BAB II TINJAUAN TEORETIS A. Pengertian Metode Mengajar dalam

advertisement
BAB II
TINJAUAN TEORETIS
A. Pengertian Metode Mengajar dalam Proses Pembelajaran
Proses pembelajaran merupakan suatu rangkaian kegiatan atau aktivitas yang
dilakukan dengan maksud dan tujuan-tujuan tertentu. Sejalan dengan hal itu, maka kedua
proses tersebut tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Belajar merupakan suatu aktivitas
yang dialami seseorang sebagai objek dalam hal ini adalah penerima pelajaran atau pihak
yang menjadi sasaran didik. Sementara mengajar sebagai suatu aktivitas yang berusaha
memberikan bantuan, menyampaikan informasi berupa pengetahuan dan keterampilan,
sebagai subjek atau sumber belajar.
Proses pembelajaran hanya akan terjadi ketika kedua pihak baik siswa sebagai
objek maupun guru sebagai subjek mewujudkan pola komunikasi interaktif yang saling
menunjang, saling menunjang dimaksudkan bahwa seluruh tahapan yang dilalui dalam
hubungan interaksi tersebut memberikan hasil yang positif dan maksimal dalam mencapai
tujuan-tujuan yang telah menjadi komitmen bersama. Upaya dalam memaksimalkan
interaksi antara siswa dan guru dilakukan melalui pemanfaatan sejumlah potensi yang
dimiliki baik yang bersifat perangkat keras maupun lunak. Berangkat dari pola pikir seperti
itulah, sehingga lahirlah proses pembelajaran, karena belajar tidak hanya menghafal atau
bertaqlid, akan tetapi belajar adalah
Proses kegiatan pembelajaran ini tidak lain bertujuan untuk membina anak didik
melalui pengetahuan, kecerdasan, keterampilan serta nilai dan sikap. Kegiatan ini tidak lain
untuk membentuk anak didik menjadi manusia dewasa yang mampu berdiri sendiri serta
bersama-sama membangun bangsa dan negara.
( Word to PDF Converter - Unregistered )
http://www.Word-to-PDF-Converter.net14
Untuk lebih memperdalam pemahaman kita tentang proses pembelajaran, maka
berikut ini akan penulis kemukakan pengertian belajar dan mengajar secara terpisah.
Mungkin ada sebagaian asumsi yang mengemukakan bahwa metode mengajar
adalah satu paket tugas yang tidak dapat dipisahkan pada seorang guru. Tugas yang
melekat dimana metode sebagai sarana untuk mengantarkan realitas tugas-tugas keguruan,
dalam hal ini adalah mengajar. Kendatipun demikian menurut penulis bahwa perlu adanya
penegasan istilah antara metode dan mengajar sehingga dapat memberikan artikulasi yang
tepat bagi seorang guru menyangkut tugas yang diembannya.
Berangkat dari pola berpikir seperti itu maka memahami pengertian metode
mengajar sebaiknya diawali dengan penjelasan istilah baik metode maupun mengajar itu
sendiri. Hal ini sangat dimungkikan dalam rangka mempertegas pemahaman secara
substansial tentang apa dan bagaimana sesungguhnya metode mengajar.
Mengajar merupakan suatu aktivitas yang dilakukan oleh seseorang yang memiliki
keterampilan dan disiplin ilmu tertentu dalam rangka menjadikan seseorang untuk faham,
mengerti dan menguasai berbagai disiplin ilmu. Oleh karena itu ada sekelompok orang
memberikan asumsi mengajar adalah suatu usaha untuk menjadikan seseorang pintar atau
pandai.
Tugas mengajar bagi seorang guru merupakan tugas yang harus dilaksanakan secara
profesional oleh karena itu memerlukan metode yang tepat sebagai salah satu tolok
ukurnya, ketepatan dalam penentuan metode menjadi sangat penting dalam mengefektifkan
proses pembelajaran.
Amirul Hadi mengemukakan bahwa mengajar secara efektif sangat bergantung pada
pemilihan dan penggunaan metode mengajar yang serasi dengan tujuan mengajar.
Banyak guru yang masih keliru dalam memahami metode mengajar, sehingga
menyebabkan mereka sibuk untuk mencari berbagai teori yang berhubungan dengan
metode dalam berbagai literatur, padahal jika mereka memahami bahwa metode itu adalah
segala cara yang digunakan untuk mengajar, maka menurut penulis bahwa apapun yang
digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran maka sebenarnya itulah bagian dari
metode pembelajaran.
Oleh karena itu maka memahami metode mengajar sebenarnya cukup simple bahwa
metode mengajar adalah “cara yang digunakan oleh guru untuk menyampaikan pelajaran
kepada peserta didik”. Mengingat bahwa mengajar hakikatnya merupakan upaya guru
dalam menciptakan situasi belajar, oleh karena itu metode mengaja yang digunakan oleh
guru diharapkan mampu menumbuhkan berbagai kegiatan belajar bagi pelajar sehubungan
dengan kegiatan guru dalam mengajar.
Syaiful Bahri mengemukakan bahwa hubungan metode mengajar dengan
prinsip-prinsip belajar atau asas-asas belajar sangat erat. Kerevansian metode mengajar
dengan prinsip-prinsip belajar akan dapat membangkitkan gairah belajar peserta didik
dalam mencapai tujuan pembelajaran.
Jika dipahami secara detail penjelasan di atas, maka metode mengajar adalah cara
guru dalam mengajar yang disesuaikan dengan prinsip pembelajaran serta bertujuan untuk
membangkitkan motivasi belajar guna tercapainya tujuan pembeajaran.
Oleh karena itu pendidikan dan latihan membantu peserta didik untuk mengalihkan
hasil belajarnya ke dalam situasi-situasi yang nyata. Dalam kaitan dengan hal tersebut maka
metode-metode mengajar yang dipilih oleh guru pendidikan agama Islam harus
mempertimbangkan pengalihan tersebut.
Sebagai salah satu komponen pengajara, metode memiliki arti penting dan patut
dipertimbangkan dalam rangka pembelajaran. Tampa penggunaan metode, kegiatan
interaksi edukatif tidak akan berproses. Karena itu tidak pernah ditemui guru yang tidak
memakai metode.
Dari penjelasan tersebut maka sesungguhnya penulis bermaksud mengemukakan
bahwa metode mengajar yang digunakan oleh guru adalah cara yang ditemupuh dalam
membangun hubungan yang edukatif dengan peserta didik yang bertujuan untuk
membangkitkan semangat dan motivasi belajar.
Karena penggunaan metode ditujuan untuk membangkitkan motivasi belajar kepada
peserta didik maka bagi seorang guru seharusnya cara-cara yang dipilih sebagai sebuah
metode pembelajaran harus sesuai dan tepat dengan mempertimbangkan kedalaman materi
yang meliputi tingkat kemudahan dan kesulitan, karakter peserta didik serta daya dukung.
Kendatipun demikian sebagai guru dalam jabatan profesional harus selalu memperluas
wawasan pengetahuannya dalam menentukan metode-metode yang secara aplikatif dapat
meningkatkan kualitas pembelajaran.
Berdasarkan penjelasan-penjelasan tersebut di atas, maka penulis memberikan
suatu kesimpulan bahwa metode mengajar merupakan suatu cara atau strategi yang dapat
digunakan oleh seorang guru dalam rangka mentrasfer sejumlah pengetahuan kepada anak
didik, agar seorang guru dapat memanfaatkan sejumlah potensi pembelajaran sekaligus
dapat disinergikan secara maksimal, maka sebelum memasuki tahapan pembelajaran telah
dipersiapkan berbagai pendukung dalam kegiatan pembelajaran.
Seorang pendidik yang selalu berkecimpung dalam proses pembelajaran, kalau
benar-benar menginginkan agar tujuan dapat dicapai secara efektif dan efisien, maka
penguasaan materi atau bahan tidak mencukupi. Seorang guru harus menguasai berbagai
teknik dan metode penyajian materi yang tepat dalam proses pembelajaran sesuai dengan
materi yang diajarkan dan kemampuan peserta didik yang menerima. Penggunaan metode
yang tepat kiranya memang memerlukan keahlian tersendiri. Para pendidik harus lihai
memilih dan menggunakan metode yang akan dipergunakan. Pendapat ini ada kaitannya
dengan yang dikemukakan oleh Abdullah Sigit, bahwa sesungguhnya cara atau metode
mengajar adalah suatu “seni” dalam hal ini “seni mengajar”.
Sebagai suatu seni tentu saja metode mengajar harus menimbulkan kesenangan dan
kepuasan bagi peserta didik. Kesenangan dan kepuasan merupakan salah satu faktor yang
dapat menimbulkan gairah dan semangat bagi peserta didik untuk belajar.
Para ahli merumuskan berbagai pengertian tentang metode mengajar antara lain
bahwa mengajar adalah cara-cara yang praktis dalam mencapai tujuan pengajaran.
Dari berbagai definisi di atas semuanya mengacu kepada cara atau teknik
penyampaian dalam proses pembelajaran. Dengan demikian metode mengajar disamping
sebagai cara yang ditempuh dalam melakukan kegiatan mengajar, juga berfungsi sebagai
alat untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dalam arti bahwa tujuan dapat dicapai dengan
tepat, cepat dan meyakinkan diperlukan metode atau cara yang terbaik, bervariasi dan
serasi.
Dari uraian yang dikemukakan di atas, dapat dikatakan bahwa makin efektif suatu
metode, makin baik dalam pencapaian tujuan. Karena itu para tenaga kependidikan sangat
dituntut agar menguasai berbagai metode mengajar agar pengajaran yang disampaikan
dapat diterima dan dicerna oleh peserta didik.
Mengajar haruslah disadari sebagai tanggungjawab yang memiliki tujuan yang sangat
jelas dan tegas, yakni ditujukan unuk mencerdaskan peserta didik sesuai dengan disiplin
ilmu oleh masing-masing guru. Oleh karena itu, maka proses pengajaran yang diemban oleh
guru tersebut harus mempertimbangkan metode yang tepat sebagai sarana untuk
mengantarkan para guru hingga sampai pada hasil pembelajaran yang bermutu.
B. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pemilihan Metode Mengajar
Sebagai suatu cara, metode tidak berdiri sendiri, tetapi dipengaruhi oleh
faktor-faktor lain, oleh sebab itu siapapun yang telah menjadi guru harus mengenal dan
memahaminya, mempedomani ketika akan melaksanakan pemilihan dan penentuan metode.
Tanpa mengindahkan hal ini metode yang digunakan bisa saja tidak ada artinya.
Bila ada para ahli yang mengatakan bahwa makin baik metode itu, makin efektif
pula pencapaian tujuan adalah pendapat yang mengandung nilai kebenaran. Tetapi, jangan
didukung bila ada para ahli lain yang mengatakan bahwa semua metode adalah baik dan
tidak ada kelemahannya, karena pernyataan tersebut adalah pendapat yang keliru.
Dalam pandangan yang sudah diakui kebenarannya mengatakan, bahwa setiap
metode mempunyai sifat masing-masing, baik mengenai kebaikan-kebaikannya maupun
kelemahannya. Guru akan lebih mudah menetapkan metode yang paling serasi untuk situasi
dan kondisi yang khusus dihadapinya, jika memahami sifat masing-masing metode tersebut.
Winarno mengatakan bahwa pemilihan dan penentuan metode dipengaruhi oleh
beberapa faktor, sebagai berikut:
1. Peserta didik
Peserta didik adalah manusia yang berpotensi yang menghajatkan pendidikan. Di
sekolah, gurulah yang berkewajiban untuk mendidiknya. Di ruang kelas guru akan
berhadapan dengan sejumlah peserta didik dengan latar belakang berbeda, status sosial,
jenis kelamin. Jika pada aspek biologis tersebut terdapat perbedaan dan persamaan, maka
aspek intelektual juga ada perbedaan.
Peserta didik sebagai subjek ajar yang sangat penting dalam proses pembelajaran,
setiap peserta didik mempunyai keragaman masing-masing. Hal ini yang harus diperhatikan
dalam faktor peserta didik di antaranya usia, latar belakang, potensi-potensinya,
kemampuan dan motivasi. Hal tersebut perlu dipertimbangkan dalam pemilihan metode
mengajar. Disamping itu jumlah siswa yang mengikuti proses pembelajaran juga sangat
besar pengaruhnya terhadap pemilihan metode mengajar.
Para ahli sepakat bahwa secara intelektual, peserta didik selalu menunjukkan
perbedaan. Hal ini terlihat cepatnya tanggapan peserta didik terhadap rangsangan yang
diberikan dalam kegiatan pembelajaran, dan lambatnya tanggapan peserta didik terhadap
rangsangan yang diberikan oleh guru. Tinggi atau rendahnya kreativitas anak dalam
mengelola pesan dari pelajaran yang baru diterima bisa dijadikan tolak ukur dari
kecerdasan seorang anak, sebab kecerdasan seorang anak terlihat seiring dengan
meningkatnya kematangan usia anak.
Perbedaan individual peserta didik pada aspek biologis, intelektual, dan psikologis
kini mempengaruhi pemilihan dan penggunaan metode. Dalam perbedaan seperti ini
sebaiknya guru ambil alih untuk menciptakan lingkungan belajar yang kreatif, kondusif
supaya tujuan pembelajaran akan tercapai dengan baik dan optimal.
Peserta didik sebagai orang yang menerima pengaruh dari seseorang atau
sekelompok orang yang menjalankan kegiatan pendidikan. Oleh karena itu, maka dia
menjadi pokok persoalan dan memiliki kedudukan yang menempati posisi dalam
menentukan sebuah interaksi pendidikan. Bahkan keberadaan guru sekalipun tidak akan
memberikan arti apa-apa tanpa kehadiran peserta didik.
Menurut Djamarah, bahwa peserta didik adalah manusia yang berpotensi perlu
dibina dan dibimbing dengan perantaraan guru. Potensi yang dimaksudkan tentunya adalah
potensi aqliyah dan qalbiyah. Melalui potensi tersebut diharapkan seorang guru dapat
memberikan bimbingan dan pembinaan sesuai dengan kompetensi yang diminati.
Peran-peran guru tentunya tidak sekedar melakukan aktivitas memenuhi tunutan tugas
tetapi yang lebih penting lagi adalah bagaimana pengenalan guru terhadap kompetensi
peserta didiknya sehingga aktivitas yang dilakukan benar-benar memberikan manfaat yang
cukup besar bagi perkembangan peserta didik.
Terkait dengan hal tersebut maka sebagai makhluk manusia anak didik memiliki
karakteristik terntunya yakni:
a. Belum memiliki pribadi dewasa susila sehingga masih menjadi tanggungjawab
pendidik (guru; atau
b. Masih menyempurnakan aspek tertentu dari kedewasaannya sehingga masih
menjadi tanggungjawab pendidik;
c. Memiliki sifat-sifat dasar manusia yang sedang berkembang secara terpadu,
yaitu kebutuhan biologis, rohani, social, inteligensi, emosi, kemampuan
berbicara, anggota tubuh untuk bekerja, latar belakang social, latar belakang
biologis serta perbedaan individual.
Karakteristik tersebut menjadi acuan bagi guru guna mempermudah dan
memperlancar pelaksanaan pembelajaran. Pengetahuan guru akan sejumlah karakter yang
melekat pada individu siswa tersebut berpotensi menjadi sangat urgen terutama menyangkut
kompetensi kepribadian dan keahlian.
Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas, maka faktor peserta didik harus
menjadi pertimbangan bagi seorang guru untuk menentukan metode yang akan digunakan
pada proses pembelajaran. Eksistensi peserta didik dengan sejumlah karakter yang
berbeda dan beragam tentunya memerlukan metode yang tepat bagi guru untuk mengajar,
sehingga seluruh peserta didik dengan ragam karakter tersebut benar-benar terakomodir
dalam proses pembelajaran. Keterabaian peserta didik dalam proses pembelajaran akan
berdampak pada sulitnya mencapai kompetensi pada setiap disiplin ilmu yang telah
dipelajari. Intinya bahwa peserta didik menjadi subjek belajar yang membutuhkan berbagai
bimbingan dan arahan dengan metode yang variatif atas pilihan seorang guru.
2. Tujuan
Tujuan adalah sasaran yang dituju dari setiap kegiatan pembelajaran. Tujuan dalam
pendidikan dan pengajaran berbagai jenis dan fungsinya. Secara hierarki tujuan itu bergerak
dari yang rendah hingga yang tinggi, yaitu tujuan instruksional atau tujuan pembelajaran,
tujuan kurikuler atau tujuan kurikulum, tujuan institusional, dan tujuan pendidikan nasional.
Tujuan pembelajaran merupakan tujuan intermedieter (antara) yang paling langsung dalam
kegiatan pembelajaran di kelas.
Tujuan instruksional adalah tujuan yang hendak dicapai oleh guru dalam setiap
materi pelajaran. Tujuan inipun dapat diukur melalui ketuntasan belajar peserta didik.
Ketuntasan belajar akan tercapai jika indikator pada satandar kompetensi dan kompetensi
dasar dapat tercapai. Oleh karena itu maka tujuan instruksional hanya dikatakan telah
tercapai jika peserta didik telah menguasai indikator pembelajaran.
Pentingnya tujuan pembelajaran yang di ukur dari tujuan instruksional ini tidak
sekedar memberikan kejelasan sasaran atau arah yang diinginkan dalam suatu kegiatan
belajar, akan tetapi dari segi efektivitas dan efisiensi akan memperoleh hasil yang maksimal.
Hal yang perlu di perhatikan dalam tujuan tersebut antara lain:
a. Waktu mengajar dapat dialokasikan dan dimanfaatkan secara tepat.
b. Pokok bahasan dapat dibuat seimbang, sehingga tidak ada materi pelajaran yang
dibahas terlalu mendalam atau terlalu sedikit.
c. Guru dapat menetapkan beberapa banyak materi pelajaran yang dapat atau
sebaiknya disajikan dalam setiap jam pelajaran.
d. Guru dapat menetapkan urutan dan rangkaian materi pelajaran secara tepat. Artinya
peletakan masing-masing materi pelajaran akan memudahkan siswa dalam
mempelajari isi pelajaran.
e. Guru dapat dengan mudah menetapkan dan mempersiapkan strategi pembelajaran
yang paling cocok dan menarik.
f. Guru dapat dengan mudah mempersiapkan berbagai keperluan peralatan maupun
bahan dalam keperluan belajar.
g. Guru dapat dengan mudah mengukur keberhasilan siswa dalam belajar.
h. Guru dapat menjamin bahwa hasil belajarnya akan lebih baik dibandingkan dengan
hasil belajar tanpa tujuan yang jelas.
Berdasarkan paparan di atas, maka seorang guru harus memiliki arah yang jelas
dalam merumuskan dan menetapkan tujuan pembelajaran yang kemudian menjadi tujuan
instruksional. Karena pemahaman dan pengetahuan guru tentang tujuan tersebut akan
membantu mempermuda aktivitas mengajarnya. Pengorganisasian seluruh komponen
pendukung akan terakomodir serta tersusun secara sistematis sehingga ukuran tentang
kompetensi siswa dalam setiap pembelajaran semakin jelas.
Mager mengemukakan bahwa tujuan instruksional seharusnya mengandung tiga
komponen utama yakni:
a. Tingkah laku (behavior): untuk menspesifikasikan apa yang akan kita amati dan
akan diukur.
b. Standar (Standard): yang memungkinkan untuk menilai dampak dari belajar.
c. Kondisi luar (external conditions): untuk meyakinkan bahwa perilaku yang
diperoleh benar-benar disebabkan oleh kegiatan belajar, bukan karena
sebab-sebab lainnya.
Tingkah laku peserta didik sangat beragam dalam setiap kelas. Jumlah peserta didik
dalam satu kelas menggambarkan ragam karakter yang dimilikinya oleh sebab itu, maka
seorang guru harus telah memiliki pengetahuan sejumlah karakter peserta didik yang akan
terlibat dalam proses pembelajaran sebagai panduan baginya dalam merumuskan tujuan
yang akan dicapai.
Standar penilaian adalah ukuran secara umum untuk keseluruhan peserta yang akan
menentukan ketuntasan belajar. Selanjutnya diperlukan adanya remedial, jika kenyataannya
ditemukan peserta didik yang belum mencapai ketuntasan belajar. Yang terpenting adalah
guru dapat memperoleh informasi yang akurat mengenai dampak yang timbul dari proses
pembelajaran dengan rumusan tujuan yang telah dipilihnya.
3. Situasi
Situasi kegiatan pembelajaran yang guru ciptakan tidak selamanya sama dari hari ke
hari. Pada suatu waktu boleh jadi guru ingin menciptakan situasi pembelajaran di alam
terbuka, yaitu di luar ruangan sekolah, maka guru dalam hal ini telah memilih metode
mengajar yang sesuai dengan situasi yang diciptakan itu. Dilain waktu, sesuai dengan sifat
bahan dan kemampuan yang ingin dicapai oleh tujuan, maka guru menciptakan lingkungan
belajar peserta didik secara berkelompok di bawah pengawasan dan bimbingan guru.
Dalam situasi seperti ini tentu saja guru telah mempersiapkan dan memilih metode mengajar
untuk membelajarkan peserta didiknya yaitu dengan metode problem solving. Demikianlah
situasi yang diciptakan guru mempengaruhi pemilihan dan penentuan metode mengajar.
Setiap guru memiliki kepribadian yang berbeda, seorang guru misalnya kurang suka
berbicara, tetapi guru lain suka berbicara. Seorang guru yang bertitel Sarjana Pendidikan
dan Keguruan, berbeda dengan guru yang Sarjana bukan dari Ilmu Pendidikan dan
Keguruan. Guru yang Sarjana
Pendidikan barangkali lebih banyak menguasai
metode-metode mengajar.
Latar belakang pendidikan guru diakui mempengaruhi kompetensi guru itu sendiri,
kurangnya penguasaan terhadap berbagai jenis metode menjadi kendala dalam memilih dan
menentukan metode mengajar. Itulah yang biasanya dirasakan oleh mereka yang bukan
berlatar belakang pendidikan guru, apalagi belum memiliki pengalaman mengajar yang
memadai.
C. Macam-Macam Metode Mengajar
Dalam aktivitas pembelajaran ada guru yang mengajar dan peserta didik yang
belajar. Interaksi keduanya tersebut harus dibangun secara harmonis dan saling
membutuhkan, dengan demikian substansi kegiatan pembelajaran dapat terimplementasikan
dengan baik.
Interaksi yang terbangun antara guru dan peserta didik dengan tujuan yang jelas
tidak dapat dilakukan sesukanya, akan tetapi perlu pengaturan dan penataan sehingga
proses tersebut berjalan secara sistematis dan terstruktur. Sehubungan dengan hal tersebut,
maka aktivitas mengajar guru membutuhkan keahlian khusus terutama menyangkut
metode-metode yang akan diterapkannya dalam proses pembelajaran.
Pembahasan berikut akan membicarakan masalah macam-macam metode mengajar
secara global untuk memberikan tambahan wawasan umum. Diharapkan dengan uraian ini
pembaca akan mendapat gambaran mengenai macam-macam metode mengajar, dan
selanjutnya untuk mendalaminya pembaca dapat mencarinya dalam berbagai literatur yang
terdapat pada pustaka-pustaka lain.
Patut untuk diketahui, bahwa metode-metode mengajar yang dibahas di sini
belumlah semuanya dibicarakan dan untuk selanjutnya pembaca dapat menemukannya di
dalam literatur lain.
Untuk mengetahui berbagai metode mengajar berikut ini dapat diuraikan antara lain:
1. Metode Tugas atau Resitasi
Metode resitasi (penugasan) adalah metode penyajian bahan dimana guru
memberikan tugas tertentu agar siswa melakukan kegiatan belajar. Masalah tugas yang
dilaksanakan oleh siswa dapat dilakukan di dalam kelas, di halaman sekolah, di
laboratorium, di perpustakaan, di bengkel, di rumah siswa, atau dimana saja asal tugas itu
dapat dikerjakan.
Metode ini diberikan karena dirasakan bahan pelajaran terlalu banyak dan waktu
sedikit, artinya banyaknya bahan yang tersedia dengan waktu yang kurang seimbang, agar
bahan pelajaran selesai dengan waktu yang ditentukan, maka metode inilah yang biasanya
guru gunakan untuk mengatasinya. Adapun kelebihan dan kekurangan metode ini antara
lain:
1) Kelebihan metode resitasi (penugasan)
a) Lebih merangsang siswa dalam melakukan aktivitas belajar individual
maupun kelompok;
b) Dapat mengembangkan kemandirian siswa di luar pengawasan guru;
c) Dapat membina tanggung jawab dan disiplin siswa;
d) Dapat mengembangkan kreativitas siswa.
2) Kekurangan resitasi (penugasan)
a) Siswa sulit dikontrol, apakah benar mengerjakan tugas atau orang lain;
b) Khusus untuk tugas kelompok, tidak jarang yang aktif mengerjakan dan
menyelesaikan adalah anggota tertentu saja, sedangkan anggota lainnya tidak
berpartisipasi;
c) Tidak mudah memberikan tugas yang sesuai dengan perbedaan individu
siswa.
2. Metode Tanya Jawab
Metode tanya jawab adalah cara penyajian pelajaran dalam bentuk pertanyaan
yang harus dijawab, terutama dari guru kepada siswa, tetapi dapat pula dari siswa kepada
guru. Tanya jawab dapat membantu tumbuhnya perhatian siswa pada pelajaran, serta
mengambangkan kemampuannya untuk menggunakan pengetahuan dan pengalamannya,
sehingga pengetahuannya menjadi fungsional.
Dalam metode tanya jawab itu pula guru bermaksud meneliti kemampuan/daya
tangkap siswa untuk dapat memahami pelajaran yang sedang diajarkan, apakah siswa
dapat mengambil kesimpulan dari apa yang dipelajarinya atau mungkin siswa disuruh
menceritakan kembali dengan gaya bahasanya sendiri.
Metode tanya jawab memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan antara lain:
1) Kelebihan metode tanya jawab
a) Pertanyaan dapat menarik dan memusatkan perhatian siswa, sekalipun
ketika itu sedang ribut, yang mengantuk kembali tegar.;
b) Merangsang siswa untuk melatih dan mengembangkan daya pikir termasuk
daya ingatan.
2) Kelemahan metode tanya jawab
a) Siswa merasa takut apalagi kurang mendorong siswa untuk belajar;
b) Tidak mudah membuat pertanyaan yang sesuai dengan tingkat berpikir dan
mudah dipahami siswa.
3. Metode Ceramah
Metode ceramah adalah boleh dikatakan metode tradisional, karena sejak dulu
metode ini dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dengan peserta didik
dalam proses pembelajaran. Meskipun metode ini lebih banyak menuntut keaktifan guru
dari pada peserta didik, tetapi metode ini tidak bisa ditinggalkan begitu saja dalam kegiatan
pembelajaran.
Cara mengajar dengan ceramah dapat dikatakan juga sebagai teknik kuliah,
merupakan suatu cara mengajar yang digunakan untuk menyampaikan informasi tentang
suatu pokok persoalan secara lisan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa metode
ceramah adalah cara penyajian pelajaran yang dilakukan guru dengan penuturan atau
penjelasan lisan secara langsung terhadap siswa. Metode ini mempunyai beberapa
kelebihan dan kekurangan antara lain:
1) Kelebihan metode ceramah:
a) Guru mudah menguasai kelas;
b) Dapat diikuti oleh banyak siswa;
c) Mudah mempersiapkan dan melaksanakannya.
2) Kekurangan metode ceramah:
a) Interaksi cenderung bersifat teacher centered;
b) Guru kurang mengetahui dengan pasti sejauh mana siswa telah menguasai
materi pelajaran;
c) Kurang memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan
kecakapan dan mengeluarkan pendapat sendiri.
4. Metode Diskusi (Discussion Method)
Muhibbin Syah, mendefinisikan bahwa metode diskusi adalah metode mengajar
yang sangat erat hubungannya dengan memecahkan masalah (problem solving) metode ini
lazim juga sebagai diskusi kelompok (socialized recitation).
Metode diskusi diaplikasikan dalam proses pembelajaran untuk :
1) Mendorong siswa berpikir kritis;
2) Mendorong siswa mengekspresikan pendapatnya secara bebas;
3) Mendorong siswa menyumbangkan buah pikirnya untuk memecahkan
masalah bersama;
4) Mengambil satu alternatif jawaban atau beberapa alternatif jawaban untuk
memecahkan masalah berdasarkan pertimbangan yang seksama.
a) Adapun kelebihan metode diskusi adalah:
(1) Menyadarkan peserta didik bahwa masalah dapat dipecahkan dengan berbagai
jalan;
(2) Menyadarkan
peserta
didik
bahwa
dengan
berdiskusi
mereka
saling
mengemukakah pendapat sehingga dapat diperoleh keputusan yang lebih baik;
(3) Membiasakan peserta didik untuk mendengarkan pendapat orang lain sekalipun
berbeda dengan pendapatnya dan membiasakan bersikap toleransi.
b) Kelemahan metode diskusi adalah:
(1) Tidak dapat dipakai dalam kelompok yang besar.
(2) Peserta diskusi mendapat informasi yang terbatas.
(3) Dapat dikuasai oleh orang-orang yang suka berbicara.
(4) Biasanya orang menghendaki pendekatan yang lebih formal.
Dari berbagai metode bentuk mengajar yang dijelaskan di atas, maka dalam
pelaksanaannya perlu disesuaikan dengan karakteristik dari peserta didik yang diajar, dan
perlu menaruh perhatian untuk mengombinasikan teknik-teknik penyajian metode mengajar
tersebut, sehingga proses pembelajaran yang dilaksanakan dapat berlangsung dengan
intensif dan efektif.
5. Metode Demonstrasi
kata demostrasi didefinisikan oleh Poerwadarminta sebagai “pertujukan mengenai
cara-caranya memakai, tindakan bersama”. Dalam pandangan ini, dapat ditarik suatu
kesimpulan bahwa demonstrasi adalah suatu usaha yang dilakukan untuk menunjukkan atau
memperagakan kepada seseorang tentang sesuatu proses secara baik dan benar dan
didasarkan kepada disiplin ilmu tertentu, sehingga akan memiliki sifat atau norma
keilmiahan.
Mencermati analisa kedua pengertian yang di kemukakan oleh para ahli tentang
kedua istilah tersebut, maka secara bahasa penulis dapat memberikan definisi secara
operasional Metode Demonstrasi, yaitu cara yang dilakukan seorang guru agama Islam
untuk meningkatkan prestasi belajar murid, khususnya dalam menguasai tata cara ibadah
melalui gerakan yang ditunjukkan oleh guru.
Menurut istilah, metode demonstrasi diartikan :
Sebagai suatu metode mengajar di mana guru atau orang lain yang sengaja diminta
atau murid sendiri memperlihatkan pada seluruh kelas suatu proses (proses cara mengambil
air wudlu, proses jalannya shalat dua raka’at dan sebagainya.
Dalam penjelasan tersebut, dapat dipahami bahwa metode demonstrasi adalah
merupakan salah satu metode mengajar dari sekian metode yang ada, di mana dalam
kegiatan pembelajaran lebih mengarah kepada suatu teknik dan keterampilan gerak, hal ini
sebagaimana dicontohkan lewat praktek sholat dan wudlu.
Menurut Nana Sudjana dalam sebuah karyanya, bahwa metode demonstrasi lebih
diartikan sebagai “Suatu tindakan atau kegiatan yang dilakukan untuk memperagakan atau
mempertunjukkan suatu keterampilan yang akan dipelajari oleh siswa”.
Apabila dicermati, maka dalam ungkapan Sudjana tersebut dapat ditarik suatu
kesimpulan bahwa metode demonstrasi lebih dipandang sebagai suatu tindakan dan gerakan
yang dipertontonkan kepada seseorang, di mana kelak diharapkan akan memberikan hasil
berupa keterampilan kepada mereka yang membutuhkan atau yang menonton, dalam hal ini
yang dimaksudkan adalah murid sebagai pononton dan guru sebagai penunjuk keterampilan
tersebut.
Muhammad Ali mengemukakan pandangannya tentang metode demonstrasi, yaitu :
Suatu metode mengajar yang digunakan oleh guru dengan jalan mempertunjukkan
sesuatu proses, berkenaan dengan bahan pelajaran. Hal ini dapat dilakukan baik oleh
guru maupun orang luar yang diundang ke kelas. Proses yang didemonstrasikan diambil
dari objek sebenarnya.
Muhammad Ali, memberikan batasan tentang metode demonstrasi sebagai sutu
proses yang berlangsung, dalam interaksi antara guru dan murid atau antara seseorang
dengan orang lain, di mana inti kegiatannya didasarkan kepada salah satu disiplin ilmu dan
berlangsung dalam lingkungan kelas.
Beberapa uraian tersebut, apabila dicermati secara mendetail, maka metode
demonstrasi ini memberikan dorongan, motivasi dan kreatifitas bagi guru dengan suatu
tununtutan kemampuan yang tidak hanya dari segi teori semata, akan tetapi secara praktek.
Hal ini berarti guru haruslah menyadari bahwa dalam proses belajar mengajar, terutama
pada bidang-bidang pendidikan agama terdapat satu kesatuan pengetahuan antara teoritis
dan prakteknya.
Hal tersebut, identik dengan konsep pendidikan Islam dalam bentuk keteladanan
yang ditunjukkan oleh Rasulullah kepada para sahabat dan pengikutnya ketika itu,
sebagaimana dalam sabdanya :
‫ْيِّلَصُا ْيِنْوُمُتْيَاَراَمَكاْوُّلَص‬
Artinya:
“Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat”. (H.R. Bukhari)
Dalam hadits tersebut dapat datarik suatu makna bahwa perintah Rasulullah untuk
mengikuti tatacara beliau shalat merupakan bagian atau dasar inspirasi munculnya metode
demonstrasi. Dengan demikian, maka jelaslah bahwa metode demonstrasi ini merupakan
salah satu metode yang dapat memadukan antara pengetahuan dan keterampilan, sekaligus
didukung oleh kemampuan guru dalam menerapkan kepada anak didiknya, sebagaimana
yang ditunjukkan oleh Rasulullah di atas.
Dalam melaksanakan demosntrasi, seorang guru sebagai pemeran utama terlebih
dahulu menjelaskan apa yang akan didemonstrasikannya, sehingga ketika demonstrasi
dilaksanakan para murid lebih cepat dan dapat mengerti secara detail dan sistematis apa
yang akan diajarkan. Salah satu contoh, dalam pengajaran ibadah shalat, maka seorang
guru tentunya sebelum mendemonstrasikan bagaimana tata cara pelaksanaan ibadah shalat
yang baik dan benar, maka seluruh gerakan-gerakan haruslah dijelaskan terlebih dahulu.
Misalnya bentuk takbiratul ihram sampai kepada posisi duduk tahiyat, sehingga nantinya
siswa tidak hanya mengetahui gerakan-gerakannya saja, akan tetapi mereka juga
mengetahui secara mendetail nama dan makna gerakan-gerakan yang akan dilakukan ketika
melaksanakan ibadah shalat.
D. Pendidikan Agama Islam
Pemaknaan tentang pendidikan Islam merupakan suatu upaya untuk menemukan
konsep yang tepat terhadap proses yang akan dikembangkan dalam pendidikan Islam.
Dengan beragamnya konsep yang dihasilkan dalam suatu rumusan, akan berdampak pada
tahapan-tahapan pendidikan Islam secara dinamis. Kesalahan dalam pemahaman akibatnya
akan keliru dalam menentukan tahapan-tahapan selanjutnya, ketika itu terjadi, maka ekses
yang akan muncul kemudian adalah suatu proses pendidikan Islam yang tidak memberikan
kontribusi terhadap perkembangan keilmuan dan dinamika perkembangan zaman, yang
pada gilirannya akan terjadi pendidikan Islam tidak diminati dan diperhitungkan sebagai
sarana atau wadah pembinaan umat.
Bila mana pendidikan diartikan sebagai latihan mental, moral dan fisik yang
menghasilkan manusia berbudaya tinggi untuk melaksanakan tugas kewajiban dan tanggung
jawab dalam masyarakat selaku hamba Allah, maka pendidikan berarti menumbuhkan
personalitas atau kepribadian serta menanamkan rasa tanggung jawab itu sendiri. Peranan
pendidikan bagi manusia sesungguhnya nyaris dapat diidentikkan dengan makanan yang
mempunyai fungsi memberikan vitamin dan energi bagi pertumbuhan manusia.
Oleh karena itu, maka dalam memahami pendidikan Islam kita harus menelah
secara terpisah antara pendidikan dan Islam itu sendiri. Pendidikan dalam perkembangan
peradaban ummat manusia terus menerus mengalami berbagai pergeseran dalam berbagai
aspeknya. Dari segi pengertiannya, terungkap sejumlah pengertian para pakar pendidikan
yang berbeda-beda. Namun persoalan pengertian itu bukanlah menjadi suatu masalah yang
dapat menghambat proses perkembangan pendidikan. Dalam arti bahwa berlangsungnya
pendidikan tanpa mengedepankan segi-segi perbedaan yang mengemuka di kalangan pakar
pendidikan.
Istilah pendidikan sepintas dapat diterjermahkan sebagai suatu kegiatan atau
tindakan yang dikembangkan dalam seluruh sektor kehidupan manusia, baik sebagai
makhluk individu maupun makhluk sosial yang terus berkembang secara berkesinambungan
atau berjalan seumur hidup. Hal ini berarti bahwa pendidikan tidak hanya berlangsung di
dalam kelas tetapi juga dapat berlangsung di luar kelas.
Charles I. Siberman mengemukakan pandangannya tentang defenisi pendidikan
yaitu :
Pendidikan tidak identik dengan pengajaran yang hanya terbatas pada usaha
mengembangkan intelektualitas manusia. Tugas pendidikan bukan melulu
meningkatkan kecerdasan, melainkan mengembangkan seluruh aspek ke-pribadian
manusia.
Bila dicermati sebaik mungkin, bahwa makna pendidikan dalam pandangan tersebut
lebih bersifat umum, hal mana tercermin pada pengembangannya, sebab pendidikan Islam
tidak sebatas materi dan kecerdasan, tetapi lebih jauh bahwa pendidikan memberikan
kesempatan untuk mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki oleh manusia sesuai
dengan fungsinya masing-masing.
Pendapat lain, mengemukan pengertian pendidikan secara umum sebagai berikut :
Pendidikan merupakan usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan
nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan. Dengan demikian, bagaimanapun
sederhananya, peradaban suatu masyarakat, di dalamnya terjadi atau berlangsung
suatu proses pendidikan. oleh karena itu sering dinyatakan pendidikan telah ada
sepanjang peradaban umat manusia. Pendidikan pada hakekatnya merupakan usaha
manusia melestarikan kehidupannya.
Pandangan ini sebagaimana pandangan sebelumnya bahwa hakekat pendidikan itu
sendiri menyangkut seluruh aktivitas hidup manusia yang dikembangkan sesuai dengan
bidang keahlian yang dimiliki oleh manusia itu sendiri.
Langeveld misalnya memberikan batasan pengertian tentang pendidikan yaitu:
“Pemberian bimbingan dan pertolongan rohani dari orang dewasa kepada mereka yang
masih memerlukannya. Pendidikan berlangsung dalam suatu pergaulan antara pendidik dan
anak didik”.
Dalam ungkapan Langeveld tersebut dipahami bahwa pendidikan merupakan suatu
proses bimbingan serta bantuan dari orang dewasa, dalam artian orang yang memiliki
sejumlah pengetahuan yang dapat ditransfer kepada orang yang membutuhkannya melalui
interaksi kedua belah pihak.
John Dewey mengemukakan pengertian pendidikan adalah :
Suatu proses pengalaman. Setiap manusia menempuh kehidupan, baik fisik maupun
rohani. Karena kehidupan adalah pertumbuhan, maka pendidikan merupakan proses
yang membantu pertumbuhan batin tanpa dibatasi oleh usia. Proses pertumbuhan
merupakan proses penyesuaian pada tiap-tiap fase.
Jika dibandingkan dengan ungkapan sebelumnya, maka definisi pendidikan yang di
kemukakan oleh John Dewey lebih terorientasi kepada petumbuhan jasmani dan rohaniah
yang didasarkan kepada suatu pengalaman, yang kelak diharapkan dapat beradaptasi
dengan perkembangan zaman yang terjadi secara bertahap. Dengan kata lain, bahwa
Dewey mengemukakan pendidikan sebagai suatu proses perubahan yang terjadi dalam diri
seseorang baik secara fisik maupun psikhis yang kelak dapat dijadikan sebagai dasar
pijakan bagi pertumbuhan dan perkembangan selanjutnya.
Sementara itu salah seorang tokoh pelopor pendidikan Indonesia yakni Ki Hajar
Dewantoro mengemukakan pandangannya tentang definisi pendidikan sebagai berikut :
Pendidikan adalah daya-upaya untuk memajukan pertumbuhannya budi pekerti
(kekuatan batin, karakter), pikiran (intelek) dan tubuh anak untuk memajukan
kehidupan anak didik selaras dengan dunianya. Dalam pendidikan diberikan tuntunan
oleh pendidik kepada pertumbuhan anak didik untuk memajukan kehidupannya.
Dalam pengertian lain juga dikemukakan bahwa pendidikan menunjukkan arti yang
dapat dilihat dari dua segi yaitu :
1. Pendidikan sebagai usaha atau proses mendidik dan mengajar seperti yang
dikenal sehari-hari.
2. Pendidikan sebagai ilmu pengetahuan yang membahas berbagai masalah tentang
hakekat dan kegiatan mendidik dan mengajar dari zaman ke zaman atau yang
membahas prinsip-prinsip dan praktek-praktek mendidik dan mengajar dengan
segala cabang-cabangnya yang telah berkembang bagitu luas dan mendalam.
Berangkat dari pengertian pendidikan yang telah diuraikan di atas, maka dapatlah
disimpulkan bahwa pendidikan adalah suatu proses yang dilakukan untuk menjadikan
seseorang tahu akan dirinya, lingkungannya dan berbagai fenomena yang terjadi.
Setelah mengetahui definisi pendidikan, maka selanjutnya yang harus diketahui
adalah Islam itu sendiri. Dalam konsep ajaran Islam diidentikkan dengan kata ad-Din yang
mempunyai banyak makna, diantaranya :
a. Kemenangan, kekuasaan, hukum dan urusan. Danan Nasu berarti : mengalahkan
mereka supaya taat; duntuhu berarti aku memimpin dan memilikinya.
b. Ketaatan, penyembahan, pengabdian dan kepatuhan kepada kemenangan dan
kekuasaan.
c. Syara’, undang-undang, jalan, mazhab, agama, adat dan tradisi.
d. Balasan, pengadilan, penghisaban.
Sementara al-Islam mempunyai pengertian sebagai berikut :
Tatanan Illahi yang selain dijadikan oleh Allah sebagai penutup segala syari’at juga
sebagai sebuah tatanan kehidupan yang paripurna dan meliputi seluruh aspeknya.
Allah telah meridlai Islam untuk menata hubungan antara manusia dengan al-Khalik,
alam, makhluk, dunia, akhirat, masyarakat, istri, anak pemerintah dan rakyat.
Dengan demikian, maka Islam adalah suatu bentuk ketaatan, ketundukan yang telah
diatur dalam suatu tatanan atau undang-undang atau syari’at yang dapat membentuk suatu
pribadi yang mampu menjalin hubungan antara manusia dengan Tuhan, antara sesama
manusia, manusia dengan alam sekitarnya. Secara lebih khusus lagi bahwa Islam adalah
suatu ajaran yang diwahyukan oleh Allah SWT yang bertujuan untuk mengatur tatanan
hidup ummat manusia agar mendapatkan keselamatan dunia dan akhirat.
Pendidikan lebih daripada sekedar pengajar. Karena dalam kenyataannya, pendidikan
adalah suatu proses, dalam hal ini, suatu bangsa atau negara membina dan
mengembangkan kesadaran diri di antara individu-indvidu. Dengan kesadaran tersebut,
suatu bangsa atau negara dapat mewariskan kekayaan budaya atau pemikiran kepada
negara berikutnya, sehingga menjadi inspirasi bagi mereka dalam setiap aspek
kehidupan.
Sedangkan pendidikan Islam, Dr . Yusuf al-Qadhawi memberi pengertian sebagai
berikut :
Pendidikan Islam adalah pendidikan manusia seutuhnya: akal dan hatinya, rohani
dan jasmaniyahnya; akhlak dan keterampilannya. Karena pendidikan Islam menyiapkan
manusia untuk hidup, baik damai dan perang, dan menyiapkan untuk menghadapi
masyarakat dengan segala kebaikan dan kesejahteraannya, manis dan pahitnya.
Pengertian tersebut memperlihatkan perbedaan pendidikan umum dengan
pendidikan Islam. Perbedaan lebih jelas dapat dilihat dari salah satu pengertian pendidikan
(umum) yakni bahwa ia adalah proses pemindahan nilai-nilai budaya dari suatu generasi ke
generasi berikutnya. Perbedaan itu adalah menyangkut nilai-nilai yang dipindahkan. Dalam
pendidikan Islam nilai-nilai yang dipindahkan berasal dari sumber-sumber Islam yakni
al-Qur’an, as-Sunnah, dan Ijtihad ulama. Nilai-nilai itulah yang diusahakan pendidikan Islam
di tengah masyarakat.
Dengan demikian, pendidikan Islam dapat dirumuskan sebagai proses penyiapan generasi
muda untuk mengisi peranan, memindahkan pengetahuan dan nilai-nilai Islam yang
diselaraskan dengan fungsi manusia untuk beramal di dunia dan memetik hasilnya di akhirat.
Bertitik tolah dari uraian-uraian tentang pengertian-pengertian baik pendidikan
maupun Islam di atas, maka berikut ini penulis akan kemukakan pengertian pendidikan
Islam.
Pendidikan Islam adalah segala usaha yang berupa pengajaran, bimbingan dan
asuhan terhadap anak agar kelak setelah selesai pendidikannya dapat memahami,
menghayati dan mengamalkan ajaran agamanya serta menjadikannya sebagai way
oflife (jalan kehidupan) sehari-hari, baik dalam kehidupan pribadi maupun sosial
kemasyarakatan.
Memperhatikan pengertian pendidikan Islam tersebut, maka dapat difahami bahwa
pendidikan Islam pada dasarnya merupakan suatu usaha yang dilakukan secara sadar untuk
menjadikan seseorang dapat mengamalkan ajaran agamanya dan dengan pengetahuan
agamanya itu dia memperoleh dasar dan acuan untuk melangsungkan berbagai aktivitas
hidupnya.
Di dalam GBPP PAI di sekolah umum, dijelaskan bahwa pendidikan Islam adalah :
Usaha sadar untuk menyiapkan siswa dalam meyakini, memahami, menghayati, dan
mengamalkan agama Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/atau latihan
dengan memperhatikan tuntutan untuk menghormati agama lain dalam hubungan
kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan
nasional.
Mencermati pengertian pendidikan Islam tersebut, maka penulis dapat memberikan
suatu analisa bahwa pendidikan Islam lebih terarah kepada pembentukan sikap dan tingkah
laku sebagai dasar dalam menjalani proses kehidupan baik dalam kehidupan
kemasyarakatan, maupun dalam kehidupan keagamaan.
Pengertian pendidikan Islam lainnya diungkapkan oleh Zakiah Daradjat yakni:
Pendidikan Islam adalah usaha berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak didik
agar kelak setelah selesai pendidikannya mereka dapat memahami dan mengamalkan
ajaran agama Islam serta menjadikannya sebagai pandangan hidup (way of life).
Zakiah Daradjat dalam ungkapannya tentang pengertian pendidikan agama Islam
sesungguhnya memiliki persamaan tujuan dengan pengertian sebelumnya. Hanya saja beliau
lebih mengarahkan kepada pemahaman dan pengamalan ajaran agama Islam secara khusus.
Dalam analisa penulis, bahwa pemahaman dan pengamalan ajaran Islam secara baik dan
benar akan mencakup seluruh aspek kehidupan manusia baik secara duniawi maupun
ukhrawi.
Dalam konsep al-Qur’an penjelasan tantang pendidikan Islam ditegaskan melalui
beberapa ayat, di antaranya dalam Q.S. Al-Baqarah/ 2: 31 yakni:
‫ىَلَع ْمُهَضَرَع َّمُث اَهَّلُك َءاَمْسَأْلا َمَداَء َمَّلَعَو‬
‫ْنِإ ِءاَلُؤَه ِءاَمْسَأِب يِنوُئِبْنَأ َلاَقَف ِةَكِئاَلَمْلا‬
‫َنيِقِداَص ْمُتْنُك‬
Terjemahnya :
Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya,
kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah
kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar!".
Dalam ayat tersebut jelas sekali dikatakan bahwa bagaimana Allah mengajarkan
nama-nama benda kepada Nabi Adam, yang merupakan suatu proses pendidikan dalam
Islam. Bahkan dari proses tersebut terjadi dialog antara malaikat dengan Allah tentang
kemampuan yang dimiliki oleh Nabi Adam sebagai suatu hasil dari pendidikan yang
ditunjukkan oleh Allah SWT.
Dengan demikian, maka dapatlah disimpulkan bahwa pendidikan Islam secara
konkritnya merupakan suatu upaya yang dilakukan melalui berbagai proses agar seseorang
menjadi paham terhadap agamanya, meyakini kebenarannya apa yang diperolehnya
sekaligus mengaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari, yang pada gilirannya akan
menjamin keselamatan hidup baik di dunia dan diakhirat.
Pendidikan Islam dalam pemahaman di atas adalah upaya menjadikan orang untuk
beraktivitas sesuai dengan ajaran Islam, sementara pendidikan agama Islam juga termasuk
usaha pembentukan kepribadian muslim akan tetapi muatan materialnya adalah masuk
dalam kelompok bidang studi pendidikan agama Islam yang diajarkan di lembaga-lembaga
pendidikan.
Secara etimologi, kata “Islam” berasal dari Bahasa Arab, dari kata “Salima” yang
berarti “selamat sentosa”. Dari asal kata itu dibentuk kata “Aslama” yang artinya
memeliharakan keadaan sentosa, dan berarti juga “menyerahkan diri, tunduk, patuh, dan
taat”. Sehingga Islam berarti ajaran-ajaran yang diwahyukan Tuhan kepada manusia melalui
seorang Rasul yaitu Nabi Muhammad saw.
Islam memandang pendidikan merupakan bagian dari pelaksanaan kewajiban
manusia sebagai makhluk Allah swt yang berakal. Pendidikan merupakan sarana bagi
manusia dalam melaksanakan dan mengimplementasikan tugasnya sebagai khalifah Allah di
muka bumi.
Kata “pendidikan” dalam Bahasa Arab adalah Tarbiyah, dengan kata kerja
Rabba. Sedangkan pendidikan Islam disebut dengan Tarbiyah Islamiyah. Kata Rabba
(mendidik) sudah digunakan pada zaman Nabi Muhammad saw., seperti fiman Allah dalam
Q.S. Al Isra’/17: 24 sebagai berikut:
‫َحاَنَج اَمُهَل ْضِفْخاَو‬
‫ِةَمْحَّرلا َنِم ِّلُّذلا‬
‫اَمُهْمَحْرا ِّبَر ْلُقَو‬
‫اَمَك‬
‫يِناَيَّبَر‬
‫(اًريِغَص‬24(
Terjemahnya:
Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan
ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka
berdua telah mendidik aku waktu kecil”.
Pendidikan dalam Islam disebut juga dengan kata “Ta’lim” yang kata kerja
”Allama”, sebagaimana firman Allah swt dalam Q.S. Al Baqarah/ 2: 31, sebagai berikut:
‫ىَلَع ْمُهَضَرَع َّمُث اَهَّلُك َءاَمْسَأْلا َمَداَء َمَّلَعَو‬
‫ْنِإ ِءاَلُؤَه ِءاَمْسَأِب يِنوُئِبْنَأ َلاَقَف ِةَكِئاَلَمْلا‬
‫(َنيِقِداَص ْمُتْنُك‬31(
Terjemahnya:
Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya.
Dalam ayat di atas bahwa proses pendidikan sangat jelas ditunjukan lewat
pengajaran oleh Allah kepada Adam tentang nama-nama benda. Adam yang sama sekali
belum mengena nama-nama benda tetapi karena ada proses pendidikan di dalamnya maka
semua itu dapat dilakukan oleh Adam. Peristiwa yang ditunjukan Allah tersebut sarat
dengan muatan-muatan pendidikan, yang selanjutnya menjadi acuan bagi manusia pada
kehidupan dunia dari sejak Adam turun ke dunia ini sampai saat ini. Proses pendidikanpun
mengalami kemajuan-kemajuan seiring dengan tuntutan global.
Dari uraian di atas, jelaslah bahwa Pendidikan Islam berkisar pada konsep-konsep
berikut ini :
1. Tarbiyah, yaitu pendidikan yang menitikberatkan masalah pada pendidikan,
pembentukan, dan pengembangan pribadi serta pembentukan dan pengembangan
kode etik (norma-norma etika atau akhlak).
2. Ta’dib, yaitu pendidikan yang memandang bahwa proses pendidikan merupakan
usaha yang mencoba membentuk keteraturan ilmu yang berguna bagi dirinya
sebagai muslim yang harus melaksanakan kewajiban serta fungsionalisasi atas niat
atau sistem sikap yang direalisasikan dalam kemampuan berbuat yang teratur
(sistematik) terarah, dan efektif.
3. Ta’lim, yaitu pendidikan yang menitikberatkan masalah pada pengajaran,
penyampaian informasi, dan pengembangan ilmu.
Menurut Ahmad Marimba, Pendidikan Islam adalah bimbingan jasmani, rohani
berdasarkan hukum-hukum Agama Islam menuju kepada terbentuknya kepribadian utama
menurut ukuran-ukuran Islam. Kepribadian utama tersebut disebut dengan Kepribadian
Muslim, yaitu kepribadian yang memiliki nilai-nilai Agama Islam, memilih dan memutuskan
serta berbuat berdasarkan nilai-nilai Islam, dan tanggung jawab sesuai dengan nilai-nilai
Islam.
Berdasarkan beberapa istilah di atas, secara umum Pendidikan Islam itu adalah
Pembentukan Kepribadian Muslim. Sedangkan menurut Prof. Dr. Jusuf Amier Faisal,
bahwa Pendidikan Islam adalah pembentukan iman yang kuat, ilmu yang luas, serta
kemampuan beramal saleh dalam arti yang benar dan yang diridhai Allah swt. Untuk
mewujudkan hal tersebut, maka manusia mempunyai kewajiban untuk mengembangkan
seluruh potensi pada dirinya, potensi yang dimaksud mencakup domain (kawasan) yang
meliputi rasa, perasaan, hati, pengembangan akal dan daya pikir serta kemampuan fisik
yang seringkali disingkat dengan istilah “pikir, zikir dan fi’il”.
Dari uraian Pendidikan Islam di atas, dapat disimpulkan bahwa:
a. Pendidikan Islam adalah usaha berupa bimbingan dan asuhan terhadap peserta
didik agar kelak setelah selesai pendidikannya dapat memahami dan
mengamalkan Ajaran Islam serta menjadikannya sebagai pandangan hidup
(way of life).
b. Pendidikan Islam ialah pendidikan yang dilaksanakan berdasarkan Ajaran
Agama Islam.
c. Pendidikan Agama Islam adalah pendidikan yang diselenggarakan melalui
ajaran-ajaran Agama Islam, yaitu berupa bimbingan dan asuhan terhadap
peserta didik agar nantinya setelah selesai dari pendidikan ia dapat memahami,
menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran Agama Islam yang telah
diyakininya secara menyeluruh, serta menjadikan ajaran Agama Islam itu
sebagai pandangan hidupnya demi keselamatan dan kesejahteraan hidup di
dunia maupun akhirat kelak.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa Pendidikan Islam adalah pembentukan
kepribadian muslim, karakteristik pribadi Muslim yang dibentuk oleh Pendidikan Islam
adalah pengamalan sepenuhnya ajaran Allah dan Rasul-Nya. Jadi pembentukan pribadi
Muslim itu tidak akan tercapai atau terbina kecuali dengan pengajaran dan pendidikan.
1. Dasar Pendidikan Islam
Dasar Pendidikan Islam yaitu fundamen yang menjadi landasan atau asas agar
Pendidikan Islam dapat tegak berdiri. Oleh karena itu, Pendidikan Islam sebagai usaha
membentuk manusia, harus mempunyai landasan atau dasar sebagai pijakan untuk
perumusan tujuan Pendidikan Islam.
Sebagaimana Agama Islam, maka Pendidikan Islam pun landasannya adalah
Al-Qur’an dan Sunah Nabi Muhammad SAW yang dapat dikembangkan dengan ijtihad,
al-maslahah al-mursalah, istihsan, qiyan dan sebagainya.
Sementara itu dalam pelaksanaannya, dasar Pendidikan Islam di Indonesia selain
yang tersebut di atas, juga hasil pemikiran manusia tentang hukum-hukum tersebut, antara
lain Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, serta ketentuan-ketentuan pelaksanaannya.
Agama Islam mengandung seperangkat ketentuan yang berisi perintah, larangan,
anjuran, baik yang terang eksplisit dan merupakan ketentuan hukum maupun yang tersamar.
Isinya mengandung hikmah dan merupakan inti yang menghajatkan penelitian, pendalaman,
pengembangan. Dengan kata lain, bahwa Agama Islam merupakan tata nilai dan norma
serta seperangkat petunjuk pelaksanaan yang mengatur perilaku manusia sebagai pribadi
maupun anggota masyarakat serta umat manusia yang disebut rules of coduct (akhlak
dalam pengertian makro), firman Allah SWT dalam Q.S. Al Maidah/5: 3 sebagai berikut:
‫ْمُكْيَلَع ُتْمَمْتَأَو ْمُكَنيِد ْمُكَل ُتْلَمْكَأ َمْوَيْلا‬
‫اًنيِد َماَلْسِإْلا ُمُكَل ُتيِضَرَو يِتَمْعِن‬
Terjemahnya:
“.......pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah
Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama
bagimu.....”
Ayat di atas menjelaskan bahwa Agama Islam merupakan suprasistem yang
mengandung hal-hal sebagai berikut:
a. Sistem akidah atau keimanan dan keyakinan;
b. Sistem Syari’at atau sistem nilai dan norma yang mengandung ketentuan-ketentuan,
perundang-undangan, peraturan, bimbingan, informasi dan ajaran;
c. Sistem akhlak atau pola perilaku yang didasarkan pada subsistem nilai dan norma
Agama Islam serta proses pembentukan ide atau konsep berpikir yang tercermin
dalam bentuk-bentuk pola kegiatan, pola interaksi, bentuk-bentuk institusi sosial,
dan karya budaya yang bersifat material dan konseptual;
Untuk itu Pendidikan Islam dapat dikatakan sebagai pendidikan iman dan
pendidikan amal. Karena Ajaran Islam berisi ajaran tentang sikap dan tingkah laku pribadi
masyarakat, menuju kesejahteraan hidup perorangan dan bersama, maka orang pertama
yang bertugas mendidik mereka adalah Nabi dan Rasul. Selanjutnya para Ulama dan cerdik
pandai sebagai penerus tugas kewajiban mereka, sehingga terbentuk pribadi muslim dalam
arti yang sebenarnya.
2. Tujuan Pendidikan Islam
Sebagaimana diketahui bahwa pendidikan Islam merupakan usaha sadar yang
dilakukan untuk membentuk sikap dan kepribadian seseorang berdasarkan nilai-nilai ajaran
Islam sebagai agama yang diyakini kebenarannya, maka tentunya penyelenggaraan, atau
aktualisasi dari pendidikan tersebut memiliki tujuan sebagai pola acuannya.
Untuk memberikan kejelasan mengenai tujuan pendidikan Islam, berikut ini akan
penulis ketengahkan berbagai ungkapan dari sejumlah karya para cendekiawan dan
intelektual muslim :
H.M. Arifin sebagaimana yang dituangkan dalam buku “Ilmu Pendidikan Islam”
yaitu :
Pendidikan Islam bertujuan untuk menumbuhkan pola kepribadian manusia yang
bulat melalui latihan kejiwaan, kecerdasan otak, penalaran, perasaan dan indera, di
mana pendidikan ini harus melayani pertumbuhan manusia dalam semua aspeknya,
baik aspek spiritual, intelektual, imajinasi, jasmaniah, ilmiah, maupun bahasanya
(secara perorangan maupun secara berkelompok.
Dalam pandangan tersebut secara tegas mengatakan bahwa pendidikan Islam
bertujuan untuk membentuk kepribadian yang berlandaskan kepada nilai-nilai religi, baik
dalam kaitannya dengan potensi-potensi ruhaniah maupun jasmaniah yang dilakukan secara
sistematis dan berproses.
Dibagian lain beliau mengemukakan bahwa tujuan akhir pendidikan Islam adalah
terletak dalam realisasi sikap penyerahan diri sepenuhnya kepada Allah, baik secara
perorangan, masyarakat, maupun sebagai ummat manusia keseluruhannya.
Konsep pemikiran tersebut diilhami oleh firman Allah dalam Q.S. al An’am/ 6:162
yakni :
‫يِتاَمَمَو َياَيْحَمَو يِكُسُنَو يِتاَلَص َّنِإ ْلُق‬
‫َنيِمَلاَعْلا ِّبَر ِهَّلِل‬
Terjemahnya :
Katakanlah: "Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk
Allah, Tuhan semesta alam,”.
Berdasarkan ayat tersebut, maka sesungguhnya seluruh aktivitas manusia di muka
bumi ini ditujukan untuk mendapatkan keridhaan Allah SWT, dan inilah yang merupakan
tujuan akhir dari kehidupan manusia yang ditunjukkan oleh ajaran Islam.
Muhaimin dalam sebuah kutipannya mengatakan bahwa pendidikan Islam bertujuan
:
Meningkatkan keimanan, pemahaman, penghayatan, dan pengamalan peserta didik
tentang agama Islam, sehingga menjadi manusia muslim yang beriman dan bertaqwa
kepada Allah SWT serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.
Berdasarkan kutipan tersebut, Muhaimin mengemukakan beberapa aspek yang
terkandung di dalamnya sekaitan dengan tujuan pendidikan Islam, di antaranya:
a. Dimensi keimanan peserta didik terhadap ajaran agama Islam;
b. Dimensi pemahaman atau penalaran (intelektual) serta keilmuan peserta didik
terhadap ajaran agama Islam;
c. Dimensi penghayatan atau pengalaman batin yang dirasakan peserta didik dalam
menjalankan ajaran Islam;
d. Dimensi pengamalannya, dalam arti bagaimana ajaran Islam yang telah diimani,
dipahami dan dihayati atau diinternalisasi oleh peserta didik itu mampu
menumbuhkan motivasi dalam dirinya untuk menggerakkan, mengamalkan, dan
menaati ajaran agama dan nilai-nilainya dalam kehidupan pribadi, sebagai manusia
yang beriman dan bertaqwa kepada Allah Swt., serta mengaktualisasikan dan
merealisasikannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Mencermati ungkapan Muhaimin tersbut, maka pada dasarnya bahwa tujuan
pendidikan Islam itu bertujuan untuk menjadikan pribadi seseorang konsen terhadap ajaran
agama Islam sebagai suatu anutan dan pola kenenaran yang akan meluruskan pola hidup
baik dalam kaitannya dengan kehidupan duniawi maupun ukhrawi. Hal ini identik dengan
perintah Allah lewat firman-Nya dalam Q.S. al-Baqarah/ 2 : 208 sebagai berikut :
‫ِمْلِّسلا يِف اوُلُخْدا اوُنَماَء َنيِذَّلا اَهُّيَأاَي‬
‫ُهَّنِإ ِناَطْيَّشلا ِتاَوُطُخ اوُعِبَّتَت اَلَو ًةَّفاَك‬
‫ٌنيِبُم ٌّوُدَع ْمُكَل‬
Terjemahnya :
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara
keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya
syaitan itu musuh yang nyata bagimu”.
Perintah untuk masuk ke dalam Islam secara menyeluruh dalam konteks ayat
tersebut merupakan suatu petunjuk yang cukup jelas bagi penyelenggaraan pendidikan
Islam yang pada gilirannya akan dapat menyelamatkan ummat manusia dari bujuk rayu
syaitan yang selalau berusaha menggelincirkan manusia kepada murka Allah
Pendidikan Islam bertujuan untuk memberikan pengajaran atau dengan cara lain
yang meliputi seluruh aspek kemanusiaan yang meliputi sikap, tingkah laku, penampilan,
kebiasaan dan penggandaan. Tujuan umum ini berbeda pada setiap tingkat umur,
kecerdasan, situasi dan kondisi, dengan kerangka yang sama. Bentuk insan kamil dengan
pola taqwa harus dapat tergambar pada pribadi seseorang yang sudah di didik, walaupun
dalam skala kecil dan mutu yang rendah, sesuai dengan tingkat-tingkat tersebut.
Perbedaan yang disesuaikan dengan potensi yang dimiliki oleh peserta didik akan
sangat mempengaruhi hasil dari pendidikan agama Islam. Perumusan tujuan pendidikan
agama Islam menjadi tanggungjawab guru pendidikan agama Islam. Perumusan tujuan
tersebut harus didesain oleh guru dengan mempertimbangkan kedalaman materi serta
kondisi peserta didik dan lingkungan.
Menurut Athiyah Al-Abrasy mengemukakan tentang tujuan Pendidikan Islam dalam
satu kata yaitu fadillah keutamaan, dimana pendidikan dan pengajaran Islam bukanlah
memenuhi otak peserta didik dengan segala macam ilmu yang belum mereka ketahui,
tetapi maksudnya ialah mendidik akhlak dan jiwa mereka, menanamkan rasa fadillah,
membiasakan mereka untuk suatu kehidupan yang suci seluruhnya, ikhlas dan jujur.
Sehingga tujuan pokok dan terutama dari Pendidikan Islam adalah mendidik budi
pekerti dan pendidikan jiwa.
Pendidikan Islam tidak hanya mentransformasikan ilmu pengetahuan dan
keterampilan serta kepekaan rasa (budaya) atau agama, tetapi seyogyanya memberi
perlengkapan kepada peserta didik untuk mampu memecahkan persoalan-persoalan yang
sudah tampak sekarang maupun yang baru akan jelas pada masa mendatang yang
dipandang sebagai kewajiban, baik sebagai profesional yang terkait dengan kode etik
profesinya, maupun sebagai kewajiban kemanusiaan yang berguna bagi lingkungannya.
Dengan kata lain, pendidikan Islam harus futuristik (berorientasi pada masa yang akan
datang), karena sesungguhnya “peserta didik” masa kini adalah “bangsa” yang akan datang.
Pendidikan Islam diproyeksikan pada hal-hal berikut ini:
a. Pembinaan kecerdasan dan akhlakul karimah.
b. Mempertinggi kecerdasan dan kemampuan peserta didik.
c. Memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi beserta manfaat dan aplikasinya.
d. Meningkatkan kualitas hidup.
e. Memelihara, mengembangkan, dan meningkatkan kebudayaan serta lingkungan.
f. Memperluas pandangan hidup sebagai manusia yang komunikatif terhadap
keluarganya, masyarakat, bangsanya, sesama manusia, dan makhluk lainnya.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Pendidikan Islam bertujuan untuk
menumbuhkan pola kepribadian manusia yang bulat melalui latihan kejiwaan kecerdasan
otak, penalaran, perasaan dan indera untuk pencapaian kesempurnaan hidup.
E. Kerangka Teoretis
Adapun kerangka teoritis dalam penelitian ini adalah
P
R
O
S
E
S
P
E
M
B
E
L
A
J
A
R
A
BAHAN AJAR
BAHAN AJAR
MEDIA
LINGKUNGAN
P
E
S
E
R
T
A
D
I
D
I
K
T
U
J
U
A
Keterangan:
1. Guru adalah yang bertanggungjawab dalam membelajarkan siswa melalui proses
pembelajaran, tanggungjawab yang membutuhkan sikap profesionalisme.
2. Wujud profesionalisme guru adalah dapat menentukan pilihan terhadap metode
yang tepat untuk digunakan dalam proses pembelajaran. Efektivitas metode
pembelajaran tersebut akan sangat tergantung pada kemampuan guru dalam
mengidentifikasi metode.
3. Pengidentifikasian metode harus mempertimbangkan :
a. Kedalaman dan keluasan materi atau bahan ajar
b. Kesesuaian dengan media yang akan digunakan dalam pembelajaran
c. Kesesuaian dengan lingkungan belajar di mana proses pembelajaran akan
dilaksanakan.
4. Pilihan terhadap metode melalui pengadabtasian terhadap materi, media dan
lingkungan belajar kemudian dapat terukur pada ketercapaian kompetensi peserta
didik.
5. Pilihan metode yang tepat sebagai bagian dari upaya untuk mengefektifkan
penggunaannya. Hal tersebut akan benar-benar terimplementasikan dengan baik
jika tujuan pembelajaran telah tercapai.
Download