PERNYATAAN SIKAP GABUNGAN ORGANISASI PEDULI LISTRIK TARAKAN (GOPEK) TERHADAP PENYESUAIAN TARIF LISTRIK BERKALA (PTLB) DAN PENGEMBALIAN ANAK PERUSAHAAN PT. PLN TARAKAN KEPADA PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO) PT. PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA. Assalamualaikum Wr. Wb. Salam Sejahtera Buat Kita Semua. Kepada yang terhormat, Ketua dan Wakil Ketua DPRD Kota Tarakan Anggota Dewan Yang Terhormat Bapak Walikota Tarakan Melalui Hearing ini, kami dari Gabungan Organisasi Peduli Listrik Tarakan (GOPEK) ingin menyampaikan kembali untuk yang kesekian kali kepada para Wakil Rakyat Kota Tarakan yang dipilih oleh masyarakat Tarakan untuk menjadi orang yang diharapkan dalam mengemban aspirasi masyarakat Tarakan, tentang sikap kami terhadap PTLB dan pengembalian status PT. PLN Tarakan pada PT. PLN (Persero). Secara prinsip, kami menyetujui adanya Penyesuaian Tarif Listrik Berkala (PTLB), karena telah tercantum dalam Perda No. 1 Tahun 2010 Bab V Ketentuan lain-lain Pasal 9 ayat 3 : “Penyesuaian tarif tenaga listrik dengan penggunaan formula PTLB, diberlakukan setelah mendapat persetujuan dari Pemerintah Kota Tarakan dan DPRD Kota Tarakan.” Dalam proses membuat persetujuan PTLB terjadi hambatan, yaitu : 1. PTLB belum bisa diterapkan sesuai Perda No. 1 Tahun 2010 karena Pemkot Tarakan belum mengetahui kondisi keuangan PT. PLN Tarakan. 2. Belum ada payung hukum yang kuat untuk pemberian dana subsidi untuk penanggulangan krisis listrik. 3. Tuntutan masyarakat dan BEM Universitas Borneo tentang pengalihan status PT. PLN Tarakan menjadi PT. PLN (Persero). Selanjutnya untuk menjawab hambatan yang ada, telah dilakukan beberapa hal yaitu : 1. Pada tanggal 10 Maret 2014 DPRD melakukan rapat yang hasilnya : a. Kajian terhadap PLN Tarakan untuk kembali ke Pusat agar segera diselesaikan. b. Meminta pihak Badan pemeriksa Keuangan (BPK) RI untuk mengaudit PT. PLN Tarakan secara menyeluruh. 2. Pada tanggal 11 Maret 2014 melalui rapat koordinasi kelistrikan kota Tarakan dihasilkan resume rapat : a. Menjawab tuntutan elemen masyarakat dan BEM Universitas Borneo, akan dilakukan kerjasama kajian dengan Puslitbang Energi dan Kelistrikan Universitas Hasanudin Makasar, dan dalam 2 bulan hasil kajian sudah dapat dipaparkan. b. Program jangka pendek yang perlu dilakukan dalam mengantisipasi krisis energi listrik adalah melakukan PTLB. c. PT. PLN Tarakan diminta membuat simulasi dan kalkulasi kemungkinan persentase penyesuaian tarif listrik. d. Pemerintah kota Tarakan akan membuat surat surat ke BPK RI untuk mengaudit PT. PLN Tarakan. Dari hambatan yang ada dan kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah kota Tarakan dan DPRD Kota Tarakan menunjukan bahwa pemkot Tarakan dan DPRD kota Tarakan telah bersungguh-sungguh dalam menyelesaikan permasalahan krisis listrik yang tak pernah berujung di Kota Tarakan ini (Surat walikota Tarakan No. 671.11/433/Pemb. Tanggal 13 maret 2014). Harapannya adalah dengan hasil kajian yang dilakukan oleh Universitas Hasanudin dan BPK(BPKP) dapat menjadi dasar pada kebijakan yang akan diambil. 1. Rekomendasi Litbang Universitas Hasanudin : a. Untuk jangka pendek (<1 Tahun) : Perubahan status PT. PLN Tarakan dari anak perusahaan menjadi PT. PLN (Persero) kurang efektif, karena perubahan status dan pengalihan asset membutuhkan waktu yang panjang. Dampak lain adalah tingkat tarif nasional secara rata-rata lebih tinggi dari tarif regional Tarakan. b. Untuk jangka menengah (2-5 Tahun) dan jangka panjang (> 5 Tahun) : Perubahan status PT. PLN Tarakan menjadi PT PLN (Persero) dapat meningkatkan pasokan energi listrik di Kota Tarakan, kemampuan investasi yang lebih besar, peluang memanfaatkan subsidi nasional, serta ketersediaan pasokan listrik melalui interkoneksi sistem Kalimantan. c. Mengantisipasi keterlambatan gas in dari MKI, maka perlu dilakukan PTLB sekitar 27% disertai pemberian subsidi listrik kepada pelanggan 450VA dan 900VA (47% dari total pelanggan). 2. Rekomendasi dari BPKP : a. Perlu PTLB sebesar 15% b. menjaga laju kenaikan listrik 3% pertahun. Dari hasil kajian yang dilakukan oleh UNHAS dan BPKP, seharusnya Pemerintah Kota Tarakan menjadikan 2 hasil kajian tersebut dalam membuat kebijakan PTLB dan status PT. PLN Tarakan, dimana kebijakan PTLB dari hasil kajian yaitu antara 15-27%. Dan bukan menerima usulan PT. PLN Tarakan yang meminta kenaikan PTLB sebesar 59%. Undang-Undang No. 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan pasal 34 ayat 2 berbunyi : “Pemda sesuai dengan kewenangannya menetapkan tarif tenaga listrik untuk konsumen dengan persetujuan DPRD berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh pemerintah”. Pada Peraturan Pemerintah RI No. 14 Tahun 2012 tentang Kegiatan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik pasal 41: (1) Tarif listrik untuk konsumen ditetapkan oleh Bupati/Walikota setelah memperoleh persetujuan DPRD. (2) Dalam menerapkan tarif tenaga listrik sebagaimana ayat (1), menteri, gubernur, bupati/walikota harus memperhatikan : (a) keseimbangan kepentingan nasional, daerah, konsumen, dan pelaku usaha penyediaan tenaga listrik. (b) kepentingan dan kemampuan masyarakat. Selanjutnya Peraturan Pemerintah RI No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1985 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Listrik, pasal 32 : (1) Harga jual tenaga listrik untuk konsumen diatur dan ditetapkan dengan memperhatikan kepentingan dan kemampuan masyarakat. (6) Dalam menentukan harga jual tenaga listrik untuk konsumen tidak mampu, menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai kewenangannya selain memperhatikan hal-hal sebagiman dimaksud pada ayat (4) huruf a sampai dengan f, mempertimbangkan juga kemampuan masyarakat. Dalam perhitungan PTLB yang dilakukan oleh PT. PLN Tarakan dan disetujui oleh Pemerintah Kota Tarakan sebesar 59% menurut kami perlu untuk ditinjau kembali, karena formula PTLB yang ada pada Perda No. 1 Tahun 2010 tidak menggambarkan kejelasan suatu acuan perhitungan yang dapat menjadi dasar bagi Pemkot Tarakan maupun DPRD dalam mengambil persetujuan terhadap usulan PT. PLN Tarakan. Pertama, tentang BPP, dimana dalam Perda No 1 Tahun 2010 pada lampiran hanya menyebutkan BPP = Biaya Pokok Penyediaan, dan tidak jelas Biaya Pokok Penyediaannya (BPP) berapa, dan dihitung berdasarkan asumsi makro apa ? hal ini penting karena BPP ini akan menjadi patokan bagi kebijakan-kebijakan listrik selanjutnya. Contoh Lampiran Permen ESDM No. 33 Tahun 2008 tentang Harga Jual Tenaga Listrik yang disediakan oleh PT. Pelayanan Listrik Nasional Batam yang menyebutkan secara jelas bahwa BPP = Biaya Pokok Penyediaan Acuan yaitu sebesar Rp. 1.074,00/kWh dihitung berdasarkan nilai tukar mata uang Dollar Amerika terhadap Rupiah sebesar Rp. 9.100,00/USD, harga bahan bakar High Speed Diesel (HSD) tertimbang sebesar Rp. 8.164,00/liter, harga bahan bakar Marine Fuel Oil (MFO) tertimbang sebesar Rp. 5.883,00/liter, harga gas tertimbang sebesar USD 4,92/MMBTU dan tingkat inflasi sebesar 1,3% per 3(tiga) bulan. Juga pada Peraturan Daerah Kota Tarakan No. 13 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Kota Tarakan Nomor 03 Tahun 2001 tentang Tarif Dasar Listrik Kota Tarakan yang Disediakan oleh PT. Pln (persero) Wilayah VI Cabang Tarakan, yang menyebutkan HPP = harga pokok penjualan acuan sebesar Rp. 741,47,00/kWh dihitung berdasarkan nilai mata uang dollar Amerika terhadap rupiah sebesar 9.000,- / USD, harga BBM High Speed Diesel (HSD) sebesar Rp. 1.769,00/liter, Gas Alam sebesar Rp. 16.290/MMBTU, dan tingkat inflasi sebesar 1,25 % per triwulan. Dari gambaran di atas jika telah ada titik acuan terhadap BPP maka akan mudah bagi Pemerintah Kota Tarakan maupun DPRD menentukan kelayakan PTLB dengan kajian sendiri tanpa harus membuat kajian dengan pihak lain. Dengan tidak adanya kejelasan dasar BPP, maka PLN menetukan bahwa nilai BPP sebesar Rp. 1.322. Dari beberapa referensi kami menunjukan, bahwa BPP tenaga listrik adalah jumlah beban usaha (rupiah) dibagi jumlah kwh terjual, maka berdasarkan data hasil kajian Unhas dan BPKP dihasilkan data sebagai berikut : Periode Beban Usaha (Rp) Kwh terjual (kWh) BPP (Rp/kWh) 2010 178.375.939.425 176.910.000 1.008,29 2011 199.530.321.636 177.620.000 1.123,35 2012 228.730.452.089 168.030.000 1.361,24 2013 258.832.492.066 191.900.000 1.348,79 Kedua, pada penentuan koefesien perubahan nilai mata uang rupiah terhadap dollar amerika dalam perhitungan BPP (k), koefesien perubahan harga bahan bakar minyak HSD dalam perhitungan BPP (b1), koefesien bahan bakar minyak MFO dalam perhitungan BPP (b2), koefesien perubahan bahan bakar gas dalam perhitungan BPP (b3), koefesien perubahan bahan bakar batu bara dalam perhitungan BPP (b4), koefesien perubahan tingkat inflasi (i), dan tingkat acuan BPP unsur material, jasa borongan, dan depresiasi (O) sesuai Perda No. 1 Tahun 2010 sangat meragukan dasar penetuannya. Apakah berdasarkan Keputusan Presiden RI No. 68 Tahun 2004 tentang Penetapan Harga Jual Listrik yang Diselenggarakan oleh Kuasa Usaha Ketenagalistrikan, dimana rumus koefesien bahan bakar adalah = Biaya HSD/MFO/Batu Bara/Gas dibagi pendapatan penjualan listrik. Sebagai perbandingan tentang perhitungan koefesien antara Perda No. 1 Tahun 2010 dengan Permen ESDM No. 33 Tahun 2008 Dasar/ Koefesien k Perda No. 1 Tahun 2010 0,05747 Permen ESDM No. 33 Tahun 2008 0,060739 b1 0,275 0,003834 b2 0,275 0,018076 b3 0,009605 0,010615 b4 1 i 0,05 O 147,52 0,33243 - Pada Permen ESDM No. 09 Tahun 2014 tentang Tarif Tenaga Listrik yang Disediakan oleh Perusahaan Perseroan (Persero) PT. Perusahaan Listrik Negara, pada lampiran IX menyebutkan bahwa Koefesien K ditetapkan Direksi Perusahaan Perseroan (Persero) PT. Perusahaan Listrik Negara setelah terbitnya Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara pada tahun yang bersangkutan. Artinya bahwa nilai koefesien akan bergerak terus, jika kemudian dipatok sebagaimana Perda No. 1 Tahun 2010 maka akan sulit bagi Pemerintah Kota Tarakan maupun DPRD untuk memantau masalah kelistrikan di Kota Tarakan. Ketiga, pada perhitungan ∆k (selisih nilai tukar mata uang rupiah terhadap dollar amerika), sesuai Perwali Kota Tarakan No. 17 Tahun 2014 tentang Pemberlakuan Penyesuaian Tarif Listrik Berkala (PTLB) bahwa nilai tukar awal Rp. 9.115 dan nilai akhir Rp. 11.611 sehingga ∆k = Rp. 2.496. Jika dilihat dari hasil audit BPKP, kurs tengah BI pada tahun 2010 adalah Rp. 9.173 dan nilai akhir Rp. 10.618 maka ∆k = Rp. 1.445 Keempat, pada perhitungan ∆B1 (selisih harga BBM HSD), sesuai Perwali Kota Tarakan No. 17 Tahun 2014 tentang Pemberlakuan Penyesuaian Tarif Listrik Berkala (PTLB) bahwa nilai awal Rp. 6.244,63 dan nilai akhir Rp. 11.977,39 sehingga ∆B1 = Rp. 5.732,76. Jika dilihat dari hasil audit BPKP, nilai awal pada tahun 2010 adalah Rp. 6.601 dan nilai akhir Rp. 10.175 maka ∆B1 = Rp. 3.574 Kelima, pada perhitungan ∆B3 (selisih harga Gas), sesuai Perwali Kota Tarakan No. 17 Tahun 2014 tentang Pemberlakuan Penyesuaian Tarif Listrik Berkala (PTLB) bahwa nilai awal Rp. 24.975 dan nilai akhir Rp. 59.472,00 sehingga ∆B3 = Rp. 34.497. Jika dilihat dari hasil data statistik PLN tahun 2013, nilai awal pada tahun 2010 adalah Rp. 42.287,16 dan nilai akhir Rp. 52.181,18 maka ∆B3 = Rp. 9.894,02 Keenam, pada perhitungan ∆I (selisih inflasi), sesuai Perwali Kota Tarakan No. 17 Tahun 2014 tentang Pemberlakuan Penyesuaian Tarif Listrik Berkala (PTLB) bahwa nilai awal 7,92 dan nilai akhir 9,97 sehingga ∆I = 2,05. Jika dilihat dari hasil data audit BPKP, nilai awal pada tahun 2010 adalah 6,96 dan nilai akhir 8,38 maka ∆I = 1,42. Dengan menggunakan rumus formula PTLB pada Perda No. 1 Tahun 2010 dengan angka-angka yang ada di Perwali Kota Tarakan No. 17 Tahun 2014 maka hasil PTLB dari PLN adalah 1,59 atau kenaikan 59%. Selanjutnya Jika dihitung dengan asumsi koefesien sama dengan Perda No. 1 Tahun 2010, namun selisih diambil dari hasil kajian dan audit dari UNHAS, BPKP dan Statistik PLN tahun 2013 maka didapat PTLB sebesar 24%. FORMULA PENYESUAIAN TARIF LISTRIK BERKALA (PTLB) KOTA TARAKAN SESUAI PERDA NO. 1 TAHUN 2010 Parameter PLN Tarakan Biaya Beban kWh Terjual BPP Kooefesien nilai tukar (k) Nilai tukar awal Nilai tukar akhir Selisih nilai tukar (K) Koefesien BBM HSD (b1) Harga HSD awal Harga HSD akhir Selisih Harga HSD (B1) Komposisi HSD dan Gas (C1) Koefesien BBM MFO (b2) Harga MFO awal Harga MFO akhir Selisih Harga MFO (B2) Komposisi MFO dan Gas (C2) Koefesien BBG (b3) Harga BBG awal Harga BBG akhir Selisih Harga BBG (B3) Komposisi BBG dan HSD/MFO (C3) Koefesien BB Batu Bara (b4) 1322 0.05747 9115 11611 2496 0.275 6244.63 11977.39 5732.76 0.23 0.275 0 0 0 0 0.009605 24975 59472 34497 0.77 1 GOPEK 2.58832E+11 191900000 1348.78839 0.05747 9173 10618.17 1445.17 0.19 6601 10175 3574 0.23 0.275 0 0 0 0 0.009605 42287.16 52181.18 9894.02 0.77 1 Harga BBBB awal Harga BBBB akhir Selisih Harga BBBB (B4) Koefesien inflasi (i) Nilai i awal Nilai i akhir Selisih nilai i (I) Tingkat Material (O) Kurs HSD MFO GAS Batu Bara Inflasi PTLB 0 0 0 0.05 7.92 9.97 2.05 147.52 143.44512 362.59707 0 255.1346375 0 15.1208 1.587214544 0 0 0 0.05 6.69 8.38 1.69 147.52 83.0539199 156.1838 0 73.17468782 0 12.46544 1.240866432 Dari hasil ini menunjukan bahwa hasil rekomendasi UNHAS dan BPKP tentang range kenaikan antara 15-27% adalah layak, dan kenaikan PTLB sebesar 59% menjadi sangat tidak layak. Selanjutnya berkenaan dengan status PT. PLN Tarakan, sesuai dengan hasil kajian Litbang UNHAS : a. Untuk jangka pendek (<1 Tahun) : perubahan status PT. PLN Tarakan dari anak perusahaan menjadi PT. PLN (Persero) kurang efektif , karena perubahan status dan pengalihan asset membutuhkan waktu yang panjang. Dampak lain adalah tingkat tarif nasional secara ratarata lebih tinggi dari tariff regional Tarakan. b. Untuk jangka menengah (2-5 Tahun) dan jangka panjang (> 5 Tahun) : perubahan status PT. PLN Tarakan menjadi PT PLN (Persero) dapat meningkatkan pasokan energi listrik di Kota Tarakan, kemampuan investasi yang lebih besar, peluang memanfaatkan subsidi nasional, serta ketersediaan pasokan listrik melalui interkoneksi sistem Kalimantan. Dari hasil kajian ini, kami melihat hanya permasalahan asset saja yang urgent, sedangkan dampak bahwa tarif nasional secara rata-rata lebih tinggi dari tarif regional Tarakan, masih kami ragukan, karena dalam penentuan pembayaran listrik pasca bayar (kWh analog) dan LPB (listrik Prabayar) untuk Tarakan terselubung. Sedangkan untuk PLN pusat sangat jelas, dimana Listrik Prabayar tidak dikenakan biaya beban sedangkan di Kota Tarakan, pengguna listrik prabayar juga dikenakan biaya beban yang tinggi. Selanjutnya hasil dari audit BPKP berkenaan dengan beberapa pertimbangan ketika PT.PLN Tarakan di alihkan ke Persero PT. PLN Pusat menunjukan bahwa, ditingkat organisasi, hirarkisnya panjang, birokrasi panjang, tingkat mutu pelayanannya jadi buruk. Hal ini dapat terbantahkan dengan Undang-Undang No. 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan, Pasal 28: Pemegang izin kuasa penyediaan tenaga listrik wajib : (1) menyediakan tenaga listrik yang memenuhi standar mutu dan keandalan yang berlaku (2) memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada konsumen dan masyarakat. Pasal 29 ayat 1, Konsumen berhak untuk : a. mendapat pelayanan yang baik b. mendapat tenaga listrik secara terus menerus dengan mutu dan keandalan yang baik c. memperoleh tenaga listrik yang menjadi haknya dengan harga wajar d. mendapat pelayanan untuk perbaikan apabila ada gangguan tenaga listrik; dan e. mendapat ganti rugi apabila terjadi pemadaman yang di akibatkan kesalahan dan/atau kelalaian pengoperasian oleh pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik sesuai syarat yang diatur dalam perjanjian jual beli tenaga listrik. Gambaran tentang keandalan kelistrikan dapat kita lihat dari index keandalan yaitu System Average Duration Index (SAIDI) dan System Average Interuption Frequancy Index (SAIFI). SAIDI yaitu durasi padam rata-rata perpelanggan dalam waktu tertentu, sedangkan SAIFI yaitu frekuensi padam rata-rata per pelanggan. Semakin kecil nilai SAIDI dan SAIFI maka tingkat pemadaman listrik semakin kecil. Nilai SAIDI dan SAIFI Kota Tarakan pada tahun 2013 adalah 11,76 dan 7,96, dari nilai ini kota Tarakan masih lebih baik dari Kaltim yaitu 28,15 dan 22,20, namun kalah baik dengan rayon Berau yang memiliki nilai SAIDI 6,7 dan nilai SAIFI 7,76. Dan jika kita ingin melihat kemandirian PT. PLN Tarakan sebagai anak perusahaan, maka pembanding kita tentu adalah Kota Batam yang memiliki pola yang sama dalam menangani permasalahan kelistrikan secara lokal. Dan pada tahun 2013 nilai SAIDI dan SAIFI Kota Batam adalah 0,41 dan 0,69. Hal ini menunjukan bahwa Kota Batam sukses dalam mengatur regulasi tarif regionalnya, artinya pemerintah Batam ingin TERANG TERUS, dan PLN Batamnya TERUS TERANG, bagaimana dengan Kota Tarakan yang kita cintai ini ? Akhirnya melalui Hearing ini kami akan sampaikan sikap kami : 1. Kami minta untuk menyesuaikan PTLB sesuai kelayakan dan kemampuan masyarakat Tarakan. 2. Dengan gas in oleh MKI tidak akan banyak berpengaruh terhadap BPP dan harga jual listrik di Kota Tarakan jika tidak ada acuan bersama yang dipegang oleh Pemkot Tarakan dan PT. PLN Tarakan. 3. Perlu penatapan dasar BPP yang tepat dengan segala asumsi koefesien perubahan dan dasar harga acuan pada tahun berlaku agar tidak menjadi masalah dalam penentuan PTLB selanjutnya. 4. PLN Tarakan, kami ingin kota kami TERANG TERUS, tapi kami harap anda juga TERUS TERANG. Wassalamualaikum Wr. Wb. Gopek Yudhy hamdani, SE