3 HANTARAN ELEKTROLITIK. Pusat perhatian: Pengukuran hantaran suatu larutan elektrolit yang mengabaikan pengaruh antar-muka elektrolit-elektroda. Pengaruh konstribusi masing-masing ion dalam larutan terhadap hantaran larutan. Hubungan antar hantaran sebagai suatu sifat transport dengan proses difusi. Mempelajari membran dan “liquid junction potential” yang muncul akibat perbedaan kecepatan transport ion. 3.1 Hantaran (Conductivity) Pada suatu sistem yang dapat mengalirkan listrik (kawat atau larutan elektrolit) akan memiliki tahanan, (resistance, R) yang mengikuti Hk. Ohm R= . i Pada umumnya tahanan hanya bergantung pada temperatur dan jenis media dan tidak tergantung pada besarnya potensial dan arus yang diberikan, tahanan seperti ini disebut sebagai tahanan yang bersifat ohmic. Beberapa tahanan dalam elektrokimia bersifat non-ohmic, namun untuk kemudahan dalam pendekatan maka tahanan dalam suatu sistem elektrolit dianggap bersifat ohmic. Tahanan adalah suatu besaran yang bersifat ekstensif : karena tahanan merupakan fungsi dari ukuran (dan bentuk). Untuk sistem yang memiliki penampang yang seragam (uniform) dapat berlaku tahanan jenis, (resistivity, ) yang besarnya adalah =R A , dengan A adalah luas area, L adalah panjang, dan R adalah tahanan. L Tahanan jenis adalah suatu besaran yang bersifat intensif. 1 ) yang R merupakan kebalikan dari tahanan, dan juga hantaran jenis, (conductivity, ) yang merupakan kebalikan dari tahanan jenis. Pada sistem elektrolit lebih mudah bila digunakan pengertian hantaran (conductance, S S= Hantaran jenis di rumuskan sebagai 1 L = = RA Satuan yang digunakan: Tahanan : (ohm) Tahanan jenis : . m (3.1) Hantaran : S (siemens) Hantaran jenis : S.m-1 Bagaimana mengukur hantaran atau tahanan pada suatu larutan elektrolit, mengingat saat elektroda dicelupkan dalam larutan akan terdapat tahanan dan kapasitansi yang timbul pada antarmuka elektrodalarutan. Sehingga perlu diingat cara untuk mengukur tahanan suatu larutan tanpa melibatkan tahanan yang timbul akibat adanya tahanan dan kapasitansi dari lapis rangkap listrik. Untuk memudahkan evaluasi maka untuk suatu sel elektrokimia digunakan rangkaian ekivalen sel. (Cell equivalen circuits) Rangkaian ekivalen sel untuk sel elektrokimia. Dalam sistem “elektroda” vs “larutan elektrolit” selalu memberikan suatu potensial listrik. Lapisan rangkap listrik dari suatu sistem “elektroda” vs “larutan elektrolit” bersifat seperti suatu kapasitor listrik. Pada antar muka ”elektroda” vs ”larutan elektrolit” akan terjadi impendansi faradaic yang timbul akibat proses transpor massa terbatas (finite rate of mass transport) dan transfer elektron pada permukaan elektroda Dalam sistem rangkaian ekivalen sel, dilakukan pendekatan untuk memudahkan analisa. Pendekatan tersebut menyatakan bahwa suatu sistem sel listrik elektrolit dapat di wakilkan (direpresentasikan) dengan serangkaian sirkuit listrik yang merupakan rangkaian sejumlah kapasitor, induktor, resistor dan sumber listrik. Akibat adanya faktor-faktor tersebut diatas, maka sifat listrik dan kapasitif merupakan jumlah dari semua faktor tersebut diatas. Sehingga dapat digambarkan sebagai/seakan akan suatu rangkaian listrik yang dikenal sebagai rangkaian ekivalen sel yang dapat digambarkan seperti pada Gambar 3.1. Gambar 3.1. Rangkaian ekivalen sel suatu sistem elektrokimia. 1 dan 2 adalah beda potensial pada kedua sistem elektroda-larutan, E. C1 dan C2 adalah kapasitansi lapisan rangkap listrik pada kedua elektroda. ZF1 dan ZF2 adalah impendansi faradaic R adalah tahanan dari larutan. Tujuan utama adalah bagaimana mengukur R tanpa dipengaruhi oleh faktor-faktor yang lainnya ( 1 , 2 , C1, C2, ZF1, ZF2). Bila sebuah amperometer di hubungkan pada sel elektrokimia yang memiliki rangkaian ekivalen sel seperti pada Gambar 3.1. maka dari hukum Ohm besarnya tahanan adalah sebesar, R sel= 1− 2 i Dari Gambar 3.1, terlihat bahwa besarnya tahanan yang diukur dengan amperometer juga menyertakan besarnya impedansi faradaic, sehingga hasil pengukuran tidak sepenuhnya menggambarkan nilai R yang sesungguhnya. Impendansi faradaic bersifat nonohmic, yaitu besarnya tahanannya tidak tetap, tetapi merupakan fungsi dari potensial. Bila sejumlah arus di ambil dari sel, maka potensial sel tidak memiliki nilai kesetimbangannya, sehingga lebih menyulitkan perhitungan impedansi faradaic. Ini bisa diatasi dengan menggunakan elektroda yang identik dalam larutan yang homogen sehingga 1= 2 sehingga potensial sel keseluruhan adalah nol. Pendekatan lainnya dapat dilakukan dengan memberikan sumber potensial dari luar, tetapi elektrolisis akan merubah komposisi dari larutan sehingga akan dihadapi problem tahanan faradaic. Penyelesaian dilakukan dengan menggunakan arus bolak balik (ac) untuk pengukuran tahanan sel. Saat arus ac dilewatkan pada sistem dan bila pengukuran hanya dilakukan pada komponen ac maka 1 dan 2 dapat diabaikan. Besarnya impedansi dari kapasitor akibat adanya arus ac adalah 1/C dengan frekuensi sudut dari arus. Untuk suatu kapasitor sebesar 10 F dan frekuensi arus 1000 Hz, akan diperoleh impedansi dari kapasitor adalah sebesar 16 , karena tahanan faradaic bergantung pada potensial dc akan lebih besar dari impedansi lapisan rangkap kapasitor. Berdasarkan Gambar 3.1, jalur utama arus ac akan melalui kapasitansi dari lapisan rangkap listrik. Untuk suatu kapasitor berlaku C= C1C2 sehingga rangkaian ekivalen sel dapat di sederhanakan C 1C 2 menjadi rangkaian pada Gambar 3.2. Gambar 3.2. Rangkaian ekivalen sel untuk elektroda besar dalam arus ac Pengukuran tahanan larutan. Pengukuran tahanan Rx biasanya menggunakan jembatan Wheatstone (Lihat Gambar 3.3). Gambar 3.3. Rangkaian Wheatstone untuk pengukuran arus langsung Besarnya tahanan pada Rangkaian Wheatstone adalah R x =R s R1 R2 Untuk pengukutan tahanan suatu larutan, Rangkaian Wheatstone dimodifikasi menjadi seperti pada Gambar 3.4 Gambar 3.4. Rangkaian Wheatstone untuk pengukuran tahanan dan kapasitansi sel elektrokimia yang menggunakan arus ac. Baterai diganti dengan “osilator frekuensi audio” yang biasanya beroperasi pada 1000 Hz dan galvanometer diganti oleh detektor a.c (misal osiloskop atau speaker). Jembatan garam dipasang sebuah capasitor Cs yang dapat diatur, sehingga kapasitif dan resistif dari tahanan dapat diselaraskan/balanced. Sangat penting untuk dapat dibuat elektroda yang relatif besar agar lapis ganda kapasitansi, ( doublelayer capasitance) memiliki nilai yang besar juga. Agar proses pada elektroda tidak diganggu dengan pengukuran konduktansi maka digunakan elektroda yang inert misalnya platina. Dengan merujuk pada persamaan 3.1, terlihat bahwa konduktifitas tidak hanya tergantung pada tahanan yang terukur tetapi juga merupakan fungsi jarak antar elektroda juga luas permukaan elektroda. Karena faktor geometri ini sulit untuk ditentukan, lebih umum sel konduktansi di kalibrasi terlebih dahulu dengan menggunakan suatu larutan yang diketahui konduktansinya. Dengan cara ini geometri dari elektroda tidak perlu diukur tapi konstanta sel dapat di ketahui, L/A. Hantaran Molar (Molar Conductivity). Teknik pengukuran hantaran dari larutan di kembangkan oleh Erman. Ditemukan bahwa besar arus yang lewat pada suatu jalur dalam sel elektrokimia akan bertambah besar dengan besarnya konsentrasi dari larutan ion tersebut. Gambar 3.5. Dua jenis sel hantaran. (a) Sel dengan elektroda yang dengan jarak yang tertentu (b) Sel yang dapat di celupkan dalam larutan yang disimpan pada suatu gelas kimia. Digunakan hantaran molar untuk mengakomodasi faktor diatas. hantaran molar adalah = /C C adalah konsentrasi dalam mol m-3, sedangkan satuan dari adalah S m2mol-1. Hantaran molar merupakan fungsi dari: konsentrasi, jenis elektrolit. Variasi dari besarnya hantaran sangat terlihat jelas pada konsentrasi yang sangat rendah untuk larutan elektrolit yang berbeda. Gambar 3.6. Hantaran molar berbagai jenis garam pada suhu 298 K vs akar dari konsentrasi. Garis putus putus menggambarkan ektrapolasi ke arah pengenceran tak hingga. (3.2) Kohlrausch memberikan hubungan antara hantaran molar pada pengenceran tak hingga dengan konsentrasi. = 0−s C (3.3) 0 = hantaran molar pada pengenceran tak hingga. Hantaran ion Pada larutan sangat encer, perilaku larutan adalah mendekati ideal. Pada keadaan encer ini hantaran molar adalah jumlah hantaran dari ion-ion yang terdapat pada elektrolit tersebut. Jika 1 mol garam menghasilkan + mol kation dengan besar hantaran molar 0+ dan - mol anion dengan besar hantaran molar 0- , maka berlaku: 0 0 0 = + + - - (3.4) Karena tidak mungkin dapat dihitung hantaran molar masing-masing ion, hubungan matematika diatas dapat digunakan untuk menghitung selisih hantaran suatu jenis ion dengan mencari selisih hantaran molar dari ion yang kation/anionnya sama. misal: 0 KCl −0 NaCl=149.8−125.4×10 -4 Sm2 mol -1 0 K + − 0 Na+ =24.4×10-4 Sm 2 mol -1 Bila dibandingkan antara KI dengan NaI. 23.8 x 10-4 Sm2mol-1. KBrO3 dengan NaBrO3 perbedaanya adalah 23.3 x 10-4 Sm2mol-1. Bilangan transport(Transference Number) Saat arus melewati larutan elektrolit, arus tersebut dibawa oleh kation yang bergerak ke katoda dan sebagian lagi oleh anion yang bergerak ke anoda. Bilangan transport adalah fraksi dari total arus yang dibawa oleh ion positif dan negatif. t + = + + / t -= - - / dan karena + + - - = maka bilangan transpor haruslah bernilai 1, t + t -=1 Salah satu metoda untuk mencari bilangan transpor adalah dengan menggunakan sel Hittrof . (3.5) Gambar 3.7. Sel Hittorf untuk penentuan bilangan transpor. Cara pengukuran menurut metoda Hittorf. Arus listrik di alirkan pada sel yang di konfigurasi seperti yang terlihat pada Gambar 3.7. Pada kolom paling kiri dan kanan diisikan dengan elektrolit yang ingin di cari bilangan transpornya. Misalnya bila diinginkan mencari bilangan tranport larutan AgNO3 maka sebagai elektroda digunakan adalah logam Ag. Pada katoda ion Ag+ akan mengendap saat arus dialirkan dan saat bersamaan pada anoda ion Ag+ pergi ke larutan. Seandainya digunakan muatan sebesar 1 Faraday dilewatkan pada sistem sel Hittorf, maka banyaknya arus di dalam sistem ruah dari larutan setara akan dibawa oleh ion Ag+ dan NO3- setara dengan fraksi t+ dan t-. Dapat diambil kesimpulan bahwa sebanyak t+ mol Ag+ akan pergi dari kolom anoda menuju ke kolom yang berada di tengah, dan juga jumlah yang sama akan pindah dari kolom tengah menuju kolom katoda. Disisi lainnya, sebanyak t- mol NO3- akan bermigrasi dari kolom menuju ke kolom anoda. Sehingga kolom anoda akan kehilangan t+ mol Ag+ akibat transfer tetapi medapat sejumlah 1 mol Ag+ akibat proses pelarutan dari elektroda anoda yang akan memberikan jumlah total sebesar 1−t - mol . Akan terjadi peningkatan jumlah NO3- sebesar t -=1−t + . Pada kolom katoda akan terjadi pengurangan jumlah Ag+ dan NO3-. Bila setiap larutan dalam setiap kolom dianalisa setelah dilakukan pengaliran arus, maka jumlah mol Ag+ yang bertambah di kolom anoda dan jumlah mol Ag+ yang berkurang di katoda dapat dihitung. Sehingga bilangan transpor dapat dihitung. Mobilitas Ionik (Ionic Mobility) Cara lain untuk menghitung/menentukan keaktifan ion adalah dengan menggunakan mobilitas ion, yang didefinisikan sebagai kecepatan untuk setiap satuan kekuatan medan listrik, u i= ∣v i∣ ∣E∣ (3.6) Diketahui dari Hk. Ohm i= . Jika beda potensial suatu sel yang berjarak L adalah , maka R kekuatan medan adalah, E=− L dengan modifikasi persamaan hantaran jenis = R= L akan diperoleh RA L A sehingga i=− A E (3.7) Pada sebuah sistem dengan larutan elektrolit sebesar 1 m3 memiliki sebanyak Ci mol ion yang membawa muatan sebesar ziF coloumb mol-1 dan bergerak dengan kecepatan vi. Maka sumbangannya tersebut terhadap kerapatan arus adalah, i =C i z i F v i A i (3.8) dengan menggabungkan Persamaan (3.7) dengan persamaan (3.8) akan diperoleh. v i =− i E C i zi F atau dengan Persamaan (3.6), u i=− i C i∣z i∣ F Pada akhirnya bila di kombinasikan dengan persamaan (3.2) , = u i=− i ∣z i∣F , (hantaran molar) akan diperoleh, C (3.9) Koefisien Friksi Jika ion suatu elektrolit bergerak dalam larutan, ion tersebut akan mengalami gaya tarikan viskositas yang sebanding dengan kecepatan ion, F i=− f i v i Dengan fi : koefisien friksi. Dalam suatu keadaan yang setimbang, ion akan bergerak dengan kecepatan yang tetap sedemikian rupa sehingga gaya tarikan viskositas saling menghilangkan terhadap gaya dorong listrik, zieE, sehingga, F i=z i e E− f i v i=0 atau u i= ∣v i∣ ∣z i∣e = ∣E∣ f i (3.10) dengan menggunakan persamaan 3.9 diperoleh, i= z i2 F e fi (3.11) Catatan: Gerak ion dalam larutan akhirnya dapat digambarkan dengan 3 jenis metoda: konduktifitas ion molar, mobilitas ion, dan koefisien friksi. Jari-jari Hukum Stokes. Pendekatan lain untuk menggambarkan laju suatu ion yang bergerak dalam larutan. Cara ini dilakukan dengan menggunakan Hukum Stokes, yaitu membayangkan bahwa suatu ion merupakan sebuah bola pejal yang memiliki jari jari sebesar ri, koefisien friksi menurut Stokes adalah, f i=6 r i (3.12) subtitusi kedalam Persamaan 3.10, dan dengan menggantikan e=F / N A akan didapat. r i= ∣z i∣F 6 N A u i (3.13) Ion yang bergerak dengan lebih cepat akan memiliki jari-jari Stokes yang kecil, dan yang bergerak lambat akan memiliki jari-jari yang besar. Namun hukum Stokes tidak akurat untuk ion-ion yang kecil, setidaknya Hukum Stokes dapat memberikan gambaran kasar tentang ukuran ion efektif saat bergerrak dalam larutan. Tabel 3.1 Memberikan perbandingan antara jari-jari Stokes yang diperoleh dengan cara perhitungan dengan ukuran dari jari jari ion kristalnya. Pengamatan terhadap ion alkali menunjukkan bahwa jari jari kristal bertambah Li< Na<K, tetapi jarijari stokes bertambah kecil, hal ini hanya dapat terjadi bila litium sangat terpolarisasi sehingga terikat kuat pada molekul pelarutnya, sehingga saat ion tersebut bergerak molekul-molekul pelarut ikut bergerak, yang mengakibarkan “ukuran ionnya bertambah besar”. Pada deret F-, Cl-, Br- dan I-, ternyata memiliki jari jari stokesnya yang relatif sama, walau ukuran ionnya bertambah besar. Hal ini juga ikut konsisten dengan “ukuran ion yang semakin besar dan semakin kurang terpolarisasi akan megnikat lebih sedikit molekul pelarut sehingga lebih sedikit molekul pelarut yang terikat dan bergerak sebagai suatu kesatuan. Ion-ion isoelektronik dari Na+ , Mg2+, Al3+ juga memperlihatkan bahwa kation akan lebih tersolvasi yang membuat ukuran jari-jari stokesnya bertambah. Bagaimana dengan Ion OH- vs F-.? Tabel 3.1.`Stokes Law dan Jari-jari Kristal untuk beberapa ion Perlakuan teoritis dari hantaran Kohlrausch menemukan bahwa hantaran adalah berbanding dengan akar dari konsentrasi. Ini menarik perhatian beberapa teoritis seperto Onsager yang menurunkan Huku pembatas hantaran (conductance limiting law). Hasil penyelesaian Onsanger adalah 2 0 ∣z 1 z 2∣F ∣z ∣∣z 2∣ F q = − − 1 12 0 x A R T N A 1 q 6 N A x A 0 2 (3.14) Dengan xA adalah tebal lapisan atmosfir ion, dan viskositas pelarut, z1 dan z2 adalah muatan ion positif dan ion negatif dan q= z1 z 2 z 1 −z 2 z 2 t 1− z 1 t 2 dengan t1 dan t2 adalah bilangan transference. Bila z1 dan z2 (untuk elektrolit 1:1 atau 2:2), q= ½ dan akan tidak tergantung pada bilangan transferencenya. Ungkapan pertama pada hukum pembatas Onsager muncul dari efek relaksasi atmosfir ion. Saat suatu ion tertarik pada medan listrik, ion tersebut juga akan dipengaruhi gaya berlawanan yang muncul akibat ion atmosfirnya yang akan cenderung menghambat gerak ion tersebut dan akan menurunkan daya hantar ion tersebut. Pengaruhnya bertambah besar dengan bertambahnya kerapatan ion dalam atmosfirnya. Ungkapan kedua timbul dari efek elektroforetik. Saat ion bergerak dalam larutan , maka ia akan cenderung 'membawa' atmosfir ion bersamanya yang akan mengakibatkan gaya 'viscous drag' yang berlawanan dengan arah gerak dari ion tersebut. Hukum ini hanya berlaku pada konsentrasi yang sangat rendah dibawah 0.001 M. 3.2 Aplikasi Hantaran Pengukuran Konstanta Disosiasi Pengukuran hantaran memainkan peranan yang sangat penting dalam penggolongan asam, basa, dan garamnya yaitu sebagai elektrolit kuat dan lemah. Pada elektrolit kuat terdapat hubungan yang linear antara terhadap C , dilain pihak pada konsentrasi yang moderat elektrolit yang lemah memiliki hantaran yang kecil dan meningkat dengan berkurangnya konsentrasi elektrolit tersebut. Menurut Arrhenius, konstanta disosiasi bagi elektrolit lemah adalah rasio hantaran molar vs hantaran molar pada pengenceran tak hingga. = 0 (3.14) Misal untuk: HOAcH 2 O ⇔ H 3 O+ OA harga konstantanya kesetimbangan diberikan oleh: K a= [ H 3 O + ] [ OAc- ] [ HOAc ] Konsentrasi masing-masing spesi dapat diperoleh dari: [ H 3 O + ]=[ OAc- ]= C [ HOAc ]=1−C dengan memasukkan dalam konstanta kesetimbangan maka diperoleh; K a= 2 C 1− C dalam mol L-1, dan dengan memasukkan dalam persamaan 3.14 diperoleh /02 C K a= 1−/0 (3.15) Persamaan diatas dikenal sebagai hukum pengenceran Ostwald dan dapat disusun ulang menjadi, C =K a 0 2 1/−K a 0 Bila dibuat grafik aluran C vs. 1/ akan memberikan garis lurus dengan kemiringan dan intersept memberikan harga hantaran molar pada pengenceran tak hingga dan konstanta kesetimbangan. Penentuan Jenis Muatan Elektrolit Bila suatu senyawa kimia baru yang bersifat elektrolit ditemukan, adalah penting untuk mengetahui besar muatan yang dibawa oleh ion positif dan negatifnya. Hal ini dapat menjadi salah satu metoda karakterisasi untuk senyawa kimia tersebut. Jika konduktifitas molar pada berbagai konsentrasi dapat dicari, maka dapat aluran dari terhadap C dapat dibuat. Dari plot tersebut akan di dapat harga 0 , dan harga hantaran untuk berbagai jenis larutan elektrolit akan berada pada rentang daerah tertentu. Titrasi Konduktometri Adalah salah satu teknik elektroanalitik yang umum digunakan. Sebagai contoh pada titrasi HCl dengan NaOH. Pada awal hantaran dari HCl dikarenakan oleh adanya ion H3O+ dan Cl-. Saat titrasi mulai dilakukan peran H3O+ di gantikan oleh Na+, dan karena hantaran molar ion Na+ lebih kecil dari H3O+ maka hantaran larutan berkurang. Gambar 3.8. Titrasi konduktometri HCl oleh NaOH. Setelah melewati titik akhir ekivalen, NaOH berlebih mulai terbentuk dalam larutan, karena hantaran molar ion OH- sangat besar, maka hantaran dari larutan kembali meningkat. 3.3 Difusi Hantaran listrik termasuk dalam sifat fisik yang tergolong pada sifat transport. Sifat transport lainnya adalah : hantaran termal, transport panas yang muncul karena perbedaan temperatur. viskositas, transport momentum karena pengaruh perbedaan kecepatan.difusi, transport materi karena adanya perbedaan potensial listrik atau perbedaan konsentrasi. Hukum difusi Fick. Gerak suatu molekul/ion dalam larutan yang tidak mengalami gaya listrik atau gaya gravitasi hanya merupakan gerak acak termal saja. Seandainya pada selang waktu t sebuah partikel berpindah sejauh x dalam arah sumbu x. Penempatan rata-rata, 〈 x 〉 , adalah sama dengan nol karena molekul mungkin bergerak ke arah x positif maupun negatif, tetapi jika penempatan di kuadratkan dahulu baru dirata-ratakan, 〈 x 2 〉 , akan tidak bernilai nol. Perhatikan larutan yang memiliki gradien konsentrasi pada arah sumbu x, dan kita memperhatikan daerah yang kecil dengan cross-section yang memiliki luas A dan panjang 2 x . Volume ini dibagi dua, seperti pada Gambar 7. Asumsi bahwa konsentrasi rata-rata volum sebelah kiri adalah N1 dan sebelah kanan adalah N2, maka jumlah partikel di masing-masing bagian adalah N 1 A x dan N 2 x . Gambar 3.9. Model deskripsi dari difusi. Jika pada selang waktu t rata-rata setengah dari partikel bergerak ke kiri, dan setengahnya lagi bergerak ke kanan, maka jumlah partikel yang melintasi bidang pembagi dari kiri ke kanan adalah 1/2 N 1 A x dan yang melintasi dari kanan ke kiri adalah 1/ 2 N 2 A x , maka jumlah total partikel yang melewati bidang pembatas (dari kiri ke kanan) adalah 1/2 N 1−N 2 A x , dan dengan membagi dalam selang waktu memberikan laju perpindahan rata-rata, Laju= N 1−N 2 A x 2 t Berdasarkan asumsi bahwa gradien konsentrasi adalah linear, maka gradien konsentrasi dapat dinyatakan dalam, (3.16) N 1−N 2= −∂ N x ∂x Dengan memasukkan dalam persamaan 3.16 diperoleh Laju= −A x 2 ∂ N 2t ∂x (3.17) Persamaan 3.17 menggambarkan jumlah partikel yang melewati bidang referens yang memiliki luas A persatuan waktu. Jika dibagi dengan A dan bilangan Avogadro maka akan diperoleh flux J dalam mol persatuan luas cross section per satuan waktu. J =−D ∂C ∂x 3.18 dengan D sebagai koefisien difusi yang diberikan oleh, x2 D= 2t 3.19 Hukum Empiris Kedua Fick. Pada volum yang sangat kecil dari suatu area dengan ketebalan dx . Flux arus yang masuk volume ∂J dx . Perbedaan antar flux masuk ∂x dan flux keluar adalah jumlah bertambahnya partikel dalam volume tersebut persatuan waktu. Dengan adalah J x , dan flux yang keluar adalah J xdx= J x membagi volum ini dengan dx , akan dapat dihitung waktu perubahan konsentrasi, ∂ C J ( x ) J ( x −dx ) = dt dx J+ ∂x = − ∂c . ∂t ∂ Diferensiasi dari Pers. 3.18 akan memberikan 2 ∂J C ∂ = −D 2 ∂x dx Sehingga, 2 ∂C C = −D 2 ∂t dx ∂ (3.21) Persamaan 3.21 disebut sebagai Hukum Kedua Fick. Persamaan 3.21 ini merupakan persamaan diferensial orde 2, dan persamaan ini dapat diselesaikan dengan memperhitungkan berbagai faktor batas yang diterapkan. Persamaan dengan memperhatikan faktor konsentrasi sebagai fungsi jarak dan waktu menjadi: ∂ C ( x, t ) = −D ∂t C ( x ,t ) ∂ dx 2 2 Dengan menggunakan transformasi Laplace untuk (A.1) C ( x, t ) sebagai fungsi s ( x, s ) maka diperoleh ∂ 2 c ( x, s ) s ( x, s ) − C ( x ,0) D = 2 ∂x 1 x C ( x, t ) = C0 1 erf − 2 2 Dt (A.2) (A.3) Perhatikan bila suatu larutan di satukan dengan suatu pelarut murni sehingga keadaan awal menjadi C = C * untuk x < 0 , dan C = 0 untuk x > 0 . Pada keadaan ini maka kondisi untuk batas menjadi ∞ C → 0 bila x → + penyelesaian ∞ dibagi pada 2 daerah yaitu C → C * bila x → − dan − ∞ x< 0 dan < 0 < x < +dengan ∞ persayaratan bahwa C ( x, t ) dan J ( x, t ) adalah kontinu pada x = 0 , sehingga untuk x > 0 diperoleh ∂ 2 c ( x, s ) (A.4) D − s c (x , s ) 0 = 2 ∂x Penyelesaian umum untuk persamaan diatas adalah c( x, s ) = A(s )exp ( s / Dx− ) B (s )exp ( s+ / Dx Dengan nilai A dan B ditentukan dari kondisi batas. Salah satu kondisi batas yang memerlukan bahwa x ( x, s ) → menjadi = 0. Untuk x < 0 persamaan A.2 menjadi ∂ 2 x ( x, s ) * D − s c '( x , s ) C ∂ x2 +0 0 = A '(s+ )exp ( s / Dx ) + bila x→ (A.5) ∞sehingga nilai B (A.6) Penyelesaian umum untuk persamaan ini adalah c '( x, s ) = C * / s ) B− '(s )exp ( s / Dx+ ) (A.7) c '( x, s ) → C * / s bilai x → ∞sehingga A’(s)=0. Bila C (0, t ) = C ' (0, t ) , maka c (0, s ) = c '(0, s ) (ini merupakan syarat kontinuitas), sehingga Kondisi batas mensyaratkan bahwa diperoleh c(0, s ) = A(s ) c '(0, s ) = C * / s B '(s+ ) Akhirnya A( s ) − B '(s ) C * /= s Fluks aliran yang setara terdapat pada ∂ c(0, s ) c '(0, s∂) = ∂x x ∂ x = 0 yang berarti bahwa Dengan diferensiasi persamaan A.7 dan dengan memberi nilai − s / D A( s ) Sehingga s / DB= '(s ) x = 0 akan diperoleh + A( s ) = −B '(s ) C * / 2= s Maka persamaan A.7 menjadi C* c ( x, s ) = exp 2s C* − exp 2s C* c '( x, s ) = s x s x− D s x D > 0 x − < 0 Dengan melakukan transformasi inversnya maka di dapat C* x C ( x, t ) = 1 erf − 2 2 Dt C '( x, t ) = C x 0 C* x − 1 erf − 2 2 Dt * > x 0 Kedua fungsi terakhir adalah fungsi ganjil dari argumen nya yaitu kedua fungsi tersebut adalah fungsi yang identik yaitu C* x C ( x, t ) = 1 erf − 2 2 Dt erf adalah fungsi ketidak telitian yang besarnya adalah erf (ψ ) = 2 π ∫ ψ 0 2 e − u du < erf (− ψ ) =erf −( ) , sehingga ψ Hubungan antara Difusi dan Mobilitas. Proses Difusi dapat dianggap sebagai gerakan partikel dalam larutan yang di akibatkan karena adanya gradient konsentrasi. Kecepatan difusi sebanding dengan potensial gradien, νi= − 1 ∂µi fi N A ∂ x (3.25) Dengan vi adalah kecepatan partikel i, fi adalah koefisian friksi partikel i NA adalah bilangan Avogadro. Bila partikel adalah berupa ion, maka potensial kimia tidak hanya bergantung pada keaktifan, tetapi juga bergantung pada potensial listriknya sehingga,] µi = 0 i µ RT + ln ai (3.26) + zi F Φ Diferensiasi 3.26 dan kemudian di substitusi ke (3.25) akan memberikan Persamaan Nernst-Planck. d ln ai 1 vi = − kT fi dx zi e dΦ dx + (3.27) Batasan 1: Keaktifan adalah seragam/uniform, tetapi potensial tidak, sehingga persamaan 3.27 menjadi, ze vi = + i E fi karena E = −d / Φ dx , dan dengan membagi persamaan 3.27 dengan E, akan didapat v zi e (3.28) ui = i = E fi Batasan 2: Harga potensial elektrik dianggap tetap sehingga Pers 3.27 hanya mengandung suku pertama saja. Jika konsentrasi dari spesi I adalah Ci dan rata-rata kecepatan adalah vi maka flux dari J i adalah Ci vi atau C kT d ln ai Ji = − i fi dx ai = Ci γ i maka, d ln γ i kT d ln Ci J i = − Ci Ci +(3.29) fi dx dx Berhubung keaktifan dapat di tulis Bila diasumsikan bahwa koefisien keaktifan tidak tergantung pada x (karena larutan sangat encer/ideal) maka suku kedua dapat dihilangkan dan Pers. 3.29 menjadi, kT dCi Ji = − fi dx yang merupakan hukum 1 Fick dengan Di = kT fi (3.30) Karena koefisien friksi ada dalam kedua persamaan (3.29) dan (3.30) maka hubungan antara koefisien difusi dengan mobilitas elektrik adalah, Di = kT ui zi e RT =ui zi F (3.31) Persamaan 3.31 sering disebut sebagai Hubungan Einstein. Dengan menggabungkan Pers 3.9 dan 3.31 maka akan didapat hubungan antara koefisien difusi dan hantaran ion, Di = kT zi2e2 i Λ (3.32) Akhirnya terdapat tiga buah alat ukur untuk menentukan properti dari transport ion dalam suatu larutan, yaitu hantaran molar Λ , mobilitas ion u dan koefisien difusi D. Ion Konduktifitas Mobilitas Koef Difusi Na+ 50 x 10-4 5.2 x 10-8 13.4 x 10-10 Mg2+ 106 x 10-4 5.5 x 10-8 7.1 x 10-10 Al+3 189 x 10-4 6.5 x 10-8 5.6 x 10-10 Data pada tabel menunjukkan: Konduktifitas meningkat seiring dengan bertambahnya muatan. Difusi berkurang seiring dengan bertambahnya muatan, Mobilitas tidak tergantung pada muatan. Hal ini menunjukkan bahwa bila muatan bertambah maka besarnya lapisan solvasi ikut bertambah. Koefisien Difusi tidak bergantung pada muatan karena pengaruh solvasi di imbangi dengan pengaruh muatan dari ionnya. Konduktifitas adakah ukuran untuk kecepatan ion dalam medan listrik dan juga bergantung pada muatan yang dibawanya. >>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>> 3.4 Fenomena Elektrokinetik dan sistem koloid Sistem koloid dibentuk dari suspensi fasa terdispersi dalam suatu sistem pendispersi, dalam sistem ini kedua fasa tidak terpisah. Koloid yang umum adalah suatu padatan yang tersuspensi dalam suatu cairan, dan ukuran partikel padatan memiliki diameter antar 10-7 – 10-5 cm. Partikel padat tersuspensi ini bermuatan yang akan menimbulkan tolakkan antara partikel tersuspensi sehingga membuat koloid menjadi lebih stabil. Karena partikel bermuatan, maka akan terbentuk daerah antarmuka listrik yang memiliki karakteristik seperti suatu elektroda logam. • Hal ini akan memberikan kestabilan terhadap sistem koloid. Keadaan ini memungkinkan dibuatnya partikel koloid padat dalam cair sebagai suatu elektroda untuk proses elektrolisis. Kelebihan sistem ini adalah luas permukaan elektroda yang sangat besar, dan setiap partikel dapat bertindak sebagai anoda maupun katoda pada saat yang bersamaan. Karena partikel dalam koloid bermuatan, maka akan terbentuk suatu lapisan antarmuka. Banyak sifat pada lapisan antarmuka partikel koloid ini yang sama dengan lapisan antarmuka elektroda padat. Karenanya studi perihal koloid dapat memberikan informasi yang lebih baik perihal sifat lapisan rangkap listrik pada daerah antar muka. Fenomena yang berguna untuk mempelajari partikel koloid adalah fenomena elektrokinetik. Fenomena ini adalah studi tentang pergerakkan fasa padat yang memiliki beda muatan pada permukaan relatif terhadap fasa larutan yang elektrolit. Bila di berikan beda potensial untuk sistem ini akan mengakibatkan gerak, dan bila partikel digerakkan maka akan timbul beda potensial. Penelitian pada fenomena partikel koloid adalah fenomena elektrokinetik yang muncul akibat bergeraknya partikel padat yang memiliki suatu muatan dalam suatu larutan. Secara garis besar Fenomena ini dapat di bagi menjadi 2 kelompok utama yaitu: • Partikel padat bermuatan yang bergerak melalui suatu larutan dan dipengaruhi oleh suatu medan listrik (elektrophoresis) atau dipengaruhi oleh gaya gravitasi (seimentation). • Cairan yang bergerak pada suatu permukaan padat yang bermuatan dan dipengaruhi oleh medan listrik atau suatu tekanan. Tabel berikut memperlihatkan fenomena-fenomena tersebut Dikenal ada 4 efek yang diakibatkan oleh gerakan larutan elektrolit yang melalui permukaan bermuatan. Efek ini dikenal sebagai Fenomena Elektrokinetik, yang terdiri atas: • Streaming current • Streaming potential • Electroosmosis • Electroosmotik pressure. Gambar 3.10. (a) Perangkat yang digunakan untuk mengukur dan mengamati fenomena “Streaming Current” atau “Streaming Potensial”. (b) Ion yang bergerak dalam kapiler, dengan anion yang terabsorpsi pada pemukaan, muatan positif bergerak sepanjang pipa terbawa arus elektrolit. Bila larutan elektrolit bergerak dalam pipa kapiler seperti yang terlihat pada Gambar 3.10 maka pada dinding dalam kapiler akan terabsorpsi ion. Akibat adanya ion yang terabsorpi pada permukaan maka akan ada muatan yang timbul pada permukaan pipa kapiler (surface charge). Akibat adanya surface charge ini kemudian akan terbentuk lapisan muatan pada larutan yang kabur (diffuse space charge) pada area yang berbatasan dengan area surface charge ini. Saat larutan bergerak lapisan surface charge ini akan terbawa mengalir ke ujung pipa kapiler. Bila pada kedua ujung dari kapiler di pasang elektroda, maka akan terdeteksi adanya arus terdapat diantara kedua elektroda ini. Arus yang timbul ini yang dikenal sebagai streaming current. Jika ammeter diganti dengan voltmeter, pada dasarnya tidak ada tidak ada arus yang mengalir antara kedua elektroda tersebut dan ion akan bergerak sepanjang kapiler yang kemudian akan terakumulasi pada salah satu elektroda. Akibat proses ini, akan timbul perbedaan potensial yang signifikan antara kedua ujung kapiler. Perbedaan potensial ini yang dikenal sebagai streaming potensial. Bila percobaan dilakukan dengan larutan elektrolit yang homogen, streaming potensial akan semakin besar dengan jalannya percobaan dan akan terus bertambah sampai perbedaan potensial cukup besar untuk melakukan migrasi ion melawan arus yang akan menghapuskan aliran ion yang bergerak searah aliran elektrolit. Kemudian proses ini berlangsung kembali. Kedua efek streaming current dan streaming potensial dapat digabungkan dalam satu persamaan fenomena. i=1 P2 (3.20) Dengan demikian, bila arus i dibiarkan untuk mengalir tanpa hambatan pada sirkuit luar, =0 , dan arus akan sebanding dengan perbedaan tekanan P yang menimbulkan aliran elektrolit. Namun bila arusnya bernilai nol (misal karena hambatan eksternal yang tinggi atau proses kinetik elektrodanya berlangsung lambat, maka perbedaan potensial akan teramati, dan besarnya adalah sebanding dengan besarnya tekanan yang diberikan namun memiliki arah gerak yang berlawanan dengan arah gerak dari arus elektrolit. Efek yang berhubungan dengan sifat ini akan terjadi. Bila seandainya bukan tekanan yang diberikan pada sistem yang menjadi pengamatan, tetapi pada kedua ujung elektroda diberikan perbedaan potensial, akibatnya pada larutan di fasa ruah ion positif akan bergerak menuju elektroda negatif dan ion negatif akan bergerak menuju elektroda positif. Akan terjadi tarikan yang kecil pada fasa ruah (karena muatannya adalah nol), sedang pada permukaan space charge yang dipengaruhi oleh medan listrik, akan menahan laju aliran elektrolit. Bila lapisan kulit silinder pada permukaan kapiler bergerak maka tahanan aliran akan ikut menahan laju aliran yang ada pada tengah tengah kaliper. Efek aliran yang berada dalam pengaruh potensial listrik ini yang di sebut sebagai electroosmosis. Bila percobaan electroosmosis dilakukan dan arus dibiarkan sedemikian rupa sehingga perbedaan tekanan mulai terbentuk, aliran elektrolit ini lama kelamaan akan makin lambat dan akhirnya akan berhenti saat tekanan melawan dan akhirnya akan menghilangkan pengaruh medan tersebut. Gejala ini dikenal sebagai elecroosmotic pressure. Kedua gejala ini dapat diungkapkan dalam bentuk persamaan j=3 P4 (3.21) dengan j sebagai flux dari larutan saat melalui kapiler. Dengan demikian bila tidak ada perbedaan tekanan, besarnya flux adalah sebanding dengan potensial listrik, , Bila flux benilai nol, perbedaan tekanan adalah sebanding dengan perbedaan listrik dengan arah yang berlawanan. Potensial Zeta Efek elektrokinetik muncul karena terjadi gerakkan dari lapisan ion yang terdapat pada lapisan baur “diffusse layer” relatif terhadap permukaan padat. Dapat dimodelkan bahwa lapisan Helmholtz adalah lapisan yang diam dan lapisan Gouy adalah lapisan yang bergerak. Model ini menggambarkan bahwa terdapat suatu lapisan permukaan yang bergerak “slipping surface” yang terdapat pada lapisan baur. Potensial yang terdapat pada permukaan yang bergeser ini adalah dikenal sebagai potensial elektrokinetik (electrokinetic potential) atau dikenal juga dengan potensial zeta, . Untuk penyelesaian secara analitik, maka operator r=e [rx−a/xpA] yang dipakai pada persamaan Poisson harus menyesuaikan dengan bentuk geometri dari model yang digunakan. Sehingga untuk model yang memiliki simetri tabung, maka koordinat silinder yang digunakan (r, a/x A , dan z). Dengan asumsi bahwa ∇ 2 hanya merupakan fungsi dari jarak terhadap dinding kapiler, maka persamaan Poisson dapat mengabaikan d / d dan r sehingga dapat di susun ulang menjadi; r = − 0 d r dr r d dr (3.22) Bila diasumsikan bahwa a, yang merupakan jari-jari dari kapiler, dan besarnya jari-jari ini jauh lebih besar dibandingkan tebal lapisan baur xA, maka persamaan untuk potensial dari poisson dapat menggunakan untuk penyelesaian untuk bidang planar r = exp [ r −a / x A ] (3.23) dengan koordinat r merupakan jarak terhadap pusat dari kapiler. Harus diambil pendekatan bahwa nilai a / x A cukup besar sehingga potensial pada pusat kapiler bernilai nol. Perhitungan koefisien Koefisien pada persamaan 3.20 dan 3.21 dapat di selesaikan dengan menggunakan model GouyChapman. Koefisien 1 adalah arus per perbedaan tekanan pada potensial nol. Karena arus yang timbul dari muatan yang bergeser dari kerapatan muatan r yang bergerak dengan kecepatan v r , maka arus dalam bentuk integral adalah i=∫0 v r r 2 r dr (3.24) Dengan memasukkan r dari persamaan 3.23 kedalam persamaan 3.22 dan dilakukan diferensiasi maka akan diperoleh kerapatan muatan (charge density). r = − 0 r 1 r xA xA exp r− xA (3.25) Bila larutan yang memiliki kekentalan mengalir melewati tabung silinder dengan jari-jari a , kecepatan diberikan sebagai fungsi r oleh Persamaan Poiseuille; a 2−r 2 4 L v r = P (3.26) Dengan P merupakan perbedaan tekanan antara jarak L antar tabung. Dengan mensubsitusi persamaan 3.25 dan persamaan 3.26 ke dalam persamaan 3.24 dan dilakukan integral maka akan diperoleh. i=− [ ] 0 P a −a 2 a 2−4 x 2A −1 a 2 −4 x 2A exp 2 L xA xA (3.27) karena a ≫ x A , dua suku terakhir dapat diabaikan sehingga. 1= a 2 0 i =− P L (3.28) Koefisien 2 merupakan arus per unit potensial bila ada tidak ada perbedaan tekanan antara kedua ujung kapiler. Pada keadaan kondisi seperti ini perbedaaan arus dengan potensial berhubungan dengan hukum Ohm. i= . Besarnya tahanan R untuk suatu silinder dengan jari-jari a, panjang, L, dan R resistivity adalah R= i= L , sehingga besarnya arus adalah; a2 a2 L (3.29) Dengan koefisiennya adalah 2= i a2 = L (3.30) Dengan menggunakan penurunan yang mirip akan diperoleh: 3= a4 8 L (3.31) dan 4 =1 (3.32) Dengan melihat hubungan awal yaitu : i=1 P2 (3.33) j=3 P4 (3.34) akhirnya diperoleh: Streaming potensial adalah perbedaan potensial yang timbul per satuan tekanan pada arus nol, dan secara kuantitatif diungkapkan Streaming Potential = i=0=− 1 0 = 2 (3.35) dengan adalah potensial zeta, sebagai resistivity, dan merupakan viskositas dari larutan. Streaming current adalah arus listrik per flux pada beda potensial nol. Streaming current = i j = i=0 1 8 0 =− 3 a2 (3.36) Electroosmotic pressure adalah perbedaan tekanan per satu satuan potensial listrik pada flux nol. Eletroosmotic pressure = P =− j=0 4 8 0 = 2 3 a (3.37) Electroosmotic flow adalah flux listrik per satuan listrik pada perbedaan tekanan nol. Electroosmotic = j i = P =0 4 =− 0 2 (3.38) Electrophoresis Dalam elektroforesis, padatan bergerak dalam fasa cair karena terdapat medan listrik yang diterapkan pada sistem tersebut. Akibat medan listrik ini maka partikel akan bergerak dan kecepatan geraknya mencapai maksimum saat gaya listrik sebanding dengan gaya friksinya. Fenomena elektroforesis dikarakterisasi dari electrophoretic mobility, u, yaitu kecepatan persatuan kekuatan medan listrik: u= ∣v∣ ∣E∣ (3.39) dengan v dalam (m s-1) dan E dalam (V m-1) Bila suatu partikel berbentuk bola yang memiliki radius a yang melalui suatu medium pendispersi yang memiliki viskositas , maka akan berlaku Hukum Stokes dengan gaya tahanan viskositas adalah sebesar: F visc=−6 a v (3.40) Gaya ini merupakan gaya yang akan melawan gaya tarik listrik yang besarnya adalah F elec =Q E (3.41) dengan Q merupakan muatan dari partikel tsb dan E adalah kekuatan medan listrik. Bila kerapatan muatan listrik bernilai makan muatan total dari partikel tersebut adalah Q=4 a2 . Dan untuk suatu partikel yang bergerak dalam larutan, kerapatan muatan efektif adalah berkaitan dengan besarnya potensial ZETA, . = 0 a 1 a xA Dengan menggabungkan persamaan-persamaan diatas maka akan dapat dicari gaya listrik pada partikel yaitu : F elec =4 a 0 E 1 a xA saat partikel mencapai kecepatan maksimum, percepatan dari partikel tersebut adalah nol. Dan menurut hukum Newton resultante dari gaya-gaya yang bekerja haruslah bernilai nol juga. Sehingga diperoleh 4 a 0 E 1 a −6 a v=0 xA (3.42) dengan demikian kecepatan elektroforesis (elekctrophoretic mobility) adalah u= ∣v∣ 2 0 = ∣E∣ 3 (3.43) Persamaan 3.43 diturunkan dengan mengambil pengandaian bahwa a ≪ x A . Bila ukuran partikel sangat besar dibandingkan dengan ukuran dari atmosfir ion, maka permukaan dianggap planar dan gerakkan adalah relatif terhadap suatu permukaan. Perhitungan akan menjadi mirip dengan perhitungan untuk mencari koefisien elektrikinetik 4 . Yang akan memberikan u= 0 (3.44) Untuk suatu partikel yang berukuran sedang, pendekatan yang rumit harus dilakukan dan ini merupakan fungsi dari ukuran, bentuk, orientasi dari partikel. Tetapi secara umum ditemukan bahwa proporsional dengan konstanta dielektrik dan potensial zeta dan berbanding terbalik dengan viskositasnya. Untuk kasus ini sering kali kecepatan elektroforesis dinyatakan sebagai u= f 0 (3.45) Sedimentation Potential Partikel koloid dipengaruhi oleh gaya grafitasi, baik secara alami maupun setrifuga. Sedimentasi suatu partikel seringkali akan menaikkan medan listrik. Hal ini terjadi karena saat partikel bergerak, sebagian awan ioniknya akan tertinggal. Adalah sangat sulit untuk mengukur besar potensial ini. Potensial ini juga merupakan efek yang tidak diinginkan saat proses centrifuga dilakukan. Salah satu cara untuk mengurangi efek ini adalah dengan menambahkan elektrolit inert dengan konsentrasi yang tinggi.