BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prosedur Pengembangan Evaluasi Pembelajaran Menurut Arifin (2009), keberhasilan suatu kegiatan evaluasi akan dipengaruhi pula oleh keberhasilan evaluator dalam melaksanakan prosedur evaluasi. Prosedur yang dimaksud adalah langkah-langkah pokok yang harus ditempuh dalam kegiatan evaluasi. Prosedur pengembangan evaluasi terdiri atas: (1) perencanaan evaluasi yang meliputi analisis kebutuhan, merumuskan tujuan evaluasi, menyusun kisi-kisi, mengembangkan draf instrumen, uji coba dan analisis, merevisi dan menyusun instrumen final, (2) pelaksanaan evaluasi dan monitoring, (3) pengolahan data dan analisis, (4) pelaporan hasil evaluasi, dan (5) pemanfaatan hasil evaluasi. Seorang evaluator harus dapat membuat perencanaan evaluasi dengan baik. Langkah pertama yang perlu dilakukan dalam kegiatan evaluasi adalah membuat perencanaan. Perencanaan ini penting karena akan mempengaruhi langkahlangkah selanjutnya, bahkan memengaruhi keefektifan prosedur evaluasi secara menyeluruh. W. James Popham dalam Arifin (2009) mengemukakan maksud perencanaan evaluasi adalah “to facilitate gathering data, thereby making possible valid statements about the effect or outcomes of the program, practice, or policy under study”. Implikasinya adalah perencanaan evaluasi harus dirumuskan secara jelas dan spesifik, terurai dan komprehensif sehingga perencanaan tersebut bermakna dalam menentukan langkah-langkah selanjutnya. Melalui perencanaan evaluasi yang 9 10 matang dapat ditetapkan tujuan-tujuan tingkah laku (behavioral objective) atau indikator yang akan dicapai, dapat dipersiapkan pengumpulan data dan informasi yang dibutuhkan serta dapat menggunakan waktu yang tepat. Dalam perencanaan penilaian hasil belajar, ada beberapa faktor yang harus diperhatikan, seperti merumuskan tujuan penilaian, mengidentifikasi kompetensi dan hasil belajar, menyusun kisi-kisi atau blueprint, mengembangkan draft instrumen, uji coba dan analisis instrumen, revisi dan merakit instrumen baru. 1. Menentukan Tujuan Penilaian Dalam penialain hasil belajar, ada empat kemungkinan tujuan penilaian, yaitu untuk memperbaiki kinerja atau proses pembelajaran (formatif), untuk menentukan keberhasilan peserta didik (sumatif), untuk mengidentifikasi kesulitan belajar peserta didik dalam proses pembelajaran (diagnostik), atau untuk menempatkan posisi peserta didik sesuai dengan kemampuannya (penempatan). Dengan kata lain, tujuan penilaian harus dirumuskan sesuai dengan jenis penilaian yang akan dilakukan, seperti penilaian formatif, sumatif, diagnostik, penempatan atau seleksi. Rumusan tujuan penilaian harus memperhatikan domain hasil belajar, seperti domain kognitif, domain afektif dan domain psikomotor dari Bloom (1956) yaitu Taxonomy Bloom. 2. Mengidentifikasi Kompetensi dan Hasil Belajar Kompetensi adalah pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Peserta didik dianggap kompeten apabila dia memiliki pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai untuk melakukan sesuatu setelah mengikuti proses pembelajaran. 11 Mengenai hasil belajar, Benyamin S.Bloom,dkk mengelompokkannya dalam tiga domain, yaitu: (a) domain kognitif (cognitive domain) yang meliputi pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan evaluasi, (b) domain afektif (affective domain) yang meliputi penerimaan, respons, penilaian, organisasi, karakterisasi, dan (c) domain psikomotor (psychomotor domain) yang meliputi persepsi, kesiapan melakukan sesuatu pekerjaan, respons terbimbing, kemahiran, adaptasi, dan orijinasi. 3. Menyusun Kisi-kisi Penyusunan kisi-kisi dimaksudkan agar materi penilaian betul-betul representratif dan relevan dengan materi pelajaran yang sudah diberikan oleh guru kepada peserta didik. Kisi-kisi adalah format pemetaan soal yang menggambarkan distribusi item untuk berbagai topik atau pokok bahasan berdasarkan jenjang kemampuan tertentu. Fungsi kisi-kisi adalah sebagai pedoman untuk menulis soal atau merakit soal menjadi perangkat tes. Dalam konteks penilaian hasil belajar, kisi-kisi soal disusun berdasarkan silabus setiap mata pelajaran. Kisi-kisi soal yang baik harus memenuhi persyaratan tertentu, antara lain: (a) representatif, yaitu harus betul-betul mewakili isi kurikulum sebagai sampel perilaku yang akan dinilai, (b) komponen-komponennya harus terurai/terperinci, jelas dan mudah dipahami, (c) soal dapat dibuat sesuai dengan indikator dan bentuk soal yang ditetapkan. 12 Berikut adalah tahapan dalam menyusun menyu kisi-kisi soal. Langkah ke-1 ke ANALISIS SILABUS Langkah ke-2 ke MENYUSUN KISI-KISI Langkah ke-3 ke MEMBUAT SOAL Langkah ke-4 ke MENYUSUN LEMBAR JAWABAN Langkah ke-5 ke MEMBUAT KUNCI JAWABAN Langkah ke-6 ke MENYUSUN PEDOMAN PENSKORAN (Arifin, 2009) Gambar 2.1 Langkah-langkah Menyusun Kisi-kisi kisi Soal 4. Mengembangkan Draf Instrumen Mengembangkan draf instrumen penilaian merupakan salah satu langkah penting dalam prosedur penilaian. Instrumen penilaian dapat disusun dalam bentuk tes maupun nontes. Dalam bentuk tes, berarti guru harus membuat soal. Penulisann soal adalah penjabaran indikator menjadi pertanyaan-pertanyaan pertanyaan pertanyaan yang karakteristiknya sesuai dengan pedoman kisi-kisi. kisi kisi. Dalam bentuk nontes, guru dapat membuat angket, pedoman observasi, pedoman wawancara, studi dokumentasi, skala sikap, penilaian bakat, minat m dan sebagainya. 5. Uji Coba dan Analisis Soal Jika semua soal sudah disusun dengan baik, maka perlu diujicobakan terlebih dahulu di lapangan. Tujuannya untuk mengetahui soal-soal soal soal mana yang perlu diubah, diperbaiki, bahkan dibuang sama sekali, serta soal-soal soal soal mana yang baik untuk dipergunakan selanjutnya. Soal yang baik adalah soal yang sudah 13 mengalami beberapa kali uji coba dan revisi yang didasarkan atas analisis empiris dan rasional. Analisis empiris dimaksudkan untuk mengetahui kelemahankelemahan setiap soal yang digunakan. Informasi empirik pada umumnya menyangkut segala hal yang dapat memengaruhi validitas soal, seperti aspekaspek keterbacaan soal, tingkat kesukaran soal, bentuk jawaban, daya pembeda soal, pengaruh kultur, dan sebagainya, sedangkan analisis rasional dimaksudkan untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan setiap soal. 6. Revisi dan Merakit Soal (Instrumen Baru) Setelah uji coba soal dan dianalisis, kemudian direvisi sesuai dengan proporsi tingkat kesukaran soal dan daya pembeda. Dengan demikian ada soal yang masih dapat diperbaiki dari segi bahasa, ada juga soal yang harus direvisi total, baik yang menyangkut pokok soal (stem) maupun alternatif jawaban (option), bahkan ada soal yang harus dibuang atau disisihkan. Berdasarkan hasil revisi soal ini, baru dilakukan perakitan soal menjadi suatu instrumen yang terpadu. Untuk itu, semua hal yang dapat memengaruhi validitas skor tes, seperti nomor urut soal, pengelompokan bentuk soal, penataan soal dan sebagainya harus diperhatikan. B. Validitas Firman (2000) mengemukakan bahwa validitas suatu alat ukur menunjukkan sejauh mana alat ukur itu mengukur apa yang seharusnya diukur oleh alat ukur tersebut. Dengan kata lain, validitas menunjukkan sejauh mana alat ukur memenuhi fungsinya. Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi yang diperoleh melalui judgement dari para ahli dan validitas empiris yang dihitung menggunakan teknik statistik yaitu analisis korelasi. 14 Ada batas-batas tertentu untuk menentukan seberapa jauh validitas suatu butir tes. Butir tes yang memiliki korelasi tinggi dan positif dengan total skor menunjukkan validitas yang tinggi pula. Butir-butir yang memiliki korelasi negatif dengan total skornya merupakan butir-butir yang tidak baik. Korelasi di atas 0,30 dipandang sebagai butir tes yang baik (Surapranata, 2009). C. Reliabilitas Reliabilitas adalah tingkat atau derajat konsistensi dari suatu instrumen. Suatu tes dapat dikatakan reliabel jika selalu memberikan hasil yang sama bila diteskan pada kelompok yang sama pada waktu atau kesempatan yang berbeda (Arifin, 2009). Sedangkan menurut Firman (2000), reliabilitas adalah ukuran sejauh mana suatu alat ukur memberikan gambaran yang benar-benar dapat dipercaya tentang kemampuan seseorang. Cara untuk menyelidiki reliabilitas suatu alat ukur ialah dengan menghitung besarnya koefisien korelasi antara skor hasil pengukuran dengan alat ukur yang sama yang digunakan pada waktu yang berbeda, antara dua alat ukur yang setara (ekivalen) atau bagian-bagian alat ukur yang sama yang digunakan pada waktu yang bersamaan. D. Classical Test Theory Classical Test Theory (CTT-Teori Tes Klasik), yang lebih dikenal sebagai CTT, dikembangkan sekitar tahun 1920-an (Natarajan, 2009). Teori ini memiliki beberapa komponen seperti teori validitas, reliabilitas, objektivitas, teori analisis tes, teori analisis butir dan sebagainya. Sebagian besar praktiknya dimulai dari tes psikologi dan kemudian dikembangkan dalam tes kependidikan. Teori tes klasik menurut O’Connor et al. (2002) adalah suatu model pengukuran berdasarkan 15 informasi yang didapatkan pada level skor tes. Menurut Hambleton dan Jones, teori tes klasik adalah teori mengenai skor tes yang mengenalkan tiga konsep yaitu test score/observed score, true score dan error score. Berikut ini parameter yang digunakan dalam teori tes klasik. 1. Tingkat Kesukaran Perhitungan tingkat kesukaran soal adalah pengukuran seberapa besar derajat kesukaran suatu soal. Jika suatu soal memiliki tingkat kesukaran seimbang (proporsional), maka dapat dikatakan bahwa soal tersebut baik. Suatu soal tes hendaknya tidak terlalu sukar dan tidak pula terlalu mudah (Arifin, 2009). Menurut Arikunto (2010), soal yang terlalu mudah tidak merangsang peserta didik untuk mempertinggi usaha memecahkannya. Sebaliknya soal yang terlalu sukar akan menyebabkan peserta didik menjadi putus asa dan tidak mempunyai semangat untuk mencoba lagi karena di luar jangkauannya. 2. Daya Pembeda Perhitungan daya pembeda adalah pengukuran sejauh mana suatu butir soal mampu membedakan peserta didik yang sudah menguasai kompetensi dengan peserta didik yang belum/kurang menguasai kompetensi berdasarkan kriteria tertentu. Semakin tinggi koefisien daya pembeda suatu butir soal, semakin mampu butir soal tersebut membedakan antara peserta didik yang menguasai kompetensi dengan pesserta didik yang kurang menguasai kompetensi (Arifin, 2009). 3. Kualitas Pengecoh Pada soal bentuk pilihan ganda ada alternatif jawaban (opsi) yang merupakan pengecoh. Butir soal yang baik, pengecohnya akan dipilih secara merata oleh 16 peserta didik yang menjawab salah. Sebaliknya butir soal yang kurang baik, pengecohnya akan dipilih secara tidak merata (Arifin, 2009). Menurut Firman (2000) analisis pengecoh bertujuan untuk menemukan pengecoh yang kurang berfungsi dengan baik. Arikunto (2010) mengemukakan bahwa suatu pengecoh dapat dikatakan berfungsi baik jika paling sedikit dipilih oleh 5% pengikut tes. E. Item Response Theory Hambleton et al. (1991) mengemukakan bahwa item response theory (IRT) adalah teori yang menyatakan bahwa hasil tes dapat diprediksikan atau dijelaskan melalui serangkaian faktor yang disebut dengan sifat atau karakter (trait), karakter terpendam (latent trait) atau kemampuan (abilities) dan hubungan antara jawaban peserta tes dengan kemampuannya dapat dijelaskan dengan grafik karakteristik butir atau item characteristic curve (ICC). Dengan menggunakan IRT, kemampuan peserta tes dapat dievaluasi dan seberapa baik kemampuan suatu butir soal dalam suatu tes dapat dideskripsikan (Act Workforce Development, 2010). IRT menggunakan konsep Item Characteristic Curve (ICC-Kurva Karakteristik Butir) untuk menunjukkan hubungan antara kemampuan peserta tes dengan kemampuan butir soal. Dalam IRT, kemampuan peserta tes dengan parameter butir dapat diamati berdasarkan pola respon peserta tes pada suatu tes. Banyaknya parameter butir yang diamati menentukan model IRT yang mana yang akan digunakan. Meskipun model-model ini melibatkan prosedur matematis yang rumit, tetapi konsep dasarnya mudah dipahami. 17 Parameter butir merupakan konsep dasar dari IRT. Secara umum model-model IRT didasarkan pada satu, dua dan tiga parameter. Berikut ini adalah model IRT yang didasarkan pada tiga parameter. 1. Parameter a: Daya Pembeda Salah satu ciri tes yang baik adalah peserta tes pada kelompok atas akan memiliki pilihan jawaban benar lebih banyak daripada peserta tes pada kelompok bawah. Parameter a menunjukkan seberapa baik sebuah butir soal dapat membedakan peserta tes dengan tingkat kemampuan yang berbeda-beda. Butir soal yang baik biasanya memiliki rentang nilai daya pembeda dari 0,5 sampai 2. Hal ini digambarkan dengan plot grafik ICC. Semakin tinggi kemiringan suatu ICC, semakin tinggi pula daya pembeda suatu butir soal. Daya pembeda yang tinggi menunjukkan bahwa peserta tes yang memiliki skor tinggi cenderung menjawab butir soal dengan benar, sedangkan peserta tes dengan skor rendah cenderung memilih pilihan jawaban yang salah. Gambar 2.2 Item Characteristic Curve (Perbandingan Parameter a) Butir soal No.1 : Daya pembeda rendah (kurva biru)-Butir soal ini kurang dapat membedakan antara peserta tes kelompok atas dan kelompok bawah karena 18 peluang peserta tes akan memilih respon jawaban benar adalah relatif sama pada tingkat kemampuan yang berbeda. Butir soal No.2 : Daya pembeda tinggi (kurva merah)-Butir soal ini dapat membedakan dengan baik antara peserta tes kelompok atas dengan peserta tes kelompok bawah. Semakin tinggi kemampuan, semakin tinggi pula peluang peserta tes akan memilih respon jawaban benar. 2. Parameter b: Tingkat Kesukaran Tingkat kesukaran sebuah butir soal, dikenal sebagai parameter b, adalah titik dimana kurva bentuk-S memiliki kemiringan paling tinggi. Semakin sukar suatu butir soal, semakin tinggi kemampuan yang diperlukan dari peserta tes untuk menjawab butir soal tersebut dengan benar. Suatu butir soal dengan nilai b yang tinggi adalah soal sukar, dimana peserta tes kelompok bawah tidak dapat menjawab dengan benar. Butir soal dengan nilai b rendah adalah soal mudah, dimana sebagian besar peserta tes, termasuk peserta tes kelompok bawah, akan memiliki peluang minimal setengah untuk menjawab soal tersebut dengan benar. Untuk semua butir soal pada gambar dibawah, kemiringannya curam dimana peluang menjawab benar adalah 0,5 atau 50 persen, butir-butir soal ini memiliki nilai parameter a yang sama. Hal yang membedakan butir soal ini adalah parameter b sehingga kemampuan yang dibutuhkan oleh peserta tes untuk mencapai peluang setengah atau 50 persen dalam menjawab soal dengan benar. Kurva merah merepresentasikan butir soal yang mudah karena dengan kemampuan hanya sebesar -0,2 peserta tes memiliki peluang 0,5 untuk menjawab soal dengan benar. Kurva hitam merepresentasikan butir soal sukar karena peserta 19 tes harus memiliki kemampuan yang lebih tinggi untuk mencapai peluang 0,5 dalam menjawab soal dengan benar. Gambar 2.3 Item Characteristic Curve (Perbandingan Parameter b) 3. Parameter c: Faktor Tebakan Beberapa model IRT memasukkan parameter faktor tebakan. Parameter c menunjukkan kecenderungan peserta tes kelompok bawah dapat menebak jawaban yang benar dari sebuah butir soal sehingga memiliki peluang lebih dari nol dalam menjawab soal dengan benar. Sebagai contoh, peserta tes yang memilih jawaban secara acak dari sebuah butir soal yang memiliki empat pilihan respon jawaban dapat menjawab butir soal dengan benar satu dari empat kali kesempatan, artinya peluang menjawab benar dengan menebak adalah 0,25. ICC masih berbentuk-S, tetapi nilai terendah dari kurva adalah lebih dari nol. Kurva biru merepresentasikan butir soal dengan memperhitungkan faktor tebakan. Nilai tertinggi pada kedua kurva sama dengan 1,0. Hal ini dikarenakan tidak ada peserta tes yang memiliki peluang lebih dari 1,0 atau 100 persen dalam menjawab butir soal dengan benar. 20 Gambar 2.4 Item Characteristic Curve (Perbandingan Parameter c) F. Ulangan Kenaikan Kelas Menurut Permendiknas No.20 tahun 2007 Tentang Standar Penilaian Pendidikan, ulangan kenaikan kelas adalah kegiatan yang dilakukan oleh pendidik di akhir semester genap untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik di akhir semester genap pada satuan pendidikan yang menggunakan sistem paket. Cakupan ulangan meliputi seluruh indikator yang merepresentasikan KD pada semester tersebut. Penilaian untuk tujuan melihat prestasi siswa dalam mengikuti suatu program pengajaran disebut penilaian sumatif (Firman, 2000). Menurut Arifin (2009) tujuan penilaian sumatif adalah untuk menentukan nilai (angka) berdasarkan tingkatan hasil belajar peserta didik yang selanjutnya dipakai sebagai angka rapor. Hasil penilaian sumatif juga dapat dimanfaatkan untuk perbaikan proses pembelajaran secara keseluruhan. Adapun fungsi utama penilaian sumatif adalah sebagai berikut. 1. Untuk menentukan nilai ujian akhir semester, akhir tahun atau akhir suatu sekolah. 2. Untuk memberikan keterangan tentang kecakapan atau keterampilan peserta didik dalam periode tertentu. 21 3. Untuk memprakirakan berhasil tidaknya peserta didik dalam pelajaran berikutnya yang lebih tinggi. tin G. Tinjauan Materi 1. Larutan Elektrolit dan Non Elektrolit Berdasarkan daya hantar listriknya larutan diklasifikasikan sebagai berikut. Larutan Elektrolit Kuat Larutan Elektrolit Larutan Elektrolit Lemah Larutan Larutan Non Elektrolit (Harnanto dan Ruminten, 2009) Gambar 2.5 Klasifikasi Larutan Berdasarkan Daya aya Hantar Listrik Bergantung pada sifat zat terlarut, ada larutan yang dapat menghantarkan listrik ada juga yang tidak dapat menghantarkan menghantarkan listrik. Larutan yang dapat menghantarkan arus listrik disebut larutan elektrolit,, sedangkan larutan yang tidak dapat menghantarkan arus listrik disebut larutan nonelektrolit.. Daya hantar listrik dari larutan dapat diketahui dengan mempelajari hasil percobaan berikut. Terdapat beberapa macam larutan dengan kadar tertentu, yang dilewatkan aliran listrik ke dalamnya. Kemampuan suatu larutan dalam menghantarkan listrik l ditandai dengan adanya nyala lampu seperti pada gambar berikut. 22 Skema/desain percobaan Keterangan gambar : 1. Larutan uji 2. Elektrode 3. Lampu baterai 4. Sumber arus (AC/DC) (Sunarya dan Setiabudi, 2009) Gambar 2.6 Percobaan Uji Daya Hantar Listrik Percobaan uji daya hantar listrik ini dilakukan pada beberapa bahan yang terdapat pada Tabel 2.1. Tabel 2.1 Bahan Percobaan Uji Daya Hantar Listrik No. Larutan 1. Garam dapur 5% berat 2. Alkohol 10% volume 3. Gula pasir 5% berat 4. Cuka 10% volume 5. Asam klorida 10% volume (Sunarya dan Setiabudi, 2009) Berdasarkan data hasil pengamatan, diketahui bahwa dengan bahan garam dapur (NaCl) dan asam klorida (HCl), lampu dapat menyala dengan terang. Asam asetat atau cuka (CH3COOH) menyala, tetapi redup. Adapun alkohol (C2H5OH) dan gula pasir (C12H22O11) tidak menyala. Senyawa ion terbentuk melalui transfer elektron menghasilkan kation dan anion. Kedua spesi kimia ini memiliki muatan listrik positif dan negatif. Contohnya adalah garam dapur atau NaCl. Jika garam dapur dilarutkan ke dalam air, akan terurai membentuk ion-ionnya sehingga dalam larutan NaCl terdapat spesi yang bermuatan listrik, yakni Na+ dan Cl–. NaCl (s) → Na+ (aq) + Cl− (aq) 23 Pada saat elektrode dihubungkan dengan sumber arus, ion-ion Na+ dan Cl– akan bergerak menuju elektrode-elektrode yang berlawanan muatan dengan membawa muatan listrik. Jadi, listrik dapat mengalir dari satu elektrode ke elektrode lain melalui ion-ion dalam larutan. Alkohol dan gula pasir tergolong senyawa kovalen. Oleh karena pembentukan ikatan kovalen tidak melalui transfer elektron maka senyawa kovalen tidak terionisasi (dengan beberapa pengecualian), melainkan terurai secara molekuler. Akibatnya, di dalam larutan tidak ada spesi yang dapat menghantarkan arus litrik. C2H5OH (l) → C2H5OH (aq) C12H22O11 (s) → C12H22O11 (aq) Pada percobaan yang lain, HCl dan CH3COOH terbentuk melalui ikatan kovalen, tetapi dapat menghantarkan arus listrik. Semua asam terbentuk melalui ikatan kovalen, tetapi di dalam pelarut air, asam-asam akan terurai menjadi ion H+ dan ion negatif sisa asam, dalam kasus ini adalah ion Cl– dan ion CH3COO–. Oleh karena semua asam terionisasi di dalam pelarut air maka dapat diduga bahwa larutan asam dapat menghantarkan arus listrik melalui proses yang serupa dengan senyawa-senyawa ion. Hasil uji daya hantar listrik menggunakan larutan HCl adalah lampu menyala terang, sedangkan dengan larutan CH3COOH, lampu menyala kurang terang. Atom hidrogen hanya memiliki satu elektron dan berperan sebagai elektron valensi. Jika elektron valensi lepas maka yang tersisa hanya inti atom hidrogen yang bermuatan positif. Gugus sisa asam memiliki kekuatan untuk menarik pasangan elektron pada ikatan yang digunakan bersama dengan atom hidrogen. Kekuatan untuk menarik pasangan elektron ikatan bergantung pada sifat 24 dan struktur gugus sisa asam. Jika asam dilarutkan dalam air, gugus sisa asam akan menarik pasangan elektron ikatan sehingga terurai membentuk ion sisa asam yang bermuatan negatif (kelebihan elektron) dan atom hidrogen yang sudah kehilangan elektron valensinya (membentuk ion H+). Oleh karena daya tarik gugus sisa asam terhadap pasangan elektron ikatan beragam maka pembentukan ion H+ dan ion sisa asam dalam pelarut air tidak sama. Asam-asam kuat seperti HCl, HNO3, dan H2SO4, gugus sisa asamnya memiliki daya tarik relatif kuat terhadap pasangan elektron ikatan sehingga hampir semua molekul asam dalam air terionisasi. Dapat dikatakan bahwa asam-asam tersebut terionisasi sempurna. HCl (l) → H+ (aq) + Cl− (aq) Asam-asam lemah seperti CH3COOH, H2S, HCN, dan H2SO3, gugus sisa asamnya memiliki daya tarik kurang kuat sehingga tidak semua molekul-molekul asam ini dalam air terionisasi, tetapi hanya sebagian kecil. Sisanya tetap dalam bentuk molekulnya. CH3COOH (aq) H+ (aq) + CH3COO− (aq) Tanda panah dua arah menunjukkan hanya sebagian kecil dari asam asetat terurai menjadi ion-ionnya. Umumnya tetap sebagai molekul (Sunarya dan Setiabudi, 2009). 2. Reaksi Oksidasi dan Reduksi a. Konsep redoks berdasarkan pengikatan dan pelepasan oksigen Konsep reaksi oksidasi dan reduksi mengalami perkembangan dari masa ke masa sesuai cakupan konsep yang dijelaskan. Pada mulanya konsep reaksi oksidasi dan reduksi ditinjau dari penggabungan dan pelepasan oksigen. Reaksi 25 oksidasi didefinisikan sebagai reaksi penggabungan/pengikatan suatu zat dengan oksigen. Sebaliknya reaksi pelepasan oksigen oleh suatu zat disebut reaksi reduksi. Contoh reaksi oksidasi: C(s) + O2(g) → CO2(g) 4 Fe(s) + 3 O2(g) → 2 Fe2O3(s) Contoh reaksi reduksi: 2 SO3(g) → 2 SO2(g) + O2(g) 2 KClO3(s) → 2 KCl(s) + 3 O2(g) b. Konsep redoks berdasarkan pengikatan dan pelepasan elektron Pada reaksi Na(s) + S(s) → Na2S(s) tidak melibatkan gas oksigen, maka konsep redoks berdasarkan pengikatan dan pelepasan oksigen tidak dapat digunakan. Konsep redoks berkembang, bukan lagi pengikatan dan pelepasan oksigen tetapi pengikatan dan pelepasan elektron. Reaksi oksidasi adalah reaksi pelepasan elektron. Contohnya pada pembentukan ion Na+. Na(s) → Na+(aq) + e– Sebaliknya reaksi pengikatan elektron disebut reaksi reduksi. Contohnya pada pembentukan ion S2–. S(s) + 2 e– →S2–(aq) Reaksi redoks adalah reaksi yang terjadi di mana reaksi oksidasi dan reduksi terjadi bersama-sama. 2 Na(s) + S(s) → Na2S(s) 26 c. Konsep redoks berdasarkan perubahan (kenaikan dan penurunan) bilangan oksidasi Bilangan oksidasi (bilok) adalah jumlah muatan yang dimiliki atom suatu unsur jika bergabung dengan atom unsur lain. Aturan bilok: 1) Unsur bebas mempunyai bilok 0 (nol). Yang termasuk unsur bebas: unsur diatomik (H2, N2, O2, F2, Cl2, Br2, I2), unsur poliatomik (O3, P4, S8). Selain unsur tersebut adalah unsur monoatomik (Na, K, Mg, C, dan lain-lain). Contoh: H dalam H2 O dalam O2 dan O3 F dalam F2 Na dalam Na 2) Unsur H umumnya mempunyai bilok (+1), kecuali pada senyawa hidrida mempunyai bilok (–1). Senyawa hidrida adalah senyawa yang terbentuk jika logam bergabung dengan atom H (Contoh: NaH, KH, CaH2). Contoh: H dalam H2O, NH3, HCl. 3) Unsur O umumnya mempunyai bilok (–2), kecuali: a) Pada senyawa peroksida contohnya: Na2O2, H2O2, BaO2 mempunyai bilok (–1). b) Senyawa F2O mempunyai bilok (+2), dan ଵ c) Senyawa superoksida (contohnya KO2) mempunyai bilok (– ). ଶ Contoh: O dalam H2O, Na2O, Fe2O3, MgO. 27 4) Unsur logam dalam senyawa umumnya mempunyai bilok positif. Contoh: a) Golongan IA (Li, Na, K, Rb, dan Cs) mempunyai bilok (+1). b) Golongan IIA ( Be, Mg, Ca, Sr, dan Ba) mempunyai bilok (+2). c) Al3+, Ag+, Zn2+, Pb2+, Pb3+, Fe2+, dan Fe3+. 5) Unsur nonlogam umumnya mempunyai bilok negatif. Contoh: Golongan VIIA (F, Cl, Br, I) mempunyai bilok (–1). Golongan VIA (O, S, Se, Te) mempunyai bilok (–2). 6) Jumlah bilok unsur-unsur dalam ion poliatom sama dengan jumlah muatannya. 7) Jumlah bilok unsur-unsur dalam senyawa sama dengan 0 (nol). Reaksi oksidasi adalah reaksi kenaikan bilok. Sedangkan reaksi reduksi adalah reaksi penurunan bilok. Contoh: Zn(s) + 2 HCl(aq) → ZnCl2(aq) + H2(g) Bilok Zn (unsur bebas) = 0 Bilok Zn dalam ZnCl2 = +2 Berarti Zn mengalami kenaikkan bilok, maka Zn mengalami reaksi oksidasi. Bilok H dalam HCl = +1 Bilok H dalam H2 (unsur bebas) = 0 Jadi, H mengalami penurunan bilok, maka H mengalami reaksi reduksi. 28 Pada reaksi di atas terjadi kenaikan bilok (reaksi oksidasi) dan penurunan bilok (reaksi reduksi) secara bersama-sama, maka disebut reaksi redoks. Jika suatu zat mengalami reaksi oksidasi sekaligus reduksi, maka reaksi ini disebut autoredoks (disproporsionasi). Contoh: 6 NaOH(aq) + 3 Cl2(g) → 5 NaCl(aq) + NaClO3(aq) + 3 H2O(l) Bilok Cl dalam Cl2 (unsur bebas) = 0 Bilok Cl dalam NaCl = 1 Bilok Cl dalam NaClO3 = +5 Jadi, Cl mengalami kenaikan bilok (reaksi oksidasi) dan penurunan bilok (reaksi reduksi) sekaligus (Harnanto dan Ruminten, 2009). 3. Hidrokarbon a. Kekhasan Atom Karbon 1) Atom karbon dapat membentuk 4 ikatan kovalen Atom karbon dapat membentuk 4 ikatan kovalen dengan atom unsur nonlogam maupun atom unsur logam. Unsur-unsur yang paling banyak ditemukan membentuk ikatan kovalen dengan atom karbon adalah hidrogen (H), oksigen (O), nitrogen (N) dan unsur-unsur halogen (F, Cl, Br, I). 2) Atom karbon dapat membentuk rantai karbon Atom-atom karbon dapat saling berikatan untuk membentuk rantai karbon lurus, bercabang dan melingkar (membentuk cincin). Rantai karbon lurus dan bercabang dapat mencapai panjang ribuan atom karbon, sedangkan rantai karbon melingkar (siklik) biasanya terdiri dari tiga sampai enam atom karbon. Ikatan 29 kimia rantai karbon dapat berupa ikatan kovalen tunggal, ikatan kovalen rangkap dua, atau ikatan kovalen rangkap tiga. Atom-atom karbon dapat dibedakan menjadi atom karbon primer, atom karbon sekunder, atom karbon tersier dan atom karbon kuartener. Atom karbon primer adalah atom karbon yang diikat oleh satu atom C lainnya; atom karbon sekunder adalah atom karbon yang diikat oleh dua atom C lainnya; atom karbon tersier adalah atom karbon yang diikat oleh tiga atom C lainnya; dan atom karbon kuartener adalah atom karbon yang diikat oleh empat atom C lainnya. 3) Ukuran atom karbon relatif kecil Berdasarkan konfigurasi elektronnya, atom karbon hanya mempunyai dua kulit yaitu kulit K dan kulit L, sehingga ukuran (jari-jari) atom karbon tersebut relatif kecil. Oleh karena itu, pada saat atom karbon berikatan dengan atom unsur lain atau dengan sesama atom karbon, pasangan elektron ikatannya akan tertarik lebih kuat ke inti, akibatnya ikatan kovalen yang dibentuk karbon cukup kuat (Sunardi, 2007). b. Identifikasi Karbon dan Hidrogen Adanya unsur karbon dan hidrogen dalam senyawa hidrokarbon dapat diidentifikasi melalui percobaan sederhana. Metodenya adalah dengan menggunakan lilin (C20H42) yang direaksikan dengan oksigen dari udara (dibakar), hasil pembakaran lilin dilewatkan ke dalam larutan Ca(OH)2 1%. 30 Gambar 2.7 Skema Percobaan Identifikasi Atom C dan H Ketika lilin terbakar terjadi reaksi antara lilin dan oksigen dari udara. Jika pembakarannya sempurna, terjadi reaksi: 2C20H42(s) + 61O2(g) →40CO2(g) + 42H2O(g) Gas CO2 dan uap air hasil pembakaran akan mengalir melalui saluran menuju larutan Ca(OH)2. Pada saat menuju larutan Ca(OH)2, terjadi pendinginan oleh udara sehingga uap air hasil reaksi akan mencair. Hal ini dibuktikan dengan adanya tetesan-tetesan air yang menempel pada saluran. Oleh karena titik embun gas CO2 sangat rendah maka akan tetap sebagai gas dan bereaksi dengan larutan Ca(OH)2. Bukti adanya CO2 ditunjukkan oleh larutan menjadi keruh atau terbentuk endapan putih dari CaCO3 (Sunarya dan Setiabudi, 2009). CO2(g) + Ca(OH)2(aq) →CaCO3(s) + H2O(l) c. Klasifikasi Hidrokarbon Pada dasarnya, senyawa karbon dapat digolongkan ke dalam senyawa hidrokarbon dan turunannya. Senyawa turunan hidrokarbon adalah senyawa karbon yang mengandung atom-atom lain selain atom karbon dan hidrogen. Ditinjau dari cara berikatan karbon-karbon, senyawa hidrokarbon dapat dikelompokkan menjadi dua bagian besar, yaitu: 31 1) Senyawa hidrokarbon alifatik, yaitu senyawa hidrokarbon yang membentuk rantai karbon dengan ujung terbuka, baik berupa rantai lurus atau bercabang. Senyawa alifatik dibedakan sebagai berikut a) Senyawa hidrokarbon jenuh, merupakan senyawa hidrokarbon yang berikatan kovalen tunggal. Contohnya, senyawa alkana. H H H H H | | | | | H─C─C─C─C─C─H atau CH3─CH2─CH2─CH2─CH3 | | | | | H H H H H b) Senyawa hidrokarbon tidak jenuh, merupakan senyawa hidrokarbon yang berikatan kovalen rangkap dua atau rangkap tiga. Contohnya alkena dan alkuna. 2) Senyawa hidrokarbon siklik, yaitu senyawa hidrokarbon dengan ujung rantai karbon tertutup. Senyawa siklik dibedakan sebagai berikut. a) Senyawa hidrokarbon alisiklik, merupakan senyawa golongan alifatik dengan ujung rantai karbon tertutup. Contohnya sikloheksana dan sikloheksena. b) Senyawa hidrokarbon aromatik, merupakan senyawa benzena dan turunannya. Contoh hidrokarbon aromatik yaitu benzena, naftalena, toluena, dan sebagainya (Sunarya dan Setiabudi, 2009).. d. Alkana, Alkena dan Alkuna 1) Alkana Alkana merupakan senyawa hidrokarbon yang ikatan rantai karbonnya tunggal. Rumus umum alkana adalah CnH2n+2. 32 Tabel 2.2 Deret Homolog Alkana Deret Alkana Rumus Molekul Rumus Struktur Metana CH4 H | H─C─H | H Etana C2H6 CH3─ CH3 Propana C3H8 CH3─CH2─ CH3 Butana C4H10 CH3─CH2─CH2─ CH3 Pentana C5H12 CH3─CH2─CH2─CH2─CH3 Heksana C6H14 CH3─CH2─CH2─ CH2─CH2─CH3 Heptana C7H16 CH3─CH2─CH2─ CH2─CH2─ CH2─CH3 Oktana C8H18 CH3─CH2─CH2─ CH2─CH2─ CH2─ CH2─CH3 Nonana C9H20 CH3─CH2─CH2─ CH2─CH2─ CH2─ CH2─ CH2─CH3 Dekana C10H22 CH3─CH2─CH2─ CH2─CH2─ CH2─ CH2─ CH2─ CH2─CH3 Dari metana ke etana mempunyai perbedaan –CH2–, begitu pula seterusnya. Deret senyawa karbon dengan gugus fungsi sama dengan selisih sama yaitu – CH2– disebut deret homolog. a. Tata nama alkana menurut IUPAC (1) Alkana rantai lurus diberi nama dengan awalan n (n = normal). Contoh: CH3─CH2─CH2─ CH3 n-butana CH3─CH2─CH2─CH2─CH3 n-pentana (2) Alkana rantai bercabang (a) Rantai induk diambil rantai karbon terpanjang. 33 (b) Cabang merupakan gugus alkil. Rumus umum alkil CnH2n+1. Nama alkil sama dengan nama alkana dengan jumlah atom C sama, hanya akhiran – ana diganti –il. (c) Jika hanya ada satu cabang maka rantai cabang diberi nomor sekecil mungkin. (d) Jika alkil cabang lebih dari satu dan sejenis menggunakan awalan Yunani (di = 2, tri = 3, tetra = 4, dan seterusnya) dan jika berbeda jenis diurutkan sesuai alfabetis. Contoh: 1 2 3 4 CH3─CH─CH2─ CH3 | CH3 1 2 3 4 CH3─CH─CH─ CH3 | | CH3 CH3 2-metil butana 2,3-dimetil butana CH3 | CH3─CH2 ─ CH─CH─CH3 3-etil-2-metil pentana 5 4 3| 2 1 C2H5 b. Sifat-sifat senyawa alkana (1) Pada suhu kamar C1–C4 berwujud gas, C5–C17 berwujud cair, dan di atas 17 berwujud padat. (2) Semakin bertambah jumlah atom C maka massa molekulnya juga bertambah akibatnya titik didih dan titik leleh semakin tinggi. Alkana rantai lurus 34 mempunyai titik didih lebih tinggi dibanding alkana rantai bercabang dengan jumlah atom C sama. Semakin banyak cabang, titik didih makin rendah. (3) Alkana mudah larut dalam pelarut organik tetapi sukar larut dalam air. (4) Pembakaran/oksidasi alkana bersifat eksotermik (menghasilkan kalor). Pembakaran alkana berlangsung sempurna dan tidak sempurna. Pembakaran sempurna menghasilkan gas CO2 sedang pembakaran tidak sempurna menghasilkan gas CO. Reaksi pembakaran sempurna: CH4(g) + 2 O2(g) → CO2(g) + 2 H2O(g) + E Reaksi pembakaran tak sempurna: 2CH4(g) + 3 O2(g) → 2 CO(g) + 4 H2O(g) + E (5) Alkana dapat bereaksi substitusi dengan halogen. Reaksi substitusi adalah reaksi penggantian atom/ gugus atom dengan atom/gugus atom yang lain. CH4(g) + Cl2(g) → CH3Cl(g) + HCl(g) (6) Senyawa alkana rantai panjang dapat mengalami reaksi eliminasi. Reaksi eliminasi adalah reaksi penghilangan atom/gugus atom untuk memperoleh senyawa karbon lebih sederhana. Contoh pada reaksi eliminasi termal minyak bumi dan gas alam. 2) Alkena Alkena merupakan senyawa hidrokarbon yang mempunyai ikatan rangkap dua pada rantai karbonnya. Rumus umum alkena adalah CnH2n. Tabel 2.3 Deret Homolog Alkena Deret Alkena Etena Rumus Molekul C2H4 Rumus Struktur CH2=CH2 35 Deret Alkena Rumus Molekul Rumus Struktur Propena C3H6 CH2=CH─CH3 1-butena C4H8 CH2=CH─ CH2─CH3 1-pentena C5H10 CH2=CH─ CH2─ CH2─CH3 1-heksena C6H12 CH2=CH─ CH2─CH2─ CH2─CH3 1-heptena C7H14 CH2=CH─ CH2─CH2─ CH2─CH2─CH3 1-oktena C8H16 CH2=CH─ CH2─CH2─ CH2─CH2─CH2─CH3 1-nonena C9H18 CH2=CH─ CH2─CH2─ CH2─CH2─CH2─CH2─CH3 1-dekena C10H20 CH2=CH─CH2─CH2─CH2─CH2─CH2─CH2─CH2─CH3 a) Tata nama alkena menurut IUPAC (1) Rantai induk diambil rantai karbon terpanjang yang mengandung ikatan rangkap dua. Ikatan rangkap dua diberi nomor sekecil mungkin. (2) Rantai cabang diberi nomor menyesuaikan nomor ikatan rangkap dua. Contoh: CH2=C─CH2CH3 | CH3 CH3 | CH3─C=C─CH3 | CH3 2-metil-1-butena 2,3-dimetil-2-butena b) Sifat-sifat alkena (1) Titik didih alkena mirip dengan alkana, makin bertambah jumlah atom C, harga Mr makin besar maka titik didihnya makin tinggi. (2) Alkena mudah larut dalam pelarut organik tetapi sukar larut dalam air. (3) Alkena dapat bereaksi adisi dengan H2 dan halogen (X2 = F2, Cl2, Br2, I2). (a) Adisi alkena dengan H2. 36 Contoh: CH2=CH2 + H2 → CH3–CH3 etena etana (b)Adisi alkena dengan halogen. Reaksi umum: –CH=CH– + X2 → –CHX–CHX– Contoh: CH2 = CH2 + Cl2 → CH2Cl–CH2Cl Etena 1,2-dikloro etana 3) Alkuna Alkuna merupakan senyawa hidrokarbon yang mempunyai ikatan rangkap tiga pada rantai karbonnya. Rumus umum alkuna adalah CnH2n–2. Tabel 2.4 Deret Homolog Alkuna Deret Alkuna Rumus Molekul Rumus Struktur Etuna C2H2 CH≡CH Propuna C3H4 CH≡C─CH3 1-butuna C4H6 CH≡C─CH2─CH3 1-pentuna C5H8 CH≡C─CH2─ CH2─CH3 1-heksuna C6H10 CH≡C─CH2─ CH2─ CH2─CH3 1-heptuna C7H12 CH≡C─CH2─ CH2─CH2─CH2─CH3 1-oktuna C8H14 CH≡C─CH2─ CH2─CH2─CH2─CH2─CH3 1-nonuna C9H16 CH≡C─CH2─ CH2─CH2─CH2─CH2─CH2─CH3 1-dekuna C10H18 CH≡C─CH2─CH2─CH2─CH2─CH2─CH2─CH2─CH3 a) Tata nama alkuna menurut IUPAC (1) Rantai induk diambil rantai karbon terpanjang yang mengandung ikatan rangkap tiga. Ikatan rangkap tiga diberi nomor sekecil mungkin. (2) Rantai cabang diberi nomor menyesuaikan nomor ikatan rangkap tiga. 37 Contoh: CH3 | CH3─C≡C─C─CH3 | CH3 b) Sifat-sifat alkuna 4,4-dimetil-2-pentuna (1) Titik didih alkuna mirip dengan alkana dan alkena. Semakin bertambah jumlah atom C harga Mr makin besar maka titik didihnya makin tinggi. (2) Alkuna dapat bereaksi adisi dengan H2, halogen (X2 = F2, Cl2, Br2, I2) dan asam halida (HX = HF, HCl, HBr, HI). e. Isomer Isomer adalah dua senyawa atau lebih yang mempunyai rumus kimia sama tetapi mempunyai struktur yang berbeda. Secara garis besar isomer dibagi menjadi dua, yaitu isomer, struktur, dan isomer geometri. 1) Isomer struktur Isomer struktur dapat dikelompokkan menjadi: isomer rangka, isomer posisi, dan isomer gugus fungsi. a) Isomer rangka adalah senyawa-senyawa yang mempunyai rumus molekul sama tetapi kerangkanya berbeda. Contoh pada alkana, alkena, dan alkuna. Butana (C4H10) CH3─CH2─CH2─CH3 n-butana CH3─CH─CH3 | CH3 Pentena (C5H10) 2-metil propana CH2=CH─CH2─CH2─CH3 1-pentena 38 CH2=CH─CH─CH3 | CH3 CH2=C─CH2─CH3 | CH3 Pentuna (C5H8) 3-metil-1-butena 2-metil-1-butena CH≡C─CH2─CH2CH3 1-pentuna CH2≡C─CH─CH3 3-metil-1-butuna | CH3 b) Isomer posisi adalah senyawa-senyawa yang memiliki rumus molekul sama tetapi posisi gugus fungsinya berbeda. Contoh pada alkena dan alkuna. Butena (C4H8) CH2=CH─CH2─CH3 1-butena CH3─CH=CH─CH3 2-butena Butuna (C4H6) CH≡C─CH2─CH3 1-butuna CH3─C≡C─CH3 2-butuna c) Isomer gugus fungsi adalah senyawa-senyawa yang mempunyai rumus molekul sama tetapi gugus fungsinya berbeda. Contoh pada alkuna dan alkadiena. Propuna (C3H4) CH≡C─CH3 propuna CH2=C=CH2 1,2-propadiena 2) Isomer geometri Isomer geometri adalah senyawa-senyawa yang mempunyai rumus molekul sama tetapi struktur ruangnya berbeda. Contoh pada alkena mempunyai 2 isomer geometri yaitu cis dan trans. 39 A A \ / C=C / \ B B cis A \ B / C=C / \ B A trans (Harnanto dan Ruminten, 2009) 4. Minyak Bumi Minyak bumi terbentuk dari peruraian senyawa-senyawa organik dari jasad mikroorganisme jutaan tahun yang lalu di dasar laut. Hasil peruraian yang berbentuk cair akan menjadi minyak bumi dan yang berwujud gas menjadi gas alam. Proses peruraian ini berlangsung sangat lamban sehingga untuk membentuk minyak bumi dibutuhkan waktu yang sangat lama. Untuk mendapatkan minyak bumi ini dapat dilakukan dengan pengeboran. Minyak bumi merupakan campuran senyawa-senyawa hidrokarbon. Untuk dapat dimanfaatkan perlu dipisahkan melalui distilasi bertingkat, yaitu cara pemisahan fraksi-fraksi minyak bumi berdasarkan perbedaan titik didihnya pada kolom bertingkat. Komponen utama minyak bumi dan gas alam adalah alkana. Gas alam mengandung 80% metana, 7% etana, 6% propana, 4% butana dan isobutana, sisanya pentana. Untuk dapat dimanfaatkan gas propana dan butana dicairkan yang dikenal sebagai LNG (Liquid Natural Gas). Karena pembakaran gas alam murni lebih efisien dan sedikit polutan, maka gas alam banyak digunakan untuk bahan bakar industri dan rumah tangga. Senyawa penyusun minyak bumi: alkana, sikloalkana, dan senyawa aromatik. Dari hasil distilasi bertingkat diperoleh fraksi-fraksi LNG, LPG, petroleum eter, bensin, kerosin, solar, oli, lilin, dan aspal. 40 Tabel 2.5 Fraksi-Fraksi Minyak Bumi Fraksi Gas Jumlah Titik Didih atom C (°C) 1-4 (-160)-30 Kegunaan Bahan bakar LPG, sumber hidrogen, bahan baku sintesis senyawa organik. Petroleum eter 5-6 30-90 Pelarut Bensin (gasoline) 5-12 70-140 Bahan bakar kendaraan Nafta (bensin berat) 6-12 140-180 Bahan kimia (pembuatan plastik, karet sintetis, detergen, obat, cat, serat sintetis, kosmetik), zat aditif bensin. Minyak tanah (kerosin) 9-14 180-250 Avtur Rumah tangga Bahan bakar mesin pesawat terbang (Aviationturbinekerosene) Solar dan minyak diesel 12-18 270-350 Bahan bakar diesel, industri Pelumas (Oli) 18-22 350 ke atas Pelumas Parafin/lilin/malam 20-30 350 ke atas Lilin, batik, korek api, pelapis kertas bungkus, semir sepatu. Aspal 25 ke atas 350 ke atas Pengaspalan jalan, atap bangunan, lapisan antikorosi, pengedap suara pada lantai. Bensin akhir-akhir ini menjadi perhatian utama karena pemakaiannya untuk bahan bakar kendaraan bermotor sering menimbulkan masalah. Kualitas bensin ditentukan oleh bilangan oktan, yaitu bilangan yang menunjukkan jumlah isooktan dalam bensin. Bilangan oktan merupakan ukuran kemampuan bahan bakar mengatasi ketukan ketika terbakar dalam mesin. Bensin merupakan fraksi minyak bumi yang mengandung senyawa n–heptana dan isooktan. Misalnya 41 bensin premium yang beredar di pasaran dengan bilangan oktan 80 berarti bensin tersebut mengandung 80% isooktan dan 20% n–heptana. Bensin super mempunyai bilangan oktan 98 berarti mengandung 98% isooktan dan 2% n– heptana. Pertamina meluncurkan produk bensin ke pasaran dengan 3 nama, yaitu: premium (bilangan oktan 80–88), pertamax (bilangan oktan 91–92) dan pertamax plus (bilangan oktan 95). Penambahan zat antiketukan pada bensin bertujuan untuk memperlambat pembakaran bahan bakar. Untuk menaikkan bilangan oktan antara lain ditambahkan MTBE (Metyl Tertier Butil Eter), tersier butil alkohol, benzena, atau etanol. Penambahan zat aditif Etilfluid yang merupakan campuran 65% TEL (Tetra Etil Lead/Tetra Etil Timbal), 25% 1,2-dibromoetana dan 10% 1,2-dikloro etana sudah ditinggalkan karena menimbulkan dampak pencemaran timbal ke udara. Timbal (Pb) bersifat racun yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan seperti pusing, anemia, bahkan kerusakan otak. Anemia terjadi karena ion Pb2+ bereaksi dengan gugus sulfhidril (–SH) dari protein sehingga menghambat kerja enzim untuk biosintesis hemoglobin. Untuk meningkatkan produksi bensin dapat dilakukan cara-cara cracking (perengkahan) yaitu pemecahan molekul besar menjadi molekul-molekul kecil, reforming, yaitu mengubah struktur molekul rantai lurus menjadi rantai bercabang dan alkilasi atau polimerisasi, yaitu penggabungan molekul-molekul kecil menjadi molekul besar (Harnanto dan Ruminten, 2009). a. Dampak Pembakaran Minyak Bumi Pembakaran bahan bakar minyak dapat berlangsung dua cara yaitu pembakaran sempurna dan tidak sempurna. Pembakaran sempurna menghasilkan energi yang 42 cukup besar dibandingkan pembakaran tidak sempurna. Tetapi gas CO2 yang dihasilkan dapat menyebabkan terjadinya green house effect (efek rumah kaca). Pembakaran tidak sempurna dari bahan bakar minyak akan menghasilkan jelaga yang dapat mengotori alat-alat seperti perkakas rumah tangga, mesin, knalpot, dan lain-lain. Sehingga mempercepat kerusakan pada alat-alat tersebut. Selain itu juga menghasilkan gas CO yang dapat menyebabkan keracunan. Pembakaran bahan bakar minyak juga dapat menghasilkan zat polutan lain seperti: oksida belerang (SO2 dan SO3), oksida nitrogen (NO dan NO2), dan partikel-partikel debu. Gasgas tersebut jika masuk di udara dapat menyebabkan terjadinya hujan asam (Harnanto dan Ruminten, 2009). 5. Kegunaan dan Komposisi Senyawa Hidrokarbon dalam Kehidupan Sehari-hari a. Senyawa hidrokarbon dalam bidang pangan Zat aditif yang berasal dari senyawa hidrokarbon misalnya pemanis sakarin dan sodium siklamat, keduanya mengandung bahan dasar benzena C6H6. Bahan pengawet lainnya yang mengandung bahan dasar senyawa turunan benzena yaitu natrium benzoat yang biasa digunakan untuk pengawet manisan buah dan minuman. Senyawa ini merupakan senyawa hidrokarbon aromatik yang bentuknya siklik, tak jenuh, dan berbahaya. b. Senyawa hidrokarbon dalam bidang sandang Bahan sandang sintetis umumnya merupakan polimer dari beberapa senyawa kimia yang bahan dasarnya adalah senyawa hidrokarbon yaitu metana, etena, butena, juga benzena. Hidrokarbon tersebut direaksikan dengan zat lain untuk 43 menghasilkan monomer-monomer yang mengandung oksigen dan mengandung nitrogen kemudian monomer-monomer dipolimerisasikan menjadi senyawa polimer yang berupa serat atau benang. Serat atau benang tersebut diolah menjadi kain-kain yang digunakan sebagai bahan sandang. (Devi, 2009) Gambar 2.8 Pemanfaatan Senyawa Hidrokarbon dalam Bidang Sandang c. Senyawa hidrokarbon dalam bidang papan Bahan bangunan yang dibuat dari senyawa hidrokarbon antara lain cat dan kaca plastik atau fiberglas. Cat ada yang bahan dasarnya metana, etena, dan butena. Tabel 2.6 Jenis Cat Sesuai Bahan Dasarnya Hidrokarbon Jenis Cat Rumus Metana Cat Vinil (C4H6O2)n Etena Cat Lateks Stirena- Butadiena (C28H30)n Propena Cat Damar Alkid Kegunaan Cat tembok Cat tembok (C11H10O5)n Cat kayu atau besi (Devi, 2009) 44 Selain cat, bahan bangunan lain ada yang dibuat dari macam-macam polimer hidrokarbon, misalnya daun pintu, atap plastik, bak mandi dan pipa-pipa air. Tabel 2.7 Jenis Bahan Bangunan Sesuai Bahan Dasarnya Senyawa Hidrokarbon Kloro etena Jenis Plastik PVC 2-metilpropanoat Perspek Jenis Bahan Bangunan Pipa air Kaca plastik (Devi, 2009) d. Senyawa hidrokarbon dalam bidang seni dan estetika Lukisan umumnya dibuat dari cat yang sebagian komponennya berasal dari senyawa hidrokarbon. Benda seni lainnya banyak dibuat dari plastik seperti patung-patung, aksesoris, bunga-bungaan, atau buah-buahan. Tabel 2.8 Beberapa Benda Seni Dari Hidrokarbon Benda Seni Bahan Hidrokarbon Kerajinan tangan patung Busa poliuretan Benzena Bunga dan buah plastik Polietilena Etena Hiasan dinding Pleksiglas Propilena Hiasan aquarium Polietilena Etena (Devi, 2009)