Riset Kusta Berkolaborasi dengan Belanda, India, dan Brazil

advertisement
Riset Kusta Berkolaborasi
dengan Belanda, India, dan
Brazil
UNAIR NEWS – Saat ini jumlah pasien kusta di Indonesia nomor
tiga terbanyak di dunia setelah India dan Brazil. Sejak era
Multi Drug Treatment of Leprosy (MDTL) dicanangkan oleh WHO
tahun 1980, angka kejadian penyakit kusta di Indonesia dari
tahun ke tahun secara keseluruhan mengalami penurunan. Namun,
penemuan kasus baru (New Case Detection Rate / NCDR) pada
kantung-kantung endemis relatif stabil.
Berdasarkan kajian riset tentang kusta yang dilakukan Dr. Cita
Rosita Sigit Prakoeswa, dr., SpKK(K) dan tim, salah satu
potensi stabilnya penemuan kasus baru adalah belum dapat
diputuskan rantai transmisi kusta. Yakni, belum tersentuhnya
penatalaksanaan pada kusta stadium subklinis (KSS) atau
dikenal dengan subclinical leprosy (orang-orang yang tampak
sehat namun berpotensi untuk menjadi sakit tentu saja dapat
menjadi sumber penularan di kemudian hari).
Pada bulan Februari 2017 lalu, Cita dan tim dipercaya oleh The
Netherland Leprosy Relief untuk melaksanakan kolaborasi riset
multi center bersama India dan Brazil. Workshop untuk
persiapan riset telah dilakukan pada bulan Maret lalu dengan
dukungan dana dari The Netherland Leprosy Relief. Selain itu,
Cita dan tim juga mendapat dukungan pemeriksaan laboratorium
dari Infectious Disease Research Center, Seattle, USA.
Aktivitas penelitian ini juga didukung oleh Kementerian
Kesehatan Indonesia dan Dinas Kesehatan Provinsi jawa Timur.
Pilot study akan segera dimulai pada akhir April 2017 di
Pasuruan, yang merupakan salah satu daerah hiperendemis kusta
di Jawa Timur.
Dr.
Cita
Rosita
Sigit
Prakoeswa,
dr., SpKK(K)
“Kusta masih merupakan problem kesehatan bagi masyarakat
Indonesia, walau jarang mengancam jiwa seperti infeksi berat
lainnya. Namun, penyakit ini dapat menurunkan kualitas hidup
pasien karena potensi kecacatan dan bila terjadi pada anakanak,” ujar Cita ditemui di ruang kerjanya di kantor Bidang
Penelitian dan Pengembangan RSUD Dr Soetomo, Surabaya, Kamis
(6/4).
Cita mengatakan, sulit untuk benar-benar memberantas penyakit
kusta. Program penatalaksanaan kusta yang telah dilakukan
dapat dikatakan berhasil karena jumlah kasus secara
keseluruhan menurun. Namun masih terdapat masalah untuk
menurunkan jumlah NCDR.
Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan oleh tim leprosy
FK Universitas Airlangga – RSUD Dr Soetomo yang terdiri dari
Prof. Dr. Indropo Agusni, dr, SpKK(K); Dr. M Y Listiawan, dr,
SpKK(K); Linda Astari, dr, SpKK; Irmadita, dr, SpKK; Medhi D
Alinda, dr, SpKK; Bagus H Kusuma, dr, SpKK serta tim Leprosy
Study Group- Institute of Tropical Disease, Universitas
Airlangga yang terdiri dari Dinar Adriaty, SSi, M Kes;
Iswahyudi, SKM, M Kes; Ratna Wahyuni, SSi, M Kes serta
didukung oleh Kementerian Kesehatan Indonesia dalam hal ini
Dinas Kesehatan Provinsi jawa Timur, maupun riset yang
didukung oleh WHO, Jepang, dan Belanda, dilakukan kajian
tentang potensi KSS yang berasal dari narakontak kusta
terhadap sulitnya penurunan NCDR.
Hasil kajian tersebut menunjukkan bahwa terdapat kesesuaian
angka prediksi KSS menjadi kusta manifes pada daerah kantung
endemik dengan angka NCDR yang dilaporkan pertahun. Dengan
demikian, semakin kuat dugaan peran KSS pada kegagalan
pemutusan rantai transmisi kusta.
Riset ini akan melibatkan 200 pasien kusta beserta 100
narakontak masing-masing pasien pada daerah hiperendemis
kusta. Pemeriksaan klinis dan laboratorium akan dilakukan pada
seluruh narakontak sebelum diputuskan untuk mendapatkan obat
profilaksis. Pengamatan terus menerus akan dilakukan selama 5
tahun. Hasil riset ini diharapkan dapat menurunkan NCDR.
“Ini riset kami yang pertama dengan menggunakan sampel dalam
jumlah besar, yaitu 20 ribu orang. Bila riset ini dapat
berjalan baik dan terbukti peran KSS pada penurunan NCDR
melalui pemutusan rantai transmisi, berarti kita ikut mengukir
sejarah pada penatalaksanaan penyakit kusta yang telah dikenal
setua peradaban manusia,” ujar Cita. (*)
Penulis : Binti Q. Masruroh
Download