S_BIO_0700079_BAB II

advertisement
BAB II
PEMBELAJARAN BERDASARKAN PENDEKATAN NILAI
PADA SUBKONSEP INVERTEBRATA
TERHADAP PENGUASAAN KONSEP DAN SIKAP SISWA
A. Pembelajaran Berdasarkan Pendekatan Nilai
Pembelajaran berdasarkan pendekatan nilai merupakan salah satu bagian
pembelajaran biologi dengan pendekatan terpadu (Integrated Approach).
Pendekatan terpadu merupakan pendekatan yang intinya memadukan dua unsur
atau lebih dalam suatu kegiatan pembelajaran. Unsur pembelajaran yang
dipadukan dapat berupa konsep dengan proses, konsep dari satu mata pelajaran
dengan konsep mata pelajaran lain, atau dapat juga berupa penggabungan suatu
metode dengan metode lain. Pemaduan dilakukan dengan menekankan pada
prinsip keterkaitan antara satu unsur dengan unsur lain, sehingga diharapkan
terjadi peningkatan pemahaman yang lebih bermakna dan peningkatan wawasan
karena satu pembelajaran melibatkan lebih dari satu cara pandang (Rustaman, et
al.,2003:119).
Menurut
Rustaman
et
al.
(2003)
pendekatan
terpadu
dapat
diimplementasikan dalam berbagai model pembelajaran. Di Indonesia, khususnya
di tingkat pendidikan dasar terdapat tiga model pendekatan terpadu yang sedang
berkembang, yaitu model keterhubungan (connected); model jaring laba-laba
10
11
(webbed); model keterpaduan (integrated). Deskripsi karakter, kelebihan dan
keterbatasan ketiga model tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut.
Tabel 2.1. Deskripsi Tiga Model Pembelajaran Terpadu
Tiga Model
Pembelajaran Terpadu
Karakteristik
Kelebihan
Keterbatasan
Model Keterhubungan
(connected)
Menghubungkan
satu konsep dengan
konsep lain, topik
dengan topik lain,
satu keterampilan
dengan
keterampilan lain,
ide yang satu
dengan ide yang
lain tetapi masih
dalam lingkup satu
bidang studi
misalnya IPA atau
IPS
Peserta didik akan
lebih mudah
menemukan
keterkaitan karena
masih dalam
lingkup satu
bidang studi
Model ini
kurang
menampakkan
keterkaitan
interdisiplin
Model jaring laba-laba
(Webbed)
Dimulai dengan
menentukan tema
yang kemudian
dikembangkan
subtemanya dengan
memperhatikan
kaitannya dengan
bidang studi lain.
• Tema yang
familiar membuat
motivasi belajar
meningkat
• Memberikan
pengalaman
berpikir serta
bekerja
interdisipliner
Sulit
menemukan
tema
Model Keterpaduan
(integrated)
Dimulai dengan
identifikasi konsep,
keterampilan, sikap
yang overlap pada
beberapa disiplin
ilmu atau beberapa
bidang studi. Tema
berfungsi sebagai
konteks
pembelajaran
Hubungan
antarbidang studi
jelas terlihat
melalui kegiatan
belajar
• Fokus terhadap
kegiatan
belajar,
terkadang
mengabaikan
target
penguasaan
konsep
• Menuntut
wawasan yang
luas dari guru
12
Agar perbedaan antar model terlihat jelas, perhatikan gambar 2.1 berikut.
Model Keterhubungan Model Jaring laba-laba
Model Keterpaduan
Gambar 2.1. Perbandingan Model Pembelajaran Terpadu
(Fogarty:1991)
Pembelajaran berdasarkan pendekatan nilai dalam pelajaran biologi
termasuk model pembelajaran keterpaduan (integrated) atau disebut juga model
pembelajaran IPA terpadu (Integrated Science). Menurut Rutherford dan Gardner
(Suroso, 2010:156) makna keterpaduan sebagai satu kesatuan dari semua
pengetahuan adalah diartikan bahwa alam merupakan kesatuan. Blum (Suroso,
2010:157) berpendapat bahwa sejak dahulu para ilmuwan seperti Aristoteles
sampai Einstein meyakini akan adanya kesatuan di alam semesta dan mencoba
untuk menemukan hukum-hukum alam yang mempersatukannya. Adanya
pembagian cabang-cabang sains menjadi berbagai disiplin yang berbeda
menunjukkan adanya perkembangan sains itu sendiri dan keterbatasan
pengetahuan dan cara kerja kita untuk memahami fenomena alam.
Makna keterpaduan sebagai satu kesatuan konseptual dari sains atau
struktur konsep sains adalah bahwa konsep-konsep sains berhubungan satu sama
lainnya membentuk kerangka konsep. Contoh: banyak konsep Biologi hanya
dapat dipahami dengan bantuan prinsip-prinsp Fisika, Kimia, maupun
13
Matematika, seperti pemahaman mengenai masalah mekanisme pernapasan,
sistem transportasi zat, di dalam tubuh organisme, sistem pencernaan, sistem
koordinasi, dan lainnya (Suroso, 2010:157). Makna keterpaduan sebagai suatu
proses pemersatu dari kegiatan penelaahan ilmiah adalah bahwa sains ditandai
oleh metode ilmiah yang meniadakan batas antar disiplin. Perkembangan sains
murni menjadi teknologi tergantung berapa besar manusia memanfaatkannya,
karena setiap harinya kita dikelilingi oleh masalah-masalah yang mengandung
implikasi-implikasi ilmiah. Dengan demikian, makna keterpaduan sebagai studi
interdisipliner adalah bahwa sains agar lebih memiliki nilai yang lebih luas
melibatkan berbagai disiplin dalam sains itu sendiri maupun melibatkan ilmuilmu sosial yang menyangkut masalah norma, nilai, dan moral bangsa (Suroso,
2010:160).
Pendidikan sains terpadu dapat ditandai dengan suatu kolaborasi (kerja
sama) interdisipliner, sebagai fusi (peleburan) dari sejumlah materi yang semula
diajarkan terpisah, atau sebagai suatu proses penelaahan ilmiah, atau dipersepsi
sebagai suatu kurikulum berpusat sekitar minat siswa, atau sebagai bidang studi
yang dikerangkai oleh topik dengan pendekatan multidisiplin. Intensitas
keterpaduan dalam pendidikan atau pembelajaran sains dapat berupa program
integrasi menyeluruh (amalgamation), atau program kombinasi antar unit disiplin
keilmuan, atau berupa program koordinasi antara program-program yang
independent. Berbagai model integrasi ditunjukkan pada matriks di bawah ini.
14
Matematika
BIDANG
Fisika
Kimia
Biologi
INTENSITAS
A. AMALGAMASI
Bidang
Isu-Isu
Nilai
Terapan
Sosialisasi
Moral
Budaya
Religi
(1)
(Integrasi Penuh
Topik, Isu-isu)
(2)
(3)
B. KOMBINASI
(4)
(Orientasi kepada
unit-unit disiplin
ilmu)
(5)
C. KOORDINASI
(6)
(Antar Program bebas
dikoordinasikan)
(7)
Gambar 2.2 Matriks Model-model Integrasi Program Pengajaran Sains
(1) School Council Integrated Science Project
(2) Agriculture as Environmental Science
(3) Pengajaran Sains Bernuansa Imtaq di Madrasah, DEPAG RI
(4) Nuffield Combined Science
(5) Physical Science and Biology di SLTP, Israel
(6) dan (7) “The World Science” untuk SLTP di Israel
(Suroso, 2010: 158)
Dalam program amalgamasi, pembelajaran Sains-Biologi tidak mengenal
batas-batas suatu disiplin, tetapi pembelajarannya didasarkan kepada suatu isu-isu
atau
topik
permasalahan
yang
ditampilkan
untuk
mendapatkan
suatu
pemecahannya atau pembahasan secara terpadu, bahkan dapat diajarkan berbagai
15
sistem nilai dan moral untuk kehidupan manusia dari model-model Biologi yang
dipelajarinya. Dari segi prosesnya, untuk pembelajaran Sains-Biologi hanya dapat
dipahami dengan menerapkan prinsip-prinsip Fisika, Kimia, dan Matematika,
sehingga untuk kejelasannya memerlukan kombinasi penerapan cabang-cabang
sains lainnya. Dari segi pengembangan nilainya, model-model Biologi yang
dipelajari dapat digali dan ditanamkan nilai-nilai praktisnya, nilai religinya, nilai
intelektualnya, nilai sosial-politiknya, dan nilai pendidikannya. Setiap cabangcabang sains memiliki koordinasi tertentu yang menunjukkan adanya kesamaankesamaan aturan, prinsip, ataupun hukum, di samping adanya perbedaan khas
masing-masing. Terjadinya pemisahan setiap bidang studi adalah akibat adanya
keterbatasan manusia untuk memahami secara keseluruhan dalam pengembangan
suatu disiplin ilmu sehingga muncullah bidang-bidang spesialisasi (Suroso,
2010:153).
Pembelajaran berdasarkan pendekatan nilai selalu berpijak kepada
penguasaan pengetahuan dasar atau penguasaan konsepnya, yang disebut sebagai
nilai praktis. Kemudian nilai praktis ini dikembangkan kepada nilai intelektual
(nilai kecerdasannya) agar pengetahuan yang dipelajarinya bertambah wawasan,
mengetahui kelemahan-kelemahan yang ada, mengkritisi, dan mencarikan
solusinya. Nilai praktis dan nilai intelektual yang tercapai dapat dikembangkan
kepada nilai sosial-politik dengan jalan teori yang dipelajari dapat menjadi
pelajaran sebagai amtsal (perumpamaan) bagi kehidupannya di masyarakat,
bahkan dapat ditiru untuk membuat sesuatu atau berbuat sesuatu sebagai nilai
pendidikan. Keseluruhan nilai-nilai
yang dikandung oleh suatu materi
16
pembelajaran sains tersebut adalah mengingatkan kepada kita tentang kebesaran
kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa yang dikenal sebagai nilai religi (Suroso,
2010:12). Metodologi untuk pengembangan nilai-nilai yang dikandung oleh
materi pelajaran dari nilai praktis dapat dikemukakan sebagai berikut:
:
NILAI RELIGI
NILAI PENDIDIKAN
:
meniru fenomena alam atau Hukum
Alam
untuk
pendidikan
teknik,
kepemimpinan, mental atau seni maupun
pendidikan kreasi lainnya.
:
menganalogikan atau mengumpamakan
(amtsal) teori dengan kehidupan manusia
untuk
dijadikan
pelajaran
atau
kebijakannya.
NILAI SOSIAL-POLITIK
:
mengkritisi nilai praktis guna mencari
solusi terhadap kelemahan yang ada dan
mengembangkan
wawasan
atau
penalarannya
:
memahami konsep, prinsip, teori dan
Hukum yang berlaku, dan menggali
manfaatnya bagi kehidupan manusia.
NILAI INTELEKTUAL
NILAI PRAKTIS
mengingat kebesaran Tuhan YME
(Asmaul Husna) dengan melihat dan
merenung tentang keteraturan, keunikan,
dan kekaguman terhadap fenomena alam
yang dipelajari.
Gambar 2.3: Pola Pengembangan (Refleksi) Metodologi Materi Pelajaran
Kepada Pendidikan Nilai-Nilai (Suroso, 2010:13)
Dalam pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan
nilai di sekolah
perlu mempertimbangkan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat, budaya
bangsa, dan norma agama. Dalam gagasan pendidikan nilai, menurut Kniker
(1977, dalam Mulyana, R.,2004:105) bahwa nilai selain ditempatkan sebagai inti
dari proses pembelajaran, setiap huruf yang terkandung dalam kata V A L U E
17
dirasionalisasikan sebagai tindakan-tindakan pendidikan atau strategi belajarnya
melalui tahapan-tahapan berikut:
1. Value Identification (Identifikasi nilai); pada tahapan ini nilai yang menjadi
target pembelajaran perlu diketahui oleh setiap siswa, misalnya nilai praktis,
nilai intelektual, nilai sosial-politik, nilai pendidikan, dan nilai religi apa saja
dari bahan ajar sains itu.
2. Activity (Kegiatan); pada tahap ini siswa diarahkan untuk melakukan kegiatan
pada penyadaran nilai yang menjadi target di atas, misalnya berdiskusi tentang
kandungan nilai-nilai dari bahan ajar sains di kelas, dan sudah tentu diberikan
contohnya terlebih dahulu dari setiap nilai itu.
3. Learning Aids (Alat bantu belajar); pada tahap ini alat-alat bantu belajar seperti
transparansi tulisan atau gambar digunakan untuk memperlancar proses belajar
nilai.
4. Unit Interaction (Interaksi satuan kerja); tahap ini untuk memperluas strategi
kegiatan belajar, misalnya dengan dibentuk kelompok-kelompok kecil untuk
membahas kandungan nilai tertentu dari bahan ajarnya.
5. Evaluation segment (Bagian evaluasi); tahapan akhir ini merupakan bagian
untuk menilai kemajuan belajar nilai dengan menggunakan teknik dan alat
evaluasi nilai, seperti lembar observasi, angket skala sikap, atau wawancara.
18
B. Penggalian dan Pengembangan Nilai Pada Subkonsep Invertebrata
1. Nilai Praktis Subkonsep Invertebrata
Subkonsep invertebrata merupakan bagian dari konsep dunia hewan yang
termasuk ke dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Berdasarkan
Badan Standar Nasional Pendidikan (BNSP) tahun 2006, kompetensi dasar dari
konsep dunia hewan adalah mendeskripsikan ciri-ciri filum dalam dunia hewan
dan peranannya bagi kehidupan. Dunia hewan (Kingdom Animalia) terdiri dari
organisme multiseluler (terdiri atas banyak sel) dan eukariot (memiliki membran
inti). Sel hewan tidak memiliki dinding sel dan klorofil. Sehingga hewan
memperoleh energi dengan cara menguraikan senyawa organik kompleks menjadi
senyawa organik sederhana, yaitu dengan mengkonsumsi organisme lainnya
(heterotrof).
Berdasarkan ada tidaknya tulang belakang, dunia hewan dibagi menjadi dua
kelompok besar, yaitu Invertebrata (kelompok hewan-hewan yang tidak bertulang
belakang) dan Vertebrata (kelompok hewan-hewan yang memiliki tulang
belakang). Berdasarkan tingkat pertumbuhan dan perkembangannya, hewanhewan Invertebrata dikelompokkan menjadi delapan filum yaitu: Porifera,
Coelenterata, Platyhelminthes, Nematoda, Annelida, Mollusca, Arthtropoda, dan
Echinodermata (Pratiwi et al, 2006:171). Berikut ini dijelaskan karakteristik dari
setiap filum tersebut.
19
a. Porifera
Menurut Pratiwi et al. (2006:172) Porifera berasal dari kata porus yang berarti
lubang kecil dan ferre (mempunyai/mengandung), maka Porifera berarti hewan
berpori. Habitat Porifera umumnya di laut. Bentuk tubuh Porifera bervariasi, ada
yang menyerupai vas bunga, piala, terompet, atau bercabang-cabang seperti
tumbuhan. Rangka tubuh berupa spikula yang keras atau serat spongin yang
fleksibel. Permukaan tubuh Porifera dipenuhi oleh pori-pori yang disebut ostium.
Ostium terhubung dengan rongga dalam tubuh yang disebut spongocoel. Pada
ujung spongocoel terdapat lubang keluar air (oskulum).
Oskulum
Spongosol
Lapisan sel luar
Pori/ Ostium
Pori/ Ostium
Flagel
Lapisan sel dalam
Sel leher
Spikula
Gambar 2.4. Struktur Tubuh Porifera
Sumber: http://johnson.emcs.net/life/invert
Tubuh porifera terdiri dari dua lapisan (diploblastik) yaitu epidermis dan
endodermis. Di antara kedua lapisan tersebut terdapat lapisan gelatin yang disebut
mesoglea. Epidermis tersusun atas sel-sel epitel pipih yang disebut pinakosit.
20
Endodermis tersusun atas sel-sel berflagel yang disebut koanosit. Mesoglea
mengandung dua macam sel yaitu amoebosit dan skleroblas. Proses pencernaan
makanan pada Porifera terjadi secara intraseluler. Sisa-sisa makanan yang tidak
berguna dikeluarkan melalui oskulum bersama aliran air di dalam tubuh. Pada
Porifera terdapat tiga tipe saluran air yaitu askon, sikon, dan leukon. Porifera
melakukan reproduksi secara seksual (fertilisasi) dan aseksual (pembentukan
tunas dan gemulae). Ada tiga kelas yang tergolong filum Porifera, yaitu Calcarea,
Hexatinellida, dan Demospongia (Pratiwi et al, 2006:174).
b. Coelenterata
Menurut Pratiwi et al. (2006:174) Coelenterata sering juga disebut hewan
berongga. Beberapa ahli ada yang membedakan filum Coelenterata menjadi dua
filum, yaitu filum Ctenophora dan filum Cnidaria. Perbedaan hewan Ctenophora
dengan Cnidaria adalah pada sistem pencernaannya. Ctenophora memiliki mulut
untuk masuknya makanan serta dua lubang anus untuk mengeluarkan air dan
kotoran di ujung yang lain. Secara umum Coelenterata memiliki tubuh simetri
radial, diploblastik, dan memiliki mulut yang dikelilingi oleh tentakel. Pada
hewan Cnidaria permukaan tentakel terdapat sel-sel beracun (knidoblas) yang
mengandung sel penyengat( nematokis). Coelenterata yang hidup di laut
umumnya berbentuk medusa dan berkoloni. Coelenterata yang hidup di air tawar
umumnya berbentuk polip dan hidup soliter atau berkoloni. Coelenterata belum
memiliki sistem peredaran darah, sistem pernapasan, dan sistem ekskresi.
Pernapasan dan ekskresi dengan cara difusi melalui permukaan tubuhnya.
21
Mulut/anus
Tentakel
Rongga
Gastrovaskuler
Gastrodermis
Mesoglea
Batang
tubuh
Epidermis
Rongga Gastrovaskuler
Gastrodermis
Mesoglea
Epidermis
Tentakel
Mulut/anus
Gambar 2.5. Bentuk Polip dan Medusa Hewan Coelenterata
Sumber: exonity.wordpress.com
Sistem saraf Coelenterata masih sederhana berupa saraf berbentuk jala.
Filum Cnidaria dibagi ke dalam tiga kelas utama yaitu: Hydrozoa, Scyphozoa, dan
Anthozoa (Champbell et al,: 2004, 216).
c. Platyhelminthes
Menurut Pratiwi et al. (2006:182) Platyhelminthes berasal dari bahasa
Yunani, yaitu platy yang berarti pipih dan helminth yang berarti cacing. Sesuai
dengan namanya, anggota kelompok cacing ini memiliki tubuh pipih dorsoventral.
22
Bintik
mata
Rongga
gastrovaskuler
Mulut
Faring
Celah
faring
Gambar 2.6. Anatomi Planaria sp (anggota filum Platyhelminthes)
Sumber: http://johnson.emcs.net/life/invert
Platyhelminthes ada yang bersifat parasit, ada pula yang hidup bebas di
perairan. Bentuk tubuh Platyhelminthes pipih dan tidak bersegmen. Tubuhnya
simetri bilateral, triploblastik, acoelomata. Platyhelminthes tidak memiliki sistem
peredaran darah dan sistem pernapasan. Pernapasan dilakukan melalui seluruh
permukaan tubuh. Sistem ekskresi dengan sel-sel api (flame cell). Sistem saraf
Platyhelminthes membentuk sistem saraf tangga tali. Sistem pencernaan tidak
sempurna karena tidak ada anus, hanya terdiri dari mulut, faring, dan usus.
Platyhelminthes umumnya bersifat hermafrodit. Reproduksi terjadi secara seksual
(perkawinan silang) dan aseksual (regenerasi). Platyhelminthes dibedakan
menjadi tiga kelas yaitu: Turbellaria (cacing berambut getar), Trematoda (cacing
isap), dan Cestoda (cacing pita).
23
d. Nematoda
Menurut Pratiwi et al. (2006:191) Nematoda berasal dari kata nematos
yang artinya benang dan oidos yang artinya bentuk. Nematoda ada yang hidup
bebas, ada pula yang parasit pada hewan dan tumbuhan. Bentuk tubuhnya bulat
panjang (gilig), simetri bilateral, dan tidak bersegmen. Nematoda tidak memiliki
sistem peredaran darah dan sisitem pernapasan. Pernapasana dilakukan secara
difusi melalui permukaan tubuh.
Kutikula
Esofagus
Stilet
Sel telur
Pseudoselom
Vagina
Cincin saraf
Kelenjar esofagus
Uterus
Ovarium
Usus halus
Anus
Ekor
Gambar 2.7. Anatomi Nematoda
Sumber: http://www.proprofs.com
Sistem pencernaan Nematoda telah sempurna karena memiliki mulut dan anus.
Reproduksi hanya dilakukan secara seksual. Beberapa jenis Nematoda yang
dikenal antara lain Ascaris lumbricoides (cacing perut), Oxyuris vermicularis
(cacing kremi), dan Wuchereria brancofti (cacing filaria).
24
e. Annelida
Menurut Pratiwi et al (2006: 193) Annelida berasal dari kata annulus yang
artinya cincin dan oidos yang artinya bentuk. Annelida hidup di perairan tawar,
laut, dan darat. Umumnya cacing ini hidup bebas, tetapi ada pula yang parasit.
Annelida memiliki tubuh simetri bilateral, coelomata, triploblastik, dan dilapisi
kutikula.
Kutikula
Selom
Otot sirkuler
Septum (partisi atau
pemisah antar segmen)
Otot longitudinal
Pembuluh dorsal
Usus halus
Metanefridium
Nefrostom
Pembuluh
ventral
Tali
saraf
Metanefridium
Klitelum
Faring
Tembolok
Ganglia serebral
Usus halus
Empedal
Mulut
Ganglion subfaring
Esofagus
Saraf ventral dengan
ganglia segmental
Gambar 2.8. Anatomi Lumbricus terrestis (anggota Annelida)
Sumber: kentsimmons.uwinnipeg.ca
Tubuh Annelida bersegmen/ruas dan bersifat metameri. Sistem peredaran darah
Annelida merupakan sistem peredaran darah tertutup. Annnelida melakukan
pernapasan menggunakan kulit atau insang. Alat ekskresi Annelida berupa
25
sepasang nefridia. Sistem saraf Annelida merupakan sistem saraf tangga tali.
Annelida memiliki saluran pencernaan yang lengkap terdiri atas mulut, faring,
tembolok, lambung, usus halus, dan anus. Reproduksi dilakukan secara seksual
(pembentukan gamet dan fertilisasi) serta aseksual (fragmentasi). Filum Annelida
dibagi ke dalam tiga kelas yaitu Oligochaeta, Polychaeta, dan Hirudinea
(Champbell et al., 2004: 228).
f. Mollusca
Mollusca berasal dari kata mollis yang berati lunak. Mollusca berarti hewan
bertubuh lunak. Bentuknya sangat beragam dan hidup di laut, air tawar dan
daratan. Mollusca memiliki tubuh bulat simetris, selomata, lunak, dan tidak
bersegmen. Ephitel bagian dorsal yang membentuk mantel, menyekresikan
cangkang atau spikula. Otot bagian ventral berkembang menjadi kaki muscular.
Massa viseral
Selom
Nefridium
Mantel
Gonad
Jantung
Usus
Perut
Radula
Cangkang
Rongga mantel
Radula
Anus
Insang
Kaki
Mulut
Tali saraf
Esofagus
Gambar 2.9. Anatomi Gastropoda
Sumber: kentsimmons.uwinnipeg.ca
Mulut
26
Mollusca jantan dan betina terpisah, tetapi ada pula yang hermaprodit. Alat
ekskretori dan reproduksi berada di massa viscera. Sistem ekskresi berupa
sepasang ginjal. Berdasarkan simetri tubuh, bentuk kaki, cangkang, mantel,
insang, dan sistem sarafnya, Mollusca dibagi atas lima kelas, yaitu
Polyplacophora, Scapopoda, Gastropoda, Cephalopoda, dan Pelycypoda atau
Bivalvia (Pratiwi et al., 2006:198).
g. Arthropoda
Menurut Pratiwi et al. (2006:207) Arthtropoda berasal dari kata arthron
yang berarti ruas, dan podos yang berarti kaki. Arthtropoda memiliki tubuh yang
beruas-ruas. Tubuh Arthropoda bersifat simetri bilateral dan triploblastik
selomata.
Perut
Dada
Kepala
Antena
Mata majemuk
Jantung
Anus
Sistem
pencernaan
Arteri
dorsal
Ganglion serebral (otak)
Ganglion
subesofagus
Vagina
Tali saraf
Ovarium
Tubulus malphigi
Mandibula
Pipa
trakea
Gambar 2.10. Anatomi belalang (salah satu anggota Insecta)
Sumber: kentsimmons.uwinnipeg.ca
27
Pada setiap segmen tubuh biasanya terdapat sepasang kaki yang beruas.
Segmen tubuh bergabung membentuk bagian tubuh, yaitu kaput (kepala), toraks
(dada), dan abdomen (perut). Tubuh Arthropoda sepenuhnya ditutupi oleh
kutikula, suatu eksoskeleton (kerangka eksternal) yang dibangun dari lapisanlapisan protein dan kitin. Arthropoda sewaktu-waktu harus melepaskan
eksoskeletonnya yang lama dan mensekresikan eksoskeleton yang lebih besar,
proses ini disebut molting (Champbell et al., 2004: 230).
Sistem saraf Arthropoda berupa sistem saraf tangga tali. Sistem
pencernaan Arthropoda terdiri dari mulut, esofagus, lambung, usus, dan anus.
Arthropoda bernapas dengan insang, trakea, atau paru-paru buku. Sisa
metabolisme berbentuk cairan, dikeluarkan oleh organ sekresi yang disebut
saluran/tubula Malpighi, kelenjar sekresi, atau keduanya. Sistem sirkulasi darah
pada Arthropoda bersifat terbuka. Sistem sirkulasi terdiri dari jantung, pembuluh
darah pendek, ruang di sekitar organ tubuh yang disebut sinus atau hemosol.
Sistem
reproduksi
Arthropoda
umumnya
secara
seksual
dan
aseksual
(partenogenesis). Habitat penyebaran filum Arthropoda sangat luas mulai dari
laut, perairan tawar, gurun pasir, dan padang rumput. Arthropoda diklasifikasikan
menjadi 20 kelas berdasarkan struktur tubuh dan kaki. Kelas utama dalam filum
Arthropoda, yaitu: Arachnoidea, Diplopoda, Chilopoda, Insecta, dan Crustacea
(Champbell et al,: 2004, 231).
28
h. Echinodermata
Menurut Pratiwi et al. (2006:229) Echinodermata berasal dari kata Yunani
echinos yang artinya duri dan derma yang artinya kulit. Jadi, Echinodermata
berarti hewan yang kulitnya berduri. Echinodermata berhabitat di laut dan
umumnya hidup sesil (menetap). Tubuh Echinodermata tidak beruas-ruas, ketika
larva bersifat simetri bilateral, setelah dewasa menjadi simetri radial. Sistem
pernapasan berbeda-beda, ada yang menggunakan kaki tabung, insang kecil, atau
pohon respirasi. Sistem pencernaan Echinodermata lengkap dan sederhana, tetapi
pada beberapa spesies tidak memiliki anus. Rongga tubuh Echinodermata
berfungsi sebagai sistem vaskular air. Sistem ini dipakai untuk berjalan, bernapas,
ekskresi, dan menangkap mangsa.
Kaki tabung
Anus
Madreporit
Saluran batu
Perut
Saluran cincin
Pediselaria
Saluran pilorus
Sakus
pencernaan
Duri
Saluran radial
Mulut
Sakus
pilorus
Papula
Gonad
Ampula
Alat optik
Gonad
Ampula
Duri yang dapat
bergerak
Saraf
radial
Gambar 2.11. Anatomi bintang laut (Asteroidea)
Sumber: http://animaldiversity.ummz.umich.edu
Kaki tabung
29
Sistem saraf berupa cincin di sekitar mulut dan berupa sistem saraf radial.
Reproduksi secara seksual (fertilisasi eksternal) atau secara aseksual (regenerasi
dan pembelahan sel). Berdasarkan bentuk tubuhnya, Echinodermata terbagi
menjadi lima kelas yaitu: Asteroidea (bintang laut), Ophiuroidea (bintang ular),
Echinoidea (landak laut), Crinoidea (lili laut), dan Holothuroidea (timun
laut/teripang).
2. Nilai Intelektual Subkonsep Invertebrata
a. Berbagai spesies anggota filum Porifera sampai filum Echinodermata memiliki
nilai jual yang sangat tinggi sehingga kita harus menjaga kelestariannya.
b. Agar tidak terkena infeksi cacing hati (Fasciola hepatica) sebaiknya kita
memasak daging dan sayuran sampai benar-benar matang supaya tidak ada
larva cacing dan bibit penyakit lain yang ikut termakan.
c. Untuk mencegah penularan cacing perut (Ascaris lumbricoides) dan cacing
kremi (Oxyuris vermicularis) sebaiknya kita membiasakan diri untuk hidup
bersih, mencuci tangan sebelum makan supaya tidak ada telur cacing dan bibit
penyakit lain yang menempel di tangan dan ikut termakan.
d. Lintah (Hirudo medicinalis) bersifat parasit karena menghisap darah dari
hewan vertebrata dan manusia. Kebiasaan lintah yang menghisap darah bisa
dikembangkan menjadi suatu pengobatan alternatif untuk menyedot darah
kotor dari dalam tubuh.
30
e. Lebah madu akan menghasilkan sengatan jika dirinya diganggu. Sengatan
lebah akan menimbulkan bengkak, kemerahan, dan rasa panas pada kulit.
Namun, saat ini sengatan lebah dimanfaatkan untuk pengobatan alternatif
seperti rematik dan radang sendi.
f. Serangga yang menjadi hama tanaman lebih baik ditangkap untuk dijadikan
pakan burung peliharaan daripada dibasmi dengan insektisida karena
penggunaan insektisida akan mengganggu keseimbangan ekosistem.
g. Bekicot (Achatina fulica) dan keong sawah yang hidup parasit sebagai hama
tanaman padi bisa dijadikan pakan ikan lele daripada dibasmi dengan zat-zat
kimia.
h. Hewan Echinodermata berperan sebagai pembersih laut karena memakan
bangkai atau sisa-sisa hewan yang ada di laut/pantai. Oleh karena itu kita perlu
melestarikan hewan Echinodermata guna menjaga kebersihan laut. Laut yang
bersih dan indah akan menjadi daya tarik wisata.
3. Nilai Sosial-politik Subkonsep Invertebrata
a. Dalam suatu organisasi pemerintahan setiap orang memiliki peran dan
tugasnya masing-masing seperti halnya jenis-jenis sel yang ada dalam tubuh
Porifera memiliki fungsi-fungsi tertentu.
b. Dalam kehidupan bermasyarakat, janganlah kita bersifat parasit atau
merugikan orang lain seperti kehidupan cacing pita yang menyerap sari-sari
makanan di dalam usus manusia.
31
c. Telur Ascaris lumbricoides dikeluarkan ke alam bebas bersama feses,
kemudian telur yang tidak dibuahi tidak akan mengalami perkembangan lebih
lanjut sedangkan telur yang dibuahi akan meneruskan siklus hidupnya, begitu
pula seorang manusia yang terjun ke dalam kehidupan masyarakat, orang yang
bisa bersaing akan sukses sedangkan yang kalah bersaing tidak akan
berkembang.
d. Dalam setiap aktivitas kita hendaknya selalu memberikan dampak positif bagi
lingkungan sekitar kita seperti cacing tanah yang aktivitas hidup dan
pergerakannya di tanah membuat tanah berlubang-lubang/gembur serta
memiliki kandungan aerasi tanah yang baik.
e. Rangka luar (eksoskeleton) Arthropoda tidak dapat membesar mengikuti
pertumbuhan tubuh, oleh karena itu pada tahap pertumbuhan Arthropoda selalu
diikuti dengan pengelupasan eksoskeleton lama dan pembentukan eksoskeleton
baru. Begitu pula tingkat kepemimpinan seorang pemimpin tidak bisa
mengikuti terus perkembangan negara/organisasinya. Pada periode tertentu
kepemimpinan lama diganti oleh kepemimpinan yang baru.
f. Kita harus saling bertegur sapa saat berjumpa dengan teman seperti semutsemut yang saling menepukkan antena ketika mereka bertemu.
g. Mollusca mempunyai kaki muskular yang dipakai dalam beradaptasi untuk
bertahan di substrat, menggali membor substrat, atau melakukan pergerakan
dan sebagai alat untuk menangkap mangsa. Perbedaan fungsi kaki muskular
tersebut disesuaikan dengan kondisi habitat Mollusca. Begitu pula kita selaku
32
manusia yang hidup bersosialisasi dalam masyarakat harus bisa menyesuaikan
diri dengan adat dan budaya lingkungan tempat tinggal kita.
h. Sistem saluran air dalam rongga tubuh Echinodermata disebut sistem
ambulakral. Sistem ambulakral terdiri dari madreporit, saluran batu, saluran
cincin, saluran radial, saluran lateral, dan ampula. Begitu pula dalam sistem
pemerintahan di masyarakat, terdiri dari ketua RT, ketua RW, dan kepala desa.
4. Nilai Pendidikan
a. Sistem saluran air tipe sikon dan leukon pada Porifera dapat ditiru menjadi
saluran irigasi dalam pengairan sawah.
b. Struktur tubuh capung mengilhami para teknokrat untuk membuat pesawat
terbang jenis helikopter. Begitu pula struktur sayap mini (halteres) pada lalat
yang diadopsi oleh manusia ke dalam pesawat terbang sebagai sistem navigasi
(Suroso, 2010:108).
c. Ketika kita telah dipisahkan dari kehidupan orang tua kita harus bisa hidup
mandiri seperti larva efira yang bisa hidup dan berkembangbiak sendiri setelah
dipisahkan dari strobila.
d. Jika sedang mendapatkan masalah, maka kita sebaiknya menyelesaikan
masalah tersebut dengan cara yang tepat/sesuai. Seperti halnya Diplopoda yang
menggulungkan dirinya ketika bahaya mengancam, bagian tubuh yang keras
berada diluar,sedangkan bagian tubuh yang lunak dibagian dalam gulungan
tubuhnya.
33
e. Dalam melakukan pekerjaan apapun jika memang bisa dikerjakan sendiri maka
kerjakanlah sendiri tanpa merepotkan orang lain, seperti halnya cacing kremi
(Oxyuris vermicularis) yang bisa melakukan autoinfeksi sehingga tidak
melibatkan perantara dalam kerjanya (mandiri).
f. Dalam menjalani kehidupan, kita harus senantiasa berusaha menjadi pribadi
yang lebih baik, bermetamorfosis dengan prinsip hari ini harus lebih baik dari
hari kemarin dan hari esok harus lebih baik dari hari ini, seperti metamorfosis
ulat menjadi kupu-kupu.
g. Jika kita sering mendapatkan masalah dalam kehidupan maka kita harus bisa
menjadi seseorang yang semakin bijaksana dengan cara mengambil hikmah
dari masalah yang dihadapi, seperti tiram mutiara yang menghasilkan mutiara
bila ada benda asing dari luar yang masuk ke dalam cangkangnya.
h. Simetri tubuh Echinodermata saat larva simetri bilateral sedangkan setelah
dewasa bersimetri radial. Hal tersebut memberikan contoh bahwa jika pada
saat masih kecil/anak-anak kita hanya bisa menilai suatu perbuatan dari dua
sisi saja, benar atau salah maka ketika dewasa kita harus bisa melihat perbuatan
tersebut dari berbagai sudut pandang, sehingga bisa menentukan benar atau
salahnya dengan lebih bijaksana sesuai konteks kasusnya.
34
5. Nilai Religi
a. Filum Mollusca memiliki anggota spesies dengan bentuk cangkang yang
bermacam-macam. Keanekaragaman dan keunikan bentuk pada filum
Mollusca membuat kita semakin mengagumi segala ciptaan Tuhan YME.
b. Proses regenerasi yang dilakukan untuk bereproduksi pada Planaria sp
menunjukkan bahwa dari bagian tubuh yang telah terpisah-pisah pun dengan
adanya kehendak Tuhan YME, potongan tubuh tersebut bisa membentuk
individu yang utuh.
c. Pada Nemathelminthes, tubuh cacing betina berukuran lebih besar dari cacing
jantan karena fertilisasinya terjadi dalam tubuh cacing betina (internal). Hal
tersebut menunjukkan bahwa Tuhan YME menciptakan bentuk makhluk sesuai
dengan tugasnya masing-masing dan setiap makhluk hidup diciptakan secara
berpasangan, sebagaimana diisyaratkan dalam Al-quran yaitu:
“ Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan agar kamu
mengingat kebesaran Allah” (QS. Az-Zariyat:49).
d. Cestoda memiliki segmen-segmen tubuh yang disebut proglotid. Tiap proglotid
memiliki sistem fisiologis tubuh sendiri, namun antar proglotid masih saling
berhubungan. Adanya proglotid tersebut menunjukkan bahwa Tuhan YME
mampu membagi hal-hal terkecil sesuai dengan kehendak-Nya.
e. Kemampuan lebah untuk membangun sarang dengan struktur heksagonal yang
memberikan volume ruang paling efisien merupakan suatu bukti kekuasaan
35
Tuhan YME yang telah memberikan ilham/petunjuk kepada makhluk-Nya,
sebagaimana dijelaskan dalam Al-Quran, bahwa:
“ Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah: “ Buatlah sarang-sarang di bukitbukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibuat manusia.
Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan
Tuhanmu yang tealh dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah itu ke luar
minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat
obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian
itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang
yang memikirkan”. (QS.An-Nahl: 68-69).
f. Keanekaragaman hewan Mollusca merupakan bentuk kasih sayang Tuhan
terhadap manusia agar manusia bisa memanfaatkan serta melestarikan hewanhewan tersebut dengan sebaik-baiknya.
C. Penguasaan Konsep
Belajar merupakan suatu proses interaksi antara berbagai unsur yang
saling berkaitan. Unsur utama dalam belajar adalah individu sebagai peserta
belajar, kebutuhan sebagai sumber pendorong, serta situasi belajar yang
memberikan kemungkinan terjadinya kegiatan belajar.
Hasil belajar sangat tergantung kepada proses belajar. Hasil belajar akan
terlihat setelah diberikan perlakuan pada proses belajar dianggap sebagai proses
pemberian pengalaman belajar. Hasil belajar mengharapkan terjadinya perubahan
36
tingkah laku yang terjadi pada diri siswa. Ciri terjadinya perubahan tingkah pada
diri siswa ditunjukkan oleh sejumlah kemampuan memahami dan menguasai
hubungan-hubungan antara bekal kemampuan siswa dengan materi pelajaran yang
diajarkan dalam proses belajar mengajar.
Penguasaan konsep merupakan salah satu buah dari hasil belajar, yaitu
aspek kognitif. Pada umumnya hasil belajar dapat dikelompokkan menjadi tiga
aspek yaitu ranah kognitif, psikomotor dan afektif. Secara eksplisit ketiga aspek
tersebut tidak dipisahkan satu sama lain. Adapun ranah kognitif menurut
taksonomi Bloom versi baru terdiri atas (dari level 1 sampai 6): remembering
(mengingat), understanding (memahami), applying (menerapkan), analysing
(menganalisis, mengurai), evaluating (menilai) dan creating (mencipta).
Penjabaran masing-masing level itu dijelaskan oleh Anderson, & Krathwohl
(2001:66-87) sebagai berikut:
1.
Mengingat (Remembering)
Mengingat merupakan memunculkan kembali apa yang sudah diketahui dan
tersimpan dalam ingatan jangka-panjang. Hal tersebut dapat berupa: a).
mengenali (Recognizing) dan b). menyebutkan kembali (Recalling).
2.
Memahami (Understanding)
Menegaskan pengertian atau makna bahan-bahan yang sudah diajarkan,
mencakup komunikasi lisan, tertulis, maupun gambar. Hal tersebut dapat
berupa: a). menafsirkan; b). mengartikan; c). menerjemahkan (Interpreting); d).
memberi
contoh
(Exemplifying);
e).
menggolong-golongkan;
f).
37
mengelompokkan (Classifying); g). merangkum; h). meringkas (Summarizing);
i). melakukan inferensi (Inferring); j). membandingkan (Comparing); dan k).
memberikan penjelasan (Explaining).
3.
Menerapkan (Applying)
Melakukan sesuatu, atau menggunakan sesuatu prosedur dalam situasi tertentu.
Hal tersebut dapat berupa: a). melaksanakan (Executing) dan b). menerapkan
(Implementing).
4.
Menganalisis (Analyzing)
Menguraikan sesuatu ke dalam bagian-bagian yang membentuknya, dan
menetapkan bagaimana bagian-bagian atau unsur-unsur tersebut satu sama lain
saling terkait, dan bagaimana kaitan unsur-unsur tersebut kepada keseluruhan
struktur atau tujuan sesuatu itu. Hal tersebut dapat berupa: a). membedabedakan (Differentiating); b). menata atau menyusun (Organizing); dan c).
menetapkan sifat atau ciri (Attributing).
5.
Mengevaluasi atau menilai (Evaluating)
Menetapkan derajat sesuatu berdasarkan kriteria atau patokan tertentu. Hal
tersebut dapat berupa: a). mengecek (Checking) dan b). mengkritisi
(Critiquing).
6.
Mencipta (Creating)
Memadukan unsur-unsur menjadi sesuatu bentuk utuh yang koheren dan baru,
atau membuat sesuatu yang orisinil. Hal tersebut dapat berupa: a).
memunculkan (Generating); b). Merencanakan; c). membuat rencana
(Planning); dan d) menghasilkan karya (Producing).
38
D. Sikap Siswa
1. Definisi Sikap
Dalam mendefinisikan sikap, banyak perbedaan sudut pandang tentang sikap
itu sendiri. Suroso (2010:30) mendefinisikan sikap sebagai kecenderungan
bertindak pada seseorang, untuk menanamkan, memupuk, dan membina sikap dan
moral siswa, maka sikap siswa perlu ditumbuhkembangkan sejak dini kearah halhal yang bersifat positif dalam kehidupan manusia dengan menjunjung tinggi
sistem dan moral yang berlaku dalam masyarakat dan agama untuk dikaitkan dan
dianalogikan dengan kandungan nilai dan moral dalam bahan ajar yang diambil
dari fenomena alam. Elmubarok (2009:47) mendefinisikan sikap sebagai suatu
bentuk evaluasi perasaan dan kecenderungan potensial untuk bereaksi yang
merupakan hasil interaksi antara komponen kognitif, afektif, dan konatif yang
saling bereaksi di dalam memahami, merasakan, dan berperilaku terhadap suatu
objek.
Menurut Azwar (2010:4) definisi sikap dapat dimasukkan ke dalam salah
satu diantara tiga kerangka pemikiran sikap yaitu; Pertama, kerangka pemikiran
yang diwakili oleh para ahli psikologi seperti Louis Thurstone, Rensis Likert dan
Charles Osgood. Menurut mereka sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi
perasaan. Dengan demikian sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan
mendukung atau memihak (favourable) maupun perasaan tidak mendukung atau
tidak memihak (unfavourable) pada objek tersebut; kedua, kerangka pemikiran
yang diwakili oleh ahli seperti Chief, Bogardus, La Pierre, Mead dan Gordon
Allport. Menurut kelompok pemikiran ini sikap merupakan semacam kesiapan
39
untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu. Dapat dikatakan
bahwa kesiapan yang dimaksudkan merupakan kecenderungan yang potensial
untuk bereaksi dengan cara tertentu apabila individu dihadapkan pada suatu
stimulus yang menghendaki adanya respon; ketiga, kelompok pemikiran yang
berorientasi pada skema triadik (triadic schema). Menurut pemikiran ini suatu
sikap merupakan komponen kognitif, afektif dan konatif yang saling berinteraksi
dalam memahami, merasakan dan berperilaku terhadap suatu objek.
Menurut Thurstone (Edwards 1957:2) sikap atau attitude is a degree of
positive or negative associated psychological object atau tingkat kecenderungan
atau pernyataan gejala senang atau tidak senang dari seseorang terhadap suatu
objek. Jika seseorang berhadapan dengan suatu objek tertentu maka responnya
diekspresikan dalam bentuk sangat senang, agak senang, tidak acuh, kurang
senang, atau tidak senang.
Jadi walaupun sikap didefinisikan oleh banyak perbedaan, namun ada
kesamaan maksud dari pengertian di atas yaitu bahwa respon seseorang terhadap
suatu hal mewakili sikap seseorang tersebut.
2. Pembentukan Sikap
Menurut Krech dan Ballancy (Syamsuni 2005: 15-16) ada empat faktor
yang mempengaruhi pembentukan sikap, yaitu:
The attitude develop in the process of want satisfaction, the attitude of the
individual are shape by information to which he is exposed, the group affiliation
of individual of help determine the formation of his attitude, the attitude of
individual of help determine the formation of his attitude, the attitude of
individual respect his personality.
40
Keempat faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap tersebut menurut
Syamsuni (2005: 15-16) dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Keinginan dari dalam diri individu (nawaitu)
Tindakan atau pekerjaan yang diawali dengan keinginan atau niat yang tulus,
ikhlas, dan semata-mata mengharap ridho-Nya sangat mempengaruhi hasil
yang akan diterima.
b. Informasi yang diterima (pengetahuan)
Informasi yang diterima, dapat mempengaruhi penilaian atau pandangannya
terhadap sesuatu yang diterima. Informasi yang diterima secara utuh dan
benar, akan mempengaruhi pola pikir sebelum mengambil sikap untuk
bertindak.
c. Afiliasi yang terjadi di dalam kelompok (pengalaman)
Afiliasi menurut Birch dan Veroff merupakan dorongan instrinsik karena ini
merupakan kebutuhan psikologis untuk diterima oleh orang lain (Prayitno,
1989:75). Kerjasama yang terjalin dalam suatu kelompok dapat memberikan
pengalaman yang sangat berharga dalam mengambil keputusan. Proses
pengambilan
keputusan
yang
bijaksana
dalam
menghadapi
suatu
permasalahan dalam kehidupan, sangat dipengaruhi oleh pengalaman sendiri
yang pernah dialami, dan kejadian yang menimpa orang lain. Kejadian yang
menimpa diri dan orang lain dapat dijadikan hikmah atau bahan renungan
untuk bersikap selalu lebih baik.
41
d. Kepribadian (kebiasaan)
Manusia yang kepribadian atau kebiasaan seseorang dalam kehidupan seharihari menunjukkan keistiqomahan dalam berakhlak. Pembiasaan akhlak yang
baik dalam berbagai macam situasi dapat membentuk karakter memberikan
manfaat bagi sesamanya.
3. Pengukuran Sikap
Banyak cara dan metode yang dikembangkan oleh para ahli dalam
mengungkap sikap
manusia. Berawal dari metode-metode yang sederhana,
seperti pengungkapan langsung, sampai pada metode yang lebih rumit, seperti
skala sikap. Skala sikap (attitude scales) berupa kumpulan pernyataan-pernyataan
mengenai suatu objek sikap.
Penyusunan pernyataan skala sikap harus memperhatikan beberapa kriteria
tertentu. Azwar (2010:113) dalam bukunya menjelaskan beberapa kaidah
pembuatan pernyataan skala sikap. Kriteria tersebut adalah:
a. Hindarkan pernyataan yang menunjuk masa lampau, sebaliknya pada masa
kini.
b. Hindarkan pernyataan yang faktual dan dapat di interpretasikan secara
faktual.
c. Hindarkan pernyataan yang dapat di interpretasikan dengan lebih dari satu
jenis jawaban.
d. Hindarkan pernyataan yang tidak relevan dengan objek psikologi yang akan
diungkap.
42
e. Hindarkan pernyataan yang mungkin dibenarkan oleh setiap orang atau
sebaliknya oleh tidak seorang pun.
f. Pilihlah pernyataan yang telah anda percaya mampu menjangkau semua skala
afektif dari ketertarikan.
g. Jagalah agar penggunaan bahasa dalam pernyataan itu sederhana, jelas dan
langsung.
h. Pernyataan diusahakan singkat, pendek, dan tidak lebih dari 20 patah kata.
i. Satu pernyataan diusahakan berisi hanya satu masalah yang sifatnya lengkap.
j. Pernyataan berisi sesuatu yang sifatnya umum, misalnya: semua, selalu, tidak
seorangpun dan tidak pernah. Hindarkan hal-hal yang bersifat ganda.
k. Kata seperti hanya, semata-mata dan kata lain yang serupa harus digunakan
dengan hati-hati serta tidak memihak dalam membuat pernyataan.
l. Jika mungkin, pernyataan disusun dalam kalimat yang sederhana, tidak dalam
kalimat yang kompleks.
m. Hindarkan penggunaan kata-kata yang tidak dimengerti oleh responden.
n. Hindarkan penggunaan istilah yang double negative.
E. Hubungan Pembelajaran Berdasarkan Pendekatan Nilai, Penguasaan
Konsep, dan Pembentukan Sikap
Sebagaimana telah dijelaskan di atas bahwa penguasaan konsep merupakan
salah satu buah dari hasil belajar yaitu aspek kognitif. Siswa yang berprestasi di
kelasnya cenderung memiliki aspek kognitif yang baik, dan tentunya siswa
tersebut akan mempunyai pemahaman yang baik pula terhadap suatu konsep
43
pelajaran. Dari penguasaan konsep yang baik inilah siswa akan mampu
mengembangkan konsep yang dikuasainya ke dalam nilai-nilai yang terkandung
dalam suatu konsep biologi. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Suroso
(2010:12) bahwa untuk metode pembelajaran bernuansa pendidikan nilai (nilai
intelektual, nilai sosial-politik, nilai pendidikan, dan nilai religi) selalu berpijak
kepada pengetahuan dasarnya atau pengetahuan konsepnya, yang disebut nilai
praktis. Sehingga nilai-nilai pengembangan itu bersifat penguatan terhadap nilai
praktisnya (penguasaan konsep).
Nilai-nilai yang berhasil dikembangkan siswa dari suatu konsep tentunya
disadari atau tidak akan terinternalisasi dalam pribadinya sebagai suatu sikap.
Pengembangan nilai pada suatu individu sampai melahirkan suatu sikap yang baik
tentunya tidak terbentuk secara tiba-tiba, namun memerlukan waktu yang cukup
lama. Hal ini diperkuat oleh pendapat Gulo (2002:152) yang menyatakan bahwa
nilai atau moral berkembang di dalam diri seseorang melalui proses yang cukup
lama.
Adapun tahapan terinternalisasinya suatu nilai, Krathwohl et.al dan Bloom
et.al., (Suroso, 2010:50-51) membaginya menjadi tiga tingkatan, yaitu:
1.
Penerimaan suatu Nilai (Acceptance of value)
Pada tingkat penerimaan nilai ini, penekanannya mengarah kepada asal-usul
keberhasilan suatu objek, fenomena, dan perilaku yang diamatinya seperti
kepercayaan menjadi teman baik atau anggota kelompoknya. Dalam hal ini,
sesuatu dipandang bernilai apabila seseorang setelah mengamatinya, dan
44
mempelajarinya kemudian ia bersikap menerima atau menyetujui terhadap
makna kandungan nilai-nilainya.
2. Pemilihan terhadap Nilai (preferensi for value)
Pada tingkat pemilihan nilai ini, seseorang berusaha menginginkan dan
mengikuti nilai yang dianutnya untuk dapat melaksanakan nilai-nilai tersebut
seperti: ia dapat mengungkapkan pandangan dan argumentasi dari suatu nilai
objek yang dipelajarinya.
3. Keterikatan atau komitmen Kepada Nilai (Commitment)
Tingkatan yang menunjukkan tampilan perilaku dari suatu nilai yang
dipegangnya dan kemungkinan memperluas pengembangan dirinya terhadap
nilai tersebut dan juga terhadap orang lain, seperti: ia dapat mengungkapkan
prinsip-prinsip dalam hidupnya dan kehidupannya di masyarakat, berupa
kepatuhannya terhadap sesuatu yang dianggap baik.
Menurut Frankel (Suroso, 2010:51) ada enam faktor yang mempengaruhi
komitmen terhadap suatu nilai, yaitu:
1. Sesuatu yang mendesak (immediacy)
Orang melakukan sesuatu pada saat tertentu, karena kepentingan mendesak,
dan nilai yang dianutnya sebenarnya tidak sesuai dengan perilaku saat itu.
2. Kepuasan diri (Austerity)
Berprinsip untuk memuaskan keinginannya dengan menghabiskan apa
adanya.
45
3. Kuasa orang lain (Authentic)
Rasa kesadaranya dikalahkan oleh kuasa orang lain.
4. Keterbukaan (Open ended)
Keterbukaan yang begitu luas sehingga sulit kepastiannya.
5. Otonomi
Emansipasi dan tanggungjawab seringkali mengalahkan kepatuhan dan
kesadaran diri.
6. Reverensi (Reverence)
Hal-hal yang menyangkut kesenangan, cinta dan kepercayaan yang dapat
mengalahkan kesadaran dan kepatuuhan seseorang.
Mar’at (1981:15) menjelaskan bahwa proses belajar akan mengarah pada
pembentukan sikap yang disesuaikan pada lingkungan. Perkembangan daripada
sikap akan melalui proses sosialisasi, imitasi, dan adaptasi. Jika dikaitkan dengan
komponen kognisi serta komponen afeksi berarti bahwa komponen kognisi harus
dapat menghayati obyek yang dihadapinya agar timbul suatu sikap yang
dikehendaki. Di samping itu Mar’at (1981:17) mengungkapkan bahwa bahwa
sikap mengandung unsur penilaian dan reaksi afektif yang tidak sama dengan
motif, akan tetapi menghasilkan “motif tertentu”.
Misalnya seseorang dalam
reaksi afektifnya adalah marah namun karena situasi tertentu ia bersikap ramah.
Motif yang dibentuk adalah menentukan tingkah lakunya untuk senantiasa
bersikap ramah yang sebenarnya secara terselubung ia bersikap marah.
Download