BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Skizofrenia Skizofrenia merupakan gangguan mental psikotik yang etiologinya belum diketahui yang dikarakteristikkan dengan gangguan dalam proses pikir, mood, dan perilaku. Prevalensi seumur hidup sekitar 1%. Prevalensi antara pria dan wanita sama. Puncak usia dari onset penyakit ini antara 15 dan 35 tahun. Onset sebelum usia 10 tahun atau setelah 45 tahun adalah jarang.10,11 Skizofrenia secara definisi merupakan suatu gangguan yang harus terjadi sedikitnya 6 bulan atau lebih, termasuk sedikitnya selama 1 bulan mengalami waham, halusinasi, pembicaraan yang kacau, perilaku kacau atau katatonik atau simtom-simtom negatif. Meskipun tidak dikenali secara formal sebagai bagian dari kriteria diagnostik untuk skizofrenia, sejumlah studi mengsubkategorikan gejala-gejala penyakit ini ke dalam 5 dimensi, yaitu simtom positif, simtom negatif, simtom kognitif, simtom agresif/permusuhan, dan simtom depresif/cemas.12 Simtom positif tampaknya merefleksikan suatu ketidaksesuaian dengan fungsi-fungsi yang normal dan secara tipikal meliputi waham dan halusinasi, ini termasuk bahasa dan komunikasi yang mengalami distorsi atau berlebih-lebihan (pembicaraan yang kacau) dan juga dalam memonitor perilaku (perilaku yang kacau atau katatonik atau teragitasi). Simtom negatif terdiri dari sedikitnya 5 gejala yaitu pendataran afek, alogia, avolisi, anhedonia, dan hendaya dalam atensi. Simtom kognitif mungkin gambarannya dapat bertumpang tindih dengan simtom negatif. Gejala ini secara spesifik termasuk gangguan pikiran dari skizofrenia dan kadang-kadang penggunaan bahasa yang aneh termasuk inkoherensia, asosiasi yang longgar, dan neologisme. Hendaya dalam atensi dan memproses informasi adalah hendaya kognitif spesifik lainnya yang Universitas Sumatera Utara dihubungkan dengan skizofrenia. Simtom agresif dan permusuhan bisa bertumpang tindih dengan simtom positif tetapi secara spesifik menekankan pada masalah mengontrol impuls. Simtom ini meliputi permusuhan yang jelas, seperti perlakuan yang kasar baik secara verbal atau fisik ataupun sampai melakukan penyerangan. Beberapa simtom juga termasuk seperti perilaku melukai diri sendiri, bunuh diri, membakar rumah dengan sengaja atau merusakkan milik orang lain. Tipe lain dari ketidakmampuan mengontrol impuls seperti sexual acting out, juga termasuk kedalam kategori simtom agresif dan permusuhan. Simtom depresif dan cemas sering dihubungkan dengan skizofrenia, tetapi adanya simtom ini bukan berarti memenuhi kriteria diagnostik untuk komorbid dengan gangguan ansietas atau gangguan afektif.12 2.2. Agitasi Istilah agitasi secara umum menjelaskan aktivitas motor atau verbal yang berlebihan, dan perilaku agitasi ini berpotensi berbahaya.13 Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, Fourth Edition (DSMIV) dari American Psychiatric Association , agitasi didefinisikan sebagai aktivitas motorik yang berlebih-lebihan dihubungkan dengan perasaan ketegangan dari dalam diri. Gangguan perilaku yang kompleks yang dikarakteristikkan dengan agitasi ini terdapat pada sejumlah gangguan psikiatrik seperti skizofrenia, gangguan bipolar, demensia (termasuk penyakit Alzheimer) dan penyalahgunaan zat (obat dan/atau alkohol).2,3 Agitasi sangatlah sering dijumpai didalam pelayanan gawat darurat psikiatri sebagai keluhan pasien-pasien dengan gangguan psikotik.1 Agitasi memiliki manifestasi yang bermacammacam. Umumnya komponen perilaku dari agitasi dapat dikenali sebagai agresif secara fisik Universitas Sumatera Utara atau verbal (berkelahi, melempar, merebut, menghancurkan barang-barang, memaki dan berteriak) dan juga nonagresif (tidak dapat tenang, mondar-mandir, bertanya berulang-ulang, bercakap-cakap dan inappropriate disrobing).4 Dari data-data pasien yang mengunjungi pelayanan gawat-darurat psikiatri, agitasi merupakan gejala yang sering sekali dikeluhkan pada penderita dengan psikosis, gangguan bipolar dan demensia. Di Amerika Serikat, penderita dengan agitasi yang datang ke pelayanan gawat darurat psikiatri meliputi 21% pasien-pasien skizofrenik, 13% pasien dengan gangguan bipolar, dan 5% pasien dengan demensia.4 Tabel 2.1. Definisi agitasi Kegelisahan motorik Peningkatan respons terhadap rangsangan Iritabilitas Aktifitas motor atau verbal yang tidak sesuai dan atau tak bertujuan Penurunan tidur Gejala-gejalanya berfluktuasi sepanjang waktu Sumber: Lindenmayer JP. The Pathophysiology of Agitation. J Clin Psychiatry 2006;61(suppl 14):5-10.14 Universitas Sumatera Utara 2.3. Agitasi Pada Pasien Skizofrenik Agitasi dan perilaku yang kasar dapat terjadi di dalam setting klinis yang berbeda. Kejadian ini timbul dalam 10% dari emergensi psikiatri dan biasanya dihubungkan dengan psikosis atau penyalahgunaan zat.15 Pasien-pasien skizofrenik yang kasar mempunyai lebih banyak simtom positif dan perilaku aneh yang lebih menonjol dan mungkin bertindak sesuai dengan waham mereka, terutama jika waham mereka menimbulkan distressing bagi mereka. Pasien yang mengalami halusinasi perintah untuk mencelakai orang lain juga sering menjadi kasar.16 Gejalagejala inti dari agitasi meliputi kegelisahan yang menonjol, permusuhan, perilaku agresif, penyerangan, kekerasan atau perilaku perusakan fisik, memaki, sikap atau bicara yang mengancam.17 Didalam sampel komunitas, sejumlah studi epidemiologi telah menunjukkan kekonsistenannya bahwa pasien skizofrenik memiliki risiko lebih tinggi terlibat dalam tindakan kekerasan dibandingkan gangguan mental lain.13 Pasien skizofrenik berisiko tinggi berperilaku kasar bila memiliki kecurigaan dan permusuhan, halusinasi yang parah, insight yang buruk terhadap wahamnya, mengalami gangguan berpikir yang lebih menonjol dan kemampuan mengontrol impuls agresifnya yang buruk dibandingkan pasien yang tidak berperilaku kasar. Secara keseluruhan, keadaan tersebut merupakan alasan bagi keluarga untuk merawat pasien skizofrenia. 4 Pada tahun 2004, American Psychiatric Association Committee on Practice Guidelines menegaskan bahwa meskipun hanya sedikit dari pasien skizofrenik yang bertindak kasar, buktibukti menunjukkan bahwa pasien skizofrenik berhubungan dengan meningkatnya risiko berperilaku agresif. Dalam studi retrospektif yang dilakukan di Eropa dengan mengevaluasi data Universitas Sumatera Utara seluruh pasien skizofrenik yang masuk ke rumah sakit di Munich disimpulkan bahwa 14% menunjukkan perilaku agresif sewaktu masuk ke rumah sakit. Dalam studi ini, perilaku agresif paling banyak dijumpai pada pasien skizofrenik pria, pasien dengan subtipe skizofrenia yang disorganized dan pasien psikotik yang memperlihatkan gejala waham dan berpikir yang kacau. Dalam studi yang lain, didapati bukti-bukti bahwa pasien yang kasar lebih banyak dijumpai pada skizofrenia terutama bila komorbid dengan penyalahgunaan zat.4 Ada bukti yang menyarankan bahwa skizofrenia berhubungan dengan meningkatnya risiko perilaku yang agresif. Faktor risiko menjadi agresif pada skizofrenia adalah pria, miskin, tidak punya pekerjaan atau keahlian, tidak berpendidikan atau tidak menikah dan mempunyai riwayat pernah ditahan atau riwayat kekerasan sebelumnya.16 Dasar neuroanatomi dan neurokimia agitasi masih belum banyak diketahui. Agitasi sering sebagai bagian dari suatu episode psikotik akut dan kebanyakan terkait dengan ranah simtom positif. Sistem neurotransmiter yang mendasari dalam patofisiologi simtom psikotik termasuk dopaminergik, serotonergik, gamma amino butyrid acid (GABA)-ergic, dan glutamatergik.13,14 Obat-obat yang menurunkan dopaminergik atau adrenergik, atau meningkatkan serotonergik dan GABAergik akan melemahkan agitasi.13 Psikosis akut mungkin dapat dikonseptualisasikan sebagai suatu sindroma diskoneksi mesokortikal disebabkan karena hiperaktifitas dopaminergik di limbik dengan terputusnya modulasi glutamatergik dari neurotransmisi dopaminergik dengan mereduksi inhibisi GABAergik dimana akan menurunkan aktifitas prefrontal kortikal, simtom positif dan negatif, dan simtom kognitif. Oleh sebab itu, fokus dari antiagitasi adalah antagonis dopaminergik oleh antipsikotik dengan bermacam variasi profil binding reseptor dopamin-2 (D2) dan 5HT2. Obat yang secara spesifik mempunyai afinitas ikatan reseptor D2 dan afinitas yang tinggi pada Universitas Sumatera Utara reseptor 5HT2 juga akan meminimalkan gejala ekstrapiramidal.14 Penting bahwa obat-obat antipsikotik generasi kedua mempunyai efek yang signifikan terhadap variasi dari sistem neurotransmiter, termasuk jalur dopaminergik dan serotonergik.13 Simtom positif menjadi prioritas target utama untuk distabilkan pada pasien-pasien yang psikosis akut yang dihospitalisasi. Agitasi dan permusuhan, sering berkaitan dengan simtom positif, umumnya juga diidentifikasikan sebagai target prioritas untuk distabilkan pada pasien psikosis akut yang dihospitalisasi terutama pada hari pertama penatalaksanaan. Untuk alasan inilah dalam memilih regimen pengobatan dipertimbangkan yang memiliki efikasi terhadap simtom positif, agresi pada psikotik dan agitasi pada psikotik.18 2.4. Farmakoterapi Pada Agitasi Agitasi akut yang dihubungkan dengan psikosis merupakan suatu tantangan yang membutuhkan diagnosis dini, intervensi yang cepat dan efektif, dan pengobatan yang ditoleransi dengan baik.19 Tujuan intervensi krisis pada pasien-pasien yang teragitasi adalah dengan menenangkan pasien tetapi tidak membuat mereka menjadi sedasi sehingga membuat mereka menjadi tidur. Sedasi yang berlebihan akan mengganggu kemampuan untuk melanjutkan evaluasi psikiatrik dan memulai pengobatan yang sesuai.13 Dengan menggunakan penjelasan dari patofisiologi yang telah dijelaskan sebelumnya, tujuan dari pengobatan adalah untuk menurunkan keadaan hyperarousal, menurunkan impulsivitas, memaksimalkan fungsi eksekutif, dan memaksimalkan kapasitas terhadap pengaturan emosional diri. Kebutuhan akan hal ini harus dilakukan dengan cepat, aman dan Universitas Sumatera Utara dengan efek merugikan yang minimal. Tujuan pokok adalah untuk menempatkan pasien ke fungsi pengaturan emosional yang optimal, bukan hanya untuk meredakan/menenangkan.13 Sebelum dikenalnya antipsikotik, penanganan psikosis akut dilakukan dengan pengekangan (restrain) fisik. Dengan diperkenalkannya klorpromazin dan kemudian agen-agen antipsikotik tipikal lainnya, pengekangan fisik mengalami perubahan menjadi kimiawi.8 Obat antipsikotik dapat dibagi kedalam dua kelompok utama, yaitu antipsikotik konvensional yang disebut juga first-generation antipsychotics (FGA) atau dopamine receptor antagonist, dan obat-obat kedua yang disebut second-generation antipsychotics (SGA) atau serotonin-dopamine antagonist (SDA).20,21 Istilah FGA dan SGA berdasarkan pada teori bahwa efek antipsikotik dari obat antagonis reseptor dopamin dihasilkan dari blokade reseptor dopamin tipe 2 (D2), sedangkan SDA berbeda dimana efeknya dihubungkan dengan rasio dari antagonis D2 dan 5-hydroxytryptamime tipe 2A (5-HT2A). Antagonis reseptor dopamin selanjutnya dibagi lagi dengan yang berpotensi rendah, sedang, dan tinggi terhadap reseptor D2. Obat yang mempunyai afinitas yang lebih tinggi terhadap reseptor D2 mempunyai tendensi menimbulkan efek samping ekstrapiramidal yang lebih besar pula. Sedangkan obat yang potensi rendah akan menimbulkan efek samping ekstrapiramidal yang lebih kecil tetapi sering pula menyebabkan hipotensi postural, sedasi dan efek antikolinergik.20 Perkembangan dari obat antipsikotik atipikal sangat menyolok dalam memperbaiki pengobatan skizofrenia, meskipun antipsikotik atipikal mempunyai efek samping seperti somnolen, obesitas, hiperglikemia, hiperlipidemia, dan perpanjangan QTc. Ada penelitian langsung mengenai perkembangan dari agonis parsial dopamin dalam penemuannya untuk pengobatan optimal dari pasien skizofrenik. Agonis parsial dopamin diperkirakan mengimbangi Universitas Sumatera Utara (counterbalance) transmisi dopamin baik hiperdopaminergik maupun hipodopaminergik dan bekerja sebagai dopamine system stabilizer.22 Meskipun semua antipsikotik tersedia dalam bentuk formulasi oral, hanya beberapa obat saja yang tersedia dalam bentuk injeksi. Klinisi sebaiknya memilih pemberian obat secara injeksi apabila pasien tersebut agitasi yang akan lebih menguntungkan jika obat mencapai kadar plasma dengan lebih cepat. Sebagai contoh, kebanyakan antipsikotik yang diberikan secara intramuskular mencapai kadar maksimum plasma dalam 30 sampai 60 menit, dengan efek klinis terlihat dalam 15 sampai 30 menit.20,21 2.4.1. Aripiprazol Aripiprazol merupakan agen antipsikotik yang mempunyai cara kerja yang unik. Obat ini bekerja sebagai dopamine system stabilizer yang kelihatannya menjadi lebih signifikan dalam mengatasi simtom positif dan negatif pada skizofrenia.23 Aripiprazol adalah turunan quinolinone 24-26 yang diperkenalkan dalam praktek klinis pada akhir tahun 2002.24,26 Aripiprazol mempunyai aktifitas agonis parsial terhadap reseptor dopamin 2 (D2) dan serotonin 1A (5HT1A), dan aktifitas antagonis yang poten pada reseptor 5HT2A.25,27,28 Obat ini juga mempunyai afinitas yang tinggi terhadap reseptor D3; afinitas yang moderat terhadap reseptor D4, 5HT2C. 5HT7, adrenergik α₁ , histamin 1 (H1) dan afinitasnya tidak berarti (negligible) terhadap reseptor muskarinik.25,29 Metabolit aktif aripiprazol yaitu dehydroaripiprazole juga mempunyai afinitas yang sama terhadap reseptor D2 dan tidak memperlihatkan profil farmakologik yang berbeda secara signifikan dengan senyawa induk.25 Aripiprazol dimetabolisme oleh isoenzim CYP2D6 dan CYP3A4.30 Universitas Sumatera Utara Sebagai agonis parsial terhadap D2, aripiprazol bekerja sebagai antagonis fungsional di area dimana level dopamin meninggi seperti di jalur mesolimbik tetapi tidak di area dimana level dopamin normal. Sehingga diperkirakan aripiprazol akan mengurangi simtom positif skizofrenia tanpa mengakibatkan gangguan pergerakan atau peningkatan prolaktin. Di daerah-daerah dimana konsentrasi dopamin rendah seperti jalur mesokortikal, aripiprazol bekerja sebagai agonis fungsional.31 Dalam studi-studi preklinis menunjukkan bahwa aripiprazol mempunyai aktifitas antagonis D2 dibawah kondisi hiperdopaminergik dimana ini dihubungkan dengan kontrol gejala-gejala positif dan aktifitas agonis D2 dibawah kondisi hipodopaminergik dimana ini dihubungkan dengan perbaikan gejala-gejala negatif dan kognitif skizofrenia, dengan perubahan prolaktin dan efek samping ektrapiramidal yang minimal.32 Aktifitas agonis parsial pada reseptor 5HT1A dihubungkan dengan sifat ansiolitik dan bisa dihubungkan dengan perbaikan gejala-gejala depresif, kognitif, dan negatif pada pasien skizofrenik.31 Juga diperkirakan bahwa aktifitas antagonis pada reseptor 5HT2A dihubungkan dengan efek yang menguntungkan terhadap gejala negatif skizofrenia dan akan memperbaiki gejala-gejala depresif dan kognitif skizofrenia 31,32 dan mengontrol agitasi dan agresi dan cenderung rendah menyebabkan efek samping ekstrapiramidal.32 Efek merugikan yang sering dilaporkan biasanya kepala terasa ringan, insomnia, akatisia, somnolen, tremor, pandangan kabur, mual, muntah, dispepsia, konstipasi, sakit kepala, dan asthenia.30 Aripiprazol injeksi (intramuskular) digunakan untuk mengontrol agitasi pada pasien dewasa dengan skizofrenia atau bipolar mania yang disetujui Food and Drug Administration (FDA) tahun 2006. Aripiprazol injeksi tersedia dalam bentuk dosis tunggal, dengan vial siap pakai mengandung aripiprazol 9,75mg dalam 1,3mL (7,5mg/mL),25,33 larutan yang steril, jernih dan tidak berwarna.33 Waktu untuk mencapai konsentrasi plasma puncak setelah pemberian Universitas Sumatera Utara sekitar 1 dan 3 jam. Waktu paruh aripiprazol dan dehidroaripiprazol adalah 75 dan 94 jam.25,34,35 Penelitian yang dilakukan Trans-Johnson dkk pada tahun 2007 menunjukkan bahwa aripiprazol intramuskular 9,75mg secara signifikan menurunkan skor PANSS-EC dibandingkan plasebo pada menit 45 dan cenderung signifikan pada menit 30, sedangkan haloperidol intramuskular 7,5mg dibandingkan plasebo menurunkan skor PANSS-EC pada menit 105. Pada menit 30, kebanyakan pasien secara signifikan berespons terhadap aripiprazol intramuskular 9,75mg. Aripiprazol intramuskular 9,75mg secara signifikan memperbaiki agitasi tanpa over sedasi.6 Aripiprazol intramuskular diberikan dengan dosis 9,75mg yang dapat diulang setiap 2 jam dan tidak melebihi 30mg/hari. Dosis yang rendah seperti 5,25mg dapat digunakan jika ada peringatan dari faktor-faktor klinis.34 Dosis yang dianjurkan adalah 9,75mg.33 Aripiprazol mungkin dikaitkan dengan hipotensi ortostatik, maka pemberiannya harus hati-hati pada pasien yang mempunyai penyakit jantung, penyakit serebrovaskuler atau kondisi-kondisi yang akan menyebabkan terjadinya hipotensi34,35, pasien diabetes mellitus dan hiperglikemia,36,37 dan pasien dengan riwayat kejang.35-37 2.4.2. Haloperidol Haloperidol merupakan butyrophenone pertama dari antipsikotik mayor.7 Kerja terapeutik obatobat konvensional adalah memblok reseptor D2 khususnya di jalur mesolimbik. Hal ini menimbulkan efek berkurangnya hiperaktifitas dopamin pada jalur ini yang didalilkan sebagai penyebab simtom positif pada psikosis12, mengurangi penyerangan, perilaku yang meledak-ledak (explosive), dan perilaku hiperaktifitas.38 Universitas Sumatera Utara Pemberian secara intramuskular dalam dosis 2-5mg diperlukan untuk mengontrol dengan cepat pasien skizofrenik akut dengan gejala-gejala yang sedang-berat sampai sangat berat. tergantung respons pasien, dosis ulangan dapat juga diberikan dalam setiap jam walaupun dengan interval 4-8 jam sudah memuaskan.7 Ketika diberikan secara intramuskular, haloperidol mempunyai onset of action dalam 30 sampai 60 menit, waktu paruh eliminasi mencapai 12 sampai 36 jam, dan efek durasinya mencapai waktu sampai 24 jam.2 Efek samping ekstrapiramidal sering dilaporkan terjadi selama beberapa hari pertama pengobatan. Efek samping ekstrapiramidal secara umum dapat dibagi atas gejala-gejala mirip Parkinson, akatisia atau distonia.7,38 2.5. Positive and Negative Syndrome Scale (PANSS) Positive and Negative Syndrome Scale (PANSS) merupakan suatu alat ukur yang valid untuk menilai beratnya simtom yang dialami pasien skizofrenik dan penilaian terhadap keluaran terapeutik PANSS mempunyai 30 butir penilaian dengan 3 skala (skala positif = 7 butir; skala negatif = 7 butir; skala psikopatologi umum = 16 butir). Masing-masing butir mempunyai rentang nilai dari 1-7 (1= tidak ada; 2 = minimal ; 3 = ringan ; 4 = sedang ; 5 = agak berat ; 6 = berat ; 7 = sangat berat). Total skor PANSS antara 30-210).39 Selain itu PANSS juga dapat dibagi kedalam 5 komponen, yaitu:39 1. Komponen negatif ( penarikan emosional, penarikan sosial yang pasif /tidak acuh, kurangnya spontanitas dan arus percakapan, afek tumpul, kemiskinan rapport, atensi yang buruk, penghindaran sosial secara aktif, retardasi motorik, gangguan kehendak, mannerisme dan membentuk postur). Universitas Sumatera Utara 2. Komponen positif ( isi pikiran yang tidak biasanya, waham, kebesaran, kurangnya pertimbangan dan tilikan, perilaku halusinasi). 3. Komponen gaduh gelisah ( gaduh gelisah, pengendalian impuls yang buruk, ketegangan, permusuhan, ketidakkooperatifan). 4. Komponen depresi ( ansietas, perasaan bersalah, depresi, kekhawatiran somatik, preokupasi) 5. Komponen kognitif dan lain-lain ( kesulitan berpikir abstrak, disorientasi, disorganisasi konseptual, pemikiran stereotipik). Universitas Sumatera Utara 2.6.Kerangka Konseptual Pre test Post test Keadaan agitasi dengan pengukuran PANSS-EC PANSS- Aripiprazol intramuskular Waktu berkurangnya agitasi Pasien skizofrenik dengan agitasi Keadaan agitasi dengan pengukuran PANSS-EC PANSSEC Haloperidol intramuskular Waktu berkurangnya agitasi Universitas Sumatera Utara