BAB II PEMBELAJARAN BERDASARKAN PENDEKATAN NILAI PADA SUBKONSEP INVERTEBRATA TERHADAP PENGUASAAN KONSEP DAN SIKAP SISWA A. Pembelajaran Berdasarkan Pendekatan Nilai Pembelajaran berdasarkan pendekatan nilai merupakan salah satu bagian pembelajaran biologi dengan pendekatan terpadu (Integrated Approach). Pendekatan terpadu merupakan pendekatan yang intinya memadukan dua unsur atau lebih dalam suatu kegiatan pembelajaran. Unsur pembelajaran yang dipadukan dapat berupa konsep dengan proses, konsep dari satu mata pelajaran dengan konsep mata pelajaran lain, atau dapat juga berupa penggabungan suatu metode dengan metode lain. Pemaduan dilakukan dengan menekankan pada prinsip keterkaitan antara satu unsur dengan unsur lain, sehingga diharapkan terjadi peningkatan pemahaman yang lebih bermakna dan peningkatan wawasan karena satu pembelajaran melibatkan lebih dari satu cara pandang (Rustaman, et al.,2003:119). Menurut Rustaman et al. (2003) pendekatan terpadu dapat diimplementasikan dalam berbagai model pembelajaran. Di Indonesia, khususnya di tingkat pendidikan dasar terdapat tiga model pendekatan terpadu yang sedang berkembang, yaitu model keterhubungan (connected); model jaring laba-laba 10 11 (webbed); model keterpaduan (integrated). Deskripsi karakter, kelebihan dan keterbatasan ketiga model tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut. Tabel 2.1. Deskripsi Tiga Model Pembelajaran Terpadu Tiga Model Pembelajaran Terpadu Karakteristik Kelebihan Keterbatasan Model Keterhubungan (connected) Menghubungkan satu konsep dengan konsep lain, topik dengan topik lain, satu keterampilan dengan keterampilan lain, ide yang satu dengan ide yang lain tetapi masih dalam lingkup satu bidang studi misalnya IPA atau IPS Peserta didik akan lebih mudah menemukan keterkaitan karena masih dalam lingkup satu bidang studi Model ini kurang menampakkan keterkaitan interdisiplin Model jaring laba-laba (Webbed) Dimulai dengan menentukan tema yang kemudian dikembangkan subtemanya dengan memperhatikan kaitannya dengan bidang studi lain. • Tema yang familiar membuat motivasi belajar meningkat • Memberikan pengalaman berpikir serta bekerja interdisipliner Sulit menemukan tema Model Keterpaduan (integrated) Dimulai dengan identifikasi konsep, keterampilan, sikap yang overlap pada beberapa disiplin ilmu atau beberapa bidang studi. Tema berfungsi sebagai konteks pembelajaran Hubungan antarbidang studi jelas terlihat melalui kegiatan belajar • Fokus terhadap kegiatan belajar, terkadang mengabaikan target penguasaan konsep • Menuntut wawasan yang luas dari guru 12 Agar perbedaan antar model terlihat jelas, perhatikan gambar 2.1 berikut. Model Keterhubungan Model Jaring laba-laba Model Keterpaduan Gambar 2.1. Perbandingan Model Pembelajaran Terpadu (Fogarty:1991) Pembelajaran berdasarkan pendekatan nilai dalam pelajaran biologi termasuk model pembelajaran keterpaduan (integrated) atau disebut juga model pembelajaran IPA terpadu (Integrated Science). Menurut Rutherford dan Gardner (Suroso, 2010:156) makna keterpaduan sebagai satu kesatuan dari semua pengetahuan adalah diartikan bahwa alam merupakan kesatuan. Blum (Suroso, 2010:157) berpendapat bahwa sejak dahulu para ilmuwan seperti Aristoteles sampai Einstein meyakini akan adanya kesatuan di alam semesta dan mencoba untuk menemukan hukum-hukum alam yang mempersatukannya. Adanya pembagian cabang-cabang sains menjadi berbagai disiplin yang berbeda menunjukkan adanya perkembangan sains itu sendiri dan keterbatasan pengetahuan dan cara kerja kita untuk memahami fenomena alam. Makna keterpaduan sebagai satu kesatuan konseptual dari sains atau struktur konsep sains adalah bahwa konsep-konsep sains berhubungan satu sama lainnya membentuk kerangka konsep. Contoh: banyak konsep Biologi hanya dapat dipahami dengan bantuan prinsip-prinsp Fisika, Kimia, maupun 13 Matematika, seperti pemahaman mengenai masalah mekanisme pernapasan, sistem transportasi zat, di dalam tubuh organisme, sistem pencernaan, sistem koordinasi, dan lainnya (Suroso, 2010:157). Makna keterpaduan sebagai suatu proses pemersatu dari kegiatan penelaahan ilmiah adalah bahwa sains ditandai oleh metode ilmiah yang meniadakan batas antar disiplin. Perkembangan sains murni menjadi teknologi tergantung berapa besar manusia memanfaatkannya, karena setiap harinya kita dikelilingi oleh masalah-masalah yang mengandung implikasi-implikasi ilmiah. Dengan demikian, makna keterpaduan sebagai studi interdisipliner adalah bahwa sains agar lebih memiliki nilai yang lebih luas melibatkan berbagai disiplin dalam sains itu sendiri maupun melibatkan ilmuilmu sosial yang menyangkut masalah norma, nilai, dan moral bangsa (Suroso, 2010:160). Pendidikan sains terpadu dapat ditandai dengan suatu kolaborasi (kerja sama) interdisipliner, sebagai fusi (peleburan) dari sejumlah materi yang semula diajarkan terpisah, atau sebagai suatu proses penelaahan ilmiah, atau dipersepsi sebagai suatu kurikulum berpusat sekitar minat siswa, atau sebagai bidang studi yang dikerangkai oleh topik dengan pendekatan multidisiplin. Intensitas keterpaduan dalam pendidikan atau pembelajaran sains dapat berupa program integrasi menyeluruh (amalgamation), atau program kombinasi antar unit disiplin keilmuan, atau berupa program koordinasi antara program-program yang independent. Berbagai model integrasi ditunjukkan pada matriks di bawah ini. 14 Matematika BIDANG Fisika Kimia Biologi INTENSITAS A. AMALGAMASI Bidang Isu-Isu Nilai Terapan Sosialisasi Moral Budaya Religi (1) (Integrasi Penuh Topik, Isu-isu) (2) (3) B. KOMBINASI (4) (Orientasi kepada unit-unit disiplin ilmu) (5) C. KOORDINASI (6) (Antar Program bebas dikoordinasikan) (7) Gambar 2.2 Matriks Model-model Integrasi Program Pengajaran Sains (1) School Council Integrated Science Project (2) Agriculture as Environmental Science (3) Pengajaran Sains Bernuansa Imtaq di Madrasah, DEPAG RI (4) Nuffield Combined Science (5) Physical Science and Biology di SLTP, Israel (6) dan (7) “The World Science” untuk SLTP di Israel (Suroso, 2010: 158) Dalam program amalgamasi, pembelajaran Sains-Biologi tidak mengenal batas-batas suatu disiplin, tetapi pembelajarannya didasarkan kepada suatu isu-isu atau topik permasalahan yang ditampilkan untuk mendapatkan suatu pemecahannya atau pembahasan secara terpadu, bahkan dapat diajarkan berbagai 15 sistem nilai dan moral untuk kehidupan manusia dari model-model Biologi yang dipelajarinya. Dari segi prosesnya, untuk pembelajaran Sains-Biologi hanya dapat dipahami dengan menerapkan prinsip-prinsip Fisika, Kimia, dan Matematika, sehingga untuk kejelasannya memerlukan kombinasi penerapan cabang-cabang sains lainnya. Dari segi pengembangan nilainya, model-model Biologi yang dipelajari dapat digali dan ditanamkan nilai-nilai praktisnya, nilai religinya, nilai intelektualnya, nilai sosial-politiknya, dan nilai pendidikannya. Setiap cabangcabang sains memiliki koordinasi tertentu yang menunjukkan adanya kesamaankesamaan aturan, prinsip, ataupun hukum, di samping adanya perbedaan khas masing-masing. Terjadinya pemisahan setiap bidang studi adalah akibat adanya keterbatasan manusia untuk memahami secara keseluruhan dalam pengembangan suatu disiplin ilmu sehingga muncullah bidang-bidang spesialisasi (Suroso, 2010:153). Pembelajaran berdasarkan pendekatan nilai selalu berpijak kepada penguasaan pengetahuan dasar atau penguasaan konsepnya, yang disebut sebagai nilai praktis. Kemudian nilai praktis ini dikembangkan kepada nilai intelektual (nilai kecerdasannya) agar pengetahuan yang dipelajarinya bertambah wawasan, mengetahui kelemahan-kelemahan yang ada, mengkritisi, dan mencarikan solusinya. Nilai praktis dan nilai intelektual yang tercapai dapat dikembangkan kepada nilai sosial-politik dengan jalan teori yang dipelajari dapat menjadi pelajaran sebagai amtsal (perumpamaan) bagi kehidupannya di masyarakat, bahkan dapat ditiru untuk membuat sesuatu atau berbuat sesuatu sebagai nilai pendidikan. Keseluruhan nilai-nilai yang dikandung oleh suatu materi 16 pembelajaran sains tersebut adalah mengingatkan kepada kita tentang kebesaran kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa yang dikenal sebagai nilai religi (Suroso, 2010:12). Metodologi untuk pengembangan nilai-nilai yang dikandung oleh materi pelajaran dari nilai praktis dapat dikemukakan sebagai berikut: : NILAI RELIGI NILAI PENDIDIKAN : meniru fenomena alam atau Hukum Alam untuk pendidikan teknik, kepemimpinan, mental atau seni maupun pendidikan kreasi lainnya. : menganalogikan atau mengumpamakan (amtsal) teori dengan kehidupan manusia untuk dijadikan pelajaran atau kebijakannya. NILAI SOSIAL-POLITIK : mengkritisi nilai praktis guna mencari solusi terhadap kelemahan yang ada dan mengembangkan wawasan atau penalarannya : memahami konsep, prinsip, teori dan Hukum yang berlaku, dan menggali manfaatnya bagi kehidupan manusia. NILAI INTELEKTUAL NILAI PRAKTIS mengingat kebesaran Tuhan YME (Asmaul Husna) dengan melihat dan merenung tentang keteraturan, keunikan, dan kekaguman terhadap fenomena alam yang dipelajari. Gambar 2.3: Pola Pengembangan (Refleksi) Metodologi Materi Pelajaran Kepada Pendidikan Nilai-Nilai (Suroso, 2010:13) Dalam pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan nilai di sekolah perlu mempertimbangkan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat, budaya bangsa, dan norma agama. Dalam gagasan pendidikan nilai, menurut Kniker (1977, dalam Mulyana, R.,2004:105) bahwa nilai selain ditempatkan sebagai inti dari proses pembelajaran, setiap huruf yang terkandung dalam kata V A L U E 17 dirasionalisasikan sebagai tindakan-tindakan pendidikan atau strategi belajarnya melalui tahapan-tahapan berikut: 1. Value Identification (Identifikasi nilai); pada tahapan ini nilai yang menjadi target pembelajaran perlu diketahui oleh setiap siswa, misalnya nilai praktis, nilai intelektual, nilai sosial-politik, nilai pendidikan, dan nilai religi apa saja dari bahan ajar sains itu. 2. Activity (Kegiatan); pada tahap ini siswa diarahkan untuk melakukan kegiatan pada penyadaran nilai yang menjadi target di atas, misalnya berdiskusi tentang kandungan nilai-nilai dari bahan ajar sains di kelas, dan sudah tentu diberikan contohnya terlebih dahulu dari setiap nilai itu. 3. Learning Aids (Alat bantu belajar); pada tahap ini alat-alat bantu belajar seperti transparansi tulisan atau gambar digunakan untuk memperlancar proses belajar nilai. 4. Unit Interaction (Interaksi satuan kerja); tahap ini untuk memperluas strategi kegiatan belajar, misalnya dengan dibentuk kelompok-kelompok kecil untuk membahas kandungan nilai tertentu dari bahan ajarnya. 5. Evaluation segment (Bagian evaluasi); tahapan akhir ini merupakan bagian untuk menilai kemajuan belajar nilai dengan menggunakan teknik dan alat evaluasi nilai, seperti lembar observasi, angket skala sikap, atau wawancara. 18 B. Penggalian dan Pengembangan Nilai Pada Subkonsep Invertebrata 1. Nilai Praktis Subkonsep Invertebrata Subkonsep invertebrata merupakan bagian dari konsep dunia hewan yang termasuk ke dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Berdasarkan Badan Standar Nasional Pendidikan (BNSP) tahun 2006, kompetensi dasar dari konsep dunia hewan adalah mendeskripsikan ciri-ciri filum dalam dunia hewan dan peranannya bagi kehidupan. Dunia hewan (Kingdom Animalia) terdiri dari organisme multiseluler (terdiri atas banyak sel) dan eukariot (memiliki membran inti). Sel hewan tidak memiliki dinding sel dan klorofil. Sehingga hewan memperoleh energi dengan cara menguraikan senyawa organik kompleks menjadi senyawa organik sederhana, yaitu dengan mengkonsumsi organisme lainnya (heterotrof). Berdasarkan ada tidaknya tulang belakang, dunia hewan dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu Invertebrata (kelompok hewan-hewan yang tidak bertulang belakang) dan Vertebrata (kelompok hewan-hewan yang memiliki tulang belakang). Berdasarkan tingkat pertumbuhan dan perkembangannya, hewanhewan Invertebrata dikelompokkan menjadi delapan filum yaitu: Porifera, Coelenterata, Platyhelminthes, Nematoda, Annelida, Mollusca, Arthtropoda, dan Echinodermata (Pratiwi et al, 2006:171). Berikut ini dijelaskan karakteristik dari setiap filum tersebut. 19 a. Porifera Menurut Pratiwi et al. (2006:172) Porifera berasal dari kata porus yang berarti lubang kecil dan ferre (mempunyai/mengandung), maka Porifera berarti hewan berpori. Habitat Porifera umumnya di laut. Bentuk tubuh Porifera bervariasi, ada yang menyerupai vas bunga, piala, terompet, atau bercabang-cabang seperti tumbuhan. Rangka tubuh berupa spikula yang keras atau serat spongin yang fleksibel. Permukaan tubuh Porifera dipenuhi oleh pori-pori yang disebut ostium. Ostium terhubung dengan rongga dalam tubuh yang disebut spongocoel. Pada ujung spongocoel terdapat lubang keluar air (oskulum). Oskulum Spongosol Lapisan sel luar Pori/ Ostium Pori/ Ostium Flagel Lapisan sel dalam Sel leher Spikula Gambar 2.4. Struktur Tubuh Porifera Sumber: http://johnson.emcs.net/life/invert Tubuh porifera terdiri dari dua lapisan (diploblastik) yaitu epidermis dan endodermis. Di antara kedua lapisan tersebut terdapat lapisan gelatin yang disebut mesoglea. Epidermis tersusun atas sel-sel epitel pipih yang disebut pinakosit. 20 Endodermis tersusun atas sel-sel berflagel yang disebut koanosit. Mesoglea mengandung dua macam sel yaitu amoebosit dan skleroblas. Proses pencernaan makanan pada Porifera terjadi secara intraseluler. Sisa-sisa makanan yang tidak berguna dikeluarkan melalui oskulum bersama aliran air di dalam tubuh. Pada Porifera terdapat tiga tipe saluran air yaitu askon, sikon, dan leukon. Porifera melakukan reproduksi secara seksual (fertilisasi) dan aseksual (pembentukan tunas dan gemulae). Ada tiga kelas yang tergolong filum Porifera, yaitu Calcarea, Hexatinellida, dan Demospongia (Pratiwi et al, 2006:174). b. Coelenterata Menurut Pratiwi et al. (2006:174) Coelenterata sering juga disebut hewan berongga. Beberapa ahli ada yang membedakan filum Coelenterata menjadi dua filum, yaitu filum Ctenophora dan filum Cnidaria. Perbedaan hewan Ctenophora dengan Cnidaria adalah pada sistem pencernaannya. Ctenophora memiliki mulut untuk masuknya makanan serta dua lubang anus untuk mengeluarkan air dan kotoran di ujung yang lain. Secara umum Coelenterata memiliki tubuh simetri radial, diploblastik, dan memiliki mulut yang dikelilingi oleh tentakel. Pada hewan Cnidaria permukaan tentakel terdapat sel-sel beracun (knidoblas) yang mengandung sel penyengat( nematokis). Coelenterata yang hidup di laut umumnya berbentuk medusa dan berkoloni. Coelenterata yang hidup di air tawar umumnya berbentuk polip dan hidup soliter atau berkoloni. Coelenterata belum memiliki sistem peredaran darah, sistem pernapasan, dan sistem ekskresi. Pernapasan dan ekskresi dengan cara difusi melalui permukaan tubuhnya. 21 Mulut/anus Tentakel Rongga Gastrovaskuler Gastrodermis Mesoglea Batang tubuh Epidermis Rongga Gastrovaskuler Gastrodermis Mesoglea Epidermis Tentakel Mulut/anus Gambar 2.5. Bentuk Polip dan Medusa Hewan Coelenterata Sumber: exonity.wordpress.com Sistem saraf Coelenterata masih sederhana berupa saraf berbentuk jala. Filum Cnidaria dibagi ke dalam tiga kelas utama yaitu: Hydrozoa, Scyphozoa, dan Anthozoa (Champbell et al,: 2004, 216). c. Platyhelminthes Menurut Pratiwi et al. (2006:182) Platyhelminthes berasal dari bahasa Yunani, yaitu platy yang berarti pipih dan helminth yang berarti cacing. Sesuai dengan namanya, anggota kelompok cacing ini memiliki tubuh pipih dorsoventral. 22 Bintik mata Rongga gastrovaskuler Mulut Faring Celah faring Gambar 2.6. Anatomi Planaria sp (anggota filum Platyhelminthes) Sumber: http://johnson.emcs.net/life/invert Platyhelminthes ada yang bersifat parasit, ada pula yang hidup bebas di perairan. Bentuk tubuh Platyhelminthes pipih dan tidak bersegmen. Tubuhnya simetri bilateral, triploblastik, acoelomata. Platyhelminthes tidak memiliki sistem peredaran darah dan sistem pernapasan. Pernapasan dilakukan melalui seluruh permukaan tubuh. Sistem ekskresi dengan sel-sel api (flame cell). Sistem saraf Platyhelminthes membentuk sistem saraf tangga tali. Sistem pencernaan tidak sempurna karena tidak ada anus, hanya terdiri dari mulut, faring, dan usus. Platyhelminthes umumnya bersifat hermafrodit. Reproduksi terjadi secara seksual (perkawinan silang) dan aseksual (regenerasi). Platyhelminthes dibedakan menjadi tiga kelas yaitu: Turbellaria (cacing berambut getar), Trematoda (cacing isap), dan Cestoda (cacing pita). 23 d. Nematoda Menurut Pratiwi et al. (2006:191) Nematoda berasal dari kata nematos yang artinya benang dan oidos yang artinya bentuk. Nematoda ada yang hidup bebas, ada pula yang parasit pada hewan dan tumbuhan. Bentuk tubuhnya bulat panjang (gilig), simetri bilateral, dan tidak bersegmen. Nematoda tidak memiliki sistem peredaran darah dan sisitem pernapasan. Pernapasana dilakukan secara difusi melalui permukaan tubuh. Kutikula Esofagus Stilet Sel telur Pseudoselom Vagina Cincin saraf Kelenjar esofagus Uterus Ovarium Usus halus Anus Ekor Gambar 2.7. Anatomi Nematoda Sumber: http://www.proprofs.com Sistem pencernaan Nematoda telah sempurna karena memiliki mulut dan anus. Reproduksi hanya dilakukan secara seksual. Beberapa jenis Nematoda yang dikenal antara lain Ascaris lumbricoides (cacing perut), Oxyuris vermicularis (cacing kremi), dan Wuchereria brancofti (cacing filaria). 24 e. Annelida Menurut Pratiwi et al (2006: 193) Annelida berasal dari kata annulus yang artinya cincin dan oidos yang artinya bentuk. Annelida hidup di perairan tawar, laut, dan darat. Umumnya cacing ini hidup bebas, tetapi ada pula yang parasit. Annelida memiliki tubuh simetri bilateral, coelomata, triploblastik, dan dilapisi kutikula. Kutikula Selom Otot sirkuler Septum (partisi atau pemisah antar segmen) Otot longitudinal Pembuluh dorsal Usus halus Metanefridium Nefrostom Pembuluh ventral Tali saraf Metanefridium Klitelum Faring Tembolok Ganglia serebral Usus halus Empedal Mulut Ganglion subfaring Esofagus Saraf ventral dengan ganglia segmental Gambar 2.8. Anatomi Lumbricus terrestis (anggota Annelida) Sumber: kentsimmons.uwinnipeg.ca Tubuh Annelida bersegmen/ruas dan bersifat metameri. Sistem peredaran darah Annelida merupakan sistem peredaran darah tertutup. Annnelida melakukan pernapasan menggunakan kulit atau insang. Alat ekskresi Annelida berupa 25 sepasang nefridia. Sistem saraf Annelida merupakan sistem saraf tangga tali. Annelida memiliki saluran pencernaan yang lengkap terdiri atas mulut, faring, tembolok, lambung, usus halus, dan anus. Reproduksi dilakukan secara seksual (pembentukan gamet dan fertilisasi) serta aseksual (fragmentasi). Filum Annelida dibagi ke dalam tiga kelas yaitu Oligochaeta, Polychaeta, dan Hirudinea (Champbell et al., 2004: 228). f. Mollusca Mollusca berasal dari kata mollis yang berati lunak. Mollusca berarti hewan bertubuh lunak. Bentuknya sangat beragam dan hidup di laut, air tawar dan daratan. Mollusca memiliki tubuh bulat simetris, selomata, lunak, dan tidak bersegmen. Ephitel bagian dorsal yang membentuk mantel, menyekresikan cangkang atau spikula. Otot bagian ventral berkembang menjadi kaki muscular. Massa viseral Selom Nefridium Mantel Gonad Jantung Usus Perut Radula Cangkang Rongga mantel Radula Anus Insang Kaki Mulut Tali saraf Esofagus Gambar 2.9. Anatomi Gastropoda Sumber: kentsimmons.uwinnipeg.ca Mulut 26 Mollusca jantan dan betina terpisah, tetapi ada pula yang hermaprodit. Alat ekskretori dan reproduksi berada di massa viscera. Sistem ekskresi berupa sepasang ginjal. Berdasarkan simetri tubuh, bentuk kaki, cangkang, mantel, insang, dan sistem sarafnya, Mollusca dibagi atas lima kelas, yaitu Polyplacophora, Scapopoda, Gastropoda, Cephalopoda, dan Pelycypoda atau Bivalvia (Pratiwi et al., 2006:198). g. Arthropoda Menurut Pratiwi et al. (2006:207) Arthtropoda berasal dari kata arthron yang berarti ruas, dan podos yang berarti kaki. Arthtropoda memiliki tubuh yang beruas-ruas. Tubuh Arthropoda bersifat simetri bilateral dan triploblastik selomata. Perut Dada Kepala Antena Mata majemuk Jantung Anus Sistem pencernaan Arteri dorsal Ganglion serebral (otak) Ganglion subesofagus Vagina Tali saraf Ovarium Tubulus malphigi Mandibula Pipa trakea Gambar 2.10. Anatomi belalang (salah satu anggota Insecta) Sumber: kentsimmons.uwinnipeg.ca 27 Pada setiap segmen tubuh biasanya terdapat sepasang kaki yang beruas. Segmen tubuh bergabung membentuk bagian tubuh, yaitu kaput (kepala), toraks (dada), dan abdomen (perut). Tubuh Arthropoda sepenuhnya ditutupi oleh kutikula, suatu eksoskeleton (kerangka eksternal) yang dibangun dari lapisanlapisan protein dan kitin. Arthropoda sewaktu-waktu harus melepaskan eksoskeletonnya yang lama dan mensekresikan eksoskeleton yang lebih besar, proses ini disebut molting (Champbell et al., 2004: 230). Sistem saraf Arthropoda berupa sistem saraf tangga tali. Sistem pencernaan Arthropoda terdiri dari mulut, esofagus, lambung, usus, dan anus. Arthropoda bernapas dengan insang, trakea, atau paru-paru buku. Sisa metabolisme berbentuk cairan, dikeluarkan oleh organ sekresi yang disebut saluran/tubula Malpighi, kelenjar sekresi, atau keduanya. Sistem sirkulasi darah pada Arthropoda bersifat terbuka. Sistem sirkulasi terdiri dari jantung, pembuluh darah pendek, ruang di sekitar organ tubuh yang disebut sinus atau hemosol. Sistem reproduksi Arthropoda umumnya secara seksual dan aseksual (partenogenesis). Habitat penyebaran filum Arthropoda sangat luas mulai dari laut, perairan tawar, gurun pasir, dan padang rumput. Arthropoda diklasifikasikan menjadi 20 kelas berdasarkan struktur tubuh dan kaki. Kelas utama dalam filum Arthropoda, yaitu: Arachnoidea, Diplopoda, Chilopoda, Insecta, dan Crustacea (Champbell et al,: 2004, 231). 28 h. Echinodermata Menurut Pratiwi et al. (2006:229) Echinodermata berasal dari kata Yunani echinos yang artinya duri dan derma yang artinya kulit. Jadi, Echinodermata berarti hewan yang kulitnya berduri. Echinodermata berhabitat di laut dan umumnya hidup sesil (menetap). Tubuh Echinodermata tidak beruas-ruas, ketika larva bersifat simetri bilateral, setelah dewasa menjadi simetri radial. Sistem pernapasan berbeda-beda, ada yang menggunakan kaki tabung, insang kecil, atau pohon respirasi. Sistem pencernaan Echinodermata lengkap dan sederhana, tetapi pada beberapa spesies tidak memiliki anus. Rongga tubuh Echinodermata berfungsi sebagai sistem vaskular air. Sistem ini dipakai untuk berjalan, bernapas, ekskresi, dan menangkap mangsa. Kaki tabung Anus Madreporit Saluran batu Perut Saluran cincin Pediselaria Saluran pilorus Sakus pencernaan Duri Saluran radial Mulut Sakus pilorus Papula Gonad Ampula Alat optik Gonad Ampula Duri yang dapat bergerak Saraf radial Gambar 2.11. Anatomi bintang laut (Asteroidea) Sumber: http://animaldiversity.ummz.umich.edu Kaki tabung 29 Sistem saraf berupa cincin di sekitar mulut dan berupa sistem saraf radial. Reproduksi secara seksual (fertilisasi eksternal) atau secara aseksual (regenerasi dan pembelahan sel). Berdasarkan bentuk tubuhnya, Echinodermata terbagi menjadi lima kelas yaitu: Asteroidea (bintang laut), Ophiuroidea (bintang ular), Echinoidea (landak laut), Crinoidea (lili laut), dan Holothuroidea (timun laut/teripang). 2. Nilai Intelektual Subkonsep Invertebrata a. Berbagai spesies anggota filum Porifera sampai filum Echinodermata memiliki nilai jual yang sangat tinggi sehingga kita harus menjaga kelestariannya. b. Agar tidak terkena infeksi cacing hati (Fasciola hepatica) sebaiknya kita memasak daging dan sayuran sampai benar-benar matang supaya tidak ada larva cacing dan bibit penyakit lain yang ikut termakan. c. Untuk mencegah penularan cacing perut (Ascaris lumbricoides) dan cacing kremi (Oxyuris vermicularis) sebaiknya kita membiasakan diri untuk hidup bersih, mencuci tangan sebelum makan supaya tidak ada telur cacing dan bibit penyakit lain yang menempel di tangan dan ikut termakan. d. Lintah (Hirudo medicinalis) bersifat parasit karena menghisap darah dari hewan vertebrata dan manusia. Kebiasaan lintah yang menghisap darah bisa dikembangkan menjadi suatu pengobatan alternatif untuk menyedot darah kotor dari dalam tubuh. 30 e. Lebah madu akan menghasilkan sengatan jika dirinya diganggu. Sengatan lebah akan menimbulkan bengkak, kemerahan, dan rasa panas pada kulit. Namun, saat ini sengatan lebah dimanfaatkan untuk pengobatan alternatif seperti rematik dan radang sendi. f. Serangga yang menjadi hama tanaman lebih baik ditangkap untuk dijadikan pakan burung peliharaan daripada dibasmi dengan insektisida karena penggunaan insektisida akan mengganggu keseimbangan ekosistem. g. Bekicot (Achatina fulica) dan keong sawah yang hidup parasit sebagai hama tanaman padi bisa dijadikan pakan ikan lele daripada dibasmi dengan zat-zat kimia. h. Hewan Echinodermata berperan sebagai pembersih laut karena memakan bangkai atau sisa-sisa hewan yang ada di laut/pantai. Oleh karena itu kita perlu melestarikan hewan Echinodermata guna menjaga kebersihan laut. Laut yang bersih dan indah akan menjadi daya tarik wisata. 3. Nilai Sosial-politik Subkonsep Invertebrata a. Dalam suatu organisasi pemerintahan setiap orang memiliki peran dan tugasnya masing-masing seperti halnya jenis-jenis sel yang ada dalam tubuh Porifera memiliki fungsi-fungsi tertentu. b. Dalam kehidupan bermasyarakat, janganlah kita bersifat parasit atau merugikan orang lain seperti kehidupan cacing pita yang menyerap sari-sari makanan di dalam usus manusia. 31 c. Telur Ascaris lumbricoides dikeluarkan ke alam bebas bersama feses, kemudian telur yang tidak dibuahi tidak akan mengalami perkembangan lebih lanjut sedangkan telur yang dibuahi akan meneruskan siklus hidupnya, begitu pula seorang manusia yang terjun ke dalam kehidupan masyarakat, orang yang bisa bersaing akan sukses sedangkan yang kalah bersaing tidak akan berkembang. d. Dalam setiap aktivitas kita hendaknya selalu memberikan dampak positif bagi lingkungan sekitar kita seperti cacing tanah yang aktivitas hidup dan pergerakannya di tanah membuat tanah berlubang-lubang/gembur serta memiliki kandungan aerasi tanah yang baik. e. Rangka luar (eksoskeleton) Arthropoda tidak dapat membesar mengikuti pertumbuhan tubuh, oleh karena itu pada tahap pertumbuhan Arthropoda selalu diikuti dengan pengelupasan eksoskeleton lama dan pembentukan eksoskeleton baru. Begitu pula tingkat kepemimpinan seorang pemimpin tidak bisa mengikuti terus perkembangan negara/organisasinya. Pada periode tertentu kepemimpinan lama diganti oleh kepemimpinan yang baru. f. Kita harus saling bertegur sapa saat berjumpa dengan teman seperti semutsemut yang saling menepukkan antena ketika mereka bertemu. g. Mollusca mempunyai kaki muskular yang dipakai dalam beradaptasi untuk bertahan di substrat, menggali membor substrat, atau melakukan pergerakan dan sebagai alat untuk menangkap mangsa. Perbedaan fungsi kaki muskular tersebut disesuaikan dengan kondisi habitat Mollusca. Begitu pula kita selaku 32 manusia yang hidup bersosialisasi dalam masyarakat harus bisa menyesuaikan diri dengan adat dan budaya lingkungan tempat tinggal kita. h. Sistem saluran air dalam rongga tubuh Echinodermata disebut sistem ambulakral. Sistem ambulakral terdiri dari madreporit, saluran batu, saluran cincin, saluran radial, saluran lateral, dan ampula. Begitu pula dalam sistem pemerintahan di masyarakat, terdiri dari ketua RT, ketua RW, dan kepala desa. 4. Nilai Pendidikan a. Sistem saluran air tipe sikon dan leukon pada Porifera dapat ditiru menjadi saluran irigasi dalam pengairan sawah. b. Struktur tubuh capung mengilhami para teknokrat untuk membuat pesawat terbang jenis helikopter. Begitu pula struktur sayap mini (halteres) pada lalat yang diadopsi oleh manusia ke dalam pesawat terbang sebagai sistem navigasi (Suroso, 2010:108). c. Ketika kita telah dipisahkan dari kehidupan orang tua kita harus bisa hidup mandiri seperti larva efira yang bisa hidup dan berkembangbiak sendiri setelah dipisahkan dari strobila. d. Jika sedang mendapatkan masalah, maka kita sebaiknya menyelesaikan masalah tersebut dengan cara yang tepat/sesuai. Seperti halnya Diplopoda yang menggulungkan dirinya ketika bahaya mengancam, bagian tubuh yang keras berada diluar,sedangkan bagian tubuh yang lunak dibagian dalam gulungan tubuhnya. 33 e. Dalam melakukan pekerjaan apapun jika memang bisa dikerjakan sendiri maka kerjakanlah sendiri tanpa merepotkan orang lain, seperti halnya cacing kremi (Oxyuris vermicularis) yang bisa melakukan autoinfeksi sehingga tidak melibatkan perantara dalam kerjanya (mandiri). f. Dalam menjalani kehidupan, kita harus senantiasa berusaha menjadi pribadi yang lebih baik, bermetamorfosis dengan prinsip hari ini harus lebih baik dari hari kemarin dan hari esok harus lebih baik dari hari ini, seperti metamorfosis ulat menjadi kupu-kupu. g. Jika kita sering mendapatkan masalah dalam kehidupan maka kita harus bisa menjadi seseorang yang semakin bijaksana dengan cara mengambil hikmah dari masalah yang dihadapi, seperti tiram mutiara yang menghasilkan mutiara bila ada benda asing dari luar yang masuk ke dalam cangkangnya. h. Simetri tubuh Echinodermata saat larva simetri bilateral sedangkan setelah dewasa bersimetri radial. Hal tersebut memberikan contoh bahwa jika pada saat masih kecil/anak-anak kita hanya bisa menilai suatu perbuatan dari dua sisi saja, benar atau salah maka ketika dewasa kita harus bisa melihat perbuatan tersebut dari berbagai sudut pandang, sehingga bisa menentukan benar atau salahnya dengan lebih bijaksana sesuai konteks kasusnya. 34 5. Nilai Religi a. Filum Mollusca memiliki anggota spesies dengan bentuk cangkang yang bermacam-macam. Keanekaragaman dan keunikan bentuk pada filum Mollusca membuat kita semakin mengagumi segala ciptaan Tuhan YME. b. Proses regenerasi yang dilakukan untuk bereproduksi pada Planaria sp menunjukkan bahwa dari bagian tubuh yang telah terpisah-pisah pun dengan adanya kehendak Tuhan YME, potongan tubuh tersebut bisa membentuk individu yang utuh. c. Pada Nemathelminthes, tubuh cacing betina berukuran lebih besar dari cacing jantan karena fertilisasinya terjadi dalam tubuh cacing betina (internal). Hal tersebut menunjukkan bahwa Tuhan YME menciptakan bentuk makhluk sesuai dengan tugasnya masing-masing dan setiap makhluk hidup diciptakan secara berpasangan, sebagaimana diisyaratkan dalam Al-quran yaitu: “ Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan agar kamu mengingat kebesaran Allah” (QS. Az-Zariyat:49). d. Cestoda memiliki segmen-segmen tubuh yang disebut proglotid. Tiap proglotid memiliki sistem fisiologis tubuh sendiri, namun antar proglotid masih saling berhubungan. Adanya proglotid tersebut menunjukkan bahwa Tuhan YME mampu membagi hal-hal terkecil sesuai dengan kehendak-Nya. e. Kemampuan lebah untuk membangun sarang dengan struktur heksagonal yang memberikan volume ruang paling efisien merupakan suatu bukti kekuasaan 35 Tuhan YME yang telah memberikan ilham/petunjuk kepada makhluk-Nya, sebagaimana dijelaskan dalam Al-Quran, bahwa: “ Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah: “ Buatlah sarang-sarang di bukitbukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibuat manusia. Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang tealh dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah itu ke luar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan”. (QS.An-Nahl: 68-69). f. Keanekaragaman hewan Mollusca merupakan bentuk kasih sayang Tuhan terhadap manusia agar manusia bisa memanfaatkan serta melestarikan hewanhewan tersebut dengan sebaik-baiknya. C. Penguasaan Konsep Belajar merupakan suatu proses interaksi antara berbagai unsur yang saling berkaitan. Unsur utama dalam belajar adalah individu sebagai peserta belajar, kebutuhan sebagai sumber pendorong, serta situasi belajar yang memberikan kemungkinan terjadinya kegiatan belajar. Hasil belajar sangat tergantung kepada proses belajar. Hasil belajar akan terlihat setelah diberikan perlakuan pada proses belajar dianggap sebagai proses pemberian pengalaman belajar. Hasil belajar mengharapkan terjadinya perubahan 36 tingkah laku yang terjadi pada diri siswa. Ciri terjadinya perubahan tingkah pada diri siswa ditunjukkan oleh sejumlah kemampuan memahami dan menguasai hubungan-hubungan antara bekal kemampuan siswa dengan materi pelajaran yang diajarkan dalam proses belajar mengajar. Penguasaan konsep merupakan salah satu buah dari hasil belajar, yaitu aspek kognitif. Pada umumnya hasil belajar dapat dikelompokkan menjadi tiga aspek yaitu ranah kognitif, psikomotor dan afektif. Secara eksplisit ketiga aspek tersebut tidak dipisahkan satu sama lain. Adapun ranah kognitif menurut taksonomi Bloom versi baru terdiri atas (dari level 1 sampai 6): remembering (mengingat), understanding (memahami), applying (menerapkan), analysing (menganalisis, mengurai), evaluating (menilai) dan creating (mencipta). Penjabaran masing-masing level itu dijelaskan oleh Anderson, & Krathwohl (2001:66-87) sebagai berikut: 1. Mengingat (Remembering) Mengingat merupakan memunculkan kembali apa yang sudah diketahui dan tersimpan dalam ingatan jangka-panjang. Hal tersebut dapat berupa: a). mengenali (Recognizing) dan b). menyebutkan kembali (Recalling). 2. Memahami (Understanding) Menegaskan pengertian atau makna bahan-bahan yang sudah diajarkan, mencakup komunikasi lisan, tertulis, maupun gambar. Hal tersebut dapat berupa: a). menafsirkan; b). mengartikan; c). menerjemahkan (Interpreting); d). memberi contoh (Exemplifying); e). menggolong-golongkan; f). 37 mengelompokkan (Classifying); g). merangkum; h). meringkas (Summarizing); i). melakukan inferensi (Inferring); j). membandingkan (Comparing); dan k). memberikan penjelasan (Explaining). 3. Menerapkan (Applying) Melakukan sesuatu, atau menggunakan sesuatu prosedur dalam situasi tertentu. Hal tersebut dapat berupa: a). melaksanakan (Executing) dan b). menerapkan (Implementing). 4. Menganalisis (Analyzing) Menguraikan sesuatu ke dalam bagian-bagian yang membentuknya, dan menetapkan bagaimana bagian-bagian atau unsur-unsur tersebut satu sama lain saling terkait, dan bagaimana kaitan unsur-unsur tersebut kepada keseluruhan struktur atau tujuan sesuatu itu. Hal tersebut dapat berupa: a). membedabedakan (Differentiating); b). menata atau menyusun (Organizing); dan c). menetapkan sifat atau ciri (Attributing). 5. Mengevaluasi atau menilai (Evaluating) Menetapkan derajat sesuatu berdasarkan kriteria atau patokan tertentu. Hal tersebut dapat berupa: a). mengecek (Checking) dan b). mengkritisi (Critiquing). 6. Mencipta (Creating) Memadukan unsur-unsur menjadi sesuatu bentuk utuh yang koheren dan baru, atau membuat sesuatu yang orisinil. Hal tersebut dapat berupa: a). memunculkan (Generating); b). Merencanakan; c). membuat rencana (Planning); dan d) menghasilkan karya (Producing). 38 D. Sikap Siswa 1. Definisi Sikap Dalam mendefinisikan sikap, banyak perbedaan sudut pandang tentang sikap itu sendiri. Suroso (2010:30) mendefinisikan sikap sebagai kecenderungan bertindak pada seseorang, untuk menanamkan, memupuk, dan membina sikap dan moral siswa, maka sikap siswa perlu ditumbuhkembangkan sejak dini kearah halhal yang bersifat positif dalam kehidupan manusia dengan menjunjung tinggi sistem dan moral yang berlaku dalam masyarakat dan agama untuk dikaitkan dan dianalogikan dengan kandungan nilai dan moral dalam bahan ajar yang diambil dari fenomena alam. Elmubarok (2009:47) mendefinisikan sikap sebagai suatu bentuk evaluasi perasaan dan kecenderungan potensial untuk bereaksi yang merupakan hasil interaksi antara komponen kognitif, afektif, dan konatif yang saling bereaksi di dalam memahami, merasakan, dan berperilaku terhadap suatu objek. Menurut Azwar (2010:4) definisi sikap dapat dimasukkan ke dalam salah satu diantara tiga kerangka pemikiran sikap yaitu; Pertama, kerangka pemikiran yang diwakili oleh para ahli psikologi seperti Louis Thurstone, Rensis Likert dan Charles Osgood. Menurut mereka sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Dengan demikian sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak (favourable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (unfavourable) pada objek tersebut; kedua, kerangka pemikiran yang diwakili oleh ahli seperti Chief, Bogardus, La Pierre, Mead dan Gordon Allport. Menurut kelompok pemikiran ini sikap merupakan semacam kesiapan 39 untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu. Dapat dikatakan bahwa kesiapan yang dimaksudkan merupakan kecenderungan yang potensial untuk bereaksi dengan cara tertentu apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya respon; ketiga, kelompok pemikiran yang berorientasi pada skema triadik (triadic schema). Menurut pemikiran ini suatu sikap merupakan komponen kognitif, afektif dan konatif yang saling berinteraksi dalam memahami, merasakan dan berperilaku terhadap suatu objek. Menurut Thurstone (Edwards 1957:2) sikap atau attitude is a degree of positive or negative associated psychological object atau tingkat kecenderungan atau pernyataan gejala senang atau tidak senang dari seseorang terhadap suatu objek. Jika seseorang berhadapan dengan suatu objek tertentu maka responnya diekspresikan dalam bentuk sangat senang, agak senang, tidak acuh, kurang senang, atau tidak senang. Jadi walaupun sikap didefinisikan oleh banyak perbedaan, namun ada kesamaan maksud dari pengertian di atas yaitu bahwa respon seseorang terhadap suatu hal mewakili sikap seseorang tersebut. 2. Pembentukan Sikap Menurut Krech dan Ballancy (Syamsuni 2005: 15-16) ada empat faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap, yaitu: The attitude develop in the process of want satisfaction, the attitude of the individual are shape by information to which he is exposed, the group affiliation of individual of help determine the formation of his attitude, the attitude of individual of help determine the formation of his attitude, the attitude of individual respect his personality. 40 Keempat faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap tersebut menurut Syamsuni (2005: 15-16) dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Keinginan dari dalam diri individu (nawaitu) Tindakan atau pekerjaan yang diawali dengan keinginan atau niat yang tulus, ikhlas, dan semata-mata mengharap ridho-Nya sangat mempengaruhi hasil yang akan diterima. b. Informasi yang diterima (pengetahuan) Informasi yang diterima, dapat mempengaruhi penilaian atau pandangannya terhadap sesuatu yang diterima. Informasi yang diterima secara utuh dan benar, akan mempengaruhi pola pikir sebelum mengambil sikap untuk bertindak. c. Afiliasi yang terjadi di dalam kelompok (pengalaman) Afiliasi menurut Birch dan Veroff merupakan dorongan instrinsik karena ini merupakan kebutuhan psikologis untuk diterima oleh orang lain (Prayitno, 1989:75). Kerjasama yang terjalin dalam suatu kelompok dapat memberikan pengalaman yang sangat berharga dalam mengambil keputusan. Proses pengambilan keputusan yang bijaksana dalam menghadapi suatu permasalahan dalam kehidupan, sangat dipengaruhi oleh pengalaman sendiri yang pernah dialami, dan kejadian yang menimpa orang lain. Kejadian yang menimpa diri dan orang lain dapat dijadikan hikmah atau bahan renungan untuk bersikap selalu lebih baik. 41 d. Kepribadian (kebiasaan) Manusia yang kepribadian atau kebiasaan seseorang dalam kehidupan seharihari menunjukkan keistiqomahan dalam berakhlak. Pembiasaan akhlak yang baik dalam berbagai macam situasi dapat membentuk karakter memberikan manfaat bagi sesamanya. 3. Pengukuran Sikap Banyak cara dan metode yang dikembangkan oleh para ahli dalam mengungkap sikap manusia. Berawal dari metode-metode yang sederhana, seperti pengungkapan langsung, sampai pada metode yang lebih rumit, seperti skala sikap. Skala sikap (attitude scales) berupa kumpulan pernyataan-pernyataan mengenai suatu objek sikap. Penyusunan pernyataan skala sikap harus memperhatikan beberapa kriteria tertentu. Azwar (2010:113) dalam bukunya menjelaskan beberapa kaidah pembuatan pernyataan skala sikap. Kriteria tersebut adalah: a. Hindarkan pernyataan yang menunjuk masa lampau, sebaliknya pada masa kini. b. Hindarkan pernyataan yang faktual dan dapat di interpretasikan secara faktual. c. Hindarkan pernyataan yang dapat di interpretasikan dengan lebih dari satu jenis jawaban. d. Hindarkan pernyataan yang tidak relevan dengan objek psikologi yang akan diungkap. 42 e. Hindarkan pernyataan yang mungkin dibenarkan oleh setiap orang atau sebaliknya oleh tidak seorang pun. f. Pilihlah pernyataan yang telah anda percaya mampu menjangkau semua skala afektif dari ketertarikan. g. Jagalah agar penggunaan bahasa dalam pernyataan itu sederhana, jelas dan langsung. h. Pernyataan diusahakan singkat, pendek, dan tidak lebih dari 20 patah kata. i. Satu pernyataan diusahakan berisi hanya satu masalah yang sifatnya lengkap. j. Pernyataan berisi sesuatu yang sifatnya umum, misalnya: semua, selalu, tidak seorangpun dan tidak pernah. Hindarkan hal-hal yang bersifat ganda. k. Kata seperti hanya, semata-mata dan kata lain yang serupa harus digunakan dengan hati-hati serta tidak memihak dalam membuat pernyataan. l. Jika mungkin, pernyataan disusun dalam kalimat yang sederhana, tidak dalam kalimat yang kompleks. m. Hindarkan penggunaan kata-kata yang tidak dimengerti oleh responden. n. Hindarkan penggunaan istilah yang double negative. E. Hubungan Pembelajaran Berdasarkan Pendekatan Nilai, Penguasaan Konsep, dan Pembentukan Sikap Sebagaimana telah dijelaskan di atas bahwa penguasaan konsep merupakan salah satu buah dari hasil belajar yaitu aspek kognitif. Siswa yang berprestasi di kelasnya cenderung memiliki aspek kognitif yang baik, dan tentunya siswa tersebut akan mempunyai pemahaman yang baik pula terhadap suatu konsep 43 pelajaran. Dari penguasaan konsep yang baik inilah siswa akan mampu mengembangkan konsep yang dikuasainya ke dalam nilai-nilai yang terkandung dalam suatu konsep biologi. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Suroso (2010:12) bahwa untuk metode pembelajaran bernuansa pendidikan nilai (nilai intelektual, nilai sosial-politik, nilai pendidikan, dan nilai religi) selalu berpijak kepada pengetahuan dasarnya atau pengetahuan konsepnya, yang disebut nilai praktis. Sehingga nilai-nilai pengembangan itu bersifat penguatan terhadap nilai praktisnya (penguasaan konsep). Nilai-nilai yang berhasil dikembangkan siswa dari suatu konsep tentunya disadari atau tidak akan terinternalisasi dalam pribadinya sebagai suatu sikap. Pengembangan nilai pada suatu individu sampai melahirkan suatu sikap yang baik tentunya tidak terbentuk secara tiba-tiba, namun memerlukan waktu yang cukup lama. Hal ini diperkuat oleh pendapat Gulo (2002:152) yang menyatakan bahwa nilai atau moral berkembang di dalam diri seseorang melalui proses yang cukup lama. Adapun tahapan terinternalisasinya suatu nilai, Krathwohl et.al dan Bloom et.al., (Suroso, 2010:50-51) membaginya menjadi tiga tingkatan, yaitu: 1. Penerimaan suatu Nilai (Acceptance of value) Pada tingkat penerimaan nilai ini, penekanannya mengarah kepada asal-usul keberhasilan suatu objek, fenomena, dan perilaku yang diamatinya seperti kepercayaan menjadi teman baik atau anggota kelompoknya. Dalam hal ini, sesuatu dipandang bernilai apabila seseorang setelah mengamatinya, dan 44 mempelajarinya kemudian ia bersikap menerima atau menyetujui terhadap makna kandungan nilai-nilainya. 2. Pemilihan terhadap Nilai (preferensi for value) Pada tingkat pemilihan nilai ini, seseorang berusaha menginginkan dan mengikuti nilai yang dianutnya untuk dapat melaksanakan nilai-nilai tersebut seperti: ia dapat mengungkapkan pandangan dan argumentasi dari suatu nilai objek yang dipelajarinya. 3. Keterikatan atau komitmen Kepada Nilai (Commitment) Tingkatan yang menunjukkan tampilan perilaku dari suatu nilai yang dipegangnya dan kemungkinan memperluas pengembangan dirinya terhadap nilai tersebut dan juga terhadap orang lain, seperti: ia dapat mengungkapkan prinsip-prinsip dalam hidupnya dan kehidupannya di masyarakat, berupa kepatuhannya terhadap sesuatu yang dianggap baik. Menurut Frankel (Suroso, 2010:51) ada enam faktor yang mempengaruhi komitmen terhadap suatu nilai, yaitu: 1. Sesuatu yang mendesak (immediacy) Orang melakukan sesuatu pada saat tertentu, karena kepentingan mendesak, dan nilai yang dianutnya sebenarnya tidak sesuai dengan perilaku saat itu. 2. Kepuasan diri (Austerity) Berprinsip untuk memuaskan keinginannya dengan menghabiskan apa adanya. 45 3. Kuasa orang lain (Authentic) Rasa kesadaranya dikalahkan oleh kuasa orang lain. 4. Keterbukaan (Open ended) Keterbukaan yang begitu luas sehingga sulit kepastiannya. 5. Otonomi Emansipasi dan tanggungjawab seringkali mengalahkan kepatuhan dan kesadaran diri. 6. Reverensi (Reverence) Hal-hal yang menyangkut kesenangan, cinta dan kepercayaan yang dapat mengalahkan kesadaran dan kepatuuhan seseorang. Mar’at (1981:15) menjelaskan bahwa proses belajar akan mengarah pada pembentukan sikap yang disesuaikan pada lingkungan. Perkembangan daripada sikap akan melalui proses sosialisasi, imitasi, dan adaptasi. Jika dikaitkan dengan komponen kognisi serta komponen afeksi berarti bahwa komponen kognisi harus dapat menghayati obyek yang dihadapinya agar timbul suatu sikap yang dikehendaki. Di samping itu Mar’at (1981:17) mengungkapkan bahwa bahwa sikap mengandung unsur penilaian dan reaksi afektif yang tidak sama dengan motif, akan tetapi menghasilkan “motif tertentu”. Misalnya seseorang dalam reaksi afektifnya adalah marah namun karena situasi tertentu ia bersikap ramah. Motif yang dibentuk adalah menentukan tingkah lakunya untuk senantiasa bersikap ramah yang sebenarnya secara terselubung ia bersikap marah.