BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perekonomian Indonesia pada saat ini sedang mengalami keadaan yang tidak menentu, hal ini dikarenakan ketidakpastian keadaan politik dan perekonomian dalam negeri, keadaan ini menimbulkan kesulitan bagi perusahaan-perusahaan besar maupun kecil dalam mempertahankan kelangsungan perusahaannya. Bahkan ada beberapa perusahaan yang harus menghentikan usahanya. Sebuah perusahaan memiliki bagian yang secara umum dimiliki semua perusahaan seperti bagian kas, bagian penggajian, bagian operasional, bagian pembelian, bagian pemasaran dan berbagai kegiatan umum lainnya. Semua kegiatan maupun bagian-bagian yang ada didalam perusahaan perlu berjalan secara tertib dan teratur. Ketertiban dan keteraturan dalam kegiatan perusahaan ini dapat dicapai oleh manajemen dengan bantuan prosedur pengendalian, dan karena bertambah besarnya ukuran perusahaan tidak memungkinkan pengawasan secara langsung oleh manajemen. Ada berbagai pendekatan yang dapat dilakukan dalam pengawasan, salah satunya adalah audit. Pada awalnya, audit merupakan ruang lingkup dari tugas manajemen suatu perusahaan yang sejalan dengan hakikatnya pengawasan itu sendiri dan menjadi fungsi dari setiap manajemen. Semakin besarnya organisasi suatu perusahaan maka kegiatan audit tersebut tidak mungkin lagi dirangkap secara fungsional oleh para manajer karena tentu akan kehilangan objektivitas dan independensi dalam melaksanakan tugasnya, sehingga diperlukan suatu organisasi yang berdiri sendiri dan terpisah dari kegiatan rutinnya. Untuk melaksanakan fungsinya, kemudian dibentuklah suatu bagian atau departemen yang melakukan suatu aktivitas penilaian independen dan pengawasan dengan tujuan untuk dapat membantu anggota organisasi menyelesaikan tanggung jawabnya secara efektif. Departemen yang melakukan aktivitas penilaian independen dan pengawasan ini dalam struktur organisasi biasanya dikenal dengan nama audit intern yang bertugas melakukan kegiatan pemeriksaan yang meliputi perencanaan pemeriksaan, pengujian dan pengevaluasian informasi, pemberitahuan hasil-hasil dan menindaklanjuti. Ruang lingkup pekerjaannya adalah pengujian dan evaluasi terhadap kecukupan dan keefektifan struktur pengendalian intern yang dimiliki oleh organisasi dan kualitas dari pelaksanaan tanggung jawab yang diberikan. Dalam melaksanakan kegiatan pemeriksaan para pemeriksa intern harus menerapkan ketelitian profesional. Ketelitian ini menghendaki suatu ketelitian yang kompeten di mana ketelitian yang sepatutnya mewajibkan pemeriksa intern untuk melakukan pengujian dan melakukan verifikasi terhadap suatu lingkup pemeriksaan. Pemeriksaan intern pada dasarnya merupakan fungsi penilaian yang independen yang ada di dalam suatu organisasi dengan tujuan untuk menguji dan mengevaluasi kegiatan-kegiatan organisasi yang dilaksanakan selain itu pemeriksa intern juga harus mewaspadai berbagai kemungkinan terjadinya kecurangan (fraud). Biasanya kecurangan tidak mudah ditemukan. Kecurangan biasanya ditemukan karena kebetulan maupun karena suatu hal yang disengaja. Dengan demikian manajemen harus berhati-hati terhadap kemungkinan timbulnya kecurangan yang mungkin terjadi di perusahaan yang dikelolanya. Bentuk kecurangan yang sering terjadi diantaranya meliputi management fraud dan employee fraud. Management fraud yang terjadi dalam bentuk penggelapan aktiva perusahaan, misalnya penggelapan uang perusahaan yang didukung dengan pemanipulasian laporan keuangan, dimana data dan informasi akuntansi yang akan disajikan dalam laporan keuangan diubah dengan sengaja. Sedangkan employee fraud yang terjadi diataranya pemalusan daftar gaji yaitu dengan menciptakan karyawan palsu, dan kemudian menguangkan gaji tersebut. Tindak kecurangan bukan hal yang aneh di negara manapun, termasuk di Negara Indonesia. Berdasarkan Corruption Perception Index (2011) yang dirilis oleh Transparency International di Berlin, Indonesia berada diperingkat 100 dari 183 negara terkorup. Sedangkan di Asia Tenggara, Indonesia berada pada peringkat ke-4 negara terkorup dibawah Brunaidarussalam, Malaysia, dan Thailand. Kecurangan (fraud) kini telah menjadi trend dan tidak hanya bisa terjadi di dalam perusahaan swasta bahkan perusahaan milik negara yang notabene merupakan perusahaan yang dikuasai oleh pemerintah pun bisa timbul kecurangan (fraud) didalamnya. Jenis kecurangan (fraud) yang terjadi di setiap negara ada kemungkinan berbeda karena praktik kecurangan (fraud) antara lain sangat dipengaruhi oleh kondisi hukum di negara yang bersangkutan dan tentunya juga sikap mental dari para pengelola didalamnya. Dalam korupsi tindakan yang lazim dilakukan diantaranya adalah memanipulasi pencatatan, penghilangan dokumen dan mark-up. Hal tersebut merupakan tindakan yang merugikan keuangan negara atau perekonomian suatu negara, dan tindakan ini merupakan bentuk kecurangan (fraud). Salah satu kasus yang marak terjadi yakni bahwasanya kecurangan (fraud) yang paling sering terjadi yaitu kecurangan (fraud) yang menyangkut pada bagian kas, di mana di dalam bagian ini pencurian, penggelapan maupun persekongkolan kerap terjadi, berbagai kemungkinan kecurangan (fraud) pada bagian kas terjadi karena adanya keinginan seseorang untuk memiliki sebagian kecil kas tersebut, maupun kebutuhan seseorang yang bisa mendorong untuk melakukan kecurangan (fraud) tersebut. Salah satu aktor atau instansi yang dianggap sebagai salah satu sumber terjadinya kasus korupsi adalah BUMN (Badan Usaha Milik Negara). Menurut Lendo Novo (2005) selaku Ketua Tim Investigasi BUMN yang dibentuk oleh Meneg BUMN, Sugiharto, hampir semua BUMN di Indonesia tidak terlepas dari korupsi yang nilainya mencapai triliyunan rupiah. Dari tujuh kasus korupsi yang melibatkan BUMN telah merugikan negara hingga 2,2 triliyun. Manajemen yang buruk, sistem pengendalian intern yang kurang memadai, sampai dengan rendahnya kesejahteraan pegawai disinyalir menjadi faktor pemicu kasus-kasus tersebut. Salah satu BUMN besar yang tidak terlepas dari kasus praktik korupsi adalah PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Tim jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut mantan Direktur Utama PT. Kimia Farma (Persero) Tbk, Gunawan Pranoto dan Direktur Utama Rifa Jaya Mulia, Rinaldi Yusuf, masing-masing tujuh tahun dan enam bulan penjara, Kamis (1/4/2010). Jaksa penuntut Chatarina M Girsang dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, juga menuntut Gunawan bersama Rinaldi membayar denda masing-masing Rp 500 juta subsider 6 bulan. Jaksa menilai, bos perusahaan rekanan Kementerian Kesehatan itu terbukti memperkaya orang lain dalam proyek pengadaan alat kesehatan pada 2003. Jaksa menilai Gunawan Pranoto dan Rinaldi Yusuf juga terbukti memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang merugikan keuangan negara sekurangkurangnya Rp 104,40 miliar. Menurut jaksa, dari hasil perhitungan ahli BPKP, kerugian negara itu akibat ada kemahalan sebesar Rp 66 miliar. Selain itu, jaksa juga menuntut perampasan uang dari hasil dugaan korupsi dengan total Rp 50,2 miliar. Disebutkan, uang itu dikuasai direksi PT. Kimia Farma Trading sebesar Rp 37,2 miliar, di brankas direksi PT. Berca Indonesia sebesar Rp 5,3 miliar, dan direksi PT. Prima Semesta Internusa sebesar Rp 2,6 miliar. Selebihnya berada di tangan direksi PT. Penta Valen sebesar Rp 911 juta dan ditangan Ateng Hermawan sebesar Rp 3,9 miliar. Salah satu jalan keluar dari masalah praktik-praktik korupsi adalah keberadaan intern auditor dalam suatu perusahaan atau organisasi. Karena kegiatan intern audit memberikan jaminan pada peningkatan manajemen resiko, pengendalian intern, dan tata kelola perusahaan yang dapat meningkatkan kedisiplinan (Hiro 2011:3). Oleh karena itu berdasarkan latar belakang teori dan fakta yang telah dijelaskan sebelumnya, maka penulis tertarik untuk meneliti masalah tersebut yang akan dituangkan pada penelitian dengan judul : “PENGARUH PENGENDALIAN INTERN TERHADAP TINGKAT KECURANGAN (FRAUD) KAS” Studi Kasus Pada PT. Kimia Farma (Persero) Tbk Bandung 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya maka masalah yang akan diidentifikasi dalam penelitian ini adalah: 1. Apakah pengendalian intern pada perusahaan sudah memadai. 2. Apakah pengendalian intern memiliki pengaruh terhadap tingkat kecurangan (fraud) di dalam perusahaan. 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian Maksud dari penelitian ini adalah untuk mempelajari lebih dalam mengenai pengetahuan yang telah peneliti terima di bangku perkuliahan untuk menambah pengalaman peneliti pada objek yang diteliti. Tujuan penelitian ini adalah untuk memahami pengetahuan yang telah dipelajari oleh peneliti dengan melihat penerapannya dalam praktik sebenarnya. Sesuai dengan permasalahan yang telah dibahas sebelumnya, tujuan penelitian yang spesifik adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui apakah pengendalian intern perusahaan sudah memadai. 2. Untuk mengetahui apakah pengendalian intern memiliki pengaruh terhadap tingkat kecurangan (fraud) di dalam perusahaan. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah : 1. Bagi Penulis Penelitian ini akan memberikan ilmu pengetahuan dan wawasan bagi penulis mengenai pengendalian intern terhadap kecurangan (fraud), dan untuk memenuhi salah satu syarat menempuh ujian akhir di Fakultas Ekonomi program studi Akuntansi Universitas Widyatama. 2. Bagi perusahaan Memberi masukan bagi perusahaan untuk mengevaluasi sejauh mana pengaruh pengendalian intern terhadap kinerja perusahaan yang dapat diukur dengan pengaruh pengendalian intern terhadap terjadinya kecurangan (fraud). 3. Pihak lain Penulis juga mengharapkan agar hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sumbangan pemikiran, pengetahuan, informasi, dan referensi yang berkaitan dengan pengendalian intern 1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian akan dilakukan pada PT. Kimia Farma (Persero) Tbk yang berada di Jalan Padjajaran No. 29-31 Bandung. Waktu penelitian akan dilakukan Februari 2013 sampai dengan Mei 2013.