BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodologi berasal dari kata Yunani 'methodologia' yang berarti teknik atau prosedur, yang lebih merujuk kepada alur pemikiran umum atau menyeluruh dan juga gagasan teoritis suatu penelitian (Semiawan 2010:1). Penelitian menurut pandangan Creswell (Semiawan 2010:6) adalah suatu proses bertahap bersiklus yang dimulai dengan identifikasi masalah atau isu yang diteliti. Setelah masalah teridentifikasi, proses selanjutnya adalah mereview bahan bacaan atau kepustakaan. Sesudah menentukan dan memperjelas tujuan sebuah penelitian, kemudian menafsirkan data yang diperoleh, dan pada puncaknya ditunjukkan dengan pelaporan hasil penelitian. Pembaca kemudian akan mengevaluasi dan selanjutnya dapat menggunakannya. Secara Umum metode penelitian didefinisikan sebagai suatu kegiatan ilmiah yang terencana, terstruktur, sistematis dan memiliki tujuan tertentu baik praktis maupun teoritis. Dikatakan sebagai "kegiatan ilmiah" karena penelitian dengan aspek ilmu pengetahuan dan teori. 'Terencana karena penelitian harus direncanakan dengan memperhatikan waktu, dana, dan aksesbilitas terhadap tempat dan data (Semiawan 2010:5). 3.1. Macam Pendekatan dan Jenis Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Pendekatan Kualitatif menurut Croswell (Semiawan 2010:7) memiliki pengertian sebagai suatu penelusuran untuk mengeksplorasi dan memahami suatu gejala sentral. Sementara, jenis penelitian deskriptif menurut Bungin adalah penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan, meringkaskan berbagai kondisi, berbagai situasi ,atau berbagai fenomena realitas sosial yang ada di masyarakat yang menjadi objek penelitian,dan berupaya menarik realitas itu ke permukaan sebagai suatu ciri, karakter, sifat, model, tanda, atau gambaran, tentang kondisi, situasi,ataupun fenomena tertentu (Bungin 2007:68). Dalam penelitian ini adalah menggambarkan wacana subordinasi perempuan dalam “ruang publik” pada rubrik „DetEksi‟ Jawa Pos. 40 3.2. Metode Analisis Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis wacana. Analisis wacana adalah analisis teks dan bahasa, sebagaimana telah diuraikan pada beberapa metode, diharapkan mampu membantu para peneliti yang ingin memfokuskan penelitiannya untuk mencari makna dalam suatu pesan. Serupa dengan hal tersebut, Bungin menjelaskan dua perbedaan antara analisis isi konvensional dan analisis wacana yang dapat dipertimbangkan peneliti sebagai alternatif pilihan mengkaji makna dalam pesan. Perbedaan yang pertama adalah, analisis isi konvensional pada umumnya hanya digunakan untuk mengkaji muatan teks komunikasi yang bersifat nyata (manifes), sedangkan analisis wacana justru berpotensi untuk memfokuskan pada pesan yang tersembunyi (laten), kemudian perbedaan yang kedua, analisis isi yang memandang teks sebagai suatu kesatuan isi, diyakini hanya dapat mempertimbangkan ”apa yang dikatakan seseorang (what)” tetapi tidak dapat menyelidiki ”bagaimana seseorang mengatakannya (how)”, oleh sebab itu menurutnya, analisis wacana dapat menjadi salah satu alternatif, sebagaimana secara teoritis memiliki prinsip yang hampir sama dengan beberapa pendekatan metodologis, seperti analisis struktural, pendekatan dekonstruktionisme, interaksi simbolik, dan hermeneutik, yang semuanya lebih menekankan dalam mengkaji makna (Bungin 2011:196-197). Eriyanto menjelaskan lebih lanjut, bahwa analisis wacana, memiliki tiga pandangan mengenai bahasa yaitu: ”1. Pandangan pertama diwakili kaum positivisme empiris, yaitu bahasa dilihat sebagai jembatan antara manusia dengan objek di luar dirinya. Salah satu ciri dari pemikiran ini adalah pemisahan antara pemikiran dan realitas, atau dapat dikatakan orang tidak perlu mengetahui makna makna subjektif atau nilai yang mendasari pernyataannya, sebab yang penting adalah apakah pernyataan itu dilontarkan secara benar menurut kaidah sintaksis dan semantik (Eriyanto 2011:4). 2. Pandangan berikutnya adalah konstruktivisme yang banyak dipengaruhi oleh pemikiran fenomenologi. Aliran ini menolak pandangan empirisme / positivisme yang memisahkan subjek dan bahasa. Pandangan konstruktivisme, berpendapat bahwa, bahasa tidak lagi hanya dilihat sebagai alat untuk memahami 41 realitas objektif belaka dan yang dipisahkan dari subjek sebagai penyampai pernyataan, tetapi justru subjek dianggap sebagai faktor utama dalam kegiatan wacana serta hubungan hubungan sosialnya (Eriyanto 2011:5). 3. Adapun pandangan kritis, yang ditujukan untuk mengoreksi pandangan konstruktivisme yang kurang sensitif pada proses produksi dan reproduksi makna yang terjadi secara historis maupun institusional. Seperti yang ditulis oleh A.S.Hikam (Eriyanto 2011:5), pandangan kosntruktivisme dianggap masih belum menganalisis faktor faktor hubungan kekuasaan yang inheren dalam setiap wacana yang berperan dalam membentuk jenis jenis subjek tertentu berikut perilaku perilakunya, pandangan kritis selalu melihat bahwa bahasa selalu terlibat dalam hubungan dengan kekuasaan, terutama dalam pembentukan subjek, dan berbagai tindakan representasi yang terdapat dalam masyarakat. Hal tersebut yang kemudian melahirkan paradigma kritis yang merujuk pada Analisis Wacana Kritis (Critical Discourse Analysis)” (Eriyanto 2011:56). Penelitian ini, berada di aras analisis wacana kritis, sebagaimana bertujuan untuk melihat wacana subordinasi perempuan dalam surat kabar, dan memahami bahwa bahasa selalu terlibat dengan kekuasaan, khususnya karena media massa diyakini mampu mengkonstruksi realitas, dan menampilkan sebuah wacana ideologi. 3.3. Metode Penelitian Metode yang digunakan untuk menganalisis wacana subordinasi perempuan dalam “ruang publik” pada rubrik „DetEksi‟ Jawa Pos adalah metode analisis wacana kritis Sara Mills. 3.3.1 Analisis Wacana Kritis Sara Mills Sara Mills (Eriyanto 2001:199) banyak menulis teori mengenai wacana. Meskipun demikian, titik perhatiannya terutama pada wacana mengenai feminisme yaitu bagaimana perempuan ditampilkan di dalam teks, baik dalam novel, gambar, foto, maupun dalam berita, dan oleh sebab itu, apa yang dilakukan Sara Mills kerap disebut sebagai perspektif feminis. Titik perhatian perspektif feminis, adalah menunjukkan bagaimana sebuah teks bias dalam menampilkan perempuan. Perempuan 42 memiliki kecendrungan untuk ditampilkan di dalam teks sebagai pihak yang salah, marjinal, dibandingkan dengan pihak laki laki. Ketidakadilan dan penggambaran negatif mengenai perempuan dan bagaimana bentuk serta pola pemarjinalan inilah yang menjadi fokus utama dari tulisan Mills. Gagasan Mills memeiliki perbedaan dengan model critical linguistics, jika critical linguistics lebih fokus pada struktur kebahasaan dan bagaimana pengaruhnya dalam pemaknaan khalayak, Mills lebih melihat bagaimana posisi posisi aktor ditampolkan dalam teks. Posisi posisi ini dalam arti siapa yang menjadi subjek penceritaan dan siapa yang menjadi objek penceritaan, akan menentukan bagaimana struktur teks dan bagaimana makna diperlakukan dalam teks secara keseluruhan. Selain posisi subjek-objek, Mills juga memusatkan perhatian pada bagaimana pembaca dan penulis ditampilkan dalam teks, yang berarti bagaimana pembaca mengidentifikasi dan menempatkan dirinya dalam pencerita teks. Posisi seperti ini akan menempatkan pembaca pada salah satu posisi dan mempengaruhi bagaimana teks kemudian hendak dipahami, dan juga bagaimana aktor sosial ditempatkan. Pada akhirnya cara penceritaan dan posisi posisi yang ditempatkan dan ditampilkan dalam teks, membuat satu pihak menjadi legitimate dan pihak lain menjadi illegitimate (Eriyanto 2001:200). A. Posisi: Subjek-Objek Eriyanto menjelaskan beberapa uraian mengenai Posisi Subjek Objek dalam AWK model Sara Mills, sebagaimana berikut (Eriyanto 2001:200-202) : Mills menempatkan representasi sebagai bagian terpenting dari analisisnya, yang merujuk pada pengertian bagaimana satu pihak, kelompok, orang, gagasan, atau peristiwa ditampilkan dengan cara tertentu dalam wacana berita yang mempengaruhi suatu pemaknaan ketika diterima oleh khalayak. Mills lebih menekankan pada bagaimana posisi aktor sosial, posisi gagasan, atau peristiwa itu ditempatkan dalam suatu teks. Posisi posisi tersebut pada akhirnya 43 akan menentukan bentuk teks yang hadir di tengah khalayak. Misalnya saja ketika seorang aktor yang mempunyai posisi tinggi ditampilkan dalam teks, maka ia akan mempengaruhi bagaimana dirinya, dan bagaimana pihak lain ditampilkan, atau dengan kata lain wacana media diyakini, bukanlah sarana yang netral. Wartawan memiliki peran untuk mengkonstruksi, pihak yang bisa berposisi sebagai subjek, yaitu dengan menceritakan dirinya sendiri, dan menampilkan pihak lain sebagai objek, yang bukan hanya tidak bisa menampilkan dirinya sendiri dalam berita, tetapi juga kehadiran dan representasi mereka dihadirkan dan ditampilkan oleh aktor lain. Dalam model AWK Sara Mills, peneliti perlu mengkritisi bagaimana suatu peristiwa ditampilkan dan bagaimana pihak pihak diposisikan dalam teks. Posisi berarti siapakah aktor yang dijadikan sebagai subjek yang mendefinisikan dan melakukan penceritaan, dan siapakah yang ditampilkan sebagai objek, atau pihak yang didefinisikan dan digambarkan kehadirannya oleh orang lain. Posisi sebagai subjek atau objek dalam representasi mengandung muatan ideologis tertentu. B. Tata Bahasa Eriyanto menjelaskan lebih lanjut, model analisis sara mills, yang kedua, yaitu posisi pembaca sebagaimana dijelaskan dalam uraian berikut (Eriyanto 2001:203-205): Mills berpendapat bahwa teks seharusnya tidak dipahami sebagai produksi dari sisi penulis dan tidak ada hubungannya dengan pembaca. Teks diyakini sebagai suatu hasil negosiasi antara penulis dan pembaca, dan oleh karenanya, pembaca tidaklah dianggap semata sebagai pihak yang menerima teks, namun juga ikut melakukan transaksi sebagaimana akan terlihat dalam teks. Mills menjelaskan lebih lanjut bahwa menghubungkan antara teks dan penulis di satu sisi dengan teks serta pembaca disisi lain, memiliki sejumlah 44 kelebihan, yaitu yang pertama, model semacam ini akan secara komprehensif melihat teks bukan hanya berhubungan dengan faktor produksi, melainkan juga resepsi. Kedua, posisi pembaca disini ditempatkan dalam posisi yang penting, karena teks memang ditujukan untuk secara langsung atau tidak "berkomunikasi" dengan khalayak. 3.4. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengambilan data yang dilakukan peneliti adalah, 3.4.1 Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini, adalah dengan mengumpulkan dokumen, dan memilih rubrik pada edisi tahun 2012. Dipilihnya pada edisi tahun 2012 karena, peneliti ingin melihat perkembangan terkini, mengenai rubrik „DetEksi‟ setelah sebelumnya pada tahun 2011, mendapatkan 2 penghargaan Internasional yaitu World Young Reader Prize 2011 atas sumbangsih positifnya dalam inovasi meraih dan mengembangkan pembaca muda dan Enduring Excellence untuk konsistensinya meraih dan mengembangkan pembaca muda. 3.4.2 Setelah menentukan tahun, kemudian peneliti menentukan tema pemberitaan yang akan diteliti dalam rubrik „DetEksi‟, dan karena fokus penelitian ini ingin melihat subordinasi perempuan, maka peneliti memilih tema mengenai perempuan, yang ditampilkan secara khusus dalam rubrik „DetEksi‟ yaitu pada bulan April dan Desember 2012. Bulan April dipilih khususnya pada tanggal 21 April, yang diperingati sebagai hari emansipasi perempuan yang dikenal dengan tokohnya R.A.Kartini dan bulan Desember khususnya tanggal 22 Desember dipilih karena, pada hari tersebut, dikenal dengan peringatan hari Ibu di Indonesia, yang sarat dengan perjuangan kaum perempuan. 45 3.5. Teknik Analisis Data Dalam penelitian ini, teknik analisis data yang akan dilakukan peneliti adalah sebagai berikut: 1. Mengumpulkan 2 edisi Rubrik „DetEksi‟ di Surat Kabar Harian Jawa Pos, dengan masing-masing 1 Rubrik „DetEksi‟ pada bulan April dan Desember 2012. 2. Data yang sudah didapatkan kemudian dianalisa oleh peneliti dengan menggunakan metode analisis wacana kritis model Sara Mills, yaitu dengan mengkajinya berdasarkan posisi subyek-obyek, dan posisi pembaca. 3. Setelah peneliti menemukan bagaimana perempuan diposisikan berdasarkan metode milik Sara Mills, maka selanjutnya adalah menjelaskan dan menginterpretasikan wacana subordinasi perempuan dalam ”Ruang Publik” pada rubrik „DetEksi‟ di Surat Kabar Harian Jawa Pos. 4. Hasil dari analisis peneliti tersebut, kemudian akan, disajikan sebagai laporan penelitian yang kemudian akan ditarik kesimpulan dari seluruh hasil analisis tersebut. 46