Ballast Lampu fluorescent lebih dikenal sebagai lampu TL. Lampu penerangan jenis ini lebih banyak dipakai karena daya yang dipakai relatif lebih kecil jika dibandingkan dengan lampu bolam. Selain itu lampu TL juga lebih dingin daripada lampu bolam dengan pemakain daya yang sama. Penggunaan lampu fluorescent, dan selanjutnya disebut lampu TL ini penggunaannya sudah sangat luas dan sangat umum baik untuk penerangan rumah ataupun penerangan pada industri-industri. Keuntungan dari lmapu TL ini, seperti yang telah disebutkan di atas adalah menghasilkan cahaya output per watt daya yang digunakan lebih tinggi daripada lampu bolam biasa (incandescent lamp). Sebagai contoh, sebuah penelitian menunjukkan bahwa 32 watt lampu TL akan mengjasilkan cahaya sebesar 1700 lumens pada jarak 1 meter sedangkan 75 watt lampu bolam biasa (lampu bolam dengan filamen tungsten) menghasilkan 1200 lumens. Atau dengan kata lain perbandingan effisiensi lampu TL dan lampu bolam adalah 53 : 16. Efisiensi disini didefinisikan sebagai intensitas cahaya yang dihasilkan dibagi dengan daya listrik yang digunakan. Walaupun lampu TL mempunyai keuntungan yang besar yaitu pada penghematan daya, lampu TL juga mempunyai kerugian. Kerugian lampu TL adalah : Besarnya Tempat biaya pembelian satu set lampu TL yang digunakan oleh satu set lampu TL lebih besar. Oleh karena lampu TL standard measih mempunyai kelemahan seperti yang disebutkan di atas maka dengan electronic ballast tempat yang digunakan oleh sebuah lampu TL standar dapat diperkecil sehingga menyamai tempat yang digunakan oleh sebuah lampu bolam. Selain itu dengan electronic ballast dapat mengatasi adanya flicker yang disebabkan karena turunnya frekuensi tegangan supply. Gambar 1 Blok Diagram Lampu TL Standar Operasi lampu TL standar hanya membuthkan komponen yang sangat sedikit yaitu : Ballast (berupa induktor), starter, dan sebuah kapasitor (pada umumnya tidak digunakan) dan sebuah tabung lampu TL. Konstruksi ini dapat dilihat pada gambar 1. Tabung lampu TL ini diisi oleh semacam gas yang pada saat elektrodanya mendapat tegangan tinggi gas ini akan terionisasi sehingga menyebabkan elektron-elektron pada gas tersebut bergerak dan memendarkan lapisan fluorescent pada lapisan tabung lampu TL. Starter merupakan komponen penting pada sistem lampu TL ini karena starter akan menghasilkan suatu pulsa trigger agar ballast dapat menghasilkan spike tegangan tinggi. Starter merupakan komponen bimetal yang dibangun di dalam sebuah tabung vacuum yang biasanya diisi dengan gas neon. Operasi Lampu TL Standar Ketika tegangan AC 220 volt di hubungkan ke satu set lampu TL maka tegangan diujungujung starter sudah cukup utuk menyebabkan gas neon didalam tabung starter untuk panas (terionisasi) sehingga menyebabkan starter yang kondisi normalnya adalah normally open ini akan ‘closed’ sehingga gas neon di dalamnya dingin (deionisasi) dan dalam kondisi starter ‘closed’ ini terdapat aliran arus yang memanaskan filamen tabung lampu TL sehingga gas yang terdapat didalam tabung lampu TL ini terionisasi. Pada saat gas neon di dalam tabung starter sudah cukup dingin maka bimetal di dalam tabung starter tersebut akan ‘open’ kembali sehingga ballast akan menghasilkan spike tegangan tinggi yang akan menyebabkan terdapat lompatan elektron dari kedua elektroda dan memendarkan lapisan fluorescent pada tabung lampu TL tersebut.. Perstiwa ini akan berulang ketika gas di dalam tabung lampu TL tidak terionisasi penuh sehingga tidak terdapat cukup arus yang melewati filamen lampu neon tersebut. Lampu neon akan tampak berkedip. Selain itu jika tegangang induksi dari ballast tidak cukup besar maka walaupun tabung neon TL tersebut sudah terionisasi penuh tetap tidak akan menyebabkan lompatan elektron dari salah satu elektroda tersebut. Besarnya tegangan spike yang dihasilkan oleh trafo ballast dapat ditentukan oleh rumus berikut : Jika proses ‘starting up’ yang pertama tidak berhasil maka tegangan diujung-ujung starter akan cukup untuk menyebabkan gas neon di dalamnya untuk terionisasi (panas) sehingga starter ‘closed’. Dan seterusnya sampai lampu TL ini masuk pada kondisi steady state yaitu pada saat impedansinya turun menjadi ratusan ohm . Impedansi dari tabung akan turun dari dari ratusan megaohm menjadi ratusan ohm saja pada saat kondisi ‘steady state’. Arus yang ditarik oleh lampu TL tergantung dari impedansi trafo ballast seri dengan impedansi tabung lampu TL. Selain itu karena tidak ada sinkronisasi dengan tegangan input maka ada kemungkinan pada saat starter berubah kondisi dari ‘closed’ ke ‘open’ terjadi pada saat tegangan AC turun mendekati nol sehingga tegangan yang dihasilkan oleh ballast tidak cukup untuk menyebabkan lompatan elektron pada tabung lampu TL. Electronic Ballast Pada prinsipnya kontroller lampu TL (sering disebut sebagai ballast elektronic) terdiri dari komponen yang memberikan arus dengan frekuensi tinggi di atas 18KHz. Frekuensi yang biasa dipakai adalah frekuensi 20KHz sampai 60KHz. Aplikasi ini mempunyai beberapa keuntungan yaitu : Meningkatkan rasio perbandingan konversi daya listrik ke cahaya yang dihasilkan. Tidak terdeteksinya kedipan oleh mata karena kedipannya terjadi pada frekuensi yang sangat tinggi sehingga tidak dapat diikuti oleh kecepatan mata. Ballast elektronik ringan. Tetapi dari keuntungannya tersebut ditebus dengan kerumitan rangkaian jika dibandingkan dengan ballast konvensional. Pada elektronik ballast terdapat 3 macam tipe yang sering digunakan yaitu : Flyback inverter Rangkaian Current source Resonant Rangkaian Voltage source resonant Gambar 2 Blok Diagram Ballast Elektronik Flyback Inverter Tipe ini tidak terlalu populer karena adanya pendekatan transien tegangan tinggi sehingga berdampak langsung dengan penggunaan tegangan rangkaian tegangan tinggi begitu pula dengan penggunaan komponen-komponen transistor untuk tegangan tinggi. Selain itu rangkaian flyback akan menurunkan efisiensi transistor karena kerugian pada saat switching . Kerugian yang utama yaitu flyback inverter akan menghasilkan tegangan berbentuk kotak dan arus berbentuk segitiga. Tegangan dengan bentuk gelombang seperti ini tidak cukup baik untuk lampu TL. Agar rangkaian ini dapat menghasilkan sinyal berbentuk sinus maka perlu ditambahkan komponen induktor dan kapasitor. Gambar 3 Blok Diagram Flyback Inverter Rangkaian Current Source Resonant Untuk rangkaian dengan menggunakan teknik ini membutuhkan komponen tambahan induktor yang dinamakan feed choke. Komponen ini juga harus menggunakan transistor tegangan tinggi. Oleh karena itu rangkaian ballast elektronik ini membutuhkan biaya yang lebih tinggi. Komponen transistor yang digunakan harus mempunyai karakteristik tegangan breakdown (VBR harus lebih besar dari 784 volt dan harus mampu mengalirkan arus kolektor sebesar 1 sampai 2A. Gambar 4 Blok Diagram Rangkaian Current Source Resonant Rangkaian Voltage Source Resonant Rangkaian ini paling banyak dipakai oleh berbagai industri ballast elektronik saat ini. Tegangan AC sebagai tegangan supply disearahkan dengan mengggunakan bridge DR dan akan mengisi kapasistor bank C1. C1 akan menjadi sumber tegangan DC untuk tabung lampu TL. Kemudian sebuah input filter dibentuk untuk mencegah rangkaian dari tegangan transien dari tegangan supply PLN dan melemahkan berbagai sumber noise EMI (Electro Magnetic Interferrence) yang dihasilkan oleh frekuensi tinggi dari tabung lampu TL. Filter input ini dibentuk dengan rangkaian induktor dan kapasitor. Blok diagram rangkaian dapat dilihat pada gambar 5. Gambar 5 Blok Diagram Rangkaian Voltage Source Resonant Input filter ini harus mempunyai spesifikasi yang baik karena harus dapat mencegah interferensi gelombang radio sehingga di Amerika input filter ini harus mempunyai sertifikat FCC. Frekuensi resonansi yang dihasilkan dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan : Pada saat rangkaian dihidupkan maka tabung TL akan mempunyai impedansi yang sangat besar sehingga C4 seakan-akan seri dengan L dan C3 sehingga didapatkan persamaan di atas. Resonansi yang dihasilkan ini mempunyai tegangan yang cukup besar agar dapat mengionisasi gas yang berada di dalam tabung lampu TL tersebut. Kondisi ini akan menyebabkan kondisi strating yang tiba-tiba sehingga dapat memperpendek umur dari filamen karena filamen belum mendapatkan pemanasan yang cukup untuk mengemisikan elektron. Kondisi ini ditentukan oleh keadaan osilatornya. Pada saat starting up ini pula terdapat arus peak yang sangat besar, sebesar 4 kali arus steady state. Oleh karena itu harus dipilih transistor yang mempunyai karakterisktik arus kolektor sebesar 4 x arus steady yaitu sekitar 2.75A. Arus steady besarnya sekita 0.75A. Sehingga Q1 dan Q2 harus mampu melewatkan arus sebesar 2.75A. Ketika tabung TL telah terionisasi dengan penuh maka impedansinya akan turun menjadi ratusan ohm saja sehingga akan membuang muatan pada C4. Kondisi ini akan menggeser frekuensi resonansi ke nilai yang ditentukan oleh C3 dan L. Energi yang sedang digunakan tersebut sekarang lebih kecil begitu pula dengan tegangan di antara elektrodaelektrodanya menjadi kecil pula. Kondisi ini mengakhiri kondisi startup dari lampu TL ini. Dibawah ini merupakan contoh aplikasi untuk elektronik ballast dengan menggunakan transistor power BUL45. Gambar 6 Skematik Ballast Elektronik Yang perlu diperhatikan dalam pengontrollan pada ballast elektronik adalah parameter dari transistor power yang digunakan yang mampu menggaransi terjadinya keadaan steady state dari lampu TL tersebut. Oleh Susanto w.k Dimmer 4 Kanal Rangkaian dimmer merupakan rangkaian yang sudah umum digunakan antara lain untuk mengatur terang-redup lampu bolam. Pada kesempatan kali ini akan dijabarkan mengenai cara kerja rangkaian dimmer. Rangkaian dimmer ini mampu mengatur beban pada tegangan 220VAC dengan daya sampai 900W tiap kanal dengan beban yang mulai dari lampu bolam sampai ke beban induktif seperti motor AC. Triac Inti dari rangkaian ini adalah penggunaan Triac K6243. Triac tipe ini mempunyai 4 kanal keluaran sehingga dapat mengatur 4 beban sekaligus. Triac tipe ini jarang dijumpai di pasar komponen di Surabaya. Komponen alternatifnya dapat digunakan Triac tipe 2N6346. Untuk tipe triac ini mampu melewatkan arus 12A dengan karekateristik tegangan block-nya sampai 800VAC tetapi hanya mempunyai satu kanal saja. Jadi jika diperlukan 4 kanal maka dibutuhkan 4 buah triac tipe 2N6346. Triac merupakan komponen 3 elektroda: MT1, MT2, dan gate. Triac biasanya digunakan pada rangkaian pengendali, penyakelaran, dan rangkian pemicu/trigger. Oleh karena aplikasi triac yang demikian luas maka komponen triac biasanya mempunyai dimensi yang besar dan mampu diaplikasikan pada tegangan 100V sampai 800V dengan arus beban dari 0.5A sampai 40A. Gambar 1 Triac Jika terminal MT1 dan MT2 diberi tegangan jala-jala PLN dan gate dalam kondisi mengambang maka tidak ada arus yang dilewatkan oleh triac (kondisi idel) sampai pada tegangan ‘break over’ triac tercapai. Kondisi ini dinamakan kondisi off triac. Apabila gate diberi arus positif atau negatif maka tegangan ‘break over’ ini akan turun. Semakin besar nilai arus yang masuk ke gate maka semakin rendah pula tegangan ‘break over’nya. Kondisi ini dinamakan sebagai kondisi on triac. Apabila triac sudah ‘on’ maka triac akan dalam kondisi on selama tegangan pada MT1 dan MT2 di atas nol volt. Apabila tegangan pada MT1 dan MT2 sudah mencapai nol volt maka kondisi kerja triac akan berubah dari on ke off. Apabila triac sudah menjadi off kembali, triac akan selamanya off sampai ada arus trigger ke gate dan tegangan MT1 dan MT2 melebihi tegangan ‘break over’nya. Gambar 2 Daerah Kerja Triac Prinsip Kerja Dimmer Rangkaian Dimmer disajikan dalam 4 bagian utama. Bagian Ramp Generator, Bagian Pulse Control, Bagian Power Supply Triac, dan Bagian Triac. Bagian Ramp Generator berfungsi untuk menghasilkan pulsa-pulsa gigi gergaji (sinyal ramp) dengan frekuensi 120Hz dan sinkron dengan fasa tegangan jala-jala PLN. Gambar 3 Sinyal Ramp yang Sinkron Dengan Fasa Jala-Jala PLN Sinkronisasi mutlak diperlukan karena untuk memicu/men-trigger triac harus pada saat triac dalam kondisi off dan tegangan PLN mulai tidak sama dengan nol VAC. Pada Bagian Ramp Generator ini diperlukan rangkaian zero crossing detector yang mendeteksi keadaan tegangan PLN = nol volt. Pada keadaan ini dihasilkan pulsa ramp yang akan turun secara linier selama 10ms. Outputn dari bagian ramp generator ini dihubungkan ke 4 buah komparator. Pada proyek ini digunakan LM324 yang memiliki 4 komparator dalam 1 kemasan. Rangkaian Ramp Generator ini sangat sederhana yang dibangun dari komponen diskrit. Konstanta waktu ditentukan oleh waktu pembuangan muatan pada rangkaian R5 dan kapasitor C1 yang akan menswitch-on/off transistor Q2. Rangkaian bagian ramp generator dapat dilihat pada gambar 4. Gambar 4 Rangkaian Ramp Generator Sinkron dengan Jala-Jala PLN Bagian yang juga memegang peranan penting dalam rangkaian dimmer ini adalah bagian komparator yang menghasilkan pulsa-pulsa yang lebarnya bervariasi terhadap tegangan 0 – 10 volt DC. Gambar 5 Rangkaian Komparator LM324 Dengan menggunakan komparator LM324 maka tegangan sinyal ramp yang dihasilkan oleh rangkaian ramp generator akan dibandingkan dengan tegangan dari potensiometer. Tegangan potensiometer tersebut bervariasi antara 0 volt sampai 10 voltDC. Pada saat tegangan ramp berada dibawah tegangan potensiometer maka output dari komparator LM324 adalah +10V sehingga terdapat arus yang mengalir pada R7 (470). Apabila tegangan ramp lebih tinggi daripada tegangan potensiometer maka output dari LM324 adalah 0 volt. Dalam kondisi ini tidak ada arus yang mengalir pada R7. Arus ini merupakan arus aktivasi optocoupler pada bagian triac. Rangkaian pada bagian triac dapat dilihat pada gambar 6. Gambar 6 Rangkaian Triac dan Beban Pada saat output dari komparator LM324 = +10V maka terdapat arus yang mangalir ke optocoupler sehingga pada saat ini optocoupler aktif sehingga akan meng-on-kan transistor Q2 dan menyebabkan gate triac mengalirkan arus dari MT1 ke gate. Dengan kata lain gate mendapatkan arus aktivasi sehingga triac akan dalam kondisi ON. Gambar 7 Sinyal Aktivasi Triac Pada saat tegangan output komparator = nol volt maka optocoupler tidak aktif sehingga transistro Q2 juga dalam kondisi OFF. Kondisi ini menyebabkan tidak ada arus yang mengalir dari MT1 ke gate sehingga triac tidak mendapatkan arus picu. Triac dalam kondisi OFF. Karena sinyal ramp dimulai pada saat setiap keadaan zero crossing terjadi pada saat setiap setengah siklus tegangan PLN maka dapat dikatakan bahwa triac akan ditrigger setiap setelah terjadi zero crossing tegangan PLN. Triac ditrigger harus ditrigger setelah zero crossing agar tegangan MT1 dan MT2 cukup untuk merubah kondisi kerja triac ketika ada arus gate. Output dari komparator dapat dikatakan sebagai PWM kontrol. Hal ini disebabkan karena lebar dari pulsa output komparator tergantung dari pada tegangan potensiometer. Perubahan PWM ini akan terjadi setelah terjadinya zero crossing pada tegangan jala-jala PLN. Pada rangkaian pada gambar 6 dapat dilihat bahwa untuk rangkaian tersebut masih dibutuhkan power supply 9 volt untuk pemicu triac. Power supplay ini harus terpisah dari power supplay yang lain karena output power supplay 9 volt ini dihubungkan langsun ke 230 VAC. Power supply 9volt ini perlu mendapatkan perhatian ekstra pada pembuatannya karena ground power supply 9 volt ini tidak boleh digabungkan dengan ground neutral jala-jala PLN. Kalau hal ini terjadi maka power supply 9 volt akan rusak. Jika ground power supply 9 volt ini tidak menjadi sati dengan neutral jala-jala PLN maka tegangan 9 volt dan tegangan 230 VAC akan flaoting satu sama lain dan kondisi ini tidak akan menyebabkan power supply 9 volt rusak. Gambar 8 Rangkaian Power Supply 9VDC dengan Ground Terisolasi Rangkaian C2 dan R4 pada gambar 6 merupakan rangkaian snubber yang digunakan untuk mengkompensasi beban induktif seperti motor. Triac yang digunakan (tipe K2634) tidak perlu penambahan heat sink tetapi jika diperlukan maka body heat sink tidak boleh bersentuhan dengan komponen yang lain atau dengan body heat sink yang lain karena body heat sink tersambung dengan terminal MT1 yang disambungkan ke 230VAC kecuali antara metal plate komponen triac sudah diisolasi dengan mika. Namun dengan kondisi ini penyerapan panas oleh heat sink tidak maksimal karena terhambat oleh lapisan mika. Begitu pula jika menggunakan triac yang lain, biasanya metal plate pada komponen triac dihubungkan secara hardwire dengan MT1. Rangkaian di atas berkerja dengan baik untuk lampu 220 V 60 watt dan tidak timbul masalah apapun. Sebagai pengaman rangkaian maka perlu ditambahkan fuse sebesar 10A pada input tegangan jala-jala PLN sebelum masuk ke terminal 230VAC. Untuk mengurangai efek noise yang ditimbulkan oleh rangkaian ini maka dapat ditambahkan induktor 50uH 10A seri dengan fuse 10A dan diparalel dengan kapasistor sebesar 47nF 500V. Dengan sedikit modifikasi maka pengaturan rangkaian dimmer ini dapat dilakukan pada tempat lain. Yaitu dengan menempatkan potensiometer 0-10V ditempat lain sehingga tampaknya rangkaian dimmer ini lebih canggih. Oleh Susanto w.k Running LED Animasi lampu yang bergerak tentunya akan menambah semaraknya suasana suatu acara atau dapat pula memberikan kesan kreatif. Salah satu animasi lampu yang mudah dibuat dan tidak terlalu membutuhkan biaya yang banyak adalah running led. Animasi lampu atau hiasan lampu yang bergerak tidaklah selalu mahal dan sukar dalam pembuatannya. Proyek ini sangat mudah dibuat hanya dengan menggunakan tiga buah IC CMOS. Rangkaiannya pun sangat sederhana dan mudah untuk dipahami dan dibuat sendiri. Ide Running LED Running led ini dibuat dengan menggunakan dua buah IC CMOS MC14017 sebagai decade counter. IC CMOS ini mempunyai karakteristik untuk mengaktifkan salah satu bit outputnya saja dan mampu memberikan arus sampai 10mA. Arus output ini sudah cukup untuk menyalakan sebuah led dengan kecerahan yang cukup. IC CMOS ini cukup baik kerjanya terutama dengan tegangan suplai yang daerah kerjanya sangat lebar yaitu mulai 3.0 VDC sampai 18VDC. Dalam hal ini karena nantinya diaplikasikan pada bidang otomotif, misalnya, maka dipilih tegangan 12VDC. Untuk membentuk pulsa clocknya digunakan MC14011, merupakan IC CMOS gerbang NAND. Dengan adanya potensiometer R3 maka frekuensi output dari osilator clock dapat diatur. Gambar 1 Arah Gerakan LED Cara Kerja Rangkaian Rangkaian osilator clock dibangun dari rangkaian MC14011, R2, potensiometer R3 dan kapasitor C2. Frekuensi kerjanya diatur dengan mengatur nilai resistansi potensiometer R3 tetapi jika dirasa masih kurang lambat maka nilai kapasitor C2 dapat diperbesar. Rangkaian C1 dan R1 merupakan rangkaian yang mereset MC14017 pada saat power-up. Pada saat pertama kali dihidupkan kapasitor C1 akan mengisi muatannya sehingga muncul tegangan di R1 sehingga MC14017 reset. Setelah beberapa saat maka kapasitor C1 akan penuh dan tegangan pada R1 akan turun menuju 0 volt. Dalam kondisi seperti ini maka MC14017 akan mulai dari kondisi awal dimana Q0 akan aktif kemudian diikuti oleh Q1 setelah MC14017 mendapatkan pulsa clock. Setelah mendapatkan 10 kali pulsa clock maka secara otomatis MC14017 akan reset dan kembali pada kondisi awal yaitu pada Q0 aktif kembali. Saklar SW1 dan SW2 digunakan untuk menentukan operasi kerja dari running led ini. Jika kedua saklar ini terbuka maka tidak ada led yang bergerak. Semua led akan diam pada posisi terakhirnya. Jika saklar SW1 ditutup maka hanya led D11 sampai D20 saja yang bergerak sedangkan jika hanya saklar SW2 saja yang ditutup maka hanya led D1D10 saja yang bergerak. Tetapi jika kedua saklar ini ditutup maka semua led akan bergerak. Gambar 2 Rangkaian Lengkap Running LED Pengembangan Rangkaian Tetapi jika diperlukan arus yang lebih besar maka perlu ditambahkan transistor switching yang nantinya dibebani oleh led. Dengan menggunakan transistor switching maka arus yang menuju led dapat diatur sedemikian hingga lebih dari 10mA. Arah gerakan led dapat dimodifikasi sesuai keinginan. Caranya adalah dengan meletakkan urutan led disesuaikan dengan urutak keaktifannya. Urutan keaktifan dari output 4017 adalah sesuai dengan urutan output Q0, Q1, …, Q10. Jika kecerahan led dirasa kurang maka dapat nilai resistor R4 dapat diganti menjadi 220 ohm. Oleh Susanto W.K Sumber : http://elektronika-elektronika.blogspot.com/