1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laut

advertisement
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Laut merupakan ekosistem yang kaya akan sumber daya alam termasuk
keanekaragaman sumberdaya hayati yang dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan
manusia. Sebagian besar wilayah permukaan bumi (70%) terdiri atas lautan dan
lebih dari 90% kehidupan biomasa di bumi, hidup di laut (Dahuri 2001). Oleh
karena itu lautan merupakan bagian penting dari kelangsungan hidup manusia.
Laut memiliki peran strategis dalam bidang ekonomi dan ekologi bagi
pengembangan jasa-jasa lingkungan. Secara ekonomi laut memiliki potensi besar
sebagai penghasil komoditi, karena memiliki sumberdaya alam yang dapat
diperbaharui (ikan, rumput laut dan lain-lain) dan sumberdaya alam yang tidak
dapat diperbaharui (bahan tambang, minyak bumi, gas dan lain-lain).
Secara ekologi, wilayah laut merupakan bentang alam yang di tempati
oleh berbagai macam ekosistem seperti mangrove, terumbu karang dan padang
lamun yang menjadi habitat bagi biota untuk hidup dan merupakan sumber
nutrien bagi organisme perairan, termasuk ikan. Pelestarian wilayah laut
merupakan upaya yang harus dilakukan, karena menyangkut kelestarian
sumberdaya alam bagi generasi yang akan datang (Anwar & Gunawan 2007).
Pertumbuhan populasi manusia yang cepat dan besarnya pengembangan
wilayah kota ke arah pantai menyebabkan terjadinya pembukaan wilayah tersebut
untuk berbagai aktivitas industri dan pemukiman yang memicu terjadinya
pencemaran laut (Ashley 2005). Pencemaran laut diartikan sebagai masuknya atau
dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke
lingkungan laut oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke
tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan laut tidak sesuai lagi dengan baku
mutu dan/atau fungsinya (PP No.19/1999)
Pencemaran laut dapat memberikan pengaruh yang membahayakan terhadap
kehidupan biota, sumberdaya dan kenyamanan ekosistem laut, kesehatan manusia
dan nilai guna lainnya dari ekosistem laut (Clark 2003). Pencemaran laut juga
dapat mengurangi nilai estetika dan nilai lingkungan laut intrinsik yang penting
untuk rekreasi. Apabila laut tercemar maka sebagian dari biomasa juga akan turut
tercemar.
2
Salah satu polutan yang berpotensi mencemari laut adalah minyak.
Pencemaran minyak merupakan penyebab utama pencemaran laut. Pencemaran
minyak dapat membahayakan ekosistem laut karena ekosistem perairan sangat
rentan terhadap minyak (Mukhtasor 2007).
Pencemaran minyak berpengaruh besar terhadap ekosistem laut, penetrasi
cahaya matahari akan menurun akibat tertutup lapisan minyak. Proses fotosintesis
akan terhalang pada zona euphotik, sehingga rantai makanan akan terputus.
Lapisan minyak juga menghalangi pertukaran gas dari atmosfer dan mengurangi
kelarutan oksigen yang akhirnya perairan tidak mampu lagi untuk mendukung
kehidupan laut yang aerob (IPIECA 2000).
Ancaman utama pencemaran minyak terhadap biota perairan adalah
terjadinya penutupan permukaan perairan. Hewan dan tumbuhan sangat beresiko
kontak dan terkontaminasi di permukaan laut yang telah terkontaminasi minyak.
Kura-kura, reptil laut, dan burung yang hidup mencari makan dengan menyelam
terkena dampak utama dari pencemaran minyak, begitu juga halnya dengan biota
laut lain termasuk ikan (Mukhtasor 2007).
Menurut Darmono (2001), komponen hidrokarbon aromatis dari minyak
bumi
seperti senyawa benzen dan toluen merupakan senyawa toksik yang
lansung membunuh biota perairan saat terjadinya pencemaran minyak di perairan.
Senyawa ini pada konsentrasi tertentu, dapat mematikan organisme laut yang
hidupnya menetap seperti kerang, larva ikan karena tidak mampu melarikan diri
dengan cepat. Efek sub-letal dari minyak bumi adalah dapat mengganggu
kemampuan organisme laut untuk berproduksi, tumbuh dan mencari makan
karena terjadinya perpanjangan paparan konsentrasi minyak.
Hewan yang tinggal menetap di perairan dangkal (kerang dan remis) yang
secara rutin menyaring sejumlah besar air laut untuk mengekstrak makanan,
biasanya akan mengakumulasi komponen minyak. Keberadaan minyak dalam
tubuh organisme dapat menyebabkan hewan tersebut menjadi tidak enak
dikonsumsi, karena adanya rasa atau aroma minyak. Hal ini merupakan masalah
penting yang berhubungan dengan kehidupan nelayan dan masyarakat yang
mengkonsumsi hewan laut, termasuk ikan hingga kembali ke kondisi normal.
3
Pencemaran minyak telah terjadi di berbagai lokasi perairan Indonesia, salah satu
diantaranya adalah perairan Selat Rupat.
Selat Rupat merupakan salah satu selat kecil yang terdapat di Selat Malaka
dan secara geografis terletak di antara pesisir Kota Dumai dengan Pulau Rupat
Propinsi Riau yang memiliki panjang ± 72.4 km dan lebar (dari garis Pantai
Dumai hingga pantai Pulau Rupat) 3.8 – 8.0 km. Pulau Rupat merupakan sebuah
pulau yang termasuk wilayah administrasi Kabupaten Bengkalis dan pada
umumnya masih belum memiliki aktivitas selain perkebunan rakyat. Oleh sebab
aktivitas di Kota Dumai sangat mempengaruhi ekosistim perairan Selat Rupat.
Menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004
(Lampiran III) tentang Baku Mutu Air Laut, konsentrasi maksimum kandungan
minyak pada air laut untuk kegiatan budidaya adalah 1 mg/l. Berdasarkan hasil
pengukuran yang dilakukan di lokasi studi konsentrasi minyak di perairan Selat
Rupat telah melampaui nilai ambang batas yang ditetapkan.
Selat Rupat memiliki arti penting baik dan segi ekonomis, maupun
ekologis. Dari segi ekologis, perairan Selat Rupat memiliki keanekaragaman
hayati berbagai jenis mangrove yang merupakan tempat hidup dan memijah ikan,
melindungi pantai dari terjangan angin dan gelombang laut.
banyak dari masyarakat di wilayah
ini yang
Oleh sebab itu,
berprofesi sebagai nelayan,
sekaligus sebagai pencari kayu bakau.
Berdasarkan kedalamannya (3.0–27 m), Selat Rupat dapat dilayari oleh
berbagai kapal-kapal berbobot besar, termasuk kapal tanker. Selat ini berpotensi
penting sebagai pelabuhan utama yang mampu menunjang perekonomian Propinsi
Riau. Seiring dengan terbentuknya Propinsi Kepulauan Riau, maka Kota Dumai
telah diprogramkan sebagai ujung tombak sentra bisnis Propinsi Riau
menggantikan Kota Batam. Sehubungan dengan hal itu, maka di beberapa lokasi
tertentu di sekitar kawasan Pesisir Dumai telah ditetapkan sebagai kawasan
industri (Pelintung dan Lubuk Gaung), sehingga berpotensi meningkatkan
pencemaran di Perairan Selat Rupat.
Berdasarkan survei lapangan, pencemaran perairan Selat Rupat berasal
dari dua sumber utama, yaitu aktivitas industri di daratan dan aktivitas transportasi
di pelabuhan, seiring dengan pengembangan Kota Dumai sebagai Kota Industri.
4
Selat Rupat, merupakan jalur transportasi strategis dan pilihan rute kapal yang
produktif. Pelabuhan Dumai banyak dikunjungi oleh kapal-kapal penumpang,
baik antar pulau di wilayah Indonesia maupun manca negara. Kunjungan kapal
setiap tahunnya (2002-2008) berkisar 4089–7332 kali dengan jumlah penumpang
berkisar 731.188 hingga 1.012.529 orang (ADPEL 2009).
Kota Dumai merupakan pangkalan utama dua perusahaan minyak terbesar
(PT.CPI dan Pertamina UP II Dumai) yang mengeksploitasi minyak mentah dari
berbagai sumur minyak di Propinsi Riau dan mengolahnya menjadi produk bahan
bakar minyak (BBM). Industri minyak di Kota Dumai mampu mengolah minyak
mentah menjadi BBM dengan kapasitas 170.000 barel perhari yang didukung oleh
tangki timbun dan pelabuhan (Pertamina 2002). Dumai juga sebagai lokasi
penimbunan minyak mentah dengan tangki timbun yang mampu menampung
minyak dengan kapasitas 5.1 juta barel (CPI & PPLH UNRI 2005).
Berbagai aktivitas transportasi, penyimpanan, pengolahan dan distribusi
minyak maupun kegiatan industri di pesisir Pantai Dumai menyebabkan perairan
Selat Rupat rawan terhadap pencemaran minyak. Posisi Selat Rupat yang semi
tertutup berpotensi bagi polutan minyak untuk terakumulasi di perairan yang
dapat menimbulkan kerusakan ekosistem perairan termasuk mangrove. Oleh
karena itu maka kajian mengenai pencemaran minyak di perairan Selat Rupat
sangat menarik untuk dilakukan. Mengingat pencemaran minyak di perairan Selat
Rupat merupakan masalah kompleks yang sangat penting untuk diselesaikan.
Kompleksnya masalah ini menyebabkan penyelesaiannya harus dilakukan secara
holistik dengan terlebih dahulu membuat model pengendalian pencemaran minyak
di perairan Selat Rupat yang sangat berpotensi untuk tercemar minyak.
1.2 Tujuan
Tujuan umum penelitian ini adalah merumuskan
model pengendalian
pencemaran minyak di perairan Selat Rupat Riau. Selanjutnya sesuai dengan
sasaran yang ingin dicapai maka secara spesifik penelitian ini bertujuan untuk:
1 Mempelajari karakteristik lingkungan perairan Selat Rupat.
2 Mengevaluasi tingkat pencemaran minyak di perairan Selat Rupat.
3 Menentukan prioritas teknologi pengendalian pencemaran minyak di Selat
Rupat.
5
4 Menentukan stakeholder yang dominan dalam pengendalian pencemaran
minyak di Selat Rupat.
5 Merumuskan model pengendalian pencemaran minyak di perairan Selat Rupat.
1.3 Kerangka Pemikiran
Kebutuhan akan energi bagi masyarakat secara dominan masih
menggunakan sumber energi bahan bakar fosil (hidrokarbon). Seiring dengan
peningkatan status Dumai dari Kota Administratif menjadi Kotamadya Dumai
berdasarkan Undang-undang No.16 Tahun 1999, maka pertumbuhan industri dan
aktivitas transportasi di Selat Rupat terus meningkat. Berbagai kegiatan
transportasi, penyimpanan, pengolahan dan distribusi minyak di Selat Rupat
selalu menyisakan polutan minyak ke lingkungan perairan.
Undang-undang No.32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup yang merupakan penyempurnaan dari Undangundang No.23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, dan
dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun
1999
tentang
Pengendalian Pencemaran dan/atau Perusakan Laut, Surat
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004 tentang
Baku Mutu Air Laut, Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 04
Tahun 2007 tentang Baku Mutu Air Limbah bagi usaha dan/atau Minyak dan Gas
serta Panas Bumi, Undang-undang No.17 Tahun 2008 tentang Pelayaran,
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2010 tentang
Perlindungan Lingkungan Maritim, dan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor
4 Tahun 2005 tentang Pencegahan Pencemaran dari Kapal merupakan konsep
umum yang digunakan dalam pengendalian pencemaran minyak di laut hingga
saat ini. Pada kenyataannya, penerapan instrumen regulasi di lapangan ada
indikasi belum berjalan secara optimal sebagaimana yang diharapkan.
Selat Rupat merupakan jalur transportasi strategis. Padatnya lalu lintas
berbagai kapal (kapal tanker, kargo dan penumpang) di perairan ini berpotensi
memberikan kontribusi besar terhadap peningkaan polutan minyak di perairan
Selat Rupat. Di lain pihak, karakteristik lingkungan perairan Selat Rupat sangat
peka terhadap pencemaran minyak. Pencemaran minyak dapat mengakibatkan
gangguan terhadap ekosistem.
Upaya pengendalian pencemaran minyak di
6
perairan Selat Rupat memerlukan suatu kajian yang menyeluruh (holistic)
termasuk aspek kehidupan masyarakat di sekitarnya.
Berdasarkan hal itu, diperlukan suatu model pengendalian pencemaran
minyak di perairan sebagai upaya mencegah kerusakan ekosistem di sekitarnya.
Pendekatan pengendalian pencemaran minyak di perairan memerlukan kajian
permasalahan yang berkaitan dengan karakteristik lingkungan perairan, tingkat
pencemaran minyak di Selat Rupat, teknologi yang tepat untuk pengendalian
pencemaran minyak di Selat Rupat dan stakeholder yang dominan dalam
pengendalian pencemaran minyak. Model pengendalian ini diharapkan dapat
digunakan sebagai arahan bagi pengambilan kebijakan dalam pengendalian
pencemaran minyak di perairan laut, khususnya Selat Rupat (Gambar 1).
UU No.16 Tahun 1999,
pertumbuhan industri dan lalu lintas
kapal di Selat Rupat
UU No. 17/2007, PP No.21/ 2010, PP No. 19/1999,
PerMenHub No.4/2005, UU No.32 / 2009,
KepMenLH No.51/2004, PerMenLH No.04/2007.
Peningkatan beban pencemaran
minyak di Selat Rupat
Pemodelan umum
pengendalian
pencemaran
minyak di perairan
Konsep umum
pengendalian pencemaran
minyak di perairan laut
Karakteristik lingkungan di Selat
Rupat hidrooseanografi, mangrove,
kepekaan lingkungan.
Stakeholders yang dominan dalam
pengendalian pencemaran minyak di
Selat Rupat
Evaluasi tingkat pencemaran
minyak di perairan Selat Rupat
Kondisi eksisting aktifitas (di
daratan dan laut) sekitar perairan
Selat Rupat sebagai sumber
pencemar minyak
Teknologi pengendalian pencemaran
minyak (oilboom, dispersant dan
bioremediasi)
Model Pengendalian Pencemaran
Minyak di Perairan Selat Rupat
Arahan Kebijakan Pengendalian Pencemaran
Minyak di Perairan Selat Rupat
Gambar 1 Kerangka pemikiran pengendalian pencemaran minyak di perairan Selat Rupat
7
1.4 Perumusan Masalah
Selat Rupat merupakan selat kecil di Selat Malaka yang terletak antara
pesisir pantai Kota Dumai dengan Pulau Rupat.
Pada kawasan ini terdapat
vegetasi mangrove dan wilayah tangkapan yang sangat peka terhadap
pencemaran minyak. Selain itu, Selat Rupat merupakan perairan yang semi
tertutup yang mengalami dua kali pasang dan dua kali surut setiap harinya.
Kondisi pergerakan arus pasang-surut setiap selang waktu enam jam akan
memberikan pengaruh yang besar terhadap penyebaran polutan minyak di Selat
Rupat. Tipe pasang-surut ini menyebabkan polutan minyak di perairan Selat
Rupat terperangkap dan tidak mampu keluar mencapai laut lepas (Selat Malaka).
Minyak yang memiliki molekul resisten (sukar terurai) berpotensi untuk
terakumulasi dan menyebabkan kerusakan ekosistem perairan.
Karakteristik lingkungan merupakan hal penting untuk mengetahui kondisi
eksisting lingkungan dan responnya terhadap pencemaran minyak. Karakteristik
lingkungan yang berbeda akan memberikan respon yang berbeda terhadap polutan
minyak. Kepekaan lingkungan adalah gambaran suatu ekositem yang digunakan
sebagai prioritas respon terhadap pencemaran, khususnya minyak. Dampak
pencemaran minyak berimplikasi terhadap tingkat kepekaan ekosistem Selat
Rupat. Wilayah yang memiliki tingkat kepekaan yang tinggi, akan memberikan
respon negatif yang membahayakan ekosistem di sekitarnya walaupun konsentrasi
minyaknya relatif rendah. Sebaliknya, wilayah yang kurang peka akan
memberikan respon yang tidak membahayakan ekosistem di sekitarnya.
Pulau Rupat pada umumnya masih belum memiliki aktivitas selain
perkebunan rakyat, namun aktivitas di Kota Dumai sangat mempengaruhi kondisi
lingkungan perairan Selat Rupat. Seiring dengan peningkatan status Dumai dari
Kota Administratif menjadi Kotamadya Dumai berdasarkan Undang-undang
No.16 Tahun 1999, maka pertumbuhan industri dan aktivitas transportasi di Selat
Rupat terus meningkat.
Dumai juga dikenal sebagai kota minyak karena di kota ini terdapat dua
perusahaan minyak terbesar yang bergerak dalam bidang eksploitasi, pengolahan
dan distribusi minyak (PT.Chevron Pacific Indonesia dan PT.Pertamina UP II
8
Dumai). Dumai juga merupakan pelabuhan utama di Propinsi Riau yang mampu
melayani pergerakan regional maupun internasional.
Berbagai aktivitas industri dan transportasi laut mampu
memicu
terjadinya pencemaran minyak sehingga menambah tekanan ekologis terhadap
Selat Rupat. Berdasarkan hal itu, untuk menurunkan potensi ancaman terhadap
sumberdaya alam di Selat Rupat dan mengembangkan Kota Dumai sebagai ujung
tombak ekonomi Propinsi Riau perlu suatu solusi model pengendalian
pencemaran minyak di perairan Selat Rupat. Sehubungan dengan konteks
pengendalian pencemaran minyak di perairan Selat Rupat, diajukan beberapa
pertanyaan penelitian yaitu:
1 Bagaimana kondisi eksisting lingkungan di perairan Selat Rupat dan sumber
pencemar minyak di Selat Rupat?
2 Bagaimana kondisi tingkat pencemaran minyak di perairan Selat Rupat?
3 Model apa yang tepat diterapkan untuk pengendalian pencemaran minyak di
perairan Selat Rupat?
1.5 Manfaat Penelitian
Model pengendalian pencemaran minyak di perairan Selat Rupat
diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi pemerintah, khususnya
Propinsi Riau dalam menentukan arahan kebijakan dalam menyelesaikan
permasalahan pencemaran laut yang disebabkan oleh minyak.
1.6 Novelty (Kebaruan Gagasan)
Penelitian ini merupakan sumbangan bagi kemajuan ilmu pengetahuan
berkaitan dengan pengendalian pencemaran minyak di perairan selat, khususnya
Selat Rupat yang disebabkan oleh aktivitas di daratan dan transportasi di laut.
Pada penelitian ini digunakan pendekatan sistem dengan mengintegrasikan secara
holistik kepentingan para pelaku yang terlibat dalam sistem pengendalian
pencemaran minyak. Berdasarkan hal itu, kebaruan utama penelitian ini terdapat
pada konsep penggunaan model dalam pengendalian pencemaran minyak di
perairan selat agar kerusakan ekosistem laut dapat dikendalikan. Penelitian
sebelumnya telah dilakukan oleh:
9
1
PERTAMINA UP II Dumai dan Pusat Penelitian Lingkungan Hidup
Universitas Riau. 2002. Sedimentasi dan Dispersi Limbah Cair Pertamina
Dumai.
2 PT.Chevron Pacific Indonesia dan Pusat Penelitian Lingkungan Hidup
Universitas Riau. 2005. Studi Sensitivitas Tumpahan Minyak di Selat Rupat.
Selat Rupat merupakan wilayah yang memiliki tingkat kepekaan yang
berbeda terhadap pencemaran minyak. Wilayah yang memiliki tingkat kepekaan
yang berbeda akan memberikan respon yang berbeda terhadap pencemaran
minyak. Wilayah sangat peka akan memberikan respon yang cukup berbahaya
terhadap pencemaran minyak. Sebaliknya, wilayah yang ekosistemnya kurang
peka tidak memberikan pengaruh yang berarti terhadap pencemaran minyak di
sekitarnya. Berdasarkan hal itu, untuk mengatasi ancaman kerusakan lingkungan
di Selat Rupat akibat pencemaran minyak di wilayah yang sangat peka, perlu
dilakukan pengendalian. Penggunaan model pengendalian pencemaran minyak di
perairan Selat Rupat belum pernah dilakukan. Untuk itu, penulis bermaksud
merumuskan suatu model dalam upaya mengendalikan pencemaran minyak di
perairan laut, khususnya Selat Rupat Riau.
Download