bab ii tinjauan pustaka

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian manajemen
Manajemen hanya merupakan alat untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
Manajemen yang baik akan memudahkan terwujudnya tujuan perusahaan,
karyawan dan masyarakat. Manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses
pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan
efisien untuk mencapai suatu tujuan perusahaan. Manusia selalu berperan aktif
dalam setiap kegiatan organisasi karena manusia menjadi perencana, pelaku, dan
penentu terwujudnya tujuan organisasi. Tujuan tidak mungkin terwujud tanpa
peran aktif karyawan meskipun alat-alat yang dimiliki perusahaan begitu
canggihnya.
Manajemen
ini
terdiri
dari
6
unsur
(6M)
yaitu
:
( men,money,method,materials,machines,market).
Unsur men (manusia) ini berkembang menjadi suatu bidang ilmu
manajemen yang disebut manajemen sumber daya manusia atau disingkat msdm
yang merupakan terjemahan dari men power managemen. Manajemen yang
mengatur unsure manusia ini ada yang menyebutnya manajemen kepegawaian
atau manajemen personalia (personnel managemen).
2.2 Pengetian Sumber Daya Manusia dalam Organisasi
Menurut Drs. H. Malayu S.P hasibuan (2014: 10) Manajemen Sumber
Daya Manusia adalah ilmu dan seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja
agar efektif dan efesien membatu terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan dan
masyarakat.
Manajemen sumber daya manusia dapat didefinisikan pula sebagai suatu
pengelolaan dan pendayagunaan sumber daya yang ada pada individu (pegawai).
Pengelolaan dan pendayagunaan tersebut dikembangkan secara maksimal di
dalam dunia kerja untuk mencapai tujuan organisasi dan pengembangan individu
pegawai.
11
12
Organisasi merupakan koordinasi sejumlah kegiatan manusia yang
direncanakan untuk mencapai tujuan bersama. Menurut Ike Kusdyah
Rachmawati (2008: 01) Sumber daya manusia berperan besar bagi kesuksesan
suatu organisasi. Banyak organisasi menyadari bahwa unsur manusia dalam suatu
organisasi dapat memberikan keunggulan bersaing. Mereka membuat sasaran,
strategi, inovasi, dan mencapai tujuan organisasi. Oleh karena itu, sumber daya
manusia merupakan salah satu unsur yang paling vital bagi organisasi. Terdapat
dua alasan dalam hal ini. Pertama, sumber daya manusia mempengaruhi efisiensi
dan efektifitas organisasi sumber daya manusia merancang dan memproduksi
barang dan jasa, mengawasi kualitas, memasarkan produk, mengalokasikan
sumber daya finansial, serta menentukan seluruh tujuan dan strategi organisasi.
Kedua, sumber daya manusia merupakan pengeluaran utama organisasi dalam
menjalankan bisnis. Manajemen sumber daya manusia (MSDM) berhubungan
dengan sistem rancangan formal dalam suatu organisasi untuk menentukan
efektifitas dan efisiensi untuk mewujudkan sasaran suatu organisasi. Bahwa
“sumber daya manusia harus didefinisikan bukan dengan apa yang sumber daya
manusia lakukan, tetapi apa yang sumber daya manusia hasilkan”.
2.2.1
Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia
Fungsi manajemen sumber daya manusia. Menurut (Hasibuan, 2014: 21)
meliputi sebagai berikut:
1. Perencanaan
Merencanakan tenaga kerja secara efektif dan efesian agar sesuai dengan
kebutuhan perusahaan dalam membantu terwujudnya tujuan. Perencanaan
dilakukan
dengan
menetapkan
program
kepegawaian.
Program
kepegawaian meliputi pengorganisasian, pengarahan, pengendalian,
pengadaan, pengembangan, kompensasi, pengintergrasian, pemeliharaan,
kedisiplinan, dan pemberhentian karyawan. Program kepegawaian yang
baik akan membantu tercapainya tujuan secara efektif.
13
2. Pengadaan
Proses penarikan, seleksi, penempatan, orientasi, dan induksi untuk
mendapatkan karyawan yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan.
Pengadaan yang baik akan membantu terwujudnya tujuan.
3. Kompensasi
Pemberian balas jasa langsung dan tidak langsung, uang atau barang
kepada karyawan sebagai imbalan jasa yang diberikan kepada perushaan.
4. Pemberhentian
Putusnya hubungan kerja seseorang dari sesuatu perusahaan.
2.3
Tinjauan umum kompensasi
2.3.1
Pentingnya kompensasi
Karyawan adalah setiap orang yang bekerja dengan menjual tenaganya
(fisik dan pikiran) kepada suatu perusahaan dalam memperoleh balas jasa sesuai
dengan peraturan atau perjanjian.
Besarnya balas jasa harus di tentukan dan diketahui sebelumnya, sehingga
karyawan secara pasti mengetahui besarnya balas jasa/ kompesasi yang akan
diterimanya. Kompensasi inilah yang akan dipergunakan karyawan itu beserta
keluarganya untuk memenuhi kebutuhan- kebutuhan nya. Besarnya kompensasi
mencerminkan status , pengakuan , dan tingkat pemenuhan keebutuhan yang di
nikmati oleh karyawan bersama karyawannya. Jika balas jasa yang diterima
karyawan semakin besar berarti jabatannya semakin tinggi, status nya itu semakin
baik dan pemenuhan kebutuhan yang dinikmatinya semakin banyak pula. Dengan
demikian, kepuasaan kerjanya juga semakin meningkat. Disinilah letak
pentingnya kompensasi bagi karyawan sebagai penjual tenaga ( fisik dan pikiran ).
Kompensasi merupakan pengeluaran dan biaya bagi perusahaan.
Perusahaan mengharapkan agar kompensasi yang dibayarkan memperoleh
imbalan prestasi kerja dari karyawan. Berdasarkan uraian tersebut jelas lah
pentingnya kompensasi ini untuk karyawan dan perusahaan. Dale Yorder Ph.D.
mengemukakan :
14
“The payment made to member of work teams for their participation”.
(Balas jasa membuat tim kerja dapat bekerja sama dan berpartisipasi).
Untuk lebih jelasnya definisi kompensasi menurut beberapa para ahli, antara lain
sebagai berikut:
Definisi kompensasi menurut malayu Hasibuan (2014: 118) yaitu :
“Kompensasi adalah semua pendapatan yang berbentuk uang, barang langsung
atau tidak langsung yang diterima karyawan sebagai imbalan atas jasa yang
diberikan kepada perusahaan”.
Definisi kompensasi menurut Rivai (2009; 741), bahwa:
“Kompensasi adalah sesuatu yang diterima pegawai atau karyawan sebagai
pengganti kontribusi jasa mereka terhadap organisasi atau perusahaan”.
Jadi secara umum dapat dikatakan bahwa kompensasi itu merupakan
faktor utama dalam kepegawaian dan merupakan apa yang diterima oleh para
karyawan sebagai ganti kontribusi mereka kepada organisasi atau perusahaan.
Pemberian kompensasi ini dikategorikan kedalam dua macam, yaitu kompensasi
langsung dan kompensasi tidak langsung. Kompensasi langsung adalah suatu
balas jasa yang diberikan perusahaan kepada karyawannya karena telah
memberikan prestasinya demi kepentingan karyawan. Kompensasi ini diberikan
karena berkaitan secara langsung dengan pekerjaan yang dilakukan oleh karyawan
tersebut. Sebagai contoh upah atau gaji, insentif atau bonus, dan tunjangan
jabatan. Sedangkan yang dimaksud dengan kompensasi tidak langsung adalah
pemberian kompensasi kepada karyawan sebagai tambahan yang didasarkan pada
kebijakan pimpinan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan karyawan.
Tentunya pemberian kompensasi ini tidak secara langsung berkaitan dengan
pekerjaan yang dilakukan oleh karyawan tersebut. Sebagai contoh adalah
tunjangan hari raya, tunjangan pensiun, tunjangan kesehatan dan lainnya termasuk
fasilitas-fasilitas dan pelayanan yang diberikan perusahaan.
15
2.3.2
Faktor – Faktor yang mempengaruhi tentang kompensasi
Dalam pemberian kompensasi finansial harus diperhatikan bahwa
kompensasi finansial dapat mempunyai nilai yang berbeda bagi masingmasing individu yang menerimanya. Hal ini disebabkan karena masingmasing individu memiliki kebutuhan, keinginan dan pandangan yang berbeda
satu sama lainnya. Oleh karena itu dalam menetapkan suatu kebijakan
pemberian imbalan terdapat faktor-faktor yang harus dipertimbangkan selain
faktor jumlahnya.
Menurut Hasibuan (2014: 127-129) bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
kompensasi adalah sebagai berikut:
1.
Penawaran dan Permintaan Tenaga Kerja.
Jika pencarian kerja (Penawaran) lebih banyak dari pada lowongan pekerjaan
(permintaan) maka kompensasi relatif kecil. Sebaliknya jika pencari kerja
lebih sedikit dari pada lowongan pekerjaan maka kompensasi relatife semakin
besar.
2.
Kemampuan dan Kesediaan Perusahaan.
Bila kemampuan dan kesediaan perusahaan untuk membayar semakin baik,
maka tingkat kompensasi akan semakin besar, tetapi sebaliknya jika
kemampuan dan kesediaan perusahaan untuk membayar kurang maka tingkat
kompensasi relatif kecil.
3.
Serikat Buruh / Organisasi Karyawan.
Apabila serikat buruhnya kuat dan berpengaruh, maka tingkat kompensasi
semakin besar, Sebaliknya jika serikat buruh tidak kuat dan kurang
berpengaruh, maka tingkat kompensasi relatif kecil.
4.
Produktivitas Kerja Karyawan.
Jika produktivitas kerja karyawan baik dan tinggi, maka kompensasi akan
semakin besar, sebaliknya apabila produktivitas kerjanya buruk serta rendah
kompensasinya kecil.
16
5.
Pemerintah dengan Undang-Undang dan Kepres.
Pemerintah dengan Undang-undang Kepres besarnya batas upah / balas jasa
minimum. Penetapan pemerintah ini sangat penting supaya pengusaha jangan
sewenang-wenang menetapkan besarnya balas jasa bagi karyawan karena
pemerintah berkewajiban untuk melindungi masyarakat dari tindakan
sewenang-wenang.
6.
Biaya Hidup / Cost of Living
Bila biaya hidup di daerah itu tinggi maka tingkat kompensasi / upah semakin
tinggi. Tetapi sebaliknya karyawan yang biaya hidup di daerah itu rendah,
maka tingkat kompensasi / upah relatif kecil.
7.
Posisi Jabatan Karyawan.
Karyawan yang mempunyai jabatan tinggi maka akan menerima gaji /
kompensasi yang lebih besar. Sebaliknya karyawan yang jabatanya lebih
rendah akan memperoleh gaji / kompensasi yang lebih kecil. Hal ini sangatlah
wajar karena seseorang yang mendapatkan kewenangan dan tanggung jawab
lebih besar harus mendapatkan gaji / kompensasi yang lebih besar pula.
8.
Pendidikan dan Pengalaman Kerja
Jika pendidikan lebih tinggi dan pengalaman kerja lebih lama maka gaji /
balas jasanya akan semakin besar, karena kecakapan dan keterampilannya
lebih baik. Sebaliknya karyawan yang berpendidikan rendah dan pengalaman
kerja yang kurang maka tingkat gaji / kompensasinya lebih kecil.
9.
Kondisi Perekonomian Nasional
Bila kondisi perekonomian sedang maju maka tingkat upah / kompensasi
akan semakin besar, karena akan mendekati full employment. Sebaliknya jika
kondisi perekonomian kurang maju (depresi) maka tingkat upah, karena
terdapat pengangguran (Disquieted unemployment).
10. Jenis dan Sifat Pekerjaan.
Jika jenis dan sifat pekerjaan termasuk sulit / sukar dan mempunyai resiko
(finansial, keselamatanya) besar, maka tingkat upah / balas jasanya semakin
besar, karena meminta kecakapan serta keahlian untuk mengerjakanya. Tetapi
17
jika jenis dan sifat pekerjaan realatif mudah dan resiko (finansial,
kecelakaannya) kecil, maka tingkat upah / balas jasanya relatif rendah.
2.3.3
Tujuan kompensasi
Menurut Hasibuan (2014: 121-122) sebagai ikatan kerja sama, kepuasan
kerja, pengadaan efektif, motivasi, stabilitas karyawan, disiplin, serta pengaruh
serikat buruh dan pemerintah.
Tujuan diadakannya pemberian kompensasi adalah:
1. Ikatan Kerja Sama
Dengan pemberian kompensasi terjalinlah ikatan kerja sama formal antara
majikan dan karyawan. Karyawan harus mengerjakan tugas-tugasnya dengan
baik, sedangkan pengusaha/ majikan wajib membayar kompensasi sesuai
dengan perjanjian yang disepakati.
2. Kepuasan Kerja.
Dengan balas jasa, karyawan akan dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan
fisik, status social, dan egoistiknya sehingga memperoleh kepuasan kerja dari
jabatannya..
3. Pengadaan Efektif.
Jika program kompensasi ditetapkan cukup besar, pengadaan karyawan yang
qualified untuk perusahaan akan lebih mudah..
4. Motivasi.
Jika balas jasa yang diberikan cukup besar,manajer akan mudah memotivasi
bawahannya.
5. Stabilitas Karyawan.
Dengan program kompensasi atas prinsip adil dan layak serta eksternal
konsistensi yang kompentatif maka stabilitas karyawan lebih terjamin karena
turn-over relative kecil.
6. Disiplin.
Dengan pemberian balas jasa yang cukup besar maka disiplin karyawan
semakin baik. Mereka akan menyadari serta mentaati peraturan-peraturan
yang berlaku.
18
7. Pengaruh Serikat Buruh.
Dengan program kompensasi yang baik pengaruh serikat buruh dapat
dihindarkan dan karyawan akan berkonsentrasi pada karyawannya.
8. Pengaruh pemerintah.
Jika program kompensasi sesuai dengan undah-undang perburuhan yang
berlaku (seperti batas upah minimu) maka intervensi pemerintah dapat
dihindarkan.
2.3.4
Asas kompensasi
Menurut Hasibuan (2014 : 122-123), program kompensasi harus ditetapkan
atas asas adil dan layak serta dengan memperhatikan undang-undang perburuhan
yang berlaku. Prinsip adil dan layak harus mendapat perhatian dengan sebaikbaiknya agar balas jasa yang akan diberikan merangsang motivasi dan kepuasan
kerja karyawan.
1.
Asas Adil
Besarnya kompensasi yang dibayar kepada setiap karyawan harus disesuaikan
dengan prestasi kerja, jenis pekerjaan, risiko pekerjaan, tanggung jawab, dan
jabatan pekerja. Jadi adil bukan berarti setiap karyawan menerima
kompensasi yang sama besarnya. Asas adil menjadi dasar penilaian,
perlakuan, dan pemberian hadiah atau hukuman bagi setiap karyawan.
Dengan asas adil akan tercipta suasana kerjasama yang baik, semangat kerja,
disiplin, loyalitas, dan stabilitas karyawan akan lebih baik.
2.
Asas Layak dan Wajar
Kompensasi yang diterima karyawan dapat memenuhi kebutuhannya pada
tingkat yang ideal dan sesuai dengan kemampuan perusahaan. Tolak ukur
layak adalah relatif, penetapan besarnya kompensasi didasarkan atas batas
upah minimum pemerintah melalui undang-undang perburuhan yang berlaku.
2.3.5
Sistem pemberian kompensasi
Menurut Hasibuan (2014; 124-125) ada beberapa patokan umum yang
diharapkan dijadikan pedoman dalam praktek sistem kompensasi, yaitu:
19
1. Sistem Waktu
Dalam sistem waktu, kompensasi itu besarnya ditetapkan berdasarkan standar
waktu seperti jam, hari, waktu, dan bulan. Sistem waktu ini administrasi
pengupahanya relatif mudah serta dapat diterapkan kepada karyawan tetap
maupun kepada pekerja harian.
2. Sistem Hasil
Dalam sistem hasil, besarnya kompensasi ditetapkan atas kesatuan unit yang
dihasilkan pekerja seperti perpotong, meter, liter, kilogram. Dalam sistem
hasil, besarnya kompensasi dibayar selalu didasarkan kepada banyaknya hasil
yang dikerjakan bukan kepada lamanya waktu mengerjakannya. Sistem hasil
ini tidak bisa diterapkan pada karyawan tetap dan jenis pekerjaannya yang
tidak mempunyai standar fisik seperti bagi karyawan administrasi.
3. Sistem Borongan
Sistem borongan adalah suatu cara pengupahan yang penetapan besarnya jasa
didasarkan atas volume pekerjaan dan lama mengerjakannya. Penetapan
besarnya balas jasa berdasarkan sistem borongan ini cukup rumit, lama
mengerjakannya
serta
berapa
banyak
alat
yang
diperlukan
untuk
menyelesaikannya.
2.3.6
Indikator – Indicator Pemberian Kompensasi
Menurut Mangkunegara (2010: 86) ada beberapa indikator kompensasi, yaitu:
1. Tingkat bayaran bisa diberikan tinggi, rata-rata atau rendah tergantung pada
kondisi perusahaan. Artinya, tingkat pembayaran tergantung pada kemampuan
perusahaan membayar jasa pegawainya.
2. Struktur Pembayaran
Struktur
pembayaran
berhubungan
dengan
rata-rata
bayaran,
tingkat
pembayaran dan klasifikasi jabatan di perusahaan.
3. Penentuan Bayaran Individu
Penentuan pembayaran kompetensi individu perlu didasarkan pada rata-rata
tingkat bayaran, tingkat pendidikan, masa kerja, dan prestasi kerja pegawai.
20
4. Metode Pembayaran
Ada dua metode pembayaran, yaitu metode pembayaran yang didasarkan pada
waktu (per jam, per hari, per minggu, per bulan). Kedua metode pembayaran
yang didasarkan pada pembagian hasil.
5. Kontrol Pembayaran
Kontrol pembayaran merupakan pengendalian secara langsung dan tidak
langsung dari biaya kerja. Pengendalian biaya merupakan faktor utama dalam
administrasi upah dan gaji. Tugas mengontrol pembayaran adalah pertama,
mengembangkan standar kompensasi dan meningkatkan fungsinya. Kedua,
mengukur hasil yang bertentangan dengan standar yang tetap. Ketiga,
meluruskan perubahan standar pembayaran upah.
Indikator-indikator kompensasi tersebut dapat dijadikan acuan oleh
perusahaan dalam memberikan kompensasi yang layak bagi karyawannya.
Dengan pemberian kompensasi yang layak maka karyawan akan lebih senang
bekerja di perusahaan dan akan membantu perusahaan dalam pencapaian
tujuannya.
2.3.7 Kompensasi dengan konsep 3P
Menurut Chingos (2002) Konsep 3P yakni Pay for Position, Pay for
Competence, dan Pay for Performance atau dalam istilah Bahasa Indonesia di
kenal dengan konsep 3K yakni kedudukan, kompetensi, dan kinerja adalah konsep
yang berawal dari konsep job evaluation yang melahirkan pay for position,
konsep competency yang melahirkan pay for competence dan konsep performance
management yang melahirkan
pay for performance. Konsep ini lahir dari
ketidakpuasan sistem dimana dalam system tersebut titik beratnya masih tertumpu
pada pay for position. Hal ini membuat implementasinya di lapangan terkadang
membingungkan dan tidak mampu memuaskan berbagai pihak terutama bagi
mereka yang merasa mempunyai kontribusi yang besar pada perusahaan
[www.portalhr.com, Tanggal 6 mei 2008].
21
1.
Pay for Position
Membayar untuk posisi adalah hal yang pertama dalam konsep 3P, dan hal
inilah yang merupakan dasar bagi kebijakan dan praktek pembayaran gaji di suatu
organisasi, dimana perusahaan mengacu pada standar yang diberlakukan untuk
sebuah posisi yang akan ditempati oleh karyawan (Malthis, 2006).
Bayaran untuk posisi ditentukan dengan menggunakan Reference Salary
bagi setiap grade (golongan), yang secara seragam diterapkan bagi semua posisi
di grade yang sama. Grade ditentukan melalui evaluasi posisi. Di dalam satu
grade yang sama, tidak ada perbedaan bayaran sekalipun ukuran pekerjaan
(jobsize) nya berbeda. Golongan yang sangat lebar mengakibatkan kurangnya
penekanan pada posisi, karena dalam golongan yang lebar tertampung banyak
posisi dengan ukuran pekerjaan yang berbeda.
Menurut Setyo (2011), Reference Salary adalah suatu besaran gaji yang
dipercayai perusahaan perlu dibayarkan untuk dapat mempertahankan karyawankaryawannya yang kompeten. Referensi ini disusun berdasarakan kebijakan
kompensasi dan survei pasar. Setiap golongan memiliki Refence Salary yang
secara seragam diterapkan kepada semua posisi dalam golongan yang sama.
Reference Salary ditentukan berdasarkan:
a.
Jumlah karyawan disetiap golongan, mengingat semua individu dalam
golongan yang sama memperoleh referensi gaji yang sama.
b.
Tingkat kenaikan antar Reference salary yang diinginkan untuk menjamin
kekonsistenan dan keadilan internal.
c.
Market positioning yang diinginkan untuk Reference Salary setiap golongan
sebagai indikator daya saing eksternal.
2.
Pay for Competence
Pay for Competence merupakan pembayaran dimana perusahaan mengacu
pada budaya organisasi serta adaptabilitas yang tinggi dari karyawan untuk bisa
nyaman
bekerja.
Evaluasi
yang
dilakukan
terhadap
seseorang
adlah
membandingkan antara kapabilitas dan pengalamannya dengan tuntutan posisi
yang didudukinya. Oleh karena itu, langkah awal dari Pay for Competence adalah
22
menentukan tingkat kompetensi dan pengalaman yang dituntut oleh suatu posisi.
“Profil Kompetensi Jabatan” dibuat untuk menjabarkan pengalaman dan
kompetensi ideal (yakni kemampuan untuk aptitude, sikap atau diinginkan
organisasi untuk dimiliki oleh individu yang menjabat posisi tertentu
[www.Portalhr.com, Tanggal 6 Mei 2008].
Bayaran untuk karyawan dialokasikan melalui gaji aktual (gaji
sesungguhnya) dan modifikasi berdasarkan tuntutan pasar. Alokasinya didasarkan
kepada kebijakan yang sudah didefinisikan dengan jelas, yang bertujuan untuk
menjawab tekanan pasar, perbedaan kompetensi, status karyawan, senioritas dan
sebagainya.
Gaji aktual seorang individu didasarkan pada perbandingan antara
kompetensi yang dimiliki individu tersebut terhadap kompetensi ideal untuk
posisi yang dijabatnya. Jika memeiliki tingkat kompetensi yang penuh, maka akan
menerima bayaran sesuai Reference Salary. Sementara jika kompensasinya di
bawah tingkat ideal, maka akan menerima bayaran yang lebih rendah dari
Reference Salary. Namun terdapat pengecualian jika seseorang memiliki
kompetensi di atas ideal posisi yang bersangkutan, ia tidak akan memperoleh
bayaran ekstra, karena sesungguhnya kompetensi itu tidaklah dibutuhkan untuk
menjalankan posisinya yang sekarang.
Penyesuain gaji terhadap tuntutan pasar dibayarkan melalui tunjangantunjangan yang dapat naik ataupun turun tiap tahunnya sesuai perubahan kondisi
pasar. „Market Allowance‟ terkadang perlu dibayarkan karena ada kelangkaan
dalam jangka waktu singkat di pasar tenaga kerja. Tunjangan seperti itu
membantu perusahaan untuk menarik dan mempertahankan individu-individu
yang memiliki keahlian unik. Biasanya hanya sedikit saja dari para karyawan
yang memiliki keahlian khusus yang menerima penyesuaian gaji.
Dalam sistem 3P menurut Setyo (2011), gaji yang sesungguhnya
dibayarkan tidak sama persis dengan Reference Salary, melainkan beragam sesuai
dengan perbandingan posisi atau individu dan berapa lamanya seseorang telah
menjabat posisi itu. Setiap grade memiliki rentang tersendiri. Bayaran terendah
bagi setiap grade didasarkan dari:
23
a. Tingkat kompetensi minimal yang dapat diterima untuk dapat menjabat posisi
itu.
b. Tingkat bayaran di pasaran yang diperlukan untuk dapat memikat seseorang
yang memiliki tingkat kompetensi tersebut.
Bayaran tertinggi bagi setiap grade besarnya mendekati Reference Salary.
Hal ini berdasarkan logika bahwa sebuah organisasi hanya membayar kompetensi
yang dibutuhkan untuk memenuhi tanggung jawab sebuah posisi. Jika seseorang
memiliki kompetensi yang lebih tinggi daripada yang dituntut oleh posisinya,
maka organisasi harus menggali kemungkinan dilakukannya promosi atau
memindahkannya ke suatu posisi lain dimana ia dapat memanfaatkan tingkat
kompetensi yang dimilikinya secara lebih. Seandainya belum dapat dilakukan
promosi atau tidak ada posisi cocok yang tersedia, maka organisasi dapat memberi
bayaran yang lebih tinggi daripada Reference Salary untuk mempertahankan
individu di posisi yang sekarang, sampai ada posisi yang tersedia baginya di
tingkatan grade yang lebih tinggi.
3. Pay for Performance
Pembayaran dimana perusahaan memberikan peningkatan imbal jasa yang
disesuaikan dengan kinerja. Bayaran untuk kinerja dialokasikan melalui skema
insentif yang dirancang untuk member imbalan bagi kinerja korporasi, tim, atau
individu. Pay for Performance telah dihitung terlebih dahulu sebagai harga pokok
produk, dengan tujuan kepastian harga per unit produk tetap dalam pantauan.
Perusahaan boleh menjadi royal dalam memberi imbalan bagi kinerja
karyawannya dengan memberikan pembayaran sekali bayar, karena pembayaran
seperti ini tidak menaikan biaya tetap pada tahun berikutnya. Dengan melakukan
perubahan system pembayaran kinerja yang tadinya berdasarkan gaji (SalaryBase) menjadi berdasarkan insentif (Incentife-Base), sebuah perusahaan secara
terus menerus kapasitasnya akan bertambah untuk membayar insentif (Setyo,
2011).
24
2.4
Kepuasan kerja
Kepuasan kerja adalah sikap emosional yang menyenangkan dan
mencintai pekerjaannya (Malayu, 2014). Sikap ini dicerminkan oleh moral kerja,
kedisiplinan, dan prestasi kerja. Kepuasan kerja dinikmati dalam pekerjaan, luar
pekerjaan, dan kombinasi dalam dan luar pekerjaan. Perasaan yang berhubungan
dengan pekerjaan maupun dengan kondisi dirinya. Perasaan yang berhubungan
dengan pekerjaan melibatkan aspek-aspek seperti upah atau gaji yang diterima,
kesempatan pengembangan karir, hubungan dengan pegawai lainnya, penempatan
kerja, jenis pekerjaan, struktur organisasi perusahaan, dan mutu pengawasan.
Sedangkan perasaan yang berhubungan dengan dirinya antara lain umur, kondisi
kesehatan, kemampuan, dan pendidikan. Pegawai akan merasa puas dalam bekerja
apabila aspek-aspek dirinya menyokong dan sebaliknya jika aspek-aspek tersebut
tidak menyokong, pegawai akan merasa tidak puas.
Kepuasan kerja menurut Anwar Prabu Mangkunegara (2010, 117)
adalah Suatu perasaan yang menyokong atau tidak menyokong diri pegawai yang
berhubungan dengan pekerjaannya maupun dengan kondisi dirinya. Perasaan yang
berhubungan dengan pekerjaan melibatkan aspek-aspek seperti upah atau gaji
yang diterima, kesempatan pengembangan karir, hubungan dengan pegawai
lainnya, penempatan kerja, jenis pekerjaan, struktur organisasi perusahaan, mutu
pengawasan. Sedangkan perasaan yang berhubungan dengan dirinya, antara lain ;
umur, kondisi kesehatan, kemampuan, dan pendidikan. Pegawai akan merasa puas
dalam bekerja apabila aspek-aspek pekerjaan dan aspek-aspek dirinya menyokong
dan sebaliknya jika aspek-aspek tersebut tidak menyokong, pegawai akan merasa
tidak puas. Kepuasan kerja menunjukan kesesuaian antara harapan seseorang yang
timbul dan imbalan yang disediakan oleh pekerjaan. Kepuasan kerja meningkat
jika pekerjaan itu dirasakan memenuhi apa yang sangat bernilai bagi seseorang.
Kepuasan menurun jika pekerjaan itu dirasakan tidak memenuhi apa yang menjadi
penilaian seseorang.
Kepuasan kerja merupakan suatu sikap umum terhadap pekerjaan
seseorang, selisih antara banyaknya ganjaran yang diterima seorang pekerja dan
banyaknya yang diyakini seharusnya mereka terima. Seseorang dengan tingkat
25
kepuasan kerja tinggi menunjukan sikap yang positif terhadap suatu pekerjaan.
Menurut Sondang P Siagian (2008, 295) pembahasan mengenai kepuasan kerja
perlu didahului oleh penegasan bahwa masalah kepuasan kerja bukanlah hal yang
sederhana, baik dalam arti konsepnya maupun dalam arti analisisnya, karena
“kepuasan” mempunyai konotasi yang beraneka ragam. Meskipun demikian tetap
relevan untuk mengatakan bahwa kepuasan kerja merupakan suatu cara pandang
seseorang baik yang bersifat positif maupun yang bersifat negatif tentang
pekerjaannya.
Karena tidak sederhana, banyak faktor yang perlu mendapat perhatian
dalam menganalisis kepuasan kerja seseorang. Misalnya, sifat pekerjaan
seseorang mempunyai dampak tertentu pada kepuasan kerjanya. Berbagai
penelitian telah membuktikan bahwa apabila dalam pekerjaannya seseorang
mempunyai otonomi untuk bertindak, terdapat variasi, memberikan sumbangan
penting dalam keberhasilan organisasi dan karyawan memperoleh umpan balik
tentang hasil pekerjaan yang dilakukannya, yang bersangkutan akan merasa puas.
Bentuk program perkenalan tetap serta berakibat pada diterimanya seseorang
sebagai anggota kelompok kerja dan oleh organisasi secara ikhlas dan terhormat
juga pada umumnya berakibat pada tingkat kepuasan kerja yang tinggi. Situasi
lingkungan pun ikut berpengaruh pada tingkat kepuasan kerja seseorang.
Pemahaman yang lebih tepat tentang kepuasan kerja dapat terwujud
apabila analisis tentang kepuasan kerja dikaitkan dengan prestasi kerja, tingkat
kemangkiran, keinginan pindah, usia pekerja, tingkat jabatan, dan besar kecilnya
organisasi.
Ketidakpuasan dalam memperoleh imbalan mempengaruhi perasaan
individu melalui dua cara. Pertama, meningkatnya keinginan untuk mendapatkan
penghasilan yang lebih banyak. Misalnya bekerja lebih baik, atau mencari
pekerjaan lain. Kedua, menurunnya daya tarik pekerjaan. Jika pekerjaan
kehilangan daya tariknya, karyawan cenderung akan absen, sulit diatur, dan
menjadi tidak puas dengan pekerjaan itu sendiri. Kepuasan gaji pada umumnya
mempunyai pengaruh yang cukup signifikan pada kinerja karyawan maupun
organisasi.
26
Dari beberapa definisi di atas umumnya menyatakan bahwa kepuasan kerja
merupakan bentuk perasaan atau emosional seseorang terhadap pekerjaannya,
situasi kerja, lingkungan kerja, dan rekan sekerja. Dengan demikian kepuasan
kerja merupakan sesuatu yang penting untuk dimiliki oleh seseorang, dimana
mereka dapat berinteraksi dengan lingkuangan kerjanya. Untuk selanjutnya
mereka akan bekerja sebaik mungkin sehingga tujuan perusahaan akan tercapai.
2.4.1
Teori tentang Kepuasan Kerja
Terdapat beberapa teori yang berhubungan dengan kepuasan kerja
seseorang.
Masing-masing teori
berupaya
menghubungkan
antara
kepuasan dan ketidakpuasan seseorang dalam melaksanakan pekerjaannya.
Teori menurut (Mangkunegara, 2010) antara lain:
1.
Teori Keseimbangan (Equity Theory)
Teori ini dikembangkan oleh Adam. Komponen dari teori ini terdiri
dari input, outcome, comparison person, dan equity-inequity.
a. Input adalah semua nilai yang diterima karyawan yang dapat
menunjang pelaksanaan kerja. Misalnya pendidikan, Pengalaman
skill, usaha, peralatan pribadi, dan jumlah jam kerja.
b. Outcome adalah semua nilai yang diperoleh dan dirasakan
karyawan. Misalnya upah, keuntungan tambahan, status simbol,
pengenalan kembali, dan kesempatan untuk berprestasi.
c. Comparison person adalah seorang karyawan dalam organisasi
yang sama, seorang karyawan dalam organisasi yang berbeda,
atau dirinya sendiri dalam pekerjaan sebelumnya. Menurut teori
ini, puas atau tidak puasnya karyawan merupakan hasil dari
perbandingan antara input-outcome dirinya dengan input-outcome
karyawan lain (comparison person).
d. Equity-inequity adalah suatu situasi dimana jika perbandingan
input-outcome dirasakan seimbang (equity) maka karyawan
tersebut akan merasa puas, tetapi apabila terjadi tidak seimbang
(inequity) dapat menyebabkan ketidakpuasan bagi dirinya, dan
27
sebaliknya ketidakseimbangan yang menguntungkan karyawan
lain yang menjadi pembanding.
2.
Teori Perbedaan (Descrepancy Theory)
Teori ini pertama kali dipelopori oleh Porter. Ia berpendapat bahwa
mengukur kepuasan dapat dilakukan dengan cara menghitung selisih
antara apa yang seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan
karyawan. Kepuasan atau ketidak puasan terhadap beberapa aspek
pekerjaan tergantung kepada perbedaan antara apa yang seharusnya
diterima dengan kenyataan yang sebenarnya. Besarnya keinginan atas
karakteristik pekerjaan didefinisikan sebagai jumlah minimum yang
diperlukan untuk memenuhi kebutuhan sekarang. Kepuasan akan
dirasakan jika ada perbedaan antara apa yang diinginkan dengan yang
sebenarnya diterima dan sebaliknya akan merasa tidak puas jika
terdapat kekurangan jumlah yang diinginkan.
3.
Teori Pemenuhan Kebutuhan (Need Fulfillment Theory)
Menurut teori ini kepuasan kerja karyawan bergantung pada terpenuhi
atau tidaknya kebutuhan karyawan. Karyawan akan merasa puas
apabila mendapatkan apa yang dibutuhkannya. Semakin besar
kebutuhan karyawan terpenuhi, semakin puas pula karyawan
tersebut.Begitu pula sebaliknya apabila kebutuhan tidak terpenuhi,
maka karyawan tersebut akan merasa tidak puas.
4.
Teori Pandangan Kelompok (Social Reference Group Theory)
Menurut teori ini kepuasan kerja karyawan tidak hanya bergantung
pada pemenuhan kebutuhan saja, tetapi juga bergantung pada
pandangan dan pendapat kelompok yang oleh karyawan dianggap
sebagai kelompok acuan. Kelompok acuan tersebut oleh karyawan
dijadikan tolak ukur untuk mengukur dirinya maupun lingkungannya.
Jadi, karyawan akan merasa puas apabila hasil kerjanya sesuai dengan
minat dan kebutuhan yang diharapkan oleh kelompok acuan.
28
5.
Teori Dua Faktor dari Herzberg
Teori ini menggunakan teori Abraham Maslow sebagai titik acuannya.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dua faktor yang dapat
menyebabkan timbulnya rasa puas atau tidak puas yaitu faktor
pemeliharaan
(maintenance
factors)
dan
faktor
pemotivasian
(motivational factors). Faktor pemeliharaan meliputi administrasi dan
kebijakan perusahaan, kualitas pengawasan, hubungan dengan
pengawas, hubungan dengan subordinat, upah keamanan kerja,
kondisi kerja, dan status. Faktor pemotivasian meliputi dorongan
berprestasi, pengenalan, kemajuan, kesempatan berkembang, dan
tanggung jawab.
2.4.2
Variabel-variabel kepuasan kerja
Kepuasan kerja berhubungan dengan variabel-variabel seperti
turnover, tingkat absensi, umur, tingkat pekerjaan, dan ukuran organisasi
perusahaan. Teori ini Menurut Mangkunegara (2010:117-119) rinciannya
sebagai berikut :
1.
Turnover
Kepuasan kerja lebih tinggi dihubungkan dengan turnover pegawai
yang rendah. Sedangkan pegawai–pegawai yang kurang puas biasanya
turnovernya lebih tinggi.
2.
Tingkat Ketidakhadiran (absen) Kerja
Pegawai–pegawai
yang
kurang
puas
cenderung
tingkat
ketidakhadirannya (absen) tinggi. Mereka sering tidak hadir kerja
dengan alasan yang tidak logis dan subjektif.
3.
Umur
Ada kecenderungan pegawai yang tua lebih merasa puas dari pada
pegawai yang berumur relatif muda. Hal ini diasumsikan bahwa
pegawai yang tua lebih berpengalaman menyesuaikan diri dengan
lingkungan pekerjaan, sedangkan pegawai usia yang lebih muda
biasanya mempunyai harapan yang ideal tentang dunia kerjanya.
29
Sehingga apabila antara harapannya dengan realita kerja terdapat
kesenjangan atau ketidakseimbangan dapat menyebabkan mereka
menjadi tidak puas.
4.
Tingkat Pekerjaan
Pegawai–pegawai menduduki tingkat pekerjaan yang lebih tinggi
cenderung lebih merasa puas dari pada pegawai yang menduduki
tingkat pekerjaan yang lebih rendah. Pegawai–pegawai yang tingkat
pekerjaannya lebih tinggi menunjukan kemampuan kerja yang lebih
baik dan aktif dalam mengemukakan ide–ide serta kreatif dalam
bekerja.
5.
Ukuran Organisasi Perusahaan
Ukuran organisasi perusahaan dapat mempunyai kepuasan pegawai.
Hal ini karena besar kecil perusahaann berhubungan pula dengan
koordinasi, komunikasi, dann partisipasi pegawai.
2.4.3
Indikator-indikator Kepuasan Kerja
Menurut Hasibuan dalam bukunya Manajemen Sumber Daya
Manusia edisi revisi (Hal 202 : 2014) tolak ukur tingkat kepuasan yang
mutlak tidak ada karena setiap individu karyawan berbeda standar
kepuasannya. Indikator kepuasan kerja hanya dapat diukur dengan:
1.
Kedisiplinan
Pengertian disiplin menurut Hasibuan (Hal 193:2014) : “Disiplin
adalah kesadaran dan kesediaan seseorang menaati semua peraturan
perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku”.
2.
Moral kerja
Untuk melihat seberapa jauh moral kerja karyawan tersebut maka
penulis perlu mengetahui pengertian dari moral kerja. Berikut ini
pengertian
moral
kerja
menurut
Sudarwan
(http://Agungpia.multyply.com/journal/item/65,
2010)
Danim
:“Moral
kerja sebagai padanan bahasa Inggris working morale, dalam tulisan
ini diartikan sebagai “kegairahan kerja” moral atau kegairahan kerja
30
adalah :” Kesepakatan batiniah yang muncul dari dalam diri seseorang
atau sekelompok orang untuk mencapai tujuan tertentu sesuai dengan
baku mutu yang ditetapkan”.
Terdapat dua dimensi moral kerja:
1. Moral kerja tinggi (High Morale)
Membawa sumbangan positif bagi organisasi. Manusia yang
bermoral kerja tinggi mempunyai karakteristik yang tidak jauh
berbeda dengan manusia dewasa (adult) Menurut Argyris.
Moral kerja tinggi (suasana batin positif) : Senang, bersemangat,
menyelesaikan, bekerja menyamping, mendorong, terpanggil,
partisipasi, percaya diri, rasa sejawat, dan inovatif.
2. Moral kerja rendah (low Morale)
Membawa organisasi kepada kehancuran. Paling tidak pada
kondisi monoton. Manusia bermoral kerja rendah mempunyai
karakteristik yang tidak jauh berbeda dengan manusia yang
bersifat kekanak-kanakan (infant) menurut Argyris.
Moral kerja rendah (suasana batin negatif) : tidak senang, loyo,
menunda, bekerja vertikal, menghambat, ikatan ambil muka,
partisipasi seadanya, menunggu perintah, lepas-lepas, meniru.
Faktor-faktor yang mempengaruhi moral kerja : kesadaran akan
tujuan organisasi, hubungan antar-manusia dalam organisasi
berjalan harmonis, kepemimpinan yang menyenangkan, tingkatan
organisasi, upah dan gaji, kesempatan untuk meningkat atau
promosi, pembagian tugas dan tanggung jawab, perasaan diterima
dalam kelompok, dinamika lingkungan, kepribadian.
Teknik mengukur moral kerja:
1. Observasi
Pengamatan merupakan cara sederhana. Dianjurkan pengamat
berada pada kondisi yang sesungguhnya. Aspek yang
diobservasi antara lain adalah perilaku manusia dalam bekerja.
31
2. Wawancara (Interview)
Cukup efektif, namun teknik pelaksanaannya perlu perhatian
khusus prosedurnya pun harus jelas, agar alat ukurnya menjadi
relevan.
3. Angket
Seperangkat pertanyaan tertulis yang harus diisi oleh
sekelompok subjek guna mengumpulkan data tertentu.
Cara yang harus ditempuh dalam rangka meningkatkan moral kerja
antara lain:
a. Memberikan kompensasi kepada tenaga kerja dalam porsi yang
wajar, akan tetapi tidak memaksakan kemampuan perusahaan
b. Menciptakan iklim dan lingkungan kerja yang menggairahkan
bagi semua pihak.
c. Memperhatikan kebutuhan yang berhubungan dengan spiritual
tenaga kerja
d. Perlu saat penyegaran sebagai media pengurangan ketegangan
kerja dan memperkokoh rasa setia kawan antara tenaga kerja
atau manajemen
e. Penempatan tenaga kerja pada porsi yang tepat
f. Memperhatikan hari esok tenaga para kerja
g. Peran serta tenaga kerja untuk menyumbangkan aspirasinya
mendapat tempat yang wajar.
3.
Kepuasan kerja dapat mempengaruhi tingkat perputaran
karyawan dan absensi
Perusahaan dapat mengharapkan bahwa bila kepuasan kerja
meningkat maka perputaran tenaga kerja dan absensi menurun atau
sebaliknya. Hal ini disebabkan karena apabila para karyawan kurang
mendapatkan kepuasan kerja, maka mereka akan cenderung lebih
32
sering absen dan dapat mengakibatkan seringnya keluar masuknya
tenaga kerja, sehingga hal tersebut dapat mempengaruhi dan
menghambat proses produksi karyawan.
Menurut Anwar Prabu Mangkunegara (2010,120) faktor-faktor
yang dapat menimbulkan kepuasan karyawan terhadap pekerjaan
yaitu:
1. Kedudukan
2. Pangkat jabatan
3. Masalah umur
4. Jaminan finansial dan jaminan sosial
5. Mutu pengawasan”
Faktor-faktor yang dapat menimbulkan kepuasan karyawan terhadap
pekerjaan di atas, dijelaskan sebagai berikut:
1. Kedudukan
Umumnya manusia beranggapan bahwa seseorang yang bekerja
pada pekerjaan yang lebih tinggi merasa lebih puas dari mereka
yang bekerja pada pekerjaan yang lebih rendah.
2. Pangkat Jabatan
Pekerjaan yang mendasarkan atas perbedaan suatu tingkatan,
maka akan memberikan kedudukan tertentu pada orang yang
melakukannya.
3. Masalah umur
Umur antara 25-40 tahun dan 40-45 tahun adalah umur yang
bagi karyawan merasa kurang puas.
4. Jaminan finansial dan jaminan sosial
Masalah gaji dan jaminan sosial akan berpengaruh pada
kepuasan
kerja.
Kebanyakan
rasionalisasi dari penelitian insentif.
system
gaji
berdasarkan
33
5. Mutu Pengawasan
Kepuasan Kerja dapat ditingkatkan melalui perhatian dan
hubungan yang baik dari pimpinan kepada bawahan, sehingga
para karyawan akan merasa dirinya merupakan bagian penting
dari organisasi kerja.
Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa sangat
penting bagi perusahaan untuk mengetahui faktor-faktor yang mendorong
kepuasan kerja sehingga perusahaan mengetahui apa yang harus dilakukan
agar karyawan mengalami kepuasan dalam pekerjaannya.
2.5
Pengaruh Kompensasi dengan konsep 3P Terhadap Kepuasan Kerja
Setiap orang yang melakukan suatu pekerjaan atau perbuatan, pasti
mempunyai suatu maksud atau tujuan tertentu. Begitu pula dengan karyawan yang
bekerja pada suatu perusahaan, sudah pasti mempunyai maksud, apalagi hal
tersebut telah direncanakan sebelumnya. Tujuan karyawan bekerja umumnya
mengharapkan kontra prestasi yang berwujud kompensasi financial. Walaupun
ada sebagian orang yang berbeda pendapat karena ada juga karyawan yang
bekerja bukan semata-mata bertujuan untuk mengharapkan balas jasa berupa
kompensasi finansial. Tetapi hal ini tidaklah selalu benar, terutama bagi karyawan
yang bekerja dengan maksud untuk memenuhi kebutuhan hidup. Karena tanpa
terpenuhinya kebutuhan tersebut, maka karyawan tidak akan dapat bekerja dengan
baik. Oleh karena itu untuk mengharapkan karyawan agar bekerja lebih baik,
harus ada faktor-faktor yang mempengaruhinya terutama besar kecilnya tingkat
kompensasi finansial yang diberikan. Seandainya pemberian kompensasi financial
tidak sesuai dengan prestasi yang telah dikorbankan, maka akan mengakibatkan
karyawan merasa tidak puas, dan bila hal ini dibiarkan saja, akan menjurus kepada
hal-hal negatif dan mengakibatkan kerugian bagi perusahaan.
Dari keterangan di atas dan berdasarkan teori-teori yang telah
dikemukakan dalam bab ini, maka penulis dapat menarik kesimpulan bahwa besar
kecilnya tingkat kompensasi yang diberikan perusahaan mempunyai pengaruh
positif terhadap usaha untuk meningkatkan kepuasan kerja karyawan.
Download