BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Perdagangan Internasional Menurut Boediono (2001 : 10), Perdagangan atau pertukaran mempunyai arti khusus dalam ilmu ekonomi. Perdagangan diartikan sebagai proses tukarmenukar yang didasarkan atas kehendak sukarela dari masing-masing pihak. Pertukaran yang terjadi karena paksaan, ancaman perang dan sebagainya tidak termasuk dalam arti perdagangan yang dimaksud di sini. Masing-masing pihak harus mempunyai kebebasan untuk menentukan untung-rugi pertukaran tersebut dari sudut kepentingan masing-masing, dan kemudian menentukan apakah ia mau melakukan pertukaran atau tidak. Pada dasarnya pertukaran atau perdagangan timbul karena kedua belah pihak melihat adanya manfaat atau keuntungan tambahan yang bisa diperoleh dari pertukaran tersebut Perdagangan internasional adalah transaksi dagang antar subyek ekonomi negara yang satu dengan subyek ekonomi negara lain, baik mengenai barangbarang maupun jasa-jasa (Sobri,2001:2). Subyek ekonomi yang dimaksud adalah penduduk yang terdiri dari warga negara biasa, perusahaan ekspor, perusahaan impor, perusahaan industri, perusahaan negara atau pemerintah. Menurut Tambunan (2001 : 1) Perdagangan internasional dapat didefinisikan sebagai perdagangan antara atau lintas negara yang meliputi kegiatan ekspor dan impor. Perdagangan internasional dibagi menjadi dua 18 katagori, yakni perdagangan barang (fisik) dan perdagangan jasa. Perdagangan jasa antara lain terdiri dari biaya transportasi, perjalanan (trevel), asuransi, pembayaran bunga dan remittance seperti gaji tenaga kerja serta fee atau royalty teknologi (lisensi). Alasan paling utama timbulnya perdagangan internasional adalah prinsip keunggulan komperatif yang dikemukakan oleh David Ricardo. Prinsip ini mengatakan bahwa perdagangan antar dua wilayah akan menguntungkan, meskipun salah satu wilayah secara absolute lebih produktif atau kurang produktif dibanding wilayah lain pada semua komoditi. Teori perdagangan internasional dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok, yaitu : 1) Teori Pra Klasik (Merkantilisme) Ide pokok merkantilisme adalah negara atau raja akan kaya raya atau makmur dan kuat apabila ekspor lebih besar dari pada impor (X>M). surplus dari X-M (ekspor netto) dihasilkan dari pemasukan logam mulia terutama emas dan perak dari luar negeri. Hal ini disebabkan karena pada waktu itu logam mulia dipakai sebagai alat pembayaran. Kebijakan perdagangan dilakukan oleh merkantilisme dalam melaksanakan ide pokok tersebut dengan cara melakukan ekspor sebesar-besarnya kecuali logam mulia dan melatar atau membatasi impor dengan dengan ketat kecuali logam mulia (Hamdy,2001:24). 2) Teori Klasik Teori keunggulan absolute dari Adam Smith sering disebut sebagai teori murni perdagangan internasional murni dalam arti bahwa teori ini memusatkan 19 perhatiannya pada variabel riil seperti misalnya nilai suatu barang diukur dengan banyaknya tenaga kerja yang digunakan akan makin tinggi nilai barang tersebut (Nopirin,2000:8). a) Teori keunggulan mutlak (absolute advantage) dari Adam Smith Adam Smith mengatakan bahwa setiap negara akan memperoleh manfaat perdagangan internasional (gain from trade) karena melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang jika negara tersebut memiliki keunggulan mutlak (absolute advantage), serta mengimpor barang jika negara memiliki ketidakunggulan mutlak (absolute disadvantage). Lebih lanjut Smith menganjurkan perdagangan bebas sabagai suatu kebijaksanaan yang paling baik untuk negara-negara di dunia, sehingga dengan perdagangan bebas setiap negara dapat berspesialisasi dalam produksi komoditi yang mempunyai keunggulan absolut dan mengimpor komoditi yang mengalami kerugian absolut. Teori ini didasarkan pada beberapa asumsi antara lain faktor produksi yang digunakan hanya tenaga kerja, kualitas barang yang diproduksi kedua negara sama, pertukaran dilakukan secara barter dan biaya transport diabaikan. Kelemahan teori Adam Smith bahwa perdagangan internasional akan terjadi dan menguntungkan kedua negara bila masing-masing negara memiliki keunggulan absolut yang berbeda. Dengan demikian jika hanya satu negara yang memiliki keunggulan absolut, maka tidak akan terjadi perdagangan internasional yang menguntungkan. Namun, kelemahan teori Adam Smith ini diperbaiki/disempurnakan oleh David Ricardo dengan teori keunggulan komparatif (comparative advantage). 20 b) Teori keunggulan komparatif (comparative advantage) dari David Ricardo Teori David Ricardo ini didasarkan pada nilai tenaga kerja atau theory of labor value yang menyatakan bahwa nilai atau harga suatu produk ditentukan oleh jumlah waktu atau jam kerja yang diperlukan untuk memproduksinya (Hamdy,2001:32). Suatu negara akan mendapatkan manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang-barang dimana negara tersebut dapat berproduksi lebih efisien dan mengimpor barang yang produksinya kurang efisien. Sekalipun suatu negara mengalami kerugian dalam memproduksi barang jika dibandingkan dengan negara lain, namun perdagangan masih bisa berlangsung dan saling menguntungkan. Berdasarkan contoh hipotesis pada Tabel 2.1 maka dapat dikatakan bahwa teori comparative advantage dari Ricardo adalah cost comparative advantage. Tabel 2.1 Data Hipotesis Cost Comparative Negara Portugal Inggris Sumber : Nopirin (1996:14) Produksi Anggur 3 Hari Kerja 6 Hari Kerja Pakaian 4 Hari Kerja 5 Hari Kerja Berdasarkan Tabel 2.1 jika ditinjau dari keunggulan absolut Adam Smith maka Portugis unggul mutlak karena labor-costnya lebih efisien dibandingkan dengan Inggris, baik dalam produksi anggur maupun pakaian. Dengan demikian tentu tidak akan terjadi perdagangan antara kedua negara jika didasarkan pada teori Smith. 21 Akan tetapi, berdasarkan teori Ricardo walaupun Portugis memiliki keunggulan absolut dibandingkan dengan Inggris untuk kedua produk namun tetap dapat terjadi perdagangan internasional yang menguntungkan kedua negara melalui spesialisasi jika negara-negara tersebut memiliki comparative advantage atau labor efficiency. Berdasarkan perbandingan cost comparative advantage, dapat dilihat bahwa tenaga kerja Portugis lebih efisien dibandingkan tenaga kerja Inggris dalam produksi anggur (3/6 atau ½ hari kerja) dari pada produksi pakaian (4/5 hari kerja). Hal ini akan mendorong Portugis melakukan spesialisasi produksi dan ekspor anggur. Sebaliknya, tenaga kerja Inggris tersignifikan lebih efisien dibandingkan tenaga kerja Portugis dalam memproduksi pakaian (5/4 hari kerja) dari pada produksi anggur (6/3 atau 2 hari kerja). Hal ini mendorong Inggris melakukan spesialisasi produksi. Tabel 2.2 Data Perhitungan Cost Comparative (Labor Efficiency) Perhitungan Cost Comparative Advantage (Labor Efficiency) Perbandingan Cost Anggur Pakaian Portugis 3/6 Hari Kerja 4/5 Hari Kerja Inggris Inggris 6/3 Hari Kerja 5/4 Hari Kerja Portugis Sumber : Nopirin (1996: 14) 3) Teori Modern Teori ini dikembangkan oleh ahli ekonomi dari Swedia yaitu Eli Heckscher dan Bertil Ohlin yang kemudian dikenal dengan teori Heckscher-Ohlin atau teori H-O. Menurut teori H-O, perbedaan opportunity cost suatu produk antara satu 22 negara dengan negara lain dapat terjadi karena adanya perbedaan jumlah faktor produksi yang dimiliki masing-masing negara. Perbedaan opportunity cost tersebut dapat menimbulkan perdagangan internasional. Negara-negara yang memiliki faktor produksi relatif banyak dalam memproduksinya akan melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barangnya. Negara akan mengimpor barang jika negara tersebut memiliki faktor produksi yang langka/mahal dalam memproduksinya. (Hamdy,2001:39) Teori H-O menggunakan asumsi 2x2x2 dalam arti perdagangan internasional terjadi antara dua negara, masing-masing negara memproduksi dua macam barang yang sama dan masing-masing negara menggunakan dua macam faktor produksi (tenaga kerja dan mesin), tetapi dengan jumlah berbeda. Kelemahan teori H-O antara lain perbedaan harga barang sejenis terjadi karena adanya perbedaan faktor produksi, tetapi pada kenyataannya walaupun harga barang sejenis sama, perdagangan internasional tetap dapat terjadi. 4) Paradigma Baru Perdagangan Internasional Perkembangan ekspor dari suatu negara tidak hanya ditentukan oleh faktorfaktor keunggulan komparatif tetapi juga oleh faktor-faktor keunggulan kompetitif. Inti daripada paradigma keunggulan kompetitif adalah keunggulan suatu negara di dalam persaingan global selain ditentukan oleh keunggulan komparatif (teori-teori klasik dan H-O) yang dimilikinya dan juga karena adanya proteksi atau bantuan fasilitas dari pemerintah, juga sangat ditentukan oleh keunggulan kompetitifnya. Keunggulan kompetitif tidak hanya dimiliki oleh suatu negara, tetapi juga dimiliki oleh perusahaan-perusahaan di negara tersebut secara 23 individu atau kelompok. Perbedaan lainnya dengan keunggulan komparatif adalah bahwa keunggulan kompetitif sifatnya lebih dinamis dengan perubahan misalnya teknologi dan sumber daya manusia (Tambunan,2001:130). 2.1.2 Konsep Ekspor Menurut Hutabarat (1994 : 306) ekspor adalah perdagangan dengan cara mengeluarkan barang dari dalam keluar wilayah pabean Indonesia dengan memenuhi ketentuan yang berlaku. Ekspor pada mulanya hanya dapat dilakukan oleh perusahaan berbentuk badan hukum yang telah mendapatkan izin dari Departemen Perdagangan namun setelah dikeluarkannya Keputusan Menteri Perdagangan No. 331/Kp/XII/1987 tanggal 23 Desember 1987 ekspor dapat dilakukan oleh setiap pengusaha yang telah memiliki surat izin usaha perdagangan dan mendapat izin usaha dari Departemen Teknis. Menurut Collins (1994 : 218), pengertian ekspor dapat dibagi menjadi tiga, yaitu : 1) Suatu barang yang diproduksi dan secara fisik diangkut dan dijual di pasar luar negeri, kemudian diperoleh penerimaan dalam mata uang asing. Ekspor seperti ini disebut ekspor yang dapat dilihat (Visible Export). 2) Suatu jasa yang disediakan bagi orang asing baik di dalam negeri (sebagai contoh, kunjungan wisatawan mancanegara) maupun di luar negeri (sebagai contoh, perbankan dan asuransi) yang keduanya menghasilkan mata uang asing. Ekspor seperti ini disebut ekspor yang tidak dapat dilihat (Invisible Export). 24 3) Modal yang ditempatkan di luar negeri dalam bentuk investasi portofolio, investasi langsung luar negeri dalam bentuk aset fisik dan deposito bank disebut ekspor modal. Berdasarkan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.10/MPP/SK/5/1996 dan No. 228/MPP/Kep/7/1997, barang-barang yang diekspor digolongkan ke dalam 4 (empat) kelompok yaitu: 1) Barang yang diatur tata niaga (ekspor) Adalah barang yang ekspornya hanya dapat dilakukan oleh eksportir terdaftar yaitu kopi, tekstil produk tekstil, kayu lapis, barang hasil kerajinan dari kayu cendanaan dan karet. 2) Barang yang diawasi ekspornya Adalah barang yang ekspornya yang hanya dapat dilakukan dengan persetujuan Menteri Perindustrian dan Perdagangan atau pejabat yang ditunjuk. Misalnya pupuk urea, garam, tepung terigu, kedelai, kopra, inti kelapa sawit, benih ikan bandeng, biji kapok, kacang, padi/beras, ternak hidup dan minyak dan gas bumi. 3) Barang yang dilarang ekspornya Adalah barang yang tidak boleh di ekspor, yaitu jenis-jenis ikan dalam keadaan hidup, barang dari kayu mewah, karet bongkah, beras, binatang dan tumbuhan langka dan dilindungi serta barang-barang kuno yang bernilai budaya. 25 4) Barang yang bebas ekspornya Adalah barang yang tidak masuk ke dalam kelompok barang yang tata niaganya, diawasi dan dilarang ekspornya, misalnya kerajinan perak, kerajinan bambu, kerajinan bambu, dan lainnya. Menurut Amir M.S. (1993 : 100), ekspor diartikan dengan pengeluaran barang-barang dari peredaran masyarakat dan mengirimkan ke luar negeri, sesuai ketentuan pemerintah dan mengharapkan pembayaran dalam bentuk valuta asing. Pengertia ekspor menurut keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor : 182/MPP/Kep/4/1998 tentang ketentuan umum di bidang ekspor, menyatakan ekspor adalah kegiatan mengeluarkan barang dan jasa dari daerah kepabeanan suatu Negara. Menurut Sukirno (2000 : 109), faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor adalah sebagai berikut: 1) Daya saing dan keadaan ekonomi negara lain Dalam suatu sistem perdagangan internasional yang bebas, kemampuan suatu negara menjual ke luar negeri tergantung pada kemampuannya menyaingi barang-barang yang sejenis di pasar internasional. Besarnya pasaran barang di luar negeri sangat ditentukan oleh pendapatan penduduk di negara lain, kemajuan yang pesat di berbagai negara akan meningkatkan ekspor suatu negara. 26 2) Proteksi di negara-negara lain Proteksi di negara-negara lain akan mengurangi tingkat ekspor suatu negara. Contohnya, kebijakan proteksi di negara-negara maju dapat memperlambat perkembangan ekspor di negara-negara berkembang. 3) Kurs Valuta Asing Peningkatan kurs mata uang negara pengimpor terhadap mata uang negara pengekspor, dapat meningkatkan daya beli negara pengimpor yang mengakibatkan nilai ekspor negara pengekspor meningkat. Menurut Deliarnov (1995 : 203) ekspor merupakan salah satu komponen atau bagian dari pengeluaran agregat. Semakin banyak jumlah barang yang dapat diekspor, makin besar pengeluaran agregat dan makin tinggi pula pendapatan nasional. Pendapatan nasional yang tinggi tidak menjamin ekspor tinggi pula. Suatu kegiatan ekspor dapat dilakukan dengan baik apabila telah memenuhi tata cara ekspor. Hal ini bertujuan agar kegiatan perdagangan internasional tersebut dapat berjalan dengan lancar. Cara-cara yang ditempuh dalam penyelesaian pembayaran dalam perdagangan luar negeri serta prosedur pelaksanaan ekspor adalah sebagai berikut. a. Secara tunai (cash payment) b. Secara rekening terbuka (open account) c. Secara penarikan wesel atas suatu Letter of Credit (L/C) Bentuk perdagangan yang umum digunakan dalam ekspor Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) yaitu, freight on board (FOB) dan cost insurance freight (CIF). Pada FOB, kewajiban penjual dalam jenis transaksi ini yaitu menyediakan 27 dan memasukkan barang ke kapal dalam kuantitas, kualitas dan tempat yang disepakati. Namun penjual menyediakan segala sesuatu yang diperlukan bagi kelancaran transaksi, termasuk dokumen ekspor. Kewajiban pembeli dalam sistem ini yaitu mencari kapal, menyediakan ruangan dalam kapal, menetapkan pelabuhan, menginformasikan waktu sandar, serta menanggung semua biaya dan resiko terhadap barang sejak melewati bibir tangki termasuk pembongkarannya (Amir M.S,2003:184). Pada CIF, kewajiban penjual yaitu menyediakan seluruh fasilitas agar barang yang diperdagangkan sampai di pelabuhan tujuan yang dijanjikan. Namun, risiko (bukan biaya) selama pengangkutan menjadi tanggung jawab pembeli yang dilimpahkan ke asuransi atas biaya penjual. Kewajiban pembeli yaitu melakukan pembongkaran serta pengurusan seluruh dokumen yang diperlukan (Amir M.S,2003:185). 2.1.3 Konsep Kurs Valuta Asing Valuta asing (foreign exchange) dapat diartikan sebagai mata uang asing dan alat pembayaran lainnya yang digunakan untuk melakukan atau membiayai transaksi ekonomi dan keuangan internasional, dan mempunyai catatan kurs resmi pada Bank Sentral atau Bank Indonesia (Hamdy,2004:24). Mata uang asing yang sering digunakan sebagai alat pembayaran dan kesatuan hitung dalam transaksi ekonomi dan keuangan internasional disebut sebagai hard currency, yaitu mata uang yang nilainya relatif stabil dan kadangkadang mengalami apresiasi atau kenaikan terhadap mata uang lainnya. 28 Sedangkan soft currency adalah mata uang lemah yang jarang digunakan sebagai alat pembayaran dan kesatuan hitung karena nilainya relatif tidak stabil dan sering mengalami depresi atau penurunan terhadap mata uang lainnya (Hady,2001:24). Kurs (exchange rate) diantara dua negara adalah harga dimana penduduk kedua negara saling melakukan perdagangan (Mankiw,2000:192). Kegiatan transaksi perdagangan yang terjadi antarnegara yang terdiri dari kegiatan ekspor dan impor akan melibatkan perbandingan nilai tukar mata uang kedua negara yang bersangkutan. Apabila suatu barang ditukar dengan barang lain, tentu di dalamnya terdapat perbandingan nilai tukar antara keduanya. Nilai tukar ini merupakan semacam harga di dalam pertukaran tersebut. Demikian pula pertukaran antara dua mata uang yang berbeda, maka akan terdapat perbandingan nilai/harga antara kedua mata uang tersebut. Perbandingan nilai inilah yang sering disebut dengan kurs/exchange rate (Nopirin,1999:163). Untuk dapat mencapai kestabilan nilai tukar mata uang dalam negeri dan mata uang asing, maka ditetapkan beberapa sistem nilai tukar. Menurut Bank Indonesia (2004 : 69) ada 3 (tiga) sistem nilai tukar, yaitu: 1) Sistem kurs mengambang terkendali (Managed Floating Exchange Rate) Dalam sistem nilai tukar ini, Bank Sentral menetapkan batasan suatu kisaran tertentu dari pergerakan nilai tukar yang disebut intervention band (batas pita intervensi). Nilai tukar akan ditentukan sesuai mekanisme pasar sepanjang berada di dalam batas kisaran pita intervensi tersebut. Apabila nilai tukar tersebut menembus batas atas/batas bawah dari kisaran tersebut, Bank Sentral 29 akan secara otomatis melakukan intervensi di pasar valas sehingga nilai tukar bergerak kembali ke pita intervensi. 2) Sistem kurs tetap (Fixed Exchange Rate) Sistem kurs tetap adalah suatu sistem nilai tukar dimana Bank Sentral tingkat nilai tukar/kurs mata uang terhadap mata uang negara lain pada nilai tertentu. Bank Sentral siap membeli/menjual valas pada tingkat kurs yang ditetapkan. Jika kurs valas turun, maka pemerintah akan menjual valas di pasar sehingga penawaran valas bertambah dan kenaikan dapat dicegah. 3) Sistem Nilai Tukar Mengambang (Floating Exchange Rate) Pada sistem nilai tukar mengambang, nilai tukar dibiarkan bergerak sesuai dengan kekuatan permintaan dan penawaran yang terjadi di pasar. Dengan demikian, nilai tukar akan menguat apabila terjadi kelebihan penawaran diatas permintaan dan sebaliknya nilai tukar akan melemah apabila terjadi kelebihan permintaan atas penawaran yang ada di pasar valuta asing. Perubahan permintaan dan penawaran terhadap mata uang asing dalam pasar valuta asing akan merubah kurs valuta asing. Kurs valuta asing merupakan mata uang negara lain yang dinilai dengan mata uang dalam negeri. Nopirin (1987 : 163) mendevinisikan kurs valuta asing adalah perbandingan atau atau harga antara dua mata uang. 2.1.4 Hubungan Kurs Valuta Asing dengan Ekspor Hubungan kurs valuta asing dengan ekspor dapat dijelaskan dengan kosep teori penawaran dimana penawaranya adalah ekspor dari negara yang 30 bersangkutan sedangkan harga yang dimaksud dalam hal ini adalah kurs valuta asing. Teori penawaran menyatakan bahwa apabila harga meningkat maka penawaran akan komoditas tersebut juga akan meningkat. Sebaliknya apabila harganya rendah maka jumlah barang yang ditawarkan akan berkurang. Jadi kurs valuta asing mempunyai hubungan yang searah dengan ekspor. Apabila nilai kurs valuta asing (dollar Amerika Serikat) meningkat, maka ekspor juga akan meningkat (Sukirno,2001:88). Dalam sistem kurs mengambang, depresiasi atau apresiasi nilai mata uang akan mengakibatkan perubahan keatas ekspor maupun impor. Jika kurs mengalami depresiasi yaitu nilai mata uang dalam negeri menurun dan berarti mata uang asing bertambah tinggi kursnya (harganya), akan menyebabkan ekspor meningkat dan impor cenderung menurun. Jadi kurs valuta asing mempunyai hubungan yang searah dengan volume ekspor. Apabila nilai kurs (dollar Amerika Serikat) meningkat, maka volume ekspor juga akan meningkat (Sukirno,2000:319). Jadi, antara kurs dollar dengan ekspor memiliki hubungan yang positif. 2.1.5 Konsep Tingkat Suku Bunga Kredit Pengertian dasar tingkat suku bunga yaitu sebagai harga dari uang untuk jangka waktu tertentu. Pengertian tingkat suku bunga sebagai “harga” ini bisa juga dinyatakan sebagai harga yang harus dibayar apabila terjadi “pertukaran” antara satu rupiah serkarang dengan sarupiah nanti (Boediono,2001:75-76), sedangkan suku bunga adalah harga atau balas jasa yang dibayarkan oleh masyarakat pada 31 bank atas bayaran yang telah diberikan untuk jangka waktu tertentu (Bank Indonesi,2001:7). Tingkat suku bunga bisa juga dipandang sebagai sewa atas penggunaan untuk jangka waktu tertentu dan merupakan cermin dari mekanisme kekuatan dan permintaan uang di masyarakat atau pasar uang. Tingkat suku bunga mempunyai hubungan yang terbalik dengan jumlah uang beredar dimana semakin tinggi tingkat suku bunga maka jumlah uang beredar akan semakin sedikit, karena masyarakat akan lebih memilih menyimpan uangnya di bank atau membeli suratsurat berharga untuk memperoleh keuntungan. Pengertian tingkat suku bunga menurut teori Keynes dan teori Klasik (Setiawina,2004:17) adalah sebagai berikut: 1) Teori Keynes Berdasarkan teori Keynes, tingkat bunga ditentukan oleh permintaan dan penawaran uang. Menurut mashab Keynes, uang bisa produktif dengan cara lain. Uang tunai di tangan orang yang bisa berspekulasi di pasar surat berharga kemungkinan akan memperoleh keuntungan. Kaum Keynesian lebih menekankan sifat uang sebagai suatu aktiva yang likuid yang bisa digunakan untuk memanfaatkan kesempatan, memperoleh keuntungan dari pasar surat berharga. Tingkat bunga juga merupakan harga uang yang timbul dari keseimbangan antara permintaan dan penawaran uang sebagai aktiva likuid. 32 2) Teori Klasik Bunga timbul karena uang adalah “produktif”, dalam arti bahwa dengan dana, seorang pengusaha bisa menambah alat produksinya (modal) yang bisa menghasilkan keuntungan yang lebih tinggi/uang bisa meningkatkan produktivitas inilah pengusaha mau membayar bunga. Kaum klasik memandang uang sebagai “dana investasi” (loanable funds) yang langsung dikaitkan dengan kemungkinan peningkatan produksi barang/jasa. Pengertian Menurut Kasmir (1999 : 121), terdapat 2 jenis bunga dalam kegiatan sehari-hari, yaitu : 1) Bunga simpanan yaitu bunga yang diberikan sebagai rangsangan/balas jasa bagi nasabah yang menyimpan uang di bank. Bunga simpanan merupakan harga yang harus dibayar bank kepada masyarakatnya, sebagai contoh: jasa giro/bunga tabungan dan bunga deposito. 2) Bunga pinjaman yaitu bunga yang diberikan pada peminjam atau harga yang harus di bayar oleh nasabah peminjam kepada bank, sebagai contoh: bunga kredit. Kredit adalah penyediaan sejumlah uang bank atau bentuk lain yang dapat dipersamakan dan mewajibkan pihak lain melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah yang disepakati. Menurut Bank Indonesia (2005:9) bunga kredit adalah sejumlah ganti rugi atau balas jasa atas penggunaan uang oleh nasabah. Bagi peminjam, bunga kredit dipandang sebagai suatu biaya atau ongkos 33 yang dikeluarkan olehnya. Sedangkan bagi bank, bunga kredit dipandang sebagai suatu pendapatan bank yang menguntungkan. Menurut Siamat (2001 : 166), penggolongan kredit berdasarkan penggunaan antara lain: 1) Kredit modal kerja, yaitu kredit jangka pendek yang diberikan oleh bank untuk keperluan modal kerja debitur yang bersangkutan. 2) Kredit investasi, yaitu kredit jangka menengah atau panjang untuk pembelian barang-barang modal dan jasa yang diperlukan oleh peminjam untuk diinvestasikan berupa rehabilitasi, modernisasi, ekspansi, relokasi usaha dan atau pendirian usaha baru. Jadi kredit ini untuk keperluan menanam modal (bukan untuk modal kerja) sehingga kredit ini bersifat produktif dimana perusahaan yang diberikan kredit mempunyai perencanaan yang mempunyai hubungan terarah. 3) Kredit konsumsi, yaitu pemberian kredit untuk keperluan konsumsi dengan cara membeli, menyewa atau pun dengan cara lainnya. 2.1.6 Hubungan Tingkat Suku Bunga Kredit Modal kerja dengan Ekspor Kredit bagi kegiatan produksi dapat menjadi modal kerja yang dapat mendorong kelancaran produksi suatu komoditi, tidak terkecuali komoditas yang berorientasi pada ekspor. Namun adanya kredit tidak terlepas dari adanya tingkat bunga yang merupakan aspek biaya yang perlu dipertimbangkan dalam kegiatan produksi. Tingkat suku bunga yang turun akan menyebabkan masyarakat meminjam kredit dari bank dan mempergunakan kredit tersebut untuk investasi. 34 Sehingga produksi akan meningkat dan ekspor juga meningkat (Mankiw,2000:316). Jadi, antara tingkat suku bunga dengan ekspor memiliki hubungan yang negatif. 2.1.7 Konsep Harga Harga suatu barang dan jasa tertentu adalah suatu tingkat penilaian yang pada tingkat itu, barang ataupun jasa yang bersangkutan dapat ditukarkan dengan sesuatu yang lain apapun bentuknya. Barang dan jasa yang memiliki harga adalah barang ekonomi sedangkan barang bebas tidak memiliki harga, sehingga dapat disimpulkan bahwa harga terjadi sebagai akibat dari kegunaan dan kelangkaan yang dimiliki oleh barang tersebut. Dari kegunaan suatu barang akan menimbulkan keinginan dan keinginan ini yang nantinya akan menghasilkan permintaan dan sebaliknya kelangkaan suatu barang akan mendorong beberapa orang untuk memanfaatkan kelangkaannya dengan cara menjual sehingga dari kelangkaan itu akan timbul penawaran. Dengan kata lain, karena berguna suatu barang diminta dan karena langka suatu barang ditawarkan. Jadi kesimpulannya adalah harga barang yang ditentukan oleh bertemunya dua kekuatan yaitu permintaan dan penawaran (Yasa dkk,1991:45). Permintaan dapat diartikan sebagai keinginan yang disertai dengan kemampuan untuk membeli suatu barang. Hukum permintaan adalah jika harga suatu barang naik, (dan hal-hal lain dianggap tidak berubah), pembeli cenderung membeli lebih sedikit barang tersebut, sebaliknya jika harga turun, (dan hal-hal 35 lain tidak berubah), jumlah barang yang dibeli akan meningkat. Faktor-faktor penentu permintaan barang adalah: 1) Harga barang itu sendiri Dalam analisis ekonomi dianggap bahwa permintaan suatu barang dipengaruhi oleh tingkat harga. Oleh karena itu, dalam teori permintaan yang terutama dianalisis adalah hubungan antara jumlah permintaan suatu barang dengan harga barang tersebut. Jumlah permintaan dan tingkat harga mempunyai hubungan negatif. Kuantitas permintaan menurun ketika harganya meningkat dan kuantitas permintaan meningkat ketika harganya menurun. Hubungan antara harga dan kuantitas yang diminta dapat dijelaskan dalam hukum permintaan, dimana dengan menganggap hal lainnya sama, ketika harga sebuah barang meningkat, maka kuantitas barang yang diminta menurun dan sebaliknya. 2) Harga barang dan jasa lain Rumah tangga harus bisa membagi pendapatannya secara adil atas banyak barang dan jasa yang berbeda. Akibatnya, harga barang apa saja dapat mempengaruhi permintaan atas barang lain. Ketika penurunan harga barang yang satu menurunkan permintaan terhadap barang yang lain, maka kedua barang tersebut dinamakan barang substitusi. Jika penurunan harga sebuah barang meningkatkan permintaan barang lainnya, maka kedua barang tersebut dinamakan barang komplementer. 36 3) Pendapatan para pembeli. Rumah tangga yang pendapatannya lebih tinggi akan mampu membeli lebih banyak barang. Selanjutnya, diharapkan permintaan lebih tinggi pada tingkat pendapatan yang tinggi dan permintaan lebih rendah pada tingkat pendapatan yang rendah. Barang yang permintaannya naik bila pendapatan tinggi dan barang yang permintaannya turun bila pendapatan rendah disebut barang normal. Barang yang permintaannya cenderung turun bila pendapatan meningkat disebut barang inferior. 4) Distribusi pendapatan. Distribusi pendapatan juga dapat mempengaruhi corak permintaan atas berbagai jenis barang. Sejumlah pendapatan masyarakat yang tertentu besarnya akan menimbulkan corak permintaan masyarakat yang berbeda apabila pendapatan tersebut diubah corak distribusinya. Sekiranya pemerintah menaikkan pajak terhadap orang-orang kaya dan menggunakan hasil pajak tersebut untuk menaikkan pendapatan pekerja yang gajinya rendah maka corak permintaan terhadap barang akan berubah. Permintaan barang yang digunakan orang-orang kaya akan berkurang, sebaliknya permintaan barang yang digunakan orang-orang yang berpendapatan rendah akan bertambah karena terjadi kenaikan pendapatan. 5) Citarasa masyarakat mempunyai pengaruh yang cukup besar atas keinginan masyarakat untuk membeli barang-barang. Jika suatu barang tertentu semakin disukai oleh masyarakat maka permintaan akan 37 bertambah dan sebaliknya jika barang tersebut tidak disukai oleh masyarakat maka permintaan akan berkurang. 6) Jumlah penduduk Pertambahan penduduk tidak dengan sendirinya menyebabkan pertambahan permintaan, tetapi biasanya pertambahan penduduk diikuti oleh perkembangan dalam kesempatan kerja. Dengan demikian lebih banyak orang yang menerima pendapatan dan ini menambah daya beli masyarakat. Pertambahan daya beli inilah yang akan menambah permintaan terhadap barang/jasa. 7) Ramalan mengenai keadaan dimasa datang. Ramalan para konsumen bahwa harga-harga akan meningkat di masa depan akan mendorong mereka untuk membeli lebih banyak pada masa ini, untuk menghemat pengeluaran pada masa yang akan datang. Ramalan bahwa lowongan kerja akan bertambah sukar diperoleh dan kegiatan ekonomi akan mengalami resesi akan mendorong orang lebih berhemat dalam pengeluaran dan mengurangi permintaan. Penawaran adalah suatu daftar yang menunjukkan sifat perkaitan di antara harga suatu barang dan jumlah barang yang tersedia dan dapat dijual oleh para penjual, sedangkan hukum penawaran menunjukkan hubungan erat antara tingkat harga dengan jumlah barang yang ditawarkan yaitu semakin tinggi harga suatu barang, semakin banyak jumlah barang tersebut yang akan ditawarkan oleh penjual, sebaliknya semakin rendah harga suatu barang, semakin sedikit jumlah 38 barang yang ditawarkan oleh para penjual dengan menganggap hal lainnya sama (ceteris paribus). Faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran antara lain: 1) Harga barang itu sendiri Pada saat kuantitas barang yang ditawarkan meningkat ketika harga meningkat dan menurun ketika harga menurun, dapat dikatakan bahwa kuantitas yang ditawarkan dapat dijelaskan dalam hukum penawaran, dengan menganggap hal lainnya sama, ketika harga meningkat maka kuantitas barang yang ditawarkan akan meningkat. 2) Harga Barang lain Jika harga satu/lebih berbagai input/barang lain naik, memproduksi suatu barang mungkin dirasa kurang menguntungkan dan perusahaan akan menawarkan lebih sedikit barang. Jika harga barang lain/harga input meningkat, perusahaan mungkin akan menutup perusahaan dan tidak menawarkan sedikit pun barang. Jadi, kuantitas sebuah barang yang ditawarkan mempunyai hubungan negatif dengan harga barang lain/harga input untuk membuat barang tersebut. 3) Teknologi Teknologi untuk memproses input menjadi output juga merupakan penentu lain kuantitas yang ditawarkan. Contohnya penemuan mekanisasi mesin pengolah, dapat mengurangi jumlah pekerja yang dibutuhkan untuk memproduksi barang. Melalui penurunan biaya perusahaan, perkembangan teknologi akan menaikkan kuantitas barang yang ditawarkan. 39 4) Ekspektasi Kuantitas barang yang ditawarkan saat ini mungkin juga bergantung pada ekspektasi terhadap masa depan. Contohnya, jika perusahaan berharap bahwa harga suatu barang di masa datang akan meningkat, perusahaan kan menyimpan sejumlah barang yang diproduksi saat ini di dalam gudang dan mengurangi penawaran ke pasar pada saat ini. Tingkat harga yang pasti dari jenis barang tertentu adalah tingkat harga yang disetujui baik oleh konsumen dan produsen yang diperoleh dari kombinasi antara kurva permintaan dan kurva penawaran. Keseimbangan ditemukan ketika kurva permintaan dan kurva penawaran saling berpotongan. Pada harga keseimbangan, kuantitas yang ditawarkan sama dengan kuantitas yang diminta. Berikut ini gambaran kurva permintaan dan penawaran : Gambar 2.1 Kurve Keseimbangan Harga E S Px Qy D 0 Quantity Sumber: Mankiw, 2000 Keterangan: E = Keseimbangan (equilibrium) S = Kurva penawaran D = Kurva permintaan Px = Harga keseimbangan (equilibrium price) 40 Qy = Kuantitas keseimbangan (equilibrium quantity) Gambar 2.1 memperlihatkan kurva permintaan dan penawaran secara bersama-sama. Perpotongan antara kurva permintaan dengan kurva penawaran dikenal dengan titik keseimbangan (equilibrium) pasar. Harga pada saat kedua kurva tersebut saling berpotongan disebut sebagai harga keseimbangan (equilibrium price) dan kuantitasnya dinamakan kuantitas keseimbangan (equilibrium quantity). Pada Gambar 2.1, harga keseimbangan adalah Py dan kuantitas keseimbangan adalah Qx. Pada harga keseimbangan, kuantitas barang yang bersedia dan dapat dibeli pembeli tepat sama dengan kuantitas yang bersedia dan dapat dijual oleh penjual. Setiap perubahan yang meningkatkan kuantitas yang ingin dibeli konsumen pada tingkat harga tertentu akan menggeser kurva permintaan ke kanan. Setiap perubahan yang menurunkan kuantitas yang ingin dibeli konsumen pada tingkat harga tertentu akan menggeser kurva permintaan ke kiri. Setiap perubahan yang menaikkan kuantitas yang bersedia diproduksi oleh penjual pada tingkat harga tertentu akan menggeser kurva penawaran ke kanan. Setiap perubahan yang menurunkan kuantitas yang bersedia ditawarkan oleh penjual pada tingkat harga tertentu akan menggeser kurva penawaran ke kiri. 2.1.8 Hubungan Harga dengan Ekspor Menurut Denburg (1985 : 385) menyatakan ekspor tergantung pada exchange rate dan harga dalam negeri. Suatu kenaikan dalam exchange rate (misalnya apresiasi) maka akan mempunyai kecenderungan untuk menurunkan 41 ekspor. Kenaikan tingkat harga dalam negeri akan menaikkan harga untuk ekspor dan akhirnya mendorong menurunkan ekspor. Umumnya jumlah ekspor akan dipengaruhi oleh harga komoditas kerajinan itu sendiri, harga barang lain dan pendapatan konsumen di negara tujuan ekspor itu sendiri. Karena antara harga dan volume ekspor memiliki hubungan permintaan yang negatif, jika harga barang ekspor di dalam negeri tinggi maka permintaan barang ekspor akan berkurang karena produsen akan lebih banyak mengimpor karena harga barang di luar negeri lebih murah. Sebaliknya jika harga barang ekspor turun maka permintaan barang ekspor meningkat. 2.2 Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya Penelitian ini dilaksanakan dengan mengacu pada penelitian-penelitian sebelumnya. Penelitian yang dilakukan oleh Pusparini dengan judul “Analisis Pengaruh tingkat harga, Investasi Swasta Sektor Industri dan Kurs Dollar Amerika Serikat terhadap volume Ekspor Komoditi Kerajinan Provinsi Bali tahun 19922003”. Yang memperoleh hasil sebagai berikut: Y = 29869398 + 0,046 X1 – 0,117 X2 + 0,902 X3 + e Dalam perhitungan t-test dengan α = 5% diperoleh hasil t-hitung < t-tabel (0,357 < 1,860) yang berarti tidak ada pengaruh nyata antara harga rata-rata terhadap volume ekspor komoditi kerajinan Provinsi Bali. Pengujian terhadap hubungan investasi swasta dengan volume ekspor komoditi kerajinan Provinsi Bali diperoleh hasil t-hitung < t-tabel (-0,899 < 1,860) berarti bahwa investasi swasta sektor industri tidak berpengaruh nyata terhadap volume ekspor komoditi 42 kerajinan Provinsi Bali dan pengujian terhadap kurs dollar Amerika Serikat, diperoleh hasil t-hitung > t-tabel (7,159 > 1,860) ini berarti bahwa kurs dollar Amerika Serikat berpengaruh nyata dan positif terhadap volume ekspor komoditi kerajinan Provinsi Bali. Hasil penelitian secara serempak dengan α = 5%, diperoleh hasil F-hitung > F-tabel (20,681 > 4,02) ini berarti ada pengaruh nyata secara serempak antara kerja rata-rata, investasi swasta sektor industri dan kurs dollar Amerika Serikat terhadap volume ekspor komoditi kerajinan Provinsi Bali. Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah dimana penelitian ini sama-sama menggunakan analisis regresi linier berganda, uji t dan uji f dan sama-sama menggunakan kurs dollar Amerika Serikat dan Harga sebagai variabel bebasnya. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah pada penelitian sebelumnya yang menjadi variabel terikatnya adalah volume ekspor komoditi kerajinan Provinsi Bali tahun 1992-2003 sedangkan pada penelitian ini yang menjadi variable terikatnya adalah volume ekspor TPT (Testil Produk Testil) Provinsi Bali Periode 1992-2007 dan variabel bebasnya yaitu tingkat suku bunga kredit serta pada penelitian ini mencari prospek perkembangan volume ekspor TPT (Tekstil Produk tekstil) Provinsi Bali Periode 2008-2012. Penelitian yang hampir sama juga dilakukan oleh Hanjaswara dengan judul “Analisis Pengaruh Suku Bunga Kredit, Kurs Dollar Amerika, dan Inflasi Terhadap Volume Ekspor Kerajinan Anyaman Provinsi Bali Periode 1992-2005”. Dengan model persamaan regresi sebagai berikut: 43 Y = -232.569,5 + 112.963,816 X1 + 201,125 X2 – 13.337,452X3 Membahas pengaruh Suku Bunga Kredit, Kurs Dollar Amerika, dan Inflasi Terhadap Volume Ekspor Kerajinan Anyaman Provinsi Bali Periode 1992-2005. Dengan menggunakan teknik analisis statistik yaitu t-test dan F-test diperoleh hasil: tingkat suku bunga kredit berpengaruh positif dan tidak nyata terhadap Volume Ekspor Kerajinan Anyaman Provinsi Bali Periode 1992-2005, kurs dollar AS berpengaruh negatif dan nyata terhadap Volume Ekspor Kerajinan Anyaman Provinsi Bali Periode 1992-2005, sedangkan inflasi berpengaruh negatif dan tidak nyata terhadap Volume Ekspor Kerajinan Anyaman Provinsi Bali Periode 19922005. Uji serempak menunjukkan bahwa Suku Bunga Kredit, Kurs Dollar Amerika, dan Inflasi Terhadap Volume Ekspor Kerajinan Anyaman Provinsi Bali Periode 1992-2005 secara serempak berpengaruh signifikan terhadap volume ekspor kerajinan anyaman Provinsi Bali., dengan F hitung 11,604 > F tabel 3,71. Selanjutnya koefisien determinasi yang diperoleh sebesar 0,777 yang berarti 77,7 persen variasi perubahan volume ekspor kerajinan anyaman Provinsi Bali dipengaruhi oleh variasi Suku Bunga Kredit, Kurs Dollar Amerika, dan Inflasi sedangkan sisanya sebesar 22,23 persen dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang tidak dimasukkan dalam model. Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah dimana penelitian ini sama-sama menggunakan analisis regresi linier berganda, uji t dan uji f dan sama-sama menggunakan kurs dollar Amerika Serikat dan tingkat suku bungakredit sebagai variabel bebasnya. 44 Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah pada penelitian sebelumnya yang menjadi variabel terikatnya adalah Volume Ekspor Kerajinan Anyaman Provinsi Bali Periode 1992-2005 sedangkan pada penelitian ini yang menjadi variable terikatnya adalah volume ekspor TPT (Testil Produk Testil) Provinsi Bali Periode 1992-2007 dan variabel bebasnya adalah harga serta pada penelitian ini mencari prospek perkembangan volume ekspor TPT (Teksti Produk Tekstil) Provinsi Bali Periode 2008-2012. 2.3 Hipotesis Berdasarkan pokok masalahan dan kajian pustaka yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan hipotesis yang akan diuji pada penelitian ini sebagai berikut : 1. Diduga bahwa kurs dollar Amerika Serikat, tingkat suku bunga kredit dan harga secara serempak berpengaruh nyata terhadap volume ekspor TPT (Tekstil Produk Tekstil) Provinsi Bali Periode 1992-2007. 2. Diduga bahwa tingkat suku bunga kredit secara parsial berpengaruh negatif dan nyata terhadap volume ekspor TPT (Tekstil Produk Tekstil) Provinsi Bali Periode 1992-2007 sedangkan kurs dollar Amerika Serikat dan harga berpengaruh positif dan nyata terhadap volume ekspor TPT (Tekstil Produk Tekstil) Provinsi Bali Periode 1992-2007. 45