18 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Teori Perdagangan Internasional
Menurut Boediono (2001 : 10), Perdagangan atau pertukaran mempunyai
arti khusus dalam ilmu ekonomi. Perdagangan diartikan sebagai proses tukarmenukar yang didasarkan atas kehendak sukarela dari masing-masing pihak.
Pertukaran yang terjadi karena paksaan, ancaman perang dan sebagainya tidak
termasuk dalam arti perdagangan yang dimaksud di sini. Masing-masing pihak
harus mempunyai kebebasan untuk menentukan untung-rugi pertukaran tersebut
dari sudut kepentingan masing-masing, dan kemudian menentukan apakah ia mau
melakukan pertukaran atau tidak. Pada dasarnya pertukaran atau perdagangan
timbul karena kedua belah pihak melihat adanya manfaat atau keuntungan
tambahan yang bisa diperoleh dari pertukaran tersebut
Perdagangan internasional adalah transaksi dagang antar subyek ekonomi
negara yang satu dengan subyek ekonomi negara lain, baik mengenai barangbarang maupun jasa-jasa (Sobri,2001:2). Subyek ekonomi yang dimaksud adalah
penduduk yang terdiri dari warga negara biasa, perusahaan ekspor, perusahaan
impor, perusahaan industri, perusahaan negara atau pemerintah.
Menurut
Tambunan
(2001
:
1)
Perdagangan
internasional
dapat
didefinisikan sebagai perdagangan antara atau lintas negara yang meliputi
kegiatan ekspor dan impor. Perdagangan internasional dibagi menjadi dua
18
katagori, yakni perdagangan barang (fisik) dan perdagangan jasa. Perdagangan
jasa antara lain terdiri dari biaya transportasi, perjalanan (trevel), asuransi,
pembayaran bunga dan remittance seperti gaji tenaga kerja serta fee atau royalty
teknologi (lisensi).
Alasan paling utama timbulnya perdagangan internasional adalah prinsip
keunggulan komperatif yang dikemukakan oleh David Ricardo. Prinsip ini
mengatakan bahwa perdagangan antar dua wilayah akan menguntungkan,
meskipun salah satu wilayah secara absolute lebih produktif atau kurang produktif
dibanding wilayah lain pada semua komoditi. Teori perdagangan internasional
dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok, yaitu :
1) Teori Pra Klasik (Merkantilisme)
Ide pokok merkantilisme adalah negara atau raja akan kaya raya atau
makmur dan kuat apabila ekspor lebih besar dari pada impor (X>M). surplus dari
X-M (ekspor netto) dihasilkan dari pemasukan logam mulia terutama emas dan
perak dari luar negeri. Hal ini disebabkan karena pada waktu itu logam mulia
dipakai sebagai alat pembayaran.
Kebijakan perdagangan dilakukan oleh merkantilisme dalam melaksanakan
ide pokok tersebut dengan cara melakukan ekspor sebesar-besarnya kecuali logam
mulia dan melatar atau membatasi impor dengan dengan ketat kecuali logam
mulia (Hamdy,2001:24).
2) Teori Klasik
Teori keunggulan absolute dari Adam Smith sering disebut sebagai teori
murni perdagangan internasional murni dalam arti bahwa teori ini memusatkan
19
perhatiannya pada variabel riil seperti misalnya nilai suatu barang diukur dengan
banyaknya tenaga kerja yang digunakan akan makin tinggi nilai barang tersebut
(Nopirin,2000:8).
a) Teori keunggulan mutlak (absolute advantage) dari Adam Smith
Adam Smith mengatakan bahwa setiap negara akan memperoleh manfaat
perdagangan internasional (gain from trade) karena melakukan spesialisasi
produksi dan mengekspor barang jika negara tersebut memiliki keunggulan
mutlak (absolute advantage), serta mengimpor barang jika negara memiliki
ketidakunggulan
mutlak
(absolute
disadvantage).
Lebih
lanjut
Smith
menganjurkan perdagangan bebas sabagai suatu kebijaksanaan yang paling baik
untuk negara-negara di dunia, sehingga dengan perdagangan bebas setiap negara
dapat berspesialisasi dalam produksi komoditi yang mempunyai keunggulan
absolut dan mengimpor komoditi yang mengalami kerugian absolut. Teori ini
didasarkan pada beberapa asumsi antara lain faktor produksi yang digunakan
hanya tenaga kerja, kualitas barang yang diproduksi kedua negara sama,
pertukaran dilakukan secara barter dan biaya transport diabaikan.
Kelemahan teori Adam Smith bahwa perdagangan internasional akan terjadi
dan menguntungkan kedua negara bila masing-masing negara memiliki
keunggulan absolut yang berbeda. Dengan demikian jika hanya satu negara yang
memiliki keunggulan absolut, maka tidak akan terjadi perdagangan internasional
yang
menguntungkan.
Namun,
kelemahan
teori
Adam
Smith
ini
diperbaiki/disempurnakan oleh David Ricardo dengan teori keunggulan
komparatif (comparative advantage).
20
b) Teori keunggulan komparatif (comparative advantage) dari David
Ricardo
Teori David Ricardo ini didasarkan pada nilai tenaga kerja atau theory of
labor value yang menyatakan bahwa nilai atau harga suatu produk ditentukan oleh
jumlah waktu atau jam kerja yang diperlukan untuk memproduksinya
(Hamdy,2001:32). Suatu negara akan mendapatkan manfaat dari perdagangan
internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang-barang
dimana negara tersebut dapat berproduksi lebih efisien dan mengimpor barang
yang produksinya kurang efisien. Sekalipun suatu negara mengalami kerugian
dalam memproduksi barang jika dibandingkan dengan negara lain, namun
perdagangan masih bisa berlangsung dan saling menguntungkan. Berdasarkan
contoh hipotesis pada Tabel 2.1 maka dapat dikatakan bahwa teori comparative
advantage dari Ricardo adalah cost comparative advantage.
Tabel 2.1 Data Hipotesis Cost Comparative
Negara
Portugal
Inggris
Sumber : Nopirin (1996:14)
Produksi
Anggur
3 Hari Kerja
6 Hari Kerja
Pakaian
4 Hari Kerja
5 Hari Kerja
Berdasarkan Tabel 2.1 jika ditinjau dari keunggulan absolut Adam Smith
maka Portugis unggul mutlak karena labor-costnya lebih efisien dibandingkan
dengan Inggris, baik dalam produksi anggur maupun pakaian. Dengan demikian
tentu tidak akan terjadi perdagangan antara kedua negara jika didasarkan pada
teori Smith.
21
Akan tetapi, berdasarkan teori Ricardo walaupun Portugis memiliki
keunggulan absolut dibandingkan dengan Inggris untuk kedua produk namun
tetap dapat terjadi perdagangan internasional yang menguntungkan kedua negara
melalui spesialisasi jika negara-negara tersebut memiliki comparative advantage
atau labor efficiency.
Berdasarkan perbandingan cost comparative advantage, dapat dilihat bahwa
tenaga kerja Portugis lebih efisien dibandingkan tenaga kerja Inggris dalam
produksi anggur (3/6 atau ½ hari kerja) dari pada produksi pakaian (4/5 hari
kerja). Hal ini akan mendorong Portugis melakukan spesialisasi produksi dan
ekspor anggur. Sebaliknya, tenaga kerja Inggris tersignifikan lebih efisien
dibandingkan tenaga kerja Portugis dalam memproduksi pakaian (5/4 hari kerja)
dari pada produksi anggur (6/3 atau 2 hari kerja). Hal ini mendorong Inggris
melakukan spesialisasi produksi.
Tabel 2.2 Data Perhitungan Cost Comparative (Labor Efficiency)
Perhitungan Cost Comparative Advantage
(Labor Efficiency)
Perbandingan Cost
Anggur
Pakaian
Portugis
3/6 Hari Kerja
4/5 Hari Kerja
Inggris
Inggris
6/3 Hari Kerja
5/4 Hari Kerja
Portugis
Sumber : Nopirin (1996: 14)
3) Teori Modern
Teori ini dikembangkan oleh ahli ekonomi dari Swedia yaitu Eli Heckscher
dan Bertil Ohlin yang kemudian dikenal dengan teori Heckscher-Ohlin atau teori
H-O. Menurut teori H-O, perbedaan opportunity cost suatu produk antara satu
22
negara dengan negara lain dapat terjadi karena adanya perbedaan jumlah faktor
produksi yang dimiliki masing-masing negara. Perbedaan opportunity cost
tersebut dapat menimbulkan perdagangan internasional. Negara-negara yang
memiliki faktor produksi relatif banyak dalam memproduksinya akan melakukan
spesialisasi produksi dan mengekspor barangnya. Negara akan mengimpor barang
jika negara tersebut memiliki
faktor produksi yang langka/mahal dalam
memproduksinya. (Hamdy,2001:39)
Teori H-O menggunakan asumsi
2x2x2 dalam arti
perdagangan
internasional terjadi antara dua negara, masing-masing negara memproduksi dua
macam barang yang sama dan masing-masing negara menggunakan dua macam
faktor produksi (tenaga kerja dan mesin), tetapi dengan jumlah berbeda.
Kelemahan teori H-O antara lain perbedaan harga barang sejenis terjadi karena
adanya perbedaan faktor produksi, tetapi pada kenyataannya walaupun harga
barang sejenis sama, perdagangan internasional tetap dapat terjadi.
4) Paradigma Baru Perdagangan Internasional
Perkembangan ekspor dari suatu negara tidak hanya ditentukan oleh faktorfaktor keunggulan komparatif tetapi juga oleh faktor-faktor keunggulan
kompetitif. Inti daripada paradigma keunggulan kompetitif adalah keunggulan
suatu negara di dalam persaingan global selain ditentukan oleh keunggulan
komparatif (teori-teori klasik dan H-O) yang dimilikinya dan juga karena adanya
proteksi atau bantuan fasilitas dari pemerintah, juga sangat ditentukan oleh
keunggulan kompetitifnya. Keunggulan kompetitif tidak hanya dimiliki oleh suatu
negara, tetapi juga dimiliki oleh perusahaan-perusahaan di negara tersebut secara
23
individu atau kelompok. Perbedaan lainnya dengan keunggulan komparatif adalah
bahwa keunggulan kompetitif sifatnya lebih dinamis dengan perubahan misalnya
teknologi dan sumber daya manusia (Tambunan,2001:130).
2.1.2 Konsep Ekspor
Menurut Hutabarat (1994 : 306) ekspor adalah perdagangan dengan cara
mengeluarkan barang dari dalam keluar wilayah pabean Indonesia dengan
memenuhi ketentuan yang berlaku. Ekspor pada mulanya hanya dapat dilakukan
oleh perusahaan berbentuk badan hukum yang telah mendapatkan izin dari
Departemen Perdagangan namun setelah dikeluarkannya Keputusan Menteri
Perdagangan No. 331/Kp/XII/1987 tanggal 23 Desember 1987 ekspor dapat
dilakukan oleh setiap pengusaha yang telah memiliki surat izin usaha perdagangan
dan mendapat izin usaha dari Departemen Teknis.
Menurut Collins (1994 : 218), pengertian ekspor dapat dibagi menjadi tiga,
yaitu :
1) Suatu barang yang diproduksi dan secara fisik diangkut dan dijual di pasar
luar negeri, kemudian diperoleh penerimaan dalam mata uang asing. Ekspor
seperti ini disebut ekspor yang dapat dilihat (Visible Export).
2) Suatu jasa yang disediakan bagi orang asing baik di dalam negeri (sebagai
contoh, kunjungan wisatawan mancanegara) maupun di luar negeri (sebagai
contoh, perbankan dan asuransi) yang keduanya menghasilkan mata uang
asing. Ekspor seperti ini disebut ekspor yang tidak dapat dilihat (Invisible
Export).
24
3) Modal yang ditempatkan di luar negeri dalam bentuk investasi portofolio,
investasi langsung luar negeri dalam bentuk aset fisik dan deposito bank
disebut ekspor modal.
Berdasarkan
Keputusan
Menteri
Perindustrian
dan
Perdagangan
No.10/MPP/SK/5/1996 dan No. 228/MPP/Kep/7/1997, barang-barang yang
diekspor digolongkan ke dalam 4 (empat) kelompok yaitu:
1) Barang yang diatur tata niaga (ekspor)
Adalah barang yang ekspornya hanya dapat dilakukan oleh eksportir
terdaftar yaitu kopi, tekstil produk tekstil, kayu lapis, barang hasil
kerajinan dari kayu cendanaan dan karet.
2) Barang yang diawasi ekspornya
Adalah barang yang ekspornya yang hanya dapat dilakukan dengan
persetujuan Menteri Perindustrian dan Perdagangan atau pejabat yang
ditunjuk. Misalnya pupuk urea, garam, tepung terigu, kedelai, kopra, inti
kelapa sawit, benih ikan bandeng, biji kapok, kacang, padi/beras, ternak
hidup dan minyak dan gas bumi.
3) Barang yang dilarang ekspornya
Adalah barang yang tidak boleh di ekspor, yaitu jenis-jenis ikan dalam
keadaan hidup, barang dari kayu mewah, karet bongkah, beras, binatang
dan tumbuhan langka dan dilindungi serta barang-barang kuno yang
bernilai budaya.
25
4) Barang yang bebas ekspornya
Adalah barang yang tidak masuk ke dalam kelompok barang yang tata
niaganya, diawasi dan dilarang ekspornya, misalnya kerajinan perak,
kerajinan bambu, kerajinan bambu, dan lainnya.
Menurut Amir M.S. (1993 : 100), ekspor diartikan dengan pengeluaran
barang-barang dari peredaran masyarakat dan mengirimkan ke luar negeri, sesuai
ketentuan pemerintah dan mengharapkan pembayaran dalam bentuk valuta asing.
Pengertia ekspor menurut keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan
Nomor : 182/MPP/Kep/4/1998 tentang ketentuan umum di bidang ekspor,
menyatakan ekspor adalah kegiatan mengeluarkan barang dan jasa dari daerah
kepabeanan suatu Negara.
Menurut Sukirno (2000 : 109), faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor
adalah sebagai berikut:
1) Daya saing dan keadaan ekonomi negara lain
Dalam suatu sistem perdagangan internasional yang bebas, kemampuan suatu
negara menjual ke luar negeri tergantung pada kemampuannya menyaingi
barang-barang yang sejenis di pasar internasional. Besarnya pasaran barang di
luar negeri sangat ditentukan oleh pendapatan penduduk di negara lain,
kemajuan yang pesat di berbagai negara akan meningkatkan ekspor suatu
negara.
26
2) Proteksi di negara-negara lain
Proteksi di negara-negara lain akan mengurangi tingkat ekspor suatu negara.
Contohnya, kebijakan proteksi di negara-negara maju dapat memperlambat
perkembangan ekspor di negara-negara berkembang.
3) Kurs Valuta Asing
Peningkatan kurs mata uang negara pengimpor terhadap mata uang negara
pengekspor, dapat meningkatkan daya beli negara pengimpor yang
mengakibatkan nilai ekspor negara pengekspor meningkat.
Menurut Deliarnov (1995 : 203) ekspor merupakan salah satu komponen
atau bagian dari pengeluaran agregat. Semakin banyak jumlah barang yang dapat
diekspor, makin besar pengeluaran agregat dan makin tinggi pula pendapatan
nasional. Pendapatan nasional yang tinggi tidak menjamin ekspor tinggi pula.
Suatu kegiatan ekspor dapat dilakukan dengan baik apabila telah memenuhi
tata cara ekspor. Hal ini bertujuan agar kegiatan perdagangan internasional
tersebut dapat berjalan dengan lancar. Cara-cara yang ditempuh dalam
penyelesaian pembayaran dalam perdagangan luar negeri serta prosedur
pelaksanaan ekspor adalah sebagai berikut.
a. Secara tunai (cash payment)
b. Secara rekening terbuka (open account)
c. Secara penarikan wesel atas suatu Letter of Credit (L/C)
Bentuk perdagangan yang umum digunakan dalam ekspor Tekstil dan
Produk Tekstil (TPT) yaitu, freight on board (FOB) dan cost insurance freight
(CIF). Pada FOB, kewajiban penjual dalam jenis transaksi ini yaitu menyediakan
27
dan memasukkan barang ke kapal dalam kuantitas, kualitas dan tempat yang
disepakati. Namun penjual menyediakan segala sesuatu yang diperlukan bagi
kelancaran transaksi, termasuk dokumen ekspor. Kewajiban pembeli dalam sistem
ini yaitu mencari kapal, menyediakan ruangan dalam kapal, menetapkan
pelabuhan, menginformasikan waktu sandar, serta menanggung semua biaya dan
resiko terhadap barang sejak melewati bibir tangki termasuk pembongkarannya
(Amir M.S,2003:184).
Pada CIF, kewajiban penjual yaitu menyediakan seluruh fasilitas agar
barang yang diperdagangkan sampai di pelabuhan tujuan yang dijanjikan. Namun,
risiko (bukan biaya) selama pengangkutan menjadi tanggung jawab pembeli yang
dilimpahkan ke asuransi atas biaya penjual. Kewajiban pembeli yaitu melakukan
pembongkaran serta pengurusan seluruh dokumen yang diperlukan (Amir
M.S,2003:185).
2.1.3 Konsep Kurs Valuta Asing
Valuta asing (foreign exchange) dapat diartikan sebagai mata uang asing
dan alat pembayaran lainnya yang digunakan untuk melakukan atau membiayai
transaksi ekonomi dan keuangan internasional, dan mempunyai catatan kurs resmi
pada Bank Sentral atau Bank Indonesia (Hamdy,2004:24).
Mata uang asing yang sering digunakan sebagai alat pembayaran dan
kesatuan hitung dalam transaksi ekonomi dan keuangan internasional disebut
sebagai hard currency, yaitu mata uang yang nilainya relatif stabil dan kadangkadang mengalami apresiasi atau kenaikan terhadap mata uang lainnya.
28
Sedangkan soft currency adalah mata uang lemah yang jarang digunakan sebagai
alat pembayaran dan kesatuan hitung karena nilainya relatif tidak stabil dan sering
mengalami depresi atau penurunan terhadap mata uang lainnya (Hady,2001:24).
Kurs (exchange rate) diantara dua negara adalah harga dimana penduduk kedua
negara saling melakukan perdagangan (Mankiw,2000:192).
Kegiatan transaksi perdagangan yang terjadi antarnegara yang terdiri dari
kegiatan ekspor dan impor akan melibatkan perbandingan nilai tukar mata uang
kedua negara yang bersangkutan. Apabila suatu barang ditukar dengan barang
lain, tentu di dalamnya terdapat perbandingan nilai tukar antara keduanya. Nilai
tukar ini merupakan semacam harga di dalam pertukaran tersebut. Demikian pula
pertukaran antara dua mata uang yang berbeda, maka akan terdapat perbandingan
nilai/harga antara kedua mata uang tersebut. Perbandingan nilai inilah yang sering
disebut dengan kurs/exchange rate (Nopirin,1999:163).
Untuk dapat mencapai kestabilan nilai tukar mata uang dalam negeri dan
mata uang asing, maka ditetapkan beberapa sistem nilai tukar. Menurut Bank
Indonesia (2004 : 69) ada 3 (tiga) sistem nilai tukar, yaitu:
1) Sistem kurs mengambang terkendali (Managed Floating Exchange Rate)
Dalam sistem nilai tukar ini, Bank Sentral menetapkan batasan suatu kisaran
tertentu dari pergerakan nilai tukar yang disebut intervention band (batas pita
intervensi). Nilai tukar akan ditentukan sesuai mekanisme pasar sepanjang
berada di dalam batas kisaran pita intervensi tersebut. Apabila nilai tukar
tersebut menembus batas atas/batas bawah dari kisaran tersebut, Bank Sentral
29
akan secara otomatis melakukan intervensi di pasar valas sehingga nilai tukar
bergerak kembali ke pita intervensi.
2) Sistem kurs tetap (Fixed Exchange Rate)
Sistem kurs tetap adalah suatu sistem nilai tukar dimana Bank Sentral tingkat
nilai tukar/kurs mata uang terhadap mata uang negara lain pada nilai tertentu.
Bank Sentral siap membeli/menjual valas pada tingkat kurs yang ditetapkan.
Jika kurs valas turun, maka pemerintah akan menjual valas di pasar sehingga
penawaran valas bertambah dan kenaikan dapat dicegah.
3) Sistem Nilai Tukar Mengambang (Floating Exchange Rate)
Pada sistem nilai tukar mengambang, nilai tukar dibiarkan bergerak sesuai
dengan kekuatan permintaan dan penawaran yang terjadi di pasar. Dengan
demikian, nilai tukar akan menguat apabila terjadi kelebihan penawaran diatas
permintaan dan sebaliknya nilai tukar akan melemah apabila terjadi kelebihan
permintaan atas penawaran yang ada di pasar valuta asing.
Perubahan permintaan dan penawaran terhadap mata uang asing dalam pasar
valuta asing akan merubah kurs valuta asing. Kurs valuta asing merupakan mata
uang negara lain yang dinilai dengan mata uang dalam negeri. Nopirin (1987 :
163) mendevinisikan kurs valuta asing adalah perbandingan atau atau harga antara
dua mata uang.
2.1.4 Hubungan Kurs Valuta Asing dengan Ekspor
Hubungan kurs valuta asing dengan ekspor dapat dijelaskan dengan kosep
teori penawaran dimana penawaranya adalah ekspor dari negara yang
30
bersangkutan sedangkan harga yang dimaksud dalam hal ini adalah kurs valuta
asing. Teori penawaran menyatakan bahwa apabila harga meningkat maka
penawaran akan komoditas tersebut juga akan meningkat. Sebaliknya apabila
harganya rendah maka jumlah barang yang ditawarkan akan berkurang. Jadi kurs
valuta asing mempunyai hubungan yang searah dengan ekspor. Apabila nilai kurs
valuta asing (dollar Amerika Serikat) meningkat, maka ekspor juga akan
meningkat (Sukirno,2001:88).
Dalam sistem kurs mengambang, depresiasi atau apresiasi nilai mata uang akan
mengakibatkan perubahan keatas ekspor maupun impor. Jika kurs mengalami
depresiasi yaitu nilai mata uang dalam negeri menurun dan berarti mata uang
asing bertambah tinggi kursnya (harganya), akan menyebabkan ekspor meningkat
dan impor cenderung menurun. Jadi kurs valuta asing mempunyai hubungan yang
searah dengan volume ekspor. Apabila nilai kurs (dollar Amerika Serikat)
meningkat, maka volume ekspor juga akan meningkat (Sukirno,2000:319). Jadi,
antara kurs dollar dengan ekspor memiliki hubungan yang positif.
2.1.5 Konsep Tingkat Suku Bunga Kredit
Pengertian dasar tingkat suku bunga yaitu sebagai harga dari uang untuk
jangka waktu tertentu. Pengertian tingkat suku bunga sebagai “harga” ini bisa juga
dinyatakan sebagai harga yang harus dibayar apabila terjadi “pertukaran” antara
satu rupiah serkarang dengan sarupiah nanti (Boediono,2001:75-76), sedangkan
suku bunga adalah harga atau balas jasa yang dibayarkan oleh masyarakat pada
31
bank atas bayaran yang telah diberikan untuk jangka waktu tertentu (Bank
Indonesi,2001:7).
Tingkat suku bunga bisa juga dipandang sebagai sewa atas penggunaan
untuk jangka waktu tertentu dan merupakan cermin dari mekanisme kekuatan dan
permintaan uang di masyarakat atau pasar uang. Tingkat suku bunga mempunyai
hubungan yang terbalik dengan jumlah uang beredar dimana semakin tinggi
tingkat suku bunga maka jumlah uang beredar akan semakin sedikit, karena
masyarakat akan lebih memilih menyimpan uangnya di bank atau membeli suratsurat berharga untuk memperoleh keuntungan. Pengertian tingkat suku bunga
menurut teori Keynes dan teori Klasik (Setiawina,2004:17) adalah sebagai
berikut:
1) Teori Keynes
Berdasarkan teori Keynes, tingkat bunga ditentukan oleh permintaan dan
penawaran uang. Menurut mashab Keynes, uang bisa produktif dengan
cara lain. Uang tunai di tangan orang yang bisa berspekulasi di pasar
surat berharga kemungkinan akan memperoleh keuntungan. Kaum
Keynesian lebih menekankan sifat uang sebagai suatu aktiva yang likuid
yang bisa digunakan untuk memanfaatkan kesempatan, memperoleh
keuntungan dari pasar surat berharga. Tingkat bunga juga merupakan
harga uang yang timbul dari keseimbangan antara permintaan dan
penawaran uang sebagai aktiva likuid.
32
2) Teori Klasik
Bunga timbul karena uang adalah “produktif”, dalam arti bahwa dengan
dana, seorang pengusaha bisa menambah alat produksinya (modal) yang
bisa
menghasilkan
keuntungan
yang
lebih
tinggi/uang
bisa
meningkatkan produktivitas inilah pengusaha mau membayar bunga.
Kaum klasik memandang uang sebagai “dana investasi” (loanable funds)
yang langsung dikaitkan dengan kemungkinan peningkatan produksi
barang/jasa.
Pengertian Menurut Kasmir (1999 : 121), terdapat 2 jenis bunga dalam
kegiatan sehari-hari, yaitu :
1) Bunga simpanan yaitu bunga yang diberikan sebagai rangsangan/balas jasa
bagi nasabah yang menyimpan uang di bank. Bunga simpanan merupakan
harga yang harus dibayar bank kepada masyarakatnya, sebagai contoh: jasa
giro/bunga tabungan dan bunga deposito.
2) Bunga pinjaman yaitu bunga yang diberikan pada peminjam atau harga yang
harus di bayar oleh nasabah peminjam kepada bank, sebagai contoh: bunga
kredit.
Kredit adalah penyediaan sejumlah uang bank atau bentuk lain yang dapat
dipersamakan dan mewajibkan pihak lain melunasi hutangnya setelah jangka
waktu tertentu dengan jumlah yang disepakati. Menurut Bank Indonesia (2005:9)
bunga kredit adalah sejumlah ganti rugi atau balas jasa atas penggunaan uang oleh
nasabah. Bagi peminjam, bunga kredit dipandang sebagai suatu biaya atau ongkos
33
yang dikeluarkan olehnya. Sedangkan bagi bank, bunga kredit dipandang sebagai
suatu pendapatan bank yang menguntungkan.
Menurut Siamat (2001 : 166), penggolongan kredit berdasarkan penggunaan
antara lain:
1) Kredit modal kerja, yaitu kredit jangka pendek yang diberikan oleh bank
untuk keperluan modal kerja debitur yang bersangkutan.
2) Kredit investasi, yaitu kredit jangka menengah atau panjang untuk
pembelian barang-barang modal dan jasa yang diperlukan oleh peminjam
untuk diinvestasikan berupa rehabilitasi, modernisasi, ekspansi, relokasi
usaha dan atau pendirian usaha baru. Jadi kredit ini untuk keperluan
menanam modal (bukan untuk modal kerja) sehingga kredit ini bersifat
produktif
dimana
perusahaan
yang
diberikan
kredit
mempunyai
perencanaan yang mempunyai hubungan terarah.
3) Kredit konsumsi, yaitu pemberian kredit untuk keperluan konsumsi
dengan cara membeli, menyewa atau pun dengan cara lainnya.
2.1.6 Hubungan Tingkat Suku Bunga Kredit Modal kerja dengan Ekspor
Kredit bagi kegiatan produksi dapat menjadi modal kerja yang dapat
mendorong kelancaran produksi suatu komoditi, tidak terkecuali komoditas yang
berorientasi pada ekspor. Namun adanya kredit tidak terlepas dari adanya tingkat
bunga yang merupakan aspek biaya yang perlu dipertimbangkan dalam kegiatan
produksi. Tingkat suku bunga yang turun akan menyebabkan masyarakat
meminjam kredit dari bank dan mempergunakan kredit tersebut untuk investasi.
34
Sehingga
produksi
akan
meningkat
dan
ekspor
juga
meningkat
(Mankiw,2000:316). Jadi, antara tingkat suku bunga dengan ekspor memiliki
hubungan yang negatif.
2.1.7 Konsep Harga
Harga suatu barang dan jasa tertentu adalah suatu tingkat penilaian yang
pada tingkat itu, barang ataupun jasa yang bersangkutan dapat ditukarkan dengan
sesuatu yang lain apapun bentuknya. Barang dan jasa yang memiliki harga adalah
barang ekonomi sedangkan barang bebas tidak memiliki harga, sehingga dapat
disimpulkan bahwa harga terjadi sebagai akibat dari kegunaan dan kelangkaan
yang dimiliki oleh barang tersebut. Dari kegunaan suatu barang akan
menimbulkan keinginan dan keinginan ini yang nantinya akan menghasilkan
permintaan dan sebaliknya kelangkaan suatu barang akan mendorong beberapa
orang untuk memanfaatkan kelangkaannya dengan cara menjual sehingga dari
kelangkaan itu akan timbul penawaran. Dengan kata lain, karena berguna suatu
barang diminta dan karena langka suatu barang ditawarkan. Jadi kesimpulannya
adalah harga barang yang ditentukan oleh bertemunya dua kekuatan yaitu
permintaan dan penawaran (Yasa dkk,1991:45).
Permintaan dapat diartikan sebagai keinginan yang disertai dengan
kemampuan untuk membeli suatu barang. Hukum permintaan adalah jika harga
suatu barang naik, (dan hal-hal lain dianggap tidak berubah), pembeli cenderung
membeli lebih sedikit barang tersebut, sebaliknya jika harga turun, (dan hal-hal
35
lain tidak berubah), jumlah barang yang dibeli akan meningkat. Faktor-faktor
penentu permintaan barang adalah:
1) Harga barang itu sendiri
Dalam analisis ekonomi dianggap bahwa permintaan suatu barang
dipengaruhi oleh tingkat harga. Oleh karena itu, dalam teori permintaan
yang terutama dianalisis adalah hubungan antara jumlah permintaan suatu
barang dengan harga barang tersebut. Jumlah permintaan dan tingkat harga
mempunyai hubungan negatif. Kuantitas permintaan menurun ketika
harganya meningkat dan kuantitas permintaan meningkat ketika harganya
menurun. Hubungan antara harga dan kuantitas yang diminta dapat
dijelaskan dalam hukum permintaan, dimana dengan menganggap hal
lainnya sama, ketika harga sebuah barang meningkat, maka kuantitas
barang yang diminta menurun dan sebaliknya.
2) Harga barang dan jasa lain
Rumah tangga harus bisa membagi pendapatannya secara adil atas banyak
barang dan jasa yang berbeda. Akibatnya, harga barang apa saja dapat
mempengaruhi permintaan atas barang lain. Ketika penurunan harga
barang yang satu menurunkan permintaan terhadap barang yang lain, maka
kedua barang tersebut dinamakan barang substitusi. Jika penurunan harga
sebuah barang meningkatkan permintaan barang lainnya, maka kedua
barang tersebut dinamakan barang komplementer.
36
3) Pendapatan para pembeli.
Rumah tangga yang pendapatannya lebih tinggi akan mampu membeli
lebih banyak barang. Selanjutnya, diharapkan permintaan lebih tinggi pada
tingkat pendapatan yang tinggi dan permintaan lebih rendah pada tingkat
pendapatan yang rendah. Barang yang permintaannya naik bila pendapatan
tinggi dan barang yang permintaannya turun bila pendapatan rendah
disebut barang normal. Barang yang permintaannya cenderung turun bila
pendapatan meningkat disebut barang inferior.
4) Distribusi pendapatan.
Distribusi pendapatan juga dapat mempengaruhi corak permintaan atas
berbagai jenis barang. Sejumlah pendapatan masyarakat yang tertentu
besarnya akan menimbulkan corak permintaan masyarakat yang berbeda
apabila pendapatan tersebut diubah corak distribusinya. Sekiranya
pemerintah menaikkan pajak terhadap orang-orang kaya dan menggunakan
hasil pajak tersebut untuk menaikkan pendapatan pekerja yang gajinya
rendah maka corak permintaan terhadap barang akan berubah. Permintaan
barang yang digunakan orang-orang kaya akan berkurang, sebaliknya
permintaan barang yang digunakan orang-orang yang berpendapatan
rendah akan bertambah karena terjadi kenaikan pendapatan.
5) Citarasa masyarakat mempunyai pengaruh yang cukup besar atas
keinginan masyarakat untuk membeli barang-barang. Jika suatu barang
tertentu semakin disukai oleh masyarakat maka permintaan akan
37
bertambah dan sebaliknya jika barang tersebut tidak disukai oleh
masyarakat maka permintaan akan berkurang.
6) Jumlah penduduk
Pertambahan
penduduk
tidak
dengan
sendirinya
menyebabkan
pertambahan permintaan, tetapi biasanya pertambahan penduduk diikuti
oleh perkembangan dalam kesempatan kerja. Dengan demikian lebih
banyak orang yang menerima pendapatan dan ini menambah daya beli
masyarakat. Pertambahan daya beli inilah yang akan menambah
permintaan terhadap barang/jasa.
7) Ramalan mengenai keadaan dimasa datang.
Ramalan para konsumen bahwa harga-harga akan meningkat di masa
depan akan mendorong mereka untuk membeli lebih banyak pada masa
ini, untuk menghemat pengeluaran pada masa yang akan datang. Ramalan
bahwa lowongan kerja akan bertambah sukar diperoleh dan kegiatan
ekonomi akan mengalami resesi akan mendorong orang lebih berhemat
dalam pengeluaran dan mengurangi permintaan.
Penawaran adalah suatu daftar yang menunjukkan sifat perkaitan di antara
harga suatu barang dan jumlah barang yang tersedia dan dapat dijual oleh para
penjual, sedangkan hukum penawaran menunjukkan hubungan erat antara tingkat
harga dengan jumlah barang yang ditawarkan yaitu semakin tinggi harga suatu
barang, semakin banyak jumlah barang tersebut yang akan ditawarkan oleh
penjual, sebaliknya semakin rendah harga suatu barang, semakin sedikit jumlah
38
barang yang ditawarkan oleh para penjual dengan menganggap hal lainnya sama
(ceteris paribus). Faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran antara lain:
1) Harga barang itu sendiri
Pada saat kuantitas barang yang ditawarkan meningkat ketika harga
meningkat dan menurun ketika harga menurun, dapat dikatakan bahwa
kuantitas yang ditawarkan dapat dijelaskan dalam hukum penawaran,
dengan menganggap hal lainnya sama, ketika harga meningkat maka
kuantitas barang yang ditawarkan akan meningkat.
2) Harga Barang lain
Jika harga satu/lebih berbagai input/barang lain naik, memproduksi suatu
barang mungkin dirasa kurang menguntungkan dan perusahaan akan
menawarkan lebih sedikit barang. Jika harga barang lain/harga input
meningkat, perusahaan mungkin akan menutup perusahaan dan tidak
menawarkan sedikit pun barang. Jadi, kuantitas sebuah barang yang
ditawarkan mempunyai hubungan negatif dengan harga barang
lain/harga input untuk membuat barang tersebut.
3) Teknologi
Teknologi untuk memproses input menjadi output juga merupakan
penentu lain kuantitas yang ditawarkan. Contohnya penemuan
mekanisasi mesin pengolah, dapat mengurangi jumlah pekerja yang
dibutuhkan untuk memproduksi barang. Melalui penurunan biaya
perusahaan, perkembangan teknologi akan menaikkan kuantitas barang
yang ditawarkan.
39
4) Ekspektasi
Kuantitas barang yang ditawarkan saat ini mungkin juga bergantung
pada ekspektasi terhadap masa depan. Contohnya, jika perusahaan
berharap bahwa harga suatu barang di masa datang akan meningkat,
perusahaan kan menyimpan sejumlah barang yang diproduksi saat ini di
dalam gudang dan mengurangi penawaran ke pasar pada saat ini.
Tingkat harga yang pasti dari jenis barang tertentu adalah tingkat harga yang
disetujui baik oleh konsumen dan produsen yang diperoleh dari kombinasi antara
kurva permintaan dan kurva penawaran. Keseimbangan ditemukan ketika kurva
permintaan dan kurva penawaran saling berpotongan. Pada harga keseimbangan,
kuantitas yang ditawarkan sama dengan kuantitas yang diminta. Berikut ini
gambaran kurva permintaan dan penawaran :
Gambar 2.1 Kurve Keseimbangan
Harga
E
S
Px
Qy
D
0
Quantity
Sumber: Mankiw, 2000
Keterangan:
E
= Keseimbangan (equilibrium)
S
= Kurva penawaran
D
= Kurva permintaan
Px = Harga keseimbangan (equilibrium price)
40
Qy
= Kuantitas keseimbangan (equilibrium quantity)
Gambar 2.1 memperlihatkan kurva permintaan dan penawaran secara
bersama-sama. Perpotongan antara kurva permintaan dengan kurva penawaran
dikenal dengan titik keseimbangan (equilibrium) pasar. Harga pada saat kedua
kurva tersebut saling berpotongan disebut sebagai harga keseimbangan
(equilibrium price) dan kuantitasnya dinamakan kuantitas keseimbangan
(equilibrium quantity). Pada Gambar 2.1, harga keseimbangan adalah Py dan
kuantitas keseimbangan adalah Qx. Pada harga keseimbangan, kuantitas barang
yang bersedia dan dapat dibeli pembeli tepat sama dengan kuantitas yang bersedia
dan dapat dijual oleh penjual.
Setiap perubahan yang meningkatkan kuantitas yang ingin dibeli konsumen
pada tingkat harga tertentu akan menggeser kurva permintaan ke kanan. Setiap
perubahan yang menurunkan kuantitas yang ingin dibeli konsumen pada tingkat
harga tertentu akan menggeser kurva permintaan ke kiri. Setiap perubahan yang
menaikkan kuantitas yang bersedia diproduksi oleh penjual pada tingkat harga
tertentu akan menggeser kurva penawaran ke kanan. Setiap perubahan yang
menurunkan kuantitas yang bersedia ditawarkan oleh penjual pada tingkat harga
tertentu akan menggeser kurva penawaran ke kiri.
2.1.8 Hubungan Harga dengan Ekspor
Menurut Denburg (1985 : 385) menyatakan ekspor tergantung pada
exchange rate dan harga dalam negeri. Suatu kenaikan dalam exchange rate
(misalnya apresiasi) maka akan mempunyai kecenderungan untuk menurunkan
41
ekspor. Kenaikan tingkat harga dalam negeri akan menaikkan harga untuk ekspor
dan akhirnya mendorong menurunkan ekspor. Umumnya jumlah ekspor akan
dipengaruhi oleh harga komoditas kerajinan itu sendiri, harga barang lain dan
pendapatan konsumen di negara tujuan ekspor itu sendiri. Karena antara harga dan
volume ekspor memiliki hubungan permintaan yang negatif, jika harga barang
ekspor di dalam negeri tinggi maka permintaan barang ekspor akan berkurang
karena produsen akan lebih banyak mengimpor karena harga barang di luar negeri
lebih murah. Sebaliknya jika harga barang ekspor turun maka permintaan barang
ekspor meningkat.
2.2 Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya
Penelitian ini dilaksanakan dengan mengacu pada penelitian-penelitian
sebelumnya. Penelitian yang dilakukan oleh Pusparini dengan judul “Analisis
Pengaruh tingkat harga, Investasi Swasta Sektor Industri dan Kurs Dollar Amerika
Serikat terhadap volume Ekspor Komoditi Kerajinan Provinsi Bali tahun 19922003”. Yang memperoleh hasil sebagai berikut:
Y = 29869398 + 0,046 X1 – 0,117 X2 + 0,902 X3 + e
Dalam perhitungan t-test dengan α = 5% diperoleh hasil t-hitung < t-tabel
(0,357 < 1,860) yang berarti tidak ada pengaruh nyata antara harga rata-rata
terhadap volume ekspor komoditi kerajinan Provinsi Bali. Pengujian terhadap
hubungan investasi swasta dengan volume ekspor komoditi kerajinan Provinsi
Bali diperoleh hasil t-hitung < t-tabel (-0,899 < 1,860) berarti bahwa investasi
swasta sektor industri tidak berpengaruh nyata terhadap volume ekspor komoditi
42
kerajinan Provinsi Bali dan pengujian terhadap kurs dollar Amerika Serikat,
diperoleh hasil t-hitung > t-tabel (7,159 > 1,860) ini berarti bahwa kurs dollar
Amerika Serikat berpengaruh nyata dan positif terhadap volume ekspor komoditi
kerajinan Provinsi Bali.
Hasil penelitian secara serempak dengan α = 5%, diperoleh hasil F-hitung >
F-tabel (20,681 > 4,02) ini berarti ada pengaruh nyata secara serempak antara
kerja rata-rata, investasi swasta sektor industri dan kurs dollar Amerika Serikat
terhadap volume ekspor komoditi kerajinan Provinsi Bali.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah dimana
penelitian ini sama-sama menggunakan analisis regresi linier berganda, uji t dan
uji f dan sama-sama menggunakan kurs dollar Amerika Serikat dan Harga sebagai
variabel bebasnya.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah pada
penelitian sebelumnya yang menjadi variabel terikatnya adalah volume ekspor
komoditi kerajinan Provinsi Bali tahun 1992-2003 sedangkan pada penelitian ini
yang menjadi variable terikatnya adalah volume ekspor TPT (Testil Produk Testil)
Provinsi Bali Periode 1992-2007 dan variabel bebasnya yaitu tingkat suku bunga
kredit serta pada penelitian ini mencari prospek perkembangan volume ekspor
TPT (Tekstil Produk tekstil) Provinsi Bali Periode 2008-2012.
Penelitian yang hampir sama juga dilakukan oleh Hanjaswara dengan judul
“Analisis Pengaruh Suku Bunga Kredit, Kurs Dollar Amerika, dan Inflasi
Terhadap Volume Ekspor Kerajinan Anyaman Provinsi Bali Periode 1992-2005”.
Dengan model persamaan regresi sebagai berikut:
43
Y = -232.569,5 + 112.963,816 X1 + 201,125 X2 – 13.337,452X3
Membahas pengaruh Suku Bunga Kredit, Kurs Dollar Amerika, dan Inflasi
Terhadap Volume Ekspor Kerajinan Anyaman Provinsi Bali Periode 1992-2005.
Dengan menggunakan teknik analisis statistik yaitu t-test dan F-test diperoleh
hasil: tingkat suku bunga kredit berpengaruh positif dan tidak nyata terhadap
Volume Ekspor Kerajinan Anyaman Provinsi Bali Periode 1992-2005, kurs dollar
AS berpengaruh negatif dan nyata terhadap Volume Ekspor Kerajinan Anyaman
Provinsi Bali Periode 1992-2005, sedangkan inflasi berpengaruh negatif dan tidak
nyata terhadap Volume Ekspor Kerajinan Anyaman Provinsi Bali Periode 19922005. Uji serempak menunjukkan bahwa Suku Bunga Kredit, Kurs Dollar
Amerika, dan Inflasi Terhadap Volume Ekspor Kerajinan Anyaman Provinsi Bali
Periode 1992-2005 secara serempak berpengaruh signifikan terhadap volume
ekspor kerajinan anyaman Provinsi Bali., dengan F hitung 11,604 > F tabel 3,71.
Selanjutnya koefisien determinasi yang diperoleh sebesar 0,777 yang berarti 77,7
persen variasi perubahan volume ekspor kerajinan anyaman Provinsi Bali
dipengaruhi oleh variasi Suku Bunga Kredit, Kurs Dollar Amerika, dan Inflasi
sedangkan sisanya sebesar 22,23 persen dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang
tidak dimasukkan dalam model.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah dimana
penelitian ini sama-sama menggunakan analisis regresi linier berganda, uji t dan
uji f dan sama-sama menggunakan kurs dollar Amerika Serikat dan tingkat suku
bungakredit sebagai variabel bebasnya.
44
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah pada
penelitian sebelumnya yang menjadi variabel terikatnya adalah Volume Ekspor
Kerajinan Anyaman Provinsi Bali Periode 1992-2005 sedangkan pada penelitian
ini yang menjadi variable terikatnya adalah volume ekspor TPT (Testil Produk
Testil) Provinsi Bali Periode 1992-2007 dan variabel bebasnya adalah harga serta
pada penelitian ini mencari prospek perkembangan volume ekspor TPT (Teksti
Produk Tekstil) Provinsi Bali Periode 2008-2012.
2.3 Hipotesis
Berdasarkan pokok masalahan dan kajian pustaka yang telah diuraikan,
maka dapat dirumuskan hipotesis yang akan diuji pada penelitian ini sebagai
berikut :
1. Diduga bahwa kurs dollar Amerika Serikat, tingkat suku bunga kredit dan
harga secara serempak berpengaruh nyata terhadap volume ekspor TPT
(Tekstil Produk Tekstil) Provinsi Bali Periode 1992-2007.
2. Diduga bahwa tingkat suku bunga kredit secara parsial berpengaruh negatif
dan nyata terhadap volume ekspor TPT (Tekstil Produk Tekstil) Provinsi Bali
Periode 1992-2007 sedangkan kurs dollar Amerika Serikat dan harga
berpengaruh positif dan nyata terhadap volume ekspor TPT (Tekstil Produk
Tekstil) Provinsi Bali Periode 1992-2007.
45
Download