1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dasar Persepsi 2.1.1

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar Persepsi
2.1.1 Pengertian Persepsi
Persepsi merupakan salah satu aspek psikologis yang penting bagi manusia
dalam merespon kehadiran berbagai aspek dan gejala di sekitarnya. Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia, persepsi adalah tanggapan (penerimaan) langsung
dari sesuatu. Proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui panca inderanya.
Persepsi adalah kemampuan otak dalam menerjemahkan stimulus atau proses
untuk menerjemahkan stimulus yang masuk ke dalam alat indera manusia.
Persepsi manusia terdapat perbedaan sudut pandang dalam penginderaan. Ada
yang mempersepsikan sesuatu itu baik atau persepsi yang positif maupun persepsi
negatif yang akan mempengaruhi tindakan manusia yang tampak atau nyata
(Sugihartono, 2007:8).
Secara lebih spesifik Thurston sendiri memformulasikan perasaan sebagai
derajat afek positif atau afek negatif terhadap suatu obyek psikologis (Azwar,
2005). Dari berbagai pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa persepsi adalah
suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan (afeksi), pemikiran (kognisi) dan
predisposisi tindakan (konasi) seseorang terhadap suatu obyek yang positif
(favorable) maupun negatif (unfavorable) (Azwar, 2005).
1
2.1.2 Proses Terjadinya Persepsi
Proses pembentukan persepsi dimulai dengan penerimaan rangsangan dari
berbagai sumber melalui panca indera, setelah itu diberikan respon sesuai dengan
penilaian dan pemberian arti terhadap rangsang lain. Setelah rangsangan diterima
lalu diseleksi. Setelah diseleksi rangsangan diorganisasikan berdasarkan bentuk
sesuai dengan rangsangan yang telah diterima. Setelah data diterima dan diatur,
proses selanjutnya individu menafsirkan data yang diterima dengan berbagai cara.
Dikatakan telah terjadi persepsi setelah data atau rangsangan tersebut berhasil
ditafisrkan (Prasilika, 2007).
Proses terjadinya persepsi menurut Sobur (2009) adalah sebagai berikut:
Penalaran
Rangsangan
Persepsi
Pengalaman
Tanggapan
Perasaan
Gambar 1. Proses Terjadinya Persepsi
Gambar 1 menunjukkan bahwa teori rangsangan-tanggapan (stimulusrespon), persepsi merupakan bagian dari keseluruhan proses yang menghasilkan
tanggapan setelah rangsangan diterapkan seseorang (Sobur, 2009).
2.1.3 Jenis-Jenis Persepsi
Menurut Sunaryo (2004), persepsi ada dua macam, yaitu: 1). eksternal
persepsi (persepsi yang terjadi karena adanya rangsang yang datang dari luar
individu; 2). self persepsi (persepsi yang terjadi karena adanya rangsang yang
berasal dari dalam diri individu). Menurut Notoadmodjo (2003), setelah seseorang
mengetahui stimulus atau obyek kesehatan kemudian mengadakan penilaian
terhadap apa yang diketahui. Proses selanjutnya diharapkan individu akan
mempraktekkan apa yang diketahuinya.
2.1.4 Struktur-Struktur Persepsi
Persepsi mengandung tiga komponen yang membentuk struktur persepsi
yaitu:
a.
Komponen Kognitif (pemikiran/perseptual)
Komponen kognitif berisi kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku
atau apa yang benar bagi obyek persepsi. Sekali kepercayaan itu telah
terbentuk, maka akan menjadi dasar pengetahuan seseorang mengenai apa
yang diharapkan dari obyek tertentu (Azwar, 2005).
b.
Komponen Afektif (Perasaan)
Komponen afektif menyangkut masalah emosional subyektif seseorang
terhadap suatu obyek persepsi. Secara umum, komponen afektif disamakan
dengan perasaan yang dimiliki terhadap sesuatu. Reaksi emosional banyak
dipengaruhi oleh kepercayaan atau apa yang kita percaya sebagai benar dan
berlaku bagi obyek yang dimaksud. Rasa senang merupakan hal yang positif,
sedangkan rasa tidak senang merupakan hal yang negatif (Azwar, 2005).
c.
Komponen Konatif (Predisposisi Tindakan)
Komponen perilaku/konatif dalam struktur persepsi menunjukkan bagaimana
perilaku atau kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri seseorang
berkaitan dengan obyek persepsi yang dihadapinya. Kaitan ini didasari oleh
asumsi bahwa kepercayaan dan perasaan banyak mempengaruhi perilaku
(Azwar, 2005).
2.1.5 Cara Mengukur Persepsi
Winardi (2002) menyatakan, ada beberapa syarat yang perlu dipenuhi agar
seseorang dapat menyadari dan melakukan persepsi, seperti: (1) adanya obyek
yang dipersepsi; (2) adanya indera atau reseptor, yaitu sebagai alat untuk
menerima stimulus; (3) diperlukan adanya perhatian sebagai langkah awal menuju
persepsi. Melalui proses selektif terhadap suatu rangsangan, seseorang dapat
mempunyai tanggapan atau pendapat tentang obyek tertentu. Dalam hal persepsi
dapat diukur dari proses memberikan nilai terhadap obyek tertentu dari orang
tersebut. Pengukuran persepsi dapat menggunakan lembar pertanyaan yang
bertujuan untuk memperoleh informasi/pandangan mengenai suatu masalah
melalui indera yang dimilikinya. Hasil pengukuran persepsi dapat berupa persepsi
yang benar atau salah (Winardi, 2002).
2.2 Konsep Dasar Metode Mengajar
2.2.1 Pengertian Metode Mengajar
Metode berasal dari Bahasa Yunani “Methodos’’ yang berarti cara atau
jalan yang ditempuh. Sehubungan dengan upaya ilmiah, maka metode
menyangkut masalah cara kerja untuk dapat memahami obyek yang menjadi
sasaran ilmu yang bersangkutan. Fungsi metode berarti sebagai alat untuk
mencapai tujuan. Metode harus sesuai dan selaras dengan karakteristik anak didik,
materi, kondisi lingkungan dimana pembelajaran berlangsung. Penggunaan atau
pemilihan suatu metode mengajar disebabkan oleh adanya beberapa faktor yang
harus dipertimbangkan antara lain: tujuan, karakteristik anak didik, situasi,
kondisi, kemampuan pribadi pendidik, sarana dan prasarana (Usman, 2004).
Mengajar adalah komunikasi antara dua orang atau lebih dimana antara
keduanya terdapat saling mempengaruhi melalui pemikiran-pemikiran mereka dan
belajar sesuatu dari interaksi tersebut. Mengajar adalah mengisi pikiran anak didik
dengan berbagai informasi dan pengetahuan tentang fakta untuk kegunaan pada
masa akan datang. Mengajar adalah proses dimana pendidik, anak didik,
kurikulum dan variabel lainnya disusun secara sistematis guna mencapai tujuan
yang telah ditetapkan. Mengajar adalah mendorong lahirnya motivasi untuk
belajar (Abdul Azis Wahab, 2012).
Mengajar adalah proses memberikan bimbingan atau bantuan kepada
mahasiswa dalam melakukan proses belajar. Dari konsep ini terlihat bahwa peran
seorang guru atau dosen adalah memimpin belajar (learning manager) dan
fasilitator belajar. Keterpaduan proses belajar anak didik dengan proses mengajar
pendidik
sehingga
terjadi
interaksi
belajar-mengajar
(terjadinya
proses
pembelajaran) harus melalui perencanaan dan pengaturan yang saksama (Sudjana,
2010).
Dalam arti luas, mengajar dapat diartikan sebagai suatu aktivitas
mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkan
dengan anak, sehingga terjadi proses belajar. Atau dikatakan, mengajar sebagai
upaya menciptakan kondisi yang kondusif untuk berlangsungnya kegiatan belajar
bagi para mahasiswa. Kondisi itu diciptakan sedemikian rupa sehingga membantu
perkembangan anak secara optimal baik jasmani maupun rohani, baik fisik
maupun mental (Sardiman, 2011)
Pengetahuan tentang metode-metode mengajar sangat diperlukan oleh para
pendidik, sebab berhasil atau tidaknya anak didik belajar sangat bergantung pada
tepat atau tidaknya metode mengajar yang digunakan oleh pendidik. Metode
mengajar adalah ilmu yang mempelajari cara-cara untuk melakukan aktivitas yang
tersistem dari sebuah lingkungan yang terdiri dari pendidik dan anak didik untuk
saling berinteraksi dalam melakukan suatu kegiatan, sehingga proses belajar
berjalan dengan baik dan tujuan pengajaran tercapai. Selain itu metode mengajar
dapat diartikan sebagai cara yang ditempuh sehubungan dengan upaya
penyampaian bahan pelajaran kepada anak didik yang menyangkut masalah cara
kerja untuk dapat memahami obyek yang menjadi sasaran ilmu yang
bersangkutan.
Secara garis besar metode mengajar dapat diklasifikasikan menjadi 2
bagian, yaitu: (1) metode mengajar konvensional, yaitu metode mengajar yang
lazim dipakai oleh guru atau disebut metode tradisional; (2) metode mengajar
inkonvesional, yaitu suatu teknik mengajar yang baru berkembang dan belum
lazim digunakan secara umum, seperti mengajar dengan modul, pengajaran
berprogram masih merupakan metode yang baru dikembangkan dan diterapkan di
sekolah tertentu yang mempunyai peralatan dan media yang lengkap serta guruguru yang ahli menanganinya. Pengetahuan tentang metode-metode mengajar
sangat diperlukan oleh para pendidik, sebab berhasil atau tidaknya anak didik
belajar sangat bergantung pada tepat atau tidaknya metode mengajar yang
digunakan oleh pendidik (Widya Wati, 2010). Dari beberapa sumber di atas
tentang metode pengajaran dapat disimpulkan bahwa metode mengajar adalah
cara kerja yang secara sistematis di gunakan dalam penyampaian pelajaran
sehingga proses belajar berjalan dengan baik dan tujuan pengajaran dapat tercapai.
2.2.2 Prinsip-Prinsip Metode Mengajar
Menurut Usman (2004), agar metode mengajar dapat efektif, maka setiap
metode harus mempunyai prinsip-prinsip sebagai berikut:
a. Metode tersebut harus memanfaatkan teori kegiatan mandiri. Belajar
merupakan akibat dari kegiatan anak didik. Pada dasarnya belajar itu berwujud
dari pengalaman, memberi reaksi, dan melakukan. Menurut prinsip ini
seseorang belajar melalui reaksi atau melalui kegiatan mandiri yang merupakan
landasan dari semua pembelajaran. Pengajaran harus dilaksanakan melalui
pembelajaran tangan pertama. Dengan kata lain, anak didik banyak
memperoleh pengalaman belajar.
b. Metode tersebut harus memanfaatkan hukum pembelajaran. Metode kegiatan
dalam pembelajaran berjalan dengan jalan tertib dan efisien sesuai dengan
hukum-hukum dasar yang mengatur pengoperasiannya. Hukum-hukum dasar
menyangkut kesiapan, latihan dan akibat, harus dipertimbangkan dengan baik
dalam segala jenis pembelajaran. Pembelajaran yang baik memberi kesempatan
terbentuknya motivasi, latihan, peninjauan kembali, penelitian, dan evaluasi.
c. Metode tersebut harus berawal dari apa yang sudah diketahui anak didik.
Memanfaatkan pengalaman masa lampau anak didik yang mengandung unsurunsur yang sama dengan unsur-unsur materi pembelajaran yang dipelajari akan
melancarkan pembelajaran. Hal tersebut dapat dicapai dengan sangat baik
melalui korelasi dan pembandingan. Pembelajaran akan dipermudah apabila
yang memulainya dari apa yang sudah diketahui peserta didik.
d. Metode tersebut harus didasarkan atas teori dan praktek yang terpadu dengan
baik yang bertujuan menyatukan kegiatan pembelajaran.
e. Metode tersebut harus memperhatikan perbedaan individual dan melalui
prosedur-prosedur yang sesuai dengan ciri-ciri pribadi, seperti kebutuhan,
minat serta kematangan mental dan fisik.
f. Metode harus merangsang kemampuan berpikir dan nalar para anak didik.
Prosedurnya harus memberikan peluang bagi kegiatan berpikir dan kegiatan
pengorganisasian yang saksama. Prinsip kegiatan mandiri sangat penting dalam
mengajar anak didik untuk bernalar.
g. Metode tersebut harus disesuaikan dengan kemajuan anak didik dalam hal
keterampilan, kebiasaan, pengetahuan, gagasan, dan sikap anak didik, karena
semua ini merupakan dasar dalam psikologi perkembangan.
h. Metode tersebut harus menyediakan bagi para anak didik pengalamanpengalaman belajar melalui kegiatan belajar yang banyak dan bervariasi.
Kegiatan-kegiatan yang banyak dan bervariasi tersebut diberikan untuk
memastikan pemahaman.
i. Metode tersebut harus menantang dan meningkatkan motivasi anak didik
kearah kegiatan-kegiatan yang menyangkut proses deferensiasi dan integrasi.
Proses penyatuan pengalaman sangat membantu dalam terbentuknya tingkah
laku terpadu. Ini paling baik dicapai melalui penggunaan metode pengajaran
terpadu.
j. Metode tersebut harus memberi peluang bagi anak didik untuk bertanya dan
menjawab pertanyaan dan memberi peluang pada guru atau dosen untuk
menemukan kekurangan-kekurangan agar dapat dilakukan perbaikan dan
pengayaan (remedial dan anrichment).
k. Kelebihan suatu metode dapat menyempurnakan kekurangan/kelemahan
metode lain. Metode tanya jawab, metode diskusi, metode demontrasi, metode
resitasi dan metode simulasi kesemuanya dapat digunakan untuk mendukung
kelemahan metode ceramah, kenyataan yang diterima secara umum bahwa
metode yang baik merupakan sintesa dari banyak metode atau prosedur. Hal ini
didasarkan atas prinsip bahwa pembelajaran terbaik terjadi apabila semakin
banyak indra yang dirangsang (Arief, Armai, 2002).
2.2.3 Bentuk-Bentuk Metode Mengajar
Menurut berbagai sumber, terdapat beberapa metode mengajar yang dapat
digunakan, antara lain:
a. Metode Ceramah
Metode ceramah adalah sebuah bentuk interaksi melalui penerangan secara
lisan dari pendidik kepada anak didik. Dalam pelaksanaan ceramah untuk
menjelaskan uraiannya, pendidik dapat menggunakan alat-alat bantu seperti
gambar dan audio visual lainya (Sagala, 2009:201).
Metode ceramah adalah metode yang paling banyak digunakan dalam
proses
mengajar.
Biasanya
sebelum
menggunakan
metode
lain
dalam
pembelajaran, pendidik menggunakan metode ceramah terlebih dahulu sebgai
pengantar. Ada beberapa keunggulan metode ceramah: (1) cepat untuk
menyampaikan informasi; (2) dapat menyampaikan informasi dalam jumlah
banyak dengan waktu singkat kepada sejumlah besar pendengar. Menurut Sagala
(2009; 202) agar ceramah menjadi metode yang baik hendaknya diperhatikan: (1)
digunakan jika jumlah khalayak cukup ramai; (2) dipakai jika pendidik akan
memberikan materi pelajaran baru; (3) dipakai jika khalayaknya telah mampu
menerima informasi melalui kata-kata; (4) sebaiknya diselingi oleh penjelasan
melalui gambar dan alat-alat visual lainnya; (5) sebelum ceramah dimulai,
sebaiknya pendidik berlatih dalam memberikan ceramah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi mahasiswa akan
menurun dengan cepat setelah mahasiswa mendengarkan ceramah lebih dari 20
menit secara terus-menerus. Disamping itu masih ada beberapa kelemahan metode
ceramah seperti:
1
Komunikasi yang terjadi hanya satu arah. Akibatnya apabila metode ini
diterapkan secara murni, mahasiswa menjadi pasif karena tidak diberi
kesempatan untuk menyampaikan pendapat atau bertanya.
2
Dosen mengalami kesukaran untuk memenuhi kebutuhan individual
pendengar yang heterogen. Mahasiswa yang kecepatan belajarnya lambat akan
mengalami kesukaran menerima pengetahuan baru jika dosen mengajar terlalu
cepat. Sebaliknya mahasiswa yang kecepatan belajarnya cepat akan menjadi
bosan. Akibatnya perbedaan yang terjadi di antara mahasiswa akan menjadi
semakin besar bila dosen hanya mementingkan penyampaian informasi
secepatnya tanpa memperhatikan kebutuhan dan kecepatan belajar individu.
3
Mahasiswa tidak diberi kesempatan untuk berpikir dan berperilaku kreatif.
Pengajaran tidak berpusat pada mahasiswa, tetapi pada dosen. Akibatnya
mahasiswa menjadi pasif dan cenderung cepat merasa bosan.
Agar dosen dapat memanfaatkan keunggulan metode ceramah dan
sekaligus mengurangi kelemahan metode ceramah, sebaiknya diterapkan alternatif
kombinasi metode ceramah dengan metode mengajar yang lain.
b. Metode Tanya Jawab
Metode tanya jawab yaitu penyampaian pelajaran dengan cara dosen
mengajukan pertanyaan dan mahasiswa menjawab atau penyajian pelajaran dalam
bentuk pertanyaan yang harus dijawab, terutama dari pendidik kepada anak didik
atau dapat juga sebaliknya. Adapun keunggulan dari metode ini, seperti: (1)
situasi kelas akan hidup karena anak-anak aktif berpikir dan menyampaikan buah
pikiran; (2) melatih agar anak berani mengungkapkan pendapatnya dengan lisan;
(3) timbulnya perbedaan pendapat diantara anak didik akan menghangatkan
proses diskusi dengan lisan secara teratur; (4) mendorong anak didik lebih aktif
dan sungguh-sungguh; (5) merangsang anak didik untuk melatih dan
mengembangkan
daya
pikir;
(6)
mengembangkan
keberanian
dan
(7)
keterampilan anak didik dalam menjawab dan mengemukakan pendapat.
Sedangkan untuk kelemahan dari metode ini, antara lain: (1) memakan waktu
lama; (2) mahasiswa merasa takut apabila dosen kurang mampu mendorong
mahasiswanya untuk berani menciptakan suasana yang santai dan bersahabat; (3)
tidak mudah membuat pertanyaan sesuai dengan tingkat berpikir mahasiswa
(Usman, 2004).
c. Metode Diskusi
Metode diskusi adalah proses melibatkan dua orang anak atau lebih
untuk berinteraksi saling bertukar pendapat, dan saling mempertahankan pendapat
dalam pemecahan masalah sehingga didapatkan kesepakatan diantara mereka.
Metode diskusi kelas memunkinkan adanya interaksi antara dosen dengan
mahasiswa. Dengan metode diskusi, dosen dapat membaca pikiran mahasiswa
tentang konsep yang baru dipelajarinya. Reaksi atau emosi mahasiswa terhadap
konsep tersebut dapat diamati untuk melihat kesiapan mereka menerima inovasi
atau konsep baru. Metode diskusi baru dapat berjalan dengan baik bila mahasiswa
telah memiliki pengalaman atau konsep dasar tentang masalah yang akan
didiskusikan. Maka metode ceramah dapat dimanfaatkan untuk menerangkan teori
atau konsep sebelum diskusi dilaksanakan. Urutan metode ini tidak mengharuskan
didahului dengan ceramah terlebih dahulu dan dapat disesuaikan dengan kondisi
pembelajaran. Cara ini memungkinkan dosen untuk memulai pengajaran dari
pengetahuan yang telah dimiliki mahasiswa sehingga konsep baru menjadi lebih
mudah dipelajari bagi mahasiswa (Taniredja, 2012).
Menurut Mc. Keachie-Kulik dari hasil penelitiannya, dibanding metode
ceramah, metode diskusi dapat meningkatkan anak dalam pemahaman konsep dan
keterampilan memecahkan masalah. Tetapi dalam transformasi pengetahuan,
penggunaan metode diskusi hasilnya lambat dibanding penggunaan ceramah.
Sehingga metode ceramah lebih efektif untuk meningkatkan kuantitas
pengetahuan anak daripada metode diskusi.
Metode diskusi dalam proses pembelajaran mempunyai tujuan, antara lain:
(1) melibatkan mahasiswa sebagai bagian komponen sistem, (2) menstimulasi dan
memotivasi mahasiswa, (3) melatih mahasiswa agar kritis dalam menganalisa, dan
(4) mengembangkan kemampuan bekerja sama.
Menurut Suryosubroto dalam Taniredja, 2012 mengatakan bahwa metode
diskusi juga memiliki beberapa kelemahan yang sebelumnya hendaknya dapat
diantisipasi, seperti: (1) tidak dapat diramalkan sebelumnya mengenai bagaimana
hasilnya sebab tergantung kepada kepemimpinana anak didik dan partispasi
anggotanya; (2) memerlukan keterampilan-keterampilan tertentu yang belum
pernah dipelajari sebelumnya; (3) jalannya diskusi dapat dikuasai atau didominasi
oleh beberapa mahasiswa yang menonjol; (4) tidak semua topik dapat dijadikan
pokok diskusi, tetapi hanya hal-hal yang bersifat problematik saja yang dapat
didiskusikan; (5) diskusi yang mendalam perlu waktu yang banyak, (6) apabila
suasana diskusi hangat dan mahasiswa sudah berani mengemukakan buah pikiran
mereka, biasanya sulit untuk membatasi pokok masalahnya, (7) sering terjadi
dalam diskusi mahasiswa kurang berani mengemukakan pendapatnya; (8) jumlah
mahasiswa di dalam kelas yang terlalu besar akan mempengaruhi kesempatan
setiap mahasiswa untuk mengemukakan pendapatnya.
d. Metode Demonstrasi
Metode demonstrasi adalah metode pengajaran yang digunakan dengan
cara memperagakan barang, kejadian, aturan dan urutan melakukan suatu
kegiatan, baik secara langsung maupun menggunakan metode pengajaran yang
relevan dengan pokok bahasan atau materi yang sedang disajikan. Adapun
kelebihan dari metode demonstrasi, seperti: (1) perhatian mahasiswa dapat lebih
dipusatkan; (2) proses belajar mahasiswa lebih terarah pada materi yang sedang
dipelajari; (3) pengalaman dan kesan sebagai hasil pembelajaran lebih melekat
dalam diri mahasiswa. Sedangkan untuk kelemahan dari metode ini, seperti: (1)
mahasiswa kadang kala sukar melihat dengan jelas benda yang diperagakan; (2)
tidak semua benda dapat didemonstrasikan; (3) sukar dimengerti jika
didemonstrasikan
oleh
pengajar
yang
kurang
menguasai
apa
yang
didemonstrasikan (Simamora, Roymond, 2009).
2.2.4 Kinerja Dosen Dalam Proses Belajar-Mengajar
Hamzah B. Uno (2008:18), menjabarkan kinerja dosen kedalam tiga
kategori, yaitu: kemampuan profesional, kemampuan sosial, dan kemampuan
personal. Penjelasan mengenai ketiga kategori tersebut, sebagai berikut:
a. Kemampuan Profesional
Kemampuan profesional seorang pengajar dapat diukur dari kemampuan
seseorang tersebut dalam hal penguasaan materi, sistematika penyajian materi,
metode mengajar, kesiapan materi pembelajaran, kemampuan membuat dan
menggunakan media pengajaran, serta kemampuan mengatur ruang belajar.
b. Kemampuan Sosial
Dalam proses belajar-mengajar di kelas, dosen diharapkan mampu
berinteraksi sosial dengan baik, yang diidentifikasikan sebagai kemampuan
menciptakan suasana kondusif dalam belajar, membangkitkan motivasi belajar
mahasiswa, membuat batas hubungan yang tepat dengan mahasiswa, memberikan
kebebasan bertanya dan berpendapat kepada mahasiswa, menghargai mahasiswa,
tidak membeda-bedakan status mahasiswa, bersikap adil, memberikan feedback
untuk setiap tugas yang diberikan, serta memberikan kesempatan mahasiswa
untuk mengekspresikan perasaannya.
c. Kemampuan Personal
Kemampuan personal dari seorang dosen dicirikan dengan sikap
kepribadian yang mantap, luasnya pengetahuan dan wawasan yang berkaitan
dengan bahan ajar, ketepatan cara berbicara sehingga menarik perhatian peserta
didiknya, bersemangat serta bergairah dalam mengajar, kerapian penampilan fisik,
kemampuan mengendalikan diri saat marah, luwes dan fleksibel, selera humor
baik, jujur dalam mengakui keterbatasan pengetahuan, mampu memberikan kritik
ataupun saran membangun, mampu menerima kritik dari mahasiswa, menciptakan
kreativitas dalam belajar, serta pemilihan bahasa dalam proses belajar-mengajar
(Hamzah B. Uno, 2008:69).
2.2.5 Karakteristik Pengajar yang Efektif dalam Mengajar
Menurut Elliot et al. (2000:6), mengidentifikasikan beberapa karakter yang
efektif dalam mengajar, sebagai berikut:
a. Mampu menggunakan bahasa sebagai media penyampaian materi yang
menarik. Jika pengajar mampu menarik perhatian dalam menyarnpaikan ide-ide
mereka, akan menggugah motivasi belajar para peserta didiknya.
b. Menguasai materi penbelajaran, sehingga pengajar tidak hanya dapat
menyajikan fakta-fakta maupun teori tetapi juga cara berpikir melalui materi
pembelajaran yang disampaikan.
c. Mampu
menghubungkan
antara
pengetahuan
yang
dikuasai
dengan
kepentingan peserta didiknya mtuk menguasai materi, sehingga memunculkan
ketertarikan, pemahaman serta pengganaan materi yang diberikan oleh pengajar.
2.2.6 Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Metode Pengajaran
Terdapat faktor-faktor yang dapat mempengaruhi metode pengajaran,
seperti: (a) tujuan yang berbagai jenis dan fungsinya; (b) anak didik dan berbagai
macam tingkat kematangannya; (c) situasi yang berbagai macam kualitas
keadaannya; (d) fasilitas yang berbagai macam kualitas dan kuantitasnya; (e)
pribadi pengajar atau dosen serta kemampuan profesionalnya yang berbeda-beda.
Menurut penelitian Hermawati (2010), keberhasilan seorang dosen dalam
proses belajar-mengajar harus didukung oleh kemampuan pribadinya yang
meliputi:
a. Kemantapan dan integritas pribadi
Seorang dosen dituntut untuk dapat bekerja secara teratur dan konsisten,
tetapi kreatif dalam menghadapi pekerjaannya sebagai dosen. Kemantapannya
dalam bekerja hendaknya menjadi karakteristik pribadinya sehingga pola hidup
seperti ini terhayati oleh mahasiswa. Kemantapan dan integritas pribadi tidak
terjadi dengan sendirinya, melainkan tumbuh melalui proses belajar yang sengaja
diciptakan. Melalui kemantapan pribadi dan integritas yang tinggi maka setiap
permasalahan yang dihadapi akan terpecahkan dan akan berpengaruh terhadap
proses belajar-mengajar.
b. Peka terhadap perubahan dan pembaharuan
Dosen harus peka terhadap perubahan yang sedang berlangsung di
perguruan tinggi maupun yang sedang berlangsung disekitarnya. Hal ini
dimaksudkan agar kegiatan yang dilakukan oleh perguruan tinggi tetap konsisten
dengan kebutuhan lingkungan sekitar dan tidak ketinggalan zaman. Pembaharuan
terhadap pengetahuan kependidikan merupakan suatu upaya lembaga pendidikan
menjembatani masa sekarang dengan masa yang akan datang dengan jalan
memperkenalkan program kurikulum atau metodologi pengajaran yang baru.
c. Berpikir alternatif
Dosen harus mampu berpikir dan mampu memecahkan masalah yang
dihadapi dalam proses perkuliahan. Dosen juga harus mampu memberikan
alternatif jawaban dan memilih salah satu dari alternatif tersebut untuk kelancaran
proses perkuliahan.
d. Adil, jujur dan obyektif
Seorang dosen harus adil, jujur dan obyektif dalam menilai mahasiswa
dalam proses perkuliahan. Adil diartikan sebagai kemampuan menempatkan
sesuatu pada tempatnya. Jujur adalah tulus ikhlas dan menjalankan fungsinya
sebagai dosen, sesuai dengan peraturan dan norma-norma yang berlaku. Obyektif
artinya benar-benar menjalankan aturan dan kriteria yang telah ditetapkan.
e. Berdisiplin dalam melaksanakan tugas
Pengertian disiplin dalam pendidikan adalah keadaan tenang dan
keteraturan sikap dan keteraturan tindakan. Disiplin merupakan salah satu alat
untuk mencapai tujuan pendidikan.
f. Ulet dan tekun bekerja
Keuletan dan ketekunan dalam bekerja tanpa pamrih merupakan hal yang
harus dimiliki oleh dosen. Dosen tidak akan putus asa apabila menghadapi
kegagalan dan terus berusaha untuk mengatasinya.
g. Berusaha memperoleh hasil kerja yang sebaik-baiknya
Agar dapat mencapai hasil kerja yang baik, seorang dosen harus
meningkatkan
diri,
mencari
cara-cara
baru,
menjaga
semangat
kerja,
mempertahankan dedikasi dan loyalitas yang tinggi agar mutu pendidikan selalu
meningkat, pengetahuan umum yang dimiliki selalu bertambah.
h. Simpatik dan menarik, luwes, bijaksana dan sederhana dalam bertindak
Dosen harus simpatik dan menarik dalam menerangkan materi perkuliahan
agar disenangi oleh para mahasiswa. Keluwesan juga harus dimiliki oleh dosen
karena dengan sifat ini dosen akan mampu berkomunikasi dengan baik.
Kebijaksanaan dan kesederhanaan akan menjalin keterkaitan antara dosen dan
mahasiswa.
Keterikatan
tersebut
akan
membuat
seorang
dosen
dapat
mengendalikan proses belajar-mengajar yang diselenggarakannya.
i. Bersifat terbuka
Dosen harus siap setia saat untuk mendiskusikan apapun dengan
lingkungan tempatnya bekerja, baik dengan mahasiswa, orang tua, rekan kerja
atau dengan masyarakat sekitar kampus. Dosen diharapkan dapat menampung
aspirasi berbagai pihak, bersedia menjadi pendukung dan terus berusaha
meningkatkan serta memperbaiki suasana kehidupan perguruan tinggi berdasarkan
kebutuhan dan tuntutan dari berbagai pihak.
j. Berwibawa
Seorang dosen harus menjadi role model bagi para mahasiswanya. Dosen
harus dapat bekerja dengan baik, berdisiplin dan tertib dalam melakukan
pekerjaan. Dengan demikian mahasiswa akan taat dan patuh pada peraturan yang
berlaku sesuai dengan apa yang telah dijelaskan oleh dosen.
2.2.7 Hubungan Antara Pengajar dan Peserta Didik
Untuk mendapatkan hasil belajar yang optimal, banyak dipengaruhi
komponen-komponen
belajar-mengajar.
Sebagai
contoh
bagaimana
cara
mengorganisasikan materi, metode yang diterapkan, media yang digunakan, dan
lain-lain. Tetapi disamping komponen-komponen pokok yang ada dalam kegiatan
belajar-mengajar, ada faktor lain yang ikut mempengaruhi keberhasilan peserta
didik, yaitu soal hubungan antara pengajar dan peserta didik.
Hubungan pengajar dengan peserta didik di dalam proses belajar-mengajar
merupakan faktor yang sangat menentukan. Jika hubungan pengajar dan peserta
didik tidak harmonis, maka dapat menciptakan suatu hasil yang tidak diinginkan.
Dalam hubungan ini, salah satu cara untuk mengatasinya adalah melalui contacthours didalam hubungan guru-siswa. Contact-hours atau jam-jam bertemu antara
guru-siswa, pada hakikatnya merupakan kegiatan di luar jam-jam presentasi di
muka kelas seperti biasanya. Untuk tingkat perguruan tinggi peranan contacthours ini sangat penting sekali.
Perlu digarisbawahi bahwa kegiatan belajar-mengajar, tidak hanya melalui
presentasi atau sistem kuliah di depan kelas. Bahkan sementara dikatakan bahwa
metode dengan kuliah (presentasi) tidaklah dianggap sebagai satu-satunya proses
belajar yang efisien bila ditinjau baik dari segi pengembangan sikap dan pikiran
intelektual yang kritis dan kreatif. Dengan demikian bentuk-bentuk kegiatan
belajar selain melalui pengajaran di depan kelas, perlu diperhatikan bentuk-bentuk
kegiatan belajar-mengajar yang lain. Cara-cara atau bentuk-bentuk belajar yang
lain itu antara lain dapat melalui dengan contact-hours. Dalam saat-saat semacam
iu dapat dikembangkan komunikasi dua arah. Dosen dapat menanyakan keadaan
mahasiswanya dan begitu juga sebaliknya mahasiswa dapat mengajukan berbagai
persoalan-persoalan dan hambatan yang sedang dihadapi. Terjadilah suatu proses
interaksi dan komunikasi yang humanistic.
Pengajar yang menerapkan prinsip-prinsip humanistic approach akan
tergolong pada humanistic teacher. Hal ini jelas akan sangat membantu
keberhasilan studi peserta didiknya. Berhasil dalam arti tidak sekadar tahu atau
mendapatkan nilai baik dalam ujian, tetapi akan menyentuh pada soal sikap
mental dan tingkah laku atau hal-hal yang intrinsik. Dengan demikian, tujuan
kemanusiaan harus selalu diperhatikan, sehingga salah satu hasil pendidikan yang
diharapkan yakni human people, manusia yang memiliki kesadaran untuk
memperlakukan orang lain dengan penuh respect dan dignity.
Namun demikian harus diakui bahwa kegiatan informal semacam itu
belum banyak dikembangkan. Di samping itu perlu juga diingat adanya hambatanhambatan tertentu. Misalnya kadang-kadang masih adanya sikap otoriter dari
pengajar, sikap tertutup dari pengajar, peserta didik yang pasif, jumlah mahasiswa
yang terlalu besar, sistem pendidikan keadaan dan latar belakang pengajar sendiri
maupun peserta didiknya.
Untuk mengatasi itu semua perlu dikembangkan sikap demokratis dan
terbuka dari para pengajar perlu ada keaktifan dari pihak peserta didik dan
pengajar harus bersikap ramah sebaliknya peserta didik juga harus bersifat sopan,
saling hormat-menghormati, rasio dosen dan mahasiswa yang lebih proporsional,
masing-masing pihak bila perlu mengetahui latar belakang baik dosen maupun
mahasiswa. Apabila hal-hal tersebut dapat terpenuhi, maka akan terciptalah suatu
komunikasi yang selaras antara dosen dan mahasiswa dalam proses belajarmengajar.
2.3 Konsep Dasar Motivasi Belajar
2.3.1 Pengertian Motivasi Belajar
Berawal dari kata “motif” inilah, maka motivasi adalah daya penggerak
yang telah menjadi aktif, motif menjadi aktif pada saat-saat tertentu terutama bila
kebutuhan untuk mencapai tujuan sangat dirasakan atau mendesak (Sardiman,
2011).
Motivasi yang diartikan sebagai kekuatan yang berasal dari dalam diri
individu akan menyebabkan individu tersebut bertindak dan berbuat. Motivasi
belajar adalah masalah yang kompleks dalam organisasi karena kebutuhan dan
keinginan setiap anggota suatu organisasi adalah unik secara biologis maupun
psikologis dan berkembang atas dasar proses belajar yang berbeda pula (Uno,
2009:39)
"Dalam kegiatan belajar, motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya
penggerak didalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang
menjamin kelangsungan kegiatan belajar dan yang memberikan arah kegiatan
belajar sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subyek belajar itu dapat
tercapai" (Sardiman, 2011).
Menurut Mc. Donald dalam Hamalik (2009), motivasi adalah perubahan
energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya “feeling” dan
didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan. Dari pengertian yang
dikemukakan oleh Mc. Donald ini mengandung tiga elemen penting, yaitu:
a. Bahwa motivasi itu mengawali terjadinya perubahan energi pada diri setiap
individu manusia. Perkembangan motivasi akan membawa beberapa perubahan
energi di dalam sistem “neurophysiological” yang ada pada diri manusia.
Karena menyangkut perubahan energi manusia (walaupun motivasi itu muncul
dari dalam diri manusia), akan tampak menyangkut kegiatan fisik manusia.
b. Motivasi ditandai dengan munculnya, rasa atau “feeling”, afeksi seseorang.
Dalam hal ini motivasi relevan dengan persoalan-persoalan kejiwaan, afeksi
dan emosi yang dapat menentukan tingkah laku manusia.
c. Motivasi akan dirangsang karena adanya tujuan. Jadi motivasi dalam hal ini
sebenarnya merupakan respons dari suatu aksi, yaitu tujuan. Motivasi memang
muncul
dari
dalam
diri
manusia,
tetapi
kemunculannya
karena
terangsang/terdorong oleh adanya unsur lain, dalam hal ini adalah tujuan.
Dengan ketiga elemen di atas, maka dapat dikatakan bahwa motivasi itu
sebagai sesuatu yang kompleks. Motivasi akan menyebabkan terjadinya suatu
perubahan energi yang ada pada diri manusia, sehingga akan berlanjut dengan
persoalan gejala kejiwaan, perasaan dan juga emosi, untuk kemudian bertindak
atau melakukan sesuatu. Semua ini didorong karena adanya tujuan, kebutuhan
atau keinginan (Sardiman, 2011).
Ada empat komponen utama dalam motivasi belajar yaitu kebutuhan,
dorongan, tujuan dan incentive. Kebutuhan terjadi bila individu merasa ada
ketidakseimbangan antara apa yang dimiliki dan apa yang diharapkan, kebutuhan
cenderung permanen dalam diri seseorang yang menimbulkan dorongan untuk
melakukan suatu tindakan untuk mencapai tujuan; dorongan merupakan kekuatan
mental untuk melakukan kegiatan dalam rangka memenuhi harapan; tujuan adalah
hal yang dicapai oleh seorang individu, artinya tujuanlah yang mengarahkan
perilaku seseorang itu sedangkan incentive yaitu hal-hal yang disediakan oleh
lingkungan dengan maksud merangsang individu untuk bekerja lebih giat dan
baik, misalnya hadiah dan harapan (Hamalik, 2008:108)
Jadi, motivasi belajar adalah sesuatu hal yang dapat membuat seseorang
untuk berbuat demi mencapai tujuan. Seluruh daya penggerak didalam diri
individu yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari
kegiatan belajar dan yang memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan
yang hendak dicapai oleh subyek belajar dapat tercapai.
2.3.2 Kebutuhan dan Teori Tentang Motivasi
Teori tentang motivasi yang dapat mendorong seseorang untuk melakukan
suatu aktivitas adalah “biogenic theories” dan “sociogenic theories”. “Biogenic
theories” yang menyangkut proses biologis lebih menekankan pada mekanisme
pembawaan biologis, seperti: insting dan kebutuhan-kebutuhan biologis.
Sementara itu yang “sociogenic theories” lebih menekankan adanya pengaruh
pengaruh kebudayaan/kehidupan masyarakat. Dari kedua pandangan itu dalam
perkembangannya akan menyangkut persoalan-persoalan insting, fisiologis,
psikologis dan pola-pola kebudayaan (Sardiman, 2011).
Hal ini menunjukkan bahwa seseorang melakukan aktivitas karena
didorong oleh adanya faktor-faktor, kebutuhan biologis, insting, dan mungkin
unsur-unsur kejiwaan yang lain serta adanya pengaruh perkembangan budaya
manusia. Dalam persoalan ini Skiner lebih cenderung merumuskan dalam bentuk
mekanisme stimulus dan respons. Mekanisme hubungan stimulus dan respons
inilah akan memunculkan suatu aktivitas (Sardiman, 2011).
Jika hal ini dikaitkan dengan kegiatan belajar, maka menciptakan kondisi
atau suatu proses yang mengarahkan mahasiswa untuk melakukan aktivitas
belajar. Dalam hal ini sudah barang tentu peran dosen sangat penting. Untuk dapat
belajar dengan baik diperlukan proses dan motivasi yang baik pula. Dalam hal ini
perlu ditegaskan bahwa motivasi tidak pernah dikatakan baik, apabila tujuan yang
diinginkan juga tidak baik. Sebagai contoh kalau motif yang timbul untuk suatu
perbuatan belajar itu, karena rasa takut akan hukuman, maka faktor-faktor tersebut
dilibatkan kedalam situasi belajar akan menyebabkan kegiatan belajar menjadi
kurang efektif dan hasilnya kurang permanen/tahan lama, kalau dibandingkan
dengan perbuatan belajar yang didiukung oleh suatu motif yang menyenangkan.
Sehingga dalam kegiatan itu kalau tidak melalui proses dengan didasari motif
yang baik, atau mungkin karena rasa takut, terpaksa atau sekedar seremonial; jelas
akan menghasilkan hasil belajar yang semu dan tidak tahan lama (Sardiman,
2011).
Memberikan
motivasi
kepada
mahasiswa,
berarti
menggerakkan
mahasiswa untuk melakukan sesuatu atau ingin melakukan sesuatu. Pada tahap
awalnya akan menyebabkan subyek merasa ada kebutuhan dan ingin melakukan
sesuatu kegiatan belajar. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, bahwa seseorang
melakukan aktivitas itu didorong oleh adanya faktor-faktor kebutuhan biologis,
insting, unsur-unsur kejiwaan yang lain serta adanya pengaruh perkembangan
budaya manusia. Sebenarnya semua faktor tersebut tidak dapat dipisahkan dari
soal kebutuhan, kebutuhan dalam arti luas, baik kebutuhan yang bersifat biologis
maupun psikologis. Dengan demikian, dapatlah ditegaskan bahwa motivasi, akan
selalu berkaitan dengan soal kebutuhan. Sebab seseorang akan terdorong
melakukan sesuatu bila merasa ada suatu kebutuhan (Sardiman, 2011).
Kebutuhan ini timbul karena adanya keadaan yang tidak seimbang, tidak
serasi atau rasa ketegangan yang menuntut suatu kepuasan. Jika sudah seimbang
dan terpenuhi pemuasannya berarti tercapailah suatu kebutuhan yang diinginkan.
Keadaan tidak seimbang atau adanya rasa tidak puas itu, diperlukan motivasi yang
tepat. (Sardiman, 2011).
Menurut Morgan dan ditulis kembali oleh S. Nasution (dalam Sardiman,
2011), manusia hidup dengan memiliki berbagai kebutuhan, antara lain:
a. Kebutuhan untuk berbuat sesuatu untuk suatu aktivitas
Hal ini sangat penting bagi seseorang, karena perbuatan sendiri itu
mengandung suatu kegembiraan baginya. Sesuai dengan konsep ini, bagi orang
tua yang memaksa anak untuk diam dirumah saja adalah bertentangan dengan
hakikat anak. Hal ini dapat dihubungkan dengan suatu kegiatan belajar bahwa
pekerjaan atau belajar itu akan berhasil kalau disertai dengan perasaan yang
bahagia.
b. Kebutuhan untuk menyenangkan orang lain
Banyak orang yang dalam kehidupannya memiliki motivasi untuk berbuat
sesuatu demi kesenangan orang lain. Harga diri seseorang dapat dinilai dari
berhasil tidaknya usaha memberikan kesenangan pada orang lain. Hal ini sudah
barang tentu merupakan kepuasan dan kebahagiaan tersendiri bagi orang yang
melakukan kegiatan tersebut. Konsep ini dapat diterapkan pada berbagai kegiatan,
misalnya anak-anak itu rela belajar apabila diberikan motivasi untuk melakukan
sesuatu kegiatan belajar untuk orang yang disukainya, misalnya belajar demi
orang tua.
c. Kebutuhan untuk mencapai hasil
Kegiatan belajar akan berhasil baik, jika disertai dengan pujian. Aspek
pujian ini merupakan dorongan bagi seseorang untuk bekerja dan belajar dengan
giat. Apabila usaha belajar itu tidak dihiraukan orang lain, guru, dosen atau orang
tua misalnya, boleh jadi kegiatan anak menjadi berkurang. Dalam kegiatan
belajar-mengajar istilahnya perlu dikembangkan unsur reinforcement. Pujian atau
reinforcement ini harus diberi kesempatan seluas-luasnya untuk melakukan
sesuatu dengan hasil yang optimal. Dalam kegiatan belajar-mengajar itu harus
dimulai dari yang mudah atau sederhana dan bertahap menuju sesuatu yang
semakin sulit atau kompleks.
d. Kebutuhan untuk mengatasi kesulitan
Suatu kesulitan atau hambatan misalnya kecacatan, mungkin dapat
menimbulkan rasa rendah diri, tetapi hal ini menjadi dorongan untuk mencari
kompensasi dengan usaha yang tekun dan luar biasa, sehingga tercapai
kelebihan/keunggulan dalam bidang tertentu. Sikap seseorang terhadap kesulitan
atau hambatan ini sebenarnya banyak bergantung pada keadaan dan sikap
lingkungan. Sehubungan dengan ini maka peranan motivasi sangat penting dalam
upaya menciptakan kondisi-kondisi tertentu yang lebih kondusif bagi mereka
untuk berusaha agar memperoleh keunggulan.
Kebutuhan manusia seperti telah dijelaskan sebelumnya senantiasa akan
selalu berubah. Begitu juga motif, motivasi yang selalu berubah-ubah atau bersifat
dinamis, sesuai dengan keinginan dan perhatian manusia. Relevan dengan soal
kebutuhan itu maka timbullah teori tentang motivasi (Sardiman, 2011).
Teori tentang motivasi ini lahir dan awal perkembangannya ada
dikalangan para psikolog. Menurut ahli ilmu jiwa, dijelaskan bahwa dalam
motivasi itu ada suatu hierarki, maksudnya motivasi itu ada tingkatantingkatannya, yakni dari bawah ke atas. Dalam hal ini ada beberapa teori tentang
motivasi yang selalu berkaitan dengan soal kebutuhan, yaitu: (1) kebutuhan
fisiologis; (2) kebutuhan akan keamanan (security); (3) kebutuhan akan cinta dan
kasih; (4) kebutuhan untuk mewujudkan diri sendiri (Sardiman, 2011).
Disamping itu ada teori-teori lain yang perlu diketahui, antara lain:
a. Teori insting
Menurut teori ini tindakan setiap diri manusia diasumsikan seperti tingkah
jenis binatang. Tindakan manusia itu dikatakan selalu berkaitan dengan insting
atau pembawaan. Dalam memberikan respon terhadap adanya kebutuhan seolaholah tanpa dipelajari. Tokoh dari teori ini adalah Mc. Dougall.
b. Teori fisiologis
Teori ini juga disebutnya “behaviour theories”. Menurut teori ini semua
tindakan manusia itu berakar pada usaha memenuhi kepuasan dan kebutuhan
organik atau kebutuhan untuk kepentingan fisik. Atau disebut sebagai kebutuhan
primer, seperti: kebutuhan tentang makanan, minuman, udara dan lain-lain yang
diperlukan untuk kepentingan tubuh seseorang. Dari teori inilah muncul
perjuangan hidup, perjuangan untuk mempertahankan hidup, struggle for survival.
c. Teori psikoanalitik
Teori ini mirip dengan teori insting, tetapi lebih ditekankan pada unsurunsur kejiwaan yang ada pada diri manusia. Bahwa setiap tindakan manusia
karena adanya unsur pribadi manusia yakni id dan ego. Tokoh dari teori ini adalah
Freud.
Selanjutnya untuk melengkapi uraian mengenai makna dan teori tentang
motivasi itu, perlu dikemukakan adanya beberapa ciri motivasi. Motivasi yang ada
pada diri setiap orang itu memiliki ciri-ciri sebagai berikut: (a) tekun menghadapi
tugas; (b) ulet menghadapi kesulitan; (c) tidak memerlukan dorongan dari luar
untuk berprestasi sebaik mungkin; (d) menunjukkan minat terhadap bermacam-
macam masalah; (e) lebih senang bekerja mandiri; (f) cepat bosan pada tugastugas yang rutin; (g) dapat mempertahankan pendapatnya; (h) tidak mudah
melepaskan hal yang diyakininya; (i) senang mencari dan memecahkan masalah
soal-soal (Sardiman, 2011).
Apabila seseorang memiliki ciri-ciri seperti di atas, berarti orang tersebut
selalu memiliki motivasi yang cukup kuat. Ciri-ciri motivasi seperti itu akan
sangat penting dalam kegiatan belajar-mengajar. Hal-hal itu semua harus
dipahami benar oleh dosen, agar dalam berinteraksi dengan mahasiswa dapat
memberikan motivasi yang tepat dan optimal (Sardiman, 2011).
2.3.3 Fungsi Motivasi Dalam Belajar
Menurut Sardiman (2011:84), dalam belajar sangat diperlukan adanya
motivasi. “Motivation is an essential condition of learning”. Makin tepat motivasi
yang diberikan, akan makin berhasil pula pembelajaran itu. Jadi motivasi akan
senantiasa menentukan intesitas usaha belajar bagi para mahasiswa. Perlu
ditegaskan, bahwa motivasi bertalian dengan suatu tujuan. Dengan demikian,
motivasi mempengaruhi adanya kegiatan. Sehubungan dengan hal tersebut ada
tiga fungsi motivasi:
a. Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau motor yang
melepaskan energi. Motivasi dalam hal ini merupakan motor penggerak dari
setiap kegiatan yang akan dikerjakan (Sardiman.
b. Menentukan arah perbuatan, yaitu kearah tujuan yang hendak dicapai. Dengan
demikian motivasi dapat memberikan arah dan kegiatan yang harus dikerjakan
sesuai dengan rumusan tujuannya.
c. Menyeleksi perbuatan, yaitu menentukan perbuatan-perbuatan apa saja yang
harus dikerjakan guna mencapai tujuan, dengan menyisihkan perbuatan-perbuatan
yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut.
2.3.4 Macam-Macam Motivasi
Menurut Sardiman (2011:86), motivasi dilihat dari dasar pembentukannya,
antara lain:
a. Motif-motif bawaan
Motif bawaan adalah motif yang dibawa sejak lahir, jadi motivasi itu ada
tanpa dipelajari. Sebagai contoh misalnya: dorongan untuk makan, dorongan
untuk bekerja, dorongan untuk beristirahat, dan lain-lain. Motif-motif ini
seringkali disebut motif-motif yang diisyaratkan secara biologis.
b. Motif-Motif yang Dipelajari
Motif-motif yang dipelajari adalah motif-motif yang timbul karena
dipelajari. Sebagai contoh: dorongan untuk belajar suatu cabang ilmu
pengetahuan, dorongan untuk mengajar sesuatu di dalam masyarakat. Motif-motif
ini seringkali disebut dengan motif-motif yang diisyaratkan secara sosial. Sebab
manusia hidup dalam lingkungan sosial dengan sesama manusia lain, sehingga
motivasi itu dapat terbentuk. Frandsen mengistilahkan dengan affiliative needs.
Sebab justru dengan kemampuan berhubungan, kerja sama di dalam masyarakat
tercapailah suatu kepuasan diri. Untuk itulah manusia perlu mengembangkan
sifat-sifat kooperatif, membina hubungan baik dengan sesama, apalagi orang tua
dan dosen. Dalam kegiatan belajar-mengajar, hal ini dapat membantu dalam usaha
mencapai prestasi (Sardiman, 2011).
Disamping itu Frandsen (dalam Sardiman, 2011:87), masih menambahkan
jenis-jenis motif berikut ini:
a. Cognitive motives
Motif ini menunjuk pada gejala intrinsik, yakni menyangkut kepuasan
individual. Kepuasan individual yang berada didalam diri manusia dan biasanya
berwujud proses dan produk mental. Jenis motif seperti ini adalah sangat primer
dalam kegiatan belajar di sekolah, terutama yang berkaitan dengan pengembangan
intelektual.
b. Self-expression
Penampilan diri adalah sebagian dari perilaku manusia. Yang penting
kebutuhan individu itu tidak sekedar tahu mengapa dan bagaimana sesuatu itu
terjadi, tetapi juga mampu membuat suatu kejadian. Untuk ini memang diperlukan
kreativitas, penuh imajinasi. Jadi dalam hal ini seseorang memiliki keinginan
untuk aktualisasi diri.
c. Self-enhancement
Melalui
aktualisasi
diri
dan
pengembangan
kompetensi
akan
meningkatkan kemajuan diri seseorang. Ketinggian dan kemajuan diri ini menjadi
salah satu keinginan bagi setiap individu. Dalam belajar dapat diciptakan suasana
kompetensi yang sehat bagi anak didik untuk mencapai suatu prestasi.
Jenis motivasi menurut pembagian dari Woodworth dan Marquis (dalam
Sardiman, 2011:88), antara lain sebagai berikut:
a. Motif atau kebutuhan organis, meliputi misalnya: kebutuhan untuk minum,
makan, bernapas, seksual, berbuat dan kebutuhan untuk beristirahat. Ini sesuai
dengan jenis Pshysiological drives dari Frandsen.
b. Motif-motif darurat. Yang termasuk dalam jenis motif ini antara lain: dorongan
untuk menyelamatkan diri, dorongan untuk membalas, untuk berusaha, untuk
memburu. Motivasi jenis ini timbul karena adanya rangsangan dari luar.
c. Motif-motif obyektif. Dalam hal ini menyangkut kebutuhan untuk melakukan
eksplorasi, melakukan manipulasi, untuk meningkatkan minat. Motif-motif ini
muncul karena dorongan dari luar secara efektif (Sardiman, 2011).
Motivasi jasmani dan rohaniah, antara lain:
Ada beberapa ahli yang menggolongkan jenis motivasi itu menjadi dua
jenis yakni motivasi jasmaniah dan motivasi rohaniah. Yang termasuk motivasi
jasmani seperti: refleks, insting otomatis, nafsu. Sedangkan yang termasuk
motivasi rohaniah adalah kemauan (Sardiman, 2011).
Motivasi intrinsik dan ekstrinsik, antara lain:
a. Motivasi intrinsik
Motivasi intrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsinya
tidak perlu dirangsang dari luar, karena dalam diri setiap individu sudah ada
dorongan untuk melakukan sesuatu. Jika dilihat dari segi tujuan kegiatan yang
dilakukannya (misalnya kegiatan belajar), maka yang dimaksud dengan motivasi
intrinsik ini adalah ingin mencapai tujuan yang terkandung didalam perbuatan
belajar itu sendiri (Sardiman, 2011).
“Intrinsic motivations are inherent in the learning situations and meet
pipil-needs and purposes”. Motivasi intrinsik dapat juga dikatakan sebagai bentuk
motivasi yang didalamnya aktivitas belajar dimulai dan diteruskan berdasarkan
suatu dorongan dari dalam diri dan secara mutlak berkaitan dengan aktivitas
belajarnya. Perlu diketahui bahwa anak didik yang memiliki motivasi intrinsik
akan memiliki tujuan menjadi orang yang terdidik, yang berpengetahuan, yang
ahli dalam bidang studi tertentu. Satu-satunya jalan untuk menuju ke tujuan yang
ingin dicapai adalah belajar (Sardiman, 2011).
Dorongan yang menggerakkan itu bersumber pada suatu kebutuhan,
kebutuhan yang berisikan keharusan untuk menjadi orang yang terdidik dan
berpengetahuan. Jadi, motivasi itu muncul dari kesadaran diri sendiri dengan
tujuan secara essensial, bukan sekedar simbol dan seremonial. Bentuk motivasi ini
seperti: cita-cita yang ingin dicapai, adanya kesadaran dan pertimbangan pribadi
yang matang, pemikiran akan masa depan tentang kesuksesan. Berikut ini
penjelasan mengenai masing-masing bentuk motivasi, sebagai berikut:
1 Cita-cita yang ingin dicapai. Cita-cita peserta didik akan memperkuat semangat
belajar dan dapat mengarahkan perilaku belajar. Cita-cita peserta didik akan
memperkuat motivasi belajar intrinsik maupun ekstrinsik, sebab tercapainya
suatu cita-cita akan mewujudkan aktualisasi diri (Slameto, 2010:50).
2 Adanya kesadaran dan pertimbangan pribadi yang matang. Belajar yang efektif
dapat diciptakan untuk memenuhi kebutuhan pribadi, image seseorang. Tiap
orang tentu berusaha untuk memenuhi keinginan yang dicita-citakan. Oleh
karena itu, peserta didik harus yakin bahwa dengan belajar yang baik dapat
membantu tercapainya cita-cita yang diinginkan (Slameto, 2010:75).
3 Pemikiran akan masa depan tentang kesuksesan. Menurut Slameto (2010:75)
tiap orang akan berusaha agar keinginannya dapat berhasil. Untuk kelancaran
belajar, diperlukan sikap yang optimis, percaya akan kemampuan sendiri dan
yakin dapat menyelesaikan tugasnya dengan baik (Slameto, 2010).
b. Motivasi ekstrinsik
Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsinya karena
adanya rangsangan dari luar. Sebagai contoh seseorang belajar karena besok akan
ada ujian dengan harapan mendapatkan nilai baik. Jadi yang penting bukan karena
belajar ingin mengetahui sesuatu, tetapi ingin mendapatkan nilai yang baik. Jika
dilihat dari segi tujuan kegiatan yang dilakukannya, tidak secara langsung
berkaitan dengan esensi apa yang dilakukannya itu. Oleh karena itu, motivasi
ekstrinsik dapat juga dikatakan sebagai bentuk motivasi yang didalamnya aktivitas
belajar dimulai dan diteruskan berdasarkan dorongan dari luar yang tidak secara
mutlak berkaitan dengan aktivitas belajar (Sardiman, 2011).
Perlu ditegaskan, bukan berarti bahwa motivasi ekstrinsik ini tidak baik
dan tidak penting. Dalam kegiatan belajar-mengajar tetap penting. Sebab
kemungkinan keadaan anak didik itu dinamis, berubah-ubah dan juga mungkin
komponen-komponen lain dalam proses belajar-mengajar ada yang kurang
menarik bagi anak didik, sehingga diperlukan motivasi ekstrinsik. Bentuk teori ini
seperti: pengaruh orang tua, pengaruh teman dan pengaruh guru atau dosen.
Berikut ini penjelasan mengenai masing-masing bentuk motivasi, sebagai berikut:
1 Pengaruh orang tua. Adanya dukungan dan cara orang tua mendidik sangat
besar pengaruhnya terhadap belajar anak (Slameto, 2010:60).
2 Pengaruh teman. Pengaruh dari teman bergaul peserta didik lebih cepat masuk
dalam jiwanya dari yang oran lain duga. Teman bergaul yang baik tentu dapat
berpengaruh positif terhadap diri peserta didik, begitu juga sebaliknya.
3 Pengaruh guru atau dosen. Pendidik senantiasa memberikan bimbingan dan
juga pengarahan kepada anak didiknya dan membantu apabila mengalami
kesulitan, baik yang bersifat pribadi maupun akademis (Uno, 2009:4). Lebih
lanjut Uno menjelaskan bahwa pendidik menggunakan berbagai metode dalam
melaksanakan kegiatan pembelajaran agar dapat memotivasi anak didiknya
untuk dapat mengikuti kegiatan yang diberikan.
2.3.5 Bentuk-Bentuk Motivasi
Didalam kegiatan belajar-mengajar peranan motivasi baik intrinsik
maupun ekstrinsik sangat diperlukan. Dengan motivasi, anak didik dapat
mengembangkan aktivitas dan inisiatif, dapat mengarahkan dan memelihara
ketekunan dalam melakukan kegiatan belajar. Dalam kaitan itu perlu diketahui
bahwa cara dan jenis menumbuhkan motivasi bermacam-macam. Tetapi untuk
motivasi ekstrinsik perlu disesuaikan dengan situasi dan kondisi. Dalam hal ini
pengajar harus berhati-hati dalam menumbuhkan dan memberi motivasi bagi
kegiatan belajar para anak didik agar sesuai dengan tujuan yang diharapkan.
Menurut Sardiman (2011), ada beberapa bentuk dan cara untuk menumbuhkan
motivasi dalam kegiatan belajar-mengajar, antara lain:
a. Memberi angka
Angka dalam hal ini sebagai simbol dari nilai kegiatan belajar. Banyak
anak didik yang belajar dan lebih mengutamakan mencapai angka/nilai yang baik.
Sebagai contoh saat adanya kuis dikelas dan small group discussion (SGD) dosen
memberikan tambahan nilai/angka pada mahasiswa yang aktif menjawab
pertanyaan. Angka-angka yang baik itu bagi para peserta didik, khususnya
mahasiswa merupakan motivasi yang sangat kuat.
b. Hadiah
Hadiah dapat juga dikatakan sebagai motivasi, tetapi tidaklah selalu
demikian. Karena hadiah untuk suatu pekerjaan, mungkin tidak akan menarik bagi
seseorang yang tidak senang dan berbakat untuk sesuatu pekerjaan tersebut.
c. Saingan atau kompetisi
Saingan atau kompetisi dapat digunakan sebagai alat motivasi untuk
mendorong belajar mahasiswa. Persaingan, baik persaingan individual maupun
persaingan kelompok dapat meningkatkan prestasi belajar mahasiswa.
d. Ego-involvement
Menumbuhkan kesadaran kepada peserta didik agar merasakan pentingnya
tugas dan menerimanya sebagai tantangan sehingga dapat bekerja keras dengan
mermpertaruhkan harga diri adalah sebagai salah satu bentuk motivasi yang cukup
penting. Seseorang akan berusaha dengan segenap tenaga untuk mencapai prestasi
yang baik dengan menjaga harga dirinya.
e. Memberi ujian
Para peserta didik akan termotivasi untuk belajar kalau mengetahui akan
ada ujian. Oleh karena itu, memberi ujian ini juga merupakan sarana motivasi.
f. Mengetahui hasil
Dengan mengetahui hasil pekerjaan, apalagi kalau terjadi kemajuan, akan
mendorong mahasiswa untuk lebih giat belajar. Semakin mengetahui bahwa
grafik hasil belajar meningkat, maka ada motivasi pada diri mahasiswa untuk
terus belajar dengan suatu harapan hasilnya terus meningkat.
g. Pujian
Apabila ada mahasiswa yang sukses dan berhasil menyelesaikan tugas
dengan baik atau mampu menjawab pertanyaan yang diberikan, maka pengajar
perlu memberikan pujian. Pujian ini adalah bentuk reinforcement yang positif dan
sekaligus merupakan motivasi yang baik. Dengan pujian yang tepat akan
memupuk suasana yang menyenangkan dan meningkatkan gairah belajar serta
akan membangkitkan harga diri.
h. Hasrat untuk belajar
Hasrat untuk belajar, berarti ada unsur kesengajaan, ada maksud untuk
belajar. Hal ini akan lebih baik, bila dibandingkan segala sesuatu kegiatan yang
tanpa maksud. Hasrat untuk belajar berarti pada diri anak didik itu memang ada
motivasi untuk belajar, sehingga hasilnya akan lebih baik.
i. Minat
Motivasi sangat erat hubungannya dengan unsur minat. Motivasi muncul
karena ada kebutuhan, begitu juga minat sehingga tepatlah kalau minat merupakan
alat motivasi yang pokok. Proses belajar itu akan berjalan lancar kalau disertai
dengan minat. Mengenai minat ini antara lain dapat dibangkitkan dengan caracara sebagai berikut: (a) membangkitkan adanya suatu kebutuhan; (b)
menghubungkan dengan persoalan pengalaman yang lampau; (c) memberi
kesempatan untuk mendapatkan hasil yang baik; (d) menggunakan berbagai
macam bentuk mengajar.
j. Tujuan yang diakui
Rumusan tujuan yang diakui dan diterima baik oleh mahasiswa,
merupakan alat motivasi yang sangat penting. Sebab dengan memahami tujuan
yang harus dicapai, karena dirasa sangat berguna dan menguntungkan, maka akan
timbul gairah untuk terus belajar. Dengan adanya berbagai macam motivasi,
dosen dapat mengarahkan dan mengembangkan motivasi tersebut untuk
menghasilkan hasil belajar yang bermakna.
2.3.6 Upaya Meningkatkan Motivasi Belajar Mahasiswa
Mengingat pentingnya peranan motivasi bagi mahasiswa dalam belajar,
maka dosen diharapkan dapat membangkitkan dan meningkatkan motivasi belajar
para mahasiswanya. Agar mahasiswa dapat mencapai hasil belajar yang optimal
maka mahasiswa harus memiliki motivasi belajar yang tinggi. Namun dalam
kenyataannya tidak semua mahasiswa dapat memiliki motivasi belajar yang tinggi
di perguruan tinggi dan tidak sedikit mahasiswa yang memiliki motivasi belajar
yang rendah. Untuk membantu mahasiswa yang memiliki motivasi belajar yang
rendah, perlu dilakukan suatu upaya dari dosen agar mahasiswa dapat
meningkatkan motivasi belajarnya (Hermawati, 2010).
Dalam rangka mengupayakan peningkatan motivasi belajar mahasiswa,
seorang dosen menurut Winkel (dalam Hermawati, 2010) hendaknya selalu
memperhatikan hal-hal berikut:
a. Seorang dosen hendaknya mampu mengoptimalisasikan penerapan prinsip
belajar. Dosen pada prinsipnya harus memandang bahwa dengan kehadiran
mahasiswa di ruang kuliah merupakan suatu motivasi belajar yang datangnya dari
mahasiswa. Sehingga dengan adanya prinsip seperti ini, dosen akan menganggap
mahasiswa sebagai seorang yang harus dihormati dan dihargai.
b. Dosen hendaknya mampu mengoptimalisasi unsur-unsur dinamis dalam
pembelajaran. Dalam proses belajar, seorang mahasiswa terkadang dapat
terhambat oleh jasmani atau mental dari mahasiswa tersebut (Hermawati, 2010).
Download