4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelor (Moringa oleifera) Kelor

advertisement
II.
2.1
TINJAUAN PUSTAKA
Kelor (Moringa oleifera)
Kelor (Moringa oleifera) tumbuh di dataran rendah maupun dataran tinggi
sampai di ketinggian ± 1000 dpl. Kelor banyak ditanam sebagai tapal batas atau
pagar di halaman rumah atau ladang. Daun kelor dapat dipanen setelah tanaman
tumbuh 1,5 hingga 2 meter yang biasanya memakan waktu 3 sampai 6 bulan.
Namun dalam budidaya intensif yang bertujuan untuk produksi daunnya, kelor
dipelihara dengan ketinggian tidak lebih dari 1 meter. Pemanenan dilakukan dengan
cara memetik batang daun dari cabang atau dengan memotong cabangnya dengan
jarak 20 sampai 40 cm di atas tanah (Kurniasih, 2014).
Daun kelor di Indonesia dikonsumsi sebagai sayuran dengan rasa yang khas,
yang memiliki rasa langu dan juga digunakan untuk pakan ternak karena dapat
meningkatkan perkembangbiakan ternak khususnya unggas. Selain dikonsumsi
daun kelor juga dijadikan obat-obatan dan penjernih air. Adapun morfologi daun
kelor dapat dilihat pada Gambar 1.
Menurut Roloff (2009) dalam Nugraha (2013), klasifikasi tanaman kelor
adalah sebagai berikut :
Regnum
: Plantae
Division
: Spermatophyta
Subdivisio
: Angiospermae
Classis
: Dicotyledoneae
Subclassis
: Dialypetalae
Ordo
: Rhoeadales (Brassicales)
Familia
: Moringaceae
4
5
Genus
: Moringa
Species
: Moringa oleifera
Gambar 1. Daun kelor
2.1.1
Komposisi zat gizi daun kelor
Menurut Simbolan et al., (2007), kandungan kimia yang dimiliki daun kelor
yakni asam amino yang berbentuk asam aspartat, asam glutamat, alanin, valin,
leusin, isoleusin, histidin, lisin, arginin, venilalanin, triftopan, sistein dan
methionin. Daun kelor juga mengandung makro elemen seperti potasium, kalsium,
magnesium, sodium, dan fosfor, serta mikro elemen seperti mangan, zinc, dan besi.
Daun kelor merupakan sumber provitamin A, vitamin B, Vitamin C, mineral
terutama zat besi. Menurut Fuglie (2001) menyebutkan kandungan kimia daun
kelor per 100 g dapat dilihat pada Tabel 1.
Akar, batang dan kulit batang kelor mengandung saponin dan polifenol.
Selain itu kelor juga mengandung alkaloida, tannin, steroid, flavonoid, gula
tereduksi dan minyak atsiri. Akar dan daun kelor juga mengandung zat yang berasa
6
pahit dan getir. Sementara biji kelor mengandung minyak dan lemak (Utami dan
Puspaningtyas, 2013).
Tabel 1. Kandungan daun kelor per 100 g
Komponen
Komposisi
Air
75 g
Energi
92 Kal
Protein
6.8 g
Lemak
1.7 g
Karbohidrat
12.5 g
Serat
0.9 g
Kalsium
440 mg
Potasium
259 mg
Fosfor
70 mg
Besi
7 mg
Zinc
0.16 mg
ß-karoten
6.78 mg
Tiamin (vitamin B1)
0.06 mg
Riboflavin (vitamin B2)
0.05 mg
Niacin (vitamin B3)
0.8 mg
Vitamin C
220 mg
Sumber : Fuglie (2001)
Menurut Krisnadi (2014) teh daun kelor kaya dengan kandungan polifenol
catechin, terutama epigallocatechin gallate (EGCG). EGCG berfungsi untuk
menghambat pertumbuhan sel kanker, membunuh sel kanker, efektif dalam
7
menurunkan kadar kolesterol LDL, dan menghambat pembentukan bekuan darah
abnormal yang menjadi penyebab utama serangan jantung dan stroke. Hasil studi
kandungan EGCG pada daun kelor menunjukkan bahwa kandungan EGCG dari 3
g teh daun kelor yang dilarutkan dengan 200 ml air dengan suhu 90oC yaitu 114.37
mg (Putri, 2014).
Hasil studi fitokimia daun kelor (Moringa oleifera) menyebutkan bahwa
daun kelor mengandung senyawa metabolit sekunder flavonoid, alkaloid, phenols
yang juga dapat menghambat aktivitas bakteri. Komposisi dan konsentrasi senyawa
fitokimia mengalami perubahan selama pertumbuhan tanaman. Daun yang lebih
muda mempunyai kandungan fitokimia paling tinggi (Nugraha, 2013).
2.1.2
Manfaat Tanaman Kelor
Tanaman kelor di daerah pedesaan biasanya digunakan sebagai tapal batas
rumah atau ladang. Akar kelor dapat dimanfaatkan sebagai antilithic (pencegah
terbentuknya batu urine), rubefacient (obat kulit merah), vesicant (menghilangkan
kutil), antifertilitas dan antiinflamasi (peradangan). Batang kelor dimanfaatkan
sebagai rubefacient, vesicant, menyembuhkan penyakit mata, untuk pengobatan
pasien mengigau, mencegah pembesaran limpa dan untuk menyembuhkan bisul
(Krisnadi, 2014).
Getah kelor dicampur dengan minyak wijen digunakan untuk meredakan
sakit kepala, demam, keluhan usus, disentri, dan asma. Bunga kelor dapat
digunakan untuk menyembuhkan radang, penyakit otot, histeria, tumor, dan
pembesaran limpa dan menurunkan kolesterol. Daun kelor secara tradisional telah
banyak dimanfaatkan untuk sayur hingga saat ini dikembangkan menjadi produk
pangan modern seperti tepung kelor, kerupuk kelor, kue kelor, permen kelor dan
8
teh daun kelor. Selain itu ekstrak daun kelor dapat berfungsi sebagai antimikroba
dan biji kelor digunakan untuk menjernihkan air (Krisnadi, 2014).
2.2
Jahe
Jahe termasuk tanaman tahunan dan berdiri tegak dengan ketinggian
mencapai 0,75 m. Secara morfologi tanaman jahe terdiri atas akar, batang, daun,
dan bunga. Perakaran tanaman jahe merupakan akar tunggal yang semakin
membesar seiring dengan umurnya, hingga membentuk rimpang serta tunas-tunas
yang tumbuh menjadi tanaman baru. Akar tumbuh dari bagian bawah rimpang,
sedangkan tunas tumbuh dari bagian atas rimpang (Bermawie dan Purwiyanti,
2014).
Berdasarkan bentuk, warna, dan ukuran rimpang, ada 3 jenis jahe yang
dikenal, yaitu jahe putih besar atau jahe gajah, jahe putih kecil atau jahe emprit dan
jahe sunti atau jahe merah. Secara umum, ketiga jenis jahe tersebut mengandung
pati, minyak atsiri, serat, sejumlah kecil protein, vitamin, mineral, dan enzim
proteolitik yang disebut zingibain (Hernani dan Winarti, 2014). Morfologi jahe
merah, jahe emprit dan jahe gajah disajikan pada Gambar 2.
a
b
c
Gambar 2. Jahe merah (a), Jahe Emprit (b), Jahe Gajah (c)
(Sumber : Hernani dan Winarti, 2014)
9
Menurut Prayitno 2002 dalam Pramitasari (2010) jahe gajah memiliki
ukuran terbesar dibanding dua jenis jahe lain. Jahe gajah berwarna kuning atau
kuning muda, sedangkan aromanya kurang tajam dan rasanya kurang pedas. Warna
jahe emprit cenderung putih sedangkan ukurannya lebih kecil dibanding jahe gajah
tetapi lebih besar dibanding jahe merah. Jahe emprit memiliki bentuk pipih dengan
aroma yang tidak tajam. Jenis terakhir adalah jahe merah (sunti), jahe ini berwarna
merah muda, aromanya tajam, dan rasanya pedas. Jahe merah memiliki ukuran
yang paling kecil dibanding dua jenis jahe lain. Jahe yang digunakan dalam
penelitian ini adalah jahe emprit. Ini dikarenakan jahe emprit memiliki kandungan
nutrisi yang lebih banyak dibanding jahe gajah dan memiliki rasa yang tidak terlalu
pedas dibandingkan dengan jahe merah. Klasifikasi jahe emprit menurut Bermawie
dan Purwiyanti (2014) adalah sebagai berikut :
2.2.1
Divisi
: Spermatophyta
Sub- divisi
: Angiospermae
Kelas
: Monocotyledoneae
Ordo
: Zingiberales
Famili
: Zingiberaceae
Genus
: Zingiber
Species
: Zingiber officinale var. amarum
Komposisi zat gizi jahe
Menurut penelitian Hernani dan Hayani (2001), jahe merah mempunyai
kandungan pati, minyak atsiri, dan komponen yang larut dalam alkohol lebih tinggi
dibandingkan jahe emprit dan jahe gajah seperti yang tertera pada Tabel 2,
sementara kandungan nutrisi pada 100 g jahe dapat dilihat pada Tabel 3. Selain
10
kandungan nutrisi, rimpang jahe juga mengandung 2 komponen utama yaitu
komponen volatile dan komponen non-volatile. Komponen volatile terdiri dari
oleoresin (4,0% hingga 7,5%), yang bertanggung jawab terhadap aroma jahe
(minyak atsiri) dengan komponen terbanyak adalah zingiberen dan zingiberol.
Sementara komponen non-volatile pada jahe bertanggung jawab terhadap rasa
pedas, salah satu diantaranya adalah gingerol (Bermawie dan Purwiyanti, 2014).
Kandungan nutrisi pada 100 g jahe dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 2. Kandungan nutrisi jahe merah, jahe emprit dan jahe gajah
Komponen
Jahe merah
Jahe emprit
Jahe gajah
Pati
52,9%
41,48%
44,25%
Minyak atsiri
3,9%
3,5%
2,5%
9,93%
7,29%
5,81%
Komponen larut
alkohol
Sumber : Hernani dan Hayani (2001)
Tabel 3. Kandungan nutrisi jahe dalam 100 g
Jenis nutrisi
Komposisi
Energi
80 Kkal
Karbohidrat
17,77 g
Total lemak
0,75 g
Serat
2,0 g
Sumber : Bermawie dan Purwiyanti (2014)
2.2.2
Manfaat jahe
Menurut Hernani dan Winarti (2014), jahe mempunyai kegunaan yang
cukup beragam, antara lain sebagai rempah, minyak atsiri, pemberi aroma, ataupun
sebagai obat. Secara tradisional, kegunaannya antara lain untuk mengobati penyakit
11
rematik, asma, stroke, sakit gigi, diabetes, sakit otot, tenggorokan, kram, hipertensi,
mual, demam dan infeksi.
Senyawa gingerol telah dibuktikan mempunyai aktivitas sebagai antipiretik,
antitusif, hipotensif, antiimflamasi, analgesik, antitumor, antikanker, antioksidan
dan antifungal. Gingerol dan shogaol pada konsentrasi rendah dapat menurunkan
tekanan darah.
2.3
Antioksidan
Menurut Raharjo et al., (2005) dalam Pramitasari (2010) antioksidan
merupakan senyawa penting dalam menjaga kesehatan tubuh karena berfungsi
sebagai penangkap radikal bebas yang banyak terbentuk dalam tubuh. Fungsi
antioksidan adalah untuk memperkecil terjadinya proses oksidasi dari lemak dan
minyak, memperkecil terjadinya proses kerusakan dalam makanan, serta
memperpanjang umur masa simpan makanan. Lipid peroksidase merupakan salah
satu faktor yang cukup berperan dalam kerusakan selama dalam penyimpanan dan
pengolahan makanan.
Berdasarkan sumber perolehannya ada 2 macam antioksidan, yaitu
antioksidan alami merupakan antioksidan hasil ekstraksi bahan alami dan
antioksidan buatan (sintetik) merupakan antioksidan yang diperoleh dari hasil
sintesa reaksi kimia. Beberapa contoh antioksidan sintetik yang diizinkan dan
sering digunakan untuk makanan, yaitu butil hidroksi anisol (BHA), butil hidroksi
toluen (BHT), propil galat, tetra-butil hidoksi quinon (TBHQ) dan tokoferol.
Antioksidan-antioksidan tersebut merupakan antioksidan alami yang telah
diproduksi secara sintetis untuk tujuan komersial. Antioksidan alami di dalam
makanan dapat berasal dari (a) senyawa antioksidan yang sudah ada dari satu atau
12
dua komponen makanan, (b) senyawa antioksidan yang terbentuk dari reaksi-reaksi
selama proses pengolahan, (c) senyawa antioksidan yang diisolasi dari sumber
alami dan ditambahkan ke makanan sebagai bahan tambahan pangan (Rohdiana,
2001).
2.4
Vitamin C
Vitamin C atau asam askorbat mempunyai berat molekul 176,13 dengan
rumus molekul C6H8O6. Vitamin C murni merupakan kristal putih, tidak berwarna,
tidak berbau dan mencair pada suhu 190-192°C. Senyawa ini bersifat reduktor kuat
serta mempunyai rasa asam. Vitamin C sangat mudah larut dalam air (1 g dapat
larut sempurna dalam 3 ml air), sedikit larut dalam alkohol (1 g larut dalam 50 ml
alkohol absolut atau 100 ml gliserin) dan tidak larut dalam benzena, eter, kloroform,
minyak dan sejenisnya. Vitamin C tidak stabil dalam bentuk larutan, terutama jika
terdapat udara, logam-logam seperti Cu, Fe, dan cahaya (Andarwulan dan Koswara
1992).
Menurut Andarwulan dan Koswara (1992) Vitamin C sangat sensitif
terhadap pengaruh luar yang menyebabkan kerusakan (suhu, oksigen, enzim, kadar
air, dan katalisator logam). Asam askorbat sangat mudah teroksidasi menjadi asam
dehidroaskorbat yang masih mempunyai keaktifan sebagai Vitamin C. Asam
dehidroaskorbat secara kimia sangat labil dan dapat mengalami perubahan lebih
lanjut menjadi asam diketogulonat yang tidak memiliki keaktifan Vitamin C.
13
2.5
Teh
Teh sebagai bahan minuman dibuat dari pucuk daun muda teh yang telah
mengalami proses pengolahan tertentu seperti pelayuan, penggilingan, oksidasi
enzimatis dan pengeringan. Salah satu manfaat yang dihasilkan dari minuman teh
adalah memberikan rasa segar dan dapat memulihkan kesehatan badan. Khasiat
yang dimiliki oleh minuman teh tersebut berasal dari kandungan senyawa kimia
yang terdapat dalam daun teh (Towaha dan Balittri 2013)
Menurut SNI Teh, produk teh kering adalah Camelia sinensis L tunggal atau
campuran dari teh hitam, teh hijau, teh oolong, teh putih, teh wangi, dan atau teh
beraroma lain, dengan atau tanpa penambahan bahan pangan lain dan atau bahan
tambahan pangan yang diijinkan sesuai ketentuan yang berlaku, dan dikemas serta
siap diseduh.
Pengolahan teh dengan proses yang berbeda menghasilkan jenis teh yang
berbeda pula, diantaranya yaitu teh hijau (diproses tanpa fermentasi/oksidasi
enzimatis) dan teh hitam (diproses dengan fermentasi/oksidasi enzimatis penuh).
Proses pengolahan teh hijau meliputi pemilihan bahan baku, pelayuan, penggilingan,
dan pengeringan. Proses pengolahan teh hitam meliputi pemilihan bahan baku,
pelayuan, penggilingan, oksidasi enzimatis dan pengeringan. Adapun SNI Teh
kering dalam kemasan disajikan pada Tabel 4.
14
Tabel 4. Syarat mutu teh kering dalam kemasan
No
Kriteria Uji
1
Keadaan air seduhan
1.1 Warna
1.2 Bau
1.3 Rasa
2
Kadar polifenol (b/b)
3
Kadar air (b/b)
4
Kadar ekstrak dalam air (b/b)
5
Kadar abu total (b/b)
6
Kadar abu larut dalam air dari abu total (b/b)
7
Kadar abu tak larut dalam asam (b/b)
8
Alkalinitas abu larut dalam air (b/b)
9
Serat Kasar (b/b)
10 Cemaran logam
10.1 Kadmium (Cd)
10.2 Timbal (Pb)
10.3 Timah (Sn)
10.4 Merkuri (Hg)
11 Cemaran Arsen (As)
12 Cemaran mikroba
12.1 Angka lempeng total (ALT)
12.2 Bakteri Coliform
12.3 Kapang
Sumber : Anon. (2013)
2.6
Satuan
Persyaratan
%
%
%
%
%
%
%
%
Khas produk teh
Khas produk teh
Khas produk teh
Min. 5,23
Maks 8,00
Min. 32
Maks. 8,00
Min. 45
Maks. 10
1–3
Maks. 6,50
mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg
koloni/g
APM/g
koloni/g
Maks. 0,20
Maks. 2,00
Maks 40,00
Maks. 0,03
Maks. 1,00
Maks. 3x103
<3
Maks. 5 x 102
Pengeringan
Menurut Rohman (2008), pengeringan merupakan proses penghilangan
sejumlah air dari bahan. Air pada proses pengeringan dihilangkan dengan prinsip
perbedaan kelembaban antara udara pengering dengan bahan makanan yang
dikeringkan. Bahan biasanya dikontakkan dengan udara kering yang kemudian
terjadi perpindahan massa air dari bahan ke udara pengering.
Pengeringan makanan memiliki dua tujuan utama. Tujuan pertama adalah
sebagai sarana pengawetan makanan. Mikroorganisme yang mengakibatkan
15
kerusakan makanan tidak dapat berkembang dan bertahan hidup pada lingkungan
dengan kadar air yang rendah. Selain itu, banyak enzim yang mengakibatkan
perubahan kimia pada makanan tidak dapat berfungsi tanpa kehadiran air. Tujuan
kedua adalah untuk meminimalkan biaya distribusi bahan makanan karena
makanan yang telah dikeringkan memiliki berat yang lebih rendah dan ukuran yang
lebih kecil (Rohman, 2008).
Download