perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BAB II TINJAUAN

advertisement
6
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori medis
1. Bayi Baru Lahir
a. Definisi
Bayi baru lahir disebut juga dengan neonatus merupakan individu
yang sedang bertumbuh dan baru saja mengalami trauma kelahiran serta
harus dapat melakukan penyesuaian diri dari kehidupan intrauterin ke
kehidupan ekstrauterin. Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir pada
usia kehamilan 37-42 minggu dan berat badannya 2.500-4000 gram (Dewi,
2010).
b. Ciri
ciri Bayi Baru lahir Normal
Ciri-ciri bayi baru lahir normal menurut Dewi (2010) adalah bayi
yang mempunyai berat badan 2500 - 4000 gram, panjang badan 48- 52 cm,
lingkar dada 30-38 cm, lingkar kepala 33-35 cm, frekuensi jantung 120160 kali/menit, pernafasan ± 40-60 kali/menit, kulit kemerahan dan licin
karena jaringan sub kutan cukup, lanugo tidak terlihat, rambut kepala
biasanya telah sempurna, kuku agak panjang dan lemas, genitalia :
perempuan labia mayora sudah menutupi labia minora dan laki laki testis
sudah turun, skrotum sudah ada, reflek (morro, rooting, sucking,
tonicneck, dan bainsky) baik, mekonium keluar dalam 24 jam pertama,
dan mekonium berwarna hitam kecoklatan
7
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c. Klasifikasi Neonatus
Bayi baru lahir atau neonatus di bagi dalam beberapa kasifikasi
menurut Marmi (2012) , yaitu :
1)
Neonatus menurut masa gestasinya
a) Kurang bulan (preterm infant): kurang dari 259 hari
(37 minggu)
b) Cukup bulan (term infant) : 259 hari sampai 294 hari
(37-42 minggu)
c) Lebih bulan (postterm infant) : lebih dari 294 hari
(42 minggu) atau lebih
2)
Neonatus menurut berat badan lahir
a)
Berat lahir rendah
: kurang dari 2500 gram
b)
Berat lahir cukup
: antara 2500-4000 gram
c)
Berat lahir lebih
: lebih dari 4000 gram
d. Penatalaksanaan bayi baru lahir normal
Bayi baru lahir harus menjalani pemeriksaan lengkap sebelum
pulang kerumah kecuali jika bidan mampu melakukan tugas ini. Waktu
penilaian yang ideal tidak disepakati, tetapi waktu yang optimal adalah
antara 24-48 jam, namun standar yang ditetapkan oleh The National
Screening Comitte (NSC) (2008) menyatakan bahwa semua bayi harus
diperiksa dalam 72 jam dari saat lahir oleh profesional kesehatan
terlatih (Lumsden, 2012).
8
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Menurut Saifuddin (2010) Penanganan bayi baru lahir antara lain:
1) Pengaturan suhu
Bayi kehilangan panas melalui empat cara, yaitu: konduksi,
konveksi evaporas dan radiasi. Dalam keadaan telanjang dan basah
pada bayi baru lahir menyebabkan bayi mudah kehilangan panas
secara evaporasi dan paling jarang secara konduksi kecuali jika bayi
diletakkan pada alas yang dingin.
2) Resusitasi neonatus
Resusitasi neonatus tidak rutin dilakukan pada semua bayi baru
lahir. Bila bayi gagal bernafas spontan, hipotonus, atau ketuban
bercampur mekonium, maka harus dilakukan langkah-langkah
resusitasi. Perawatan rutin pada bayi sehat ialah mengeringkan bayi,
memberi kehangatan, membersihkan jalan nafas bila diperlukan dan
mengobservasi warna kulit bayi.
3) Inisiasi menyusui dini
Segera setelah bayi dilahirkan, bayi diletakkan di dada atau
perut atas ibu selama paling sedikit satu jam untuk memberi
kesempatan pada bayi untuk mencari dan menemukan puting susu
ibunya.
4) Pengikatan dan pemotongan tali pusat
Pengikatan dan pemotongan tali pusat segera setelah persalinan
banyak dilakukan secara luas diseluruh dunia, tetapi penelitian
menunjukkan hal ini tidak bermanfaat bagi ibu ataupun bayi, bahkan
9
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dapat berbahaya bagi bayi. Penanganan tali pusat dikamar bersalin
harus dilakukan secara asepsis untuk mencegah infeksi tali pusat dan
tetanus neonatorum.
5) Perawatan tali pusat
Yang terpenting dalam perawatan tali pusat adalah menjaga agar
tali pusat tetap kering dan bersih. Cuci tangan dengan sabun dan air
bersih sebelum merawat tali pusat. Bersihkan dengan lembut kulit di
sekitar tali pusat dengan kapas basah, kemudian bungkus dengan
longgar/ tidak terlalu rapat dengan kassa bersih/ steril.
6) Pelabelan
Label nama bayi atau nama ibu harus dilekatkan pada
pergelangan
tangan
atau
kaki
sejak
diruang bersalin,
dan
pemasangan jangan terlalu ketat ataupun longgar.
7) Profilaksis mata
Pemberian antibiotik profilaksis pada mata terbukti dapat
mencegah terjadinya konjungtivitis. Profilaksis mata yang sering
digunakan adalah tetes mata silver nitrat 1%, salep mata eritromisin,
dan salep mata tetrasiklin
8) Pemberian vitamin K
Berikan injeksi 1 mg vitamin K1 di sepertiga paha bagian luar
secara intramuskular.
10
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
9) Pengukuran berat dan panjang lahir
Dua hal yang selalu ingindiketahui orang tua tentang bayinya
yang baru lahir adalah jenis kelamin dan beratnya.
10) Memandikan bayi
Memandikan bayi merupakan hal yang sering dilakukan, tetapi
masih banyak kebiasaan yang salah dalam memandikan bayi, seperti
memandikan bayi segera setelah lahir yang dapat menyebabkan
hipotermia.
Bayi baru lahir dengan berat badan lebih dari 4000 gram merupakan bayi
dengan berat lahir patologi yang memungkinkan terjadi beberapa komplikasi,
diantaranya hipoglikemi, hipokalsemia, polisitemia dan hiperbilirubin. Bayi
bayi yang dipertimbangkan besar untuk masa kehamilannya beresiko besar
terjadinya trauma persalinan, terutama distosia bahu, injuri pleksus brochialis,
injuri saraf wajah dan asfiksia sehingga meningkatkan kelahiran dengan secsio
caesaria ( Maryunani, 2013).
B. Makrosomia
1. Definisi
Makrosomia yaitu berat badan bayi lebih dari 4000 gram (Maryunani,
2013).
Makrosomia adalah istilah yang digunakan secara kurang tepat untuk
menjelaskan janin-neonatus yang sangat besar. Terdapat kesepakatan
umum diantara para ahli obstetri bahwa neonatus yang beratnya kurang
11
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dari 4000 g tidak dianggap terlalu besar; tetapi konsensus serupa tantang
definisi pasti makrosomia belum tercapai (Leveno, 2009).
2. Etiologi
Sejumlah faktor telah dikaitkan dengan makrosomia meliputi:
a. Bayi yang dilahirkan oleh ibu dengan diabetes dalam kehamilan 40%
akan terjadi makrosomia (Maryunani, 2013)
b. Bayi lewat bulan, Resiko persalinan bayi dengan berat lebih dari 4000
gram pada kehamilan posterm meningkat 2
4 kali lebih besar dari
kehamilan term (Saifuddin,2010).
c. Ibu obesitas (10-20%). Wanita dengan obesitas memiliki resiko lebih
besar untuk melahirkan bayi makrosomia dibandingkan dengan wanita
dengan berat badan normal (Kongubol, 2011).
d. Terdapat beberapa faktor lain yang juga memperbesar kemungkinan
bayi besar yaitu : orang tua berperawakan besar, khususnya obesitas
pada ibu, multiparitas, usia ibu, janin laki
laki, bayi sebelumnya
berberat badan lebih dari 4000 gram, ras dan etnik ( Cunningham,
2006).
3. Diagnosis
a. Keturunan atau bayi yang lahir terdahulu besar dan sulit melahirkannya
dan adanya diabetes melitus.
12
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Kenaikan berat badan yang berlebihan tidak oleh sebab lainnya (edema
atau sebagainya).
c. Pemeriksaan teliti tentang disproporsi sefalo atau feto-pelvik dalam hal
ini dianjurkan untuk mengukur kepala bayi dengan ultra-sonografi
(Mochtar, 2013).
4. Faktor resiko
a. Faktor ibu
a) Diabetes Melittus Gestasional
Ibu dengan diabetes melittus gestasional 40 % akan melahirkan
bayi dengan berat badan berlebihan pada semua usia kehamilan
(Saifuddin, 2010).
b) Obesitas
Wanita dengan obesitas memiliki risiko lebih besar untuk
melahirkan bayi makrosomia dibandingkan dengan wanita dengan
berat badan normal (Kongubol, 2011).
Obesitas ibu adalah faktor risiko tersendiri dan lebih penting
untuk terbentuknya bayi besar (Cunningham, 2013).
c) Pertambahan berat badan berlebih selama kehamilan
Perempuan hamil dengan obesitas atau dengan kenaikan berat
badan waktu hamil berlebihan, merupakan faktor resiko utama
terjadinya
preeklamsi,
seksio
sesarea,
kelahiran
makrosomia janin, dan kematian janin (Saifuddin, 2010).
prematur,
13
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
d) Faktor genetik
Obesitas dan overweight yang dialami ayah-ibu dapat menurun
pada bayi (Maryunani, 2013).
e) Multiparitas
Ada kecenderungan berat badan lahir anak kedua dan seterusnya
lebih besar daripada anak pertama (Maryunani, 2013).
f) Usia ibu
Semakin tua usia ibu saat hamil, semakin besar risiko melahirkan
bayi makrosomia (Goldman, 2005).
g) Riwayat melahirkan bayi makrosomia
Ibu yang pada kehamilan pertama melahirkan giant baby
berpeluang besar melahirkan anak kedua dengan kondisi yang sama
pada kehamilan berikutnya (Maryunani, 2013).
h) Usia kehamilan
Zwerdling menyatakan bahwa rata-rata berat janin lebih dari
3600 gram sebesar 44,5 % pada kehamilan posterm, sedangkan pada
kehamilan genap bulan term sebesar 30,6%. Resiko persalinan bayi
dengan berat lebih dari 4000 gram pada kehamilan posterm
meningkat 2
2010).
4 kali lebih besar dari kehamilan term (Saifuddin,
14
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
i) Kecukupan gizi
Porsi makan yang dikonsumsi ibu hamil akan berpengaruh
terhadapbobot janin. Asupan gizi yang berlebih bisa mengakibatkan
bayi lahir dengan berat diatas rata-rata (Maryunani, 2013).
b. Faktor janin
a) Hiperinsulinemia janin
Hiperinsulinemia
pertumbuhan
janin
janin,
yang
berperan
pada
trimester
sebagai
terakhir,
hormon
menyebabkan
peningkatan sintesis lemak dan protein dan makrosomia janin,
menghasilkan janin yang lebih besar dari usia kehamilan (Bherman,
2010).
b) Jenis kelamin
Terdapat beberapa faktor
lain
yang
juga meningkatkan
kemungkinan bayi besar: ukuran orang tua besar, terutama obesitas
pada ibu, multiparitas, gestasi lama, usia ibu, janin laki-laki, bayi
sebelumnya memiliki berat lebih dari 4000g, ras dan etnik (Leveno,
2009).
c) Gigantisme fetal
Terjadinya
kelainan
(Turkzadeh, 2005).
pertumbuhan
dari janin
itu
sendiri
15
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
5. Patofisiologi
Selama masa kehamilan terdapat sejumlah perubahan hormonal
yang bertujuan untuk memastikan terpenuhinya kebutuhan glukosa pada
janin.Pada trimester I kehamilan, mulai terjadi peningkatan human
placental lactogen dan prolaktin yang mencapai puncaknya pada akhir
trimester III (minggu ke-35).Human placental lactogen (hPL) memiliki
struktur kimia yang mirip dengan prolaktin dan growth hormone.Efek
utama
hPL
adalah
terhadap
insulin
dan
metabolism
glukosa
(Prawirohardjo, 2009). Kombinasi hPL dan prolaktin memicu semacam
resistensi insulin yang dapat dideteksi dengan adanya hiperinsulinemia 2
jam pos prandial. Sebagai akibat mekanisme resistensi insulin tersebut,
pada sebagian ibu hamil akan terjadi hiperglikemia relatif (diabetes
mellitus gestasional). Keadaan hiperglikemia pada ibu tentu saja sangat
berpengaruh pada janin, karena transfer glukosa dari darah ibu ke sirkulasi
janin terjadi secara difusi melalui placenta, sehingga janin juga mengalami
hiperglikemia. Kondisi hiperglikemia janin tersebut selanjutnya akan
memicu hiperinsulinemia pada janin dengan akibat semakin banyak
glikogen janin yang disintesis, sehingga terbentuklah makrosomia
(Turkzadeh, 2005), ( Bagan di Lampiran 1).
6. Gambaran Klinis
Menurut Maryunani (2013) karakteristik bayi dengan makrosomia
antara lain:
16
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a. Mempunyai wajah berubi
b. Badan montok dan bengkak
c. Kulit kemerahan
d. Organ
internal
membesar
(hepatosplenomegali,
spenomegali,
kardiomegali)
e. Lemak tubuh banyak
f. Plasenta dan tali pusat lebih besar dari rata-rata
7. Prognosis
Makrosomia
yang
tidak
ditangani
secara
adekuat
berisiko
menimbulkan beberapa komplikasi seperti hipoglikemia, hipokalsemia,
hiperbilirubinemia, yang dapat berakhir pada kejang dan kematian
neonatus.
Namun,
dengan
penanganan
yang
baik,
kemungkinan
komplikasi tersbut dapat dihindarkan (Jazayeri, 2005).
8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada bayi makrosomia menurut
Hidayat (2009)
antara lain:
a. Membersihkan jalan nafas.
b. Memotong tali pusat dan perawatan tali pusat.
c. Melakukan inisiasi menyusui dini
d. Membersihkan badan bayi dengan kapas baby oil/minyak.
e. Memberikan obat mata.
17
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
f. Memberikan injeksi vitamin K
g. Membungkus bayi dengan kain hangat.
h. Mengkaji keadaan kesehatan pada bayi dengan makrosomia dengan
mengobservasi keadaan umum dan vital sign serta memeriksa kadar
glukosa darah sewaktu pada umur 3 jam.
i. Memberikan terapi sesuai komplikasi yang dialami oleh bayi
a). Hipoglikemia
1) Glukosa darah kurang dari 25 mg/dl atau terdapat tanda
hipoglikemia.
(a) Berikan glucose 10 % 2 ml/Kg secara intravena, bolus
pelan dalam 5 menit, jika jalur IV tidak dapat terpasang dengan
cepat, berikan larutan glukose melalui pipa lambung dengan
dosis yang sama, berikan infus glukose 10% sesuai kebutuhan
rumatan (Sudarti, 2010).
(b) periksa kadar glukoae darah satu jam setelah bolus glukose.
Jika kadar glukosa darah masih kurang dari 25 mg/dl, ulangi
bolus glukosa dan lanjutkan pemberian infus (Sudarti, 2010).
(c) Jika kadar glukosa darah 25
45 mg/dl, lanjutkan infus dan
ulangi pemeriksaan kadar glukosa darah setiap 3 jam sampai
kadar glukosa mencapai 45 mg/dl atau lebih (Indarso, 2010).
(d) Apabila kadar glukosa darah 45 mg/dl atau lebih dalam 2
kali pemeriksaan berturut
turut, lakukan pemeriksaan tiap 12
jam sebanyak 2 kali pemeriksaan.
18
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(e) Anjurkan ibu menyusui. Apabila kemampuan minum bayi
meningkat, turunkan pemberian cairan infus secara bertahap
(Sudarti, 2010).
2). Glukosa darah 25
45 mg/dl tanpa tanda hipoglikemia
(a). Anjurkan ibu menyusui.
(b). Pantau tanda hipoglikemia.
(c). Periksa kadar glukosa darah dalam 3 jam atau sebelum
pemberian minum berikutnya (Indarso, 2010).
Ketika glukosa darah tetap rendah dibawah kadar yang dapat
diterima dan pemberian asi secara langsung tidak berhasil atau tidak
mencukupi untuk meningkatkan kadar glukosa darah maka diperlukan
susu formula. Jika diperlukan susu formula, volume yang tepat (mis. 8
10
mL/kg)
diberikan
dengan
gelas
kepada
bayi
untuk
mengoptimalkan peluang melanjutkan menyusui (Holmes, 2012).
b). Hipokalsemia
1). Pasien asimptomatik Cukup diberikan terapi oral dengan
menambahkan Ca Glukonas 10% dalam susu formula hingga kadar
kalsium dalam serum normal.
2). Terdapat gejala seperti letargi, susah minum, muntah, distensi
abdominal.
19
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(a) Memberikan bolus pelan Ca Glukonas 10% 20ml/Kg BB
selama 5 menit, lanjutkan pemberian infus Ca Glukonas 40
ml/Kg/hari.
(b)Memberikan terapi oral berupa penambahan Ca Glukonas 10 %
ke dalam susu formula selama beberapa hari.
3). Kejang
(a)
Memberikan fenobarbital 15
30 mg/Kg BB perinfus
sebagai antikonvulsan.
(b)
Tetap memberikan terapi untuk memperbaiki kondisi
hipokalsemia, karena kejang akan kembali terjadi jika kondisi
hipokalsemia tidak diperbaiki.
4). Kondisi hipokalsemia yang tidak menunjukkan reaksi terhadap
pemberian Ca Glukonas.
(a)
Mengecek kadar magnesium dalam darah. Jika terdapat
kondisi magnesemia, maka harus dilakukan perbaikan terlebih
dahulu. Hal ini dikarenakan terapi terhadap hipokalsemia tidak
akan
berhasil
jika
pasien
mengalami
hipomagnesemia
(hipomagnesemia menyebabkan terhambatnya kinerja hormon
paratiroid sebagai regulator kalsium dalam darah).
(b)
Mengecek kadar fosfat dalam darah untuk mencari
penyebab dari hipokalsemia. Kadar fosfat naik pada kondisi terlalu
banyak asupan fosfat (biasanya dari susu formula), gagal ginjal,
20
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
hipoparatiroidisme. Kadar fosfat turun pada kondisi abnormalitas
metabolisme vitamin D dan rickets.
Kebanyakan kasus hipokalsemia dapat teratasi dalam waktu 48
72 jam. Hipokalsemia yang disebabkan oleh hipoparatiroidisme,
membutuhkan lanjutan terapi dengan vitamin D dan garam
kalsium.
Lamanya
hipoparatiroidismenya,
waktu
yaitu
terapi
transien,
tergantung
pada
jenis
berlangsung beberapa
minggu sampai beberapa bulan, atau permanen. Angka mortalitas
pada bayi yang mengalami hipokalsemia lebih besar dibandingkan
dengan bayi tanpa hipokalsemia (Ferry, 2011).
c). Polisitemia dan hiperviskositas
1). Dicoba dengan penambahan pemberian minum sebanyak 20-40
ml/kg berat badan per hari disamping itu juga pantau Hb darah tiap 612 jam tanpa gejala
2). Bila dengan gejala seperti gangguan nafas jantung atau kelainan
neurologik harus dilakukan transfusi tukar parsial dengan plasma beku
segar (Maryunani, 2013).
d). Hiperbilirubin
Sejak bayi mulai kurang kadar bilirubinnya harus dipantau
dengan teliti kalau perlu beri terapi sinar/ transfusi tkar darah
(Maryunani, 2013).
perpustakaan.uns.ac.id
j.
21
digilib.uns.ac.id
Mempertahankan suhu tubuh bayi dengan cara membungkus bayi
menggunakan selimut bayi yang dihangatkan terlebih dahulu.
k. Menidurkan bayi dalam inkubator. Perawatan bayi dalam inkubator
seperti ini merupakan metode merawat bayi dengan dimasukkan ke
dalam alat yang berfungsi membantu terciptanya suhu lingkungan
yang cukup dengan suhu normal.
9. Komplikasi
a. Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah keadaan kadar glukosa serum pada 3 hari
pertama di bawah 30 mg% pada neonatus cukup bulan, di bawah 20
mg% pada bayi kurang bulan. Bayi dari ibu penderita diabetes melittus
ternyata 50 % menderita hipoglikemia. (Maryunani, 2013).
Hipoglikemi didefinisikan menurut kadar glukosa darah yang
sesuai dengan panduan World Health Organization (<2,6 mmol/L) atau
berdasarkan bukti, protokol lokal dirumah sakit dimana bayi dilahirkan
(Holmes, 2012).
Kira-kira 20-50% bayi dengan ibu diabetes melittus mengalami
hipoglikemia pada 24 jam pertama setelah lahir, biasanya pada bayi
makrosomia dengan kelainan vaskular, hipoglikemia biasanya terjadi
setelah 6-12 jam lahir, karenan hiperinsulinemia dan cadangan glikogen
yang kurang (Saifuddin,2010).
perpustakaan.uns.ac.id
22
digilib.uns.ac.id
b. Hipokalsemia
Hipokalsemia yang didefinisikan sebagai konsentrasi kalsium serum
yang < 8 mg/dl, adalah salah satu gangguan metabolik utama pada bayi
dari ibu diabetes (Cunningham, 2013).
Hipokalsemia merupakan salah satu gangguan metabolik utama pada
bayi dari ibu diabetes dimana kadar kalsium didalam serum kurang dari
7 mg/dl hal tersebut terjadi akibat kegagalan pemantauan homeostasis
kalsium tulang dan serum, sehingga persediaan kalsium terganggu
(Maryunani, 2013).
c. Polisitemia Dan Hiperviskositas
Polisitemia adalah hematokrit yang sangat tinggi (65% atau lebih)
dan meneyebabkan hiperviskositas sehingga menimbulkan gejala-gejala
terkait dengan stasis vaskular, hipoperfusi, dan iskemia (Bherman,
2010).
Merupakan akibat penurunan oksigenasi yang menstimulasi ginjal
janin untuk melepaskan hormon glikoprotein. Disebabkan oleh
meningkatnya sel darah merah yang sekunder disebabkan oleh hipoksia
intra uterin kronik pada ibu dengan penyakit vaskuler dan oleh transfusi
plasenta inta uterin akibat hipoksia akut pada persalinan atau kelahiran
(Maryunani, 2013).
d. Hiperbilirubinemia
Pada bayi dari ibu dengan diabetes melittus sering ditemukan
peningkatan bilirubin sampai 12-15 mg/dl. Peningkatan sel darah yang
23
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
akan di hemolisis ini meningkatkan beban hederobin potensial
hiperbilirubinemia (Maryunani, 2013).
B. Teori Manajemen Kebidanan
Tujuh Langkah proses manajemen kebidanan menurut Hellen Varney
yaitu:
1. Langkah I : Pengumpulan Data Dasar Secara Lengkap
a. Data Subjektif
Adapun data subjektif yang dikumpulkan untuk kasus bayi baru
lahir dengan makrosomia adalah :
1) Identitas Pasien
Makrosomia merupakan morbiditas yang paling sering
dijumpai dan merupakan masalah serius karena bisa menyebabkan
timbulnya kesulitan dan trauma persalinan. Makrosomia diduga
disebabkan oleh adanya glukosa janin yang berlebihan akibat
hiperglikemi pada ibu, selain faktor lainnya seperti ibu yang
gemuk, ras, dan etnis (Saifuddin, 2010).
Ibu berlebihan berat badan atau obesitas yang pada umumnya
terjadi pada wanita dari etnis tertentu seperti india, asia, kepulauan
pasifik, dan timur tengah (Maryunani, 2013).
24
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2) Riwayat kehamilan ibu
Ibu yang pada kehamilan pertama melahirkan giant baby
berpeluang besar melahirkan anak kedua dengan kondisi yang
sama pada kehamilan berikutnya (Maryunani, 2013).
Sekitar sepertiga wanita yang melahirkan bayi sebesar lebih
dari 4500 gram akan melahirkan bayi serupa pada kehamilan
berikutnya (Cunningham, 2013).
3) Riwayat kesehatan ibu
Riwayat kehamilan perlu diketahui karena keadaan ibu selama
hamil sangat berpengaruh terhadap bayi yang dihasilkan. Dalam
kasus bayi baru lahir dengan makrosomia, perlu diketahui beberapa
riwayat kesehatan ibu, yaitu:
a) Diabetes mellitus
Komplikasi yang mungkin terjadi pada kehamilan dengan
diabetes sangat bervariasi. Pada janin meningkatkan resiko
terjadi makrosomia, trauma persalinan, hiperbilirubinemia,
hipoglikemi,
hipokalsemia,
polisitemia,
hiperbilirubinemia
neonatal, sindroma distres respiratory (RDS) serta meningkatkan
mortalitas atau kematian janin (Saifuddin, 2010).
b) Obesitas sebelum kehamilan
Kondisi obesitas sebelum kehamilan berhubungan dengan
beberapa
risiko
yaitu
diabetes
gestasional,
hipertensi
25
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
gestasional, makrosomia, dan insiden persalinan dengan sectio
caesarea (Sujatha, 2012).
c) Kenaikan berat badan selama hamil
Perempuan hamil dengan obesitas atau dengan kenaikan
berat badan waktu hamil berlebihan, merupakan faktor resiko
utama terjadinya preeklamsi, seksio sesarea, kelahiran prematur,
makrosomia janin, dan kematian janin (Saifuddin, 2010).
4) Riwayat persalinan
Riwayat kelahiran pasien harus ditanyakan dengan teliti,
termasuk tanggal dan tempat melahirkan, siapa yang menolong,
cara kelahiran (spontan, ekstraksi cunam, ekstraksi vakum, bedah
caesar), adanya kehamilan ganda, dan keadaan segera setelah lahir.
(Varney, 2008).
Pada bayi makrosomia, komplikasi utama yang terjadi pada
persalinan adalah trauma kelahiran seperti distosia bahu, fraktur
tulang, injuri pleksus brakialis. Bayi juga beresiko mengalami
hipoglikemi dan kelainan metabolik lainnya (Saifuddin, 2010).
b. Data Objektif
a) Pemeriksaan umum
Pemeriksaan umum dilakukan untuk mengetahui keadaan umum
kesadaran, dan pengukuran tanda-tanda vital yang meliputi suhu,
nadi terutama aritmika jantung bayi makroomia karena bayi
26
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
makrosomia
sering
mengalami
brakikardi
dan
pernafasan
(Maryunani, 2013).
b) Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan
yang
dilakukan
meliputi
Inspeksi,
palpasi,
auskultasi, antropometri.
American
College
of
Obstetricians
and
Gynecoloists
mendefinisikan bayi makrosomia sebagai bayi yang lahirnya lebih
dari 4500 gram (Cunningham, 2013).
c) Pemeriksaan penunjang
Pada pemeriksaan penunjang, dilakukan pemeriksaan kadar gula
darah, kadar kalsium dan magnesium, hematokrit dan kadar serum
bilirubin harus diperiksa bila bayi tampak kuning (Maryunani,2013).
2. Langkah II : Interpretasi Data Dasar
Diagnosa kebidanan bayi baru lahir dengan makrosomia adalah Bayi
Baru Lahir Ny. Z dengan makrosomia.
a. Data subyektif:
Makrosomia diduga disebabkan oleh adanya glukosa janin yang
berlebihan akibat hiperglikemi pada ibu, selain faktor lainnya seperti ibu
yang gemuk, ras, dan etnis (Saifuddin, 2010).
perpustakaan.uns.ac.id
27
digilib.uns.ac.id
b. Data obyektif:
American College of Obstetricians and Gynecoloists mendefinisikan
bayi makrosomik sebagai bayi yang lahirnya lebih dari 4500 gram
(Cunningham, 2013).
3. Langkah III : Mengidentifikasi Diagnosa atau Masalah Potensial/Diagnosa
Potensial dan Mengantisipasi Penanganannya.
Diagnosa potensial pada kasus makrosomia antara lain:
a) Hipoglikemia, langkah antisipasinya dengan melakukan pengukuran
glukosa darah sewaktu.
b) Hipokalsemia, langkah antisipasinya dengan melakukan pemeriksaan
kadar kalsium dalam serum darah
c) Hiperbilirubinemia dan polisitemia antisipasinya dengan pantau Hb
darah tiap 6-12 jam tanpa gejala
d) Kardiomiopati antisipasinya dengan memantau detak jantung bayi
(Cunningham, 2013).
4. Langkah IV : Menetapkan Kebutuhan Terhadap Tindakan Segera
Pada kasus makrosomia diperlukan tindakan kolaborasi dengan dokter
spesialis anak untuk pemberian terapi intravena pada bayi yang sudah
mengalami hipoglikemi dan hipokalsemi (Turkzadeh, 2005).
28
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
5. Langkah V : Menyusun Rencana Asuhan Yang Menyeluruh
Penatalaksanaan pada bayi makrosomia menurut
Hidayat (2009)
antara lain:
a. Membersihkan jalan nafas
b. Memotong tali pusat dan perawatan tali pusat.
c. Melakukan inisiasi menyusui dini
d. Mambersihkan badan bayi dengan kapas baby oil/minyak.
e. Memberikan obat mata.
f. Memberikan injeksi vitamin K
g. Membungkus bayi dengan kain hangat.
h. Mengkaji keadaan kesehatan pada bayi dengan makrosomia dengan
mengobservasi keadaan umum dan vital sign serta memeriksa kadar
glukosa darah sewaktu pada umur 3 jam.
i. Memberikan terapi sesuai komplikasi yang dialami oleh bayi
j. Mempertahankan suhu tubuh bayi dengan cara membungkus bayi
menggunakan selimut bayi yang dihangatkan terlebih dahulu.
k. Menidurkan bayi dalam inkubator. Perawatan bayi dalam inkubator
seperti ini merupakan metode merawat bayi dengan dimasukkan ke
dalam alat yang berfungsi membantu terciptanya suhu lingkungan
yang cukup dengan suhu normal.
Bayi dengan makrosomia memiliki beberapa komplikasi yang
mungkin menyertai diantaranya adalah hipoglikemi, hipokalsemia,
perpustakaan.uns.ac.id
29
digilib.uns.ac.id
polisitemia dan hiperviskositas, dan hiperbilirubin, dari beberapa
komplikasi tersebut terdapat penatalaksanaan yang berbeda.
6. Langkah VI : Pelaksanaan Langsung Asuhan dengan Efisien dan Aman
Pelaksanaan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir dengan makrosomia
dan hipoglikemia dikerjakan sesuai dengan rencana asuhan yang telah
dibuat kecuali jika ada masalah baru.
7. Langkah VII : Evaluasi
Evaluasi yang diharapkan pada kasus bayi baru lahir dengan
makrosomia adalah kondisi bayi sudah baik, kadar glukosa dan kalsium
dalam darah normal.( Varney, 2007 ).
C. Follow Up Data Perkembangan Kondisi Klien
Asuhan yang telah dilakukan harus dicatat secara benar, jelas, singkat,
logis dalam suatu metode pendokumentasian. Menurut Varney, alur berpikir
logis bidan saat merawat klien meliputi tujuh langkah. Agar orang lain men
getahui apa yang telah dilakukan bidan melalui berpikir sistematis,
dokumentasi dibuat dalam bentuk SOAP (Saminem, 2010).
1. S = Subjektif
Menggambarkan pendokumentasian hasil pengumpulan data klien
melalui anamnesis sebagai langkah I Varney.
perpustakaan.uns.ac.id
30
digilib.uns.ac.id
Data subjektif pada kasus bayi baru lahir dengan makrosomia
didapatkan dari hasil pemantauan bidan karena bayi belum dapat
berbicara.
2. O = Objektif
Menggambarkan pendokumentasian hasil pemeriksaan fisik klien,
hasil laboratorium, dan uji diagnostik lain yang dirumuskan dalam data
fokus untuk mendukung asuhan sebagai Langkah 1 Varney.
Data obyektif meliputi pemeriksaan umum yang terdiri dari data
pemeriksaan keadaan umum bayi, kesadaran, vital sign (nadi, suhu, dan
respirasi), pemeriksaan khusus yang terdiri dari data hasil inspeksi,
palpasi, perkusi serta auskultasi melalui pemeriksaan head to toe, refleks
iritabilitas, keaktifan gerak, pola nutrisi dan eliminasi, serta data
penunjang yang dapat berupa pemeriksaan laboratorium.
3. A = Assessment
Menggambarkan pendokumentasian hasil analisa yaitu bayi NyX
dengan Makrosomia.
4. P = Plan
Menggambarkan penatalaksanaan, mencatat seluruh perencanaan
dan penatalaksanaan yang sudah dilakukan yaitu:
31
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1. Mengevaluasi hasil tindakan yang telah diberikan
Hasil: Diharapkan kesehatan anak bertambah baik dan tidak
terjadi komplikasi makrosomia.
2. Memonitor keadaan umum bayi dari tanda
tanda vital, serta
memantau kadar glukosa, kalsium, bilirubin, dan hematokrit dalam
darah normal untuk menghidari komplikasi bayi makrosomia
antara
lain
hipoglikemi,
hipokalsemia,
polisitemia
dan
hiperbilirubin. (Varney, 2007).
Hasil: Diharapkan keadaan umum baik sadar, tanda-tanda vital
dalam keadaan normal, dan kadar glukosa, kalsium, bilirubin, dan
hematokrit dalam darah normal.
3. Mempertahankan suhu tubuh bayi dengan cara membungkus bayi
menggunakan selimut bayi yang dihangatkan terlebih dahulu
(Hidayat, 2009).
Hasil: Diharapkan bayi berada dalam suhu yang normal dan
tidak mengalami hipotermi.
Download