BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Propofol telah digunakan secara luas untuk induksi dan pemeliharaan dalam anestesi umum. Obat ini mempunyai banyak keuntungan seperti mula aksi yang cepat dan pemulihan yang lengkap serta juga memiliki efek anti muntah. Akan tetapi dengan dosis yang direkomendasikan untuk induksi bolus intravena dapat menyebabkan perubahan hemodinamik yang signifikan. Dosis induksi propofol pada dewasa sehat sekitar 1,5 sampai 2,5 mg/kg bb i.v. Hal ini akan menghasilkan kadar dalam darah sekitar 2-6 µg/ml yang dapat menyebabkan pasien tidak sadar, namun dosis propofol juga dipengaruhi oleh usia pasien dan obat-obatan yang dikonsumsi (Stoelting & Hillier, 2006). Menurut Billard et al (1994) dalam Fujii et al (2001) dilaporkan bahwa rata-rata penurunan tekanan darah sistolik setelah pemberian propofol 2 mg/kgbb sekitar 28 mmHg jika fentanyl tidak diberikan. Bila dikombinasi dengan fentanyl 2 µg/kgbb atau 4 µg/kgbb akan menyebabkan penurunan tekanan darah sistolik sekitar 50 mmHg atau 53 mmHg. Sedangkan penelitian Sebel dan Lowdon (1989) dalam Uzun et al (2011) memperlihatkan dosis induksi propofol 2 mg/ kgbb menghasilkan penurunan tekanan darah sistolik lebih kurang 30%. Induksi pada anestesi umum dan intubasi trakea akan menyebabkan perubahan hemodinamik yang signifikan berupa hipotensi menjelang intubasi dan respon hipertensi pasca intubasi. Keadaan ini dapat menyebabkan efek samping yang serius sehingga ahli anestesi umumnya segera melakukan tindakan yang agresif untuk mengembalikan tekanan darah ke tingkat normal (Fujii et al, 2001). Meskipun propofol mampu menurunkan konsumsi oksigen kardiak namun akibat hipotensi arterial yang terjadi dapat menyebabkan iskemik miokard pada area yang aliran darahnya telah mengalami stenosis. Hipotensi juga berbahaya terhadap perfusi cerebral terutama pasien yang telah mengalami stenosis di arteri intracerebral atau karotis. Jika terjadi penurunan tekanan darah arteri rata-rata yang signifikan, akan mengganggu autoregulasi organ-organ vital yang biasanya dipertahankan dalam rentang MAP (mean arterial pressure) 60-160 mmHg (Rabadi, 2013). Propofol menyebabkan penurunan tekanan darah sistemik yang berkaitan dengan perubahan pada curah jantung dan resistensi vaskuler sistemik. Terkadang bradikardi dan asistole juga didapatkan setelah induksi propofol. Relaksasi pada otot polos vaskuler dihasilkan dengan cara menghambat aktivitas saraf vasokonstriktor simpatik sedangkan efek inotropik negatif dari propofol muncul akibat menurunnya calcium intra seluler karena propofol menghambat influx calcium trans-sarcolemmal. Efek penurunan tekanan darah semakin besar pada kondisi pasien yang hipovolemik, usia tua dan gangguan fungsi ventrikel kiri (Stoelting & Hillier, 2006). Konsentrasi propofol dalam darah tergantung banyak faktor seperti umur, jenis kelamin, berat badan, dosis, kecepatan injeksi propofol dan curah jantung. Penelitian Uzun et al (2011) menunjukkan semakin meningkatnya kecepatan injeksi propofol yang diberikan secara kontinu akan menyebabkan perubahan tekanan darah rata-rata yang lebih besar, dosis induksi menjadi meningkat dan waktu untuk induksi menjadi lebih pendek. Sehingga disarankan injeksi propofol cukup pelan saat induksi anestesi untuk mencegah gangguan hemodinamik yang nyata. Penelitian yang dilakukan oleh Muzi et al (1992) menunjukkan propofol mempengaruhi secara langsung otot polos vena sehingga menyebabkan dilatasi di sistem vena. Meningkatnya volume di vena kapasitan berperan penting dalam terjadinya hipotensi selama pemberian propofol sehingga direkomendasikan pemberian cairan intravena untuk mengganti defisit cairan dan memberi tambahan volume intravaskuler untuk meminimalkan efek hipotensi selama pemberian propofol (Muzi et al, 1992). Ahli anestesi telah berusaha menggunakan metode yang berbeda untuk mencegah efek hipotensi akibat induksi propofol pada anestesi umum dengan penggunaan cairan dan pencegahan dengan obat-obat vasokontriktor. Dalam penelitian Rabadi (2013), preloading dengan normal saline 0,9 % sebelum induksi propofol pada operasi ginekologis tidak memberikan efek dalam mencegah hipotensi. Namun demikian cara ini tetap berefek positif dalam menurunkan persentase turunnya tekanan darah dibanding kelompok kontrol (Rabadi, 2013). Penelitian lainnya menggunakan beberapa metode untuk menurunkan insidensi hipotensi pada pemakaian propofol. Diantaranya dengan penambahan phenylephrin ke dalam propofol. Dosis 100 µg phenylephrin dapat menurunkan insidensi hipotensi menjadi 20% dibandingkan kelompok kontrol yang tidak mendapat phenylephrin insidensi hipotensi mencapai 51% namun demikian penambahan phenylephrin dengan dosis 50 µg tidak menurunkan insidensi hipotensi secara bermakna (Imran, 2007). Preloading dengan infus haemacel 10 ml/kgbb mampu menurunkan insidensi hipotensi keangka 23,1 % sedangkan dengan penggunaan injeksi efedrin 0,2 mg/kg bb insidensi hipotensinya 22,5 % (Dhungana et al, 2008). Sedangkan penelitian Turner et al (1998) pada operasi ginekologik yang memberikan prabeban cairan kristaloid 20 cc/kgbb sebelum induksi propofol ternyata tidak signifikan mencegah hipotensi. Perlu diketahui kalau sirkulasi sistemik memuat 80% dari volume darah, sedangkan sisanya berada di sirkulasi pulmonal dan jantung. 64% darah dari sirkulasi sistemik ini berada di vena. Sistem vena memiliki tekanan yang rendah dan dinding pembuluh yang tipis namun memiliki otot sehingga vena dapat berkontraksi atau mengembang dan tempat menyimpan sejumlah darah yang jumlahnya berubah sesuai kebutuhan fisiologis. Fungsi tempat penyimpanan darah ini sama pentingnya dengan fungsi menyalurkan darah balik ke atrium kanan jantung. Diperkirakan jumlah darah yang terkumpul di vena normalnya sekitar 2500 cc sedangkan di sistem arteri hanya 750 cc pada kondisi tekanan arteri ratarata 100 mm Hg. Sistem saraf simpatis sangat mempengaruhi distribusi volume darah ini (Stoelting & Hillier, 2006). Berdasarkan mekanisme terjadinya hipotensi akibat induksi propofol pada anestesi umum dimana terjadinya vasodilatasi dan pergeseran distribusi darah di vena yang banyak maka manuver elevasi tungkai menjadi hal yang menarik dan sederhana untuk mempertahankan stabilitas hemodinamik dengan meningkatkan aliran balik vena ke jantung. Elevasi tungkai pada kondisi kolap sirkulasi adalah manuver yang telah digunakan bertahun-tahun untuk pertolongan pertama. Pada tahun-tahun terakhir, manuver elevasi tungkai mendapat banyak perhatian untuk digunakan sebagai tes untuk monitoring fungsional hemodinamik dan penilaian respon cairan. Tehnik ini sederhana dan membantu mendeteksi responsif tidaknya seorang pasien terhadap infus cairan (Monnet & Teboul, 2008). Efek fisiologis yang muncul dari perlakuan elevasi tungkai ini bisa dimanfaatkan untuk mencegah hipotensi akibat tindakan anestesi. Penelitian yang dilakukan oleh Himawan (2000) di Yogyakarta menunjukkan bahwa elevasi tungkai yang dilakukan 30 cm pada pasien posisi supine ternyata efektif menurunkan kejadian hipotensi dalam 20 menit pertama setelah tindakan anestesi spinal sedangkan pada kelompok kontrol yang tidak mendapat perlakuan elevasi tungkai terjadi insidensi hipotensi sebesar 50% (Himawan, 2000). Dengan adanya beberapa penelitian yang menunjukkan efektifitas elevasi tungkai dalam menurunkan hipotensi dan meningkatkan curah jantung serta berdasarkan teori-teori yang ada maka penulis menyusun hipotesis sementara bahwa elevasi tungkai bisa mencegah hipotensi pasca induksi propofol. Hal inilah yang menjadi dasar dilakukan penelitian ini untuk mengetahui efek elevasi tungkai untuk mengurangi insidensi hipotensi pasca induksi propofol. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas maka dapat dibuat rumusan masalah sebagai berikut : Apakah elevasi tungkai dapat menurunkan insidensi hipotensi pasca induksi anestesi dengan propofol 2 mg/kg bb. C. Pertanyaan Penelitian Apakah insidensi hipotensi lebih rendah pada pasien yang mendapat perlakuan elevasi tungkai 45º sebelum induksi dengan propofol 2 mg/kg bb dibandingkan dengan yang tidak mendapat perlakuan elevasi tungkai. D. Tujuan Penelitian Mendapatkan bukti manfaat elevasi tungkai 45º dalam menurunkan insidensi hipotensi pasca induksi propofol 2 mg/kg bb intra vena. E. Manfaat Penelitian Elevasi tungkai 45º dapat dijadikan sebagai salah satu cara untuk menurunkan insidensi hipotensi pasca induksi propofol 2 mg/kg bb intra vena. F. Keaslian Penelitian Sepengetahuan penulis penelitian yang membandingkan efek elevasi tungkai saat induksi propofol 2 mg/kgbb dengan kelompok yang tidak mendapat perlakuan elevasi tungkai dalam menurunkan insidensi hipotensi belum pernah dilakukan di Indonesia, khususnya di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Berikut ini beberapa peneliti yang pernah meneliti tentang efek elevasi tungkai terhadap hemodinamik. Tabel 1. Penelitian tentang efek elevasi tungkai terhadap hemodinamik Peneliti (tahun) Desain Hasil Keterangan Penelitian Himawan (2000) RCT Pasca anestesi spinal, 50% kelompok kontrol mengalami hipotensi sedangkan kelompok elevasi p < 0,001 tungkai 0% yang mengalami hipotensi sampai menit ke -20 pasca spinal Garcia et al (2012 Prospektif Dengan menggunakan dopler esophagus pada pasien gagal sirkulasi akut yang menggunakan ventilator di R = 0,79 ICU didapatkan elevasi tungkai selama 2 menit p < 0,0001 meningkatkan : curah jantung sekitar 15,9%, MAP 5,4 % dan berkorelasi erat dengan peningkatan end tidal CO2 sekitar 5,32%. Geerts et al (2012) Systematic Pada pasien syok hipovolemik, elevasi tungkai dan Review posisi trendelenberg sama-sama meningkatkan curah p < 0,05 jantung (6%-9% dalam satu menit) namun efek ini bertahan lebih lama pada posisi elevasi tungkai. Keller et al (2011) RCT Penelitian pada pasien pasca bedah jantung dengan ventilasi mekanik di ICU menunjukkan kalau elevasi p < 0,05 tungkai secara signifikan meningkatkan Curah jantung 11,1% , tekanan pengisian sistemik rata-rata 19, 7 mmHg Kyriakides et al RCT (1994) Penelitian dengan Echocardiografi pada pasien dengan penyakit arteri koroner dengan tes stres p = 0,007 latihan positif didapatkan elevasi tungkai meningkatkan dimensi akhir diastolik ventrikel kiri Vidil et al (2009) RCT Pada pasien nafas spontan, elevasi tungkai R =0,56 meningkatkan curah jantung yang dapat dimonitor P < 0001 dengan alat echocardiogrfi dan flow trac dengan membandingkannya dengan respon terhadap voleme expansion.