bab ii tinjauan pustaka

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Manajemen Keuangan
Dewasa ini manajer keuangan memegang peranan penting. Seorang
manajer keuangan (Financial Manager) suatu perusahaaan harus tahu bagaimana
mengelola segala unsur dan segi keuangan. Hal ini wajib dilakukan karena
keuangan merupakan salah satu fungsi penting dalam mencapai tujuan
perusahaan.
Manajemen keuangan merupakan salah satu fungsi operasional perusahaan
yang sangat penting disamping fungsi operasional lainnya, seperti manajemen
pemasaran, manajemen operasional, dan lain sebagainya. Manajemen keuangan
membicarakan pengelolaan keuangan yang pada dasarnya dapat dilakukan oleh
individu, perusahaan maupun pemerintah. Manajemen keuangan terdiri dari dua
kata yaitu manajemen dan keuangan. Pengertian ini akan dijelaskan lebih lanjut di
bawah ini.
2.1.1
Pengertian Manajemen, Keuangan, dan Manajemen Keuangan
Manajemen merupakan suatu proses yang menggunakan metode ilmu dan
seni yang menempatkan fungsi-fungsi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan
dan pengendalian pada kegiatan sekelompok manusia yang dilengkapi dengan
sumber ekonomi dan factor produksi untuk mencapai tujuan yang telah dicapai
sebelumnya. Berikut pendapat menurut para ahli mengenai manajemen.
Menurut Ernie Tisnawati dan Kurniawan Saefullah (2005:6):
Manajemen adalah sebuah proses yang dilakukan untuk
mewujudkan tujuan organisasi melalui rangkaian kegiatan berupa
perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian
orang-orang serta sumber daya organisasi lainnya .
Menurut Griffin (2004:2):
Manajemen merupakan serangkaian (termasuk perencanaan dan
pengambilan keputusan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan
pengendalian) yang diarahkan pada sumber-sumber daya organisasi
(manusia, financial, fisik, dan informasi) untuk mencapai organisasi
dengan cara yang efektif dan efisien .
Menurut Robbins dan Coulter (2004:6):
Manajemen adalah suatu pengkoordinasian kegiatan-kegiatan
pekerjaan sehingga pekerjaan tersebut terselesaikan secara efisien
dan efektif dengan dan melalui orang lain .
Dari penjelasan para ahli di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa
manajemen
merupakan
suatu
aktivitas
perencanaan,
pengorganisasian,
pengaktualisasian, dan pengendalian anggota organisasi secara efektif dan efisien
untuk mencapai tujuan perusahaan dengan memanfaatkan sumber daya yang ada
pada perusahaan.
Sedangkan keuangan didalam perusahaan sangat diperlukan untuk dapat
memperlancar kegiatan operasinya. Menurut Ridwan S.Sundjaja dan Inge
Barlian (2003:42) pengertian keuangan yaitu:
Keuangan merupakan ilmu dan seni dalam mengelola uang yang
memperngaruhi kehidupan setiap orang dan setiap organisasi.
Keuangan berhubungan dengan proses, lembaga, pasar, dan
instrumen yang terlibat dalam transfer uang diantara individu
maupun antara bisnis dan pemerintah .
Dari pengertian manajemen dan keuangan diatas, maka dapat diketahui
pengertian dari manajemen keuangan menurut beberapa pendapat dibawah ini.
Menurut Dr. Darsono (2006:01) bahwa :
Manajemen Keuangan ialah aktivitas pemilik dan manajemen
perusahaan untuk memperoleh sumber modal yang semurahmurahnya dan menggunakannya seefektif, seefisien, dan seproduktif
mungkin untuk menghasilkan laba .
Sedangkan Sutrisno (2003:03) mengemukakan bahwa:
Manajemen keuangan dapat diartikan sebagai semua aktivitas
perusahaan yang berhubungan dengan usaha-usaha mendapatkan
dana perusahaan dengan biaya yang murah serta usaha untuk
menggunakan dan mengalokasikan dana tersebut secara efisien .
Dilihat dari uraian di atas tentang menajemen keuangan, maka dapat
ditarik kesimpulan bahwa manajemen keuangan merupakan hal terpenting dalam
usaha-usaha pengelolaan dana yang dialokasikan dan dikumpulkan untuk
membiayai segala aktivitas yang dilakukan perusahaan untuk mencapai tujuan.
2.1.2
Fungsi-fungsi manajemen keuangan
Kegiatan utama keuangan yaitu untuk mencari dana dan menggunakan
dana. Pengelompokan ini didasarkan pada banyaknya keputusan yang harus
dilakukan oleh manajer keuangan. Menurut Van Horne dan Wachowich,Jr.
(2005:3) bahwa fungsi manajemen keuangan dapat dibagi menjadi tiga area
utama: investasi, pendanaan, dan manajemen aktiva.
1. Keputusan Investasi
Keputusan investasi adalah hal yang paling penting dari ketiga keputusan
di atas ketika perusahaan ingin menciptakan nilai. Hal tersebut dimulai
dengan penetapan jumlah total aktiva yang perlu dimiliki oleh perusahaan.
2. Keputusan Pendanaan
Dalam keputusan pendanaan, manajer berhubungan dengan perbaikan sisi
kanan neraca. Keputusan dividen perusahaan juga harus dipandang sebagai
bagian integral dari keputusan pendanaan perusahaan. Semakin banyak
jumlah laba saat ini yang ditahan dalam perusahaan berarti semakin sedikit
uang yang akan tersedia bagi pembayaran dividen saat ini.
3. Keputusan Manajemen Aktiva
Ketika aktiva telah diperoleh dan pendanaan yang tepat telah tersedia,
aktiva ini masih harus dikelola secara efisien. Tanggung jawab operasional
atas berbagai aktiva yang ada, membuat manjer keuangan menjadi lebih
memerhatikan manajemen aktiva lancar (current asset) daripada aktiva
tetap (fixed asset).
2.2
Modal Kerja
2.2.1
Pengertian dan Konsep Modal Kerja
Setiap perusahaan membutuhkan modal kerja untuk membelanjai
operasinya sehari-hari. Terdapat beberapa pengertian modal kerja sebagai berikut:
Gitman (2006:511) berpendapat:
Working capital is current assets, which represent the portion of
investment that circulates from one to another in the ordinary conduct
of business .
Yang artinya bahwa modal kerja adalah aktiva lancar, yang menghadirkan bagian
investasi yang dari satu bentuk ke bentuk lain yang berhubungan dengan bisnis.
Menurut Hilton (2003:708):
Working capital is current assets minus current liabilities .
Yang artinya bahwa modal kerja adalah harta lancar dikurangi kewajiban lancar.
Sedangkan menurut Dr. Darsono (2006:115):
Modal kerja adalah investasi dalam harta jangka pendek atau
investasi dalam harta lancar (current assets) .
Dari pendapat beberapa ahli diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa modal kerja
merupakan investasi perusahaan dalam bentuk aktiva lancar. Dalam praktik
sehari-hari modal kerja atau lebih dikenal dengan modal kerja bersih juga dapat
didefinisikan sebagai harta lancar dikurangi dengan kewajiban lancar, atau aktiva
dikurangi pasiva lancar.
Menurut Susan Irawati (2006:90) bahwa ada tiga macam modal kerja
yang digunakan untuk analisis, yaitu:
1. Konsep Kuantitatif (Gross Concept of Working Capital)
Konsep ini mendasarkan pada kuantitas dari dana yang tertanam dalam
unsur-unsur aktiva lancar dimana aktiva ini merupakan aktiva yang sekali
berputar kembali dalam bentuk semula atau aktiva dimulai dari yang tertanam di
dalamnya akan dapat bebas lagi dalam waktu yang pendek. Dengan demikian
modal kerja dalam konsep ini adalah keseluruhan dari jumlah aktiva lancar.
2. Konsep Kualitatif (Net Concept of Working Capital)
Dalam konsep ini pengertian modal kerja juga dikaitkan dengan besarnya
jumlah utang lancar atau utang yang harus segera dibayar. Dengan demikian maka
sebagian dari aktiva lancar itu harus disediakan untuk memenuhi kewajiban
finansial yang harus segera dibayar dimana bagian aktiva lancar ini tidak boleh
digunakan untuk membayar operasi perusahaan untuk menjaga likuiditasnya. Oleh
karena itu modal kerja menurut konsep ini adalah sebagian dari aktiva lancar yang
benar-benar dapat digunakan untuk membayar operasi perusahaan mampu
mengganggu likuiditasnya yaitu yang merupakan kelebihan aktiva lancar diatas
utang lancar. Modal kerja dalam pengertian ini sering disebut modal kerja memo
(non working capital).
3. Konsep Fungsional (Functional Concept of Working Capital)
Konsep ini mendasarkan pada fungsi dari dana dalam menghasilkan
pendapatan. Setiap dana yang dikerjakan atau digunakan dalam perusahaan
dimaksudkan untuk menghasilkan pendapatan. Pendapatan yang dimaksud adalah
pendapatan dalam satu periode accounting (current income) bukan periode
berikutnya (future income).
Dari pengertian tersebut maka terdapat sejumlah dana yang tidak
menghasilkan current income atau kalau menghasilkan tidak sesuai dengan misi
perusahaan yaitu non working capital, sehingga besarnya modal kerja adalah:
a. Besarnya kas
b. Besarnya persediaan
c. Besarnya piutang (dikurangi bersarnya laba)
d. Besarnya sebagian dana yang ditanamkan dalam aktiva tetap (besarnya
adalah sejumlah dana yang berfungsi untuk menghasilkan current income
tahun yang bersangkutan).
Sedangkan bagian piutang yang merupakan keuntungan adalah tergolong
dalam modal kerja potensial dan sebagian dana yang ditanamkan dalam aktiva
tetap yang menghasilkan future income (pendapatan tahun-tahun sesudahnya)
termasuk dalam non working capital.
2.2.2
Fungsi Modal Kerja
Suatu dana yang digunakan oleh perusahaan dalam menjalankan
operasinya sehari-hari dapat masuk kembali ke dalam perusahaan dalam jangka
waktu yang pendek yaitu dari hasil penjualan produknya. Akan tetapi, antara
pengeluaran dan penerimaan tersebut terdapat tenggang waktu. Oleh karena
itulah, selama tenggang waktu itulah modal kerja dibutuhkan untuk membiayai
kegiatan sehari-hari perusahaan. Jadi, fungsi sebenarnya dari modal kerja yaitu
untuk mengatur antara pengeluaran dana untuk operasi sehari-hari.
2.2.3
Jenis-Jenis Modal Kerja
Terdapat pengelompokan mengenai modal kerja. Menurut Sutrisno
(2003:45) jenis-jenis modal kerja tersebut terdiri dari:
1. Modal Kerja Permanen (Permanent Working Capital)
Merupakan modal kerja yang harus tetap ada pada perusahaan untuk dapat
menjalankan fungsinya, atau dengan kata lain modal kerja yang secara terus
menerus diperlukan untuk kelancaran usaha.
a. Modal Kerja Primer (Primary Working Capital)
Merupakan jumlah modal kerja minimum yang harus ada pada perusahaan
untuk menjamin kontinuitas usahanya.
b. Modal Kerja Normal (Normal Working Capital)
Merupakan jumlah modal kerja yang digunakan untuk penyelenggaraan
kas produksi yang normal yang merupakan kemampuan perusahaan untuk
menghasilkan barang sebesar kapasitas normal perusahaan.
2. Modal kerja Variabel (Variable Working Capital)
Merupakan modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah sesuai dengan
perubahan keadaan.
a. Modal Kerja Musiman (Seasonal Working Capital)
Merupakan modal kerja yang jumlahnya berbeda-beda disebabkan karena
fluktuasi musim.
b. Modal Kerja Siklis (Cyclical Working Capital)
Merupakan modal kerja yang jumlahnya berbeda-beda disebabkan karena
fluktuasi konjungtur.
c. Modal Kerja Darurat (Emergency Working Capital)
Merupakan modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah karena adanya
keadaan darurat yang tidak diketahui sebelumnya.
2.2.4
Unsur Modal Kerja
Menurut Dwi Prastowo dan Rifka Julianty (2002:17) mengenai unsur-
unsur modal kerja:
Unsur-unsur modal kerja yaitu pos-pos yang ada dalam aktiva yang
manfaat ekonomisnya diharapkan akan diperoleh dalam waktu satu
tahun atau kurang (atau siklus operasi normal), misalnya kas, surat
berharga, persediaan piutang, dan persekot biaya-biaya .
Berikut merupakan yang termasuk dalam unsur-unsur modal kerja:
1. Kas atau uang tunai yang dapat digunakan untuk membiayai operasi
perusahaan, cek yang diterima dari para langganan dengan simpanan
perusahaan di bank dalam bentuk giro atau demand deposit yaitu simpanan
di bank yang dapat diambil kembali setiap kali dibutuhkan perusahaan.
2. Investasi jangka pendek yaitu investasi yang bersifat sementara untuk
memanfaatkan uang kas yang sementara masih belum dibutuhkan dalam
operasi perusahaan. Syaratnya harus bersifat marketable yaitu dapat segera
dijual dengan harga pasti setiap saat perusahaan membutuhkan uang.
3. Piutang
dagang
yaitu
tagihan
perusahaan
kepada
pihak
lain
(kreditur/langganan) sebagai akibat adanya penjualan barang dagangan
secara kredit.
4. Persediaan barang dagangan (bagi perusahaan dagang) yaitu bahan
mentah, barang dalam proses, dan barang jadi.
5. Hutang lancar yaitu suatu kewajiban yang akan jatuh tempo dalam waktu
dekat (biasanya dalam 1 tahun atau kurang) dan yang akan dibayar dari
aktiva lancar.
2.2.5
Faktor Yang Mempengaruhi Kebutuhan Modal Kerja
Kebutuhan perusahaan akan modal tergantung pada faktor-faktor sebagai
berikut (Ridwan D.Sundjaja dan Inge Barlian 2003:189) :
1. Besar kecilnya skala usaha perusahaan
Kebutuhan modal kerja pada perusahaan besar berbeda dengan perusahaan
kecil dikarenakan perusahaan besar mempunyai keuntungan akibat luasnya
sumber pembiayaan yang tersedia dibandingkan dengan perusahaan kecil yang
hanya tergantung pada beberapa sumber saja. Pada perusahaan kecil, tidak
tertagihnya
beberapa
piutang
dari
beberapa
langganan
dapat
sangat
mempengaruhi unsur-unsur modal kerja lainnya seperti kas dan persediaan.
2. Aktivitas perusahaan
Perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa tidak mempunyai persediaan
barang dagangan, sedangkan perusahaan yang menjual persediaannya secara tunai
tidak memiliki piutang dagang. Hal tersebut akan memperngaruhi tingkat
perputaran dan jumlah modal kerja suatu perusahaan. Demikian juga dengan
syarat pembelian dan waktu yang dibutuhkan untuk memproduksi atau
memperoleh barang yang akan dijual.
3. Volume penjualan
Merupakan faktor yang sangat penting dalam modal kerja. Bila tingkat
penjualan naik, maka kebutuhan modal kerja pun akan ikut naik, demikian
sebaliknya.
4. Perkembangan teknologi
Khususnya
yang
berhubungan
dengan
proses
produksi
akan
mempengaruhi kebutuhan modal kerja. Otomatisasi yang mengakibatkan proses
produksi yang lebih cepat membutuhkan persediaan bahan baku yang lebih
banyak agar kapasitas maksimum dapat dicapai, selain itu akan membuat
perusahaan mempunyai persediaan barang jadi dalam jumlah lebih banyak bila
tidak diimbangi dengan pertambahan penjualan yang besar.
5. Sikap perusahaan terhadap likuiditas dan profitabilitas
Adanya biaya dari semua yang digunakan perusahaan mengakibatkan
jumlah modal kerja yang relatif besar mempunyai kecenderungan untuk
mengurangi laba perusahaan, tetapi dengan menahan uang kas dan persediaan
barang yang lebih besar akan membuat perusahaan lebih mampu untuk membayar
transaksi yang dilakukan dan resiko kehilangan pelanggan tidak terjadi karena
perusahaan mempunyai persediaan barang yang cukup.
2.2.6
Sumber Modal Kerja
Sumber-sumber dana perlu dipisahkan terhadap kebutuhan modal kerja
permanen dan kebutuhan modal kerja variabel. Kebutuhan modal kerja variabel
dimana modal kerja tersebut hanya dibutuhkan beberapa saat saja (beberapa bulan
saja) dan tidak dibutuhkan secara terus menerus (biasanya kebutuhan pada saat
volume penjualan puncak), maka harus dibelanjai dengan sumber dana jangka
pendek selama atau pada saat modal kerja tersebut dibutuhkan.
Menurut Drs.M.Manullang (2005:16), sumber modal kerja suatu perusahaan
dapat berasal dari:
1. Working capital provided by current operations.
2. Profit on the sale of marketable securities.
3. Sale of fixed assets, long term investments and other non current assets.
4. Federal income tax refunds and other similar extra ordinary gain items.
5. Sales of bonds and capital stock and contributions of funds by owner.
6. Bank and other short term loans.
7. Trade creditor (accounts, trade acceptances and notes payable).
8. Whether the sales are uniform through out the year or are seasonal
9. Credit rating of company
Menurut S. Munawir (2004: 120) sumber modal kerja suatu perusahaan
dapat berasal dari:
a.
Hasil operasi perusahaan adalah jumlah net income yang nampak dalam
perhitungan rugi laba ditambah dengan depresiasi dan amortisasi, jumlah
ini menunjukkan jumlah modal kerja yang berasal dari hasil operasi
perusahaan.
Jumlah modal kerja yang berasal dari hasil operasi perusahaan dapat
dihitung dengan menganalisa laporan perhitungan rugi laba perusahaan
tersebut. Dengan adanya keuntungan atau laba dari usaha perusahaan, dan
apabila laba tersebut tidak diambil oleh pemilik perusahaan maka laba
tersebut akan menambah modal perusahaan yang bersangkutan.
b.
Keuntungan dari penjualan surat-surat berharga (investasi jangka
pendek).
Surat berharga yang dimiliki perusahaan untuk jangka pendek (marketable
securities atau efek) adalah salah satu elemen aktiva lancar yang segera
dapat dijual dan akan menimbulkan keuntungan bagi perusahaan. Dengan
adanya penjualan surat berharga menyebabkan terjadinya perubahan dalam
unsur modal kerja yaitu dari bentuk surat berharga berubah menjadi uang
kas. Keuntungan yang diperoleh dari penjualan surat berharga ini
merupakan suatu sumber untuk bertumbuhnya modal kerja; sebaliknya,
apabila
dalam
penjualan
tersebut
terjadi
kemajuan
maka
akan
menyebabkan berkurangnya modal kerja. Apabila efek atau investasi
jangka pendek ini dijual dengan harga jual yang sama dengan harga
perolehannya (tanpa laba maupun rugi), maka penjualan efek-efek tersebut
tidak akan mempengaruhi besarnya modal kerja (modal kerja tidak
bertambah maupun berkurang). Diadakan menganalisa sumber-sumber
modal kerja maka sumber yang berasal dari keuntungan penjualan suratsurat berharga harus dipisahkan dengan modal kerja yang berasal dari hasil
usaha pokok perusahaan.
c.
Penjualan aktiva tidak lancar.
Sumber lain yang dapat menambah modal kerja adalah hasil penjualan
aktiva tetap, investai jangka panjang dan aktiva tidak lancar lainnya yang
tidak diperlukan lagi oleh perusahaan. Perubahan dari aktiva ini menjadi
kas atau piutang akan menyebabkan bertambahnya modal kerja sebesar
hasil penjualan tersebut. Apabila dari hasil penjualan aktiva tetap atau
aktiva tidak lancar lainnya ini tidak segera digunakan untuk mengganti
aktiva yang bersangkutan akan menyebabkan keadaan aktiva lancar
sedemikian besarnya sehingga melebihi jumlah modal kerja yang
dibutuhkan (adanya modal kerja yang berlebih-lebihan).
d.
Penjualan saham atau obligasi
Untuk menambah dana atau modal kerja yang dibutuhkan perusahaan
dapat pula mengadakan emisi saham baru atau meminta kepada para
pemilik
perusahaan
untuk
menambah
modalnya.
Disamping
ini
perusahaan dapat juga mengeluarkan obligasi atau bentuk hutang jangka
panjang lainnya guna memahami modal kerja. Penjualan obligasi ini
mempunyai konsekuensi bahwa perusahaan harus membayar bunga tetap,
oleh karena itu dalam mengeluarkan hutang dalam bentuk obligasi ini
harus disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan penjualan obligasi yang
tidak sesuai dengan kebutuhan (terlalu besar) disamping menimbulkan
beban bunga yang besar, juga akan mengakibatkan keadaan aktiva lancar
yang besar sehingga melebihi jumlah modal kerja yang dibutuhkan.
Disamping keempat sumber diatas masih ada lagi sumber lain yang dapat
diperoleh perusahaan untuk menambah aktiva lancarnya misalnya dana
pinjaman/kredit dari bank dan pinjaman jangka pendek lainnya serta hutang
dagang yang diperoleh dari para penjual atau supplier. Disini bertambahnya aktiva
lancar diimbangi atau dibarengi dengan bertambahnya hutang lancar, sehingga
modal kerja (dalam arti net working capital) tidak berubah.
2.2.7
Manajemen Modal Kerja
Manajemen modal kerja diperlukan didalam pengambilan keputusan
dalam berinvestasi dalam modal kerja. Menurut Muhamad Muslich (2003:143):
Manajemen modal kerja adalah manajemen aktiva lancar dan
pasiva lancar .
Menurut Dr.Darsono (2006:116) yang mengutip dari Weston dan Brigham:
Manajemen modal kerja adalah investasi perusahaan dalam jangka
pendek: kas, surat-surat berharga (efek),piutang dan persediaan .
Sedangkan menurut Dr.Darsono (2006:116) dalam buku Manajemen keuangan
Pendekatan Praktis:
Manajemen modal kerja meliputi administrasi harta lancar dan
utang lancar, mempunyai fungsi utama yakni: (1) menyesuaikan
tingkat volume penjualan dan penjualan musiman; dimana siklus
volume penjualan jangka pendek ini merupakan syarat untuk
prospek jangka panjang yang menguntungkan, (2) Membantu
perusahaan memaksimumkan nilainya dengan cara menurunkan
biaya modal dan menaikkan laba .
Dari pengertian-pengertian tentang manajemen modal kerja diatas, maka
dapat ditarik kesimpulan bahwa manajemen modal kerja bertujuan mengelola
aktiva lancar, dan hutang lancar supaya terjamin modal kerja yang layak diterima,
dan dapat menjamin tingkat likuiditas perusahaan.
2.2.8
Pentingnya Modal Kerja
Manajemen modal kerja sangat penting bagi perusahaan khususnya
perusahaan kecil karena mereka sulit memperoleh sumber pembiayaan baik dari
pasar uang maupun pasar modal. Menurut Dr.Darsono (2006:120) bahwa modal
kerja adalah ruh atau energi internal yang menggerakkan perusahaan. Perusahaan
yang tidak memiliki kecukupan modal kerja akan sulit untuk menjalankan
kegiatannya, atau akan macet operasinya. Tanpa modal kerja yang cukup, suatu
perusahaan akan kehilangan kesempatan untuk meningkatkan kuantitas dan
kualitas produk yang dihasilkan. Besarnya modal kerja tergantung pada jenis
bisnis, tetapi pada umumnya nilai modal kerja suatu perusahaan kira-kira lebih
dari 50% dari jumlah harta.
Menurut Van Horne dan Wachowitcz, Jr. (2005:309) manajemen modal
kerja adalah hal yang paling penting, jika tidak ada hal lainnya daripada proporsi
waktu manajer keuangan yang harus didedikasikan untuk hal tersebut. Akan
tetapi, yang paling penting adalah pengaruh keputusan modal kerja atas resiko,
pengembalian, dan harga saham perusahaan.
2.2.9
Manfaat Modal Kerja
Ada berbagai manfaat dari modal kerja (Drs.M.Manullang 2005:15),
antara lain:
1. Melindungi perusahaan terhadap penurunan nilai aktiva lancar.
2. Memungkinkan untuk membayar semua kewajiban tepat pada waktunya.
3. Menjamin perusahaan untuk memiliki credit standing yang semakin besar
sehingga perusahaan selalu siap dalam menghadapi bahaya-bahaya yang
mungkin terjadi.
4. Memungkinkan untuk memilki persediaan barang dalam jumlah yang
cukup untuk melayani konsumen.
5. Memungkinkan bagi perusahaan untuk memberikan syarat-syarat kredit
yang lebih menguntungkan bagi pelanggan.
6. Memungkinkan perusahaan untuk dapat beroperasi dengan lebih efisien
karena tidak ada kesulitan untuk memperoleh barang atau jasa yang
dibutuhkan.
2.2.10 Menentukan Kebutuhan Modal Kerja
Modal kerja yang baik harus dapat membiayai pengeluaran perusahaan
sehari-hari, karena modal kerja yang cukup akan dapat menguntungkan
perusahaan. Menurut Susan Irawati (2006:93) bahwa untuk menentukan
besarnya modal kerja, bisa digunakan beberapa metode, diantaranya:
1. Metode Keterikatan Dana
Faktor-faktor yang mempengaruhi keterikatan dana pada modal kerja,
adalah:
a. Periode terikatnya modal kerja yang merupakan waktu yang
diperlukan, mulai dari kas yang ditanamkan pada komponen modal
kerja sampai kas kembali.
b. Proyeksi kebutuhan kas rata-rata per hari yang merupakan jumlah
pengeluaran kas setiap hari untuk keperluan pembelian bahan baku,
bahan penolong, dan upah karyawan.
2. Metode Perputaran Modal Kerja
Besarnya modal kerja ditentukan dengan cara menghitung perputaran
unsur-unsur pembentuk modal kerja seperti perputaran kas, piutang, dan
persediaan.
Metode ini mengakui dua hal penting (Suad Husnan 2004:168), yaitu:
a. Untuk mendanai kebutuhan akan modal kerja mungkin saja telah
disediakan (sebagian) oleh pihak lain dalam bentuk pendanaan
spontan.
b. Dana yang diperlukan untuk membiayai piutang seharusnya tidak
dimasukkan unsur laba.
2.2.11 Perputaran modal kerja
Modal kerja selalu berputar selama usaha masih berjalan. Perputaran
tersebut secara sederhana merupakan peralihan modal kerja perusahaan yang
berulang dari kas ke persediaan, lalu ke piutang, dan kembali ke kas.
Rasio ini menunjukkan banyaknya penjualan (dalam rupiah) yang dapat
diperoleh perusahaan untuk tiap rupiah modal kerja. Makin tinggi Working
Capital Turnover (WCT), makin rendah atau sedikit modal kerja yang dibutuhkan
dalam inventory dan receivables. Sebaliknya, Working Capital Turnover (WCT)
mungkin juga menunjukkan keanehan net working capital dalam perputaran
inventory dan receivables yang rendah akibat kelebihan hutang lancar.
Formulasi dari Working Capital Turnover (WCT) adalah sebagai berikut :
(M.Manullang,2005: 19)
2.3
Likuiditas Perusahaan
2.3.1
Pengertian Likuiditas
Likuiditas menurut Van Horne dan Wachowich,Jr. (2005:206):
Merupakan kemampuan aktiva untuk diubah ke dalam bentuk
tunai tanpa adanya konsesi harga yang signifikan .
Sedangkan menurut Gitman (2006:52):
Liquidity is a firm s ability to satisfy is short-term obligations as they
come due .
Yang artinya likuiditas adalah kekuatan suatu perusahaan untuk kepuasan obligasi
jangka pendek sebagai waktu jatuh temponya.
Likuiditas menurut Susan Irawati (2006:27) adalah:
Kemampuan perusahaan untuk membayar semua kewajiban jangka
pendek pada saat jatuh tempo .
Sehingga dapat disimpulkan bahwa likuiditas adalah kemampuan
perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangan jangka pendeknya yang segera
harus dipenuhi.
2.3.2
Pengukuran Likuiditas
Untuk menilai likuiditas perusahaan terdapat beberapa rasio yang dapat
digunakan sebagai alat untuk menganalisa dan menilai posisi likuiditas
perusahaan, yaitu:
1.
Current Ratio
Current Ratio menunjukkan kemampuan perusahaan untuk membayar
kewajiban jangka pendeknya dengan menggunakan aktiva lancarnya. (Van Horne
2005:206). Semakin tinggi rasio lancar, maka akan semakin besar kemampuan
perusahaan untuk membayar berbagai tagihannya, akan tetapi rasio ini harus
dianggap sebagai ukuran kasar karena tidak akan memperhitungkan likuiditas
(liquidity) dari setiap komponen aktiva lancar. Perusahaan yang mempunyai
aktiva lancar sebagian besar terdiri dari kas dan piutang yang belum jatuh tempo,
umumnya akan dianggap sebagai likuid daripada perusahaan yang aktiva
lancarnya terutama terdiri dari persediaan.
Aktiva lancar pada umumnya meliputi kas, sekuritas, piutang usaha, dan
persediaan. Kewajiban lancar terdiri atas utang usaha, wesel tagihan ljangka
pendek, utang jatuh tempo yang kurang dari satu tahun, akrual pajak, dan bebanbeban akrual lainnya (terutama gaji).
Jika sebuah perusahaan mengalami kesulitan keuangan, perusahaan akan
mulai membayar tagihan-tagihannya (hutang usaha) secara lebih lambat,
meminjam dari bank, dan seterusnya. Jika kewajiban lancar meningkat lebih cepat
dari aktiva lancar, rasio lancar akan turun, dan hal ini pertanda adanya masalah.
Karena rasio lancar merupakan indikator tunggal terbaik dari sampai sejauh mana
klaim dari kreditor jangka pendek telah ditutup oleh aktiva-aktiva yang
diharapkan dapat diubah menjadi kas dengan cukup cepat, rasio ini merupakan
ukuran solvabilitas jangka pendek yang paling sering digunakan (Brigham &
Houston, 2006:96).
Adapun formulasi dari current ratio (CR) adalah sebagai berikut :
(Van Horne,2005: 206)
2.
Quick Ratio
Rasio ini disebut juga sebagai acid test ratio, yaitu perbandingkan antara
aktiva lancar dikurangi persediaan, dan dibagi dengan kewajiban jangka panjang.
Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban
jangka pendek dengan aktiva yang paling likuid atau cepat (Van Horne
2005:207). Rasio ini berfungsi sebagai pelengkap rasio lancar dalam menganalisis
likuiditas. Sama dengan rasio lancar, hanya saja rasio tersebut tidak meliputi
persediaan yang diasumsikan bagian aktiva lancar yang paling tidak likuid sebagai
angka yang dibagi. Rasio ini lebih tajam dari pada current ratio karena hanya
membandingkan aktiva yang sangat likuid dan ada hubungannnya dengan
berbagai obligasi jangka pendek seperti kas, sekuritas yang diperjualbelikan, dan
pitang. Jika current ratio tinggi tapi quick ratio rendah, hal ini menunjukkan
adanya investasi yang sangat besar dalam persediaan.
Adapun formulasi dari quick ratio adalah sebagai berikut :
(Van Horne,2005: 207)
2.4
Rasio Aktivitas
Adalah rasio yang digunakan untuk mengukur seberapa besar efektivitas
perusahaan dalam memanfaatkan sumber dananya (Susan Irawati 2006:52).
Rasio ini dinyatakan sebagai perbandingan penjualan dengan berbagai elemen
aktiva. Semakin efektif dalam memanfaatkan dan semakin cepat perputaran dana
tersebut. Dalam mengukur keefektifan perusahaan tersebut, maka peneliti hanya
akan menggunakan satu variabel dari rasio aktivitas ini yaitu Total Assets
Turnover.
2.4.1
Pengertian Total Assets Turnover
Menurut Lawrence J.Gitman (2006:55):
Total asset turnover is indicates the efficiency with which the firm
uses its assets to generate sales .
Yang berarti berarti
bahwa total
assets
turnover
menunjukkan
keefisiensian perusahaan dalam menggunakan aktivanya untuk menghasilkan
penjualan.
Menurut Ridwan D.Sundjaja dan Inge Barlian (2003:189):
Perputaran total aktiva, menunjukkan efisien efisiensi dimana
perusahaan menggunakan seluruh aktivanya untuk menghasilkan
penjualan
Menurut Susan Irawati (2006:52) Total Assets Turnover adalah:
Rasio yang digunakan untuk mengukur seberapa besar efektivitas
pemanfaatan aktiva dalam menghasilkan penjualan suatu
perusahaan .
Semakin besar perputaran aktiva semakin efektif perusahaan dalam
mengelola aktivanya. Dengan kata lain, Total Assets Turnover merupakan
kecepatan perputaran operating assets atau aktiva usaha dalam suatu periode
tertentu, dengan melihat assets turnover yang dimaksudkan untuk mengetahui
efisiensi perusahaan dengan melihat pula kecepatan perputaran operating assets
atau aktiva usaha dalam suatu periode tertentu.
3.4.2
Pengukuran Total Assets Turnover
Berikut formula untuk menentukan Total Assets Turnover :
(Van Horne,2005:221)
2.5
Leverage Ratio
2.5.1
Pengertian Leverage Ratio
Rasio Leverage atau sebagian orang menyebutnya sebagai rasio
solvabilitas, memiliki beberapa arti menurut para ahli sebagai berikut:
Menurut Gitman (2006:438):
Leverage is a results from the use of fixed-cost assets or funds to
magnify returns to the firm s owners .
Yang berarti bahwa leverage adalah hasil dari penggunaan biaya aktiva
tetap atau dana untuk diperbesar kembali ke pemilik perusahaan.
Menurut Brigham dan Houston (2006:101):
Leverage Keuangan merupakan penggunaan pendanaan melalui
hutang .
Sedangkan menurut Suad Husnan (2004:70)
Rasio solvabilitas berarti mengukur kemampuan perusahaan
memenuhi kewajiban keuangannya .
Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa rasio leverage menunjukkan
seberapa besar kebutuhan dana perusahaan yang dibelanjai atau didanai dengan
pinjaman. Menurut Susan Irawati (2006:42), apabila perusahaan tidak
menggunakan leverage dalam struktur modalnya, maka perusahaan dalam operasi
sepenuhnya menggunakan modal sendiri, sehingga resiko perusahaan menjadi
kecil. Jadi, semakin besar tingkat leverage perusahaan, maka akan semakin besar
jumlah pinjaman yang digunakan, sehingga resiko keuangan yang dihadapi
perusahaan semakin besar.
2.5.2
Pengukuran Leverage Ratio
Terdapat 2 prosedur yang digunakan para analis untuk memeriksa utang
perusahaan: (1) memeriksa neraca untuk menentukan proporsi dari total dana
yang dicerminkan oleh utang, dan (2) meninjau laporan laba rugi untuk melihat
seberapa baik beban-beban tetap tertutupi oleh keuntungan operasi (Brigham dan
Houston, 2006:103). Ukuran rasio leverage menurut Van Horne (2005:209)
dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
a. Total Debt to Total Assets Ratio
Adalah rasio yang digunakan untuk mengukur persentase besarnya dana
atau modal yang berasal dari pinjaman. Rasio ini menekankan pada peran penting
pendanaan utang bagi perusahaan dengan menunjukkan persentase aktiva
perusahaan yang didukung oleh pendanaan utang. Semakin tinggi rasio Debt to
Total Asset, maka semakin besar risiko keuangannya; semakin rendah rasio ini,
maka akan semakin rendah risiko keuangannya (Van Horne, 2005:210). Formula
untuk rasio ini:
b. Total Debt to Total Equity Ratio
Adalah rasio yang digunakan untuk mengukur perimbangan antara
kewajiban yang dimiliki perusahaan dengan modal sendiri. Semakin rendah rasio
ini, maka semakin tinggi tingkat pendanaan perusahaan yang disediakan oleh
pemegang saham, dan semakin besar perlindungan bagi kreditor (margin
perlindungan) jika terjadi penyusutan nilai aktiva atau kerugian besar (Van
Horne, 2005:209). Perbandingan rasio Debt to Equity untuk suatu perusahaan
dengan perusahaan lainnya yang hampir sama, memberi kita indikasi umum
tentang nilai kredit dan risiko keuangan dari perusahaan itu sendiri. Formula
untuk rasio ini:
c. Time Interest Earned Ratio
Adalah rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan
untuk memenuhi beban tetapnya berupa bunga dengan laba yang diperolehnya.
Formula untuk rasio ini:
d. Fixed Charge Coverage Ratio
Adalah rasio yang digunakan untuk mengukur kesanggupan perusahaan
dalam memenuhi beban tetapnya berupa bunga beserta angsuran pokok pinjaman,
pembayaran dividen saham preferen, dan sewa dengan laba yang diperolehnya.
Formula untuk rasio ini:
e. Debt Service Coverage Ratio
Adalah rasio yang digunakan untuk mengukur kesanggupan suatu
perusahaan dalam memenuhi beban tetapnya termasuk angsuran pokok
pinjamannya dengan laba yang diperolehnya. Formula untuk rasio ini:
2.6
Profitabilitas
Pada perusahaan yang bersifat profit oriental tentunya akan berusaha
menggunakan setiap asset yang dimilikinya untuk menghasilkan laba. Pengukuran
terhadap profitabilitas akan memungkinkan bagi perusahaan, dalam hal ini
manajemen untuk mengevaluasi tingkat earning dalam hubungannya dengan
volume penjualan, jumlah aktiva dan investasi tertentu dari pemilik perusahaan.
Profitabilitas dinilai sangat penting karena untuk kelangsungan hidup perusahaan,
haruslah dalam keadaan yang menguntungkan.
2.6.1
Pengertian Profitabilitas
Setiap perusahaan dalam menjalankan bisnisnya akan berusaha untuk
menghasilkan laba. Menurut Gitman (2006:512), profitabilitas adalah:
The relationship between revenues and costs generated by using the
firm s assets-both current and fixed-in productive activities .
Yang artinya profitabilitas adalah hubungan antara pendapatan dan biaya-biaya
yang dihasilkan dengan penggunaan aset perusahaan yang lancar dan tetap dalam
aktivitas produktif.
Sedangkan menurut Sartono (2001:130) dalam Jurnal Ekonomi & Bisnis
Indonesia (vol.23, no.23, Juli 2008):
Profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan memperoleh laba
dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva maupun modal
sendiri .
Perusahaan
yang
memiliki
profitabilitas
yang
rendah
cenderung
melakukan perataan laba (Archibalt 1967).
Berdasarkan pendapat diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
profitabilitas adalah kemampuan perusahaan dalam memperoleh keuntungan
untuk mengukur efektivitas manajemen yang didasarkan pada hasil pengembalian
volume penjualan, total aktiva, dan modal sendiri.
2.6.2
Pengukuran Profitabilitas
Pengukuran tingkat profitabilitas dapat dilakukan dengan berbagai cara.
Penilaian profitabilitas yang dimaksud adalah dengan menghubungkan antara
keuntungan dengan tingkat penjualan yang dicapai oleh suatu perusahaan dalam
satu periode tertentu. Berikut ini adalah beberapa rasio yang digunakan untuk
mengukur profitabilitas adalah sebagai berikut :
1. Gross Profit Margin
Rasio gross profit margin atau margin keuntungan kotor berguna untuk
mengetahui keuntungan kotor perusahaan dari setiap barang yang dijual. Gross
profit margin sangat dipengaruhi oleh harga pokok penjualan. Apabila harga
pokok penjualan meningkat maka gross profit margin akan menurun, begitu pula
sebaliknya. Dengan kata lain, rasio ini mengukur efisiensi pengendalian harga
pokok atau biaya produksinya, mengindikasikan kemampuan perusahaan untuk
berproduksi secara efisien.
Formulasi dari gross profit margin atau GPM adalah sebagai berikut:
(Van Horne,2005: 222)
2. Net Profit Margin
Net Profit Margin (NPM) menggambarkan besarnya laba bersih yang
diperoleh perusahaan pada setiap penjualan yang dilakukan. Dengan kata lain
rasio ini mengukur laba bersih setelah pajak terhadap penjualan. Formulasi dari
net profit margin adalah sebagai berikut:
(Van Horne,2005: 223)
3. Return on Investment
Return on Investment atau return on assets menunjukkan kemampuan
perusahaan menghasilkan laba dari aktiva yang dipergunakan. Dengan
mengetahui rasio ini, akan dapat diketahui apakah perusahaan efisien dalam
memanfaatkan aktivanya dalam kegiatan operasional perusahaan. Rasio ini juga
memberikan ukuran yang lebih baik atas profitabilitas perusahaan karena
menunjukkan
efektifitas
manajemen
dalam
menggunakan
aktiva
untuk
memperoleh pendapatan. Formulasi dari return on investment atau ROI adalah
sebagai berikut:
(Van Horne,2005: 224)
4. Return on Equity
Return on equity atau return on net worth mengukur kemampuan
perusahaan memperoleh laba yang tersedia bagi pemegang saham perusahaan atau
untuk mengetahui besarnya kembalian yang diberikan oleh perusahaan untuk
setiap rupiah modal dari pemilik. ROE menunjukkan daya untuk menghasilkan
laba atas investasi berdasarkan nilai buku para pemegang saham, dan sering kali
digunakan dalam membandingkan dua atau lebih perusahaan dalam sebuah
industri yang sama. Oleh karena itulah penulis mengambil rasio ini untuk
mengukur profitabilitas perusahaan.
Rasio ini dipengaruhi oleh besar kecilnya utang perusahaan, apabila
proporsi utang makin besar maka rasio ini juga akan makin besar. ROE yang
tinggi sering kali mencerminkan penerimaan perusahaan atas peluang investasi
yang baik dan manajemen biaya yang efektif. Akan tetapi, jika perusahaan
tersebut telah memilih untuk menerapkan tingkat utang yang tinggi berdasarkan
standar industri ROE yang tinggi hanyalah merupakan hasil dari asumsi risiko
keuangan yang berlebihan. Formulasi dari return on equity atau ROE adalah
sebagai berikut:
(Van Horne,2005: 225)
Faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi profitabilitas :
1. Profit margin, yaitu perbandingan antara Net operating income dengan Net
Sales .
2. Turnover of operating assets (tingkat perputaran aktiva usaha), yaitu
kecepatan berputarnya operating assets dalam suatu periode tertentu.
2.7 Peranan Modal Kerja, Likuiditas, Total Assets Turnover Dan Leverage
Ratio Dalam Mengoptimalkan Profitabilitas Perusahaan
2.7.1
Peranan
Modal
Kerja
dalam
Mengoptimalkan
Profitabilitas
Perusahaan
Suatu investasi dikatakan menguntungkan (profitable) kalau investasi
tersebut bisa membuat pemodal menjadi lebih kaya. Investasi dalam modal kerja
dapat berpengaruh terhadap profitabilitas. Seperti yang dikemukakan oleh Van
Horne (2005:309), bahwa manajemen modal kerja yang baik didasarkan pada dua
isu keputusan mendasar bagi perusahaan, yaitu:
a. Tingkat investasi aktiva lancar optimal
b. Bauran yang tepat atas pendanaan jangka pendek dan jangka panjang yang
digunakan untuk mendukung investasi dalam aktiva lancar ini.
Dalam hal ini pendanaan jangka pendek yang nyata lebih sedikit daripada
pendanaan jangka menengah dan jangka panjang, semakin besar proporsi utang
jangka pendek jika dibandingkan dengan total utangnya, semakin tinggi
profitabilitas perusahaan.
Begitu pula yang dikemukakan oleh Gitman (2006:629) sebagai berikut:
Too much investment in current assets reduced profitability, where as
too little investment increase the risk or not being able to pay debts at
they come due .
Yang berarti bahwa investasi dalam aktiva lancar yang berlebih akan
menurunkan
profitabilitas,
padahal
investasi
yang
terlalu
sedikit
akan
meningkatkan resiko ketidakmampuan membayar utang pada saat jatuh tempo.
Dari penjelasan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa investasi
modal kerja merupakan investasi yang sangat penting yang menuntut manajer
keuangan dapat memprediksi dan menentukan kebutuhan modal kerja yang baik
sehingga dapat membiayai kegiatan operasi perusahaan yang berjalan.
2.7.2
Peranan Likuiditas dalam Mengoptimalkan Profitabilitas Perusahaan
Menurut Van Horne (2005:161):
Dalam penentuan kebijakan modal kerja yang efisien, perusahaan
dihadapkan pada masalah adanya pertukaran (trade off) antara
faktor likuiditas dan profitabilitas .
Dalam menentukan jumlah, tingkat, aktiva lancar yang sesuai, manajemen
harus mempertimbangkan antara profitabilitas dan risiko. Jika perusahaan
memutuskan menetapkan modal kerja dalam jumlah yang besar, kemungkinan
tingkat likuiditas akan terjaga namun kesempatan untuk memperoleh laba yang
besar akan menurun yang pada akhirnya berdampak pada menurunnya
profitabilitas. Sebaliknya jika perusahaan ingin memaksimalkan profitabilitas,
kemungkinan dapat mempengaruhi tingkat likuiditas perusahaan.
Makin tinggi likuiditas, maka makin baiklah posisi perusahaan di mata
kreditur. Oleh karena terdapat kemungkinan yang lebih besar bahwa perusahaan
akan dapat membayar kewajibannya tepat pada waktunya. Semakin besar tingkat
aktiva lancar, semakin besar pula likuiditas perusahaan, jika hal-hal lainnya sama.
Dengan likuiditas yang besar, risiko semakin kecil, namun profitabilitas juga
semakin kecil (Van Horne dan Wachowicz,Jr. 2005:323).
2.7.3
Peranan Total Assets Turnover dalam Mengoptimalkan Profitabilitas
Perusahaan
Keefektivitasan pemanfaatan aktiva dalam menghasilkan penjualan suatu
perusahaan sangat penting untuk menghasilkan pofitabilitas bagi perusahaan.
Menurut Susan Irawati (2006:52):
Semakin besar perputaran aktiva, maka semakin efektif perusahaan
dalam mengelola aktivanya .
Kecepatan perputaran operating assets atau aktiva usaha dalam suatu
periode tertentu tersebut, dengan melihat assets turnover dimaksudkan untuk
mengetahui efisiensi perusahaan dengan melihat pula kecepatan perputaran
operating assets atau aktiva usaha dalam suatu periode tertentu
Penggunaan variabel ini oleh peneliti, dikarenakan variabel ini mempunyai
hubungan yang kuat dalam memprediksi profitabilitas yang optimal pada
perusahaan. Dalam Total Asset Turnover dapat diketahui dengan jelas berapa dana
yang tertanam dalam keseluruhan aktiva rata-rata daam satu tahun atau dapat
diketahui jumlah pendapatan dakan tiap rupiah aktiva yang dikelola dalam
setahun. Sehingga tujuan perusahaan untuk dapat mengoptimalkan profit akan
dapat terpenuhi dengan menganalisis variabel ini.
2.7.4
Peranan Leverage Ratio dalam Mengoptimalkan Profitabilitas
Perusahaan
Perusahaan juga dihadapkan pada masalah penentuan sumber dana. Jika
perusahaan menggunakan lebih banyak hutang dibanding modal sendiri maka
tingkat solvabilitas akan menurun karena beban bunga yang harus di tanggung
juga meningkat. Hal ini akan berdampak terhadap menurunnya profitabilitas. Pada
dasarnya, jika perusahaan meningkatkan jumlah hutang sebagai sumber dananya
hal tersebut dapat meningkatkan risiko keuangan.
Jika perusahaan tidak dapat mengelola dana yang diperoleh dari hutang
secara produktif, hal tersebut dapat memberikan pengaruh yang negatif dan
berdampak terhadap menurunnya profitabilitas perusahaan. Sebaliknya jika
hutang tersebut dapat dikelola dengan baik dan digunakan untuk proyek investasi
yang produktif, hal tersebut dapat memberikan pengaruh yang positif dan
berdampak terhadap peningkatan profitabilitas perusahaan. Rasio solvabilitas
yang digunakan dalam penelitian ini adalah debt to total equity ratio. Rasio ini
menunjukkan berapa bagian dari aktiva yang digunakan untuk menjamin utang.
Kreditur lebih menyukai rasio utang yang rendah karena semakin rendah rasio ini,
maka semakin besar perlindungan terhadap kerugian kreditur dalam peristiwa
likuidasi. Di sisi lain, pemegang saham akan menginginkan leverage yang lebih
besar karena akan dapat meningkatkan laba yang diharapkan.
Dari uraian tersebut di atas dapat diambil kesimpulan bahwa modal kerja,
likuiditas, total assets turnover, dan leverage ratio mempunyai peranan dalam
mengoptimalkan profitabilitas perusahaan. Dimana pada penambahan modal
kerja, total assets turnover yang maksimal dan pengelolaan leverage ratio yang
baik akan meningkatkan keutungan. Sedangkan dengan terjadinya peningkatan
profitabilitas pada perusahaan akan meningkatkan likuiditas perusahaan pula.
Dengan begitu, untuk dapat meningkatkan keuntungan atau profitabilitas tentunya
perusahaan harus menjalankan operasinya secara efektif dan efisien.
Download