TK-40Z2 PENELITIAN

advertisement
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Unjuk Kerja Pervaporasi
Unjuk kerja pemisahan dengan pervaporasi dapat dilihat dari nilai fluks dan selektivitas
pemisahan. Membran yang digunakan adalah membran selulosa asetat (CA) yang telah
dimodifikasi dengan penambahan zeolit alam Malang sebanyak 20%-berat CA. Kondisi
operasi pervaporasi dijaga pada tekanan konstan sebesar 200 mbar dan dilakukan variasi
temperatur. Tabel 4.1 menyajikan unjuk kerja pervaporasi yang telah dilakukan.
Tabel 4.1 Unjuk kerja pervaporasi
Membran
Umpan
Konsentrasi
CA
etanol-air
Azeotrop
85%-volum
etanol-air
CA/Zeolit
Azeotrop
98%-volum
Isopropanolair
Azeotrop
2-butanolair
Azeotrop
T
(oC)
40
50
60
40
50
60
40
50
60
40
50
60
40
50
60
40
50
60
J (kg/m2.jam)
Xalkohol
umpan
0,890
0,890
0,890
0,700
0,700
0,700
0,890
0,890
0,890
0,950
0,950
0,950
0,690
0,690
0,690
0,330
0,330
0,330
33
Xair
permeat
0,761
0,741
0,731
0,928
0,910
0,776
0,964
0,939
0,905
0,934
0,836
0,802
0,993
0,981
0,978
0,999
0,999
0,999
J
total
0,125
0,152
0,168
0,092
0,153
0,183
0,125
0,214
0,223
0,138
0,242
0,248
0,226
0,229
0,211
0,183
0,284
0,309
J air
0,095
0,113
0,123
0,085
0,139
0,142
0,121
0,201
0,202
0,128
0,202
0,199
0,225
0,225
0,206
0,183
0,284
0,308
J
alkohol
0,030
0,039
0,045
0,007
0,014
0,041
0,005
0,013
0,021
0,009
0,040
0,049
0,002
0,004
0,005
0,0002
0,0003
0,0003
Selektivitas
26
23
22
30
24
8
214
124
77
267
97
77
310
116
98
492
492
492
4.2 Pengaruh Penambahan Zeolit Alam Malang terhadap Unjuk Kerja Membran
Pervaporasi
Gambar 4.1 Hubungan antara temperatur terhadap fluks total pada umpan etanol
menggunakan jenis membran yang berbeda
Penggunaan membran CA/zeolit memberikan nilai fluks total yang lebih besar daripada
penggunaan membran CA homogen. Hal ini ditunjukkan pada Gambar 4.1. Peningkatan
fluks yang terjadi sekitar 1,35 kali dari membran CA homogen Penambahan zeolit juga
dapat meningkakan selektivitas pemisahan. Gambar 4.2 memperlihatkan peningkatan
selektivitas yang cukup signifikan untuk masing-masing kondisi temperatur operasi.
Gambar 4.2 Hubungan antara temperatur terhadap selektivitas pada umpan etanol
menggunakan jenis membran yang berbeda
34
Fluks dan selektivitas membran pervaporasi sangat ditentukan oleh struktur morfologi
membran tersebut dan kondisi operasi pervaporasi. Preparasi membran dilakukan
dengan menggunakan metode inversi fasa teknik penguapan pelarut. Teknik preparasi
ini akan memberikan morfologi membran berupa membran tak berpori (dense). Pada
membran dense yang terbuat dari material polimer, permeat mampu melewati membran
dengan mekanisme solution-diffusion. Mekanisme solution digambarkan sebagai
teradsorpsinya penetran melewati permukaan membran menuju struktur dalam
membran. Mekanisme ini ditentukan oleh afinitas dari masing-masing komponen
campuran terhadap material membran itu sendiri. Diffusion merupakan mekanisme
bergeraknya penetran secara molekuler di dalam membran yang ditentukan oleh
konsentrasi sebagai driving force.
Polimer semikristalin memiliki bagian yang bersifat amorf dan bersifat kristalin. Bagian
yang bersifat amorf mempunyai fleksibiltas lebih besar daripada bagian yang kristalin.
Hal ini memungkinkan lewatnya komponen penetran melalui bagian amorf dari suatu
polimer. Selulosa asetat (CA) merupakan salah satu jenis polimer semikristalin sehingga
pada membran CA homogen, permeat dapat berdifusi melalui bagian polimer yang
amorf.
Penambahan material isian berupa padatan ke dalam matriks polimer CA ternyata
menyebabkan perubahan struktur morfologi membran. Membran tersebut tetap berupa
membran dense namun dengan padatan yang terdispersi di antara matriks polimer,
dalam hal ini yang terdispersi adalah padatan zeolit. Permeat berdifusi di dalam
membran melalui bagian amorf polimer dan pori dari zeolit.
Mekanisme perpindahan molekul penetran pada bagian isian zeolit tidak mengikuti
mekanisme solution-diffusion. Perpindahan
molekul penetran pada zeolit terjadi
melalui pori yang ukurannya lebih besar dari molekul air maupun etanol. Pada membran
CA/zeolit, selain melewati bagian amorf dari membran, air akan melewati membran
dengan berdifusi melalui pori-pori zeolit (ukuran pori 2,6-7 Å) yang terdispersi dalam
matriks polimer sehingga molekul-molekul penetran akan lebih mudah untuk melewati
membran. Kondisi inilah yang menyebabkan peningkatan fluks membran pervaporasi.
35
Ukuran pori zeolit lebih besar dibandingkan diameter kinetik dari etanol (4,3 Å)
maupun air (2,96 Å). Hal ini mempermudah permeasi molekul-molekul etanol melalui
membran pervaporasi. Namun, nilai selektivitas dari membran pervaporasi justru
meningkat. Hal ini bisa dijelaskan dengan melihat hidrofilisitas dari komponen zeolit.
Walaupun molekul etanol lebih mudah melewati pori zeolit, sifat hidrofilisitas dari
zeolit menyebabkan adsorpsi molekul air jauh lebih banyak dibandingkan etanol.
Hidrofilisitas material isian membran mempengaruhi adsorpsi komponen di dalam
membran. Hidrofilisitas suatu material isian ditentukan oleh ratio ion Si/Al. Aluminum
adalah ion trivalen yang membutuhkan satu kation untuk menetralkan muatan jika
ditempatkan di antara Si pada struktur kerangka zeolit. Kutub elektrostatis yang
terlokalisasi di antara kerangka bermuatan negatif dan kation yang bermuatan positif
menyebabkan terjadinya interaksi yang sangat kuat dengan molekul polar dan
menghasilkan struktur yang hidrofilik. Semakin banyak kandungan ion Al, maka
material tersebut semakin bersifat hidrofilik. Pada percobaan ini, zeolit Malang
(mordenite) mempunyai Si/Al = 6. Angka Si/Al tersebut relatif rendah jika
dibandingkan dengan zeolit ZSM-5 (10-500) atau Theta-I (>11) sehingga zeolit alam
Malang memiliki hidrofilisitas yang cukup kuat.
4.3 Pengaruh Temperatur Umpan terhadap Unjuk Kerja Pervaporasi
Peningkatan temperatur operasi menyebabkan peningkatan fluks total baik pada
membran CA homogen maupun membran CA/zeolit. Temperatur yang meningkat
menyebabkankan semakin besar volum kosong yang terdapat di dalam matriks polimer,
terutama pada bagian yang amorf. Volum kosong ini memudahkan penetran melewati
membran sehingga meningkatkan fluks total. Pada kenaikan temperatur dari 40°C
menjadi 50°C, terlihat selisih fluks total yang cukup signifikan antara penggunaan
membran CA homogen dengan membran CA/zeolit. Peningkatan temperatur tidak
menyebabkan ukuran pori zeolit membesar sehingga perbedaan fluks total di antara
kedua membran tersebut menggambarkan bahwa penetran berdifusi di dalam membran
melalui pori zeolit. Pada kenaikan temperatur dari 50°C menjadi 60°C, tidak terlihat
selisih fluks total yang cukup signifikan antara penggunaan membran CA homogen
36
dengan membran CA/zeolit. Hal ini disebabkan oleh semakin banyaknya uap etanol dan
air yang terbentuk di umpan pada temperatur tersebut (titik didih etanol-air pada
komposisi azeotrop adalah 78°C). Perubahan fasa umpan menjadi uap menyebabkan
umpan cair yang berinteraksi dengan membran semakin sedikit. Akibatnya, walaupun
terjadi kenaikan temperatur, penambahan nilai fluks total hanya sedikit.
Gambar 4.3 Hubungan antara temperatur terhadap fluks total pada komposisi umpan
alkohol azeotrop
Gambar 4.3 menunjukkan bahwa untuk masing-masing jenis umpan alkohol, kenaikan
temperatur menyebabkan peningkatan fluks total. Hal ini terjadi karena adanya
peningkatan energi kinetik molekul seiring dengan kenaikan temperatur umpan.
Semakin tinggi energi kinetik molekul, semakin mudah pula molekul tersebut melalui
membran sehingga nilai fluks meningkat. Pada percobaan ini, temperatur umpan
pervaporasi berada di bawah temperatur transisi gelas (Tg) polimer CA. Oleh karena itu,
tidak ada perubahan pada elastisitas dan mobilitas rantai polimer sehingga faktor utama
yang mempengaruhi fluks hanya energi molekul-molekul umpan.
37
Gambar 4.4 Hubungan antara temperatur terhadap selektivitas pada komposisi umpan
alkohol azeotrop
Adanya kecenderungan penurunan selektivitas seiring dengan peningkatan temperatur
dapat dilihat pada Gambar 4.4. Selain hubungan dengan temperatur, dapat disimpulkan
pula bahwa selektivitas juga berbanding terbalik dengan fluks. Hal ini dapat dijelaskan
dengan fenomena kenaikan energi kinetik molekul akibat kenaikan temperatur.
Peningkatan temperatur menyebabkan energi kinetik molekul air maupun etanol
meningkat sehingga mempermudah difusi dari molekul-molekul tersebut. Akibatnya
jumlah molekul yang melewati membran semakin banyak, sedangkan selektivitasnya
berkurang karena molekul etanol pun menjadi lebih mudah berdifusi melalui membran.
Namun, pada umpan berupa 2-butanol, selektivitas di ketiga variasi temperatur
memberikan nilai yang sama. Hal ini dapat disebabkan oleh kelarutan antara masingmasing komponen di dalam umpan itu sendiri. Campuran 2-butanol-air di titik azeotrop
merupakan larutan 2 fasa sehingga komponen yang mungkin melewati membran
hanyalah molekul air saja.
Untuk kondisi temperatur yang sama, selektivitas umpan 2-butanol memiliki nilai yang
paling besar, diikuti dengan selektivitas isopropanol dan etanol. Ukuran diameter
kinetik masing-masing molekul juga mempengaruhi selektivitas, data ukuran diameter
kinetik molekul ditampilkan pada Tabel 4.2.
38
Tabel 4.2 Diameter kinetik molekul polar
Diameter Kinetik
No.
Molekul
Formula
1
Air
H2O
0,296
2
Etanol
C2H6O
0,430
3
2-propanol
C3H8O
0,470
4
2-butanol
C4H10O
0,504
(nm)
Terjadinya efek penyaringan molekuler menyebabkan selektivitas meningkat. Zeolit
alam Malang memiliki rentang ukuran pori 2,6-7 Å sehingga molekul 2-butanol akan
sulit melewati membran CA/zeolit dibandingkan dengan etanol dan isopropanol.
Gambar 4.5 Hubungan antara temperatur terhadap fluks total pada umpan etanol
Kecenderungan peningkatan fluks total seiring dengan peningkatan temperatur, dapat
dilihat pula dari Gambat 4.5, untuk berbagai variasi komposisi umpan etanol. Kenaikan
temperatur pada berbagai variasi komposisi umpan etanol menyebabkan peningkatan
nilai fluks total.
Kecenderungan penurunan selektivitas seiring dengan peningkatan temperatur, dapat
dilihat pula dari Gambar 4.6, untuk berbagai variasi komposisi umpan etanol. Gambar
4.6 juga menunjukkan bahwa kenaikan konsentrasi etanol dalam umpan menyebabkan
kenaikan selektivitas. Hal ini terjadi karena kandungan air dalam umpan berbanding
39
lurus dengan derajat swelling dari membran pervaporasi. Semakin kecil derajat swelling
membran, semakin sukar pula bagi molekul etanol untuk melewati membran.
Gambar 4.6 Hubungan antara temperatur terhadap selektivitas pada umpan etanol
Pengaruh temperatur terhadap fluks masing-masing komponen ditampilkan pada
Gambar 4.7.
Gambar 4.7 Hubungan antara temperatur terhadap fluks air dan fluks etanol
40
Gambar 4.7 menunjukkan bahwa peningkatan temperatur akan meningkatkan nilai fluks
air maupun fluks etanol. Hal ini disebabkan oleh pengaruh swelling dari sisi amorf
polimer sehingga memudahkan molekul, baik air maupun etanol, berpenetrasi melalui
membran. Selain itu, dapat diihat pula bahwa fluks air yang melewati membran lebih
besar daripada fluks etanol sehingga pervaporasi terbukti dapat memisahkan campuran
etanol-air.
4.4 Pengaruh Konsentrasi Umpan Terhadap Unjuk Kerja Pervaporasi
Pengaruh konsentrasi umpan terhadap unjuk kerja pervaporasi ditampilkan pada
Gambar 4.8 dan Gambar 4.9
Gambar 4.8 Hubungan antara fraksi mol air dalam umpan terhadap fraksi mol air
permeat
Gambar 4.8 menunjukkan bahwa pada temperatur yang sama terdapat titik maksimum
fraksi mol air permeat seiring peningkatan fraksi mol air umpan.
Gambar 4.9 Hubungan antara temperatur terhadap fluks total pada umpan etanol
41
Pada setiap variasi temperatur, titik azeotrop memberikan nilai fluks etanol yang paling
kecil. Hal ini dilihat pada Gambar.4.9. Fenomena yang ditampilkan pada Gambar 4.8
dan Gambar 4.9 kemungkinan disebabkan sifat hidrofilisitas dari zeolit. Namun, hal ini
masih berupa kesimpulan sementara sehingga perlu dilakukan peneitian lanjutan.
42
Download