TABLOID REPUBLIKA ENSIKLOPEDI 2 JUMAT, 13 AGUSTUS 2010 DOKREP ecara bahasa shaum (puasa) berarti menahan (imsak). Sedangkan secara istilah, shaum berarti menahan makan, minum, menggauli istri dan segala hal yang membatalkannya, mulai dari terbit fajar hingga terbenamnya matahari, dengan niat ibadah. Shaum di bulan Ramadhan merupakan salah satu rukun Islam yang telah diwajibkan oleh Sang Khalik kepada umat Nabi Muhammad SAW yang beriman. Pertama kali, ibadah ini diwajibkan kepada umat Nabi S N Ketua STMIK AMIKOM Yogyakarta www.amikom.ac.id melahirkan sifat ketakwaan pada jiwa sekaligus mendidiknya atas sifat-sifat tersebut. Kedua, manfaat sosial, yakni melatih umat disiplin, jujur, cinta kepada keadilan dan tenggang rasa. Selain itu juga menanamkan sifat lemah lembut dan kasih sayang serta empati untuk menolong sesama. Ketiga, manfaat kesehatan, yakni shaum akan membersihkan usus dan memperbaiki pencernaan, membersihkan badan dari berbagai kotoran dan kelebihan-kelebihan akibat makanan serta mengurangi kegemukan. Rukun shaum di bulan Ramadhan terdiri dari; pertama, niat, yaitu berketetapan hati untuk puasa sebagai pelaksanaan perintah Allah SWT dan ibadah kepada-Nya. Kedua, menahan diri dari setiap yang membatalkan baik makan, minumum maupun bersetubuh dari terbit fajar sampai terbenamnya matahari. Sedangkan, syarat wajib puasa antara lain; Islam, balig, berakal, mampu melakukan puasa, berhentinya darah haid, berhentinya darah nifas. Sebuah puasa dikatakan sah apabila memenuhi syarat sah shaum, yakni; Islam, niat, berakal, tamyiz (bisa membedakan yang baik dan buruk), suci dari haid, serta suci dari nifas. Selain itu, ada pula sunah-sunah shaum, yakni; menyegerakan berbuka, berbuka dengan kurma, setelah berbuka membaca doa, makan sahur, mengakhirkan sahur hingga ujung malam. Ada beberapa halangan yang menyebabkan seseorang boleh berbuka puasa di bulan Ramadhan, antara lain; wanita yang haid atau nifas, musafir yang menempuh perjalan jauh, orang sakit yang dikhawatirkan bertambah parah sakitnya, wanita hamil dan yang menyusui yang takut membahayakan diri atau anaknya. ■ heri ruslan/ sumber: Fiqih Praktis terbitan Wamy Publishing. Mempelajari Tulisan Yahudi (2) IQTISHAD (EKONOMI ISLAM) Oleh: Prof. Dr. M. Suyanto Muhammad SAW pada tahun kedua setelah hijrah. Perintah shaum di bulan suci Ramadhan tertuang dalam Alquran surah Al-Baqarah ayat 183, Allah SWT berfirman, "Wahai orang-orang yang beriman telah diwajibkan atas kamu shaum sebagaimana telah diwajibkan kepada orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa." Ibadah shaum di bulan Ramadhan memiliki sejumlah manfaat dan hikmah bagi setiap insan beriman yang menunaikannya. Pertama, Shaum abi s.a.w. memerintahkan kepada Zaid bin Tsabit untuk mempelajari tulisan Yahudi dan juga Imam Bukhari menghimpun hadits yang lebih lengkap dengan mengelompokkan dalam bab penerjemah untuk para hakim. Dari Zaid bin Tsabit r.a. bahwa Nabi s.a.w. menyuruhnya supaya mempelajari tulisan Yahudi, sehingga saya menuliskan untuk Nabi s.a.w. surat-surat beliau (untuk orang Yahudi) dan membacakan surat-surat mereka, apabila berkirim surat kepada beliau. Umar berkata saat di sisinya ada Ali, Abdurrahman dan Utsman, ”Apa yang dikatakan orang ini?” Abdurrahman bin Hathib berkata, Aku berkata, ’Dia mengabarkan kepadaku tentang sahabatnya yang melakukan hal ini terhadapnya’.” Abu Hamzah berkata, ”Aku pernah menerjemahkan antara Ibnu Abbas dengan orang-orang.” Sebagian orang berkata, ”Hakim harus memiliki dua orang penerjemah.”, (Bukhari). Menurut Ibnu Hajar, maksud dari Umar berkata adalah Umar Ibnu Al Khaththab berkata. Saat di sisinya ada Ali, maksudnya adalah Ali Ibnu Abi Thalib. Dan Abdurrahman yang dimaksud adalah Abdurrahman Ibnu Auf Dan Utsman yang dimaksud adalah Utsman Ibnu Affan. Apa yang dikatakan orang ini yang dimaksud adalah perempuan yang datang kepadanya dalam keadaan hamil. Abdurrahman bin Hathib berkata, ”Aku berkata, ’Dia mengabarkan kepadamu tentang sahabatnya yang melakukan hal ini kepadanya’,” Riwayat ini dinukil Abdurrazzaq dan Sa’id bin Manshur secara maushul melalui beberapa jalur dari Yahya bin Abdurrahman bin Hathib, dari bapaknya , seperti redaksi tadi. Abu Jamrah berkata, ”Aku pernah menerjemahkan antara Ibnu Abbas dengan orang-orang.” Ini adalah penggalan hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari dalam pembahasan tentang ilmu dari Syu’bah, dari Abu Jamrah, dengan redaksi yang sama dengan hadits tadi, lalu sesudahnya. Dia berkata, ”Sesungguhnya utusan Abdul Qais datang kepada Nabi SAW.” Setelah itu dia menyebutkan hadits tentang kisah mereka, dan ia terdapat dalam riwayat An-Nasa’i disertai tambahan sesudah redaksi, Dia antara orangorang. Dia kemudian didatangi oleh seorang perempuan dan bertanya kepadanya tentang nabidz al jarr, lalu dia melarangnya, dan dia berkata, ”Sesungguhnya utusan Abdul Qais.” Sebagian manusia berkata, ”Hakim memiliki dua penerjemah.” Penulis kitab Al Mathali’ menyebutkan bahwa ini diriwayatkan dengan bentuk jamak (para penerjemah) dan juga dengan bentuk ganda (dua penerjemah). Apabila menggunakan lafazh jamak maka didudukkan bahwa bahasa telah banyak sehingga butuh banyak penerjemah. Ibnu Hajar mengatakan bahwa versi kedua yang menjadi pegangan. Maksud ’sebagian dia manusia’ di sini adalah Muhammad bin Al Hasan, sebab dia yang mensyaratkan hakim harus memiliki dua penerjemah, dan dia juga memposisikannya seperti dalam masalah kesaksian. Dalam hal ini dia menyelisihi sahabat-sahabatnya sesaman ulama Kufah. Kemudian pandangan ini disetujui Asy-Syafi’i. Pendapat ini juga dijadikan pegangan oleh Al Mughlathi seraya berkata, ”Dia sini terdapat bantahan bagi perkataan mereka yang menyatakan, ”Sesungguhnya Imam Bukhari bila berkata, ”Sebagian manusia berkata ”maka maksudnya adalah para ulama madzhab Hanafi.” Tetapi pernyataan ini ditanggapi oleh Al Karmani, dia berkata, ”Itu dipahami untuk keadaan yang umum. Atau maksudnya di tempat ini adalah sebagian ulama madzhab Hanafi. Karena yang berpendapat demikian adalah Muhammad, dan tidak terhalang bila disetujui oleh Imam Asy-Syafi’i. Sebagaimana tidak terhalang bila sebagian ulama madzhab Hanafi menyetujui pendapat sebagian imam dalam selain masalah ini.”. G Adv.