BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dilintasi lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan lempeng Pasifik. Pergerakan lempeng tersebut menimbulkan patahan/tumbukan sehingga terjadinya gempa bumi tektonik. Jalur pertemuan lempeng yang berada di laut mengakibatkan apabila terjadi gempa bumi dengan kekuatan yang cukup kuat dan dengan kedalaman dangkal maka akan berpotensi menimbulkan tsunami, sehingga Indonesia selain rawan gempa juga rawan tsunami seperti yang terjadi di Aceh pada tahun 2004. Catatan dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral menjelaskan bahwa ada 28 wilayah di Indonesia yang dinyatakan rawan gempa dan tsunami salah satu wilayaha rawan bencana gempa bumi dan tsunami adalah provinsi Bengkulu. penjelasan kerawanan gempa di Indonesia dapat dilihat pada gambar dibawah ini. Gambar 1.1 Peta Rawan Gempa di Indonesia Sumber ( http: //www.vsi.esdm.go.id/ galeri/ index.php/ search?album =219&q =peta+rawan+gempa+indonesia , di akses tanggal 22 Desember 2014 pukul 14.23WIB) Resiko gempa bumi di provinsi Bengkulu mencakupi seluruh Kabupaten kota yaitu 9 Kabupaten dan 1 Kota, sehingga bencana alam gempa bumi menjadi ancaman prioritas utama untuk diantisipasi supaya dampak merugikan baik korban jiwa maupun kerusakan bangunan dapat di minimalisir. Penjelasan kerawanan gempa bumi di provinsi Bengkulu dapat di lihat pada gambar berikut ini. Gambar 1.2 Peta Indeks Resiko Bencana Gempa Bumi Provinsi Bengkulu Sumber (http://geospasial.bnpb.go.id/2010/06/16/peta-indeks-risiko-bencanagempabumi-provinsi-bengkulu) , diakses pada tanggal 19 november 2014 pukul 23.45 WIB) dimodifikasi. Secara histografi gempa bumi dan tsunami di Kota Bengkulu terjadi pada tanggal 18 Maret 1818 dengan skala 9 MMI yang menimbulkan kerusakan bangunan dan rumah penduduk dan terjadi tsunami, pada tanggal 24 November 1833 dengan kekuatan 8,8 skala richter yang mengakibatkan beberapa bangunan rusak dan ambruk dan guncangan gempa terasa sampai di Palembang, Singapura dan Malaysia sehingga gempa ini termasuk 10 besar gempa dunia yang terjadi pada abadnya serta diikuti tsunami. Pada tanggal 26 Juni 1914 dengan titik gempa pada kedalaman 33 KDLM dengan kekuatan 7 skala richter yang menimbulkan korban jiwa sebanyak 20 orang dan kerusakan bangunan seperti kantor residen Bengkulu, rumah dinas jaksa Bengkulu dan kerusakan berat pada bangunan di pasar cina Bengkulu, dan gempa terus tejadi pada 18 Agustus 1938 (6,9 SR) dan 5 Februari dan 6 Maret 1991 (5,9 SR dan 5,2 SR). pada tanggal 4 Juni 2000 gempa bumi dengan kekuatan 7,9 skala richter dan 7,3 skala richter mengakibatkan 99 orang meninggal dunia, ribuan orang mengalami ruka ringan, sedang dan berat serta kerusakan berat infrastruktur dan bangunan baik rumah penduduk maupun fasilitas publik. Tahun 2007 terjadi lagi gempa yang cukup besar di Kota Bengkulu, pusat gempa di Kabupaten Mukomuko dengan kekuatan 8,4 Mw telah menimbulkan korban jiwa sebanyak 14 orang, kerusakan bangunan serta fasilitas publik dan ikuti Tsunami di pantai Mukomuko setinggi 40-100 cm (http.bpbd.bengkuluprov.go.idwpcontentuploads201408gempabumi1,21,31,41.jpg diakses pada tanggal 28 Desember 2014 Pukul 00.04). Gambar 1.3. Peta kejadian bencana tsunami di Indonesia periode 1810-2006. Sumber : Puspito dalam Rencana Nasional Penanggulangan Bencana 2010-2014 Tsunami terjadi akibat dari Gempa bumi tektonik yang terjadi di dasar laut yang dangkal. Wilayah laut dangkal dikenal dengan istilah dangkalan, dangkalan di Indonesia terdapat 2 (dua) jenis yaitu dangkalan saul dan dangkalan sunda (Rijanta dkk, 2014). Wilayah laut kota Bengkulu temasuk dalam dangkalan sunda sehingga gempa tektonik di dasar laut berpotensi tsunami. Selain termasuk dangkalan sunda kota Bengkulu mempunyai daratan pesisir yang landai mengakibatkan rawan bencana tsunami, daratan pesisir yang rawan tsunami sesuai dengan Peraturan Daerah Kota Bengkulu nomor 14 tahun 2012 meliputi 7 (tujuh) kecamatan sepanjang pantai yaitu Kecamatan Muara Bangkahulu, Kecamatan Teluk Segara, Kecamatan Ratu Samban, Kecamatan Ratu agung, Kecamatan Gading Cempaka, Kecamatan Sungai Serut dan Kecamatan Kampung Melayu. Ketujuh kecamatan tersebut masuk dalam kawasan rawan bencana tsunami. Penjelasan ancaman tsunami di Provinsi Bengkulu dapat di lihat pada gambar di bawah ini. Gambar 1.4 Peta Resiko Bencana Tsunami di Provinsi Bengkulu Sumber (http://geospasial.bnpb.go.id/2010/06/23/peta-indeks-risiko-bencanatsunami-provinsi-bengkulu/, diakses pada tanggal 19 November 2014 pukul 23.31WIB) dimodifikasi. Mitigasi bencana merupakan bagian dari manajemen bencana. Siklus manajemen bencana alam dan manajemen bencana modern yaitu mitigasi, kesiapsiagaan, respons. Dalam menghadapi bencana baik kegiatan struktural maupun non struktural membutuhkan waktu yang lama, karena langkah kegiatan menghadapi bencana yakni mitigasi bencana dilakukan sebelum terjadi bencana yang diprediksi akan terjadi maupun berpedoman tehadap menjadi yang sudah terjadi supaya tidak terulang lagi. Mitigasi bencana sebagai langkah pencegahan untuk mengurangi resiko bencana yang merupakan langkah sebelum terjadinya bencana harus menjadi perhatian khusus oleh pengambil kebijakan untuk mengantisipasi pengurangan resiko terhadap bencana. Kebijakan pemerintah dalam mitigasi bencana merupakan proses perencanaan berkelanjutan dalam wujud tertulis. Bencana tsunami menyebabkan kerusakan dan korban jiwa pada kawasan pesisir. Peran mitigasi bencana di kawasan pesisir sangatlah penting untuk pengurangan resiko bencana. Dengan adanya kebijakan pemerintah dari tingkat pusat sampai ke tingkat daerah menandakan adanya desentralisasi kekuasaan dalam penanganan bencana, dengan adanya desentralisasi kekuasaan tersebut diharapkan pelaksanaannya penanggulangan bencana dapat dilaksanakan sesuai dengan pedoman yang telah ditetapkan. Dalam pelaksanaannya mitigasi dapat dilakukan melalui Mitigasi struktur dengan memperkuat bangunan dan infrastruktur yang berpotensi terkena bencana, seperti membuat kode bangunan, desain rekayasa, dan konstruksi untuk menahan serta memperkokoh struktur ataupun membangun struktur bangunan tahan gempa seperti shelter, penahan dinding pantai, dan lain-lain. Selain itu upaya mitigasi juga dapat dilakukan dalam bentuk non struktur, diantaranya seperti menghindari wilayah bencana dengan cara membangun menjauhi lokasi bencana yang dapat diketahui melalui perencanaan tata ruang dan wilayah serta dengan memberdayakan masyarakat dan pemerintah daerah dalam bentuk tata ruang/tata guna lahan, peta daerah rawan bencana, relokasi daerah rawan bencana, dan informasi publik atau penyuluhan sadar bencana. Peran mitigasi bencana tsunami di kawasan rawan bencana Kota Bengkulu sangat penting untuk dievaluasi, sehingga pengurangan resiko bencana (PRB) yang ditetapkan oleh kebijakan pemerintah melalui pedoman mitigasi bencana tsunami dapat ditinjau lebih jauh melalui suatu kajian teoritis/ilmiah tentang proses pelaksanaan dan hasil yang telah dicapai dalam pelaksanaan mitigasi bencana tsunami. Dari permasalahan tersebut maka dalam penelitian ini peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut dengan judul EVALUASI IMPLEMANTASI MITIGASI BENCANA TSUNAMI DI KAWASAN RAWAN BENCANA TSUNAMI KOTA BENGKULU. 1.2. Perumusan Permasalahan Intesitas gempa bumi tektonik yang cukup sering mengguncang provinsi Bengkulu khususnya Kota Bengkulu. Gempa tektonik yang terjadi cenderung di dasar laut dangkal pesisir Kota Bengkulu akibat adanya lempeng Eurasia, pasifik dan Indo-Australia. gempa bumi tektonik di laut dangkal cenderung di ikuti oleh ancaman tsunami. Semenjak terjadinya tsunami di Aceh tahun 2004 memberikan gambaran kepada daerah pesisir Kota Bengkulu akan dampak yang timbul akibat bencana tsunami. sejarah juga mencatat bahwa Kota Bengkulu penah dilanda tsunami. Tingginya tingkat ancaman bencana tsunami daerah pesisir Kota Bengkulu telah di tetapkan menjadi kawasan rawan bencana tsunami. Kawasan rawan bencana harus mengkaji aspek bencana dalam pemanfaatannya. Aspek kebencanaan yang dapat dilakukan seperti manajemen bencana. Penanggulangan manajemen bencana dilakukan dengan beberapa tahap yaitu tahap pra bencana, tahap kejadian bencana dan tahap pasca bencana. Salah satu aspek yang sangat penting dalam penanggulangan bencana yaitu pengurangan resiko bencana melalui mitigasi bencana. Mitigasi bencana merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan dalam bentuk fisik maupun non fisik untuk mengurangi resiko bencana. Mitigasi bencana telah menjadi langkah serius pemerintah dalam penanggulangan bencana khususnya pada tahap sebelum bencana terjadi. Berbagai kebijakan pemerintah ditetapkan dalam hal mitigasi bencana. Adanya kebijakan pemerintah mengenai mitigasi bencana tentu ada implementasinya dalam kegiatan mitigasi bencana tersebut di kawasan rawan bencana. Untuk melihat bagaimana implementasi mitigasi bencana tersebut khususnya bencana tsunami di kawasan rawan bencana Kota Bengkulu perlu dilakukan evaluasi dan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhinya. Berasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah : 1) Bagaimanakah Implementasi mitigasi bencana tsunami di kawasan rawan bencana tsunami ? 2) Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan mitigasi bencana tsunami di kawasan rawan bencana tsunami ? 1.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini mempunyai tujuan yang ingin dicapai, untuk itu tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1) Mengevaluasi implementasi mitigasi bencana tsunami di kawasan rawan bencana tsunami Kota Bengkulu. 2) Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi mitigasi bencana tsunami di kawasan rawan bencana tsunami kota Bengkulu. 1.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini tentunya dilakukan dengan harapan memberikan manfaat, terutama kepada peneliti sendiri, juga dapat memberikan manfaat kepada pihak lain yang berkaitan dengan penelitian ini. Adapun manfaat dari penelitian ini sebagai berikut : 1) Secara teoritis penelitian ini dapat memberikan manfaat untuk para akademisi dan para peneliti yang tertarik dengan pelaksanaan mitigasi bencana tsunami dikawasan rawan bencana tsunami kota Bengkulu. 2) Secara praktis hasil dari penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai acuan untuk mengevaluasi kebijakan mengenai mitigasi bencana tsunami di kawasan rawan bencana tsunami kota Bengkulu. 1.5. Ruang Lingkup Penelitian Pembatasan ruang lingkup penelitian dilakukan untuk membatasi tema penelitian tidak meluas, adapun ruang lingkup penelitian yaitu : 1) Ruang Lingkup Spasial Wilayah evaluasi pada penelitian ini adalah kawasan rawan bencana tsunami Kota Bengkulu. 2) Ruang Lingkup Subtansial Ruang lingkup mengenai batasan permasalahan penelitian berkaitan dengan tema penelitian yaitu implementasi mitigasi bencana tsunami di kawasan rawan bencana tsunami dan faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan mitigasi bencana tsunami di kawasan rawan bencana tsunami Kota Bengkulu. 3) Ruang Lingkup Temporal Ruang lingkup waktu evaluasi adalah setelah dilaksanakannya Implementasi mitigasi bencana tsunami di kawasan tsunami Kota Bengkulu tahun 2015. 1.6. Keaslian Penelitian Keaslian Penelitian dapat dilihat dari fokus, lokus atau lokasi penelitian serta metode penelitian. Penelitian ini mempunyai fokus, lokus dan metode sebagai berikut : Fokus : Implementasi Mitigasi Bencana Tsunami Lokus : Kawasan rawan bencana tsunami di Kota Bengkulu Metode Penelitian : Deduktif Kualitatif Evaluatif Sepengetahuan penulis, Penelitian mitigasi bencana tsunami belum begitu banyak dilakukan. Penelitian yang berhubungan dengan bencana tsunami beberapa diantaranya : 1) Rahimah Khairi Isfani (2009), melakukan penelitian dengan judul “Respon Masyarakat Terhadap Ancaman Bahaya Tsunami di Kota Banda Aceh”. Tujuan Penelitian untuk mengetahui respon masyarakat terhadap ancaman bahaya tsunami dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Metode penelitian deskriptif kualitatif. 2) Yudi Irawan (2009), melakukan penelitian dengan judul “Kajian Mitigasi dan Kesiapsiagaan Bencana Tsunami di Kota Bengkulu”. Tujuan penelitian untuk mengetahui lokasi mana saja di wilayah penelitian yang tergenang oleh genangan tsunami, mengetahui lokasi yang tergenang paling luas dan paling sedikit oleh genangan tsunami, mengidentifikasi lokasi-lokasi yang dapat digunakan sebagai tempat penyelamatan jika terjadi bencana alam tsunami, untuk mengkaji pola dan rute evakuasi atau penyelamatan diri yang dapat dilakukan apabila terjadi tsunami dan kemudian membuat peta evakuasinya, dan mengkaji tingkat kesiapsiagaan masyarakat dan aparat pemerintah Kota Bengkulu terhadap bencana tsunami. Metode Penelitian dengan pengumpulan data primer, data sekunder dan analasis statistik dan sistem informasi geografis. 3) Insun Kesuma Wijaya (2013), melakukan penelitian “Evaluasi Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Banda Aceh Berbasis Mitigasi Bencana Tsunami”. Tujuan Penelitian untuk dimilikinya RTRW Kota Banda Aceh yang berbasis mitigasi bencana dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Metode penelitian evaluasi kualitatif. 4) Zulfiadi (2014), melakukan penelitian dengan judul “Permukiman Kembali Pasca Bencana Tsunami di Desa Kuala Bubon Kecamatan Samatiga Kabupaten Aceh Barat”. Tujuan penelitian untuk mendeskripsikan dan mengkaji konsep bermukim masyarakat pesisir yang terbentuk pasca bencana gempa dan tsunami di Desa Kuala Bubon Kecamatan Samatiga Kabupaten Aceh Barat. Metode penelitian Induktif Fenomenologi. 1.7. Kerangka Pemikiran Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah, maka peneliti menjelaskan alur pikir atau kerangka pemikiran dalam penelitian ini yang mengevaluasi implementasi mitigasi bencana tsunami di kawasan rawan bencana tsunami Kota Bengkulu. Dalam mitigasi bencana tsunami peneliti mengevaluasi variabel mitigasi struktur dan mitigasi non struktur, sehingga mengetahui bagaimana implementasi mitigasi bencana tsunami di kawasan rawan bencana tsunami Kota Bengkulu. Jika implementasinya mitigasi bencana tsunami telah dilaksanakan peneliti mengkaji faktor pendukungnya, dan jika implementasinya mitigasi bencana tsunami tidak dilaksanakan atau belum sesuai dengan indikator maka peneliti mengkaji faktor penghambatnya. Jika Implementasi mitigasi tidak sesuai dengan ketentuan tentu ada kesenjangan anatara harapan atau perencanaan dengan pelaksanaan eksistingnya. Untuk lebih jelas dapat dilihat gambar berikut. Gambar 1.5 Kerangka Pemikiran