fatwa nu tentang hukuman mati bagi koruptor perspektif fikih jinayah

advertisement
FATWA NU TENTANG HUKUMAN MATI BAGI KORUPTOR
PERSPEKTIF FIKIH JINAYAH
SKRIPSI
DIAJUKAN PADA FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGAH YOGYAKARTA
UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN SYARAT MEMPEROLEH
GELAR SARJANA STRATA SATU
DALAM ILMU HUKUM ISLAM
Oleh:
SARI WIDOWATI
09370091
PEMBIMBING:
Dr. OCKTOBERRINSYAH, M.Ag
JINAYAH SIYASAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2013
ABSTRAK
Korupsi merupakan perbuatan haram yang dilakukan oleh seseorang dan
atau bersama-sama beberapa orang secara profesional yang berkaitan dengan
kewenangan atau jabatan dalam suatu birokrasi pemerintahan dan dapat
merugikan departemen atau instansi terkait. Parahnya kejahatan korupsi hampir
muncul di berbagai dunia dengan intensitas yang beragam tak terkecuali Indonesia
yang korupsinya paling tinggi di Asia. Berbagai tindakan telah dilakukan oleh
pemerintah untuk mmemberantas penyakit korupsi tersebut tetapi tidak satu pun
usaha dari pemerintah yang membuahkan hasil. Maka dari itu NU sebagai
organisasi ke agamaan yang sangat peduli terhadap bangsa ini mengeluarkan
fatwa kembali tentang kejahatan korupsi. Tetapi fatwa yang kali ini lebih tegas
dari fatwa yang sebelum-sebelumnya. Karena fatwa tersebut adalah koruptor
boleh di hukum mati jika melakukan korupsi secara berulang-ulang atau korupsi
dalam jumlah besar. Dan fatwa tersebut menjadi sebuah Pro dan kontra
dimasyarakat.
Dari uraian latar belakng diatas, maka yang menjadi pokok masalah dalam
penelitian ini adalah, pertama, Apakah dasar-dasar hukum fatwa NU tentang
hukuman mati bagi koruptor sudah sesuai dengan hukum pidana Islam (fikih
jinayah)? Kedua, bagai mana relevansinya fatwa NU tentang hukuman mati bagi
koruptor dalan konteks kekinian?
Skripsi ini merupakan penelitian pustaka (library research) yaitu
penelitian yang menggunakan buku-buku yang berkaitan dengan penelitian ini
sebagai sumber datanya. Sedangkan sifat penelitian ini adalah deskriptif-analisik.
Model ini bertujuan untuk memaparkan dan menggambarkan serta menganalisis
persoalan korupsi dan fatwa NU tentang hukuman mati bagi para kotuptor
perspektif fikih jinayah. Apapun pendekatan akan lebih diarahkan kepada
pendekatan normatif-yuridis. Pendekatan ini akan menekankan pada ketentuanketentuan fikih jinayah baik yang tekstual maupun kontekstual untuk mengkaji
obyek penelitian. Data yang diperoleh akan dianalisis dengan cara deduktif.
Penelitian ini dapat menjelaskan bahwa fatwa NU tentang hukuman mati
bagi koruptor yang melakukan korupsi berulang kali atau korupsi dalam jumlah
besar yang dapat merugikan keuangan negara, tidak keluar dari kaedah-kaedah
hukum Islam dan tidak melanggar hak asasi manusia. Karena merujuk pada fikih
jinayah korupsi merupakan jarimah taksir yang hukumannya di tentukan oleh
penguasa. Dan salah satu sanksi hukuman yang ada dalam jarimah taksir adalah
hukuman mati untuk kejahatan-kejahatan yang sangat luar biasa imbasnya untuk
kelangsungan hidup di masyarakat. Hukuman mati dapat diterapkan jika
kepentingan umum menghendaki dengan diadakannya hukuman mati. Dan
hukuman mati yang difatwakan NU merupakan implementasi dari tujuan
pemidanaan untuk memberikan efek jera agar tidak terulang lagi kejahatankejahatan korupsi selanjutnya.
ii
Universtitas Islam Negeri Sunan Kalijaga
FM-UINSK-BM- - /RO
SURAT PERSETUJUAN SKRIPSI
Dr. OCKTOBERRINSYAH, M. Ag
Dosen Fakultas Syari’ah dan Hukum
UINSunan Kalijaga Yogyakarta
Nota Dinas
Hal
: Skripsi Saudari Sari Widowati
Lamp : Satu Eksemplar
Kepada Yth.
Dekan Fakultas Syari’ah
Hukum
UIN Sunan Kalijaga
D.I. Yogyakarta
dan
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Setelah membaca, meneliti, mengoreksi serta menyarankan
perbaikan seperlunya, maka kami berpendapat bahwa skripsi saudara:
Nama
: Sari widowati
NIM
: 09370091
Judul Skripsi : Fatwa NU Tentang Hukuman Mati Bagi
Koruptor Perspektif Fikih Jinayah
Sudah dapat diajukan ke depan sidang munaqasah sebagai salah
satu syarat memperoleh gelar Sarjana Strata Satu dalam Ilmu Hukum
Islam Jurusan Jinayah Siyasah Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas
Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Dengan ini kami berharap agar skripsi saudara tersebut di atas
dapat dimunaqasahkan. Atas perhatiaannya kami ucapkan terima kasih
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Yogyakarta, 14 Rajab 1434
Pembimbing
Dr. Ocktoberrinsyah, M. Ag
NIP: 19681020 199803 1 002
iii
KEMENTERIAN AGAMA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
JURUSAN JINAYAH SIYASAH
Jl. Marsda Adisucipto Telp/Fax. (0274) 512840 YOGYAKARTA 55281
PENGESAHAN SKRIPSI
Nomor: UIN.02/K.JS-SKR/PP.00.9/201.a/2013
Skripsi/ Tugas Akhir dengan judul
: FATWA NU TENTANG HUKUMAN
MATI BAGI KORUPTOR PERSPEKTIF
FIKIH JINAYAH
Yang dipersiapkan dan disusun oleh :
Nama
: Sari Widowati
NIM
: 09370091
Telah dimunaqasyahkan pada
: 26 Juni 2013
Nilai munaqasyah
: 90 (A-)
Dan dinyatakan telah diterima oleh Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Sunan
Kalijaga.
SIDANG DEWAN MUNAQASYAH:
Penguji I Ketua Sidang,
Dr. Ocktoberrinsyah, M. Ag
NIP. 19681020 199803 1 002
Penguji II
Penguji III
Dr. H. M. Nur, S. Ag., M. Ag.
NIP. 19700816 199703 1 002
Yogyakarta, 26 Juni 2013
iv
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama
: Sari Widowati
Nim
: 09370091
Jurusan
: Jinayah Siyasah
Menyatakan bahwa skripsi yang Berjudul “Fatwa NU Tentang Hukuman Mati
Bagi Koruptor Perspektif Fikih Jinayah”
Adalah benar-benar merupakan hasil karya penyusun sendiri, bukan
duplikasi ataupun saduran dari karya orang lain kecuali pada bagian yang telah
dirujuk dan disebut dalam footnote dan daftar pustaka. Apabila dilain waktu
terbukti adanya penyimpangan dalam karya ini maka tanggung jawab sepenuhnya
ada pada penyusun.
Demikian surat pernyataan ini saya buat agar dapat dipergunakan
sebagaimana mestinya.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Yogyakarta, 11 Juni 2013 M
Penyusun
Sari Widowati
NIM: 09370091
v
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN
Pedoman Transliterasi Arab-Latin ini merujuk pada SKB Menteri Agama
dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI, tertanggal 22 Januari 1988 No:
158/1987 dan 0543b/U/1987.
I. Konsonan Tunggal
Huruf Arab
Nama
Huruf Latin
Keterangan
‫أ‬
Alif
………..
tidak dilambangkan
‫ب‬
Bā'
b
be
‫ت‬
Tā'
t
te
‫ث‬
Śā'
ś
es titik atas
‫ج‬
Jim
j
je
‫ح‬
Hā'
h
∙
ha titik di bawah
‫خ‬
Khā'
kh
ka dan ha
‫د‬
Dal
d
de
‫ذ‬
Źal
ź
zet titik di atas
‫ر‬
Rā'
r
er
‫ز‬
Zai
z
zet
‫س‬
Sīn
s
es
vi
‫ش‬
Syīn
sy
es dan ye
‫ص‬
Şād
ş
es titik di bawah
‫ض‬
Dād
d
∙
de titik di bawah
‫ط‬
Tā'
ţ
te titik di bawah
‫ظ‬
Zā'
Z
∙
zet titik di bawah
‫ع‬
'Ayn
…‘…
koma terbalik (di atas)
‫غ‬
Gayn
g
ge
‫ف‬
Fā'
f
ef
‫ق‬
Qāf
q
qi
‫ك‬
Kāf
k
ka
‫ل‬
Lām
l
el
‫م‬
Mīm
m
em
‫ن‬
Nūn
n
en
‫و‬
Waw
w
we
‫ه‬
Hā'
h
ha
‫ء‬
Hamzah
…’…
apostrof
‫ي‬
Yā
y
ye
vii
II. Konsonan rangkap karena tasydīd ditulis rangkap:
‫ﻣﺘﻌﻘّﺪﯾﻦ‬
ditulis
muta‘aqqidīn
‫ﻋﺪّة‬
ditulis
‘iddah
III. Tā' marbūtah di akhir kata.
1. Bila dimatikan, ditulis h:
‫ھﺒﺔ‬
ditulis
hibah
‫ﺟﺰﯾﺔ‬
ditulis
jizyah
(ketentuan ini tidak diperlukan terhadap kata-kata Arab yang sudah
terserap ke dalam bahasa Indonesia seperti zakat, shalat dan sebagainya,
kecuali dikehendaki lafal aslinya).
2. Bila dihidupkan karena berangkaian dengan kata lain, ditulis t:
‫ﻧﻌﻤﺔ اﷲ‬
ditulis
ni'matullāh
‫زﻛﺎة اﻟﻔﻄﺮ‬
ditulis
zakātul-fitri
IV. Vokal pendek
__َ__ (fathah) ditulis a contoh
َ‫ﺿَﺮَب‬
ditulis daraba
____(kasrah) ditulis i contoh
َ‫ﻓَﮭِﻢ‬
ditulis fahima
__ً__(dammah) ditulis u contoh
َ‫ﻛُﺘِﺐ‬
ditulis kutiba
V. Vokal panjang:
1. fathah + alif, ditulis ā (garis di atas)
‫ﺟﺎھﻠﯿﺔ‬
jāhiliyyah
ditulis
viii
2. fathah + alif maqşūr, ditulis ā (garis di atas)
‫ﯾﺴﻌﻲ‬
yas'ā
ditulis
3. kasrah + ya mati, ditulis ī (garis di atas)
‫ﻣﺠﯿﺪ‬
ditulis
majīd
4. dammah + wau mati, ditulis ū (dengan garis di atas)
‫ﻓﺮوض‬
furūd
ditulis
VI. Vokal rangkap:
1. fathah + yā mati, ditulis ai
‫ﺑﯿﻨﻜﻢ‬
ditulis
bainakum
2. fathah + wau mati, ditulis au
‫ﻗﻮل‬
VII. Vokal-vokal
ditulis
qaul
pendek yang berurutan dalam satu kata, dipisahkan
dengan apostrof.
‫ااﻧﺘﻢ‬
ditulis
a'antum
‫اﻋﺪت‬
ditulis
u'iddat
‫ﻟﺌﻦ ﺷﻜﺮﺗﻢ‬
ditulis
la'in syakartum
VIII. Kata sandang Alif + Lām
1. Bila diikuti huruf qamariyah ditulis al-
‫اﻟﻘﺮان‬
ditulis
al-Qur'ān
‫اﻟﻘﯿﺎس‬
ditulis
al-Qiyās
ix
2. Bila diikuti huruf syamsiyyah, ditulis dengan menggandengkan huruf
syamsiyyah yang mengikutinya serta menghilangkan huruf l-nya
‫اﻟﺸﻤﺲ‬
ditulis
asy-syams
‫اﻟﺴﻤﺎء‬
ditulis
as-samā'
IX. Huruf besar
Huruf besar dalam tulisan Latin digunakan sesuai dengan Ejaan Yang
Disempurnakan (EYD)
X. Penulisan kata-kata dalam rangkaian kalimat dapat ditulis menurut
penulisannya
‫ ذوى اﻟﻔﺮوض‬ditulis
zawi al-furūd
‫اھﻞ اﻟﺴﻨﺔ‬
ahl as-sunnah
ditulis
x
MOTTO
“kesabaran adalah kunci dari segala hal untuk menuju kesuksesan, ke egoisan
merupakan jurang menuju kehancuran”
(sari widowati)
xi
HALAMAN PERSEMBAHAN
Karya ini penyusun persembahkan kepada:
Bapak, Ibu, Saudara-saudaraku tercinta,
dan orang-orang terdekatku
Almamaterku UIN Sunan Kalijagah
Yogyakarta
xii
KATA PENGANTAR
‫ﺑِﺴـــــﻢ اﷲ اﻟﺮﺣﻤﻦ اﻟﺮﺣﯿﻢ‬
‫اﻟﺤﻤﺪ ﷲ رب اﻟﻌﺎﻟَﻤﯿﻦ أﺷﮭﺪ أن ﻻإﻟﮫ إﻻاﷲ وأﺷﮭﺪ أن ﻣﺤﻤﺪا رﺳﻮل اﷲ اﻟﻠﮭﻢ‬
‫ﺻﻞ وﺳﻠﻢ ﻋﻠﻰ ﺳﯿِﺪﻧﺎ ﻣﺤﻤﺪ وﻋﻠﻰ أﻟﮫ وأﺻﺤﺎﺑِﮫ أﺟﻤﻌﯿﻦ أﻣﺎﺑﻌﺪ‬
Syukur dan pasrah atas ketetapan Allah SWT telah menjadi keniscayaan
kita untuk senantiasa bernaung dibawah lindungan-Nya dari nalar pengetahuan
yang liar. Begitu pula kebijaksanaan hati yang telah mampu memberi
pertimbangan pada rasio di saat akan melangkah, sekaligus menuntun kita untuk
selalu pandai bersyukur. Alhamdulillah, akhirnya, penyusun dapat menyelesaikan
tugas akhir dalam menempuh studi di Jurusan Jinayah Siyasah , Fakultas Syari’ah
dan Hukum, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Sholawat dan salam semoga tetap tak henti-hentinya kita lontarkan kepada
sang revolusioner
sejati Nabi besar Muhammad SAW
yang
berhasil
menyampaikan risalah-Nya kepada umat manusia di seluruh penjuru dunia,
pendobrak revolusi akbar dalam peradaban sosial kehidupan, yang sekaligus
mengajari kita untuk senantiasa tidak mengenal tradisi menuduh pada saat berlaku
khilaf, dan menepuk dada keangkuhan ketika kesuksesan diraih. Yakinilah, bahwa
semuanya pasti bisa, asal kita mau berjuang dan berusaha.
Selanjutnya, Dengan kesrendahan hati yang tiada taranya. Penyusun ingin
menyampaikan terimakasih sebanyak-banyaknya kepada:
xiii
1. Bapak Noorhaidi Hasan M.A., M.Phil., P.hD , selaku Dekan Fakultas
Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga
Yogyakarta.
2. Bapak Dr. Rizal Qosim, M.Si, selaku Pembantu Dekan III Fakultas
Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Yogyakarta yang dengan
penuh kesabaran telah mendorong penyusun untuk segara menamatkan
studi.
3. Bapak Dr. Ocktoberrinsyah, M.Ag,. selaku pembimbing , dengan segala
kesabaran, ketekunan, dan kegigihan telah berkenan memberikan
bimbingan demi kesempurnaan penyusunan skripsi ini.
4. Bapak Dr. M. Nur ,M.Ag, selaku Ketua Jurusan JS.
5. Bapak Subaidi, S.Ag.,M.Si, selaku Sekretaris Jurusan JS.
6. Seluruh dosen-dosen Fakultas Syari’ah dan Hukum pada umumnya, dan
dosen-dosen Jurusan JS pada khususnya, yang telah mewariskan ilmunya
selama penyusun studi di Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta.
7. Ayahanda dan ibunda tercinta yang selalu mencurahkan kasih sayang,
yang selalu mendukung, baik spiritual dan materil, dan selalu memberi
semangat untuk menyelesaikan studi ini sebaik-baiknya. Terimakasih atas
segalanya.
8. Saudara-saudaraku yang selalu mendukung dalam perjalanan hidupku.
Dan seluruh keluarga besar dijember.
xiv
9. K’dani (oney), yang selalu memotivasiku tanpa lelah agar skripsi ini cepat
selesai dan selalu mendukungku baik dari dekat maupun jarak jauh disana.
10. Sahabat-sahabatku di Jurusan Jinayah Siyasah Angkatan 2009 yang selalu
memberi canda tawa penuh keiklasan dan telah memperkaya khasanah
keilmuan dan pengalaman baik dalam bangku kuliah maupun diluar
kuliah.
11. Keluarga Wahid Hasyim dan Miftahul Ulum yang telah membekali
segudang ilmu untuk ku.
12. Bpk Malik Madani, bpk Sahiron, yang telah berkenan membagi waktunya
untuk membantu penyusun dalam proses pengumpulan data-data yang
diperlukan penyusun.
13. Dan kepada semua Pengurus Nahdlatul Ulama cabang yogyakarta yang
tidak dapat disebut satu persatu yang telah membantu dan memdukung
dalam penyelesaian skripsi ini.
Semoga amal kebaikan yang telah diberikan mendapat balasan dari Allah
SWT. Sebuah harapan semoga skripsi ini yang sederhana ini dapat memberikan
sumbangan bagi perkembangan khasanah keilmuan, bangsa, agama, negara, serta
bermanfaat bagi semua kalangan. Amin.
Yogyakarta,12 Rajab 1434 H.
22, Mei 2013.
Penyusun
Sari Widowati
NIM : 09370091
xv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ……………………………………………………
i
ABSTRAK ………………………………………………………………
ii
SURAT PERSETUJUAN SKRIPSI ………….......................................
iii
HALAMAN PENGESAHAN…………………………………………...
iv
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN …...............................................
v
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN ……………………...
vi
MOTTO …………………………………………………………………
xi
HALAMAN PERSEMBAHAN ………………………………………..
xii
KATA PENGANTAR …………………………………………………..
xiii
DAFTAR ISI ……………………………………………………………
xvi
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN ………………………………………….
1
A. Latar Belakang Masalah …………………………………
1
B. Rumusan Masalah …………………………………..........
4
C. Tujuan dan Kegunaan Penulisan ………………………...
4
D. Tela’ah Pustaka ……………………………………..........
5
E. Kerangka Teoritik …………………………………..........
7
F. Metode Penelitian …………………………………..........
14
G. Sistematika Pembahasan …………………………………
16
TUJUAN PEMIDANAAN ISLAM DAN KORUPSI ……
18
A. Tujuan Pemidanaan ……………………………………..
18
B. Hukuman Mati dalam Islam …………………………….
26
C. Korupsi dalam Islam ……………………………………
35
D. Sanksi Pelaku Tindak Pidana Korupsi …………………
42
a. Ta‘zīr ………………………………………………………
42
1. Pengertian t ta‘zīr ………………………………………..
42
2. Macam-macam hukuman ta‘zīr ………………………..
43
3. Ketentuan batas maksimal hukuman ta‘zīr …………..
49
xvi
BAB III
FATWA DAN PANDANGAN NU TERHADAPA
51
TINDAK PIDANA KORUPSI …………………………….
A. Pandangan NU Tentang Praktek Tindak Pidana
Korupsi ...........................................................................
B. Fatwa NU tentang Hukuman Mati Bagi Koruptor.............
C. Posisi Fatwa NU Tentang Hukuman Mati
Koruptor ……………………………………………….
BAB IV
51
56
59
D. Latar Belakang Munculnya Fatwa NU …………..............
61
E. Dasar-Dasar Penetapan Fatwa ……...................................
64
ANALISIS FATWA NU TENTANG HUKUMAN MATI
BAGI KORUPTOR ………………………………………..
67
A. Analisis Dasar Hukum Penetapan Fatwa ………………...
67
B. Pengulangan Tindak Pidana Korupsi ………………........
72
C. Relevansi Fatwa NU Tentang Hukuman Mati Bagi
Koruptor Dalam Konteks Kekinian ……………………...
77
PENUTUP ………………………………………………….
81
A. Kesimpulan ………………………………………………
81
B. Saran ………………………………………………..........
82
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………...
84
BAB V
LAMPIRAN-LAMPIRAN
A. Daftar Terjemah…………………………………………..
I
B. Biografi Ulama dan Tokoh ………………………………
II
C. Curriculum Vitae .………………………………..............
III
xvii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Salah satu problem memperihatinkan yang menyedot perhatian
dunia global saat ini adalah mengenai persoalan korupsi.1 Hal ini karena
korupsi merupakan persoalan yang menjadi perusak tatanan birokrasi serta
menyebabkan munculnya
ketidakadilan
di masyarakat. 2
Parahnya
kejahatan korupsi hampir muncul diberbagai negara di dunia dengan
intesitas yang beragam.
Korupsi merupakan perbuatan haram yang dilakukan oleh
seseorang dan atau bersama-sama beberapa orang secara profesional yang
berkaitan dengan kewenangan atau jabatan dalam suatu birokrasi
pemerintahan dan dapat merugikan departemen atau instansi terkait. 3
Berbicara tentang korupsi memang tak akan ada habisnya, karena korupsi
sudah membudaya bahkan sangat merakyat dalam masyarakat kita.
1
Kata korupsi berasal dari bahasa Inggris corrupt, corruption yang berarti jahat, buruk,
rusak, curang, suap, Jhon M Echol dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta :
Gramedia, 2003), hlm. 149.
2
Oleh sebagian pihak, praktek korupsi disejajarkan dengan konsep pemerintahan totaliter
yang meletakkan kekuasaan pada segelintir orang dan berimbas pada ketidak adilan dan
pelanggaran hak asasi manusia. Lihat, Jeremy Pope, Strategi Pemberantasan Korupsi: Elemen
Sistem Integritas Nasional, terj. Masri Maris, (Jakarta: Transparancy Internasional Indonesia,
2008), hlm. Ix.
3
Zainuddin Ali, M.A, Hukum Pidana Islam (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), hlm. 71.
1
2
Banyak pihak yang merasa terpanggil untuk memberikan
sumbangsih dalam mengatasi persoalan korupsi ini. Namun kebanyakan
mereka kehabisan energi sebelum upayanya memperoleh hasil.
Berbagai usulan hukuman telah diusulkan untuk memberi pelajaran
bagi para pelaku korupsi dari hukuman, penjara, pemiskinan dan
perampasan terhadap harta pelaku korupsi, perampasan hak-hak jabatan
bahkan sampai dengan hukuman mati bagi para koruptor.
Masalah usulan untuk koruptor bukan hanya dari lembaga-lembaga
resmi yang ada dalam pemerintahan melainkan dari berbagai lembaga atau
LSM ikut serta dalam memerangi korupsi salah satunya yang tak kalah
mengejutkan adalah organisasi keagamaan yang tergabung dalam forum
Nahdlatul Ulama (NU) telah mengeluarkan sebuah fatwa untuk para
pelaku tindak pidana korupsi di Indonesia. Menurut fatwa tersebut, para
koruptor boleh dihukum mati jika telah melakukan korupsi secara
berulang-ulang. Fatwa tersebut dikeluarkan dalam sidang komisi Bahtsul
Masail AL-Diniyyah Al-Waqi’iyyah di Pesantren Kempek, Minggu
(16/9/2012).4
Fatwa tersebut menjadi perdebatan panas di berbagai media masa
maupun di media cetak. Padahal fatwa tersebut bukanlah fatwa pertama
kalinya yang dikeluarkan oleh Nahdlatul Ulama mengenai korupsi tetapi
pada tahun 1999 Nahdatul Ulama juga mengadakan muktamar ke-30 pada
muktamar tersebut NU membuat suatu keputusan tentang Syari’at Islam
4
http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,4-id,39949-lang,id-c,kolomt,NU+dan+Fatwa+Hukuman+Mati+Koruptor-.phpx. Diakses tanggal 28 Maret 2013.
3
Tentang Status Uang Negara, Acuan Moral untuk Menegakkan Keadilan
dan Mencegah Penyalah-Gunaan Wewenang (KKN). Pada tahun 1997
muktamar yang dilaksanakan di Lirboyo, Kediri Jawa Timur juga
membahas perihal perekonomian negara
yang ketika itu cukup
memprihatinkan sejak krisis moneter melanda Indonesia. Ini merupakan
salah satu kepedulian Nahdlatul Ulama terhadap permasalahan korupsi
tersebut.
Sedangkan dalam Islam sendiri tidak mengenal jarimah korupsi
sehingga terjadilah berbagai pandangan hukum yang berbeda dalam
memberikan sanksi terhadap jarimah korupsi tersebut. Maka dari itu para
fukaha sepakat permasalahan korupsi dianalogikan dengan peristiwaperistiwa yang hampir sama substansinya dengan jarimah yang ada dalam
hukum pidana Islam. dan apabila korupsi dianalogikan dengan jarimah
yang ada dalam hukum pidana Islam maka korupsi hampir sama
substansinya dengan penghianatan janji, menipu, suap, sumpah palsu,
makan harta riba. Hal ini di dasarkan pada firman Allah SWT:
‫وﻻﺗﺄﻛﻠﻮااﻣﻮاﻟﻜﻢ ﺑﯿﻨﻜﻢ ﺑﺎﻟﺒﺎﻃﻞ وﺗﺪﻟﻮاﺑﮭﺎاﻟﻰ اﻟﺤﻜﺎّم ﻟﺘﺄﻛﻠﻮاﻓﺮﯾﻘﺎ ﻣّﻦ اﻣﻮال اﻟﻨّﺎس‬
5
.‫ﺑﺎﻻﺛﻢ واﻧﺘﻢ ﺗﻌﻠﻤﻮن‬
Dalam hukum pidana Islam korupsi juga sama dengan gulūl dan
risywah, yang keduannya dikenakan hukuman ta’zīr, juga disamakan
5
Al-Baqarah (2): 188.
4
dengan jarīmah sarīqah (pencurian) yang sanksinya berupa hukuman
potong tangan.6
Bertolak dari penjabaran di atas, maka penting kiranya untuk
mengkaji fatwa tentang hukuman mati bagi koruptor di Indonesia.
Disinilah penyusun merasa perlu melakukan kajian tentang fatwa NU
tetang hukuman mati bagi koruptor perspektif fikih jinayah.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan latar belakang masalah yang dikemukakan
sebelumnya, maka dapat dirumuskan pokok permasalahan sebagai berikut:
1. Apakah fatwa NU tentang hukuman mati bagi koruptor sudah
sesuai dengan fikih jinayah?
2. Bagaimana relevansi fatwa NU tentang hukuman mati bagi
koruptor dalam konteks ke Indonesiaan?
C. Tujuan dan Keguanaan
1. Tujuan penelitian
Untuk menjelaskan fatwa NU tentang hukuman mati bagi koruptor
dalan pandangan fikih jinayah.
2. Kegunaan penelitian
Dengan tercapainya tujuan di atas, di harapkan hasil penelitian ini
akan memperoleh manfaat dan kegunaan sebagai berikut :
6
Muhammad Nurul Irfan, Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia Dalam Perspektif Fiqih
Jinayah, (jakarta : Depag RI, 2009), hal. XI
5
a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi ilmiah
mengenai fatwa NU tentang hukuman mati bagi koruptor
menurut pandangan fikih jinayah.
b. Untuk menambah khazanah keilmuan dan wawasan bagi
penyusun pada khususnya dan masyarakat pada umumnya
berkaitan dengan hukuman bagi koruptor.
D. Telaah Pustaka
Pembahasan
mengenai
korupsi
bukanlah
persoalan
yang
barunamun modus operandi yang selalu berkembang dan adanya
perkembangan data baru menjadikan kajian korupsi terus meluas dan
cenderung
tidak
memiliki
perbedaan
penilaian
dan
kesimpulan
terhadapnya.
Dalam hal ini ada beberapa karya yang membahas mengenai
korupsi, antara lain buku berjudul Korupsi di Indonsia Masalah dan
Pemecahannya karya Andi Hamzah.7 Buku ini membahas tentang korupsi
yang terjadi di Indonesia mulai dari sejarah, sebab-sebab, akibat sampai
peraturan dan institusi pemberantasannya.
Syed Hussein Alatas yang berjudul Sosiologi Korupsi Sebuah
Penjelajahan Dengan Data Kontemporer. 8 buku ini merupakan buku saku
7
Andi Hamzah, Korupsi di Indonesia Masalah dan Pemecahannya, (Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, 1984).
8
Syed Hussein Alatas, Sosiologi Korupsi Sebuah Penjelajahan Dengan Data
Kontemporer, ( Jakarta: LP3ES,1986).
6
mengenai korupsi, dibahas didalamnya tentang definisi korupsi, fungsi,
sebab-sebab, dan cara pencegahannya. Kemudian buku Lilik Mulyadi
yang berjudul Tindak Pidana Korupsi.9 Tulisan ini menjelaskan tindak
pidana korupsi sebagai salah satu bagian dari hukum pidana khusus, maka
tindak pidana korupsi mempunyai kekhususan tertentu, ditinjau dari aspek
hukum acara dan hukum materialnya.
Selain itu, terdapat beberapa skripsi yang mencoba mengkaji
persoalan korupsi. Karya Ramadon dengan judul, “Hukuman Bagi Korupsi
Studi Komparatif Hukum positif dan Hukum Pidana Islam.”10 Karya ini
juga berusahan melakukan komparasi mengenai hukuman bagi pelaku
tindak pidana korupsi dilihat dari konstruksi hukum positif dan hukum
Pidana Islam. Dan juga skripsi karya Abd. Manan tahun 2009 yang
berjudul, “Tinjauan Hukum Pidana Islam Terhadap Pertanggungjawaban
Korporasi
dalam
Undang-Undang
Pemberantasan
Korupsi.” Karya ini berusaha meninjau
Tindak
Pidana
korupsi dari perspektif
pertanggungjawabannya, dalam hal ini pertanggungjawaban korporasi.
Dan mengkajinya dengan landasan yuridisnya Undang-Undang no.31
Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.11 Demikian
juga dengan karya Narong yang berjudul, “Tindak Pidana Korupsi dalam
9
Lilik Mulyadi, Tindak Pidana Korupsi, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000).
10
Ahmad Said Romadon, “Hukuman Bagi Pelaku Korupsi Studi Komparasi Hukum
Positif dab Hukum Pidana Islam”, Skripsi tidak diterbitkan, (Yogyakarta: UIN Unan Kalijaga,
2008)
11
Abd. Maman, “Ttinjauan Hukum Pidana Islam Terdadap Pertanggungjawaban
Korporasi dalam Undang-Undang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” Skripsi Fakultas
Syari’ah dan Hukum (2009).
7
Perspektif Fiqh Jinayah dan HukumPositif Thailand.”12 Karya ini memiliki
sedikit kesamaan dengan sebelumnya yang cenderung untuk melakukan
studi komparatif mengenai tindak pidana korupsi. Bedanya, karya narong
ini melakukan komparasi antara hukum jinayah Islam dengan hukum
positif Thailand.
Dari
penelusuran
yang
telah
dilakukan,
penyusun
tidak
menemukan sebuah karya yang scara khusus mencoba mengkaji fatwa NU
tentang hukuman mati bagi koruptor. Bertolak dari hal tersebut, penyusun
tertarik untuk membahas persoalan tersebut untuk melihat respon fikih
jinayah terkait fatwa NU hukuman mati bagi tindak pidana korupsi.
E. Kerangka Teoritik
Dalam fikih klasik tidak mengenal istilah korupsi hal ini karena
korupsi tidak lahir dari dunia Islam. akan tetapi kalau kita melihat secara
detail unsur-unsur yang ada dalam tubuh tindak pidana korupsi maka bisa
dianalogikan dalam tindak pidana yang ada dalam hukum pidana Islam
karena kalau kita melihat dari kata korupsi (coruruptie)
yang artinya
keburukan, kebusukan, kebejatan, ketidak jujuran, dapat disuap, tidak
bermoral, menyimpang dari kesucian.13 Maka perbuatan korupsi sama
dengan tindak pidana yang ada dalam hukum pidana Islam.
12
MR. Narong Mat Adam, “Tindak Pidana Korupsi dalam Perspektif Fiqh Jinayah dan
Hukum Positif Thailand”, Skripsi tidak diterbitkan, (yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2009).
13
Muhammad Nurul Irfan, “Korupsi Dalam Hukum Pidana Islam”, (jakarta : AMZAM,
2011), hlm. 33.
8
Di antara berbagai bentuk kejahatan ini yang nampaknya paling
mirip substansinya dengan korupsi ialah gulūl yang diartikan sebagai
pengkhianatan terhadap amanah dalam pengelolaan harta rampasan perang
dan risywah atau yang biasa dikenal dengan istilah suap. Dalam konteks
ajaran Islam yang lebih luas, korupsi merupakan tindakan yang bertentangan
dengan prinsip keadilan (al-´adalah), akuntabilitas, dan tanggung jawab (alamanah). Korupsi dengan segala dampak negatifnya yang menimbulkan
berbagai distorsi terhadap kehidupan negara dan masyarakat dapat
dikategorikan termasuk perbuatan fasad, kerusakan dimuka bumi yang juga
amat dikutuk Allah SWT.
Dalam hukum Islam mempunyai sebuah tujuan utama untuk
mewujudkan dan memelihara lima sasaran pokok (maqāsid asy-syarí’ah)
yaitu: perlindungan terhadap agama (hifz ad-dīn), perlindungan terhadap
jiwa (hifz an-nafs), perlindungan terhadap akal (hifz al-aql), perlindungan
terhadap keturunan (hifz an-nasl), perlindungan terhadap harta (hifz alMāl).14
Korupsi merupakan pelanggaran terhadap tujuan pokok hukum
Islam yaitu perlindungan terhdap harta (hifz al-māl). Kalau kita analogikan
tindak pidana korupsi ini mirip dengan jarīmah sarīqah yang mengambil
harta-benda milik orang lain dan merugikan pemilik harta. Sedangkan
korupsi mencuri harta-benda milik negara yang mengakibatkan kerugian
14
Kutbuddin Aibak, Metodologi Pembaharuan Hukum Islam, (Yogyakarta : Pustaka
Pelajar, 2008), hlm. 60-63.
9
besar dan dampak yang sangat luar biasa terhadap tatanan kehidupan
masyarakat.
Pada dasarnya di syari’atkan hukum Islam bertujuan untuk
memelihara dan menciptakan kemaslahatan manusia dan menjaga manusia
dari hal-hal yang mafsadah, karena Islam sebagai rahmatan lil’ālamīn,
untuk memberi petunjuk dan pelajaran kepada manusia. 15
Begitu juga dalam hukum pidana Islam para ahli hukum pidana
Islam berpendapat bahwa tujuan hukuman dalam pidana Islam mempunyai
lima aspek,16 yaitu:
1. Pembalasan (al-Jazā’) konsep ini memberikan arti bahwa setiap
perbuatan jahat yang dilakukan seseorang terhadap orang lain akan
mendapatkan balasan yang setimpal dengan yang dilakukannya tidak
melihat apakah balasan itu bermanfaat bagi dirinya atau orang lain.
2. Pencegahan
(Az-Zajru),
pencegahan
atau
deterrence
ini
dimaksudkan untuk mencegah suatu tindak pidana agar tidak
terulang lagi.
3. Pemulihan / perbaikan (al-islāh), yaitu memulihkan pelaku tindak
pidana dari keinginan untuk melakukan tindak pidana. Tujuan inilah
menurut sebagian para fukaha merupakan tujuan yang paling asas
dalam sistem pemidanaan Islam.
15
Ahmad Djazuli, Fiqih Jinayah : Upaya Menanggulangi Kejahatan dalam Islam, Cet.
Ke-3 (Jakarta : PT Granfindo Persada, 2000), hlm. 25.
16
Ocktoberrinsyah, “Tujuan Pemidanaan Dalam Islam,” In Right : Jurnal Agama dan Hak
Asasi Manusia, Vol. 1. No. 1. (November 2011), hlm. 23-32.
10
4. Restorasi (al-isti‘ādah), sebagaimana yang diungkapkan oleh
Kathleen
Day
dalam
artikelnya
bahwa
keadilan
restoratif
(restorative) adalah sebuah metode untuk merespon tindak pidana
dengan melibatkan pihak-pihak yang bertikai dalam rangka
memperbaiki kerusakan yang ditimbulkan oleh tindak pidana
tersebut.
5. Penebusan dosa (at-takfīr), yaitu tujuan yang berdimensi ukhrawa,
orang
yang
melakukan
kejahatan
tidak
hanya
dibebankan
pertanggungjawaban / hukuman di dunia saja (al-‘uqūbāh addunyawiyyah), tetapi juga pertanggungjawaban / hukuman di akhirat
(al-‘uqūbūt al-ukhrawiyyah).
Penjatuhan
hukuman
di
dunia
merupakan salah satu cara untuk menggugurkan dosa-dosa yang
telah dilakukan.
Dengan ditetapkanya aspek tersebut akan dihasilkan satu aspek
kemaslahan (positif), yaitu terbentuknya moral yang baik, maka masyarakat
akan menjadi aman, tentram, damai dan penuh dengan keadilan, karena
moral yang dilandasi agama akan membawa perilaku sesuai dengan tuntutan
agama.
Dalam fikih jinayah suatu hukuman dapat diakui keberadaanya
apabila memenuhi beberapa syarat diantaranya17 :
17
Ahsin Sakho Muhammad
Kharisma Ilmu, 2007), hlm. 36-38.
(et al.), EnsiklopediHukum Pidana Islam, (Jakarta: PT.
11
1. Hukuman bersifat syar’ī artinya hukuman bersandar kepada sumbersumber hukum Islam (Al-quran, hadis, ijmak, serta undang-undang
yang dikeluarkan oleh pemerintah atau ulil amri).
2. Hukuman bersifat perseorangan artinya hanya penimpa pelaku, tidak
menimpa kepada orang lain.
3. Hukuman bersifat umun artinya hukuman disyaratkan harus bersifat
umum yang dapat dijatuhkan terhadap semua kalangan.
Berdasarkan segi sasaran yang dikenai hukuman, hukum pidana Islam
pelaku tindak pidana korupsi bisa dikenai empat jenis hukuman18, yaitu:
1. Hukuman atas Badan ( ‘Uqūbah Badaniyah )
‘Uqūbah Badaniyah adalah hukuman yang dikenakan atas badan
manusia (hukuman yang berupa fisik). Seperti hukuman mati, kisas,
salib, dan jilid (dera)
2. Hukuman atas Kemerdekaan (‘Uqūbah Huriyah)
Hukuman atas kemerdekaan adalah hukuman yang dijatuhkan kepada
kemerdekaan manusia. Caontohnya adalah pengasingan dan penjara.
3. Hukuman atas Jiwa (‘Uqūbah Nafsiyah)
‘Uqūbah Nafsiyyah adalah hukuman yang dikenakan atas jiwa
(mental) manusia (sanksi moral atau sanksi sosial), bukan badannya.
Contohnya ancaman, peringatan, penyiaran, pencelaan, dan teguran.
4. Hukuman atas Harta (‘Uqūbah Māliyyah)
18
Ahmad Wardi Muslich, pengantar dan asas hukum pidana Islam, ((Jakarta: Sinar
Grafika, 2004), hlm. 141-142.
12
‘Uqūbah Mālyiyah adalah hukuman yang dikenakan terhadap harta
seseorang. Contohnya diat, denda, perampasan harta, dan penyitaan
aset kekayaan.
Sejalan dengan rumusan di atas, maka teori hukuman yang sesuai
dalam menjelaskan fatwa NU tentang hukuman mati bagi koruptor
perspektif fiqh jinayah yaitu teori ‘Uqūbah Badaniyah (hukuman atas
badan) sebagai salah satu bentuk hukuman dalam fikih jinayah. Hukuman
atas badan (‘Uqūbah Badaniyah) yaitu hukuman yang dikenakan atas badan
manusia (hukuman yang berupa fisik). Contohnya hukuman kisas, hukuman
mati, salib, dan jilid (dera).
Adapaun kerangka teoritik yang digunakan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1. Tujuan pemidanaan (hukuman)
Hukuman dalam bahasa Arab disebut ‘Uqūbah yang artinya
mengiringinya dan datang dibelakangnya.19 Sedangkan menurut istilah
‘Uqūbah adalah bentuk balasan bagi seseorang yang atas perbuatanya
melanggar ketentuan syara’ yang ditetapkan Allah dan Rasul-nya untuk
kemaslahatan manusia. 20 Menurut Abd Al-Qadir Awdah hukuman adalah
19
Drs. H. Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam, Cet. Ket-2.
(Jakarta : Sinar Grafika, 2006) hlm. 136.
20
A. Rahman Ritonga, dkk., Enksiklopedi Hukum Islam, (Jakarta : Ichtiar baru Van Hoeve,
1997), VI: 1871.
13
suatu penderitaan yang dibebankan kepada seseorang akibat perbuatan
melanggar aturan.21
Tujuan dari hukuman dalam syariat Islam merupakan realisasi dari
tujuan hukum Islam itu sendiri, yakni sebagai pembalasan perbuatan jahat,
pencagahan secara umum dan pencegahan secara khusus serta perlindungan
terhadap hak-hak korban. Pemidanaan dimaksudkan untuk mendatangkan
kemaslahatan umat dan mencegah kedzaliman atau kemudaratan.22
2. Hukuman mati dalam Islam
Hukum mati merupakan jenis pidana yang terberat dibandingkan
dengan pidana jenis lainnya, karena dengan pidana mati terenggut nyawa
manusia untuk mempertahankan hidupnya.23
Dalam fikih jinayah hukuman mati di jatuhkan kepada pelaku
perzinahan dalam bentuk dilempar batu hingga mati (al-rajam) pelaku
perzinahan yang sudah menikah. Juga hukuman mati dilakukan dalam kasus
pemberontakan (al-Bughāt) dan pindah agama (al-riddah) yang dikenal
sebagai hukuman (al-hād al-hudūd) atas pengingkaran terhadap Islam. 24
Hukuman mati dalam Islam merupakan hukuman puncak, terutama
untuk tindak pidana yang sangat berbahaya seperti pembunuhan (al-qitāl) di
21
Abd al-Qadir Awdah, at-tasyri’ al-jina’i al-Islam, (Bairut : Mu’assasah Ar-Risalah,
1994), 1: 214.
22
M. Hasbi ash-Shieddiqi, Filsafat Hukum Islam, (Jakarta : Bulan Bintang, 1975), hlm.
177.
23
Komariah Emong Supar Djaja, “Permasalahan Pidana Mati di Indonesia,” dalam Jurnal
Legislasi Indonesia, Vol 4, No. 4 Desember 2007, hlm. 19.
24
Ahsin Sakho Muhammad (et al.), Ensiklopedi Hukum Pidana Islam, hlm. 45-65.
14
mana jika tidak ada pengampunan dari pihak keluarga dengan membayar
denda (diyāt), maka pelakunya dapat dijatuhi hukuman mati sebagai bentuk
hukum balas/timbal balik.25
Selain hukuman mati dapat diterapkan terhadap jarimah-jarimah
yang disebutkan diatas. Hukuman mati dapat diterapkan terdapat jarimah
taksir. Sedangkan jarimah taksir merupakan jarimah yang sanksi
hukumannya diserahkan kepada khalifah (umumnya diwakili oleh
qadhi/hakim).26 Hukuman mati dapat diterapkan pula terhadap jarimah
taksir apabila jarimah tersebut mengancam keamanan sebuah negara. Dan
dapat pula diterapkan terhadap jarimah pengulangan (residivis).
F. Metode Penelitian
Adapun penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian pustaka (library
research), yaitu penelitian yang menggunakan literatur yang sesuai
dengan permasalahan yang dikaji sebagai sumber datanya. Sehingga
dalam menghimpun data yang dibutuhkan menggunakan sumbersumber kepustakaan yang ada kaitannya dengan masalah pokok
25
26
Ibid,. hlm. 66-69.
Asadulloh Al Faruk, Hukum Pidana dalam Sistem Hukum Islam, (Ghalia Indonesia,
2009), hlm. 76.
15
penelitian yng dirumuskan baik sumber primer maupun sumber
sekunder.
2. Sifat Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif-analitik, yaitu penelitian
dengan memaparkan dan menjelaskan data yang berkaitan dengan
pokok pembahasan, kemudian
menguraikannya sesuai dengan
tujuannya.
3. Pendekatan masalah
Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan
normatif-yuridis. Normatif yaitu mendekati permasalahan yang ada
berdasarkan pada hukum sreta perundang-undangan yang berlaku.
4. Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah literatur. Metode ini bergerak dengan mengambil dan
menyusuri karya-karya berupa literatur primer maupun sekunder yang
mempunyai relevansi dengan permasalahan yang diteliti. dari sumber
yang telah dikumpulkan kemudian diseleksi data-data yang sesuai
dengan masalah pokok yang diteliti. Masalah pokok yang diteliti yaitu
tindak pidana korupsi, fatwa NU tentang hukuman mati dalam fikih
jinayah.
Selain penelitian ini bersifat literatur penyusun dalan
pengumpulan data menggunakan teknik wawancara (interview).
Peneliti akan melakukan wawancara dengan pengurus PWNU untuk
16
mendukung data-data yang diperoleh dengan metode pengumpulan
data yang literatur.
5. Analisi Data
Dalam menganalisis data yang telah dikimpulkan yaitu dengan
menggunakan metode deduktif. 27 Metode deduktif merupakan langkah
analisis data dengan cara menerangkan data yang bersifat umum untuk
membentuk suatu pandangan yang bersifat khusus sehingga dapat
ditarik menjadi kesimpulan.
G. Sistematika Pembahasan
Pembahasan dalam penelitian ini terdiri dari lima bab. Bab
pertama, pendahuluan yang berisi tentang latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan dan kegunaan, telaah pustaka, kerangka teori, metode
penelitian, dan sisrematika pembahasan.
Dalam bab dua, penyusun akan membahas tentang tujuan
pemidanaan, Islam dan korupsi.
Dalam bab tiga, penyusun menguraikan mengenai pandangan NU
terhadap tindak pidana korupsi yang terdiri dari pembahasan tindak pidana
korupsi menurut NU, latar belakang munculnya fatwa hukuman mati bagi
koruptor, dan isi fatwa NU.
27
Sutrisno Hadi, Metodelogi Riset, (Yogyakarta : Psikologi UGM, 1984), hlm. 42.
17
Bab empat membahas tentang analisis dasar hukum fatwa
hukuman mati bagi koruptor perspektif fikih jinayah dan relevansinya
hukuman mati di masa kini.
Bab lima adalah penutup yang berisi kesimpulan dan saran-saran
dari penyusun berdasarkan penelitian yang
penyusun.
berhasil dianalisis oleh
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pemaparan dan analisi tentang fatwa Nahdlatul Ulama tentang
hukuman mati bagi koruptor perspektif fikih jinayah, maka dapat di ambil
beberapa kesimpulan bahwa jika dilihat dari fikih jinayah fatwa NU tentang
hukuman mati bagi koruptor yang melakukan secara berulang-ulang atau
korupsi dalam jumlah besar yang dapat merugikan keuangan negara, maka
fatwa tersebut tidak berbenturan dengan tujuan hukum yang ada dalam Islam.
Dan dasar hukum yang digunakan para ulama NU sesuai dengan hukum
Islam karena dasar yang digunakan para NU adalah bersumber dari ayat-ayat
AL-Qur’an yang mengandung substansi tentang larangan seseorang berbuat
kerusakan dibuka bumi.
Dan hukuman mati bagi koruptor pada masa kini akan relevan
meskipun masih banyak kalangan yang tidak setuju karena menganggap
hukuman mati melanggar terhadap hak asasi manusia. Akan tetapi hukuman
mati merupakan jalan satu-satunya yang memungkinkan korupsi akan bersih
dari negara ini kerena korupsi sangat membahayakan stabilitas kesejahteraan
masyarakat Indonesia. Jadi keputusan yang bijak jika pemerintah menerapkan
fatwa NU koruptor di hukum mati agar tidak ada lagi para koruptor-koruptor
selanjutnya.
81
82
Dilihat dari segi Islam hukuman mati juga dapat diterapkan terhadap
jarimah ta’sir. Dengan demikian, hukum Islam membolehkan pidana ta’sir
dalam bentuk hukuman mati jika kepentingan umum menghendakinya.
Dengan memperhatikan kepentingan umum yang terancam dengan sangat
serius oleh kejahatan korupsi saat ini, maka dijatuhkannya hukuman taksir
yang paling keras (hukuman mati) atas para koruptor sesuai dengan yang
difatwakan NU maka dapat dibenarkan oleh hukum Islam.
B. Saran
Berkenaan dengan pembahasan skripsi ini, ada beberapa saran yang
perlu penulis sampaikan, yaitu:
1. Mensosialisasikan Uundang-Undang Tindak Pidana Korupsi secara
menyeluruh. Karena Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi telah
memenuhi banyak rumusan dengan berbagai kategori dan bentuk praktik
korupsi yang bisa dijadikan rujukan dalam menjerat para pelaku tindak
pidana korupsi. Dan fatwa NU semestinya juga bisa menekan praktik
korupsi sebab telah memuat dan menjelaskan perihal korupsi, baik
hukuman bagi para koruptor maupun status harta yang didapat. Akan
tetapi, akibat kurangnya sosialisasi fatwa tersebut, pengaruh fatwa sangat
tidak signifikan.
2. Pemerintah dan aparat penegak hukum harus lebih serius dalam
menangani masalah korupsi. Dari sekian banyak berita kasus korupsi
yang
diperkarakan,
selalu
saja
menghasilkan
keputusan
yang
mengecewakan rakyat, baik karena kesalahan dalam landasan tuntutan
83
hukuman hingga terjadinya praktik suap menyuap dalam tubuh penegak
hukum.
3. Lembaga non pemerintahan yang konsen dalam masalah korupsi harus
tetap konsisiten dalam menyuarakan kasus-kasus korupsi. Peran serta non
pemerintahan sangat penting sebab bisa melakukan kontrol secara
balence terhadap kasus-kasus korupsi.
4. Peran serta masyarakat. Ini merupakan inti dalam pemberantasan dan
mencegah terjadinya praktik korupsi karena masyarakat merupaka
obyeknya. Kita harus menyadari akan sesuatu sekecil apapun bila
berkaitan dengan korupsi harus dihindari.
DAFTAR PUSTAKA
A. Al-Qur’an
Departemen Agama RI, al-Qura’an dan terjemahnya, Semarang : CV
Putra, 1990.
Toha
B. Hadits
Ibn Isma’il Al-Kahlani, Muhammad, Subul As-Salam, Juz IV, Syarikah
Maktabah wa Mathba’ah Musthafa Al Baby Al-Halaby, Mesir, cet IV,
1060.
Sulaimān, Abī Daud , Sunan Ibn Majah, Mesir: ‘Isa al-bab al-halabi wa
syurakah, 1956
Tirmizī, Abū ‘Isa Muhammad bin ‘Isa bin Surah al-, Sunan al-Tirmizī,
Mekah: al-Maktabah al-Tijāriyah, tt.
C. Fikih/Ushul fikih
, “Tujuan Pemidanaan Dalam Islam,” In Right : Jurnal Agama dan
Hak Asasi Manusia, Vol. 1. No. 1. November 2011.
Aibak, Kutbuddin, Metodologi Pembaharuan Hukum Islam, Yogyakarta :
Pustaka Pelajar, 2008.
Al-Mawardi, al-Ahkam al-Sultaniyah, Beirut: Dar al-Fikr, 1966.
Ash-Shieddiqi, M. Hasbi, Filsafat Hukum Islam, Jakarta : Bulan Bintang,
1975.
Awdah, Abd al-Qadir, at-tasyri’ al-jina’i al-Islam, Bairut : Mu’assasah ArRisalah, 1994.
Azzuhaili, wahbah, “Al-Fiqh Al-Islam wa Adillatih”, cet. Ke-3, Beirut: 1409
H./ 1989 M.
Djazuli, Ahmad, Fiqih Jinayah : Upaya Menanggulangi Kejahatan dalam
Islam, Cet. Ke-3, Jakarta : PT Granfindo Persada, 2000.
Hakim, Rahmat, hukum pidana Islam (fikih jinayah), bandung: Pustaka Setia,
2000.
Hanafi, Ahmad, Asas-Asas Hukum Pidana Islam , cet. Ke-IV, Jakarta: Bulan
Bintang, 2005.
84
85
Islam’il Abu ar-Raysy, Muhammad, al-Kaffarat fi al-Fiqh al-Islami, Mesir:
Dar al-Amanah, 1408 H
Munajat, Mahkrus, fikih jinayah, ”Hukum Pidana Islam, cet. 2, Yogyakarta:
Nawesea Press, 2010.
Nawawi, Imam, “Kitab Tukmilah Al-Majmuu’ Syarh Kitab Muhaddzab”, (t,t).
Wardi Muslich, H. Ahmad, pengantar dan asas hukum pidana Islam,
Jakarta: Sinar Grafika, 2004.
D. Kamus
M Echol, jhon dan Shadily,Hassan, Kamus Inggris Indonesia, Jakarta :
Gramedia, 2003.
Munawwir, A. Warson, Kamus al-Munawwir Arab Indonesia Terlengkap,cet.
Ke-14, Surabaya: Pustaka Progressif, 1997.
Muhammad, Ahsin Sakho (et al.), Ensiklopedi Hukum Pidana Islam, Jakarta:
PT. Kharisma Ilmu, 2007.
Ritonga, A. Rahman, dkk, Enksiklopedi Hukum Islam, Jakarta : Ichtiar baru
Van Hoeve, 1997.
E. Kelompok lain
, “Korupsi Dalam Hukum Pidana Islam”, Jakarta : AMZAM, 2011.
Abdullah, Mal An, “Nahdaltul Ulama dan Kebersamaan Melawan Korupsi”,
Suyitno (ed.), Korupsi, Hukum, dan Moralitas Agama, Yogyakarta:
GAMA MEDIA, 2006
Ahmad, Abu Abdul Halim, Suap: Dampak dan Bahayanya Bagi Masyarakat,
Jakarta: PUSTAKA AL-KAUTSAR, 1996.
Aibak, Kutbuddin, Metodologi Pembaharuan Hukum Islam, Yogyakarta :
Pustaka Pelajar, 2008.
Al Faruk, Asadulloh, Hukum Pidana dalam Sistem Hukum Islam, Ghalia
Indonesia, 2009.
86
Alatas, Syed Hussein, Sosiologi Korupsi Sebuah Penjelajahan Dengan Data
Kontemporer, Jakarta: LP3ES,1986.
Ali, Zainuddin, Hukum Pidana Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 2007.
Al-Qardhawi, Yusuf, Konsep dan Praktek Fatwa Kontemporer, ahli bahasa
Setiawan Budi Utomo, LC. Cet. Ke-1, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,
1996.
Anis, Ibrahim, dkk, Al-Mujam al-Wasit, cet. Ke-2, Mesir: Majma’ al-bughah
al-Arabiyyah, 1972.
Antasari, Rina “Tindak Pidana Korupsi Dan Penegakan Hukum”, dalam
Suyitno (ed.), Korupsi, Hukum, dan Moralitas Agama , Yogyakarta:
GAMA MEDIA, 2006.
Djaja, Komariah Emong Supar, “Permasalahan Pidana Mati di Indonesia,”
dalam Jurnal Legislasi Indonesia, Vol 4, No. 4 Desember 2007.
HA, Noerwahidah, Pidana Mati dalam Hukum Pidana Islam, Surabaya: AlIkhlas, 1994.
Hadi, Sutrisno, Metodelogi Riset, Yogyakarta : Psikologi UGM, 1984.
Hamzah, Andi, Korupsi di Indonesia Masalah dan Pemecahannya, Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama, 1984.
Hamzah, Andi, Pidana Mati di Indonesia, “di Masa Lalu, Kini, dan Masa
Depan”, Jakarta: GHALIA INDONESIA, 1985.
Ke-NU-an “Komisi Bathtsul Masail Al-diniyyah Al-waqi’iyyah”, Cirebon:
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, 2012.
Marsum, jarimah ta’zir: Perbuatan Dosa Dalam Hukum Pidana Islam,
Yogyakatra: Fak Hukum UII, 1988.
Mulyadi, Lilik, Tindak Pidana Korupsi, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000.
Nurul Irfan, Muhammad, Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia Dalam
Perspektif Fiqih Jinayah, Jakarta : Depag RI, 2009.
87
Ocktoberrinsyah, Hukuman Mati “Pergumulan Antara Normativitas Islam
dan HAM” dalam jurnal Asy- Syir’ah, Vol. 38, Februari 2004.
Pope, Jeremy, Strategi Pemberantasan Korupsi: Elemen Sistem Integritas
Nasional, terj. Masri, Jakarta: Transparancy Internasional Indonesia,
2008.
Ramly, Nadjamuddin, Islam Ramah Lingkungan: Konsep dan Strategi Islam
dalam Pengelolaan, Pemeliharaan, dan Penyelamatan Lingkungan,
Jakarta: Grafindo, 2007.
F.
Data Lain-Lain
Faizal, “http://hukumuntukkita-byfaizal.blogspot.com, akses 7 februari
2012.
http://hukumzone.blogspot.com/2011/07/pengertian-proses-dan-fungsifatwa.html diakses tanggal 15 maret 2013.
http://politik.kompasiana.com/2012/09/18/makna-penting-fatwa-nu-boikotpajak-dan-hukuman-mati-bagi-koruptor-493803.html diakses 15 april
2013.
http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,4-id,39949-lang,idc,kolom-t,NU+dan+Fatwa+Hukuman+Mati+Koruptor-.phpx. Diakses
tanggal 28 Maret 2013.
http://www.tribunnews.com/2012/09/17/kapolri-dan-kpk-tanggapi-usulanhukuman-mati-koruptor. diakses Tanggal 15 April 2013.
Tim LTN NU Jawa Timur, Ahkamul Fuqaha,
Undang-Undang NO. 20 tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi.
Wawancara, tanggal 06 Maret 2013.
LAMPIRAN-LAMPIRAN
LAMPIRAN-LAMPIRAN
A. Daftar Terjemahan
N0
1
Hlm
3
FN
5
BAB I
Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian
yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan
(janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim,
supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta
benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, Padahal
kamu mengetahui.
2
19
7
3
20
10
dan tidaklah Kami perlihatkan kepada mereka sesuatu
mukjizat kecuali mukjizat itu lebih besar dari mukjizatmukjizat yang sebelumnya. dan Kami timpakan kepada
mereka azab[1359] supaya mereka kembali (ke jalan yang
benar).
4
21
11
Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri,
potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa
yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. dan
Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
39. Maka Barangsiapa bertaubat (di antara pencuri-pencuri
itu) sesudah melakukan kejahatan itu dan memperbaiki diri,
Maka
Sesungguhnya
Allah
menerima
taubatnya.
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
5
23
16
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu
qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang
merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan
wanita dengan wanita. Maka Barangsiapa yang mendapat
suatu pema'afan dari saudaranya, hendaklah (yang
mema'afkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan
hendaklah (yang diberi ma'af) membayar (diat) kepada yang
memberi ma'af dengan cara yang baik (pula). yang demikian
itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu
rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, Maka
baginya siksa yang sangat pedih.
6
25
20
Kecuali orang-orang yang taubat (di antara mereka) sebelum
kamu dapat menguasai (menangkap) mereka; Maka
BAB II
laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri,
potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa
yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. dan
Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
ketahuilah bahwasanya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.
7
29
28
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu
qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang
merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan
wanita dengan wanita. Maka Barangsiapa yang mendapat
suatu pema'afan dari saudaranya, hendaklah (yang
mema'afkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan
hendaklah (yang diberi ma'af) membayar (diat) kepada yang
memberi ma'af dengan cara yang baik (pula). yang demikian
itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu
rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, Maka
baginya siksa yang sangat pedih.
8
32
32
Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, Maka
deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan
janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu
untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada
Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan)
hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang
yang beriman.
9
32
33
Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang
memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di
muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau
dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal
balik[414], atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya).
yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka
didunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar.
10
35
39
Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian
yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan
(janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim,
supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta
benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, Padahal
kamu mengetahui.
11
36
41
Dan tidak mungkin seorang nabi berkhianat (dalam urusan
harta rampasan perang). Barang siapa berkhianat, niscaya
pada hari kiamat dia akan datang membawa apa yang
dikhianatkannya itu. Kemudian setiap orang akan di beri
balasan yang sempurna sesuai dengan apa yang dilakukannya,
dan mereka tidak dizalimi
12
38
45
Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian
yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan
(janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim,
supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta
benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, Padahal
kamu mengetahui.
13
38
47
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling
memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali
dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka samasuka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh
dirimu[287]; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang
kepadamu.
14
40
51
15
40
52
Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri,
potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa
yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. dan
Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana
Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang
memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di
muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau
dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal
balik[414], atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya).
yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka
didunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar.
16
46
63
17
55
7
18
19
55
64
8
23
Rasulullah melaknat penerima suap dan pemberi suap.
Dan tidak mungkin seorang nabi berkhianat (dalam urusan
harta rampasan perang). Barang siapa berkhianat, niscaya
pada hari kiamat dia akan datang membawa apa yang
dikhianatkannya itu. Kemudian setiap orang akan di beri
balasan yang sempurna sesuai dengan apa yang dilakukannya,
dan mereka tidak dizalimi.
20
64
24
Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang
memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di
muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau
dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau
dibuang dari negeri (tempat kediamannya). yang demikian itu
Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang
memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di
muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau
dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal
balik[414], atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya).
yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka
didunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar.
BAB III
Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian
yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan
(janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim,
supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta
benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, Padahal
kamu mengetahui.
(sebagai) suatu penghinaan untuk mereka didunia, dan di
akhirat mereka memperoleh siksaan yang besar.
Kecuali orang-orang yang taubat (di antara mereka) sebelum
kamu dapat menguasai (menangkap) mereka; Maka
ketahuilah bahwasanya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.
21
64
25
22
65
26
“Dari Imam Dailami Al-Himyari r.a. berkata : Saya bertanya
kepada Rasullah S.A.W. Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami
berada di tempat yang dingin, sedang kami melakukan pekerjaan
yang keras kemudian kami membuat semacam minuman yang
terbuat dari gandum supaya kami kuat melakukan pekerjaan kami
dan atas dinginnya tempat kami. Rasul bertanya : Apakah itu
memabukkan? Saya menjawab s: Iya wahai Rasulullah, kemudian
rasul mengatakan: maka jauhilah minuman itu. Kemudian saya
mendatangi Rasul kehadapanya beliau dan bertanya sekali lag,
kemudian Rasul bertanya kembali : apakah itu memabukkan. Saya
menjawab: iya wahai Rasulullah. Kamudan rasul berkata : maka
jauhilah!. Kemudian aku berkata : sesungguhnya orang-orang itu
tidak meninggalkannya wahai Rsulullah. Kemudian rasul berkata :
apabila orang-orang itu tidak meninggalkannya maka bunuhlah!.
(HR. Imam Ahmad dan Imam Abu Daud)
23
67
2
Dan tidak mungkin seorang nabi berkhianat (dalam urusan
harta rampasan perang). Barang siapa berkhianat, niscaya
pada hari kiamat dia akan datang membawa apa yang
dikhianatkannya itu. Kemudian setiap orang akan di beri
balasan yang sempurna sesuai dengan apa yang dilakukannya,
dan mereka tidak dizalimi.
24
67
3
Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang
memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di
muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau
dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau
dibuang dari negeri (tempat kediamannya). yang demikian itu
(sebagai) suatu penghinaan untuk mereka didunia, dan di
akhirat mereka memperoleh siksaan yang besar.
25
68
4
Kecuali orang-orang yang taubat (di antara mereka) sebelum
kamu dapat menguasai (menangkap) mereka; Maka
ketahuilah bahwasanya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.
26
68
5
“Dari Imam Dailami Al-Himyari r.a. berkata : Saya bertanya
kepada Rasullah S.A.W. Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami
berada di tempat yang dingin, sedang kami melakukan pekerjaan
yang keras kemudian kami membuat semacam minuman yang
terbuat dari gandum supaya kami kuat melakukan pekerjaan kami
dan atas dinginnya tempat kami. Rasul bertanya : Apakah itu
memabukkan? Saya menjawab s: Iya wahai Rasulullah, kemudian
rasul mengatakan: maka jauhilah minuman itu. Kemudian saya
BAB IV
mendatangi Rasul kehadapanya beliau dan bertanya sekali lag,
kemudian Rasul bertanya kembali : apakah itu memabukkan. Saya
menjawab: iya wahai Rasulullah. Kamudan rasul berkata : maka
jauhilah!. Kemudian aku berkata : sesungguhnya orang-orang itu
tidak meninggalkannya wahai Rsulullah. Kemudian rasul berkata :
apabila orang-orang itu tidak meninggalkannya maka bunuhlah!.
(HR. Imam Ahmad dan Imam Abu Daud)
27
75
11
Jika ia mencuri potonglah tangannya (yang kanan), jika ia
mencuri lagi potonglah kakinya (yang kiri). Jika ia mencuri
lagi potonglah tangannya (yang kiri). Kemudian apabila ia
mencuri lagi maka potonglah kakinya (yang kanan).
28
75
12
Dari Jabir ra. Ia berkata: seorang pencuri telah di bawa
kehadapan Rasulullah saw. maka Nabi bersabda: Bunuhlah ia.
Para sahabat berkata: Ya Rasulullah ia hanya mencuri. Nabi
mengatakan: Potonglah tangannya. Kemudian ia dipotong.
Kemudian ia di bawa lagi untuk kedua kalinya, lalu Nabi
mengatakan: Bunuhlah ia. kemudian disebutkan seperti tadi.
Lalu ia di bawa lagi untuk ketiga kalinya maka Nabi
menyebutkan seperti tadi. Kemudian ia di bawa lagi untuk
keempat kalinya dan Nabi mengatakan seperti tadi. Akhirnya
ia dibawa lagi untuk kelima kalinya. Lalu Nabi mengatakan:
Bunuhlah ia. ( hadis dikeluarkan oleh Abu Daud dan AnNasa’i).
B. Biografi Ulama dan Sarjana Hukum
Abdul Qadir Awdah
Beliau adalah Fakultas Hukum Universitas kairo pada tahun 1930, dan tercatat
sebagai alumnus terbaik. Baliau pernah menjabat sebagai DPR Mesir dan sebagai tangan
kanan Ikhwanul Muslim yang dipimpin oleh Hasan Al-Banna. Selain itu dalan pemerintahan
baliau juga pernah menjabat sebagai hakim. Sebagai seorang hakim baliau sangat memegang
teguh prinsip Undang-Undang yang ada karena menurut baliau Undang-Undang tersebut
tidak bertentangan dengan syari’at Islam. namun ketika Ikhwanul Muslim dicap sebagai
pemberontak, banyak tokoh IM yang dihukum mati, salah satunya adalah beliau. Adapun
magnum opus baliau adalah kitab “ Tasyr’i al-Jinā’ī al-Islamī”, dan “ al-alumnus Islam wa
Auda’una al-Qur’ani”.
Abu Ishaq asy-Syatibi
Nama lengkap baliau adalah Ibrahim Ibnu Musa bin Muhammad al-Lahmi Asy-Syatibi alGhamabi. Namun beliau lebih dikenal dengan nama Asy-Syatibi. Beliau wafat pada tahun
790 H di Granada. Asy-Syatibi menjadi terkenal setelah menulis kitab Al-munawafaqat dan
Al-i’tisam. Kedua kitab tersebut tersebar diberbagai penjuru dunia sebagai rujukan penulis
moder.
Prof. Dr. Andi Hamzah, SH,
Beliau lahir pada tanggal 14 juni 1933 di Sengkam, Sulawesi Selata. Beliau adalah Guru
Besar di Fakultas Hukum Universitas Trisakti. Pendidikan S1 di tempuh di Fakultas Hukum
Hasanuddin (1962), kemudian S3 di sFakultas Hukum Hasanuddin (1983). Pendidikan
tambahan Evidensce Law Course, Stanford University, USA; Environmental Law
Enforcement Course, Beland; dan Narcotics Law Enffoecement Training Course, Bangkok.
Judul Desertasinya adalah “Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana KorupsiSebagai
Sarana Pembangunan”. Riwayat karirnya yaitu sebagai Pegawai Negeri Kejaksaan RI. Jaksa,
(1 Mei 1954 – 1 juli 1993), kajari Manado, (1962-1964), dan Staf Ahli Jaksa Agung (1992).
C. Curiculum Vitae
DATA PRIBADI
Nama
: Sari Widowati
NIM
: 09370091
Jurusan
: Jinayah Siyasah
TTL
: Jember, 05 Oktober 1989
Alamat
: Dusun Tampingan Jember Jawa Timur
Email
: [email protected]
DATA ORANGTUA
Nama Ayah
: Sutima
Nama Ibu
: Seniman
Pekerjaan
: Wiraswasta
Alamat
: Dusun Tampingan Jember Jawa Timur
RIWAYAT PENDIDIKAN
1996/1997 – 2002/2003
SDN Gelang III
2002/2003 – 2004/2005
MTs Miftahul Ulum
2005/2006 – 2007/2008
MA Wahid Hasyim
2009/2010 – sekarang
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Demikian curriculume vitae ini saya buat dengan sebenar-benarnya.
Yogyakarta, 14 Juni 2013
Tertanda
Sari Widowati
Download