9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prosedur Pengembangan

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Prosedur Pengembangan Evaluasi Pembelajaran
Menurut Arifin (2009), keberhasilan suatu kegiatan evaluasi akan dipengaruhi
pula oleh keberhasilan evaluator dalam melaksanakan prosedur evaluasi. Prosedur
yang dimaksud adalah langkah-langkah pokok yang harus ditempuh dalam
kegiatan evaluasi. Prosedur pengembangan evaluasi terdiri atas: (1) perencanaan
evaluasi yang meliputi analisis kebutuhan, merumuskan tujuan evaluasi,
menyusun kisi-kisi, mengembangkan draf instrumen, uji coba dan analisis,
merevisi dan menyusun instrumen final, (2) pelaksanaan evaluasi dan monitoring,
(3) pengolahan data dan analisis, (4) pelaporan hasil evaluasi, dan (5)
pemanfaatan hasil evaluasi.
Seorang evaluator harus dapat membuat perencanaan evaluasi dengan baik.
Langkah pertama yang perlu dilakukan dalam kegiatan evaluasi adalah membuat
perencanaan. Perencanaan ini penting karena akan mempengaruhi langkahlangkah selanjutnya, bahkan memengaruhi keefektifan prosedur evaluasi secara
menyeluruh. W. James Popham dalam Arifin (2009) mengemukakan maksud
perencanaan evaluasi adalah “to facilitate gathering data, thereby making possible
valid statements about the effect or outcomes of the program, practice, or policy
under study”.
Implikasinya adalah perencanaan evaluasi harus dirumuskan secara jelas dan
spesifik, terurai dan komprehensif sehingga perencanaan tersebut bermakna dalam
menentukan langkah-langkah selanjutnya. Melalui perencanaan evaluasi yang
9
10
matang dapat ditetapkan tujuan-tujuan tingkah laku (behavioral objective) atau
indikator yang akan dicapai, dapat dipersiapkan pengumpulan data dan informasi
yang dibutuhkan serta dapat menggunakan waktu yang tepat.
Dalam perencanaan penilaian hasil belajar, ada beberapa faktor yang harus
diperhatikan, seperti merumuskan tujuan penilaian, mengidentifikasi kompetensi
dan hasil belajar, menyusun kisi-kisi atau blueprint, mengembangkan draft
instrumen, uji coba dan analisis instrumen, revisi dan merakit instrumen baru.
1. Menentukan Tujuan Penilaian
Dalam penialain hasil belajar, ada empat kemungkinan tujuan penilaian, yaitu
untuk memperbaiki kinerja atau proses pembelajaran (formatif), untuk
menentukan keberhasilan peserta didik (sumatif), untuk mengidentifikasi
kesulitan belajar peserta didik dalam proses pembelajaran (diagnostik), atau untuk
menempatkan posisi peserta didik sesuai dengan kemampuannya (penempatan).
Dengan kata lain, tujuan penilaian harus dirumuskan sesuai dengan jenis penilaian
yang akan dilakukan, seperti penilaian formatif, sumatif, diagnostik, penempatan
atau seleksi. Rumusan tujuan penilaian harus memperhatikan domain hasil belajar,
seperti domain kognitif, domain afektif dan domain psikomotor dari Bloom
(1956) yaitu Taxonomy Bloom.
2. Mengidentifikasi Kompetensi dan Hasil Belajar
Kompetensi adalah pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang
direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Peserta didik dianggap
kompeten apabila dia memiliki pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai
untuk melakukan sesuatu setelah mengikuti proses pembelajaran.
11
Mengenai hasil belajar, Benyamin S.Bloom,dkk mengelompokkannya dalam
tiga domain, yaitu: (a) domain kognitif (cognitive domain) yang meliputi
pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan evaluasi, (b) domain
afektif (affective domain) yang meliputi penerimaan, respons, penilaian,
organisasi, karakterisasi, dan (c) domain psikomotor (psychomotor domain) yang
meliputi persepsi, kesiapan melakukan sesuatu pekerjaan, respons terbimbing,
kemahiran, adaptasi, dan orijinasi.
3. Menyusun Kisi-kisi
Penyusunan
kisi-kisi
dimaksudkan
agar
materi
penilaian
betul-betul
representratif dan relevan dengan materi pelajaran yang sudah diberikan oleh guru
kepada peserta didik.
Kisi-kisi
adalah
format
pemetaan
soal
yang
menggambarkan distribusi item untuk berbagai topik atau pokok bahasan
berdasarkan jenjang kemampuan tertentu. Fungsi kisi-kisi adalah sebagai
pedoman untuk menulis soal atau merakit soal menjadi perangkat tes. Dalam
konteks penilaian hasil belajar, kisi-kisi soal disusun berdasarkan silabus setiap
mata pelajaran. Kisi-kisi soal yang baik harus memenuhi persyaratan tertentu,
antara lain:
(a) representatif, yaitu harus betul-betul mewakili isi kurikulum sebagai sampel
perilaku yang akan dinilai,
(b) komponen-komponennya harus terurai/terperinci, jelas dan mudah dipahami,
(c) soal dapat dibuat sesuai dengan indikator dan bentuk soal yang ditetapkan.
12
Berikut adalah tahapan dalam menyusun
menyu
kisi-kisi soal.
Langkah ke-1
ke
ANALISIS SILABUS
Langkah ke-2
ke
MENYUSUN KISI-KISI
Langkah ke-3
ke
MEMBUAT SOAL
Langkah ke-4
ke
MENYUSUN LEMBAR JAWABAN
Langkah ke-5
ke
MEMBUAT KUNCI JAWABAN
Langkah ke-6
ke
MENYUSUN PEDOMAN PENSKORAN
(Arifin, 2009)
Gambar 2.1 Langkah-langkah Menyusun Kisi-kisi
kisi Soal
4. Mengembangkan Draf Instrumen
Mengembangkan draf instrumen penilaian merupakan salah satu langkah
penting dalam prosedur penilaian. Instrumen penilaian dapat disusun dalam
bentuk tes maupun nontes. Dalam bentuk tes, berarti guru harus membuat soal.
Penulisann soal adalah penjabaran indikator menjadi pertanyaan-pertanyaan
pertanyaan pertanyaan yang
karakteristiknya sesuai dengan pedoman kisi-kisi.
kisi kisi. Dalam bentuk nontes, guru
dapat membuat angket, pedoman observasi, pedoman wawancara, studi
dokumentasi, skala sikap, penilaian bakat, minat
m
dan sebagainya.
5. Uji Coba dan Analisis Soal
Jika semua soal sudah disusun dengan baik, maka perlu diujicobakan terlebih
dahulu di lapangan. Tujuannya untuk mengetahui soal-soal
soal soal mana yang perlu
diubah, diperbaiki, bahkan dibuang sama sekali, serta soal-soal
soal soal mana yang baik
untuk dipergunakan selanjutnya. Soal yang baik adalah soal yang sudah
13
mengalami beberapa kali uji coba dan revisi yang didasarkan atas analisis empiris
dan rasional. Analisis empiris dimaksudkan untuk mengetahui kelemahankelemahan setiap soal yang digunakan. Informasi empirik pada umumnya
menyangkut segala hal yang dapat memengaruhi validitas soal, seperti aspekaspek keterbacaan soal, tingkat kesukaran soal, bentuk jawaban, daya pembeda
soal, pengaruh kultur, dan sebagainya, sedangkan analisis rasional dimaksudkan
untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan setiap soal.
6. Revisi dan Merakit Soal (Instrumen Baru)
Setelah uji coba soal dan dianalisis, kemudian direvisi sesuai dengan proporsi
tingkat kesukaran soal dan daya pembeda. Dengan demikian ada soal yang masih
dapat diperbaiki dari segi bahasa, ada juga soal yang harus direvisi total, baik
yang menyangkut pokok soal (stem) maupun alternatif jawaban (option), bahkan
ada soal yang harus dibuang atau disisihkan. Berdasarkan hasil revisi soal ini,
baru dilakukan perakitan soal menjadi suatu instrumen yang terpadu. Untuk itu,
semua hal yang dapat memengaruhi validitas skor tes, seperti nomor urut soal,
pengelompokan bentuk soal, penataan soal dan sebagainya harus diperhatikan.
B. Validitas
Firman (2000) mengemukakan bahwa validitas suatu alat ukur menunjukkan
sejauh mana alat ukur itu mengukur apa yang seharusnya diukur oleh alat ukur
tersebut. Dengan kata lain, validitas menunjukkan sejauh mana alat ukur
memenuhi fungsinya. Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah
validitas isi yang diperoleh melalui judgement dari para ahli dan validitas empiris
yang dihitung menggunakan teknik statistik yaitu analisis korelasi.
14
Ada batas-batas tertentu untuk menentukan seberapa jauh validitas suatu butir
tes. Butir tes yang memiliki korelasi tinggi dan positif dengan total skor
menunjukkan validitas yang tinggi pula. Butir-butir yang memiliki korelasi
negatif dengan total skornya merupakan butir-butir yang tidak baik. Korelasi di
atas 0,30 dipandang sebagai butir tes yang baik (Surapranata, 2009).
C. Reliabilitas
Reliabilitas adalah tingkat atau derajat konsistensi dari suatu instrumen. Suatu
tes dapat dikatakan reliabel jika selalu memberikan hasil yang sama bila diteskan
pada kelompok yang sama pada waktu atau kesempatan yang berbeda (Arifin,
2009). Sedangkan menurut Firman (2000), reliabilitas adalah ukuran sejauh mana
suatu alat ukur memberikan gambaran yang benar-benar dapat dipercaya tentang
kemampuan seseorang. Cara untuk menyelidiki reliabilitas suatu alat ukur ialah
dengan menghitung besarnya koefisien korelasi antara skor hasil pengukuran
dengan alat ukur yang sama yang digunakan pada waktu yang berbeda, antara dua
alat ukur yang setara (ekivalen) atau bagian-bagian alat ukur yang sama yang
digunakan pada waktu yang bersamaan.
D. Classical Test Theory
Classical Test Theory (CTT-Teori Tes Klasik), yang lebih dikenal sebagai
CTT, dikembangkan sekitar tahun 1920-an (Natarajan, 2009). Teori ini memiliki
beberapa komponen seperti teori validitas, reliabilitas, objektivitas, teori analisis
tes, teori analisis butir dan sebagainya. Sebagian besar praktiknya dimulai dari tes
psikologi dan kemudian dikembangkan dalam tes kependidikan. Teori tes klasik
menurut O’Connor et al. (2002) adalah suatu model pengukuran berdasarkan
15
informasi yang didapatkan pada level skor tes. Menurut Hambleton dan Jones,
teori tes klasik adalah teori mengenai skor tes yang mengenalkan tiga konsep
yaitu test score/observed score, true score dan error score.
Berikut ini parameter yang digunakan dalam teori tes klasik.
1. Tingkat Kesukaran
Perhitungan tingkat kesukaran soal adalah pengukuran seberapa besar derajat
kesukaran suatu soal. Jika suatu soal memiliki tingkat kesukaran seimbang
(proporsional), maka dapat dikatakan bahwa soal tersebut baik. Suatu soal tes
hendaknya tidak terlalu sukar dan tidak pula terlalu mudah (Arifin, 2009).
Menurut Arikunto (2010), soal yang terlalu mudah tidak merangsang peserta didik
untuk mempertinggi usaha memecahkannya. Sebaliknya soal yang terlalu sukar
akan menyebabkan peserta didik menjadi putus asa dan tidak mempunyai
semangat untuk mencoba lagi karena di luar jangkauannya.
2. Daya Pembeda
Perhitungan daya pembeda adalah pengukuran sejauh mana suatu butir soal
mampu membedakan peserta didik yang sudah menguasai kompetensi dengan
peserta didik yang belum/kurang menguasai kompetensi berdasarkan kriteria
tertentu. Semakin tinggi koefisien daya pembeda suatu butir soal, semakin mampu
butir soal tersebut membedakan antara peserta didik yang menguasai kompetensi
dengan pesserta didik yang kurang menguasai kompetensi (Arifin, 2009).
3. Kualitas Pengecoh
Pada soal bentuk pilihan ganda ada alternatif jawaban (opsi) yang merupakan
pengecoh. Butir soal yang baik, pengecohnya akan dipilih secara merata oleh
16
peserta didik yang menjawab salah. Sebaliknya butir soal yang kurang baik,
pengecohnya akan dipilih secara tidak merata (Arifin, 2009).
Menurut Firman (2000) analisis pengecoh bertujuan untuk menemukan
pengecoh yang kurang berfungsi dengan baik. Arikunto (2010) mengemukakan
bahwa suatu pengecoh dapat dikatakan berfungsi baik jika paling sedikit dipilih
oleh 5% pengikut tes.
E. Item Response Theory
Hambleton et al. (1991) mengemukakan bahwa item response theory (IRT)
adalah teori yang menyatakan bahwa hasil tes dapat diprediksikan atau dijelaskan
melalui serangkaian faktor yang disebut dengan sifat atau karakter (trait), karakter
terpendam (latent trait) atau kemampuan (abilities) dan hubungan antara jawaban
peserta tes dengan kemampuannya dapat dijelaskan dengan grafik karakteristik
butir atau item characteristic curve (ICC).
Dengan menggunakan IRT, kemampuan peserta tes dapat dievaluasi dan
seberapa baik kemampuan suatu butir soal dalam suatu tes dapat dideskripsikan
(Act Workforce Development, 2010). IRT menggunakan konsep Item
Characteristic Curve (ICC-Kurva Karakteristik Butir) untuk menunjukkan
hubungan antara kemampuan peserta tes dengan kemampuan butir soal. Dalam
IRT, kemampuan peserta tes dengan parameter butir dapat diamati berdasarkan
pola respon peserta tes pada suatu tes. Banyaknya parameter butir yang diamati
menentukan model IRT yang mana yang akan digunakan. Meskipun model-model
ini melibatkan prosedur matematis yang rumit, tetapi konsep dasarnya mudah
dipahami.
17
Parameter butir merupakan konsep dasar dari IRT. Secara umum model-model
IRT didasarkan pada satu, dua dan tiga parameter. Berikut ini adalah model IRT
yang didasarkan pada tiga parameter.
1. Parameter a: Daya Pembeda
Salah satu ciri tes yang baik adalah peserta tes pada kelompok atas akan
memiliki pilihan jawaban benar lebih banyak daripada peserta tes pada kelompok
bawah. Parameter a menunjukkan seberapa baik sebuah butir soal dapat
membedakan peserta tes dengan tingkat kemampuan yang berbeda-beda. Butir
soal yang baik biasanya memiliki rentang nilai daya pembeda dari 0,5 sampai 2.
Hal ini digambarkan dengan plot grafik ICC. Semakin tinggi kemiringan suatu
ICC, semakin tinggi pula daya pembeda suatu butir soal. Daya pembeda yang
tinggi menunjukkan bahwa peserta tes yang memiliki skor tinggi cenderung
menjawab butir soal dengan benar, sedangkan peserta tes dengan skor rendah
cenderung memilih pilihan jawaban yang salah.
Gambar 2.2 Item Characteristic Curve (Perbandingan Parameter a)
Butir soal No.1 : Daya pembeda rendah (kurva biru)-Butir soal ini kurang dapat
membedakan antara peserta tes kelompok atas dan kelompok bawah karena
18
peluang peserta tes akan memilih respon jawaban benar adalah relatif sama pada
tingkat kemampuan yang berbeda.
Butir soal No.2 : Daya pembeda tinggi (kurva merah)-Butir soal ini dapat
membedakan dengan baik antara peserta tes kelompok atas dengan peserta tes
kelompok bawah. Semakin tinggi kemampuan, semakin tinggi pula peluang
peserta tes akan memilih respon jawaban benar.
2. Parameter b: Tingkat Kesukaran
Tingkat kesukaran sebuah butir soal, dikenal sebagai parameter b, adalah titik
dimana kurva bentuk-S memiliki kemiringan paling tinggi. Semakin sukar suatu
butir soal, semakin tinggi kemampuan yang diperlukan dari peserta tes untuk
menjawab butir soal tersebut dengan benar. Suatu butir soal dengan nilai b yang
tinggi adalah soal sukar, dimana peserta tes kelompok bawah tidak dapat
menjawab dengan benar. Butir soal dengan nilai b rendah adalah soal mudah,
dimana sebagian besar peserta tes, termasuk peserta tes kelompok bawah, akan
memiliki peluang minimal setengah untuk menjawab soal tersebut dengan benar.
Untuk semua butir soal pada gambar dibawah, kemiringannya curam dimana
peluang menjawab benar adalah 0,5 atau 50 persen, butir-butir soal ini memiliki
nilai parameter a yang sama. Hal yang membedakan butir soal ini adalah
parameter b sehingga kemampuan yang dibutuhkan oleh peserta tes untuk
mencapai peluang setengah atau 50 persen dalam menjawab soal dengan benar.
Kurva merah merepresentasikan butir soal yang mudah karena dengan
kemampuan hanya sebesar -0,2 peserta tes memiliki peluang 0,5 untuk menjawab
soal dengan benar. Kurva hitam merepresentasikan butir soal sukar karena peserta
19
tes harus memiliki kemampuan yang lebih tinggi untuk mencapai peluang 0,5
dalam menjawab soal dengan benar.
Gambar 2.3 Item Characteristic Curve (Perbandingan Parameter b)
3. Parameter c: Faktor Tebakan
Beberapa model IRT memasukkan parameter faktor tebakan. Parameter c
menunjukkan kecenderungan peserta tes kelompok bawah dapat menebak
jawaban yang benar dari sebuah butir soal sehingga memiliki peluang lebih dari
nol dalam menjawab soal dengan benar. Sebagai contoh, peserta tes yang memilih
jawaban secara acak dari sebuah butir soal yang memiliki empat pilihan respon
jawaban dapat menjawab butir soal dengan benar satu dari empat kali kesempatan,
artinya peluang menjawab benar dengan menebak adalah 0,25. ICC masih
berbentuk-S, tetapi nilai terendah dari kurva adalah lebih dari nol. Kurva biru
merepresentasikan butir soal dengan memperhitungkan faktor tebakan. Nilai
tertinggi pada kedua kurva sama dengan 1,0. Hal ini dikarenakan tidak ada peserta
tes yang memiliki peluang lebih dari 1,0 atau 100 persen dalam menjawab butir
soal dengan benar.
20
Gambar 2.4 Item Characteristic Curve (Perbandingan Parameter c)
F. Ulangan Kenaikan Kelas
Menurut Permendiknas No.20 tahun 2007 Tentang Standar Penilaian
Pendidikan, ulangan kenaikan kelas adalah kegiatan yang dilakukan oleh pendidik
di akhir semester genap untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik di
akhir semester genap pada satuan pendidikan yang menggunakan sistem paket.
Cakupan ulangan meliputi seluruh indikator yang merepresentasikan KD pada
semester tersebut. Penilaian untuk tujuan melihat prestasi siswa dalam mengikuti
suatu program pengajaran disebut penilaian sumatif (Firman, 2000). Menurut
Arifin (2009) tujuan penilaian sumatif adalah untuk menentukan nilai (angka)
berdasarkan tingkatan hasil belajar peserta didik yang selanjutnya dipakai sebagai
angka rapor. Hasil penilaian sumatif juga dapat dimanfaatkan untuk perbaikan
proses pembelajaran secara keseluruhan. Adapun fungsi utama penilaian sumatif
adalah sebagai berikut.
1. Untuk menentukan nilai ujian akhir semester, akhir tahun atau akhir suatu
sekolah.
2. Untuk memberikan keterangan tentang kecakapan atau keterampilan peserta
didik dalam periode tertentu.
21
3. Untuk memprakirakan berhasil tidaknya peserta didik dalam pelajaran
berikutnya yang lebih tinggi.
tin
G. Tinjauan Materi
1. Larutan Elektrolit dan Non Elektrolit
Berdasarkan daya hantar listriknya larutan diklasifikasikan sebagai berikut.
Larutan Elektrolit Kuat
Larutan Elektrolit
Larutan Elektrolit Lemah
Larutan
Larutan Non Elektrolit
(Harnanto dan Ruminten, 2009)
Gambar 2.5 Klasifikasi Larutan Berdasarkan Daya
aya Hantar Listrik
Bergantung pada sifat zat terlarut, ada larutan yang dapat menghantarkan listrik
ada juga yang tidak dapat menghantarkan
menghantarkan listrik. Larutan yang dapat
menghantarkan arus listrik disebut larutan elektrolit,, sedangkan larutan yang tidak
dapat menghantarkan arus listrik disebut larutan nonelektrolit.. Daya hantar listrik
dari larutan dapat diketahui dengan mempelajari hasil percobaan berikut. Terdapat
beberapa macam larutan dengan kadar tertentu, yang dilewatkan aliran listrik ke
dalamnya. Kemampuan suatu larutan dalam menghantarkan listrik
l
ditandai
dengan adanya nyala lampu seperti pada gambar berikut.
22
Skema/desain percobaan
Keterangan gambar :
1. Larutan uji
2. Elektrode
3. Lampu baterai
4. Sumber arus (AC/DC)
(Sunarya dan Setiabudi, 2009)
Gambar 2.6 Percobaan Uji Daya Hantar Listrik
Percobaan uji daya hantar listrik ini dilakukan pada beberapa bahan yang
terdapat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Bahan Percobaan Uji Daya Hantar Listrik
No.
Larutan
1.
Garam dapur 5% berat
2.
Alkohol 10% volume
3.
Gula pasir 5% berat
4.
Cuka 10% volume
5.
Asam klorida 10% volume
(Sunarya dan Setiabudi, 2009)
Berdasarkan data hasil pengamatan, diketahui bahwa dengan bahan garam
dapur (NaCl) dan asam klorida (HCl), lampu dapat menyala dengan terang. Asam
asetat atau cuka (CH3COOH) menyala, tetapi redup. Adapun alkohol (C2H5OH)
dan gula pasir (C12H22O11) tidak menyala. Senyawa ion terbentuk melalui transfer
elektron menghasilkan kation dan anion. Kedua spesi kimia ini memiliki muatan
listrik positif dan negatif. Contohnya adalah garam dapur atau NaCl. Jika garam
dapur dilarutkan ke dalam air, akan terurai membentuk ion-ionnya sehingga dalam
larutan NaCl terdapat spesi yang bermuatan listrik, yakni Na+ dan Cl–.
NaCl (s) → Na+ (aq) + Cl− (aq)
23
Pada saat elektrode dihubungkan dengan sumber arus, ion-ion Na+ dan Cl– akan
bergerak menuju elektrode-elektrode yang berlawanan muatan dengan membawa
muatan listrik. Jadi, listrik dapat mengalir dari satu elektrode ke elektrode lain
melalui ion-ion dalam larutan. Alkohol dan gula pasir tergolong senyawa kovalen.
Oleh karena pembentukan ikatan kovalen tidak melalui transfer elektron maka
senyawa kovalen tidak terionisasi (dengan beberapa pengecualian), melainkan
terurai secara molekuler. Akibatnya, di dalam larutan tidak ada spesi yang dapat
menghantarkan arus litrik.
C2H5OH (l) → C2H5OH (aq)
C12H22O11 (s) → C12H22O11 (aq)
Pada percobaan yang lain, HCl dan CH3COOH terbentuk melalui ikatan
kovalen, tetapi dapat menghantarkan arus listrik. Semua asam terbentuk melalui
ikatan kovalen, tetapi di dalam pelarut air, asam-asam akan terurai menjadi ion H+
dan ion negatif sisa asam, dalam kasus ini adalah ion Cl– dan ion CH3COO–. Oleh
karena semua asam terionisasi di dalam pelarut air maka dapat diduga bahwa
larutan asam dapat menghantarkan arus listrik melalui proses yang serupa dengan
senyawa-senyawa ion. Hasil uji daya hantar listrik menggunakan larutan HCl
adalah lampu menyala terang, sedangkan dengan larutan CH3COOH, lampu
menyala kurang terang. Atom hidrogen hanya memiliki satu elektron dan berperan
sebagai elektron valensi. Jika elektron valensi lepas maka yang tersisa hanya inti
atom hidrogen yang bermuatan positif. Gugus sisa asam memiliki kekuatan untuk
menarik pasangan elektron pada ikatan yang digunakan bersama dengan atom
hidrogen. Kekuatan untuk menarik pasangan elektron ikatan bergantung pada sifat
24
dan struktur gugus sisa asam. Jika asam dilarutkan dalam air, gugus sisa asam
akan menarik pasangan elektron ikatan sehingga terurai membentuk ion sisa asam
yang bermuatan negatif (kelebihan elektron) dan atom hidrogen yang sudah
kehilangan elektron valensinya (membentuk ion H+). Oleh karena daya tarik
gugus sisa asam terhadap pasangan elektron ikatan beragam maka pembentukan
ion H+ dan ion sisa asam dalam pelarut air tidak sama. Asam-asam kuat seperti
HCl, HNO3, dan H2SO4, gugus sisa asamnya memiliki daya tarik relatif kuat
terhadap pasangan elektron ikatan sehingga hampir semua molekul asam dalam
air terionisasi. Dapat dikatakan bahwa asam-asam tersebut terionisasi sempurna.
HCl (l) → H+ (aq) + Cl− (aq)
Asam-asam lemah seperti CH3COOH, H2S, HCN, dan H2SO3, gugus sisa
asamnya memiliki daya tarik kurang kuat sehingga tidak semua molekul-molekul
asam ini dalam air terionisasi, tetapi hanya sebagian kecil. Sisanya tetap dalam
bentuk molekulnya.
CH3COOH (aq)
H+ (aq) + CH3COO− (aq)
Tanda panah dua arah menunjukkan hanya sebagian kecil dari asam asetat
terurai menjadi ion-ionnya. Umumnya tetap sebagai molekul (Sunarya dan
Setiabudi, 2009).
2. Reaksi Oksidasi dan Reduksi
a. Konsep redoks berdasarkan pengikatan dan pelepasan oksigen
Konsep reaksi oksidasi dan reduksi mengalami perkembangan dari masa ke
masa sesuai cakupan konsep yang dijelaskan. Pada mulanya konsep reaksi
oksidasi dan reduksi ditinjau dari penggabungan dan pelepasan oksigen. Reaksi
25
oksidasi didefinisikan sebagai reaksi penggabungan/pengikatan suatu zat dengan
oksigen. Sebaliknya reaksi pelepasan oksigen oleh suatu zat disebut reaksi
reduksi.
Contoh reaksi oksidasi:
C(s) + O2(g) → CO2(g)
4 Fe(s) + 3 O2(g) → 2 Fe2O3(s)
Contoh reaksi reduksi:
2 SO3(g) → 2 SO2(g) + O2(g)
2 KClO3(s) → 2 KCl(s) + 3 O2(g)
b. Konsep redoks berdasarkan pengikatan dan pelepasan elektron
Pada reaksi Na(s) + S(s) → Na2S(s) tidak melibatkan gas oksigen, maka
konsep redoks berdasarkan pengikatan dan pelepasan oksigen tidak dapat
digunakan. Konsep redoks berkembang, bukan lagi pengikatan dan pelepasan
oksigen tetapi pengikatan dan pelepasan elektron. Reaksi oksidasi adalah reaksi
pelepasan elektron. Contohnya pada pembentukan ion Na+.
Na(s) → Na+(aq) + e–
Sebaliknya reaksi pengikatan elektron disebut reaksi reduksi. Contohnya pada
pembentukan ion S2–.
S(s) + 2 e– →S2–(aq)
Reaksi redoks adalah reaksi yang terjadi di mana reaksi oksidasi dan reduksi
terjadi bersama-sama.
2 Na(s) + S(s) → Na2S(s)
26
c. Konsep redoks berdasarkan perubahan (kenaikan dan penurunan)
bilangan oksidasi
Bilangan oksidasi (bilok) adalah jumlah muatan yang dimiliki atom suatu unsur
jika bergabung dengan atom unsur lain. Aturan bilok:
1) Unsur bebas mempunyai bilok 0 (nol). Yang termasuk unsur bebas: unsur
diatomik (H2, N2, O2, F2, Cl2, Br2, I2), unsur poliatomik (O3, P4, S8). Selain
unsur tersebut adalah unsur monoatomik (Na, K, Mg, C, dan lain-lain).
Contoh:
H dalam H2
O dalam O2 dan O3
F dalam F2
Na dalam Na
2) Unsur H umumnya mempunyai bilok (+1), kecuali pada senyawa hidrida
mempunyai bilok (–1). Senyawa hidrida adalah senyawa yang terbentuk jika
logam bergabung dengan atom H (Contoh: NaH, KH, CaH2).
Contoh: H dalam H2O, NH3, HCl.
3) Unsur O umumnya mempunyai bilok (–2), kecuali:
a) Pada senyawa peroksida contohnya: Na2O2, H2O2, BaO2 mempunyai bilok
(–1).
b) Senyawa F2O mempunyai bilok (+2), dan
ଵ
c) Senyawa superoksida (contohnya KO2) mempunyai bilok (– ).
ଶ
Contoh: O dalam H2O, Na2O, Fe2O3, MgO.
27
4) Unsur logam dalam senyawa umumnya mempunyai bilok positif.
Contoh:
a) Golongan IA (Li, Na, K, Rb, dan Cs) mempunyai bilok (+1).
b) Golongan IIA ( Be, Mg, Ca, Sr, dan Ba) mempunyai bilok (+2).
c) Al3+, Ag+, Zn2+, Pb2+, Pb3+, Fe2+, dan Fe3+.
5) Unsur nonlogam umumnya mempunyai bilok negatif.
Contoh:
Golongan VIIA (F, Cl, Br, I) mempunyai bilok (–1).
Golongan VIA (O, S, Se, Te) mempunyai bilok (–2).
6) Jumlah bilok unsur-unsur dalam ion poliatom sama dengan jumlah
muatannya.
7) Jumlah bilok unsur-unsur dalam senyawa sama dengan 0 (nol).
Reaksi oksidasi adalah reaksi kenaikan bilok. Sedangkan reaksi reduksi
adalah reaksi penurunan bilok.
Contoh:
Zn(s) + 2 HCl(aq) → ZnCl2(aq) + H2(g)
Bilok Zn (unsur bebas) = 0
Bilok Zn dalam ZnCl2 = +2
Berarti Zn mengalami kenaikkan bilok, maka Zn mengalami reaksi oksidasi.
Bilok H dalam HCl = +1
Bilok H dalam H2 (unsur bebas) = 0
Jadi, H mengalami penurunan bilok, maka H mengalami reaksi reduksi.
28
Pada reaksi di atas terjadi kenaikan bilok (reaksi oksidasi) dan penurunan bilok
(reaksi reduksi) secara bersama-sama, maka disebut reaksi redoks. Jika suatu
zat mengalami reaksi oksidasi sekaligus reduksi, maka reaksi ini disebut
autoredoks (disproporsionasi).
Contoh:
6 NaOH(aq) + 3 Cl2(g) → 5 NaCl(aq) + NaClO3(aq) + 3 H2O(l)
Bilok Cl dalam Cl2 (unsur bebas) = 0
Bilok Cl dalam NaCl = 1
Bilok Cl dalam NaClO3 = +5
Jadi, Cl mengalami kenaikan bilok (reaksi oksidasi) dan penurunan bilok
(reaksi reduksi) sekaligus (Harnanto dan Ruminten, 2009).
3. Hidrokarbon
a. Kekhasan Atom Karbon
1) Atom karbon dapat membentuk 4 ikatan kovalen
Atom karbon dapat membentuk 4 ikatan kovalen dengan atom unsur nonlogam
maupun atom unsur logam. Unsur-unsur yang paling banyak ditemukan
membentuk ikatan kovalen dengan atom karbon adalah hidrogen (H), oksigen (O),
nitrogen (N) dan unsur-unsur halogen (F, Cl, Br, I).
2) Atom karbon dapat membentuk rantai karbon
Atom-atom karbon dapat saling berikatan untuk membentuk rantai karbon
lurus, bercabang dan melingkar (membentuk cincin). Rantai karbon lurus dan
bercabang dapat mencapai panjang ribuan atom karbon, sedangkan rantai karbon
melingkar (siklik) biasanya terdiri dari tiga sampai enam atom karbon. Ikatan
29
kimia rantai karbon dapat berupa ikatan kovalen tunggal, ikatan kovalen rangkap
dua, atau ikatan kovalen rangkap tiga. Atom-atom karbon dapat dibedakan
menjadi atom karbon primer, atom karbon sekunder, atom karbon tersier dan atom
karbon kuartener. Atom karbon primer adalah atom karbon yang diikat oleh satu
atom C lainnya; atom karbon sekunder adalah atom karbon yang diikat oleh dua
atom C lainnya; atom karbon tersier adalah atom karbon yang diikat oleh tiga
atom C lainnya; dan atom karbon kuartener adalah atom karbon yang diikat oleh
empat atom C lainnya.
3) Ukuran atom karbon relatif kecil
Berdasarkan konfigurasi elektronnya, atom karbon hanya mempunyai dua kulit
yaitu kulit K dan kulit L, sehingga ukuran (jari-jari) atom karbon tersebut relatif
kecil. Oleh karena itu, pada saat atom karbon berikatan dengan atom unsur lain
atau dengan sesama atom karbon, pasangan elektron ikatannya akan tertarik lebih
kuat ke inti, akibatnya ikatan kovalen yang dibentuk karbon cukup kuat (Sunardi,
2007).
b. Identifikasi Karbon dan Hidrogen
Adanya unsur karbon dan hidrogen dalam senyawa hidrokarbon dapat
diidentifikasi
melalui
percobaan
sederhana.
Metodenya
adalah
dengan
menggunakan lilin (C20H42) yang direaksikan dengan oksigen dari udara
(dibakar), hasil pembakaran lilin dilewatkan ke dalam larutan Ca(OH)2 1%.
30
Gambar 2.7 Skema Percobaan Identifikasi Atom C dan H
Ketika lilin terbakar terjadi reaksi antara lilin dan oksigen dari udara. Jika
pembakarannya sempurna, terjadi reaksi:
2C20H42(s) + 61O2(g) →40CO2(g) + 42H2O(g)
Gas CO2 dan uap air hasil pembakaran akan mengalir melalui saluran menuju
larutan Ca(OH)2. Pada saat menuju larutan Ca(OH)2, terjadi pendinginan oleh
udara sehingga uap air hasil reaksi akan mencair. Hal ini dibuktikan dengan
adanya tetesan-tetesan air yang menempel pada saluran. Oleh karena titik embun
gas CO2 sangat rendah maka akan tetap sebagai gas dan bereaksi dengan larutan
Ca(OH)2. Bukti adanya CO2 ditunjukkan oleh larutan menjadi keruh atau
terbentuk endapan putih dari CaCO3 (Sunarya dan Setiabudi, 2009).
CO2(g) + Ca(OH)2(aq) →CaCO3(s) + H2O(l)
c. Klasifikasi Hidrokarbon
Pada dasarnya, senyawa karbon dapat digolongkan ke dalam senyawa
hidrokarbon dan turunannya. Senyawa turunan hidrokarbon adalah senyawa
karbon yang mengandung atom-atom lain selain atom karbon dan hidrogen.
Ditinjau dari cara berikatan karbon-karbon, senyawa hidrokarbon dapat
dikelompokkan menjadi dua bagian besar, yaitu:
31
1) Senyawa hidrokarbon alifatik, yaitu senyawa hidrokarbon yang membentuk
rantai karbon dengan ujung terbuka, baik berupa rantai lurus atau bercabang.
Senyawa alifatik dibedakan sebagai berikut
a) Senyawa hidrokarbon jenuh, merupakan senyawa hidrokarbon yang
berikatan kovalen tunggal. Contohnya, senyawa alkana.
H H H H H
| | | | |
H─C─C─C─C─C─H
atau CH3─CH2─CH2─CH2─CH3
| | | | |
H H H H H
b) Senyawa hidrokarbon tidak jenuh, merupakan senyawa hidrokarbon yang
berikatan kovalen rangkap dua atau rangkap tiga. Contohnya alkena dan
alkuna.
2) Senyawa hidrokarbon siklik, yaitu senyawa hidrokarbon dengan ujung rantai
karbon tertutup. Senyawa siklik dibedakan sebagai berikut.
a) Senyawa hidrokarbon alisiklik, merupakan senyawa golongan alifatik
dengan ujung rantai karbon tertutup. Contohnya sikloheksana dan
sikloheksena.
b) Senyawa hidrokarbon aromatik, merupakan senyawa benzena dan
turunannya. Contoh hidrokarbon aromatik yaitu benzena, naftalena,
toluena, dan sebagainya (Sunarya dan Setiabudi, 2009)..
d. Alkana, Alkena dan Alkuna
1) Alkana
Alkana merupakan senyawa hidrokarbon yang ikatan rantai karbonnya tunggal.
Rumus umum alkana adalah CnH2n+2.
32
Tabel 2.2 Deret Homolog Alkana
Deret Alkana
Rumus Molekul
Rumus Struktur
Metana
CH4
H
|
H─C─H
|
H
Etana
C2H6
CH3─ CH3
Propana
C3H8
CH3─CH2─ CH3
Butana
C4H10
CH3─CH2─CH2─ CH3
Pentana
C5H12
CH3─CH2─CH2─CH2─CH3
Heksana
C6H14
CH3─CH2─CH2─ CH2─CH2─CH3
Heptana
C7H16
CH3─CH2─CH2─ CH2─CH2─ CH2─CH3
Oktana
C8H18
CH3─CH2─CH2─ CH2─CH2─ CH2─ CH2─CH3
Nonana
C9H20
CH3─CH2─CH2─ CH2─CH2─ CH2─ CH2─ CH2─CH3
Dekana
C10H22
CH3─CH2─CH2─ CH2─CH2─ CH2─ CH2─ CH2─ CH2─CH3
Dari metana ke etana mempunyai perbedaan –CH2–, begitu pula seterusnya.
Deret senyawa karbon dengan gugus fungsi sama dengan selisih sama yaitu –
CH2– disebut deret homolog.
a. Tata nama alkana menurut IUPAC
(1) Alkana rantai lurus diberi nama dengan awalan n (n = normal).
Contoh:
CH3─CH2─CH2─ CH3 n-butana
CH3─CH2─CH2─CH2─CH3 n-pentana
(2) Alkana rantai bercabang
(a) Rantai induk diambil rantai karbon terpanjang.
33
(b) Cabang merupakan gugus alkil. Rumus umum alkil CnH2n+1. Nama alkil
sama dengan nama alkana dengan jumlah atom C sama, hanya akhiran –
ana diganti –il.
(c) Jika hanya ada satu cabang maka rantai cabang diberi nomor sekecil
mungkin.
(d) Jika alkil cabang lebih dari satu dan sejenis menggunakan awalan Yunani
(di = 2, tri = 3, tetra = 4, dan seterusnya) dan jika berbeda jenis diurutkan
sesuai alfabetis.
Contoh:
1
2
3
4
CH3─CH─CH2─ CH3
|
CH3
1
2
3
4
CH3─CH─CH─ CH3
|
|
CH3 CH3
2-metil butana
2,3-dimetil butana
CH3
|
CH3─CH2 ─ CH─CH─CH3 3-etil-2-metil pentana
5
4
3|
2
1
C2H5
b. Sifat-sifat senyawa alkana
(1) Pada suhu kamar C1–C4 berwujud gas, C5–C17 berwujud cair, dan di atas 17
berwujud padat.
(2) Semakin bertambah jumlah atom C maka massa molekulnya juga bertambah
akibatnya titik didih dan titik leleh semakin tinggi. Alkana rantai lurus
34
mempunyai titik didih lebih tinggi dibanding alkana rantai bercabang dengan
jumlah atom C sama. Semakin banyak cabang, titik didih makin rendah.
(3) Alkana mudah larut dalam pelarut organik tetapi sukar larut dalam air.
(4) Pembakaran/oksidasi alkana bersifat eksotermik (menghasilkan kalor).
Pembakaran alkana berlangsung sempurna dan tidak sempurna. Pembakaran
sempurna menghasilkan gas CO2 sedang pembakaran tidak sempurna
menghasilkan gas CO. Reaksi pembakaran sempurna:
CH4(g) + 2 O2(g) → CO2(g) + 2 H2O(g) + E
Reaksi pembakaran tak sempurna:
2CH4(g) + 3 O2(g) → 2 CO(g) + 4 H2O(g) + E
(5) Alkana dapat bereaksi substitusi dengan halogen. Reaksi substitusi adalah
reaksi penggantian atom/ gugus atom dengan atom/gugus atom yang lain.
CH4(g) + Cl2(g) → CH3Cl(g) + HCl(g)
(6) Senyawa alkana rantai panjang dapat mengalami reaksi eliminasi. Reaksi
eliminasi adalah reaksi penghilangan atom/gugus atom untuk memperoleh
senyawa karbon lebih sederhana. Contoh pada reaksi eliminasi termal minyak
bumi dan gas alam.
2) Alkena
Alkena merupakan senyawa hidrokarbon yang mempunyai ikatan rangkap dua
pada rantai karbonnya. Rumus umum alkena adalah CnH2n.
Tabel 2.3 Deret Homolog Alkena
Deret Alkena
Etena
Rumus Molekul
C2H4
Rumus Struktur
CH2=CH2
35
Deret Alkena
Rumus Molekul
Rumus Struktur
Propena
C3H6
CH2=CH─CH3
1-butena
C4H8
CH2=CH─ CH2─CH3
1-pentena
C5H10
CH2=CH─ CH2─ CH2─CH3
1-heksena
C6H12
CH2=CH─ CH2─CH2─ CH2─CH3
1-heptena
C7H14
CH2=CH─ CH2─CH2─ CH2─CH2─CH3
1-oktena
C8H16
CH2=CH─ CH2─CH2─ CH2─CH2─CH2─CH3
1-nonena
C9H18
CH2=CH─ CH2─CH2─ CH2─CH2─CH2─CH2─CH3
1-dekena
C10H20
CH2=CH─CH2─CH2─CH2─CH2─CH2─CH2─CH2─CH3
a) Tata nama alkena menurut IUPAC
(1) Rantai induk diambil rantai karbon terpanjang yang mengandung ikatan
rangkap dua. Ikatan rangkap dua diberi nomor sekecil mungkin.
(2) Rantai cabang diberi nomor menyesuaikan nomor ikatan rangkap dua.
Contoh:
CH2=C─CH2CH3
|
CH3
CH3
|
CH3─C=C─CH3
|
CH3
2-metil-1-butena
2,3-dimetil-2-butena
b) Sifat-sifat alkena
(1) Titik didih alkena mirip dengan alkana, makin bertambah jumlah atom C,
harga Mr makin besar maka titik didihnya makin tinggi.
(2) Alkena mudah larut dalam pelarut organik tetapi sukar larut dalam air.
(3) Alkena dapat bereaksi adisi dengan H2 dan halogen (X2 = F2, Cl2, Br2, I2).
(a) Adisi alkena dengan H2.
36
Contoh:
CH2=CH2 + H2 → CH3–CH3
etena
etana
(b)Adisi alkena dengan halogen.
Reaksi umum:
–CH=CH– + X2 → –CHX–CHX–
Contoh:
CH2 = CH2 + Cl2 → CH2Cl–CH2Cl
Etena
1,2-dikloro etana
3) Alkuna
Alkuna merupakan senyawa hidrokarbon yang mempunyai ikatan rangkap tiga
pada rantai karbonnya. Rumus umum alkuna adalah CnH2n–2.
Tabel 2.4 Deret Homolog Alkuna
Deret Alkuna
Rumus Molekul
Rumus Struktur
Etuna
C2H2
CH≡CH
Propuna
C3H4
CH≡C─CH3
1-butuna
C4H6
CH≡C─CH2─CH3
1-pentuna
C5H8
CH≡C─CH2─ CH2─CH3
1-heksuna
C6H10
CH≡C─CH2─ CH2─ CH2─CH3
1-heptuna
C7H12
CH≡C─CH2─ CH2─CH2─CH2─CH3
1-oktuna
C8H14
CH≡C─CH2─ CH2─CH2─CH2─CH2─CH3
1-nonuna
C9H16
CH≡C─CH2─ CH2─CH2─CH2─CH2─CH2─CH3
1-dekuna
C10H18
CH≡C─CH2─CH2─CH2─CH2─CH2─CH2─CH2─CH3
a) Tata nama alkuna menurut IUPAC
(1) Rantai induk diambil rantai karbon terpanjang yang mengandung ikatan
rangkap tiga. Ikatan rangkap tiga diberi nomor sekecil mungkin.
(2) Rantai cabang diberi nomor menyesuaikan nomor ikatan rangkap tiga.
37
Contoh:
CH3
|
CH3─C≡C─C─CH3
|
CH3
b) Sifat-sifat alkuna
4,4-dimetil-2-pentuna
(1) Titik didih alkuna mirip dengan alkana dan alkena. Semakin bertambah
jumlah atom C harga Mr makin besar maka titik didihnya makin tinggi.
(2) Alkuna dapat bereaksi adisi dengan H2, halogen (X2 = F2, Cl2, Br2, I2) dan
asam halida (HX = HF, HCl, HBr, HI).
e. Isomer
Isomer adalah dua senyawa atau lebih yang mempunyai rumus kimia sama
tetapi mempunyai struktur yang berbeda. Secara garis besar isomer dibagi menjadi
dua, yaitu isomer, struktur, dan isomer geometri.
1) Isomer struktur
Isomer struktur dapat dikelompokkan menjadi: isomer rangka, isomer posisi,
dan isomer gugus fungsi.
a) Isomer rangka adalah senyawa-senyawa yang mempunyai rumus molekul
sama tetapi kerangkanya berbeda. Contoh pada alkana, alkena, dan alkuna.
Butana (C4H10)
CH3─CH2─CH2─CH3
n-butana
CH3─CH─CH3
|
CH3
Pentena (C5H10)
2-metil propana
CH2=CH─CH2─CH2─CH3
1-pentena
38
CH2=CH─CH─CH3
|
CH3
CH2=C─CH2─CH3
|
CH3
Pentuna (C5H8)
3-metil-1-butena
2-metil-1-butena
CH≡C─CH2─CH2CH3
1-pentuna
CH2≡C─CH─CH3
3-metil-1-butuna
|
CH3
b) Isomer posisi adalah senyawa-senyawa yang memiliki rumus molekul sama
tetapi posisi gugus fungsinya berbeda. Contoh pada alkena dan alkuna.
Butena (C4H8)
CH2=CH─CH2─CH3
1-butena
CH3─CH=CH─CH3
2-butena
Butuna (C4H6)
CH≡C─CH2─CH3
1-butuna
CH3─C≡C─CH3
2-butuna
c) Isomer gugus fungsi adalah senyawa-senyawa yang mempunyai rumus molekul
sama tetapi gugus fungsinya berbeda. Contoh pada alkuna dan alkadiena.
Propuna (C3H4)
CH≡C─CH3
propuna
CH2=C=CH2
1,2-propadiena
2) Isomer geometri
Isomer geometri adalah senyawa-senyawa yang mempunyai rumus molekul
sama tetapi struktur ruangnya berbeda. Contoh pada alkena mempunyai 2 isomer
geometri yaitu cis dan trans.
39
A A
\ /
C=C
/
\
B
B
cis
A
\
B
/
C=C
/
\
B
A
trans
(Harnanto dan Ruminten, 2009)
4. Minyak Bumi
Minyak bumi terbentuk dari peruraian senyawa-senyawa organik dari jasad
mikroorganisme jutaan tahun yang lalu di dasar laut. Hasil peruraian yang
berbentuk cair akan menjadi minyak bumi dan yang berwujud gas menjadi gas
alam. Proses peruraian ini berlangsung sangat lamban sehingga untuk membentuk
minyak bumi dibutuhkan waktu yang sangat lama. Untuk mendapatkan minyak
bumi ini dapat dilakukan dengan pengeboran. Minyak bumi merupakan campuran
senyawa-senyawa hidrokarbon. Untuk dapat dimanfaatkan perlu dipisahkan
melalui distilasi bertingkat, yaitu cara pemisahan fraksi-fraksi minyak bumi
berdasarkan perbedaan titik didihnya pada kolom bertingkat. Komponen utama
minyak bumi dan gas alam adalah alkana. Gas alam mengandung 80% metana,
7% etana, 6% propana, 4% butana dan isobutana, sisanya pentana. Untuk dapat
dimanfaatkan gas propana dan butana dicairkan yang dikenal sebagai LNG
(Liquid Natural Gas). Karena pembakaran gas alam murni lebih efisien dan
sedikit polutan, maka gas alam banyak digunakan untuk bahan bakar industri dan
rumah tangga. Senyawa penyusun minyak bumi: alkana, sikloalkana, dan senyawa
aromatik. Dari hasil distilasi bertingkat diperoleh fraksi-fraksi LNG, LPG,
petroleum eter, bensin, kerosin, solar, oli, lilin, dan aspal.
40
Tabel 2.5 Fraksi-Fraksi Minyak Bumi
Fraksi
Gas
Jumlah
Titik Didih
atom C
(°C)
1-4
(-160)-30
Kegunaan
Bahan bakar LPG, sumber hidrogen,
bahan baku sintesis senyawa
organik.
Petroleum eter
5-6
30-90
Pelarut
Bensin (gasoline)
5-12
70-140
Bahan bakar kendaraan
Nafta (bensin berat)
6-12
140-180
Bahan kimia (pembuatan plastik,
karet sintetis, detergen, obat, cat,
serat sintetis, kosmetik), zat aditif
bensin.
Minyak tanah (kerosin)
9-14
180-250
Avtur
Rumah tangga
Bahan bakar mesin pesawat terbang
(Aviationturbinekerosene)
Solar dan minyak diesel
12-18
270-350
Bahan bakar diesel, industri
Pelumas (Oli)
18-22
350 ke atas
Pelumas
Parafin/lilin/malam
20-30
350 ke atas
Lilin, batik, korek api, pelapis
kertas bungkus, semir sepatu.
Aspal
25 ke
atas
350 ke atas
Pengaspalan jalan, atap bangunan,
lapisan antikorosi, pengedap suara
pada lantai.
Bensin akhir-akhir ini menjadi perhatian utama karena pemakaiannya untuk
bahan bakar kendaraan bermotor sering menimbulkan masalah. Kualitas bensin
ditentukan oleh bilangan oktan, yaitu bilangan yang menunjukkan jumlah
isooktan dalam bensin. Bilangan oktan merupakan ukuran kemampuan bahan
bakar mengatasi ketukan ketika terbakar dalam mesin. Bensin merupakan fraksi
minyak bumi yang mengandung senyawa n–heptana dan isooktan. Misalnya
41
bensin premium yang beredar di pasaran dengan bilangan oktan 80 berarti bensin
tersebut mengandung 80% isooktan dan 20% n–heptana. Bensin super
mempunyai bilangan oktan 98 berarti mengandung 98% isooktan dan 2% n–
heptana. Pertamina meluncurkan produk bensin ke pasaran dengan 3 nama, yaitu:
premium (bilangan oktan 80–88), pertamax (bilangan oktan 91–92) dan pertamax
plus (bilangan oktan 95). Penambahan zat antiketukan pada bensin bertujuan
untuk memperlambat pembakaran bahan bakar. Untuk menaikkan bilangan oktan
antara lain ditambahkan MTBE (Metyl Tertier Butil Eter), tersier butil alkohol,
benzena, atau etanol. Penambahan zat aditif Etilfluid yang merupakan campuran
65% TEL (Tetra Etil Lead/Tetra Etil Timbal), 25% 1,2-dibromoetana dan 10%
1,2-dikloro etana sudah ditinggalkan karena menimbulkan dampak pencemaran
timbal ke udara. Timbal (Pb) bersifat racun yang dapat menimbulkan gangguan
kesehatan seperti pusing, anemia, bahkan kerusakan otak. Anemia terjadi karena
ion Pb2+ bereaksi dengan gugus sulfhidril (–SH) dari protein sehingga
menghambat kerja enzim untuk biosintesis hemoglobin. Untuk meningkatkan
produksi bensin dapat dilakukan cara-cara cracking (perengkahan) yaitu
pemecahan molekul besar menjadi molekul-molekul kecil, reforming, yaitu
mengubah struktur molekul rantai lurus menjadi rantai bercabang dan alkilasi atau
polimerisasi, yaitu penggabungan molekul-molekul kecil menjadi molekul besar
(Harnanto dan Ruminten, 2009).
a. Dampak Pembakaran Minyak Bumi
Pembakaran bahan bakar minyak dapat berlangsung dua cara yaitu pembakaran
sempurna dan tidak sempurna. Pembakaran sempurna menghasilkan energi yang
42
cukup besar dibandingkan pembakaran tidak sempurna. Tetapi gas CO2 yang
dihasilkan dapat menyebabkan terjadinya green house effect (efek rumah kaca).
Pembakaran tidak sempurna dari bahan bakar minyak akan menghasilkan jelaga
yang dapat mengotori alat-alat seperti perkakas rumah tangga, mesin, knalpot, dan
lain-lain. Sehingga mempercepat kerusakan pada alat-alat tersebut. Selain itu juga
menghasilkan gas CO yang dapat menyebabkan keracunan. Pembakaran bahan
bakar minyak juga dapat menghasilkan zat polutan lain seperti: oksida belerang
(SO2 dan SO3), oksida nitrogen (NO dan NO2), dan partikel-partikel debu. Gasgas tersebut jika masuk di udara dapat menyebabkan terjadinya hujan asam
(Harnanto dan Ruminten, 2009).
5. Kegunaan dan Komposisi Senyawa Hidrokarbon dalam Kehidupan
Sehari-hari
a. Senyawa hidrokarbon dalam bidang pangan
Zat aditif yang berasal dari senyawa hidrokarbon misalnya pemanis sakarin dan
sodium siklamat, keduanya mengandung bahan dasar benzena C6H6. Bahan
pengawet lainnya yang mengandung bahan dasar senyawa turunan benzena yaitu
natrium benzoat yang biasa digunakan untuk pengawet manisan buah dan
minuman. Senyawa ini merupakan senyawa hidrokarbon aromatik yang
bentuknya siklik, tak jenuh, dan berbahaya.
b. Senyawa hidrokarbon dalam bidang sandang
Bahan sandang sintetis umumnya merupakan polimer dari beberapa senyawa
kimia yang bahan dasarnya adalah senyawa hidrokarbon yaitu metana, etena,
butena, juga benzena. Hidrokarbon tersebut direaksikan dengan zat lain untuk
43
menghasilkan monomer-monomer yang mengandung oksigen dan mengandung
nitrogen kemudian monomer-monomer dipolimerisasikan menjadi senyawa
polimer yang berupa serat atau benang. Serat atau benang tersebut diolah menjadi
kain-kain yang digunakan sebagai bahan sandang.
(Devi, 2009)
Gambar 2.8 Pemanfaatan Senyawa Hidrokarbon dalam Bidang Sandang
c. Senyawa hidrokarbon dalam bidang papan
Bahan bangunan yang dibuat dari senyawa hidrokarbon antara lain cat dan
kaca plastik atau fiberglas. Cat ada yang bahan dasarnya metana, etena, dan
butena.
Tabel 2.6 Jenis Cat Sesuai Bahan Dasarnya
Hidrokarbon
Jenis Cat
Rumus
Metana
Cat Vinil
(C4H6O2)n
Etena
Cat Lateks Stirena- Butadiena (C28H30)n
Propena
Cat Damar Alkid
Kegunaan
Cat tembok
Cat tembok
(C11H10O5)n Cat kayu atau besi
(Devi, 2009)
44
Selain cat, bahan bangunan lain ada yang dibuat dari macam-macam polimer
hidrokarbon, misalnya daun pintu, atap plastik, bak mandi dan pipa-pipa air.
Tabel 2.7 Jenis Bahan Bangunan Sesuai Bahan Dasarnya
Senyawa Hidrokarbon
Kloro etena
Jenis Plastik
PVC
2-metilpropanoat
Perspek
Jenis Bahan Bangunan
Pipa air
Kaca plastik
(Devi, 2009)
d. Senyawa hidrokarbon dalam bidang seni dan estetika
Lukisan umumnya dibuat dari cat yang sebagian komponennya berasal dari
senyawa hidrokarbon. Benda seni lainnya banyak dibuat dari plastik seperti
patung-patung, aksesoris, bunga-bungaan, atau buah-buahan.
Tabel 2.8 Beberapa Benda Seni Dari Hidrokarbon
Benda Seni
Bahan
Hidrokarbon
Kerajinan tangan patung
Busa poliuretan
Benzena
Bunga dan buah plastik
Polietilena
Etena
Hiasan dinding
Pleksiglas
Propilena
Hiasan aquarium
Polietilena
Etena
(Devi, 2009)
Download