5 BAB II LANDASAN TEORI A. Pola Asuh Orang tua merupakan tokoh sentral dalam proses pendewasaan anak, karena seorang anak lahir dalam lingkungan keluarga dan orang tua merupakan pemimpin dalam keluarga. Tugas utama orang tua adalah mendidik, memberi kasih sayang serta memberi perlindungan bagi anak. Keluarga sebagai lingkungan yang sangat berpengaruh bagi anak akan memberi dampak yang besar bagi anak. Keluarga itu memberi pengaruh baik atau buruk bagi anak akan berpengaruh juga terhadap tumbuh kembang dan kepribadian anak. Orang tua berperan peting dalam proses penerapan nilai-nilai, norma dan kasih sayang yang berkaitan dengan kepribadian anak melalui suatu interaksi dalam keluarga. Menurut Singgih D. Gunarsa (2000: 55) pola asuh orang tua merupakan perlakuan orang tua dalam interaksi yang meliputi orang tua menunjukkan kekuasaan dan cara orang tua memperhatikan keinginan anak. Kekuasaan atau cara yang digunakan orang tua cenderung mengarah pada pola asuh yang diterapkan. Setiap orang tua memiliki cara yang berbeda-beda dalam mendidik anak, hal ini berhubungan erat dari latar belakang keluarga, pendidikan serta lingkungan keluarga yang berbeda-beda yang didapat orang tua. Berdasarkan pengalaman serta pendidikan yang didapat oleh orang tua, membuat orang tua memiliki cara mengasuh anak yang berbedabeda. 1. Pengertian Pola Asuh Singgih (dalam Kristina 2012) menyatakan pola asuh orang tua merupakan perilaku orang tua dalam interaksi yang meliputi orang tua menunjukan kekuasaan dan cara orang tua memperhatikan keinginannya. Kekuasaan yang dimaksud adalah otoritas orang tua sebagai tokoh sentral dalam keluarga yang mengatur dan membina dalam mendidik anak untuk menjadi mandiri. Menurut Habibi (2006) pola asuh merupakan sikap orang tua dalam berinteraksi dengan anak-anaknya. Sikap orang tua ini meliputi cara orang tua memberi aturan-aturan, hadiah maupun hukuman, cara orang tua menunjukkan otoritasnya, dan cara orang tua memberikan perhatian serta tanggapan terhadap anaknya. Pola asuh orang tua yang 6 diterapkan pada anak yang mencerminkan hubungan keluarga yang sehat dan bahagia menimbulkan dorongan berprestasi pada anak (Shochib, 2001). Sejalan dengan pendapat para ahli di atas bahwa pola asuh berhubungan dengan interaksi anak dengan orang tua, Gunarsa (2002) menggungkapkan pola asuh orang tua merupakan interaksi antara anak dengan orang tua yang meliputi bukan hanya pemenuh kebutuhan fisik (makan, pakaian, dan lain sebagainya) dan kebutuhan psikologis (afeksi atau perasaan) tetapi juga norma-norma yang berlaku di masyarakat agar anak dapa hidup selaras dengan lingkungan. Pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pola asuh orang tua adalah suatu keseluruhan interaksi antara orang tua dengan anak, dimana orang tua bermaksud menstimulasi anak dengan mengubah tingkah laku, memberi pengetahuan serta nilai-nilai yang dianggap paling tepat oleh orang tua, agar anak dapat mandiri, tumbuh dan berkembang secara sehat dan optimal. 2. Macam - Macam Pola Asuh Pola atau cara pemahaman nilai dan aturan dalam masyarakat dituangkan oleh orang tua dengan berbagai cara yang berbeda-beda. Kebiasaan dan tingkah laku orang tua dalam mendidik anak akan mempengaruhi perkembangan anak nantinya. Macam-macam pola asuh yang diterapkan orang tua terhadap anak yang dampaknya nantinya dapat juga dilihat dalam proses perkembangan dan pertumbuhan anak dalam masyarakat. Menurut Hurlock (dalam Kristina, 2012) jenis -jenis pola asuh orang tua meliputi: pola asuh otoriter, pola asuh demokratis dan pola asuh permisif. a. Pola Asuh Otoriter Pola asuh secara umum dapat diartikan kepatuhan yang mutlak, hal ini berarti seseorang akan dapat dan tunduk terhadap kehendaknya dan keinginanya orang tua. Powell dan Hospon berpendapat orang tua yang otoriter selalu mengontrol dan biasanya percaya pada pepatah yang tidak menghukum berarti memanjakan anak (dalam Kristina, 2012). Pola asuh otoriter menurut Baumrind (dalam Kharisma, 2011) adalah gaya yang membatasi dan bersifat menghukum yang 7 mendesak individu untuk mengikuti petunjuk orang tua dan untuk menghormati pekerjaan dan usaha. Pola asuh yang menetapkan standar mutlak yang harus dituruti. Kadang disertai dengan ancaman. Orang tua seperti itu akan membuat anak tidak percaya diri, penakut, pendiam, tertutup, tidak berinisiatif, gemar menentang, suka melanggar norma, kepribadian lemah dan sering menarik diri dari lingkungan sosial. Kekurangan dari pola asuh ini menurut Adek, bawa pola asuh otoriter akan menghasilkan karakteristik anak yang penakut, pendiam, tertutup, tidak berinisiatif, gemar menentang, suka melanggar norma, berkepribadian lemah, cemas, dan menarik diri. Pola asuh ini akan menghasilkan anak dengan tingkah laku pasif dan cenderung menarik diri. Sikap orangtua yang keras akan menghambat inisiatif anak. Sementara itu Dewi menjelaskan bahwa, di sisi lain anak yang diasuh dengan pola asuh otoriter cenderung memiliki kompetensi dan tanggungjawab seperti orang dewasa (dalam Joko dkk, 2009). b. Pola Asuh Demokratis Prasetya (2003) pola asuh demokratis merupakan pola asuh dimana orang tua lebih memprioritaskan kepentingan anak dibandingkan dirinya, tetapi mereka tidak ragu-ragu mengendalikan anaknya. Sedangkan menurut Hurlock (2006) menyatakan metode demokratis menggunakan penjelasan, diskusi dan penalaran untuk membentuk anak mengerti perilaku tertentu yang diharapkan. Mereka berani menegur anak agar memiliki sikap, pengetahuan dan keterampilan-kererampilan yang mendasar kehidupan anaknya dimasa mendatang. Suherman (dalam Kristina, 2012) menyatakan bahwa orang tua yang mempunyai karakteristik sikap demokratis memerlukan pendapat anak dan memperlihatkan serta mempertimbangkan keingina-keinginan anak. Menurut Hurlock (2006) bahwa orang tua yang menerapkan pola asuh demokratis memperlihatkan ciri-ciri adanya kesempatan anak untuk berpendapat mengapa anak melanggar peraturan sebelum hukuman dijatuhkan, hukuman diberikan kepada perilaku salah, dan memberi pujian ataupun hadiah kepada perilaku yang 8 benar. Pola asuh demokrati ditandai dengan ciri-ciri; 1) aturan dibuat bersama oleh seluruh anggota keluarga (anak dan orang tua), 2) orang tua memperhatikan keinginan dan pendapat anaknya, 3) anak diajak mendiskusikan untuk mengambil keputusan, 4) ada bimbingan dan kontrol dari orang tua, 5) anak mendapat kesempatan untuk mengemukakan pendapatnya, 6) anak diberi kepercayaan dan tanggungjawab. Kelebihan dari pola asuh menurut Dewi (dalam Joko dkk, 2009), anak yang diasuh secara demokratis cenderung aktif, berinisiatif, tidak takut gagal karena anak diberi kesempatan untuk berdiskusi dalam pengambilan keputusan di keluarga. Orang tua memberikan pengawasan terhadap anak dan kontrol yang kuat serta dorongan yang positif. Namun kekurangan dari pola asuh ini adalah tidak menutup kemungkinan akan berkembang pada sifat membangkang dan tidak mampu menyesuaikan diri. c. Pola Asuh Permisif Bee & Boyd menyatakan pola asuh permisif yaitu pola asuh yang di dalamnya ada kehangatan dan toleran terhadap anak, orang tua tidak memberikan batasan, tidak menuntut, tidak terlalu mengontrol dan cenderung kurang komunikasi. Sedangkan Hurlock menyatakan pola asuh permisif tidak memiliki konsekuensi, peraturan dan hukuman bagi anak atas perbuatannya serta pola komunikasi yang terjadi hanya satu arah saja yaitu dari anak karena orang tua hanya mengikuti saja (dalam Rahmawan, 2012). Coloroso (2006) menyatakan pola asuh permisif adalah sebuah keluarga yang tidak memiliki aturan yang kuat dan tidak konsisten, seperti ada ketegasan, namun beberapa waktu memperlihatkan perasaan dan emosi yang sehat padahal tidak konsisten diterapkan. Menurut Lutvita (dalam Joko dkk, 2009), anak yang diasuh secara permisif mempunyai kecenderungan kurang berorientasi pada prestasi, egois, suka memaksakan keinginannya, kemandirian yang rendah, serta kurang bertanggungjawab. Anak juga akan berperilaku agresif dan antisosial, karena sejak awal tidak diajarkan untuk mematuhi peraturan sosial, tidak pernah diberi hukuman ketika melanggar peraturan yang telah ditetapkan orangtua. 9 Berdasarkan pendapat para ahli yang dikemukakan di atas dapat kita lihat bahwa pola asuh permisif sangat minim kontrolnya, dan anak sangat dibebaskan bahkan anak terkesan dimanjakan oleh orang tua. Orang tua tidak banyak memberi bimbingan kepada anak, sehingga arahan untuk menjadikan anak yang mandiri terkesan tidak ada. Sementara itu macam-macam pola asuh menurut Shochib (2001) menyatakan bahwa, pola asuh yang paling efektif diterapkan pada anak adalah pola asuh demokratis. Orang tua memberikan kontrol terhadap anaknya dalam batas-batas tertentu, aturan untuk hal-hal yang esensial saja, dengan tetap menunjukkan dukungan, cinta dan kehangatan kepada anaknya. 3. Aspek – Aspek dalam Pola Asuh Menurut Hurlock (1999) mengunakan empat aspek pola asuh orang tua, yaitu kontrol orang tua, hukuman dan hadiah, komunikasi dan disiplin. a. kontrol orang tua, yaitu usaha yang dilakukan orang tua untuk membatasi pola asuh anak yang didasarkan pada sasaran yang bertujuan memodifikasi perilaku anak b. hukuman dan hadiah, yaitu usaha orang tua dalam memberikan hukuman dan hadiah yang didasarkan pada perilaku anak c. komunikasi, yaitu usaha pencapaian informasi antara orang tua dan anak yang didalamnya bersifat mendidik, menghibur dan pemecahan masalah d. disiplin, yaitu usaha yang dilakukan oleh orang tua untuk mendisiplinkan anak dan mengajarkan nilai agar anak bisa menghargai dan menaati peraturan yang berlaku. Sedangkan menurut Baumrind (dalam Nia, 2006) aspek-aspek pola asuh orang tua adalah strictness, supervision, acceptance, dan involment. a. Strictness, yaitu tingkat keketatan orang tua dalam membuat banyak peraturan untuk mengatur perilaku anak. b. Supervision, yaitu tingkat pengawasan orang tua terhadap perilaku dan aktivitas anak. c. Acceptance, yaitu tingkat penerimaan orang tua terhadap perilaku anak. 10 d. Involment yaitu tingkat keterlibatan orang tua dalam kehidupan anak. Aspek-aspek pola asuh orang tua yang diungkapkan menurut para ahli dapat menjadi tolak ukur atau indikator dalam menganalisis jenis pola asuh itu sendiri. Penelitian yang dilakukan kali ini menggunakan aspek pola asuh menurut Hurlock (1999) yaitu kontrol hukuman dan hadiah, komunikasi dan disiplin. Aspek aspek ini kemudian dikorelasikan dengan ciri-ciri pola asuh demokratis menurut Hurlock yaitu : a. Ada bimbingangan dan kontrol dari orang tua serta kepercayaan yang bertanggung jawab. b. Terjalinnya komunikasi yang baik, keputusan dilakukan bersama dan memperhatikan pendapat dari anak. c. Aturan dibuat bersama oleh seluruh anggota keluarga (anak dan orang tua). B. Prestasi Belajar Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 895) menyatakan bahwa “prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan atau ketrampilan yang dikembangkan melalui mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh guru”. Slameto (2003) berpendapat prestasi belajar merupakan performance dan kopetensinya dalam mata pelajaran setelah mempelajari materi untuk mencapai tujuan pengajaran dalam satu satuan waktu yang bisa berupa semester atau tahun pelajaran. Performance dan kopetensi tersebut meliputi: ranah kognitif seperti informasi dan pengetahuan /knowledge, konsep diri dan prinsip (understanding), pemecahan masalah dalam kreatifitas; ranah psikomotorik/skill; dan ranah efektif seperti perasaan, sikap, nilai dan intergritas pribadi.Prestasi belajar juga tidak dapat dipisahkan dengan yang namanya belajar. Prestasi belajar adalah capaian dari suatu proses belajar. Belajar merupakan suatu aktifitas mental maupun psikis, yang berlangsung dalam interaksi aktif dangan lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan (bersifat relative konstan dan berbekas) dalam pengetahuan pemahaman, keterampilan dan nilai sikap. Belajar dapar menghasilkan perubahan, namun terdapat perubahan yang bukan akibat dari belajar, sehingga tidak semua perubahan adalah akibat dari belajar (Winkel, 2004). Belajar ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil dari 11 proses belajar dapat ditunjukan dalam bentuk seperti perubahan pengetahuannya, pemahamannya, sikap dan tingkah lakunya, keterampilannya, kecakapan dan kemampuannya, daya reaksinya, daya perimannya dan lain-lain aspek yang ada pada individu (Sudjana, 2008). Belajar dapat disimpulkan merupakan hasil pengalaman yang diterima dari interaksi dengan sekelilingnya. Penilaian dalam melihat seorang anak dapat menerima pembelajaran adalah dengan melihat prestasi belajarnya. Suryabrata (dalam Kristina, 2012) mengemukakan prestasi belajar merupakan penilaian hasil usaha kegiatan hasil belajar yang dinyatakan dalam bentuk simbol, angka, huruf, maupun kalimat yang mencerminkan hasil yang sudah dicapai oleh setiap pelajar atau prestasi belajar diartikan sebagai tingkatan penguasaan yang dicapai oleh pelajar dalam mengikuti program belajar mengajar dengan tujuan pendidikan yang ditetapkan. Simbol, angka, huruf maupun kalimat bisa kita jumpai dalam raport yang melaporkan hasil setelah proses belajar dalam kurun waktu tertentu. Nilai-nilai yang tertera tersebut merupakan penjumlahan nilai dari seluruh mata pelajaran yang diperoleh siswa dalam satu semester. Dengan demikian besar kecilnya nilai yang diperoleh menunjukkan besar kecilnya prestasi yang dicapai. Indikator dari belajar dapat dilihat dari prestasi belajar seorang anak. Terdapat faktor-faktor yang dapat mendorong dan mempengaruhi suatu keberhasilan dalam prestasi belajar. Slameto (2003) mengungkapkan bahwa faktor internal dan eksternal merupakan faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa. Faktor internal meliputi faktor jasmaniah(kesehatan, cacat tubuh), faktor psikologis (intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, kesiapan) dan kelelahan. Faktor eksternal meliputi faktor keluarga (cara orang tua mendidik, latar belakang kebudayaan), faktor sekolah (metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, disiplin sekolah, alat pengajaran, waktu sekolah, standar pengajaran di atas ukuran, keadaan gedung, metode belajar, tugas rumah) dan faktor masyarakat (teman bergaul serta bentuk kehidupan masyarakat). Hal yang sama dinyatakan menurut Sumadi Suryabrata (2002 : 233) mengklasifikasikan faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar adalah: a. Faktor yang berasal dari luar diri (eksternal) terdiri dari : 12 1) Faktor non sosial seperti udara, suhu, cuaca, waktu, tempat, alatalat yang dipakai belajar 2) Faktor sosial seperti faktor manusia b. Faktor yang berasal dari dalam diri (internal) terdiri dari : 1) Faktor Fisiologis seperti jasmani 2) Faktor psikologis seperti perhatian, pengamatan, tanggapan, fantasi, ingatan, berpikir, dan motif, minat. C. Pengertian Prestasi Belajar Matematika Prestasi belajar siswa pada pelajaran matematika adalah usaha belajar yang dicapai seorang anak didik yang ingin meraih cita-cita serta memiliki tujuan berupa kecakapan pengetahuan pasti dan eksak dalam materi yang dipelajari melalui proses belajar di sekolah dengan melakukan evaluasi atau pemberian tes (Susanti, 2005). Syair (Dalam Dimas, 2012) mengungkapkan bahwa prestasi belajar matematika adalah tingkat penguasan yang dicapai siswa dalam mengikuti proses belajar matematika sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Sedangkan Surybrata mengungkapkan, prestasi belajar adalah kemampuan siswa yang didapat dari proses belajar, biasanya dinyatakan atau diwujudkan dalam bentuk nilai rapor yang diperoleh dari hasil pengukuran. Berdasarkan pendapat Suryabrata mengenai prestasi belajar matematika Hardina (2008) mengungkapkan bahwa prestasi belajar matematika adalah suatu kemapuan siswa yang didapat setelah mengikuti kegiatan belajar matematika di sekolah, biasanya dinyatakan dalam bentuk nilai rapor. Berdasarkan pernyataan di atas mengenai prestasi belajar matematika yang dikemukakan, maka tolak ukur prestasi belajar matematika dalam penelitian ini menggunakan nilai raport sebagai inikator pencapaian prestasi belajar matematika. D. Penelitian yang Relevan Penelitian yang relevan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Penelitian yang diungkapkan oleh Kristina (2012) mengungkapkan bahwa terdapat perbedaan prestasi belajar siswa ditinjau dari pola asuh orang tua pada mata pelajaran PKn kelas VIII SMP Negeri 2 Kecamatan Susukan Kabupaten semarang semester II Tahun 2011/2012. Hal tersebut diketahui dari signifikasinya 0,002 dan 0,001. Dimana p atau signifikasinya tersebut lebih kecil dari 0,005 hal ini berarti bahwa 13 terdapat perbedaan yang signifikan antara perbedaan tersebut berlaku pada populasinya. Dari hasil Ttes dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara prestasi belajar siswa berdasar pola asuh orang tua, dimana pola asuh Authoritarian dan Authoritative menghasilkan prestasi belajar yang paling tinggi. 2. Berdasarkan hasil penelitian Yusniyah (2008) yang dilakukan di MTS ALFALAH Jakarta Timur , diperoleh angka indeks korelasi sebesar 0,605, kemudian angka ini di interpretasikan pada interpretasi secara sederhana angka indeks korelasi yang diperoleh ternyata terletak antara 0,40 - 0,70 dengan ini berarti terdapat korelasi yang positif yang signifikan antara pola asuh orang tua dengan prestasi belajar siswa. Sedangkan dalam interpretasi dengan menggunakan Table Nilai “r” Product Moment, ternyata “r” hitung lebih besar dari pada “r” table, baik pada taraf signifikansi 5 % maupun 1 %. Dengan demikian Hipotesa Alternatif (Ha) diterima atau disetujui, sedangkan Hipotesa Nol (Ho) ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa tinggi rendahnya prestasi belajar siswa sangat bergantung pada pola asuh yang diterapkan oleh orang tua di rumah. Semakin demokratis pola asuh yang diterapkan oleh orang tua, maka akan semakin tinggi prestasi belajar siswa. Berdasarkan penelitaian tersebut menjadikan dasar atau alasan adanya pengaruh yang signifikan antara pola asuh dengan prestasi belajar yang dapat menguatkan penelitan yang akan dilakukan. E. Hubungan Pola Asuh Demokratis Orang Tua Dan Prestasi Belajar Matematika Tugas orang tua adalah membantu anak dalam menyiapkan masa depannya. Orang tua sebagai pemimpin keluarga berperan aktif membantu mendampingi anak untuk dapat mengawasi dalam proses belajar di sekolah maupun di rumah. Perhatian dan komunikasi orang tua dalam mendidik anak diharapkan dapat membangun hubungan serta motivasi anak untuk belajar lebih giat untuk mencapai prestasi belajar yang baik. Pola asuh demokratis orang tua yang mengedepankan kepentingan anak membawa rasa nyaman anak terhadap lingkungan di keluarga, dengan lingkungan keluarga yang baik akan membawa suasana belajar anak menjadi kondusif dan nyaman dalam proses pendidikan anak. Yusniyah (2008) mengungkapkan bahwa pola asuh demokratis orangtua memberi kebebasan dan kesempatan luas dalam mendiskusikan segala 14 permasalahan, memberi hak yang sama serta kepercayaan, akan membuat anak nyaman dalam keluarganya sehingga dapat belajar dengan baik sehinga anak dapat berprestasi di sekolah. F. Kerangka Berfikir Prestasi belajar matematika dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor interal adalah faktor yang berasal dari diri siswa yang mencangkup fisiologis dan psikologis. Faktor eksternal adalah faktor dari luar siswa yang mencangup lingkungan. Lingkungan mencangkup lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Lingkungan keluarga mencangkup cara orang tua mengasuh dan mendidik anak, dengan menerapkan pola asuh tertentu. Pola asuh demokratis salah satu bentuk dari berbagai macam bentuk pola asuh, metode ini menggunakan penjelasan, diskusi dan penalaran untuk membentuk anak mengerti perilaku tertentu yang diharapkan (Hurlock, 2006). Dengan metode pola asuh demokratis seperti itu, maka suasana dalam keluarga terjalin, hubungan, komunikasi dan perhatian orang tua yang akan membuat suasana dalam lingkungan kondusif dan baik. Pola asuh demokratis menunjukan bahwa anak diutamakan oleh orang tua, hal ini membuat anak akan merasa nyaman, keberadaan anak disamakan dan anak memiliki kepribadian yang baik. Ketika anak nyaman dalam keluarganya dan memiliki kepribadian baik dalam lingkungan sekolah dan masyarakat juga akan diterapkan. Anak akan menerapkan hasil didik orang tua ke dalam lingkungan sekolah dan masyarakat. Orang tua yang menerapkan pola asuh demokratis tidak akan membiarkan anak begitu saja diluar lingkungan keluarga, orang tua akan memberikan kontol dan hubungan yang bertangung jawab agar anak tidak lepas dari perhatian orang tua. Orang tua juga memberikan anak kebebasan dalam bersosialisasi dengan orang lain dengan penuh tanggungjawab. Dengan demikian anak akan merasa bebas namun dengan batasan-batasn tertentu yang penuh tanggungjawab dan perhatian dan kontrol dari orang tua Pola pengasuhan demokratis yang menimbulkan suasana yang kondusif dalam keluarga akan mempengaruhi faktor internal yang ada dalam diri anak. Dalam fisiologis atau jasmani anak orang tua memperhatikan kesehatan dan kebugaran anak. Orang tua juga membing anak dalam mencapi prestasi belajar. 15 Pemaparan tersebut menunjukan bahwa pola asuh demokratis orang tua mempengaruhi faktor dalam berprestasi. Pola asuh demokratis orang tua mempengaruhi dalam lingkungan keluarga sehinga mempengaruhi juga lingkungan-lingkungan yang lain melalui pola asuh tersebut. Pola asuh demokratis orang tua juga mempengaruhi faktor internal anak dengan memperhatikan tumbuh kembang dan kebugaran anak serta member dukungan anak dalam berprestasi di sekola. Hubungan tersebut di gambarkan dalam diagram Gambar 2.1 dibawah ini: Gambar 2.1 Keterangan : PB FE FI NS S J P LK LS LM PD : Prestasi Belajar : Faktor Eksternal : Faktor Internal : Non Sosial : Sosial : Jasmani : Psikologis : Lingkungan Keluarga : Lingkungan Sekolah : Lingkungan Masyarakat : Pola Asuh Demokratis 16 G. Hipotesis Berdasarkan kajian teori di atas, penelitian ini merumuskan hipotesis penelitian yang akan diteliti sebagai berikut: Hipotesa Alternatif (H1) :Ada pengaruh positif yang signifikan antara pola asuh demokratis orang tua dengan prestasi belajar matematika. Hipotesa Nihil (Ho) :Tidak ada pengaruh positif yang signifikan antara pola asuh demokratis orang tua dengan prestasi belajar matematika.