6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia Manusia selalu berperan aktif dan dominan dalam setiap kegiatan organisasi, karena manusia menjadi perencana, perilaku dan penentu terwujudnya tujuan perusahaan. Tujuan ini tidak mungkin terwujud tanpa peran aktif karyawan, bagaimanapun canggihnya alat-alat yang dimiliki oleh perusahaan. Mengatur karyawan adalah sulit dan komplek karena mereka mempunyai pikiran, perasaan, status keinginan, dan latar belakang yang berbeda. Aset organisasi paling penting yang harus dimiliki oleh perusahaan dan sangat diperhatikan oleh manajemen adalah aset manusia organisasi tersebut (Umar, 2003). Menurut Simamora (2004) manajemen sumber daya manusia adalah pendayagunaan, pengembangan, penilaian, pemberian balas jasa, dan pengelolaan individu anggota organisasi atau kelompok karyawan. Manajemen sumber daya manusia juga menyangkut desain dan implementasi sistem perencanaan, penyusunan karyawan, pengembangan karyawan, pengelolaan karir, evaluasi kinerja, kompensasi karyawan, dan hubungan ketenagakerjaan yang baik. Menurut Handoko (2000) manajeman sumber daya manusia adalah penarikan, seleksi, pengembangan, pemeliharaan, dan penggunaan sumber daya manusia untuk mencapai tujuan individu dalam sebuah organisasi. Flippo, 1980 (dalam Handoko, 2000: 3) mengungkapkan bahwa manajemen sumber daya manusia adalah perencanaan, organisasi, pengarahan, dan pengawasan kegiatankegiatan pengadaan, pengembangan, pemberian kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan dan pelepasan sumber daya manusia agar tercapai berbagai tujuan 6 7 individu, organisasi dan masyarakat. Selanjutnya Handoko, (2000) menegaskan dari beberapa pengertian di atas bahwa sumber daya manusia merupakan pengakuan terhadap pentingnya satuan tenaga kerja dalam organisasi dan pemanfaatan berbagai fungsi, serta kegiatan personalia untuk menjamin bahwa mereka digunakan secara efektif dan bijak agar bermanfaat bagi individu organisasi dan masyarakat. 2.2 Kepuasan Kerja Sebelum masuk kedalam bahasan kepuasan kerja maka terlebih dahulu akan melihat pengertian mengenai kerja, kerja adalah sejumlah aktivitas fisik dan mental yang dilakukan seseorang untuk melakukan sebuah pekerjaan dalam kegiatan yang menghasilkan suatu nilai bagi orang lain (Sutikno, 2007). Ketika seorang individu bekerja pada suatu organisasi, instansi ataupun perusahaan maka hasil kerja yang di selesaikan akan mempengaruhi terhadap tingkat produktivitas organisasi. Oleh karena itu, pandangan dan juga perasaan individu terhadap pekerjaannya harus tetap terjaga pada sisi positif dari pekerjannya dengan kata lain individu tersebut harus memiliki dan menjaga kepuasan kerjanya agar produktivitasnya dapat terus ditingkatkan Kepuasan kerja sebagai “the way an employee feels about his or her job”. Artinya bahwa kepuasan kerja adalah cara pegawai merasakan dirinya atau pekerjaannya. dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja adalah perasaan yang menyokong atau tidak menyokong dalam diri pegawai yang berhubungan dengan pekerjaan maupun kondisi dirinya. Perasaan yang berhubungan dengan pekerjaan melibatkan aspek-aspek seperti upaya, kesempatan pengembangan karier, 8 hubungan dengan pegawai lain, penempatan kerja, dan struktur organisasi. Sementara itu, perasaan yang berhubungan dengan dirinya antara lain berupa umur, kondisi kesehatan, kemampuan dan pendidikan (Wexley dan Yukl, 1997) Hidayat (2000) mengartikan kepuasan kerja sebagai keadaan emosional yang menyenangkan dengan mana para karyawan memandang pekerjaan mereka. Kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya. Ini dampak dalam sikap positif karyawan terhadap pekerjaan dan segala sesuatu yang dihadapi di lingkungan kerjanya. Kepuasan itu terjadi apabila kebutuhankebutuhan individu sudah terpenuhi dan terkait dengan derajat kesukaan dan ketidaksukaan dikaitkan dengan pegawai yang merupakan sikap umum yang dimiliki oleh pegawai yang erat kaitannya dengan imbalan-imbalan yang mereka yakini akan mereka terima setelah melakukan sebuah pengorbanan. Menurut Hariandja (2002) kepuasan kerja merupakan salah satu elemen yang cukup penting dalam organisasi. Hal ini disebabkan kepuasan kerja sangat mempengaruhi perilaku kerja seperti malas, rajin, dan produktif atau memiliki hubungan dengan prilaku-prilaku yang sangat penting dalam suatu organisasi. Kepuasan kerja seseorang dipengaruhi banyak faktor, tidak hanya gaji yang diperoleh oleh seorang karyawan, tetapi terkait dengan pekerjaan seorang karyawan itu sendiri, hubungan dengan atasan, rekan kerja, lingkungan kerja, dan aturan yang ada dalam perusahaan atau organisasi itu sendiri. Berdasarkan hal di atas dapat dijelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja yang berkaitan dengan beberapa aspek, yaitu : 9 1. Gaji, yaitu jumlah bayaran atau upah yang di terima karyawan sebagai balas jasa perusahaan kepada seorang karyawan apakah sesuai dengan kebutuhan dan dirasakan adil. 2. Kondisi kerja, yaitu kondisi tempat bekerja apakah bersih dan nyaman untuk melakukan sebuah pekerjaan. 3. Atasan, yaitu seseorang yang senantiasa memberi perintah atau petunjuk kepada bawahannya. Cara atasan dapat menyenangkan atau tidak menyenangkan dan hal ini dapat mempengaruhi kepuasan kerja. Menurut Abraham Moslow dalam Mahmud (2007: 57) mengemukakan hirarki kebutuhan karyawan sebagai berikut. 1. Kebutuhan psikologi, yaitu keputuhan makan, minum, perlindungan fisik, dan bernafas. Kebutuhan psikologi merupakan kebutuhan yang paling mendasar, dalam hubungan dengan kebutuhan ini pemimpin perlu memberikan gaji yang layak kepada karyawan. 2. Kebutuhan rasa aman, yaitu kebutuhan perlindungan dari ancaman, bahaya, dan lingkungan kerja. Pemimpin perlu memberikan tunjangan kesehatan, asuransi kecelakaan, perumahan, dan dana pensiun. 3. Kebutuhan sosial atau rasa memiliki, yaitu kebutuhan untuk diterima dalam kelompok unit kerja, berinteraksi, serta rasa cinta dan mencintai. Dalam hal ini pemimpin perlu menerima keberadaan karyawan sebagai anggota kelompok kerja, melakukan interaksi yang baik, dan hubungan kerja yang harmonis. 4. Kebutuhan penghargaan yaitu kebutuhan untuk mengembangkan diri dan potensi sehingga karyawan haruslah diberikan sesuatu yang dianggap berharga untuk memenuhi kepuasan karyawan agar bekerja lebih baik lagi. 10 2.3 Kompensasi Kompensasi adalah segala sesuatu yang diterima oleh karyawan sebagai balas jasa untuk kerja mereka. Dalam suatu organisasi masalah kompensasi merupakan masalah yang sangat kompleks, namun penting bagi karyawan maupun organisasi itu sendiri. Pemberian kompensasi kepada karyawan harus mempunyai dasar yang rasional, namun demikian faktor emosional dan prikemanusian tidak boleh diabaikan (Umar, 2003). Kompensasi merupakan hal yang harus diperhatikan di dalam meningkatkan kesejahteraan karyawan di dalam perusahaan. Kompensasi sangat sensitif di dalam hubungan kerja. Kompensasi adalah balas jasa berupa uang atau tunjangan hari raya yang didapatkan oleh karyawan karena melaksanakan pekerjaan dengan baik di dalam sebuah organisasi (Sutikno, 2007). Pembayaran kompensasi ada yang dikaitkan langsung dengan kinerja seperti upah atau gaji, bonus, dan komisi. Tujuan utama pemberian kompensasi yaitu untuk menerima karyawan yang berkualitas, mempertahankan karyawan, motivasi kinerja, dan membangun komitmen karyawan. Kompensasi ini dimaksudkan sebagai balas jasa (reward) perusahaan terhadap pengorbanan waktu, tenaga, dan pikiran yang telah diberikan mereka kepada perusahaan (Hariandja, 2002). Kompensasi dikatakan penting bagi karyawan karena besarnya kompensasi merupakan cerminan atau ukuran nilai terhadap kerja karyawan itu sendiri. Sebaliknya besar kecilnya kompensasi dapat mempengaruhi kerja, motivasi dan kepuasan kerja karyawan. Apabila kompensasi diberikan secara tepat, maka karyawan akan memperoleh kepuasan kerja dan termotivasi untu 11 mencapai tuuan organisasi. Apbila kompensasi yang diberikan atau tidak memadai maka prestasi kerja, motivasi dan kepuasan kerja karyawa mungkin akan turun (Sedarmayanti,2001) 2.4 Kepemimpinan Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi atau memberi contoh oleh pemimpin kepada pengikutnya dalam upaya mencapai tujuan perusahaan, dalam hubungan ini diharapkan sebagai bagian dari perannya memberikan pengajaran atau instruksi. Dalam suatu perusahaan, faktor kepemimpinan memegang peranan yang penting karena pemimpin itulah yang akan menggerakkan dan mengarahkan organisasi dalam mencapai tujuan dan sekaligus merupakan tugas yang tidak mudah. Salah satu tantangan yang cukup berat yang sering harus dihadapi oleh pemimpin adalah bagaimana pemimpin dapat mengerakkan bawahannya agar senantiasa mau dan bersedia mengerahkan kemampuannya yang baik untuk kepentingan kelompok atau organisasinya. Sering kali menjumpai adanya pemimpin yang mengunakan kekuasaannya secara mutlak dengan memerintah para bawahannya tanpa memperhatikan keadaan yang ada pada bawahaan. Hal ini jelas akan menimbulkan suatu hubungan yang tidak harmonis dalam organisasi (Anoragan dalam Sutrisno, 2011: 214) Pemimpin yang berhasil bukanlah yang mencari kekuasaan untuk diri sendiri, melainkan mendistribusikan kekuasaan bagi orang banyak untuk mencapai cita-cita bersama (Sutikno, 2007: 20). Kepemimpinan dapat berjalan dengan melakukan inovasi terhadap kelompok perlu didukung oleh kemampuan pemimpin. Kemampuan tersebut merupakan modal utama yang perlu di pupuk dan dikembangkan dari waktu ke waktu. Kemampuan yang dimaksud sebagai 12 modal utama ini berasal dari faktor intrinsik atau berada dalam diri seseorang pemimpin itu sendiri. Modal utama tersebut berwujud ability (kemampuan), capability (kesanggupan), dan personality (kepribadian) (Sulistiyani, 2008: 22). Selain faktor intrinsik, faktor lain di luar pemimpin yang juga akan ikut menentukan proses kepemimpinan seseorang adalah faktor bawahan atau pengikut. Kepemimpinan seseorang tidak terlepas dari tanggapan dan sikap bawahan, apakah bawahan memberikan dukungan atau penolakan. Sikap ini sangat menentukan apakah seseorang pemimpin dapat memberikan motivasi dan mempengaruhi secara efektif atau tidak (Sulistiyani, 2008:27) Gaya kepemimpinan merupakan cara atau norma perilaku yang digunakan oleh seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain. Secara umum, gaya kepemimpinan dikenal dalam dua gaya yaitu gaya otoriter dan gaya demokratis. Gaya kepemimpinan otoriter biasanya dipandang sebagai gaya yang didasarkan sebagai pemimpin, sedangkan gaya kepemimpinan demokrasi dikaitkan dengan kekuatan personal dan keikutsertaan para pengikut dalam proses pemecahan masalah dan pengambilan keputusan. Pemilihan gaya kepemimpinan yang benar disertai dengan motivasi eksternal yang tepat dapat mengarahkan pencapaian tujuan perseorangan maupun tujuan birokrasi. Gaya kepemimpinan atau teknik motivasi yang tidak tepat, tujuan birokrasi akan terganggu dan karyawan-karyawan dapat merasa kesal, gelisah, konflik dan tidak puas (Pasolong, 2008: 36) Menurut Tohardi (dalam Sutrisno, 2011: 222) pendekatan perilaku berlandaskan pemikiran bahwa keberhasilan atau kegagalan pemimpin di tentukan 13 oleh gaya bersikap dan bertindak seorang pemimpin yang bersangkutan. Adapun gaya kepemimpinan yang ada, yaitu : a) Gaya persuasif, yaitu gaya memimpin dengan menggunakan pendekatan yang menggugah perasaan, pikiran, atau dengan kata lain dengan melakukan ajakan atau bujukan. b) Gaya represif, yaitu gaya kepemimpinan dengan cara memberikan tekanantekanan, ancaman-ancaman, sehingga bawahan merasa ketakutan. c) Gaya partisipasi, yaitu gaya kepemimpinan di mana memberikan kesempatan kepada bawahan untuk ikut secara aktif baik mental, spiritual, fisik, maupun material dalam kiprahnya di organisasi. d) Gaya inovatif, yaitu pemimpin yang selalu berusaha dengan keras untuk mewujudkan usaha-usaha pembaruan di dalam segala bidang, baik bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, atau setiap produk terkait dengan kebutuhan manusia. e) Gaya investigatif, yaitu gaya pemimpin yang selalu melakukan penelitian yang disertai dengan rasa penuh kecurigaan terhadap bawahannya sehingga menyebabkan kreativitas, inovasi, serta inisiatif dari bawahan kurang berkembang, karena bawahan takut melakukan kesalahan. f) Gaya inspektif, yaitu pemimpin yang melakukan acara-acara yang sifatnya protokoler, kepemimpinan dengan gaya inspektif menuntut penghormatan bawahan, atau pemimpin yang senang apabila dihormati. g) Gaya motivatif, yaitu pemimpin yang dapat menyampaikan informasi mengenai ide-idenya, program-program, dan kebijakan-kebijakan kepada bawahan dengan baik. Komunikasi tersebut membuat segala ide, program, dan 14 kebijkan dapat dipahami oleh bawahan sehingga bawahan mau merealisasikan semua ide, program, dan kebijakan yang ditetapkan oleh pemimpin. h) Gaya naratif, yaitu pemimpin yang bergaya naratif merupakan pemimpin yang banyak bicara namun tidak disesuaikan dengan apa yang ia kerjakan, atau dengan kata lain pemimpin yang banyak bicara sedikit bekerja i) Gaya edukatif, yaitu pemimpin yang suka melakukan pengembangan bawahan dengan cara memberikan pendidikan dan ketrampilan kepada bawahan, sehingga bawahan menjadi memiliki wawasan dan pengalaman yang lebih baik dari hari ke hari. Sehingga seorang pemimpin yang bergaya edukatif takkan pernah menghalangi bawahan yang ingin mengembangkan pendidikan dan ketrampilan. j) Gaya retrogresif, yaitu pemimpin tidak suka melihat maju, apalagi melebihi dirinya. Untuk itu pemimpin yang bergaya retrogresif selalu menghalangi bawahannya untuk mengembangkan pengetahuan dan ketrampilan. Sehingga dengan kata lain, pemimpin yang bergaya retrogratif sangat senang melihat bawahannya selalu terbelakang, bodoh, dan sebagainya. 2.5 Kerangka Pemikiran Kepuasan kerja mempunyai arti penting bagi karyawan maupun perusahaan terutama karena menciptakan keadaan positif dalam lingkungan kerja. Setiap perusahaan mempunyai tujuan, dimana untuk mencapai tujuan tersebut maka perusahaan harus mampu mengelola sumber daya yang dimilikinya dengan optimal. Manajemen sumberdaya manusia merupakan salah satu fungsi dalam perusahaan yang secara langsung berperan dalam mengelola karyawan. 15 Melihat pentingnya peran sumber daya manusia bagi perusahaan, maka pemimpin harus dapat memberikan kepuasan kerja bagi karyawannya sehingga karyawan akan bekerja dengan baik. Karyawan dapat memberikan sumbangan pemikiran yang dimilikinya untuk meningkatkan kualitas produktifitas kerja sehingga nantinya akan berdampak baik pada kemajuan perusahaan. Dalam menganalisis tingkat kepuasan kerja karyawan Werdhi Guna Food, maka digunakan enam kategori pengukuran yaitu kepuasan terhadap gaji dan kompensasi yang di terima oleh karyawan, interaksi sosial dalam pekerjaan, kepuasan terhadap sikap atasan, kepuasan terhadap kondisi kerja, kepuasan terhadap pemberian penghargaan, kepuasan terhadap rasa aman dalam bekerja maka digunakan kuisioner dengan penilaian berdasarkan skala likert dengan kategori sangat puas dengan skor 5, puas dengan skor 4, cukup puas dengan skor 3, tidak puas dengan skor 2, sangat tidak puas dengan skor 1, dan kemudian hasilnya dianalisis secara deskriptif kualitatif. Kerangka pemikiran dari penelitian ini dapat dilihat pada gambar di bawah ini 16 Werdhi Guna Food Kepuasan kerja karyawan Gaji dan kompensasi Interaksi sosial dalam pekerjaan Sikap atasan Kondisi kerja Pemberian penghargaan Rasa aman Analisis deskriptif Tingkat kepuasan kerja karyawan werdhi Guna Food Rekomendasi Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Penelitian Tingkat Kepuasan Kerja Karyawan Usaha Werdhi Guna Food.