih kotor. Buah berbentuk, bulat telur, panjang 23 cm dan lebar 1-1.2 cm; berwana kuning, kuning jingga, atau merah. Di dalam buah terbentuk 1-2 biji yang berbentuk pipih, panjang 1-1.5 cm dan lebar 0.71cm, berwarna coklat atau coklat kehitaman. Gambar 9. Swietenia macrophylla King (Mahoni) Gambar 10. Mimusops elengi L. (Tanjung)