Rencana Aksi Program dan Kegiatan Tahun 2016

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kesehatan merupakan investasi untuk mendukung pembangunan ekonomi dan
memiliki peran penting dalam upaya penanggulangan kemiskinan. Dalam
pengukuran Indeks Pembangunan Manusia (IPM), kesehatan adalah salah satu
komponen utama selain pendidikan dan pendapatan. Dalam undang undang
Nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan ditetapkan bahwa kesehatan adalah
keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang
hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Berkaitan dengan perspektif tersebut,
pembangunan kesehatan berbanding lurus dengan pembangunan ekonomi. Untuk
itu, pembangunan kesehatan harus dipandang sebagai suatu investasi untuk
meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia.
Pembangunan kesehatan nasional diarahkan untuk meningkatkan kesadaran,
kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud. Pembangunan
kesehatan periode tahun 2016-2019 adalah Program Indonesia Sehat dengan
sasaran meningkatkan derajat kesehatan dan status gizi perlindungan finansial
dan pemerataan pelayanan kesehatan.Program Indonesia Sehat dilaksanakan
dengan 3 pilar utama yaitu paradigma sehat, penguatan pelayanan kesehatan dan
jaminan kesehatan nasional;
1. Pilar paradigma sehat dilakukan dengan strategis pengarusutamaan
kesehatan
dalam
pembangunan,
penguatan
promotif
preventif
dan
pemberdayaan masyarakat;
2. Penguatan pelayanan kesehatan dilakukan dengan strategi peningkatan
akses pelayanan kesehatan, optimalisasi sistem rujukan dan peningkatan
mutu pelayanan kesehatan, menggunakan pendekatan continuum of care dan
intervensi berbasis resiko kesehatan; dan
3. Jaminan kesehatan nasional dilakukan dengan strategi perluasan sasaran dan
benefit serta kendali mutu dan kendali biaya (Renstra Kemkes, 2015).
Pusat Analisis Determinan Kesehatan
1
WHO menyatakan aspek-aspek determinan kesehatan adalah lingkungan sosial
dan ekonomi, fisik dan karakter serta perilaku individu itu sendiri. Berdasarkan
Permenkes nomor 64 tahun 2015 menyatakan aspek-aspek analisis determinan
kesehatan terdiri dari analisis perilaku, kesehatan inteligensia dan lingkungan
strategis, termasuk di dalamnya analisis politik kesehatan, sosial serta ekonomi.
B.
Pengertian Analisis Determinan Kesehatan
Masalah kesehatan merupakan salah satu faktor yang berperan penting dalam
mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas. Melalui pembangunan di
bidang kesehatan diharapkan akan semakin meningkatkan tingkat kesehatan
masyarakat dan pelayanan kesehatan dapat dirasakan oleh semua lapisan
masyarakat secara memadai (SKN ).
Akses terhadap pelayanan yang masih rendah tidak hanya disebabkan masalah
jarak, tetapi terdapat dua faktor penentu (determinan) yaitu determinan pelayanan
dan determinan permintaan.
Determinan penyediaan terdiri atas organisasi
pelayanan dan infrastruktur fisik, tempat pelayanan, ketersediaan, pemanfaatan
dan distribusi petugas, biaya pelayanan serta mutu pelayanan. Sedangkan
determinan permintaan yang merupakan faktor pengguna meliputi rendahnya
pendidikan dan kondisi sosial budaya masyarakat serta tingkat pendapatan
masyarakat yang rendah atau miskin.
Status dokter PNS dan PTT menjadi masalah terkait dengan reward Dokter PNS
sebagai kepala puskesmas yang mempunyai tugas dan tanggung jawab yang
lebih besar tetapi memperoleh reward yang lebih sedikit dibanding dengan dokter
PTT
dengan
tanggung
jawab
serta
pengalaman
yang
lebih
sedikit.
Keberlangsungan dokter PTT yang sering berganti akan memengaruhi
manajemen puskesmas. Jumlah perawat dan bidan cukup bila dilihat dari
kebutuhan wilayah terutama untuk pelayanan pengobatan di dalam gedung, tetapi
sifatnya hanya menunggu kedatangan pasien Rendahnya kunjungan pasien ke
puskesmas membuktikan bahwa puskesmas induk sulit dijangkau oleh
masyarakat hal ini terkait dengan letak geografis.
Pusat Analisis Determinan Kesehatan
2
C. Tujuan Penyusunan Rencana Aksi Kegiatan
Umum
Sebagai tindak lanjut penjabaran dari Rencana Strategis (Renstra) guna
mendukung pencapaian tujuan Kementerian Kesehatan RI Tahun 2019 sekaligus
Visi dan Misi Presiden RI.
Khusus
1.
Tersusunnya indikator kinerja hingga tahapan pelaksanaan kegiatan Pusat
Analisis Determinan Kesehatan untuk tahun 2016-2019.
2.
Menjadi dasar acuan bagi jajaran Pusat Analisis Determinan Kesehatan
dalam menentukan kebijakan dan rencana kerja operasional yang akan
selaras dengan perencanaan anggaran dan kegiatan kerja masing-masing
Bidang dan Bagian.
D. Dasar Hukum
1.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;
2.
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional;
3.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025;
4.
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan;
5.
Undang-Undang 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah;
6.
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor29 Tahun 2014 tentang Sistem
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah;
7.
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2014 tentang Sistem
Kesehatan Nasional;
8.
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2015 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2015-2019;
9.
Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
374/MENKES/SK/V/2009 tentang Sistem Kesehatan Nasional;
10. Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
375/MENKES/SK/V/2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Bidang Kesehatan Tahun 2005-2025;
Pusat Analisis Determinan Kesehatan
3
11. Keputusan
Menteri
KesehatanRepublik
HK.02.02/MENKES/52/2015tentang
Rencana
Indonesia
Strategis
Nomor
Kementerian
Kesehatan 2015-2019;
12. Keputusan
Menteri
KesehatanRepublik
Indonesia
Nomor
267/MENKES/SK/II/2010 tentang Penetapan Roadmap Reformasi Kesehatan
Masyarakat;
13. Peraturan Menteri Kesehatan Republik IndonesiaNomor 64 Tahun 2015
tentang Organisasi Dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan.
E. Kedudukan, Tugas dan Fungsi serta Susunan Organisasi
1.
Kedudukan :
Pusat Analisis Determinan Kesehatan berada di bawah dan bertanggung
jawab kepada Menteri melalui Sekretaris Jenderal.
2. Tugas :
Pusat Analisis Determinan Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan
penyusunan kebijakan teknis, pelaksanaan, dan pemantauan, evaluasi, dan
pelaporan di bidang analisis determinan kesehatan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
3. Fungsi :
Selama melaksanakan tugas, Pusat Analisis Determinan Kesehatan
mempunyai fungsi sebagai berikut :
a. penyusunan kebijakan teknis di bidang analisis lingkungan strategis,
analisis perilaku, dan kesehatan inteligensia;
b. pelaksanaan di bidang analisis lingkungan strategis, analisis perilaku, dan
kesehatan inteligensia;
c.
pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di bidang analisis lingkungan
strategis, analisis perilaku, dan kesehatan inteligensia; dan
d. pelaksanaan administrasi pusat.
4. Susunan Organisasi :
Susunan Organisasi Pusat Analisis Determinan Kesehatan terdiri dari
a. Kepala Pusat Analisis Determinan Kesehatan, terdiri atas:
1) Bagian Tata Usaha;
2) Bidang Analisis Lingkungan Strategis;
3) Bidang Analisis Perilaku dan Kesehatan Inteligensia; dan
4) Kelompok Jabatan Fungsional.
Pusat Analisis Determinan Kesehatan
4
b. Bagian Tata Usaha, terdiri atas:
1) Subbagian Program dan Evaluasi; dan
2) Subbagian Kepegawaian, Keuangan dan Umum.
c.
Bidang Analisis Lingkungan Strategis, terdiri atas:
1) Subbidang Analisis Politik Kesehatan; dan
2) Subbidang Analisis Sosial Ekonomi.
d. Bagian Analisis Perilaku dan Kesehatan Inteligensia, terdiri atas:
1) Subbidang Analisis Perilaku; dan
2) Subbidang Analisis Kesehatan Inteligensia.
Pusat Analisis Determinan Kesehatan
5
STRUKTUR ORGANISASI
PUSAT ANALISIS DETERMINAN KESEHATAN
KEPALA PUSAT ANALISIS DETERMINAN KESEHATAN
BAGIAN TATA USAHA
SUBBAGIAN
PROGRAMDAN
EVALUASI
BIDANG ANALISIS LINGKUNGAN
STRATEGIS
SUBBAGIAN
KEPEGAWAIAN,
KEUANGAN DAN
UMUM
BIDANG ANALISIS PERILAKU DAN
KESEHATAN INTELIGENSIA
SUBBIDANG
ANALISIS POLITIK KESEHATAN
SUBBIDANG
ANALISIS PERILAKU
SUBBIDANG
ANALISIS SOSIAL DAN EKONOMI
SUBBIDANG
ANALISIS KESEHATAN INTELIGENSIA
KELOMPOK
JABATAN
FUNGSIONAL
(KJF)
Pusat Analisis Determinan Kesehatan
6
BAB II
ANALISIS DETERMINAN PERKEMBANGAN DAN MASALAH
PEMBANGUNAN KESEHATAN
Rencana Aksi (Renaksi) menjadi
panduan bagi
Pusat Analisis Determinan
Kesehatan untuk melakukan analisis determinan terhadap pencapaian tujuan
Rencana Strategis (Renstra), sekaligus Visi dan Misi Presiden RI, serta
mensinergikan pembangunan kesehatan
bagi institusi pemerintah, organisasi
non pemerintah, institusi swasta, masyarakat dan pelaku lain, baik pada tataran
nasional, provinsi maupun kabupaten dan kota. Dengan adanya panduan ini,
semua pelaku yang bergerak dalam pembangunan Kesehatan :
1. Memahami pentingnya harmonisasi Kebijakan Perencanaan sebagai sinergi
dalam tujuan pembangunan Kesahatan ;
2. Mampu menganalisis perkembangan Determinan Kesehatan dan kebijakan
terkait di setiap wilayahnya untuk menetapkan prioritas penanganan, memilih
intervensi tepat dan efektif biaya (cost effective), Merevitalisasi, memantau
dan mengevaluasi Perencanaan yang masih terkotak kotak antar program;
dan
3. Meningkatkan koordinasi penanganan masalah Determinan Kesehatan dan
kebijakan terkait secara terpadu.
A. ISU STRATEGIS ANALISIS POLITIK KESEHATAN
Indonesia telah menyusun SKN yang berpotensi dalam menyediakan pelayanan
kesehatan yang memadai bagi penduduk. Pilar-pilar tersebut didukung oleh
kebijakan-kebijakan utama yang telah disusun oleh Kemenkes selama satu
dekade terakhir ini. SKN yang baru, yang diperkenalkan pada tahun 2012,
mempromosikan pelayanan kesehatan primer sebagai pilar utama dari sistem
pelayanan kesehatan Indonesia. Tanggung jawab pelayanan kesehatan telah
didesentralisasikan kepada provinsi dan kabupaten/kota.
Dalam era desentralisasi dan otonomi pembangunan di bidang kesehatan. Isu
tatalaksana pemerintahan dan penatalaksanaan program-program pembangunan
kesehatan,
kemampuan
pembangunan
sangat
daerah
tergantung
Pusat Analisis Determinan Kesehatan
dalam
menyusun
kepada
keberadaan
berbagai
dan
program
pengelolaan
7
pembiayaan. Dari analisis determinan faktor yang paling sering muncul adalah
sebagai berikut :
a. Status Gizi Masyarakat secara umum masih rendah
b. Keluarga miskin dan pembiayaan kesehatan di masyarakat
c.
Mekanisme Pembiayaan Kesehatan (Preventif dan Promotif ) di
Puskesmas
d. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat masyarakat
e. Manajemen pelayanan kesehatan ( terutama SDM dan sistem
informasi kesehatan )
Kinerja Pelayanan Yang Rendah
kinerja pelayanan kesehatan masih rendah terutama di daerah tertinggal,
terpencil, perbatasan dan pulau-pulau terluar. "Padahal kinerja kesehatan
merupakan salah satu determinan penting dalam upaya peningkatan kualitas
kesehatan penduduk." Rendahnya kualitas pelayanan kesehatan yang ditandai
dengan masih dibawah standarnya kualitas pelayanan sebagian rumah sakit
daerah serta keterbatasan tenaga kesehatan juga menjadi tantangan yang harus
segera diatasi.
Rendahnya Pemanfaatan Fasilitas Pemerintah dan Keterjangkauan
Pelayanan Kesehatan
Fasilitas pelayanan kesehatan dasar, yaitu Puskesmas yang diperkuat dengan
Puskesmas Pembantu dan Puskesmas keliling, telah didirikan di hampir seluruh
wilayah Indonesia. Saat ini, jumlah Puskesmas di seluruh Indonesia adalah 7.550
unit, Puskesmas Pembantu 22.002 unit dan Puskesmas keliling 6.132 unit.
Meskipun fasilitas pelayanan kesehatan dasar tersebut terdapat di semua
kecamatan, namun pemerataan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan masih
menjadi kendala.Fasilitas ini belum sepenuhnya dapat dijangkau oleh masyarakat,
terutama terkait dengan biaya dan jarak transportasi. Fasilitas pelayanan
kesehatan lainnya adalah Rumah Sakit yang terdapat di hampir semua
kabupaten/kota, namun sistem rujukan pelayanan kesehatan perorangan belum
dapat berjalan dengan optimal.
Pusat Analisis Determinan Kesehatan
8
Standar Profesi Tenaga Kesehatan
Era Masyarakat Ekonomi Asean mengharuskan tenaga kesehatan berbenah diri.
Peluang dan tantangan yang menghadang harus diterobos dengan peningkatan
mutu dan profesionalisme tenaga kesehatan, dan hanya dapat dicapai bila tenaga
kesehatan Indonesia dalam melakukan pelayanannya sesuai dengan Standar
Profesi-nya.
Standar Profesi sebagai acuan oleh tenaga kesehatan merupakan persyaratan
yang mutlak harus dimiliki. Mengukur kemampuan tenaga kesehatan dapat
diketahui dari standar profesi yang harus dipatuhi.
Profesi Kesehatan di Indonesia
diharuskan memiliki standar profesi
sebagaimana yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah no 32 tahun 1996
pasal 21 dan 22 menyatakan bahwa setiap tenaga kesehatan dalam
melaksanakan profesinya berkewajiban untuk mematuhi standar profesi
ditetapkan oleh Menteri.
Puspronakes LN (Pusat Pemberdayaan Profesi dan Tenaga Kesehatan Luar
Negeri) sesuai dengan salah satu dari Tupoksinya yaitu Pemberdayaan Profesi
telah memfasilitasi 10 Organisasi Profesi untuk menyusun standar profesi mulai
dari 2002 - 2006 dan telah ditetapkan oleh menteri Kesehatan.
Ke 10 standar Profesi tersebut adalah:
1. Profesi Bidan
2. Sanitarian
3. Ahli Laboratorium Kesehatan
4. Rekam Medis
5. Keperawatan
6. Tekniker Gigi
7. Gizi
8. Radiologi
9. Elektro medik
10. Fisioteraspis
Pusat Analisis Determinan Kesehatan
9
Trans Pacific Partenership (TPP)
Memperhatikan arahan Presiden RI saat berkunjung ke Amerika berkaitan dengan
Trans Pacific Partnership (TPP) yang memberikan waktu yang cukup untuk
melakukan kajian dari berbagai sisi terhadap dampak positif dan negatif-nya
adalah suatu hal yang bijaksana.
TPP merupakan kerangka kerja sama ekonomi komprehensif lintas Pasifik yang
saat ini telah mencakup 12 negara. Keberadaan AS di dalam keanggotaan TPP
membuat skema kerja sama ini menjadi sangat strategis dan begitu
diperhitungkan, mengingat besarnya peran negara adidaya tersebut dalam
perdagangan dunia dan potensi pasar yang dimilikinya.
Yang perlu diwaspadai dan jauh lebih penting sebenarnya adalah fakta bahwa
TPP bukan semata-mata perjanjian dagang. Substansi yang diatur dalam TPP
memiliki cakupan yang sangat luas dengan tingkat intervensi terhadap peraturan
perundang-undangan dalam negara anggota yang sangat dalam, bahkan melebihi
aturan-aturan Liberalisasi dalam Masyarakat Ekonomi Asean. Selain perdagangan
barang, TPP juga mengatur perdagangan Jasa, Tenaga Kerja, Investasi,
Pelestarian Lingkungan, Perlindungan Hak Cipta, Persaingan Usaha, BUMN,
UMKM, dan anti korupsi. Artinya, besarnya potensi manfaat dari perdagangan
barang saja belum cukup untuk dijadikan dasar bagi Indonesia untuk bergabung
ke TPP, tanpa mempertimbangkan aspek-aspek lain yang di timbulkan seperti :
1. TPP sangat super rinci mengatur standar perlindungan investasi, di mana
jaminan perlindungan maksimal diberikan kepada investor asing oleh negara
tuan rumah, sedangkan kewajiban investor dan negara asalnya tidak banyak
disinggung. TPP juga menuntut jaminan kepada negara penerima untuk tidak
menasionalisasi perusahaan penanam modal, baik dalam bentuk divestasi
saham maupun pengambilalihan lahan. Padahal divestasi saham perusahaan
asing khususnya di sektor tambang di Indonesia merupakan kebijakan
strategis untuk penguasaan kekayaan alam oleh negara dalam jangka
panjang.
Apabila
pemerintah
melakukan
perubahan
kebijakan
yang
berdampak pada pelanggaran kesepakatan investasi, pemerintah dapat
dituntut hingga ganti rugi penuh, meskipun alasan pelanggaran kesepakatan
Pusat Analisis Determinan Kesehatan
10
adalah untuk kepentingan masyarakat di negara tersebut. Dalam hal ini,
Indonesia pernah mengalami beberapa kasus sengketa dengan investor asing
di arbitrase internasional, dengan tuntutan ganti rugi hingga miliaran dolar.
2.
Adanya ketentuan perlindungan terhadap hak kekayaan intelektual dalam
kesepakatan TPP berpotensi mengancam penggunaan obat generik, yaitu
obat-obatan yang masa hak patennya telah habis sehingga dapat dijual
dengan harga murah. Hal ini tentunya akan berdampak pada peningkatan
biaya pelayanan kesehatan di Indonesia, khususnya penyediaan obat-obatan
bagi masyarakat menengah ke bawah. Padahal, Indonesia masih sangat
bergantung pada obat generik untuk dapat pelayanan kesehatan yang
terjangkau bagi masyarakat menengah ke bawah.
3. TPP menuntut persamaan perlakuan dan kompetisi bebas antara seluruh
pelaku usaha, baik asing maupun dalam negeri, termasuk juga badan usaha
milik negara (BUMN). Ketentuan ini tentunya bertolak belakang dengan upaya
pemerintah lebih mendorong peran BUMN sebagai agent of development di
berbagai sektor. Belum lagi bila mempertimbangkan berbagai ketentuan TPP
lainnya yang terkait dengan pengadaan barang dan jasa pemerintah, UMKM,
perburuhan, bahkan yang di luar domain ekonomi dan perdagangan, yakni
ranah sosial, hukum dan lingkungan hidup.
4. Jaminan Kesehatan Nasional/ Kartu Indonesia Sehat menuju Universal Health
Coverage tahun 2019.
Akibat perbedaan ideologi ekonomi liberal atara
negara-negara anggota TPP dengan Indonesia yang secara ideologi menganut
sistem social insurance dalam sistem pelayanan kesehatan. Klausul – klausul
dalam TPP yang beyond trade of goods dan service, dapat menggangu
ketahanan indonesia terutama kelangsungan Jaminan Kesehatan Nasional,
antara lain biaya anggaran negara yang akan membengkak akibat dampak
aturan Intellectual Property Rights (IPR) dan State-Owned Enterprise (SOEs)
dalam TPP
5. TPP juga dapat mengakibatkan terjadinya fenomena failure market (kegagalan
pasar dalam penyediaan jasa pelayanan Kesehatan), belum lagi tentang
Pusat Analisis Determinan Kesehatan
11
Undang undang ketenagakerjaan karena TPP membolehkan Direktur Utama
dan tenaga kerja dari negara asal.
6. Produk Farmasi: komponen biaya terbesar bagi jasa pelayanan JKN,
Indonesia tidak memiliki kemandirian bahan baku obat, sedang bila bergabung
ke TPP hak paten obat generik yang seharusnya 20 thn sudah boleh di
produksi generiknya menjadi lebih panjang menjadi
30 Th baru boleh di
produksi generiknya, dalam hal ini akan berpengaruh kepada pelayanan dan
biaya kesehatan di Indonesia.
7. Dari segi undang undang berapa milyard biaya yang dipakai untuk membuat
sebuah undang-undang, dan berapa banyak undang undang yang akan di
sesuaikan dengan TPP.
Harmonisasi Dan Sinkronisasi Implementasi Rencana Strategis
Kesehatan
Kebijakan pembangunan merupakan suatu kerangka acuan bagi seluruh
pemangku kepentingan dalam merumuskan strategi, mengelola sumber daya,
birokrasi, partisipasi masyarakat dan pembiayaan dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Kebutuhan sebuah (RENSTRA) yang komprehensif
tidak hanya menjadi acuan bagi Kementerian yang
menyangkut substansi,
metodologi, dan partisipasi dalam penyusunannya, termasuk bagaimana hasil
perencanaan benar-benar mendorong efektivitas pemerintahan dan harmonisasi
para pemangku kepentingan sehingga dalam pelaksanaannya tidak menimbulkan
hambatan dan dampak negatif. RENSTRA juga sebagai alat pengendali dan
penguat hubungan bagi unit utama
terutama dalam mendorong upaya
pencegahan tumpang tindihnya kegiatan dan program.
Hal ini dirasakan perlu untuk dibentuk Pusat Analisis Determinan Kesehatan
(PADK) yang secara komprehensif menjembatani kebutuhan Unit Unit utama,
penguatan sektor dan harmonisasi, membantu mensinergikan Kebijakan
perencanaan dan pelaksana dalam mengintegrasikan tema-tema strategis
(pengarusutamaan) dalam bentuk rekomendasi Analisis politik kesehatan, Sosial
Ekonomi, Perilaku Kesehatan dan Kesehatan Inteligensia, baik dalam RPJMN,
Pusat Analisis Determinan Kesehatan
12
RENSTRA, dan RKP.
Tantangan dalam pengembangan bidang Analisis
Determinan Kesehatan akan semakin kompleks sejalan dengan kuatnya pengaruh
eksternal maupun internal akibat globalisasi, SDGs, TPP (Trans Pasifik Patner),
MEA(Masyarakat Ekonomi Asean),GHSA, (Global Health Securrity Assessment ),
HTA (Health Tecnology Assessment), Desentralisasi, perubahan iklim, perubahan
lingkungan dan lain sebagainya.
Dalam
perkembangannya,
masing-masing
Program/Direktorat
berupaya
menterjemahkan dalam berbagai program pembangunan yang diharapkan dapat
meningkatkan kemampuan dalam menyelesaikan berbagai permasalahan yang
dihadapinya, tanpa melihat program program di sekelilingnya sehinga seolah-olah
mereka bekerja sendiri sendiri tanpa perlu dukungan program lain. Faktor faktor
diatas, akan menjadi pekerjaan rumah yang belum terselesaikan dalam rangka
pembangunan
Penekanan
kesehatan
terhadap
berkesinambungan
kesehatan
sebagai
menuju
elemen
Indonesia
kunci
Sehat.
pembangunan
berkelanjutan dengan Rentang geografis yang luas, dan sebaran penduduk yang
tidak merata baik sosial, ekonomi, geografi dan pendikannya, dalam membuat
Kebijakan Pembangunan Kesehatan diperlukan tatalaksana terintegrasi dan
komprehensif dengan kerjasama yang harmonis antar sektor dan antar program,
sekaligus juga melibatkan partisipasi dan peran masyarakat.
Meningkat Emerging Desease, Reemerging Muncul Kembali,
Neglected Desease
Angka kesakitan dan kematian penyakit merupakan indikator dalam menilai
derajat kesehatan suatu masyarakat.
Untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian penyakit perlu upaya
pengendalian penyakit. Pengendalian penyakit yang akan dibahas pada bab ini
yaitu pengendalian penyakit menular meliputi penyakit menular langsung dan
penyakit yang ditularkan melalui binatang.
Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi bakteri
Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini menyebar melalui droplet orang yang
Pusat Analisis Determinan Kesehatan
13
telah terinfeksi
basil tuberkulosis. Beban penyakit yang disebabkan oleh
tuberkulosis dapat diukur dengan Case Notification Rate (CNR), prevalensi
(didefinisikan sebagai jumlah kasus tuberkulosis pada suatu titik waktu tertentu),
dan
mortalitas/kematian
(didefinisikan
sebagai
jumlah
kematian
akibat
tuberkulosis dalam jangka waktu tertentu).
KASUS BARU BTA POSITIF (BTA+), Pada tahun 2014 ditemukan jumlah
kasus baru BTA+ sebanyak 176.677 kasus, menurun bila dibandingkan kasus baru
BTA+ yang ditemukan tahun 2013 yang sebesar 196.310 kasus. Jumlah kasus
tertinggi yang dilaporkan terdapat di provinsi dengan jumlah penduduk yang besar
yaitu Jawa Barat, Jawa Timur , dan Jawa Tengah. Kasus baru BTA+ di tiga provinsi
tersebut sebesar 40% dari jumlah seluruh kasus baru di Indonesia. Menurut jenis
kelamin, kasus BTA+ pada laki - laki lebih tinggi daripada perempuan yaitu 1,5 kali
dibandingkan kasus BTA+ pada perempuan. Pada masing-masing provinsi
diseluruh Indonesia kasus BTA+ lebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan
perempuan. Disparitas paling tinggi antara laki-laki dan perempuan terjadi di Kep.
Bangka Belitung, kasus pada laki - laki hampir dua kali lipat dari kasus pada
perempuan. Menurut kelompok umur, kasus baru paling banyak ditemukan pada
kelompok umur 25-34 tahun yaitu sebesar 20,76% diikuti kelompok umur 45-54
tahun sebesar 19,57% dan pada kelompok umur 35-44 tahun sebesar 19,24%.
Pneumonia
adalah
penyakit
yang
disebabkan
kuman
Pneumococcus,
Staphylococcus, Streptococcus, dan virus. Gejala penyakit pneumonia yaitu
menggigil, demam, sakit kepala, batuk, mengeluarkan dahak , dan sesak napas.
Populasi yang rentan terserang pneumonia adalah anak-anak usia kurang dari 2
tahun, usia lanjut lebih dari 65 tahun dan orang yang memiliki masalah kesehatan
(malnutrisi, gangguan imunologi).
Menurut hasil Riskesdas 2013, period prevalence pneumonia berdasarkan
diagnosis selama 1 bulan sebelum wawancara sebesar 0,2%. Sedangkan
berdasarkan
diagnosis/gejala
sebesar
1,8%.Dibandingkan
dengan
hasil
Riskesdas 2007 yang sebesar 2,13%, period prevalence pneumonia pada tahun
2013 mengalami penurunan menjadi 1,8%. Pada balita, period prevalence
berdasarkan diagnosis sebesar 2,4 per 1.000 balita dan berdasarkan diagnosis/
gejala sebesar 18,5 per 1.000 balita
Pusat Analisis Determinan Kesehatan
14
Penyakit Kusta disebut juga sebagai penyakit Lepra atau penyakit Hansen
disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae . Bakteri ini mengalami proses
pembelahan cukup lama antara 2–3 minggu. Daya tahan hidup kuman kusta
mencapai 9 hari di luar tubuh manusia. Kuman kusta memiliki masa inkubasi 2 –
5 tahun bahkan juga dapat memakan waktu lebih dari 5 tahun.
Penatalaksanaan kasus yang buruk dapat menyebabkan kusta menjadi progresif,
menyebabkan kerusakan permanen pada kulit, saraf, anggota gerak, dan
mata.Angka prevalensi dan angka penemuan kasus baru Sejak tercapainya status
eliminasi kusta pada tahun 2000, situasi kusta di Indonesia menunjukkan kondisi
yang relatif statis. Hal tersebut dapat terlihat dari angka penemuan kasus baru
kusta selama lebih dari dua belas tahun yang menunjukkan kisaran angka antara
enam hingga delapanper 100.000 penduduk dan angka prevalensi yang berkisar
antara delapan hingga sepuluh per 100.000 penduduk per tahunnya. Namun,
sejak tahun 2012 hingga tahun 2014 angka tersebut menunjukkan penurunan.
Target prevalensi kusta sebesar <1 per 10.000 penduduk (<10 per 100.000
penduduk) berdasarkan bebannya, kusta dibagi menjadi 2 kelompok yaitu beban
kusta tinggi (high burden) dan beban kusta rendah (low burden). Provinsi disebut
high burden jika NCDR(new case detection rate : angka penemuan kasus baru) >
10 per 100.000 penduduk dan atau jumlah kasus baru lebih dari 1.000, sedangkan
low burden jika NCDR < 10 per 100.000 penduduk dan atau jumlah kasus baru
kurang dari 1.000 kasus.
Penyakit Diare merupakan penyakit endemis di Indonesia dan juga merupakan
penyakit potensial KLB yang sering disertai dengan kematian. Menurut hasil
Riskesdas 2007, diare merupakan penyebab kematian nomor satu pada bayi
(31,4%) dan pada balita (25,2%), sedangkan pada golongan semua umur
merupakan penyebab kematian yang ke -tempat (13,2%). Pada tahun 2012 angka
kesakitan diare pada semua umur sebesar 214 per 1.000 penduduk dan angka
kesakitan diare pada balita 900 per 1000 penduduk (Kajian Morbiditas Diare 2012)
Menurut Riskesdas 2013, insiden diare (≤ 2 minggu terakhir sebelum wawancara)
berdasarkan gejala sebesar 3,5% (kisaran provinsi 1,6% -6,3%) dan insiden diare
pada balita sebesar 6,7% (kisaran provinsi 3,3%-10,2%). Sedangkan period
prevalence diare (>2 minggu-1 bulan terakhir sebelum wawancara) berdasarkan
gejala sebesar 7%. Gambar 6.21 berikut ini menggambarkan period prevalence
Pusat Analisis Determinan Kesehatan
15
diare menurut provinsi pada tahun 2013 terjadi 8 KLB yang tersebar di 6 Propinsi,
8 kabupaten dengan jumlah penderita 646 orang dengan kematian 7 orang (CFR
1,08%). Sedangkan pada tahun 2014 terjadi 6 KLB Diare yang tersebar di 5
propinsi, 6 kabupaten/kota, dengan jumlah penderita 2.549 orang dengan
kematian 29 orang (CFR 1,14%).
Penyakit campak disebabkan oleh virus campak golongan Paramyxovirus.
Penularan dapat terjadi melalui udara yang telah terkontaminasi oleh droplet
(ludah) orang yang telah terinfeksi. Sebagian besar kasus campak menyerang
anak-anak usia pra sekolah dan usia SD. Jika seseorang pernah menderita
campak, maka dia akan mendapatkan kekebalan terhadap penyakit tersebut
seumur hidupnya. Pada tahun 2014, dilaporkan terdapat 12.943 kasus campak,
lebih tinggi dibandingkan tahun 2013 yang sebesar 11.521 kasus. Jumlah kasus
meninggal sebanyak 8 kasus, yang dilaporkan dari 5 provinsi yaitu Riau, Jambi,
Sumatera Selatan, Kepulauan Riau, dan Kalimantan Timur, Incidencerate (IR)
campak pada tahun 2014 sebesar 5,13 per 100.000 penduduk, meningkat
dibandingkan tahun 2013yang sebesar 4,64 per 100.000 Barat, dan Jawa Tengah
merupakan provinsi dengan IR campak terendah. Sedangkan Aceh, DI
Yogyakarta, dan Kalimantan Barat merupakan provinsi dengan IR campak
tertinggi. Campak dinyatakan sebagai KLB apabila terdapat 5 atau lebih kasus
klinis dalam waktu 4 minggu berturut-turut yang terjadi secara mengelompok dan
dibuktikan adanya hubungan epidemiologis. Pada tahun 2014, jumlah KLB
campak yang terjadi sebanyak 173 KLB dengan jumlah kasus sebanyak 2.104
kasus. Frekuensi KLB campak tertinggi terjadi di Jawa Timur sebanyak 41 kejadian
dengan 187 kasus. Diikuti Banten sebanyak 18 KLB dan Jambi serta Sumatera
Selatan masing-masing 14 KLB. Namun jumlah kasus terbanyak terjadi diMaluku
yaitu sebesar 326 kasus. Jumlah kasus yang meninggal pada KLB campak
tersebut sebanyak 21 kasus yang dilaporkan dari Jawa Timur dan Sumatera
Selatan, jauh meningkat dibandingkan tahun 2013 dengan kematian hanya 1
kasus.
Penyakit Difteri disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diphtheriae yang
menyerang sistem pernapasan bagian atas. Penyakit difteri pada umumnya
menyerang anak-anak usia 1-10 tahun. Jumlah kasus difteri pada tahun 2014
Pusat Analisis Determinan Kesehatan
16
sebanyak 396 kasus dengan jumlah kasus meninggal sebanyak 16 kasus
sehingga CFR difteri sebesar 4,04%. Dari 22 provinsi yang melaporkan adanya
kasus difteri, kasus tertinggi terjadi di Jawa Timur yaitu sebanyak 295 kasus yang
berkontribusi sebesar 74% dari total kasus Jumlah kasus difteri di Jawa Timur
pada tahun 2014 menurun setengahnya dibandingkan tahun 2013 yang sebanyak
610 kasus. Dari seluruh kasus tersebut, sebesar 37% tidak mendapatkan vaksin
campak
POLIO DAN AFP disebabkan oleh infeksi virus yang menyerang sistem syaraf
sehingga penderita mengalami kelumpuhan. Penyakit yang pada umumnya
menyerang anak berusia 0-3 tahun ini ditandai dengan munculnya demam, lelah,
sakit kepala, mual, kaku di leher, serta sakit di tungkai dan lengan. AFP merupakan
kelumpuhan yang sifatnya flaccid yang bersifat lunglai, lemas atau layuh, atau
terjadi penurunan kekuatan otot, dan terjadi secara akut (mendadak).
Sedangkan non polio AFP adalah kasus lumpuh layuh akut yang diduga kasus
polio sampai dibuktikan dengan pemeriksaan laboratorium bukan kasus polio.
Kementerian Kesehatan menetapkan non polio AFP rate minimal 2/100.000
populasi anak usia <15 tahun. Pada tahun 2014, secara nasional non polio AFP
rate sebesar 2,38/100.000 populasi anak <15 tahun yang berarti telah mencapai
standar minimal penemuan.
DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) Incidence Rate dan Case Fatality Rate
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang isebabkan oleh
virus dengue yang tergolong Arthropod - Borne Virus, genus Flavivirus, dan famili
Flaviviridae. DBD ditularkan melalui gigitan nyamuk dari genus Aedes, terutama
Aedes aegypti atau Aedes albopictus. Penyakit DBD dapat muncul sepanjang
tahun dan dapat menyerang seluruh kelompok umur. Penyakit ini berkaitan
dengan kondisi lingkungan dan perilaku masyarakat. Pada tahun 2014 jumlah
penderita DBD yang dilaporkan sebanyak 100.347 kasus dengan jumlah kematian
sebanyak 907 orang (IR/Angka kesakitan= 39,8per 100.000 penduduk dan
CFR/angka kematian= 0,9%). Dibandingkan tahun 2013 dengan kasus sebanyak
112.511 serta IR 45,85 terjadi penurunan kasus pada tahun 2014. Target Renstra
kementerian Kesehatan untuk angka kesakitan DBD tahun 2014 sebesar ≤ 51per
100.000 penduduk, dengan demikian Indonesia telah mencapai target Renstra
2014.
Pusat Analisis Determinan Kesehatan
17
Demam Chikungunya (demam chik) adalah suatu penyakit menular dengan
gejala utama demam mendadak, nyeri pada persendian, terutama pada sendi
lutut, pergelangan, jari kaki dan tangan serta tulang belakang, serta ruam pada
kulit. Demam chik ditularkan oleh nyamuk Aedes albopictusdan Aedes
aegyptyyang juga merupakan nyamuk penular penyakit DBD. Demam chik
dijumpai terutama di daerah tropis/subtropis dan sering menimbulkan epidemi.
Beberapa faktor yang mempengaruhi munculnya demam chik yaitu rendahnya
status kekebalan kelompok masyarakat dan kepadatan populasi nyamuk penular
karena banyaknya tempat perindukan nyamuk yang biasanya terjadi pada musim
penghujan. Selama tahun 2014 terdapat 8 kabupaten/kota dari 4 provinsi yang
melaporkan terjadinya KLB Chikungunya yaitu: Kabupaten Tulungagung, Kab.
Pamekasan, Kab Ngawi (Provinsi Jawa Timur), Kabupaten Tapanuli Selatan
(Provinsi Sumatera Utara), Kabupaten Banggai (Provinsi Sulawesi Tengah),
Kabupaten Bolaang Mongondow, Kabupaten Bolaang Mongondow Timur,
Kotamobagu (Provinsi Sulawesi Utara). Pada tahun 2014 kejadian KLB lebih
banyak dan terjadi di 3 pulau di Indonesia dibandingkan tahun 2013 dengan
kejadian KLB hanya terjadi di 2 kabupaten/kota dari 1 provinsi.
Filariasis adalah penyakit menular menahun yang disebabkan oleh parasit berupa
cacing filaria, yang terdiri dari tiga spesies yaitu Wuchereria bancrofti, Brugia
malayi dan Brugia timori. Penyakit ini menginfeksi jaringan limfe (getah bening).
Filariasis menular melalui gigitan nyamuk yang mengandung cacing filaria dalam
tubuhnya. Dalam tubuh manusia, cacing tersebut tumbuh menjadi cacing dewasa
dan menetap di jaringan limfe sehingga menyebabkan pembengkakan di kaki,
tungkai, payudara, lengan dan organ genital. WHO menetapkan kesepakatan
global untuk mengeliminasi filariasis pada tahun 2020 (The Global Goal of
Elimination of Lymphatic Filariasis as a Public Health problem by The Year 2020).
Di dunia terdapat 1,3 miliar penduduk yang berisiko tertular penyakit kaki gajah di
lebih dari 83 negara dan 60% kasus berada di Asia Tenggara. Di Indonesia, pada
tahun 2014 terdapat 14.932 kasus filariasis.
Rabies merupakan penyakit mematikan baik pada manusia maupun hewan yang
disebabkan oleh infeksi virus (golongan Rabdovirus) yang ditularkan melalui
gigitan hewan seperti anjing, kucing, kelelawar, kera, musang dan serigala yang
Pusat Analisis Determinan Kesehatan
18
di dalam tubuhnya mengandung virus. Terdapat beberapa indikator yang
digunakan dalam memantau upaya pengendalian rabies, yaitu: GHPR (kasus
Gigitan Hewan Penular Rabies), PET/Post Exposure Treatment (penatalaksanaan
kasus gigitan), dan kasus yang positif rabies dan mati berdasarkan uji Lyssa.
Tahun 2014 terdapat 25 provinsi tertular rabies dari 34 provinsi di Indonesia
(Kementerian Pertanian). Sebanyak sembilan provinsi lainnya bebas rabies, lima
diantaranya provinsi bebas historis (Papua, Papua Barat, Bangka Belitung,
Kepulauan Riau, dan NTB), dan enpat provinsi dibebaskan (Jawa Tengah, DI
Yogyakarta, Jawa Timur, dan DKI Jakarta). Kasus kematian karena rabies (Lyssa)
di tahun 2014 secara signifikan mengalami penurunan dari 195 pada tahun 2009
menjadi 81 kasus Lyssa pada tahun 2014. Demikian juga dengan jumlah kasus
GHPR pada tahun 2014 mengalami penurunan dalam tiga tahun terakhir.
LEPTOSPIROSIS merupakan penyakit yang disebabkan bakteri Leptospira sp.
Sumber infeksi pada manusia biasanya akibat kontak secara langsung atau tidak
langsung dengan urine hewan yang terinfeksi. Penyakit ini bersifat musiman, di
daerah yang beriklim sedang masa puncak insiden dijumpai pada musim panas
dan musim gugur karena temperatur merupakan faktor yang mempengaruhi
kelangsungan hidup Leptospira, sedangkan di daerah tropis insiden tertinggi
selama musim hujan. Namun,dikarenakan sulitnya diagnosa klinis dan mahalnya
biaya pemeriksaan laboratorium banyak kasus leptospirosis yang tidak
terlaporkan. Terdapat empatprovinsi yang melaporkan adanya kasus leptopirosis
tahun 2014 yaitu DKI Jakarta, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, dan Jawa Timur.
Dibandingkan tahun 2013, terdapat penurunan jumlah kasus dari 640 kasus
menjadi 519 kasus pada tahun 2014. Penurunan kasus leptospirosis secara
signifikan terjadi di Jawa Timur dengan penurunan sekitar dua pertiga
dibandingkan tahun sebelumnya. Namun di DKI Jakarta dan Jawa Tengah terjadi
kenaikan kasus bahkan merupakan kasus tertinggi di kedua provinsi tersebut
dalam lima tahun terakhir
FLU BURUNG Pengendaliannya dilakukan secara terpadu secara signifikan
telah berhasil menurunkan jumlah kasus konfirmasi flu burung H5N1 di Indonesia
pada tahun 2014. Sejak munculnya penyakit flu burung pertama kali pada tahun
2005, jumlah kasus terus menurun pada periode tahun 2006-2014 dari 55 kasus
Pusat Analisis Determinan Kesehatan
19
pada tahun 2006 menjadi dua kasus pada tahun 2014. Namun, keseluruhan kasus
konfirmasi flu burung pada tahun 2014 tersebut meninggal (CFR=100%).
SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT (STBM), menurut Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 3 Tahun 2014 tentang Sanitasi Total Berbasis
Masyarakat , yang dimaksud dengan STBMadalah pendekatan untuk mengubah
perilaku higienis dan saniter melalui pemberdayaan masyarakat dengan cara
pemicuan. Penyelenggaraan STBM bertujuan untuk mewujudkan perilaku yang
higienis dan saniter secara mandiri dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya. Dalam pelaksanaan STBM berpedoman pada
limapilar yaitu:
1. Stop buang air besar sembarangan(BABS),
2. Cuci tangan pakai sabun,
3. Pengelolaan air minum dan makanan rumah tangga,
4. Pengamanan sampah rumah tangga, dan
5. Pengamanan
limbah cair rumah tangga Desa STBM adalah desa
yang sudah stop BABS minimal 1 dusun, mempunyai tim kerja STBM
atau natural leader, dan telah mempunyai
rencana kerja STBM atau
rencana tindak lanjut.
Sesuai nawacita butir lima Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
berkomitmen menetapkan Program Indonesia Sehat mengacu kepada 3 (tiga)
pilar utama, yaitu:

Pilar Paradigma Sehat: Pada pilar ini program Pengarusutamaan
kesehatan dalam pembangunan Promotif - Preventif sebagai pilar utama
upaya kesehatan pemberdayaan masyarakat

Penguatan Pelayanan Kesehatan; Peningkatan Akses terutama pada
Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP); Optimalisasi Sistem Rujukan
Peningkatan Mutu; Penerapan pendekatan continuum of care; dan
Intervensi berbasis resiko kesehatan (health risk)

Jaminan Kesehatan Nasional; dilakukan dengan strategi perluasan
sasaran dan benefit serta kendali mutu dan kendali biaya.
Pusat Analisis Determinan Kesehatan
20
Upaya tersebut difokuskan pada empat program prioritas, yaitu: percepatan
penurunan angka kematian ibu dan Bayi, perbaikan gizi, penurunan prevalensi
akibat inspeksi dan pencegahan penyakit tidak menular malalui perbaikan
perilaku.
Pembangunan kesehatan berkesinambungan menuju Program Indonesia Sehat
perlu Komitmen Politik dari pemerintah yang mempunyai peran paling signifikan
untuk mengurangi risiko kesehatan masyarakat, terutama dalam perilaku yang
kurang peduli dengan kesehatan yang menyebabkan lingkungan tempat tinggal
menjadi tidak sehat. komitmen dapat berupa penegakan hukum, berupa denda
bagi masyarakat yang lalai menjaga lingkunganya sehingga menyebabkan
terjadinya wabah, kebijakan ini sudah diberlakukan pada beberapa negara:
Singapura, Malaysia, Thailand dan India, mempunyai dampak yang signifikan
dalam menurunkan angka akibat inspeksi (wabah) .
Analisis terhadap penduduk rentan ini penting dilakukan mengingat Kesenjangan
status kesehatan terjadi antar tingkat sosial ekonomi, antar kawasan dan antar
perkotaan-pedesaan. Angka kematian bayi dan angka kematian balita pada
golongan termiskin hampir empat kali lebih tinggi dari golongan terkaya. Selain itu,
angka kematian bayi dan angka kematian ibu melahirkan lebih tinggi di daerah
pedesaan, di kawasan timur Indonesia, serta pada penduduk dengan tingkat
pendidikan rendah. Persentase anak balita yang berstatus gizi kurang dan buruk
di daerah pedesaan lebih tinggi dibandingkan daerah perkotaan.
Faktor Diterminan diatas, akan menjadi pekerjaan rumah yang belum
terselesaikan dalam rangka pembangunan kesehatan berkesinambungan menuju
Indonesia Sehat. Penekanan terhadap kesehatan sebagai elemen kunci
pembangunan berkelanjutan dengan Rentang geografis yang luas, dan sebaran
penduduk yang tidak merata baik sosial, ekonomi, geografi dan pendikannya,
dalam membuat perencanaan pembangunan kesehatan diperlukan tatalaksana
terintegrasi dan komprehensif dengan kerjasama yang harmonis antar sektor dan
antar program. sekaligus juga melibatkan partisipasi dan peran masyarakat.
Fasilitas Pelayanan Kesehatan Dan SDM Kesehatan :
Salah satu fokus prioritas pembangunan pemerintah adalah upaya percepatan
dan/atau perlakuan khusus antara lain untuk pembangunan kesehatan Daerah
Pusat Analisis Determinan Kesehatan
21
Terpencil Perbatasan (DTP), terutama diarahkan pada wilayah Indonesia bagian
timur.Arah tujuan pembangunan kesehatan antara lain untuk meningkatkan
jangkauan dan pemerataan pelayanan kesehatan yang bermutu bagi masyarakat
di daerah terpencil perbatasan dan kepulauan khususnya di puskesmas prioritas
nasional DTP. Terdapat 6 (enam) strategi yang ditetapkan oleh Kementerian
Kesehatan RI., 2010 yaitu:
1) Menggerakkan dan memberdayakan masyarakat di DTPK,
2) Meningkatkan akses masyarakat DTPK terhadap pelayanan kesehatan yang
berkualitas,
3) Meningkatkan pembiayaan pelayanan kesehatan di DTPK,
4) Meningkatkan pemberdayaan SDM Kesehatan di DTPK,
5) Meningkatkan ketersediaan obat dan perbekalan serta strategi,
6) Meningkatkan manajemen Puskesmas di DTPK, termasuk sistem surveilans,
monitoring dan evaluasi, serta Sistem Informasi Kesehatan.
Dengan
mengembangkan rencana aksi dan rencana pengembangan secara
operasional untuk penerapan di lapangan meliputi pemberdayaan masyarakat
berupa Desa Siaga, Poskesdes, Posyandu, peningkatan pelayanan program
Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), Gizi, Pencegahan Penyakit Menular, Dokter
Terbang, Dokter Plus, Rumah Sakit Bergerak, peningkatan pembiayaan
kesehatan berupa Dana Alokasi Khusus (DAK), Tugas Pembantuan (TP), dana
dekonsentrasi, Program Bansos, Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas),
Bantuan Operasional Kesehatan (BOK), Jaminan Persalinan (Jampersal),
peningkatan SDM khususnya SDM Kesehatan berupa Nusantara Sehat,
Penugasan Khusus Perseorangan, Tugas Belajar, peningkatan pemenuhan obat
dan peralatan kesehatan, peningkatan manajemen kesehatan (termasuk pelatihan
manajemen Puskesmas, program Survailance); pengembangan Pelayanan
Obstetri Neonatus Esensial Dasar (PONED) di Puskesmas dan Rumah Sakit
Sayang Ibu dan Bayi (RSSIB) dan Pelayanan Obstetri Neonatus Essensial
Komprehensif (PONEK) di Rumah Sakit; peningkatan penampilan dan Kinerja
Puskesmas di daerah perbatasan antar negara; serta pengembangan Flying
Health Care; dan Pendukung transport antar pulau dengan Puskesmas Keliling
Perairan.
Dalam Pedoman Pelayanan Kesehatan Puskesmas Terpencil dan
sangat Terpencil di DTPK, dikemukakan bahwa dengan keterbatasan tenaga di
DTPK, maka upaya pelayanan wajib yang ditetapkan yaitu:
1) Promosi kesehatan
Pusat Analisis Determinan Kesehatan
22
2) Kesehatan lingkungan
3) Kesehatan Ibu dan Anak serta KB
4) Perbaikan gizi masyarakat
5) Pencegahan penyakit
6) Pengobatan, kesiapsiagaan dan kegawatdaruratan.
Terdapat tiga kelompok sasaran yaitu bayi, balita dan ibu hamil/ nifas/menyusui.
Masalah atau isu publik yang timbul adalah daerah perbatasan merupakan etalase
negara, di samping itu daerah terpencil, perbatasan dan kepulauan (DTPK)
memiliki topografi yang ekstrem. Oleh karena itu peran infrastruktur menjadi salah
satu komponen fisik yang penting bagi wilayah perbatasan karena pengembangan
infrastruktur yang sistematis.
Akses terhadap pelayanan yang masih rendah tidak hanya disebabkan masalah
jarak, tetapi terdapat dua faktor penentu (determinan) yaitu determinan pelayanan
dan determinan permintaan.
Determinan penyediaan terdiri atas organisasi
pelayanan dan infrastruktur fisik, tempat pelayanan, ketersediaan, pemanfaatan
dan distribusi petugas, biaya pelayanan serta mutu pelayanan. Sedangkan
determinan permintaan yang merupakan faktor pengguna meliputi rendahnya
pendidikan dan kondisi sosial budaya masyarakat serta tingkat pendapatan
masyarakat yang rendah atau miskin.
Pemenuhan kebutuhan tenaga kesehatan di puskesmas di wilayah terpencil dan
perbatasan perlu mempertimbangkan situasi dan kondisi puskesmas setempat Di
beberapa puskesmas ditemui petugas yang tidak kompeten dengan tanggung
jawab mereka. Sebagai contoh pelayanan obat, promosi kesehatan dan
pemberantasan penyakit menular dilakukan oleh Pegawai yang hanya lulusan
SMP atau SMA. Perencanaan kebutuhan tenaga di puskesmas seharusnya
dilakukan dengan analisis tingkat makro pengaruh jangka panjang beragam
strategi.
Mengingat reward berupa insentif finansial untuk daerah terpencil sudah tidak ada
lagi maka akan menyulitkan dalam merekrut Pegawai Negeri Sipil (PNS) agar mau
menetap di daerah terpencil. Sumber daya puskesmas khususnya di daerah
terpencil perbatasan masih perlu dibenahi terutama tentang keseimbangan masa
kerja, beban kerja dan reward bagi tenaga kesehatan PNS dan PTT.
Pusat Analisis Determinan Kesehatan
23
dengan Banyaknya kasus kegawatdaruratan membutuhkan peralatan dan
keterampilan khusus, tetapi dalam kenyataannya masih kurang. Mengingat
puskesmas dan jaringannya (pustu, polindes) adalah sasaran pertama untuk
menangani kasus darurat maka penyediaan peralatan gawat darurat perlu tersedia
di semua jaringan puskesmas dan perlu pemberian keterampilan kepada tenaga
kesehatan yang bertanggung jawab di fasilitas kesehatan tersebut.
Diharapkan kebijakan kebijakan kedepannya peran Pusat Analisis Determinan
kesehatan dapat memenuhi tuntutan yang semakin membaik dari waktu ke waktu
dan semakin tinggi, melalui rekomendasi bidang politik, sosial budaya, perilaku
kesehatan dan kesehatan inteligensia.
Pengaruh Kebijakan Nasional UU Nomor 23 thn 2014: Desentralisasi,
Organisasi Perangkat Daerah:
Peningkatan kapasitas dan kualitas suatu bangsa melalui pembangunan SDM
yang unggul merupakan tugas bersama dalam menciptakan bangsa yang kuat dan
Negara yang makmur. Melalui SDM yang unggul, tangguh dan berkualitas baik
secara fisik dan mental akan berdampak positif tidak hanya terhadap peningkatan
daya
saing
dan
kemandirian
bangsa,
namun
juga
dalam
mendukung pembangunan nasional.Dalam kaitan ini, terdapat beberapa hal yang
harus menjadi prioritasutama dalam pembangunan kualitas SDM antara lain;
Pertama adalah sistem pendidikan yang baik dan bermutu. Untuk mencapai hal
tersebut, maka diperlukan penataan terhadap sistem pendidikan secara
menyeluruh, terutama berkaitan dengan kualitas pendidikan, serta relevansinya
dengan kebutuhan masyarakat dan dunia kerja, berorientasikan pada penguasaan
iptek, serta merata di seluruh pelosok tanah air.
Kedua adalah penguatan peran Kesehatan
dengan
upaya pembangunan
kesehatan yang berkesinambungan, untuk meningkatkan kualitas manusia dan
masyarakat yang menghasilkan manusia Indonesia yang unggul, dengan
meningkatkan kecerdasan otak dan kesehatan fisik melalui perbaikan gizi, dalam
rangka memperkokoh jati diri dan kepribadian bangsa (character building). Ketiga
adalah peningkatan kapasitas SDM melalui berbagai diklat, kompetensi,
pembinaan dan lain-lain. Tenaga kerja profesional dan terampil sesuai
Pusat Analisis Determinan Kesehatan
24
tuntutan/kebutuhan pasar merupakan faktor keunggulan suatu bangsa dalam
menghadapi persaingan global. Pemerintah memegang peranan penting dalam
menyiapkan program-program strategis guna menghasilkan SDM berkualitas dan
siap memasuki pasar kerja. Terakhir, adalah pembinaan dan pengembangan
masyarakat terutama generasi muda. Sebagai penopang utama dalam roda
pembangunan, pemberdayaan generasi muda diharapkan dapat menciptakan
generasi yang kreatif, inovatif dan berdaya saing tinggi. Karakteristik generasi
muda seperti inilah yang diharapkan mampu berkonstribusi dan memenangkan
persaingan global.
Geografi : Besaran penyakit tidak merata antara satu daerah dengan
daerah yang lain
Pembangunan perkotaan yang sangat pesat dalam saat ini telah memberikan satu
dampak yang signifikan terhadap perubahan kualitas ekosistem. Perubahan
kualitas ekosistem sendiri akan berpengaruh terhadap kehidupan manusia, salah
satunya terhadap derajat kesehatan di perkotaan. Kesehatan kota merupakan satu
isu mutakhir yang sedang berkembang saat ini, khususnya berkaitan dengan
penyakit menular. Permasalahan terkait penyakit menular semakin menjadi
kompleks manakala dikaitkan dengan pola hidup, pola mobilitas dan interaksi dan
kepedulian masyarakat untuk mencegahnya serta kualitas lingkungan perkotaan
itu sendiri.
Masih tingginya angka kejadian penyakit menular di di indonesia dan dinamika
perkembangannya secara keruangan menunjukkan satu indikasi bahwa
pembangunan perkotaan yang tidak diimbangi upaya untuk peningkatan
kesehatan lingkungan.Berdasarkan pada hasil penelitian terlihat jelas bahwa
kejadian penyakit menular, khususnya demam berdarah mengarah pada pola
penyakit endemik, dimana perulangan kejadian yang tinggi berlokasi pada
kelurahan yang sama dalam rentang waktu 2006-2012. Gejala ini juga mulai
mempengaruhi penyebaran penyakit secara keruangan, dimana kelurahan
dengan kejadian tinggi cenderung memberikan pengaruh positif terhadap
penyebaran penyakit DBD pada kelurahan di sekitarnya. Kejadian penularan ini
tidak terlepas dari kualitas fisik lingkungan permukiman yang kurang baik sehingga
menyebabkan vektor mudah berkembang biak
Pusat Analisis Determinan Kesehatan
25
penyebaran vektor pembawa penyakit menular seperti nyamuk dan kutu telah
diketahui meningkat dan berubah pola sebarannya menjadi makin luas akibat
perubahan iklim menyebabkan peningkatan jumlah penderita penyakit ini. Banyak
penyakit seperti malaria, kolera, diare, demam berdarah, demam Rift Valley, pes,
dan penyakit infeksi baru seperti hantavirus, demam berdarah Ebola, dan virus
West Nile sangat sensitif terhadap perubahan suhu dan curah hujan (Bullard,
2009). Peningkatan jumlah penderita penyakit ini telah memberikan sumbangan
terhadap peningkatan biaya kesehatan secara signifikan.
Melalui analisis dan policy breef yang dihasilkan oleh Pusat Analisis Determinan
sebagai unsur pendukung pelaksanaan tugas kementerian kesehatan di bidang
Analisis dan secara administrasi melalui Sekretaris Jenderal, diharapkan dapat
mampu memberi jalan keluar sekaligus menjawab tantangan tersebut diatas.
IHR (International Health Regulation) Dan GHSA (Global Health Security
Agenda)
Global Health Security Agenda (GHSA) untuk meningkatkan kapasitas negara
masing-masing dalam menghadapi kemungkinan ancaman pandemi penyakit,
sebagai dampak dari globalisasi.
Dampak dari globalisasi, masalah kesehatan
suatu negara dapat menyebar ke negara lain dengan cepat. Untuk itu, masingmasing diminta untuk meningkatkan kewaspadaan nasionalnya.
Indonesia
didaulat sebagai Ketua Troika GHSA 2016. Selain juga menjadi lead country untuk
Action Package Zoonotic Diseases dan Contributing Country untuk Linking Public
Health with Law & Multisectoral Rapid Response. "Indonesia terpilih sebagai
pemimpin GHSA tahun ini karena dianggap baik dalam pengendalian zoonosis
secara multisektor," Ditambahkan, Indonesia menjadi contributing country untuk
Action Package Anti Microbial Resistance (AMR) yang saat ini merupakan isu
penting secara global dan nasional. Tindakan yang akan dilakukan adalah Action
Package Real-Time Surveillace, karena surveilans merupakan pintu masuk untuk
pertukaran data yang sangat penting. Dalam implementasi International Health
Regulation (IHR) 2005 di tiap negara harus ditingkatkan guna menghadapi
kemungkinan pandemi. Tercatat beberapa penyakit menular yang menyebar
hampir ke seluruh dunia.Disebutkan antara lain, virus Sars pada 2002, virus
Pusat Analisis Determinan Kesehatan
26
influenza tipe A (H1N1) pada 2009, Ebola pada 2014, Mers CoV pada 2015 hingga
vurus Zika pada 2016.
Dijelaskan tujuan dari GHSA terdiri dari 3 kelompok besar, yaitu pencegahan
outbreak/epidemi yang bersifat pencegahan, deteksi dini ancaman kesehatan dan
keamanan, dan respon secara cepat dan efektif. Dalam mencapai tujuan besar
itu, forum GHSA melakukan identifikasi terhadap 11 paket kegiatan untuk
dilaksanakan negara anggota GHSA. Disebutkan 11 Action Package itu adalah
pencegahan pada Anti Microbial Resistance (AMR), penyakit zoonosis, biosafety
dan biosecurity, serta Imunisasi.Selain itu ada sistem laboratorium nasional, realtime surveilleance, pelaporan dan workforce development.
Kegiatan dalam GHSA itu tidak mungkin hanya dilakukan Kementerian Kesehatan,
tetapi juga harus melibatkan seluruh sektor dan unsur masyarakat. Untuk itu,
Pusat Analisis Determinan Kesehatan bersinergi Melalui Forum Koordinasi
dengan melibatkan para pakar, akademisi, stakeholders mencari jalan keluar
tentang issue-issue Kesehatan baik Nasional maupun Global yang berkembang
sangat cepat, dan membutuhkan penanganan yang tepat dengan diidorong oleh
kekuatan globalisasi,issue kesehatan satu negara saat ini menjadi shared
responsibilities dari komunitas international sehingga dalam penanganannya
membutuhkan kerjasama antar negara. Sebagai contoh dari global health security,
adalah wabah virus flu burung yang sudah bermutasi dari hewan ke manusia yang
memerlukan penanganan serius dengan melibatkan stake holders lintas negara.
B. ISU STRATEGIS ANALISIS SOSIAL DAN EKONOMI
Bagi masyarakat Indonesia khususnya, penyakit memiliki beban ganda, yang
pertama adalah rasa sakit yang diderita dan Uang yang cukup banyak Untuk
mengatasi masalah penyakit yang dideritanya. Hal ini memberikan dampak
negative pada Pasien yang bersangkutan, karena keterbatasan dana, mereka
mendapatkan keterbatasan Pelayanan kesehatan.
Rendahnya Kondisi Kesehatan Lingkungan
Pusat Analisis Determinan Kesehatan
27
Rendahnya Pembangunan Ekonomi yang belum merata adalah biang keladi
pokok masalah ini, hal tersebut menimbulkan kesenjangan soasial baik papan,
sandang dan pangan.
Salah satu faktor penting lainnya yang berpengaruh
terhadap derajat kesehatan masyarakat adalah kondisi lingkungan yang tercermin
antara lain dari akses masyarakat terhadap air bersih dan sanitasi dasar.
Rendahnya Status Kesehatan Penduduk Miskin
Angka kematian bayi pada kelompok termiskin adalah 61 dibandingkan dengan 17
per 1.000 kelahiran hidup pada kelompok terkaya.Penyakit infeksi yang
merupakan penyebab kematian utama pada bayi dan balita, seperti malaria dan
TBC, lebih sering terjadi pada masyarakat miskin. Rendahnya status kesehatan
penduduk miskin terutama disebabkan oleh terbatasnya akses terhadap
pelayanan kesehatan karena kendala geografis dan kendala biaya (cost barrier).
Data SDKI 2002-2003 menunjukkan bahwa 48,7 persen masalah dalam
mendapatkan pelayanan kesehatan adalah karena kendala biaya, jarak dan
transportasi. Utilisasi rumah sakit masih didominasi oleh golongan mampu, sedang
masyarakat miskin cenderung memanfaatkan pelayanan di puskesmas. Demikian
juga persalinan oleh tenaga kesehatan pada penduduk miskin hanya sebesar 39,1
persen dibanding 82,3 persen pada penduduk kaya.
Solusinya, Memberikan jaminan akses dan kualitas pelayanan kesehatan gratis
untuk keluarga miskin dimanapun berada di wilayah Negara Indonesia. Upaya
kesehatan dasar dan rujukan terutama diprioritaskan pada setiap bayi bayi, anak
dan kelompok masyarakat risiko tinggi.Dengan demikian maka setiap Puskesmas
dan jaringannya dapat menjangkau dan dijangkau seluruh masyarakat di wilayah
kerjanya terutama di daerah perbatasan, terpencil dan tertinggal.
Masyarakat Ekonomi Asean.
Free Trade Agreement (FTA) dengan China, akibatnya China menguasai pasar
komoditi Indonesia. Tidak ada pilihan lain selain menghadapi dengan percaya diri
bahwa bangsa Indonesia mampu dan menjadi lebih baik perekonomiannya dalam
keikutsertaan Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 ini. Dalam sektor tenaga kerja
Indonesia perlu meningkatkan kualifikasi pekerja, meningkatkan mutu pendidikan
serta pemerataannya dan memberikan kesempatan yang sama kepada
masyarakat. Apabila kita mempunyai daya saing yang kuat, persiapan yang
matang, sehingga produk-produk dalam negeri akan menjadi tuan rumah dinegeri
Pusat Analisis Determinan Kesehatan
28
sendiri dan kita mampu memanfaatkan kehadiran, untuk kepentingan bersama
dan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Demografi
Pertambahan penduduk disuatu daerah disatu pihak akan merupakan modal
pembangunan, karena terdapat angkatan kerja sesuai perkembangan penduduk
tersebut. Sedangkan dilain pihak akan menjadi beban pemerintah karena setiap
jiwa akan membutuhkan kebutuhan hidup, seperti pangan, sandang, penyediaan
prasarana dan sarana sekolah serta lapangan kerja. Namun demikian terhadap
angkatan kerja baik yang berada di kota, pinggiran kota, maupun di desa semakin
sulit memperoleh lapangan pekerjan, apalagi berupaya menciptakan lapangan
kerja baru atau wirausaha baru. Hal tersebut semakin tidak seimbang antara
jumlah pencari kerja aktif maupun adanya lowongan kerja.
Pertumbuhan penduduk merupakan keseimbangan yang dinamis antara
kekuatan-kekuatan yang menambah atau yang mengurangi jumlah penduduk.
Persebaran penduduk yang tidak merata menimbulkan beberapa masalah, di
antaranya kelebihan penduduk di pulau jawa dan madura yang terwujud sulitnya
angkatan kerja mendapat pekerjaan, pendapatan penduduk yang rendah dan
angka pengangguran meningkat. Di luar jawa banyak sumber daya alam yang
belum sempat di jamah oleh manusia. Menurut Yudhohusodo (1998), di pulau jawa
proses pemiskinan terjadi karena terlalu padatnya penduduk. Sebaliknya, di luar
pulau jawa pemiskinan di sebabkan kekurangan penduduk. Namun demikian
terhadap angkatan kerja baik yang berada di kota,pinggiran kota maupun didesa
semakin sulit memperoleh lapangan pekerjaan,apalagi berupaya menciptakan
lapangan kerja baru atau wirausaha baru. Hal tersebut semakin tidak seimbangnya
antara jumlah mencari kerja aktif maupun adanya lowongan kerja.
1) Dampak Lingkungan Akibat Ledakan Penduduk
Tingkat polusi bergerak naik seiring dengan semakin bertambahnya jumlah
penduduk disuatu area permukiman. Polusi ditimbulkan dari asap hasil
pembuangan kendaraan bermotor yang jumlahnya saat ini semakin meningkat
tajam. Hal ini terlihat semakin tingginya frekuensi kemacetan yang terjadi
dijalan-jalan yang membuat jalan di kota tidak lancer lagi di lalui.
Pusat Analisis Determinan Kesehatan
29
Ujung dari semua ledakan penduduk itu adalah kerusakan lingkungan dengan
segala dampak ikutannya seperti menurun kualitas pemukiman dan lahan
yang ditelantarkan serta hilangnya fungsi ruang terbuka.
2) Dampak Sosial dan Kesehatan
Dampak sosial yang terjadi akibat masalah ledakan penduduk adalah
kemiskinan, karena banyaknya penduduk, lapangan pekerjaan terbatas,
akibatnya banyaklah yang menganggur. Kemiskinan berkaitan erat dengan
kemampuan mengakses pelayanan kesehatan serta pemenuhan kebutuhan
gizi dan kalori. Dengan demikian penyakit masyarakat umumnya berkaitan
dengan penyakit menular seperti diare, penyakit lever, dan TBC. Selain itu
masyarakat menderita penyakit kekurangan gizi termasuk busung lapar
terutama pada bayi. Kematian bayi adalah konsekuensi dari penyakit yang
ditimbulkan karena kemiskinan.
Pengaruh Politik Kebijakan Regional dan Global MEA
Dalam beberapa hal, Indonesia dinilai belum siap menghadapi Masyarakat
Ekonomi ASEAN 2015. Namun banyak peluang yang dapat kita lihat dari Ekonomi
ASEAN 2015 ini. Banyak kalangan yang merasa ragu dengan kesiapan Indonesia
dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015.
Jika kita mengingat
bagaimana hubungan bilateral Indonesia dengan China. Kini China mampu
menguasi pasar domestik Indonesia yang pada akhirnya dapat mengganggu
stabilitas. Berdasarkan fakta peringkat daya saing Indonesia periode 2012-2013
berada diposisi 50 dari 144 negara, masih berada dibawah Singapura yang
diposisi kedua, Malaysia diposisi ke dua puluh lima, Brunei diposisi dua puluh
delapan, dan Thailand diposisi tiga puluh delapan.
Melihat kondisi seperti ini, ada beberapa hal yang menjadi faktor rendahnya daya
saing Indonesia yaitu:
kinerja logistik, tarif
pajak, suku bunga bank, serta
produktivitas tenaga kerja. Pelaksanaan kesepakatan Masyarakat Ekonomi
ASEAN (MEA) 2015 sudah berjalan, Indonesia harus mulai memperbaiki diri, jika
tidak ingin menjadi sasaran masuknya produk-produk negara anggota ASEAN.
Indonesia harus banyak belajar dari pengalaman pelaksanaan
free trade
agreement (FTA) dengan China, akibatnya China menguasai pasar komoditi
Indonesia. Tidak ada pilihan lain selain menghadapi dengan percaya diri bahwa
bangsa Indonesia mampu dan menjadi lebih baik perekonomiannya dalam
Pusat Analisis Determinan Kesehatan
30
keikutsertaan Masyarakat Ekonomi ASEAN. Beberapa langkah strategis yang
perlu dilaksanakan oleh pemerintah ialah memperbaiki kualitas produk dalam
negeri dan memberikan label SNI bagi produk dalam negeri. Dalam sektor tenaga
kerja Indonesia perlu meningkatkan kualifikasi pekerja, meningkatkan mutu
pendidikan serta pemerataannya dan memberikan kesempatan yang sama
kepada masyarakat.
Sosial Ekonomi
Lebih dari 110 juta orang Indonesia hidup dengan penghasilan kurang dari US$ 2
per hari. Jumlah ini sama dengan jumlah penduduk Malaysia, Vietnam dan
Kamboja digabungkan. Sebagian besar penduduk miskin di Asia Tenggara tinggal
di Indonesia. Selain itu, Indonesia juga tidak mampu meningkatkan berbagai
indikator utama pembangunan kesehatan dibandingkan dengan negaranegara
Asia Timur lainnya. Tingkat kematian ibu hamil di Indonesia, misalnya, dua kali
lebih tinggi dari tingkat kematian di Filipina dan lima kali lebih tinggi dari Vietnam.
Hampir setengah dari penduduk Indonesia tidak mempunyai akses yang cukup
terhadap air bersih dan fasilitas sanitasi. Indonesia memang telah mencapai hasil
yang memuaskan dalam menurunkan tingkat kemiskinan sejak tahun 1960-an dan
juga telah berhasil mengurangi efek dari krisis. Tetapi Indonesia masih harus
menghadapi tiga masalah mendasar dalam upaya mengangkat sebagian besar
penduduk yang masih terhimpit kemiskinan dan kepapaan, yaitu:
Program perlidungan sosial yang ada tidaklah mencukupi dalam menurunkan
tingkat resiko bagi keluarga miskin, walaupun memberikan manfaat pada keluarga
yang lebih berada. Kondisi ini dapat diperbaiki dengan menyediakan program
perlindungan Kesehatan (JKN) yang lebih bermanfaat bagi penduduk miskin serta
masyarakat yang rentan terhadap kemiskinan.
Kesenjangan pendapatan tercermin dalam indikator angka kematian anak dan ibu,
yang sampai tingkat tertentu dapat dijelaskan dengan kesenjangan cakupan
pelayanan kesehatan antara kelompok miskin dan kaya.
Indonesia sedang mengalami krisis penyediaan fasilitas sanitasi. Hanya kurang
dari satu persen limbah rumah tangga di Indonesia yang menjadi bagian dari
sistem pembuangan. Penyediaan fasilitas limbah lokal tidak dibarengi dengan
penyediaan fasilitas pengumpulan, pengolahan dan pembuangan akhir. Pada
Pusat Analisis Determinan Kesehatan
31
tahun 2002, pemerintah hanya menyediakan anggaran untuk perbaikan sanitasi
sebesar 1/1000 dari anggaran yang disediakan untuk penyediaan air. Akibatnya,
penduduk miskin cenderung menggunakan air dari sungai yang telah tercemar.
Tempat tinggal mereka juga sering berada di dekat tempat pembuangan limbah.
Hal ini membuat penduduk miskin cenderung menjadi lebih mudah sakit dan tidak
produktif. Pada tahun 2001, kerugian ekonomi yang timbul akibat masalah sanitasi
diperkirakan mencapai Rp 100.000,- per rumah tangga setiap bulannya. Untuk
mengatasi hal tersebut ada dua hal yang dapat dilakukan:
1. Pada sisi permintaan, pemerintah dapat menjalankan kampanye publik secara
nasional untuk meningkatkan kesadaran dalam penggunaan fasilitas sanitasi
yang lebih baik. Biaya yang diperlukan untuk kampanye tersebut tidaklah
terlalu tinggi, sementara menjanjikan hasil yang cukup baik.
2. Pada sisi penawaran, tentu saja penyediaan sanitasi harus diperbaiki. Aspek
terpenting adalah membiayai investasi di bidang sanitasi yang akan terus
meningkat. Dua pilihan yang dapat dilakukan adalah: (i) mengadakan
kesepakatan nasional untuk membahas masalah pembiayaan fasilitas sanitasi
dan (ii) mendorong pemerintah lokal untuk membangun fasilitas sanitasi pada
tingkat daerah dan kota; misalnya dengan menyediakan DAK untuk
pembiayaan sanitasi ataupun dengan menyusun standar pelayanan minimum.
C. ISU STRATEGIS ANALISIS PERILAKU
Pengertian Perilaku menurut Kwick (1974) dalam
Notoatmodjo (1993)
menyatakan bahwa perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme
yang dapat diamati dan bahkan dapat dipelajari. Di dalam proses pembentukan
atau perubahan perilaku tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berasal
dari dalam dan dari luar individu itu sendiri. Faktor-faktor itu sendiri antara lain
seperti persepsi, motivasi, proses belajar, lingkungan dan sebagainya.
Faktor-faktor predisposisi (Predisposing factors)
Yaitu faktor-faktor yang mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku
seseorang, antara lain pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan
sebagainya. Misalnya seorang ibu mau menggunakan alat kontrasepsi karena ibu
tersebut tahu dengan menggunakan alat kontrasepsi kelahiran anak dapat
Pusat Analisis Determinan Kesehatan
32
dibatasi. Tanpa adanya pengetahuan-pengetahuan seperti ini mungkin ibu
tersebut tidak akan menggunakan alat kontrasepsi.
Faktor-faktor pendukung (Enabling factors)
Adalah faktor-faktor yang memungkinkan atau yang memfasilitasi perilaku atau
tindakan. Yang dimaksud dengan faktor pemungkin adalah sarana dan prasarana
atau fasilitas untuk terjadinya perilaku kesehatan misalnya Puskesmas, Posyandu,
Rumah sakit, obat-obatan, alat-alat kontrasepsi dan sebagainya.
Faktor-faktor penguat (Reinforcing factors)
Adalah faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku. Kadangkadang, meskipun seseorang tahu dan mampu untuk berperilaku sehat, tetapi
tidak melakukannya. Misalnya seorang ibu mengetahui banyak sekali manfaat
yang dapat diperoleh dengan menggunakan alat kontrasepsi tetapi ibu tersebut
tidak menggunakan alat kontrasepsi karena, ibu lurah atau ketua RT yang ada di
desa mereka tidak menggunakan alat kontrasepsi dan tetap sehat dan dapat
mengurus anak dengan baik. Hal ini berarti, bahwa untuk berperilaku sehat
memerlukan contoh dari para tokoh masyarakat
Dari defenisi diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat
tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, dan
sebagainya dari orang atau masyarakat yang bersangkutan. Disamping itu,
ketersediaan fasilitas dan sikap dan perilaku petugas kesehatan terhadap
kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku.
PROGRAM INDONESIA SEHAT
Program Indonesia Sehat merupakan salah satu program dari Agenda ke-5 Nawa
Cita, yaitu Meningkatkan Kualitas Hidup Manusia Indonesia. Program ini didukung
oleh program sektoral lainnya yaitu Program Indonesia Pintar, Program Indonesia
Kerja, dan Program Indonesia Sejahtera. Program Indonesia Sehat selanjutnya
menjadi program utama Pembangunan Kesehatan yang kemudian direncanakan
pencapaiannya melalui Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2015-
Pusat Analisis Determinan Kesehatan
33
2019, yang ditetapkan melalui Keputusan Menteri Kesehatan R.I. Nomor
HK.02.02/Menkes/ 52/2015
Sasaran dari Program Indonesia Sehat adalah meningkatnya derajat kesehatan
dan status gizi masyarakat melalui upaya kesehatan dan pemberdayaan
masyarakat yang didukung dengan perlindungan finansial dan pemerataan
pelayanan kesehatan. Sasaran ini sesuai dengan sasaran pokok RPJMN 20152019, yaitu: (1) Meningkatnya status kesehatan dan gizi ibu dan anak,
Meningkatnya pengendalian penyakit,
(2)
(3) Meningkatnya akses dan mutu
pelayanan kesehatan dasar dan rujukan terutama di daerah terpencil, tertinggal
dan perbatasan, (4) Meningkatnya cakupan pelayanan kesehatan universal
melalui Kartu Indonesia Sehat dan kualitas pengelolaan SJSN kesehatan, (5)
terpenuhinya kebutuhan tenaga kesehatan, obat dan vaksin, serta (6)
Meningkatnya responsivitas sistem kesehatan.
Program Indonesia Sehat dilaksanakan dengan menegakkan tiga pilar utama,
yaitu: (1) penerapan paradigma sehat, (2) penguatan pelayanan kesehatan, dan
(3) pelaksanaan jaminan kesehatan nasional (JKN).
Penerapan paradigma sehat dilakukan dengan strategi pengarusutamaan
kesehatan dalam pembangunan, penguatan upaya promotif dan preventif, serta
pemberdayaan masyarakat. Penguatan pelayanan kesehatan dilakukan dengan
strategi peningkatan akses pelayanan kesehatan, optimalisasi sistem rujukan, dan
peningkatan mutu menggunakan pendekatan continuum of care dan intervensi
berbasis risiko kesehatan. Sedangkan pelaksanaan JKN dilakukan dengan
strategi perluasan sasaran dan manfaat (benefit), serta kendali mutu dan biaya.
Kesemuanya itu ditujukan kepada tercapainya keluarga-keluarga sehat.
1) Kesehatan Ibu dan Anak.
Angka Kematian Ibu sudah mengalami penurunan, namun masih jauh dari target
MDGs tahun 2015, meskipun jumlah persalinan yang ditolong oleh tenaga
kesehatan mengalami peningkatan. Kondisi ini kemungkinan disebabkan antara
lain oleh kualitas pelayanan kesehatan ibu yang belum memadai, kondisi ibu hamil
yang tidak sehat dan faktor determinan lainnya. Penyebab utama kematian ibu
adalah hipertensi dalam kehamilan dan perdarahan post partum. Penyebab ini
dapat diminimalkan apabila kualitas antenatal care dilaksanakan dengan baik.
Pusat Analisis Determinan Kesehatan
34
Beberapa keadaan yang dapat menyebabkan kondisi ibu hamil tidak sehat antara
lain adalah penanganan komplikasi, anemia, ibu hamil yang menderita diabetes,
hipertensi, malaria, dan empat terlalu (terlalu muda 35 tahun, terlalu dekat
jaraknya 2 tahun, dan terlalu banyak anaknya >3 orang).
2) Kematian Bayi dan Balita.
Dalam 5 tahun terakhir, Angka Kematian Neonatal (AKN) tetap sama yakni
19/1000 kelahiran, sementara untuk Angka Kematian Paska Neonatal (AKPN)
terjadi penurunan dari 15/1000 menjadi 13/1000 kelahiran hidup, dan angka
kematian anak balita juga turun dari 44/1000 menjadi 40/ 1000 kelahiran hidup.
Penyebab kematian pada kelompok perinatal adalah Intra Uterine Fetal Death
(IUFD), yakni sebanyak 29,5% dan Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) sebanyak
11,2%. Hal ini berarti faktor kondisi ibu sebelum dan selama kehamilan amat
menentukan kondisi bayinya. Untuk usia di atas neonatal sampai satu tahun,
penyebab utama kematian adalah infeksi khususnya pnemonia dan diare. Ini
berkaitan erat dengan perilaku hidup sehat ibu dan juga kondisi lingkungan
setempat.
Pendekatan Keluarga Dalam Pencapaian Prioritas Pembangunan
Kesehatan
Upaya pencapaian prioritas pembangunan kesehatan tahun 2015-2019 dalam
Program Indonesia Sehat dilaksanakan dengan mendayagunakan segenap
potensi yang ada, baik dari pemerintah pusat, provinsi, kabupaten/kota, maupun
masyarakat. Pembangunan kesehatan dimulai dari unit terkecil dari masyarakat,
yaitu
keluarga.
Pembangunan
keluarga,
sebagaimana
dimaksud
dalam
UndangUndang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan
dan Pembangunan Keluarga serta Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah, adalah upaya mewujudkan keluarga berkualitas
yang hidup dalam lingkungan yang sehat. Pemerintah pusat dan pemerintah
daerah menetapkan kebijakan pembangunan keluarga melalui pembinaan
ketahanan dan kesejahteraan keluarga, untuk mendukung keluarga agar dapat
melaksanakan fungsinya secara optimal. Sebagai penjabaran dari amanat
Undang-Undang
tersebut,
Kementerian
Pusat Analisis Determinan Kesehatan
Kesehatan
menetapkan
strategi
35
operasional pembangunan kesehatan melalui Program Indonesia Sehat Dengan
Pendekatan Keluarga.
1) Konsep Pendekatan Keluarga
Pendekatan keluarga adalah salah satu cara Puskesmas untuk meningkatkan
jangkauan sasaran dan mendekatkan/meningkatkan akses pelayanan
kesehatan di wilayah kerjanya dengan mendatangi keluarga. Puskesmas tidak
hanya menyelenggarakan pelayanan kesehatan di dalam gedung, melainkan
juga keluar gedung dengan mengunjungi keluarga di wilayah kerjanya.
2) Pencapaian Pendekatan Keluarga
Dengan mengunjungi keluarga di rumahnya, Puskesmas akan dapat
mengenali masalah-masalah kesehatan (dan Perilaku Hidup Bersih dan SehatPHBS) yang dihadapi keluarga secara lebih menyeluruh (holistik). Individu
anggota keluarga yang perlu mendapatkan pelayanan kesehatan kemudian
dapat dimotivasi untuk memanfaatkan UKBM yang ada dan/atau pelayanan
Puskesmas. Keluarga juga dapat dimotivasi untuk memperbaiki kondisi
kesehatan lingkungan dan berbagai faktor risiko lain yang selama ini
merugikan kesehatannya, dengan pendampingan dari kader-kader kesehatan
UKBM dan/atau petugas profesional Puskesmas
Komitmen : MDG’s (Millennium Development Goals)
Tujuan Pembangunan Milenium (MDG) berusaha mengangkat prospek kehidupan
dan kesejahteraan perempuan dan anak-anak yang saat ini sedang meningkat
dengan signifikan, khususnya melalui peningkatan harapan hidup, penurunan
kemiskinan, peningkatan kesehatan, gizi dan akses terhadap pendidikan. Untuk
anak-anak, MDG memberikan sebuah kerangka bagi para pembuat kebijakan
untuk memastikan bahwa hak-hak dasar anak dapat terpenuhi. Akan tetapi, untuk
menghasilkan dampak yang diharapkan ini, keadilan harus dipahami oleh seluruh
Pusat Analisis Determinan Kesehatan
36
penduduk. Kecenderungan data global menyatakan bahwa meskipun telah ada
kemajuan umum, tetapi sebagian besar penduduk masih tertinggal, sehingga
mengakibatkan meluasnya kesenjangan sosial-ekonomi, dan semakin banyaknya
orang yang kurang beruntung. Jika situasi ini tidak dapat diperbaiki, pencapaian
MDG tidak dapat berkesinambungan. Oleh karena itu, masalah keadilan menjadi
sangat penting bagi pencapaian MDG secara berkesinambungan.
Angka Kematian Ibu sudah mengalami penurunan, namun masih jauh dari target
MDGs tahun 2015, meskipun jumlah persalinan yang ditolong oleh tenaga
kesehatan mengalami peningkatan. Kondisi ini kemungkinan disebabkan antara
lain oleh kualitas pelayanan kesehatan ibu yang belum memadai, kondisi ibu hamil
yang tidak sehat dan faktor determinan lainnya. Penyebab utama kematian ibu
adalah hipertensi dalam kehamilan dan perdarahan post partum. Penyebab ini
dapat diminimalkan apabila kualitas antenatal care dilaksanakan dengan baik.
Beberapa keadaan yang dapat menyebabkan kondisi ibu hamil tidak sehat antara
lain adalah penanganan komplikasi, anemia, ibu hamil yang menderita diabetes,
hipertensi, malaria, dan empat terlalu (terlalu muda 35 tahun, terlalu dekat jaraknya
2 tahun, dan terlalu banyak anaknya >3 orang).
Dalam 5 tahun terakhir, Angka Kematian Neonatal (AKN) tetap sama yakni
19/1000 kelahiran, sementara untuk Angka Kematian Paska Neonatal (AKPN)
terjadi penurunan dari 15/1000 menjadi 13/1000 kelahiran hidup, dan angka
kematian anak balita juga turun dari 44/1000 menjadi 40/ 1000 kelahiran hidup.
Penyebab kematian pada kelompok perinatal adalah Intra Uterine Fetal Death
(IUFD), yakni sebanyak 29,5% dan Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) sebanyak
11,2%. Hal ini berarti faktor kondisi ibu sebelum dan selama kehamilan amat
menentukan kondisi bayinya. Untuk usia di atas neonatal sampai satu tahun,
penyebab utama kematian adalah infeksi khususnya pnemonia dan diare. Ini
berkaitan erat dengan perilaku hidup sehat ibu dan juga kondisi lingkungan
setempat.
Untuk mensinergikan dan mengharmonisasi program program yang berkaitan
dengan Capaian MDGs, Pusat Analisis Determinan Kesehatan diharap melakukan
analisis determinan kesehatan, dengan Luaran (output), melalui Politik Kesehatan,
Sosio ekonomi Kesehatan, Perilaku Kesehatan, dan Inteligensia Kesehatan.
Pusat Analisis Determinan Kesehatan
37
SDG’s (Susstainable Development Goals)
Perserikatan
Bangsa-Bangsa
(PBB)
baru
pembangunan berkelanjutan yang diberi nama
saja
meluncurkan
program
Susstainable Development
Goals (SDGs), menggantikan program sebelumnya Millennium Development
Goals (MDGs) yang selesai pada akhir tahun 2015.
SDGs dan Nawacita Indonesia telah memiliki prioritas pembangunan, sesuai
dengan program dan prioritas dalam Nawacita dan Rencana Pembangunan
Jangka Menengah (RPJMN) 2015–2019. Terdapat konvergensi dan divergensi
antara SDGs dan Nawacita.
Dalam hal pembangunan manusia dan upaya penurunan ketimpangan, kedua
dokumen selaras berjalan. Dalam hal pembangunan ekonomi, keduanya juga
teman seiring. Namun, dalam hal keberlanjutan, ekologi dan konservasi
lingkungan hidup, maka Nawacita dan RPJMN harus melakukan banyak
penyesuaian (konsumsi dan produksi yang berkelanjutan, penurunan kerusakan
hutan, manajemen air, laut, dan sebagainya).
Meski begitu, secara keseluruhan banyak pihak sepakat bahwa terdapat beberapa
fokus SDGs yang dapat menjadi panduan pembangunan serta sesuai dengan
sembilan agenda prioritas Presiden (Nawacita) di antaranya:
1. Goal 3. Kesehatan untuk semua lapisan usia, dengan usulan indikator antara
lain (i) tingkat kematian penduduk akibat penyakit dan kecelakaan per 100
ribu penduduk; (ii) tingkat polusi.
2. Goal 6. Ketersediaan air dan sanitasi, dengan indikator (i) proporsi rumah
tangga dengan akses air minum (bukan air bersih); (ii) pengolahan limbah
rumah tangga yang diolah sesuai dengan standar nasional
3.
Keberlanjutan agenda pembangunan manusia seperti kemiskinan, kelaparan,
keadilan gender, serta pemenuhan akses terhadap air dan sanitasi sebagai
isu yang senantiasa strategis
4. Pembangunan ekonomi berkelanjutan merupakan isu baru yang akan
difokuskan pada pertumbuhan ekonomi inklusif, serta industrialisasi yang
Pusat Analisis Determinan Kesehatan
38
berkelanjutan dan pembangunan hunian serta kota yang berkelanjutan disertai
penerapan pola produksi dan konsumsi berkelanjutan.
Keselarasan SDGs atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan 2030 dengan visi
dan misi Presiden Joko Widodo–Jusuf Kalla “Nawacita” diharapkan dapat
mengakselarasi pencapaian RPJMN 2015–2019 sekaligus melengkapi prioritas
strategi pembangunan terutama terkait dengan tujuan–tujuan yang berkaitan
dengan lingkungan, energi bersih serta upaya menangani perubahan iklim.
Tujuan dari Susstainable Development Goals (SDGs),tidak berbeda jauh
dari Millennium Developmment Goal (MDG,s)
yang di antaranya mengakhiri
kemiskinan, menjamin kehidupan sehat, mempromosikan pendidikan dan
memerangi perubahan iklim. Secara umum SDG’s memiliki 17 sasaran, dan
Berikut sasaran-sasaran dalam Goal SDG’s :
1. Mengakhiri kemiskinan dalam segala bentuknya di mana-mana.
2. Mengakhiri kelaparan, mencapai ketahanan pangan dan peningkatan gizi, dan
mempromosikan pertanian berkelanjutan.
3. Pastikan hidup sehat dan mempromosikan kesejahteraan bagi semua pada
segala usia.
4. Menjamin kualitas pendidikan inklusif dan adil dan mempromosikan
kesempatan belajar seumur hidup untuk semua.
5. Mencapai kesetaraan gender dan memberdayakan semua perempuan dan
anak perempuan.
6. Memastikan ketersediaan dan pengelolaan yang berkelanjutan air dan sanitasi
untuk semua.
7. Menjamin akses ke energi yang terjangkau, dapat diandalkan, berkelanjutan,
dan modern untuk semua.
8. Mempromosikan pertumbuhan yang berkelanjutan, inklusif dan berkelanjutan
ekonomi, kesempatan kerja penuh dan produktif dan pekerjaan yang layak
untuk semua.
9. Membangun infrastruktur tangguh, mempromosikan industrialisasi inklusif dan
berkelanjutan dan mendorong inovasi.
10. Mengurangi ketimpangan dalam dan di antara negara-negara.
11. Membuat kota-kota dan pemukiman manusia inklusif, aman, tangguh dan
berkelanjutan.
12. Pastikan pola konsumsi dan produksi berkelanjutan.
Pusat Analisis Determinan Kesehatan
39
13. Mengambil tindakan segera untuk memerangi perubahan iklim dan
dampaknya.
14. Melestarikan dan berkelanjutan menggunakan samudera, laut dan sumber
daya kelautan untuk pembangunan berkelanjutan.
15. Melindungi, memulihkan dan meningkatkan pemanfaatan berkelanjutan
ekosistem darat, berkelanjutan mengelola hutan, memerangi desertifikasi, dan
menghentikan dan membalikkan degradasi lahan dan menghentikan
hilangnya keanekaragaman hayati.
16. Mempromosikan masyarakat yang damai dan inklusif untuk pembangunan
berkelanjutan, menyediakan akses terhadap keadilan bagi semua dan
membangun institusi yang efektif, akuntabel dan inklusif di semua tingkatan.
17. Memperkuat sarana pelaksanaan dan merevitalisasi kemitraan global untuk
pembangunan berkelanjutan.
DAMPAK YG DIHARAPKAN SDG’s
1. Pengurangan Kemiskinan,
2. Pembangunan berkelanjutan yang merata,
3. Mata pencaharian dan pekerjaan layak
4. Akses merata kepada pelayanan dan jaminan sosial keberlanjutan
5. Lingkungan dan mempertinggi ketahanan terhadap bencana
6. Pemerintah yang ditingkatkan kualitasnya dan akses merata kepada
keadilan bagi semua orang
D. ISU STRATEGIS ANALISIS INTELIGENSIA KESEHATAN
Intelegensia Kesehatan merupakan upaya memelihara, meningkatkan dan
mengembangkan fungsi otak sebagai pusat berbagai kecerdasan agar tetap
optimal, berdaya guna di setiap tahapan kehidupan melalui kegiatan preventif,
promotif, kuratif, dan rehabilitatif, sehingga pemerintah dan semua pihak harus
lebih serius memperbaiki gizi, kesehatan keluarga dan seluruh faktor yang
mendukung optimalisasi intelegensia. Ada tiga aspek penilaian dari Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) yaitu pendidikan, kesehatan dan ekonomi
Pusat Analisis Determinan Kesehatan
40
(kesejahteraan). Untuk itu, dalam mewujudkan kualitas Sumber Daya Manusia
(SDM) ketiga unsur tersebut, harus terpenuhi dengan baik.
QUICK WIN (REFORMASI BIROKRASI, & REVOLUSI MENTAL)
Reformasi birokrasi memiliki visi : “Terwujudnya Pemerintahan Kelas Dunia,” yaitu
pemerintahan yang profesional dan berintegritas tinggi yang mampu memberikan
pelayanan prima kepada masyarakat dan manajemen pemerintahan yang
demokratis. Reformasi Birokrasi (RB) Kementerian kesehatan bertujuan untuk
mengoptimalkan peran, tugas dan fungsi Kemenkes dalam rangka mewujudkan
visi dan misi,
sekaligus berperan aktif dalam menciptakan tata kelola
pemerintahan yang bersih, berwibawa dan transparan serta akuntabel. Dalam
manajemen perubahan, Kementerian Kesehatan telah membentuk AoC (Agen of
Change) yang diketuai oleh Pusat Analisis Determinan Kesehatan, yang telah
berkomitmen untuk melakukan Revolusi mental birokrasi sesuai dengan Nawa
Cita yang merupakan 9 Agenda Prioritas Kabinet Presiden Joko Widodo. Revolusi
mental bukan sekadar sebuah jargon, tetapi harus menjadi sebuah komitmen kuat
seluruh warga Kementerian Kesehatan. Revolusi mental sebagai perubahan
mendasar dalam cara berpikir dan cara merasa yang diterjemahkan dalam
perilaku dan tindakan nyata keseharian dalam kehidupan di berbagai aspek yaitu
perilaku politik, perilaku ekonomi, perilaku kesehatan, dan perilaku inteligensia
kesehatan, dan perilaku sosial kemasyarakatan yang pada akhirnya akan
memberikan efek positif terhadap masyarakat sebagai stakeholder utama Tim AoC
Kemenkes,
dengan sasaran utama revolusi mental yakni untuk mengubah
mindset dan culture set dari Road Map Reformasi Birokrasi ASN Kemenkes
dilayani menjadi melayani.
Inisiasi Revolusi Mental ASN Kemenkes dengan mengikuti prioritas nasional
Revolusi Mental aparatur adalah: 1. Pengembangan nilai-nilai untuk menegakkan
integritas; 2. Pembentukan agen perubahan yang dapat mendorong terjadinya
perubahan pola pikir dan menjadi role model bagi ASN pelaksana Pelayanan
Publik di Kemenkes dengan semboyan Cepat (No Dellai), Tepat (No Error),
Bersahabat (No Complaine) .
Perumusan dan penetapan kebijakan pengendalian kualitas diklat ; Penerapan
sistem promosi secara terbuka, kompetitif, dan berbasis kompetensi didukung
oleh makin efektifnya pengawasan oleh Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN);
Pusat Analisis Determinan Kesehatan
41
Penyusunan
dan penetapan pola karier pegawai ASN ; Pengukuran gap
competency antara pemangku jabatan dan syarat kompetensi jabatan; Penguatan
sistem dan kualitas pendidikan dan pelatihan untuk mendukung kinerja. Untuk
penguatan
pengawasan,
Kemenkes
menjadikan
program
penguatan
pengawasan menjadi salah satu program prioritas dalam RB 2015-2019. Program
ini dilakukan ini untuk meningkatkan penyelenggaraan pemerintahan yang bersih
dan bebas KKN dan dalam upaya mempertahankan opini WTP serta peningkatan
pelayanan publik di Kemenkes.
Pengaruh Negatif Dari Pertumbuhan Global
Pornografi sudah mewabah dengan berbagai fasilitas teknologi yang sangat
mudah untuk didapatkan seperti televisi, internet, gameonline, kontes – kontes
kecantikan bahkan dalam prosmosi beberapa produk tidaklah menarik kalau tidak
ada unsur pornografi. Berikut beberapa dampak pornografi bagi semua golongan
baik bagi anak muda maupun suami isteri dari beberapa pakar bidang kesehatan
.
Hasil penelitian menunjukan adanya asosiasi negatif dari konsumsi pronografi
pada bebarapa titik bagian otak (pre frontal cortex, gyrus insula, nucleus
accumbens putamen, cingulated dan cerebellum) yang mengakibatkan adanya
gangguan kognitif seseorang. Kajian neuroscience, membuktikan sebuah image
yang menggetarkan emosi, serupa gambar porno, memicu sebuah reaksi biokimia
yang kuat pada otak. Reaksi ini bersifat instan, kata Reismen, “namun
meninggalkan jejak ingatan permanen pada memori.'' Sekali saja cairan zat kimia
saraf tercipta, maka ia akan sulit bahkan tidak mungkin dihapus. ketika sebuah
image tertangkap mata meski image itu hanya melintas 3/10 detik dan tersambung
ke otak, maka secara alami otak akan mengalami perubahan struktural, lantas
merekamnya menjadi memori. pada setiap pengalaman visual Gambar porno
adalah image yang amat kuat. Ia meninggalkan ingatan yang kuat karena tekanan
hormon libido, dan berpotensi memicu ketagihan, Psikiater guru besar pada
Universitas Princeton, Jeffrey Satinover, MS MD mengatakan kemajuan
neuroscience mengantarkan manusia modern untuk mampu mengetahui bahwa
proses alami pada seseorang dengan kecanduan heroin sama persis dengan
orang kecanduan gambar porno. Yang berbeda cuma medianya, dan pecandu
pornografi berdampak buruk bagi kesehatan otak, karena adiksi mengakibatkan
Pusat Analisis Determinan Kesehatan
42
otak bagian tengah depan yang disebut VentralTegmental Area (VTA) secara fisik
mengecil, dan menimbulkan gangguan memori. Kondisi itu, tidak terjadi secara
cepat dalam waktu singkat namun melalui beberapa tahap yakni kecanduan yang
ditandai dengan tindakan impulsif, ekskalasi kecanduan, desensitisasi dan
akhirnya penurunan perilaku.
Dan kerusakan otak akibat kecanduan pornografi adalah yang paling berat, lebih
berat dari kecanduan kokain,
6 fatamorgana tentang pornografi yang terlanjur
tercipta secara tidak sengaja oleh otak kita sebagai berikut :
1. Pornografi membuat cara berpikir seseorang menjadi penuh dengan seks
semata. Pikiran seks akan menguasai alam bawah sadar mereka. Gambar
berbau seks akan melekat pada otak mereka, sehingga pada saat seseorang
memutuskan untuk berhenti melihat pornografi-pun, gambar-gambar yang
pernah ia lihat dimasa lalu akan bertahan sampai beberapa tahun bahkan
selama-lamanya.
2. Pornografi
menjadi
ajang
promosi
terhadap
praktik
seksual
yang
menyimpang. Contohnya, situs porno internet biasnya terhubung dengan situs
porno yang lebih progresif seperti homoseks, pornografi anak, seks dengan
hewan, perkosaan, seks dengan kekerasan dan lainnya.
3. Dalam banyak kasus, pornografi membuat seseorang kehilangan daya
kerjanya. Yang tadinya aktif dan kreatif bisa menjadi tidak fokus dalam
pekerjaan.
4. Melihat pornografi akan membuat seseorang menjadi sering berbohong.
Orang
yang
terikat
pornografi
akan
menyimpan
kebiasaannya
ini
sebagairahasia, sehingga dengan berbohong ia dapat menyembunyikan rasa
malunya dan menghindari kritik dari lingkungannya. Kemanapun ia pergi, ia
akan cenderung memakai ‘topeng’.
5. Pornografi akan membuat seseorang mempercayai semua kebohongan yang
ditawarkan oleh pornografi sendiri. Banyak orang yang mengabaikan dampak
pornografi, padahal efek negatifnya lebih besar daripada narkoba dalam hal
merusak otak. Tak hanya itu, pecandu pornografi juga lebih sulit dideteksi
ketimbang pacandu narkoba," ujar Dr Mark B. Kastlemaan, pakar adiksi
pornografi dari USA, dalam acara 'Seminar Eksekutif Penanggulangan Adiksi
Pornografi' di Hotel Grand Kemang, Jakarta, Senin (27/9/2010).
Pusat Analisis Determinan Kesehatan
43
Menurut Dr Mark, pornografi dapat menyebabkan kerusakan pada lima bagian
otak, terutama pada Pre Frontal Corteks (bagian otak yang tepat berada di
belakang dahi). Sedangkan kecanduan narkoba menyebabkan kerusakan
pada tiga bagian otak.
6.
Kerusakan bagian otak ini akan membuat prestasi akademik atau prestasi
kerja menurun, orang tidak bisa membuat perencanaan, mengendalikan
hawa nafsu dan emosi, mengambil keputusan dan berbagai peran eksekutif
otak sebagai pengendali impuls-impuls. Bagian inilah yang membedakan
manusia dengan binatang.
Pada pecandu pornografi,
otak akan merangsang produksi dopamin dan
endorfin, yaitu suatu bahan kimia otak yang membuat rasa senang dan merasa
lebih baik. Dalam kondisi normal, zat-zat ini akan sangat bermanfaat untuk
membuat orang sehat dan menjalankan hidup dengan lebih baik. Tapi dengan
pornografi, otak akan mengalami hyper stimulating (rangsangan yang
berlebihan), sehingga otak akan bekerja dengan sangat ekstrem kemudian
mengecil dan rusak.
BAB III
LINGKUNGAN STRATEGIS PUSAT ANALISIS DETERMINAN
KESEHATAN
A. PETA LINGKUNGAN STRATEGIS PADK
Permasalahan kesehatan di Indonesia tentu membutuhkan upaya-upaya untuk
melakukan rekonstruksi dalam pembangunan sistem kesehatan nasional dengan
tetap berpegang teguh pada nilai-nilai kebangsaan dan keindonesiaan.
Pusat Analisis Determinan Kesehatan
44
Untuk mewujudkan serta menunjang akselerasi pencapaian peran strategis
tersebut, diperlukan Sistem Kesehatan Nasional (SKN) yang merupakan pilar dari
sistem ketahanan nasional sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor
72 Tahun 2012 yang menjadi Peta jalan dalam mewujudkan masyarakat sehat
dengan derajat kesehatan setinggi-tingginya.
Namun, kondisi saat ini masih memperlihatkan kurangnya political will pemerintah
pusat maupun daerah dalam menjalankan kebijakan kesehatan sesuai yang
diamanahkan dalam UUD (hasil amendemen) Pasal 28H ayat (1).
Konstitusi menjamin hak warganya untuk sehat: ”Setiap orang berhak hidup
sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup
yang baik dan sehat, serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”. Sedangkan
pada Pasal 34 (angka 3) UUD 1945 dikatakan: ”Negara bertanggung jawab atas
penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang
layak”. Itu masih belum memenuhi harapan.
Kesehatan saat ini belum sepenuhnya dipandang sebagai unsur utama ketahanan
nasional. Kesehatan belum dianggap sebagai modal utama kelangsungan
pembangunan nasional. Cara pandang dan kepemimpinan yang masih memahami
kesehatan sebagai pengobatan saja (paradigma sakit) dan tanggung jawab sektor
kesehatan saja, bukan tanggung jawab semua sektor, tidak menempatkan
kesehatan sebagai mainstream pembangunan nasional.
Kesehatan hanya sebagai ”komoditas politik” dengan membawa konsekuensi
”memanfaatkan” sumber daya manusia bidang kesehatan sebagai komponen di
dalamnya salah satunya dokter.
Mewujudkan ketahanan nasional perlu konsepsi ketahanan nasional yaitu
konsepsi pengaturan dan penyelenggaraan keamanan dan kesejahteraan secara
seimbang, serasi, dan selaras, yang dilaksanakan melalui pembangunan nasional
dan pembangunan daerah sebagai bagian integral dari pembangunan nasional.
Dengan kata lain, pada saat kita menyelesaikan masalah keamanan harus ikut
dipikirkan masalah kesejahteraan, demikian pula sebaliknya. Termasuk di sini
kemampuan mengembangkan kekuatan nasional dalam pembangunan sektor
Pusat Analisis Determinan Kesehatan
45
kesehatan. Ketahanan sistem kesehatan sebuah negara secara tidak langsung
sangat dipengaruhi ketahanan sistem kesehatan di daerah. Indonesia sehat akan
tercapai bila terwujud provinsi sehat, provinsi sehat akan tercapai bila kabupaten/
kota sehat terwujud.
Pusat Analisis Determinan Kesehatan sebagai pusat Kebijakan Pembangunan
Kesehatan yang langsung bertanggungjawab kepada menteri melalui sekretaris
jenderal dalam menyusun arah kebijakannya perpedoman pada : RPJPN, PJPK,
RPJMN tahun 2015 – 2019 , RENSTRA Kemenkes tahun 2015 – 2019.
Keberhasilan implementasi kebijakan tersebut diatas, sangat bergantung pada
sinergi antar institusi dan unit unit terkait kementerian kesehatan dengan
organisasi non pemerintah, institusi swasta, masyarakat dan pelaku lain, baik pada
tataran nasional, provinsi, kab/kota dan semua pelaku yang bergerak dalam
pembangunan kesehatan.
Pusat Analisis Determinan Kesehatan membantu memberikan
Konsep yang
harus terjabarkan dalam kebijaksanaan dan strategi daerah yang sesuai situasi,
kondisi, dan konstelasi geografi masing-masing daerah, baik berupa peraturan
daerah (perda) maupun rencana strategi (renstra) daerah,
demi kelancaran
pembangunan kesehatan nasional dan seluruh aspek kehidupan yang terintegrasi,
yang disusun, direncanakan, dan diprogramkan sesuai politik dan strategi
nasional.
Persoalan kesehatan sendiri saat ini sebagai suatu faktor utama dan investasi
berharga yang pelaksanaannya didasarkan pada sebuah paradigma baru yang
biasa dikenal dengan paradigma sehat yakni paradigma kesehatan yang
mengutamakan upaya promotif dan preventif tanpa mengabaikan kuratif dan
rehabilitatif.
B. BAGAN FAKTOR PENGARUH ANALISIS KEBIJAKAN
Pusat Analisis Determinan Kesehatan
46
FAKTOR PENGARUH PADA PROSES
ANALISISKEBIJAKAN
Identifikasi
Isu
Kebijakan
•Global
•Nasional
•Politik
•Ekonomi
Formulasi
Kebijakan
Pelaksanaan
Kebijakan
•Kebijakan
Makro
•Kebijakan
Sektor Lain
•Stakeholder
•Kebijakan
Lokal
•Penetapan
Keputusan
•Budaya
•Kepemimpinan
•Teknologi
Kelanggengan
Kebijakan
•Kondisi Lokal
•Sosialisasi
•Organisasi/
Institusi
•Sumber Daya
•Kerangka
Legal
C. POSISI DETERMINAN KESEHATAN TERHADAP TUJUAN
PEMBANGUNAN KESEHATAN
Masalah kesehatan merupakan salah satu faktor yang berperan penting dalam
mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas. Melalui pembangunan di
bidang kesehatan diharapkan akan semakin meningkatkan tingkat kesehatan
masyarakat dan pelayanan kesehatan dapat dirasakan oleh semua lapisan
masyarakat secara memadai. Berhasilnya pembangunan kesehatan ditandai
dengan lingkungan yang kondusif, perilaku masyarakat yang proaktif untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah terjadinya penyakit,
pelayanan kesehatan yang berhasil dan berdaya guna tersebar merata di seluruh
wilayah Indonesia. Akan tetapi pada kenyataanya, pembangunan kesehatan di
Indonesia masih jauh dari yang diharapkan. Permasalahan-permasalahan
kesehatan masih banyak terjadi. Beberapa diantaranya adalah: penyakit seperti
DBD, flu burung, dan sebagainya yang semakin menyebar luas, kasus gizi buruk
yang semakin marak khususnya di wilayah Indonesia Timur, prioritas kesehatan
rendah, serta tingkat pencemaran lingkungan yang semakin tinggi.
Sebagian masyarakat berpendapat bahwa kebijakan pemerintah-lah yang salah,
sehingga masalah-masalah kesehatan di Indonesia seakan tak ada ujungnya,
padahal bagaimanapun juga, sebenarnya perilaku individu yang menjadi faktor
penentu dalam menentukan status kesehatan. Dengan kata lain, selain
Pusat Analisis Determinan Kesehatan
47
pemerintah masih banyak lagi faktor-faktor atau determinan yang mempengaruhi
status kesehatan masyarakat.
Kesehatan, sebagai sumber kehidupan sehari-hari, bukan sekedar tujuan hidup.
Kesehatan merupakan konsep positif yang menekankan pada sumber-sumber
sosial dan personal.
Sesuai dengan teori Blum, untuk memperbaiki kondisi
lingkungan yang buruk, dapat ditempuh dengan memperbaiki 4 aspek utama
determinan kesehatan, yaitu genetik, lingkungan, perilaku dan pelayanan
kesehatan.
Melihat kondisi kesehatan dan kesadaran masyarakat terhadap kesehatan, maka
perlu peran aktif semua pihak dalam mengatasi masalah kesehatan masyarakat.
Penyedia layanan kesehatan, masyarakat, pemerintah dan swasta
perlu
menjabarkan peta jalan pengembangan kesehatan masyarakat secara terpadu
dan berkelanjutan. Mengingat wilayah Indonesia sangat luas, dibutuhkan
kerjasama dalam merumuskan dan mengembangkan program kesehatan
masyarakat sesuai karakteristik daerah setempat sehingga tahap perubahan
menuju masyarakat sehat dalam pengelolaan kesehatan masyarakat menjadi
bagian kesadaran dan pengetahuan masyarakat dan pada akhirnya memiliki self
belonging bahwa kesehatan merupakan milik dan tanggung jawab bersama.
D. Ruang Lingkup PADK
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah
menyebutkan kesehatan merupakan salah satu urusan pemerintahan wajib
khususnya pelayanan dasar. Kewenangannya dibagi antara pemerintah pusat dan
pemerintah daerah provinsi/kabupaten/kota.
Walaupun kewenangan urusan
kesehatan dibagi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, negara tetap
bertanggung jawab, seperti yang termaktub dalam Pasal 28H, ayat (1): UUD 1945,
“Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan
mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta memperoleh pelayanan
kesehatan” dan UUD 1945 Pasal 34, ayat (3): “Negara bertanggung jawab atas
penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang
layak”, dalam hal ini penanggung jawabnya adalah Presiden cq Menteri
Kesehatan.
Pusat Analisis Determinan Kesehatan
48
Agar amanah dalam UUD 1945 dapat diwujudkan, kebijakan kesehatan yang
unggul mutlak dibutuhkan. Proses penyusunan kebijakan sendiri merupakan
rangkaian proses yang berkesinambungan, mulai dari identifikasi dan analisis
masalah, melakukan riset/penelitian, penyusunan draft, konsultasi, kemudian
dilakukan sosialiasi dan implementasi, serta dikendalikan melaluiproses review
dan evaluasi.
Dalam implementasinya penyusunan kebijakan di Kementerian Kesehatan
melibatkan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Unit Teknis
Penanggungjawab program dan kegiatan serta Sekretariat Jenderal dalam hal ini
bertindak dalam melakukan dukungan manajemen dalam penyusunan kebijakan.
Sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 64 tahun 2015 tentang Organisasi
Dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan penelitian dan pengembangan di
bidang kesehatan, serta menyelenggarakan fungsi:
a. penyusunan kebijakan teknis penelitian dan pengembangan di bidang
biomedik dan epidemiologi klinik, upaya kesehatan masyarakat, pelayanan
kesehatan, kefarmasian dan alat kesehatan, sumber daya manusia, dan
humaniora kesehatan;
b. pelaksanaan penelitian dan pengembangan kesehatan di bidang biomedik
dan epidemiologi klinik, upaya kesehatan masyarakat, pelayanan kesehatan,
Pusat Analisis Determinan Kesehatan
49
kefarmasian dan alat kesehatan, sumber daya manusia, dan humaniora
kesehatan;
c.
pemantauan, evaluasi, dan pelaporan penelitian dan pengembangan di bidang
biomedik dan epidemiologi klinik, upaya kesehatan masyarakat, pelayanan
kesehatan, kefarmasian dan alat kesehatan, sumber daya manusia, dan
humaniora kesehatan;
Berdasarkan
tugas
dan
fungsinya
tersebut,
Badan
Penelitian
dan
Pengembangan Kesehatan dalam kerangka penyusunan kebijakan berperan
dalam memberikan input berupa hasil – hasil penelitian pada tahapan analisis
situasi saat penyusunan kebijakan, bersama dengan unit utama untuk menyusun
kebijakan yang dibutuhkan dalam kerangka analysis for policy of health.
Sementara kebijakan-kebijakan yang telah dikeluarkan oleh Kementerian
Kesehatan memerlukan pengendalian, sehingga dapat cepat diambil langkah
intervensi agar kebijakan senantiasa berjalan dalam koridornya ditengah
perkembangan situasi dan kondisi nasional, regional serta global yang sangat
dinamis, berubah sangat cepat dan berdampak terhadap sektor kesehatan baik
langsung maupun tidak langsung. Hal inimemerlukan antisipasi yang tepat,
sehingga memerlukan analisis yang cepatdan akurat.
Pusat Analisis Determinan Kesehatan (PADK), unit dibawah koordinasi
Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan bersama dengan Unit Utama
penanggungjawab program, melibatkan Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan, berfungsi untuk merespon perkembangan dinamika yang berlangsung
secara cepat melalui suatu ex ante assesment dalam kerangka analysis of policy
of health. PADK sesuai dengan tugasnya adalah melaksanakan penyusunan
kebijakan, pelaksanaan, dan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di bidang
analisis faktor – faktor yang berpengaruh terhadap proses pembangunan
kesehatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Selanjutnya
PADK melaksanakan fungsi yaitu:
a. penyusunan kebijakan teknis di bidang analisis lingkungan strategis, analisis
perilaku, dan kesehatan inteligensia;
b. pelaksanaan di bidang analisis lingkungan strategis, analisis perilaku, dan
kesehatan inteligensia;
Pusat Analisis Determinan Kesehatan
50
c. pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di bidang analisis lingkungan strategis,
analisis perilaku, dan kesehatan inteligensia;
Sebagai gambaran konkret tahun 2016, melalui Rapat kerja Kesehatan Nasional,
PADK beserta dengan seluruh unit utama dan pemerintah daerah telah menyusun
Resolusi Rakerkesnas tahun 2016 dalam rangka mendorong percepatan
pelaksanaan desentralisasi pembangunan kesehatan tahun 2016 sebagai dasar
penyusunan kegiatan pembangunan kesehatan tahun 2017 sekaligus sebagai
perangkat
monitoring
dan
evaluasi
guna
menilai
proses
implementasi
desentralisasi kesehatan yang telah disesuaikan dengan pembagian kewenangan
pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten / kota. PADK bersama unit utama juga
melibatkan
Badan
Penelitian
dan
pengembangan
Kesehatan
telah
mengembangkan resolusi Rakerkesnas sebagai sebuah instrumen evaluasi dan
pengendalian pembangunan kesehatan sehingga dapat dipetakan besaran
kekuatan
dan
kelemahan
sistem
kesehatan
di
setiap
daerah
provinsi/kabupaten/kota sebagai dasar bagi intervensi implementasi desentralisasi
kesehatan. Dengan demikian dapat dihindari penerapan kebijakan yang bersifat
blanked policy. Dengan adanya identifikasi kekuatan dan kelemahan tersebut,
maka diharapkan kebijakan kesehatan ke depan dapat lebih memperhatikan
keberagaman karakteristik geografi, demografi, kapasitas fiskal, sumber daya, dan
kebutuhan dari masing – masing daerah. Untuk mencapai hal tersebut, makapada
tahun 2016 Pusat Analisis Determinan Kesehatan melaksanakan output kegiatan
yang terdiri dari:
1. Analisis Gambaran Desentralisasi Kesehatan di Indonesia
2. Jejaring Peningkatan Kebijakan Pembangunan Kesehatan (berupa analisis
masalah/issue determinan kesehatan yang mengemuka pada tahun 2016)
3. Analisis SDM Kesehatan di Daerah Terpencil, Perbatasan, dan Kepulauan
4. Analisis Dampak Pornografi terhadap Kualitas SDM
5. Analisis Dampak Peningkatan Harga terhadap Pelayanan Kesehatan di
Fasilitas Kesehatan Rujukan dikaitkan dengan Keberlangsungan Pelayanan
Kesehatan Berkualitas
6. Analisis Pembangunan Revolusi Mental Bidang Kesehatan
7. Penguatan Potensi Integritas Berbasis Fungsi Eksekutif Otak
8. Profil Pengembangan Kesehatan Inteligensia di Daerah
Pusat Analisis Determinan Kesehatan
51
9. Rancang Bangun Pengamatan/Penelitian Kesehatan Inteligensia di 7
Provinsi
10. Lokakarya Kebijakan Determinan Kesehatan
11. Forum Dialog Kebijakan Kesehatan
E. Visi Misi
Rencana Aksi Kegiatan Pusat Analisis Determinan Kesehatan mendukung visi dan
misi Presiden Republik Indonesia yaitu “Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat,
Mandiri dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong-royong”, dengan 7 misi
pembangunan yaitu:
1. Terwujudnya kemanan nasional yang mampu menjaga kedaulatan wilayah,
menopang kemandirian ekonomi dengan mengamankan sumber daya maritim
dan mencerminkan kepribadian Indonesia sebagai negara kepulauan.
2. Mewujudkan
masyarakat
maju,
berkesinambungan,
dan
demokratis
berlandaskan negara hukum.
3. Mewujudkan politik luar negeri bebas dan aktif serta memperkuat jati diri
sebagai negara maritim.
4. Mewujudkan kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju, dan sejahtera.
5. Mewujudkan bangsa yang berdaya saing.
6. Mewujudkan Indonesia menjadi negara maritim yang mandiri, maju, kuat, dan
berbasiskan kepentingan nasional.
7. Mewujudkan mayarakat yang berkepribadian dalam kebudayaan.
Agenda prioritas ada 9 (NAWA CITA), yaitu:
1. Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan
memberikan rasa aman pada seluruh warga negara.
2. Membuat
pemerintah
tidak
absen
dengan
membangun
tata
kelola
pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya.
3. Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan
desa dalam kerangka negara kesatuan.
Pusat Analisis Determinan Kesehatan
52
4. Menolak negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan
hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya.
5. Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia.
6. Meningkatkan produktifitas rakyat dan daya saing di pasar internasional
7. Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor
strategis ekonomi domestik.
8. Melakukan revolusi karakter bangsa
9. Memperteguh kebhinekaan dan memperkuat restorasi sosial Indonesia.
F. Nilai Kementerian Kesehatan
1. Pro Rakyat
Dalam
penyelenggaraan
Kesehatan
selalu
pembangunan
mendahulukan
kesehatan,
kepentingan
rakyat
Kementerian
dan
harus
menghasilkan yang terbaik untuk rakyat. Diperolehnya derajat kesehatan
yang setinggi-tingginya bagi setiap orang adalah salah satu hak asasi
manusia tanpa membedakan suku, golongan, agama dan status sosial
ekonomi.
2. Inklusif
Semua program pembangunan kesehatan harus melibatkan semua pihak,
karena pembangunan kesehatan tidak mungkin hanya dilaksanakan oleh
Kementerian Kesehatan saja. Dengan demikian, seluruh komponen
masyarakat harus berpartisipasi aktif, yang meliputi lintas sektor,
organisasi profesi, organisasi masyarakat pengusaha, masyarakat madani
dan masyarakat akar rumput.
3. Responsif
Program kesehatan harus sesuai dengan kebutuhan dan keinginan rakyat,
serta tanggap dalam mengatasi permasalahan di daerah, situasi kondisi
setempat, sosial budaya dan kondisi geografis. Faktor-faktor ini menjadi
dasar dalam mengatasi permasalahan kesehatan yang berbeda-beda,
sehingga diperlukan penangnganan yang berbeda pula.
4. Efektif
Program kesehatan harus mencapai hasil yang signifikan sesuai target
yang telah ditetapkan dan bersifat efisien.
Pusat Analisis Determinan Kesehatan
53
5. Bersih
Penyelenggaraan pembangunan kesehatan harus bebas dari korupsi,
kolusi dan nepotisme (KKN), transparan, dan akuntabel.
BAB IV
KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN KEGIATAN
A. KEBIJAKAN
Kebijakan Pusat Analisis Determinan Kesehatan didasarkan pada Kebijakan
Pusat Analisis Determinan Kesehatan
54
Kementerian Kesehatan yang tercantum dalam Renstra Kementerian Kesehatan
RI Tahun 2015-2019 yaitu :
1.
Peningkatan Analisis Determinan Kesehatan
2.
sasaran kegiatan ini adalah meningkatnya Analisis Determinan Kesehatan
3.
Indikator pencapaian Kegiatan tersebut adalah jumlah dokumen analisis
kebijakan pembangunan kesehatan yang ditindak lanjuti
Kebijakan Pembangunan Kesehatan Tahun 2015-2019 difokuskan pada
penguatan upaya kesehatan dasar (Primary Health Care) yang berkualitas
terutama melalui peningkatan :
1. Analisis Kebijakan dan Determinan terkait Politik Kesehatan
2. Analisis Kebijakan dan Determinan terkait Sosioekonomi Kesehatan
3. Analisis Kebijakan dan Determinan terkait Perilaku Kesehatan
4. Analisis Kebijakan dan Determinan terkait Inteligensia Kesehatan
B. STRATEGI
Untuk mencapai tujuan PADK melakukan analisis determinan dan analisis
kebijakan kesehatan. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu meningkatkan metode
dan proses analisis yang terstruktur berdasarkan data yang tersedia dan akurat,
masukan dari pakar/akademisi, lintas program dan lintas sektor. Perlu
meningkatkan kapasitas PADK untuk melakukan analisis detrminan dan analisis
kebijakan kesehatan serta menyediakan pengetahuan (tacid & eksplisit) guna
mendukung strategi 1 & 2
 Menguatkan metodologi, SDM, anggaran, pembangunan sarana prasarana,
pelatihan-pelatihan. Melaksanakan analisis, outsourcing, menghadirkan pakar,
pendampingan,
 Meningkatkan pengetahuan SDM
C. SASARAN KEGIATAN/ OUTPUT PADK
1. Tersedianya Policy Brief terkait politik kesehatan yang dibahas dalam
RATAS
2. Tersedianya Policy Brief terkait Sosioekonomi kesehatan yang dibahas
dalam RATAS
Pusat Analisis Determinan Kesehatan
55
3. Tersedianya Policy Brief terkait Perilaku kesehatan yang dibahas dalam
RATAS
4. Tersedianya Policy Brief terkait Inteligensia kesehatan yang dibahas dalam
RATAS
Adapun strategi pembangunan kesehatan tahun 2015-2019 meliputi 12 pokok
strategi berikut.
1.
Akselerasi Pemenuhan Akses Pelayanan Kesehatan Ibu, Anak, Remaja, dan
Lanjut Usia yang Berkualitas.
2.
Mempercepat Perbaikan Gizi Masyarakat.
3.
Meningkatkan Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.
4.
Meningkatkan Akses Pelayanan Kesehatan Dasar yang Berkualitas.
5
Meningkatkan Akses Pelayanan Kesehatan Rujukan yang Berkualitas.
6.
Meningkatakan Ketersediaan, Keterjangkauan, Pemerataan, dan Kualitas
Farmasi dan Alat Kesehatan.
7.
Meningkatkan Pengawasan Obat dan Makanan.
8.
Meningkatkan Ketersediaan, Penyebaran, dan Mutu Sumber Daya Manusia
Kesehatan.
9.
Meningakatkan Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat.
10. Menguatkan Manajemen, Penelitian dan Pengembangan, serta Sistem
Informasi Kesehatan.
11. Memantapkan Pelaksanaan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) Bidang
Kesehatan atau JKN
12. Mengembangkan dan Meningkatkan Efektivitas Pembiayaan Kesehatan.
D. PRIORITAS KEGIATAN
Penguatan:
Renstra,
RPJPK,
pelaksanaan
undang-undang
kesehatan,
international commitment
1.
Pengumpulan Data and information collection.
Pusat Analisis Determinan Kesehatan
56
2.
Membuat buku pedoman atau panduan tentang analisis kesehatan
3.
Mengidentifikasi, revieu, menganalisis
 Existing policies
 Target vs achievement
 Lack of policy
4.
Revieu hasil-hasil riset yang relevan untuk policy reform atau strengthening
5.
Kebijakan masa depan untuk penguatan atau pembaharuan (reform)
6.
Rapid response to policy maker needs. Mulai membiasakan mengirimkan
pandangan tentang burning issues
a) Meningkatkan kemampuan analisis. Training needs atau new recruitment
b) Memprioritaskan pada revieu
E. SASARAN KEBIJAKAN OUTPUT PADK
1. Policy Analysis
Kebijakan kesehatan, terdiri dari 3 kata yang mengandung arti dan dimensi yang
luas, yaitu : analisa atau analisis, kebijakan, dan kesehatan. Analisa atau analisis,
adalah penyelidikan terhadap suatu peristiwa (seperti karangan, perbuatan,
kejadian atau peristiwa) untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya, sebab
musabab atau duduk perkaranya (KBBI, 1991). Kebijakan adalah rangkaian dan
asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksaan suatu
pekerjaan kepemimpinan, pernyataan cita-cita, tujuan, prinsip, atau maksud
sebagai garis pedoman untuk manajemen/administrasi dalam usaha mencapai
sasaran
tertentu.
Kebijakan
berbeda
makna
dengan
kebijaksanaan.
Kebijaksanaan (KBBI, 1991), adalah kepandaian seseorang menggunakan akal
budinya (berdasar pengalaman dan pengetahuannya); atau kecakapan bertindak
apabila menghadapi kesulitan. Menurut UU RI No. 23 tahun 1992 tentang
kesehatan, kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang
memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi.
Pengertian ini cenderung tidak berbeda dengan yang dikembangkan oleh WHO,
yaitu: kesehatan adalah suatu keadaan yang sempurna yang mencakup fisik,
mental, kesejahteraan, dan bukan hanya terbebasnya dari penyakit atau
kecacatan.
Pusat Analisis Determinan Kesehatan
57
Pengertian kebijakan negara di atas mempunyai implikasi, yaitu: (a) kebijakan
negara bentuknya berupa penetapan tindakan pemerintah; (b) Kebijakan tidak
cukup hanya dinyatakan tetapi harus dilaksanakan dalam bentuk yang nyata;
(c)
Kebijakan negara baik dilaksanakan atau tidak, hal ini dilandasi dengan maksud
tujuan tertentu; (d) Kebijakan negara harus senantiasa ditujukan bagi kepentingan
seluruh masyarakat. Hal yang perlu ditegaskan adalah tugas administrator publik
bukan membuat kebijakan negara “atas nama” kepentingan publik, tetapi benarbenar bertujuan untuk mengatasi masalah dan memenuhi keinginan serta tuntutan
seluruh masyarakat.
Analisis kebijakan (PADK) Pusat Analisis Determinan Kesehatan, adalah
penggunaan berbagai metode analisis dari beragam ilmu pengetahuan untuk
menghasilkan dan memindahkan informasi yang relevan dengan kebijakan
sehingga dapat dimanfaatkan ditingkat politik dalam rangka memecahkan masalah
kebijakan publik, dalam bentuk rekomendasi (Dunn, 1988).
2. Polycy Draft
Penetapan kebijakan kesehatan memang rumit dan dinamis. Karena penetapan
kebijakan kesehatan meliputi serangkaian komponen, proses, alokasi sumber
daya, elit dan kekuasaan yang kesemuanya memiliki, peran masing masing.
Intervensi kekuasaan dan tarik menarik kepentingan politik sering terjadi dalam
proses Black Box of Policy Making Process sistem kebijakan. Dengan berbagai
karakteristik khasnya, politisasi kesehatan lazim terjadi sehingga kebijakan
kesehatan seringkali ditetapkan lebih berdasarkan aspek politis dibanding
aspek rasionalitas. Kesehatan seolah menjadi sebuah komoditas yang
diperjualbelikan. Tak hanya konteks politik, ekonomi, sosial budaya juga turut
memengaruhi. Menjadi penting karenanya untuk mengetahui bagaimana proses
pengembangan kebijakan berlangsung sebagai sebuah sistem dan siklus
kebijakan mulai dari formulasi hingga evaluasi.
Tidak dapat dipungkiri, statistika nasional terkadang belum terpaparkan secara
transparan, antara lain untuk menutupi disparitas dan kesenjangan yang terlalu
besar. Upaya untuk mengurangi disparitas memang membutuhkan penyelesaian
dengan pendekatan yang luas, dengan menyertakan bahasan faktor-faktor
penentu sosial untuk mengurangi ketidakadilan dalam kinerja program dan
dampak kesehatan melalui kerja nyata lintas sektor, partisipasi dan pemberdayaan
masyarakat. Dengan kata lain, diperlukan wawasan yang cukup perihal faktor-
Pusat Analisis Determinan Kesehatan
58
faktor atau lingkungan yang mempengaruhi kondisi kesehatan masyarakat dalam
suatu wilayah.
Untuk menganalisis isu yang terkait dengan determinan pemerataan dalam
program kesehatan masyarakat, Badan Kesehatan Internasional (WHO) telah
menyusun dan mengembangkan lima tingkat kerangka kerja. Lima tingkat
kerangka kerja tersebut menganalisis: "socioeconomic context and position,
differential exposure, differential vulnerability, differential health and outcomes,
differential consequences (Blas and Sivasankara Kurup, 2010).
Kebijakan kesehatan merujuk pada keputusan, rencana, dan tindakan yang
dilakukan untuk meningkatkan target pelayanan kesehatan yang spesifik. Sebuah
kebijakan yang jelas dapat mendefinisikan sebuah visi untuk masa depan untuk
mewujudkan pencapaian dan tujuan jangka pendek dan menengah. Kebijakan
kesehatan yang jelas pun memberikan arah pandang dan garis besar atas prioritas
dan peran yang diharapkan dari berbagai kelompok; selain membangun
konsensus serta memberikan kejelasan "informasi" bagi masyarakat.
Pusat Analisis Determinan Kesehatan
59
BAB V
KEGIATAN PUSAT ANALISIS DETERMINAN KESEHATAN
Dalam rangka pencapaian tujuan visi, misi, dan sasaran perlu dirumuskan
kebijakan operasional, dan kegiatan untuk pencapaiannya.Adapun kebijakan
operasional, dan kegiatan, sebagai berikut :
A. KEBIJAKAN OPERASIONAL :
Tahapan interpretasi.
Tahapan ini merupakan tahapan penjabaran sebuah
kebijakan yang bersifat abstrak dan sangat umum ke dalam kebijakan atau
tindakan yang lebih bersifat manajerial dan operasional. Kebijakan abstrak
biasanya tertuang dalam bentuk peraturan perundangan, bisa bebentuk perda
atau undang undang. Sedang kebijakan operasional berupa keputusan pejabat
berupa peraturan menteri atau kepala dinas terkait.
Tahapan pengorganisasian.
Tahap pertama adalah penentuan pelaksanaan
kebijakan (Policy implementor), yang setidaknya dapat diidentifikasikan sebagai :
Instansi pemerintah pusat/daerah, swasta, LSM atau komponen masyarakat.
Setelah pelaksana kebijakan ditetapkan maka penentuan kebijakan yang bersifat
pedoman/ petunjuk dan referensi bagi pelaksana dan sebagai pencegah terjadinya
kesalahpahaman saat para pelaksana tersebut menghadapi masalah. Prosedur
tetap tersebut terdiri atas prosedur operasi standar (SOP) atau standar pelayanan
minimal (SPM). Langkah berikutnya adalah penentuan besaran anggaran biaya
dan sumber pembiayaan (APBN/APBD) atau sekktor lain (Swasta/Masyarakat),
fasilitas yang diperlukan, langkah selanjutnya kebijakan disusun, jadwal
pelaksanaan, implementasi kebijakan, dituangkan dalam hitungan waktu sebagai
alat penentu efisensi
B. STRATEGI KEGIATAN
Untuk mencapai tujuan dan sasaran Pusat Analisis Determinan Kesehatan pada
tahun 2015-2019, ditempuh strategi sebagai berikut :
1.
Membentuk jejaring
2.
Knowledge Management
3.
Memastikan implementasi kebijakan yang efektif, efisien dan equal (policy
excalation)
Pusat Analisis Determinan Kesehatan
60
4.
Meningkatkan evaluasi, monitoring dan informasi;
C. KEGIATAN POKOK
Upaya pencapaian tujuan dan sasaran sesuai strategi Pusat Analisis
Determinan Kesehatan, pada tahun 2016 ini dilaksanakan kegiatan sebagai
berikut :
1. Melaksanakan kajian
2. Menyusun policy brief
3. Melakukan review
4. Menyusun pedoman
5. Capacity Building;
6. Membangun Knowledge Management System
D. INDIKATOR KEBERHASILAN
Evaluasi
kebijakan dalam perspektif
alur proses/siklus kebijakan publik,
menempati posisi terakhir setelah implementasi kebijakan, sehingga sudah
sewajarnya jika kebijakan publik yang telah dibuat dan dilaksanakan lalu di
evaluasi. Dari evaluasi akan diketahui keberhasilan atau kegagalan sebuah
kebijakan, sehingga secara normatif akan diperoleh rekondasi apakan kebijakan
dapat dilanjutkan; atau perlu perbaikan sebelum dilanjutkan, atau bahkan harus
dihentikan. Evaluasi juga menilai keterkaitan teori (kebijakan) dengan prakteknya
(implementasi) dalam bentuk dampak kebijakan, apakah dampak tersebut sesuai
dengan yang diperkirakan atau tidak. Dari hasil evaluasi pula, kita dapat menilai
apakah sebuah kebijakan/program memberikan manfaat atau tidak bagi
masyarakat yang dituju. Secara normatif fungsi evaluasi sangat dibutuhkan
sebagai bentuk pertanggung-jawaban publik, terlebih di masa masyarakat yang
makin kritis menilai kinerja pemerintah.
E. KEGIATAN DAN ALOKASI ANGGARAN 2016-2019
1.
Alokasi Anggaran tahun 2016
Rp.
27.758.578.000,- (Dua puluh
tujuh milyar tujuh ratus lima puluh delapan juta rupiah)
2.
Alokasi Anggaran tahun 2017 Rp.
16.552.268.000,- (Enam belas milyar
lima ratus lima puluh dua juta dua ratus enam puluh delapan ribu rupiah)
Pusat Analisis Determinan Kesehatan
61
3.
Alokasi Anggaran tahun 2018
Rp.
34.850.000.000,- (Tiga puluh
empat milyar delapan ratus lima puluh juta rupiah)
4.
Alokasi Anggaran tahun 2019 Rp.
38.34.000.000,- (Tiga puluh delapan
milyar tiga puluh empat juta rupiah)
Pusat Analisis Determinan Kesehatan
62
BAB VI
PENUTUP
Rencana Aksi dan Kegiatan Pusat Analisis Determinan Kesehatan Tahun 20162019 ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan dalam perencanaan,
pelaksanaan dan penilaian upaya analisis determinan kesehatan dalam Kurun
waktu empat tahun Kedepan.
Penyusunan Rencana Aksi Pusat Analisis Determinan Kesehatan ini dilakukan
sedemikian rupa sehingga hasil pencapaiannya dapat diukur dan dipergunakan
sebagai bahan penyusunan laporan kinerja tahunan Pusat Analisis Determinan
Kesehatan.
Rencana Aksi dan Kegiatan Pusat Pusat Analisis Determinan Kesehatan dapat
terlaksana dan mencapai tujuan organisasi apabila dilakukan dengan dedikasi
yang tinggi dan kerjasama segenap aparatur kesehatan baik di lingkungan Pusat
Pusat Analisis Determinan Kesehatan maupun di lintas program dan lintas sektor.
Dalam
rangka
penyempurnaan,
tidak
tertutup
kemungkinan
dilakukan
penyesuaian terhadap substansi dari Rencana Aksi Pusat Pusat Analisis
Determinan Kesehatan ini sesuai dengan perkembangan dan perubahan dinamis
yang terjadi, Jika dikemudian hari diperlukan adanya perubahan pada Rencana
Aksi dan Kegiatan Pusat Analisis Determinan Kesehatan Tahun 2016-2019, maka
akan dilakukan penyempurnaan sebagai mana mestinya.
Pusat Analisis Determinan Kesehatan
63
Download