Mitral Stenosis

advertisement
Mitral Stenosis
Stenosis mitral merupakan kasus yang sudah jarang ditemukan dalam praktek sehari-hari
terutama di luar negeri. Sebagaimana diketahui stenosis mitral paling sering disebabkan oleh
penyakit jantung reumatik yang menggambarkan tingkat sosial ekonomi yang rendah. Oleh
karena itu di negara maju seperti Amerika Serikat, penyakit ini sudah jarang ditemukan,
walaupun ada kecenderungan meningkat karena meningkatnya jumlah imigran dengan kasus
infeksi streptokokkus yang resisten. Sedangkan di Indonesia walaupun kasus baru juga
cenderung menurun, namun kasus senosis mitral ini masih banyak ditemukan. Angka yang pasti
tidak diketahui namun dari pola etiologi penyakit jantung di poliklinik Rumah Sakit
Moehammad Hoesin Palembang selama 5 tahun (1990-1994) didapatkan angka 13,94% dengan
penyakit jantung katup.
Defenisi
Stenosis mitral adalah suatu keadaan di mana terjadi gangguan aliran darah dari atrium
kiri melalui katup mitral oleh karena obstruksi pada level katup mitra. Kelainan struktur mitral
ini menyebabkan gangguan pembukaan sehingga timbul gangguan pengisian ventrikel kiri saat
diastole.
Etiologi
Penyebab tersering stenosis mitral adalah endokarditis reumatika, akibat reaksi yang
progresif dari demam reumatik oleh infeksi streptokokkus. Penyebab lain walaupun jarang dapat
juga stenosis mitral congenital, deformitas parasut mitral, vegetasi dari systemic lupus
erythematosus (SLE), karsinosis sistemik, eposit amiloid, akibat obat fenfluramin/phentermin,
rhemotoid arthritis (RA), serta kalsifikasi annulus maupun daun katup pada usia lanjut akibat
proses degenerative.
Beberapa keadaan juga dapat menimbulkan obstruksi aliran masuk ke ventrikel kiri
seperti Cor triatrium, miksoma atrium serta thrombus sehingga menyerupai stenosis mitral. Dari
pasien dengan penyakit jantung katup ini 60% dengan riwayat demam rematik, sisanya
menyangkal. Selain dari pada itu, 50% pasien dengan karditis rematik akut tidak berlanjut
sebagai penyakit jantung katup secara klinik (Rahimtoola). Pada kasus di klinik (data tidak
dipublikasi) juga terlihat beberapa kasus demam rematik akut yang tidak berlanjut menjadi
penyakit jantung katup, walaupun ada di antaranya memberi manifestasi chorea. Kemungkinan
hal ini disebabkan karena pengenalan dini dan terapi atibiotik yang adekuat.
Patologi
Pada stenosis mitral akibat demam rematik akan terjadi proses peradangan (valvulitis)
dan pembentukan nodul tipis di sepanjang garis penutupan katup. Proses ini akan menimbulkan
fibrosis dan penebalan daun katup, kalsifikasi, fusi kommisura, fusi serta pemendekan korda atau
kombinasi dari proses tersebut. Keadaan ini akan menimbulkan distorsi dari apparatus mitral
yang normal, mengecilnya area katup mitral menjadi seperti bentuk mulut ikan (fish mouth) atau
lubang kancing (button hole). Fusi dari kommisura ini akan menimbulkan penyempitan dari
orifisium primer sedangkan fusi korda mengakibatkan penyempitan dari orifisium sekunder.
Pada endokarditis rematika, daun katup dan korda akan mengalami sikatris dan
kontraktur bersamaan dengan pemendekan korda sehingga menimbulkan penarikan daun katup
menjadi bentuk funnel shaped.
Kalsifikasi biasanya terjadi pada usia lanjut dan biasanya lebih sering pada perempuan
dibandingkan laki-lakiserta lebih sering pada keadaan gagal ginjal kronik. Apakah proses
degeneratif tersebut dapat menimbulkan gangguan fungsi masih perlu evaluasi lebih jauh, tetapi
biasanya ringan. Proses perubahan patologi sampai terjadinya gejala klinis (periode laten)
biasanya memakan waktu berahun-tahun (10-20 tahun).
Patofisiologi
Pada keadaan normal, area katup mitral mempunyai ukuran 4-6 cm2. Bila area
orifisiumkatu ini berkurang sampai 2 cm2, maka diperlukan upayaaktif atrium kiri berupa
peningkatan tekanan atrium kiri agar aliran transmitral yang normal tetap terjadi. Stenosis mitral
kritis terjadi bila pembukaan katup berkurang hingga menjadi 1 cm2. Pada tahap ini, dibutuhkan
suatu tekanan atrium kiri sebesar 25 mmHg untuk mempertahankan cardiac output yang normal.
Gradien transmitral merupakan “hall mark” stenosis mitral selain luasnya area katup
mitral, walaupun Rahimtoola berpendapat bahwa gradien dapat terjadi akibat aliran besar melalui
katup normal atau aliran normal melalui katup sempit. Sebagai akibatnya kenaikan tekanan
atriumkiri akan diteruskan ke vena pulmonalis dan seterusnya mengakibatkan kongesti paru dan
serta keluhan sesak (exertional dyspnue).
Derajat besar ringannya stenosis mitral selain berdasarkan gradient transmitral , dapat
juga ditentukan oleh luasnya area katup mitral serta hubungan antara lamanya waktu penutupan
katup aorta dan kejadian opening snap. Berdasarkan luasnya area katup mitral, derajat stenosis
mitral sebagai berikut :
a. Minimal : bila area > 2,5 cm2
b. Ringan : bila area 1,4 – 2,5 cm2
c. Sedang : bila area 1 – 1,4 cm2
d. Berat
: bila area < 1,0 cm2
e. Reaktif : bila area < 1,0 cm2
Keluhan dan gejala stenosis mitral mulai akan muncul bila luas area katup mitral
menurun sampai seperdua normal (< 2 – 2,5 cm2). Hubungan antara gradient dan luasnya area
katup serta waktu pembukaan katup mitral dapat dilihat pada table di bawah ini :
Derajat Stenosis
A2-OS interval
Area
Gradien
2
Ringan
>110 msec
>1,5 cm
<5 mmHg
Sedang
80-110 msec
>1 dan < 1,5 cm2
5-10 mmHg
2
Berat
<80 msec
<1 cm
>10 mmHg
A2-OS : Waktu antara penutupan katup aorta dan pembukaan katup mitral
Kalau kita lihat fungsi lama waktu pengisian dan besarnya pengisian, gejala/simpton akan
muncul bila waktu pengisian menjadi pendek dan aliran transmitral besar, sehingga terjadi
kenaikan tekanan atrium kiri walaupun area belum terlalu sempit (> 1,5 cm2). Pada stenosis
mitral ringan simpton yang muncul biasanya dicetuskan oleh faktor yang meningkatkan
kecepatan aliran atau curah jantung atau menurunkan periode pengisian diastole, yang akan
meningkatkan tekanan atrium kiri secara dramatis. Beberapa keadaan antara lain : (1) latihan, (2)
stress emosi, (3) infeksi, (4) kehamilan, dan (5) fibrilasi atrium dengan respon ventrikel cepat.
Dengan bertambah sempitnya area mitral maka tekanan atrium kiri akan meningkat
bersamaan dengan progresi keluhan. Apabila area mitral < 1 cm2 yang berupa stenosis mitral
berat maka akan terjadi limitasi dalam aktivitas.
Hipertensi pulmonal merupakan komplikasi yang sering terjadi pada stenosis mitral,
dengan patofisiologi yang kompleks. Pada awalnya kenaikan tekanan atau hipertensi pulmonal
terjadi secara pasif akibat kenaikan tekanan atrium kiri. Demikian pula terjadi perubahan pada
vascular paru berupa vasokonstriksi akibat bahan neurohumoral seperti endotelin, atau
perubahan anatomic yaitu remodel akibat hipertrofi tunika media dan penebalan intima (reactive
hypertension). Kenaikan resistensi arteriolar paru ini sebenarnya merupakan mekanisme adaptif
untuk melindungi paru dari kongesti. Dengan meningkatnya hipertensi pulmonal ini akan
menyebabkan kenaikan tekanan pulmonal sekunder dan seterusnya sebagai gagal jantung kanan
dan kongesti sistemik.
Perjalanan Penyakit
Stenosis mitral merupakan suatu proses progresif kontinyu dan penyakit seumur hidup.
Merupakan penyakit “a disease of plateaus” yang pada mulanya hanya ditemui tanda dari
stenosis mitral yang kemudian dengan kurun waktu (10-20 tahun) akan diikuti dengan keluhan,
fibrilasi atrium dan akhirnya keluhan disabilitas.
Angka 10 tahun survival pada stenosis mitral yang tidak diobati berkisar 50%-60%, bila
tidak disertai keluhan atau minimal angka meningkat 80%. Dari kelompok ini 60% tidak
menunjukkan progresi penyakitnya. Tetapi bila simpton muncul, biasanya ada fase plateu selama
5-20 tahun sampai keluhan itu benar-benar berat, menimbulkan disabilitas. Pada kelompok
pasien dengan kelas III-IV prognosis jelek di mana angka hidup dalam 10 tahun < 15%.
Apabila timbul fibrilasi atrium prognosanya kurang baik (25% angka harapan hidup 10
tahun) disbanding pada kelompok irama sinus (46% angka harapan hidup 10 tahun). Resiko
terjadinya emboli arterial meningkat pada fibrilasi atrium.
Manifestasi Klinis
Kebanyakan pasien dengan stenosis mitral bebas keluhan dan biasanya keluhan utama
berupa sesak napas, dapat juga fatigue. Pada stenosis mitral yang bermakna dapat mengalami
sesak pada aktivitas sehari-hari, paroksismal nocturnal dispnea, ortopnea atau edema paru yang
tegas. Ha ini akan dicetuskan oleh berbagai keadaan meningkatnya aliran darah melalui
mitralatau menurunnya waktupengisian diastole, termasuk latihan, emosi, infeksi respirasi,
demam, aktivitas seksual, kehamilan serta fibilasi atrium dengan respons ventrikel cepat.
Fatigue juga merupakan keluhan umum pada stenosis mitral. Wood menyatakan bahwa
pada kenaikan resistensi vascular paru lebih jarang mengalami. Paroksismal noktural dispnea
atau orthopnea. Oleh karena vascular tersebut akan menghalangi (sumbatan) sirkulasi pada
daerah paroksimal kapiler paru. Hal ini mencegah kenaikan dramatis dari tekanan vena
pulmonalis tetapi tentunya dalam situasi curah jantung rendah. Oleh karena itu simpton kongesti
paru akan digantikan oleh keluhan fatigue akibat rendahnya curah jantung pada aktivitas dan
edema perifer.
Diagnosis
1. Pemeriksaan Fisis
Temuan klasik pada stenosis mitral adalah “opening snap” dan bising diastole kasar pada
daerah mitral. Tetapi sering pada pemeriksaan rutin sulit bahkan tidak ditemukan rumble
diastole dengan nada rendah, apalagi bila tidak dilakukan dengan hati-hati. Di luar negeri,
kasus stenosis mitral ini jarang yang berat, sehingga gambaran klasik tidak ditemukan
sedangkan di Indonesia kasus berat masih banyak ditemukan
2. Pemeriksaan Foto Thoraks
Gambaran klasik dari foto thoraks adalah pembesaran atrium kiri serta pembesaran arteri
pulmonalis (terdapat hubungan bermakna antara besarnya ukuran pembuluh darah dan
resistensi vascular pulmonal).
3. Ekokardiografi Doppler.
Dengan ekokardiografi, dapat dilakukan evaluasi struktur dari katup, pliabilitas dari daun
katup, ukuran dari area katup dengan planimetri. Sedangkan dengan Doppler dapat
ditentukan gradien dari mitral serta ukuran dari area mitral dengan cara mengukur “pressure
half time” terutama bila struktur katup sedemikian jelek karena kalsifikasi sehingga dengan
pengukuran planimetri tidak dimungkinkan.
4. Ekokardiografi Transesofageal
Ekokardiografi Transesofageal merupakan pemeriksaan ekokardiografi dengan menggunakan
tranduser endoskop sehingga jendela ekokardiografi akan lebih luas terutama untuk struktur
katup, atrium kiri atau apendiks atrium.
5. Kateterisasi
Saat ini kateterisasi dipergunakan secara primer untuk suatu prosedur pengobatan intervensi
non bedah yaitu valvulotomi dengan balon.
Penatalaksanaan
1. Prinsip Umum
Stenosis mitral merupakan kelainan mekanik, oleh karena itu obat bersifat suportif atau
simptomatik terhadap gangguan fungsional jantung atau pencegahan terhadap infeksi.
Beberapa obat seperti antibiotic golongan penisilin, eritromisin, sulfa, sefalosporin untuk
demam rematik atau pencegahan endokarditis sering dipakai. Obat-obat inotropik negative
seperti β-blocker atau Ca-blocker dapat memberi manfaat pada pasien dengan irama sinus
yang memberi keluhan pada saat frekuensi jantung meningkat seperti pada latihan. Retriksi
garam atau pemberian diuretic secara intermitten bermanfaat jika terdapat bukti adanya
kongesti vascular paru.
2. Fibrilasi Atrium
Prevalensi 30-40% akan muncul akibat hemodinamik yang bermakna karena hilangnya
kontribusi atrium terhadap pengisian ventrikel serta frekuensi ventrikel yang cepat. Pada
keadaan ini pemakaian digitalis merupakan indikasi, dapat dikombinasikan dengan penyekat
beta atau antagonis kalsium.
3. Pencegahan embolisasi sistemik
Antikoagulan warfarin sebaiknya dipakai pada stenosis mitral dengan fibrilasi atrium atau
irama sinus dengan kecenderungan pembentukan thrombus untuk mencegah fenomena
tromboemboli.
4. Valvotomi mitral perkutan dengan Balon
Pertama kali diperkenalkan oleh Inoue pada tahun 1984 dan pada tahun 1994 diterima
sebagai prosedur klinik. Mulanya dilakukan dengan dua balon tetapi akhir-akhir ini dengan
perkembangan dalam pembuatan balon, prosedur valvotomi cukup memuaskan dengan
prosedur satu balon.
5. Intervensi bedah, reparasi atau ganti katup
Konsep komisurotomi mitral pertama kali diajukan oleh Brunton pada tahun 1902 dan
berhasil pertama kali pada tahun 1920. Sampai dengan tahun 1940 prosedur yang dilakukan
adalah komisurotomi bedah tertutup. Tahun 1950 sampai dengan 1960 komisurotomi bedah
tertutup dilakukan melalui transatrial serta transventrikel.
Download