18 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab II merupakan Tinjauan Pustaka terhadap studi-studi terdahulu yang relevan yang telah dituangkan ke dalam bentuk buku yang sesuai dengan tema yang diambil penulis yaitu mengenai Dampak Pemikiran V.I Lenin dalam Revolusi Bolshevik 1917. Dalam bab II ini akan diuraikan sumber-sumber literatur yang berupa buku, jurnal dan artikel yang memiliki keterkaitan dengan tema yang diambil penulis. Selain itu juga, Bab II merupakan tinjauan pustaka yang menguraikan beberapa teori, generalisasi dan konsep yang dapat mengarahkan penulis dalam mengkaji permasalahan yang telah dirumuskan sebelumnya. Tinjauan pustaka ini bertujuan untuk mempermudah penulis dalam mengkaji permasalahan yang didalamnya berisi tentang pendapat-pendapat dan analisis-analisis dari berbagai kepustakaan melalui sebuah proses penelaahan yang berkaitan dengan masalah utama. Sumber-sumber yang penulis gunakan adalah dalam bentuk buku dan artikel-artikel dari internet yang relevan, namun dalam skripsi ini penulis tidak dapat mencantumkan semua sumber literatur yang digunakan karena yang dicantumkan adalah sumber rujukan utama yang memiliki keterkaitan dengan judul yang diambil. Sumber literatur yang penulis pergunakan sebagai rujukan ini dikategorikan menjadi tiga, berdasarkan pada kriteria siapa pengarang, tahun terbit dan judul buku. 18 19 Dengan banyaknya sumber-sumber rujukan, penulis tidak dapat menguraikan satu persatu dari buku yang dijadikan acuan, penulis membatasinya dengan mendeskripsikan rujukan-rujukan utama yang dipergunakan penulis, sedangkan rujukan yang lainnya hanya dijadikan pendamping atau pembanding saja. Adapun buku-buku rujukan utama yang penulis pergunakan dalam penulisan skrispsi ini adalah Buku Dasar Sejarah Rusia Modern (1966) karya Hans Kohn, Dalam Bayang-bayang Lenin (2005) karya Franz Magnis Suseno, Lenin, Revolusi Oktober 1917 (2004) karya Syaiful Arif dan Eko Prasetyo, Negara dan Revolusi (1917) karya Vladimir Ilyich Lenin, Komunisme Sebuah Sejarah (2003) karya Richard Pipes, Revolusi Permanen (2009) karya Leon Trotsky, Negara dan Revolusi Sosial (Studi Analisis Komparatif tentang Perancis, Rusia dan Cina) (1991) karya Thade Skocpol, dan Rentjana Pelajaran Terurai tentang Komunisme (1967) karya Oejeng Soewargana dan Nugroho Notosusanto. Buku Pertama adalah Dasar Sedjarah Rusia Modern (1966) karya Hans Kohn. Dalam buku ini Hans Kohn mendeskripsikan keadaan Rusia dari zaman ke zaman mulai dari Alexander I hingga Stalin baik itu aliran politik, kebudayaan maupun kehidupan sosialnya sehingga kita dapat mengetahui kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh masing-masing pemimpinnya secara mendetail dan bagaimana kehidupan rakyatnya saat itu. Buku ini mendeskripsikan latar belakang dan kondisi Rusia sebelum terjadinya Revolusi Bolshevik pada Oktober 1917 (1966:103) yaitu sebagai berikut: “Peperangan telah memakan biaya sebesar 1,820 juta Rubbel pada tahun 1915 dan 14,573 juta Rubbel pada tahun 1916, hampir delapan kali lipat. Pada permulaan perang, uang kertas yang beredar berjumlah 1,630 juta 20 Rubbel. Indeks harga naik dari 100 pada permulaan perang menjadi 115 pada tanggal 1 Januari 1915, 238 pada tanggal 1 Januari 1916 dan melonjak naik 702 pada tanggal 1 Januari 1917.” Karena itulah, rasa benci dan rasa tidak puas terhadap Tsar semakin memuncak sehingga memunculkan Revolusi Maret 1917. Akibat ketidakpuasan itu semangat revolusi memuncak pula dan akhirnya dapat menurunkan Tsar dari tahtanya sebagai kaisar di Rusia saat itu. Ditambah lagi dengan semakin bergejolaknya Duma (perwakilan rakyat dalam parlemen) yang bersatu untuk menurunkan Tsar yang feodal itu. Golongan Bolshevik kala itu tidak terlalu memiliki peranan karena yang banyak bertindak adalah Menshevik dan Kadet. Revolusi Maret itu disebut sebagai “Revolusi yang sepakat” karena terjadi tanpa perlawanan, tanpa banyak pertumpahan darah dan merupakan revolusi yang diinginkan oleh semua rakyat Rusia saat itu. Namun, meskipun demikian permasalahan Rusia tidak hanya sebatas itu karena ternyata masih banyak masalah yang harus segera dibenahi seperti masalah keadaan ekonomi yang belum stabil, kelaparan dimana-mana, peperangan, dan perdamaian serta mengadakan land-reform yang masih perlu penanganan yang serius dari pihak pemerintah. Dengan diturunkannya Tsar sebagai kaisar, otomatis diperlukan pemimpin baru untuk memimpin jalannya roda pemerintahan di Rusia, oleh karena itu dibentuk sebuah pemerintahan koalisi sementara yang merupakan gabungan dari Partai Bolshevik, Menshevik dan Kadet. Namun ternyata, adanya pemerintahan sementara yang dipimpin oleh Kerensky ini tidak membawa pengaruh apapun bagi Rusia yang sedang mengalami berbagai masalah. 21 Keadaan yang belum menentu ini dan tidak membawa pegaruh apapun bagi Rusia membuat salah satu pemuda Rusia yaitu Vladimir Ilyich Lenin berpikir untuk melakukan perubahan yang cepat dan tepat guna. Namun, menyebutnya sebagai pengubah revolusi (kontra revolusi) karena setelah Rusia dapat direbut dari tangan Tsar, Lenin tiba-tiba datang dan membuatnya segala sesuatunya berubah drastis. Setelah ia mengetahui bahwa Rusia sudah tidak dipimpin oleh Tsar, dengan segala cara ia ingin kembali ke negaranya tersebut dan mencabut Partai Bolshevik dari Gabungan Pemerintahan Koalisi sementara yang dipimpin oleh Kerensky tersebut. Kohn menganggap bahwa apa yang dilakukan oleh Lenin itu adalah gerakan kontra revolusi maret karena ia justru ingin membuat negara baru dalam artian luas yang orientasinya terletak pada nasionalisasi tanah, penanganan kelaparan, perdamaian dan keinginan untuk merampas kekuasaan dari pemerintahan sementara yang revoluisoner tersebut dengan pemerintahan sendiri yang sosialis. Kelebihan buku ini adalah mendeskripsikan peristiwa-peristiwa yang pernah terjadi di Rusia hingga ke hal yang paling detail sekalipun sehingga dapat diketahui apa kelebihan dan kekurangan dari masing-masing pemimpin yang pernah memerintah di Rusia dari Alexander I hingga Stalin. Selain itu juga, buku ini menyajikan bacaan-bacaan pilihan pada akhir bab yaitu bacaan atau artikelartikel yang memuat atau menceriterakan peristiwa-peristiwa penting ataupun tokoh-tokoh bersejarah yang harus diketahui oleh para pembaca. Kekurangan buku ini adalah ejaan yang masih belum disempurnakan karena merupakan buku terbitan tahun 1966 sehingga ejaan-ejaannya masih 22 menggunakan ejaan lama. Selain itu juga, dilihat dari Background penulis yang bukan orang Rusia asli mengakibatkan berpengaruh kepada apa yang ditulisnya dalam bukunya yang terkesan Amerikasentris sehingga apabila ada kebijakankebijakan Tsar atau pemimpin yang menyimpang ia tak segan-segan untuk mencaci atau menjelek-jelekkan apa yang dilakukan pemimpin tersebut sehingga terkesan kurang objektif. Buku Kedua adalah Dalam Bayang-Bayang Lenin (2005) karya Franz Magnis Suseno. Dalam buku ini diungkapkan pemikiran-pemikiran Lenin secara singkat, padat namun kompleks karena kunci-kunci pemikirannya akan menjadi bagian integral dari ideologi komunisme internasional. Setelah terjadinya Perang Dunia, Rusia mengalami banyak kekalahan di medan perang. Selain itu juga keadaan ekonomi yang semakin memburuk akibat dari kefeodalisan Tsar yang memerintah selama ini di Rusia. Hal inilah yang membuat para tokoh intelektual Rusia berpikir bagaimana caranya memulihkan keadaan tersebut, salah satunya adalah Vladimir Ilyich Lenin. Dalam buku ini (2005:5) Lenin mengatakan : “Dengan semboyan ‘Roti dan Perdamaian’, ia mencari dukungan masa yang menderita. Ia menuntut agar perang melawan Jerman dan AustriaHongaria langsung dihentikan, tanah para bangsawan diserahkan kepada kuam tani, bank-bank dinasionalisasikan, produksi industri dan pembagian hasilnya diawasi oleh para buruh sendiri, tentara, polisi dan birokrasi dihapuskan”. Sampai akhirnya pada tanggal 7 November 1917, masa buruh pendukung Lenin yang dibantu oleh kelasi-kelasi angkatan laut dari Kronstadt mengambil 23 alih kekuasaan di Petrograd, sedangkan Perdana Menteri sementara yaitu Kerenski melarikan diri. Lenin berpikir bahwa apa yang dilakukan di Rusia setelah revolusi itu telah berhasil dilakukan. Pilihan utama tentu saja adalah Revolusi Sosialis, hanya saja yang menjadi permasalahannya adalah bagaimana Revolusi Sosialis itu akan dilaksanakan dan bagaimana aplikasinya dalam kehidupan bernegara selanjutnya. Setelah menyadari akan akibat kapitalisme yang begitu besar di Eropa Barat, oleh karena itu Revolusi Sosialis harus segera dilaksanakan agar efek kapitalisme dapat dicegah. Cara atau teknis dari pelaksanaan Revolusi Sosialis itu sendiri, Lenin berpendapat bahwa: “Proletariat harus bersekutu dengan kelas Borjuasi, tetapi hanya sebagai yang memimpin gerakan revolusioner. Apabila kekuasaan Tsar sudah dapat dihancurkan, proletariat bisa melanjutkan revolusi dengan mengakhiri kekuasaan Borjuasi, oleh karena itu Lenin selalu menegaskan bahwa proletariat harus dibentuk sebagai kekuatan politik yang mandiri yang tidak hanya melawan kekuasaan feodal Tsar saja melainkan senantiasa sadar bahwa musuh yang sebenarnya adalah para pemilik modal”. (2005: 10-11). Negara sosialis dianggap sebagai negara yang dapat menjalankan apa yang dipikirkan oleh Lenin. Untuk mencapai kearah bentuk negara yang sosialis itu diperlukan usaha-usaha yang giat agar konsep negara sosialis itu bukanlah hanya sekedar teori saja. Salah satu tekanan yang dipikirkan oleh Lenin untuk menerapkan konsep negara sosialis itu adalah adanya sebuah Revolusi Sosialis yang dipimpin oleh Diktator Proletariat yang terdiri dari gabungan dari kaum buruh dan kaum tani yang berjiwa revolusioner. 24 Dari beberapa petikan kutipan dalam buku ini dapat disimpulkan bahwa hal yang paling penting yang dipikirkan oleh Lenin itu adalah konsep negara yang akhirnya dapat dibentuk selama berpuluh-puluh tahun dan bagaimana proses pelaksanaan revolusi sosialis itu sendiri di Rusia. Kelebihan buku ini adalah diuraikannya pemikiran-pemikiran Lenin khususnya mengenai bagaimana pelaksanaan revolusi sosialis dan aplikasinya dalam kehidupan bernegara dengan bahasa yang mudah dimengerti dan tidak bertele-tele sehingga memudahkan bagi penulis untuk memahami. Kelebihan lain yang dimiliki oleh buku ini adalah dapat dijadikan dasar pemikiran (mind concept) sebelum memahami konsep yang lebih kompleks lagi yang ditulis oleh Lenin dalam buku yang berbeda sehingga pembaca diberikan pengetahuan awal menganai pemikiran Lenin dengan bahasa yang mudah dimengerti. Buku ini adalah salah satu jenis buku yang membahas mengenai beberapa tokoh yang membahas mengenai pemikiran-pemikiran V.I Lenin atau yang terpengaruh oleh pemikiran sosialisnya seperti misalnya Leon Trotsky dan Tan Malaka sehingga terdapat beberapa pemikiran yang senada maupun saling bertolak belakang satu dengan yang lainnya yang dapat membingungkan penulis. Meskipun di setiap pembahasan penulis memberikan penjelasan dengan mendetail. Hal inilah yang menjadi salah satu kekurangan dari buku ini. Buku Ketiga adalah Lenin, Revolusi Oktober 1917 (2004) karya Syaiful Arif dan Eko Prasetyo. Buku ini mendeskripsikan bagaimana kronologis dari 25 Revolusi Oktober 1917 dibawah perintah V.I Lenin dan Panglima Tentara Merah Leon Trotsky yang menggulingkan pemerintahan sementara yang dipimpin oleh Kerensky dalam bentuk koalisi nasional sebagai akibat dari Revolusi Maret 1917. Selain itu juga dijelaskan bagaimana strategi yang diterapkan oleh Lenin menjelang pecahnya Revolusi Oktober 1917 tersebut. Jauh sebelum revolusi itu terjadi, apa yang dilakukan oleh Lenin pada tahun 1917 itu adalah reaksi atas penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan Tsar terhadap rakyatnya dan dapat digulingkan pada Revolusi Maret 1917 dan digantikan oleh Koalisi Nasional dan Golongan Bolshevik (Golongan Sosial Demokrat yang dipimpin oleh Lenin) pun salah satu anggota dari koalisi tersebut. Dikarenakan ketidakpuasan Lenin sendiri terhadap pemerintahan sementara, akhirnya Lenin dan para pengikutnya melakukan Revolusi Oktober 1917 dengan perebutan kekuasaan itu pemerintah baru dibentuk dengan sebutan “Dewan Komisaris Rakyat”. Apa yang dipikirkan oleh Lenin itu tidak semata-mata pemikiran original dari Lenin, melainkan akibat adanya pengaruh dari para tokoh intelektual yang secara langsung atau tidak mempengaruhi apa yang dipikirkan Lenin. Dalam buku ini diuraikan bahwa skema pemikiran V.I Lenin itu terpengaruh dari beberapa tokoh dan golongan yang pernah dikenal atau dipelajarinya yaitu : 26 Bagan 2.1 Karl Marx (1818-1883) Georgii Plekhanov (1856-1918) Kaum Populis Kaum Radikal Pra-Marxis V.I LENIN (1870-1924) (Sumber 2004:41) Dari skema pemikiran diatas V.I Lenin terpengaruh oleh 3 orang dan kaum yaitu Karl Marx, Georgii Plekhanov dan Kaum Populis. Menurut Karl Marx, tujuan masyarakat sosialisme adalah adanya masyarakat tanpa kelas yaitu suatu perwujudan dari terrealisasikannya paham sosialisme sebagai akibat dari makin runtuhnya negara kapitalisme sehingga golongan proletar semakin banyak dan terciptalah masyarakat 1 kelas yaitu golongan pekerja/buruh saja sehingga sosialisme dapat diwujudkan. Revolusi sosialis tidak dapat terwujud apabila keadaan negara kapitalis belum matang dan proletar masih merupakan golongan minoritas dan masih merupakan kelas yang tertindas. Pada intinya, Lenin sepakat dengan apa yang dipikirkan oleh Marx mengenai Hukum Evolusi Sejarah Ekonomi dan masyarakat tanpa kelas yang diungkapkan oleh Marx, hanya saja Lenin lebih bersikap situasional dan praktis sesuai dengan keadaan Rusia yang sedang dihadapi saat itu. 27 Menurut Plekhanov (tokoh Golongan Menshevik), Rusia saat itu sudah memasuki Fase Kapitalisme sehingga akan berdampak pada perubahan struktur sosial masyarakat Rusia. Dari kondisi tersebut, ia berharap bahwa kaum proletarlah yang akan melakukan Revolusi Sosialisme di Rusia melalui adanya “Dua Jembatan Revolusi” dan Lenin menyebutnya ini sebagai Teori Dua Tahapan Revolusi. Menurut Arif dan Prasetyo (2004: 47), Teori Dua Jembatan Revolusi adalah : “Proses menuju fase sosialisme yang terjadi melalui dua jembatan revolusi yaitu Pertama, Revolusi Borjuis, dimana kaum Borjuis-Kapitalis dengan bantuan kaum proletar menumbangkan kekuasaan feodal otokrasi. Kedua, melalui Revolusi Proletar yang akan menumbangkan kekuasaan kaum Borjuis-Kapitalis. Disini Plekhanov menolak revolusi kaum proletar sebelum didahului oleh revolusi borjuis. Menurutnya, kaum Proletar harus terlebih dahulu mencapai kematangan politiknya dan ini akan bisa dicapai pada saat kekuasaan Borjuis-Kapitalis”. Jadi dapat dikatakan bahwa kaum proletar sebelum melakukan revolusi, harus terlebih dahulu mengerti dan sadar akan tugas dari revolusi sosialis itu sendiri sehingga mereka bisa melakukan revolusi sebagaimana mestinya. Selain itu, Plekhanov juga tidak mengakui kekuatan yang dimiliki kaum petani, sehingga ia tidak mencantumkan para petani bagi gerakan revolusinya karena petani dianggap lebih konservatif dan tidak memiliki kekuatan masa. Selanjutnya adalah menurut Kaum Populis yaitu kaum atau golongan sosialis Rusia abad ke-19 yang disebut sebagai Narodniki. Terdiri atas kaum intelektual Rusia yang percaya bahwa Rusia akan mampu mencapai tahap kemajuan tanpa harus melewati tahap kapitalisme terlebih dahulu. Namun, perjuangan dari gerakan kaum Populis ini lebih terfokus pada kaum petani saja 28 karena ingin mewujudkan masyarakat komunis agraris. Hal ini berdasarkan pada realita bahwa mayoritas masyarakat Rusia adalah petani. Maka, Inti dari pemikiran gerakan kaum Populis ini, Arif dan Prasetyo (2004: 48) mengutip Theodor Shanin (1986: 252-253) yang membedakan 3 perbedaan antara pemikiran Plekhanov dan kaum Populis yaitu sebagai berikut : “Pertama, kaum Marxis menerima kemajuan yang dipahami sebagai hasil yang tak terelakkan dari kekuatan relasi-relasi produksi, mekanisasi dan dalam ukuran perubahan kapitalis yang memberikan jalan bagi demokratisasi Borjuisme dan sosialisme yang mengikutinya. Sedangkan kaum Populis mengkritik secara moral perkembangan kapitalisme. Kedua, kaum Marxis meyakini keniscayaan ilmiah dari perkembangan dua tahap di Rusia, dimana Revolusi Borjuis dan perkembangan kapitalisme dibawah rezim parlementer pasti memberikan landasan yang niscaya bagi gerakan masa sosialis dan revolusi sosialis. Bertentangan dengan keyakinan kaum Populis akan kemungkinan ‘lompatan tahap’ kapitalisme dan menjalankan secara sekaligus rekonstruksi Rusia secara sosialis. Ketiga, kaum Marxis Rusia menyatakan bahwa kaum proletar industri adalah satu-satunya kelas revolusioner yang konsisten dalam masanya yang akan mendukung transformasi sosialis yang akan tiba. Sedangkan kaum Populis mengatakan bahwa kaum tani dan intelektual bisa serevolusioner kaum buruh industri ketika berhadapan dengan negara bentukan kapitalisme dan karena itu keduanya bisa dianggap sebagai sayap yang berbeda dari perjuangan kelas yang sama menuju sosialisme”. Dari ketiga pemikiran tokoh dan golongan tersebut, pikiran Lenin tentang revolusi sosialis dan negara yang akan dibentuknya itu pun menjadi berkembang. Ada yang sejalan dengan ketiga pemikiran di atas tetapi juga banyak yang berlawanan dengan ketiganya. Karena Lenin memiliki pemikiran sendiri mengenai konsep revolusi sosialis dan negara yang telah disesuaikan dengan situasi, kondisi atau bahkan ambisi pribadi Lenin sendiri. Adapun pokok-pokok pemikiran Lenin yang disebutkan dalam buku ini adalah : 29 1. Kepercayaan atas Hukum Evolusi Sejarah Umat Manusia Lenin sebagai pengikut Marxis, juga mempercayai akan Hukum Evolusi Sejarah yang dikemukakan Marx yaitu tahapan primitif, tahapan perbudakan, tahapan feodalisme, tahapan kapitalisme dan tahapan sosialis. Ia juga sejalan dengan pemikiran Plekhanov yaitu meyakini bahwa Rusia telah memasuki tahapan kapitalisme, namun ia tidak sependapat apabila kaum proletar harus mendukung dan menjadi sekutu kaum BorjuisKapitalis sebagaimana yang dikatakan oleh Plekhanov untuk menjatuhkan feodalisme di Rusia. Kaum proletar tak boleh tergantung pada Revolusi Borjuis dan tak juga harus menunggu revolusi itu terlaksana, akan tetapi kaum proletar harus menciptakan Revolusi Sosialis-nya sendiri. Sebelum dampak kapitalisme itu berkembang semakin buruk Lenin berpikir lebih baik mencegah hal itu terjadi dengan adanya revolusi sosialis secepatnya, kaum proletar tak perlu menunggu kapitalisme itu hancur terlebih dahulu sebagaimana yang dikatakan oleh Marx. 2. Kaum Proletar-Petani kecil sebagai pilar Revolusi Sosialis Marx dalam Manifesto Komunis-nya menyatakan bahwa kelas menengah kecil itu (termasuk para petani) tidaklah revolusioner namun konservatif. Akan tetapi jika suatu saat mereka revolusioner, mereka akan bersikap demikian hanya bila dalam pandangannya mereka terancam pindah menjadi kaum proletar. Artinya bahwa Marx menganggap para petani sebagai kekuatan konservatif. Hal ini tampak sejalan dengan 30 Plekhanov yang menganggap kaum proletar sebagai satu-satunya kelas revolusioner dalam analisis kelas. Namun, dalam hal ini Lenin memiliki perbedaan baik dengan Marx, Plekhanov maupun dengan kaum Populis. Bagaimanapun juga Lenin adalah orang yang selalu mempertimbangkan akan kondisi realitas di Rusia, ia menyadari bahwa untuk melakukan revolusi sosialis di Rusia tidaklah mungkin dan sulit terwujud karena kekuatan kaum proletar masih terlalu minim. Belajar dari peristiwa revolusi yang terjadi tahun 1905 yang merupakan sebuah revolusi petani yang radikal ternyata memiliki kekuatan yang selama ini dianggap sepele oleh Plekhanov. Sehingga akhirnya Lenin memperbaharui pemikirannya, bahwa revolusi sosialis adalah pertarungan antara kelas buruh-tani melawan kelas borjuis-kapitalis. 3. Tugas Partai dan Sifat Kepemimpinannya Marx menyebutkan bahwa Partai Komunis hanya sebagai koordinator gerakan-gerakan kaum buruh di seluruh dunia. Lenin berpikir lain, baginya Partai Komunis itu memiliki tugas dan fungsi yang penting yaitu: “Tidak hanya sekedar mengkoordinasikan gerakan-gerakan buruh di seluruh dunia, tetapi juga menyuntikkan kesadaran sosialis pada diri kaum buruh, dan sekaligus menjadi mentor, pemimpin dan pemandu bagi kaum proletar dalam melaksanakan revolusi sosialisnya”. Untuk menjadikan kelas buruh dan petani menjadi revolusioner, Lenin berpikir bahwa harus ada penanaman kesadaran dari luar yang dilakukan oleh sebuah organisasi revolusioner, dalam hal ini termasuk kedalam bagaimana pengelolaan revolusi itu dilakukan, bentuk organisasi, orang- 31 orang revolusioner, dan kesadaran revolusioner adalah hal-hal yang dilakukan oleh partai, dan partai itu harus memiliki dan menerapkan sifatsifat organisasi yaitu rahasia, kepemimpinan oleh minoritas, kewenangan yang tersentralisasi dan pengggunaan cara-cara ilegal. Hal itu tentu saja untuk mewujudkan kediktatoran proletariat dan itu adalah wewenang yang dapat dilakukan oleh Partai Komunis agar bahaya hidupnya kembali kapitalisme dapat dihindarkan. 4. Revolusi Permanen Marx mengira bahwa Revolusi Sosialis akan terjadi terlebih dahulu di negara-negara yang tingkat perkembangan kapitalismenya sudah matang (kapitalisme tingkat tinggi) karena revolusi sosialis itu akan muncul setelah kehancuran kapitalisme. Lenin justru berpikir sebaliknya, bahwa revolusi sosialis akan terjadi di negara-negara yang tingkat perekonomiannya masih lemah dan rentan seperti di negara-negara Asia, Afrika, Eropa Timur dan Amerika Latin. Tugas Komunis-lah untuk menyerang dan menghancurkan sistem politik dan sosial itu. Keberhasilan kaum komunis di Rusia akan memberikan basis dan pusat bagi kegiatankegiatan revolusi komunis di negara-negara lain di dunia untuk mewujudkan masyarakat sosialis di dunia. Kelebihan buku ini adalah dapat menguraikan pemikiran-pemikiran utama pra dan pasca Revolusi Oktober 1917 baik secara teoritis maupun praktisnya dengan bahasa yang lugas dan mudah dimengerti sehingga penulis dapat 32 memahami tanpa kesulitan yang berarti. Selain itu, buku ini juga dapat mendeskripsikan siapa Lenin, apa dan bagaimana realisasinya dari Revolusi Oktober 1917 itu. Penulis buku ini dapat memposisikan dirinya sebagai pihak yang netral sehingga terhindar dari keberpihakan terhadap seseorang, ideologi seseorang ataupun pendapat seseorang. Buku Keempat adalah Negara dan Revolusi (1917) karya Vladimir Ilyich Lenin. Dalam buku yang merupakan salah satu karya terbesar dari Lenin ini kita dapat mengetahui pemikiran-pemikiran Lenin mengenai beberapa masalah praxis dari pemikiran Marx. Masalah yang menjadi perhatian Lenin adalah masalah penerapan ajaran Karl Marx dalam situasi dan kondisi khususnya di Rusia. Dalam buku ini kita dapat mengetahui pemikiran Lenin mengenai konsep negara, revolusi sosialis, kediktatoran proletariat, pengalaman-pengalaman revolusi terdahulu dan dan aplikasi dalam Masyarakat Komunis. Pengertian Negara, Lenin mengutip pernyataan dari Engels (1917: 2) : “Negara, dengan demikian, adalah sama sekali bukan merupakan kekuatan yang dipaksakan dari luar kepada masyarakat, sebagai suatu sesempit ‘realitas ide moral’, ‘bayangan dan realitas akal’ sebagaimana ditegaskan oleh Hegel. Malahan, negara adalah produk masyarakat pada tingkat perkembangan tertentu; negara adalah pengakuan bahwa masyarakat ini terlibat dalam kontradiksi yang tak terpecahkan dengan dirinya sendiri, bahwa ia telah terpecah menjadi segi-segi yang berlawanan yang tak terdamaikan dan ia tidak berdaya melepaskan diri dari keadaan demikian itu. Dan supaya segi-segi yang berlawanan ini, kelas-kelas yang kepentingan-kepentingan ekonominya berlawanan, tidak membinasakan satu sama lain dan tidak membinasakan masyarakat dalam perjuangan yang sia-sia, maka untuk itu diperlukan kekuatan yang nampaknya berdiri di atas masyarakat, kekuatan yang seharusnya meredakan bentrokan itu, mempertahankannya di dalam ‘batas-batas tata tertib’; dan kekuatan ini, yang lahir dari masyarakat, tetapi menempatkan diri di atas masyarakat tersebut dan yang semakin mengasingkan diri darinya, adalah negara”. 33 Sedangkan, menurut Marx (1917: 3), negara adalah organ kekuasaan kelas, organ penindasan dari satu kelas terhadap kelas yang lain, ia adalah ciptaan “tata tertib” yang melegalkan dan mengekalkan penindasan ini dengan memoderasikan bentrokan antar kelas. Berdasarkan kedua pendapat tokoh tersebut Lenin menyimpulkan tentang Negara yaitu (1917: 4) : “Negara adalah kekuatan yang berdiri di atas masyarakat dan yang “semakin mengasingkan dirinya dari masyarakat itu”, maka jelaslah bahwa pembebasan kelas tertindas bukan hanya tidak mungkin tanpa revolusi dengan kekerasan, tetapi juga tidak mungkin tanpa penghancuran aparat kekuasaan negara yang diciptakan oleh kelas yang berkuasa dan yang merupakan penjelmaan dari “pengasingan itu. Negara yang dimaksud disini bukanlah negara sebagaimana pengertian umum yaitu negara dengan karakter khasnya: memiliki tentara tetap, polisi, birokrasi dan penjara yang kesemuanya digunakan untuk menindas proletariat. Negara yang dimaksud disini adalah proletariat yang terorganisir sebagai kelas yang berkuasa.”. Pengertian Lenin tersebut adalah sejalan dengan pengertiannya Marx mengenai hakikat negara sebagai alat penindas dari satu kelas yang satu kepada kelas yang lainnya. Negara Borjuis adalah alat yang dimiliki borjuis untuk menindas proletar (kaum pekerja). Dalam kaitannya dengan pengertian mengenai negara sebagai alat penindas dan “melenyapnya” negara fase perkembangan tertinggi masyarakat komunis inilah pengertian Lenin mengenai Diktator Proletariat muncul sebagai alat dan kekuatan baru penindas khusus milik proletar untuk menindas/membersihkan borjuis pada fase komunis awal. Mengenai Proletariat, Lenin menjelaskan (1917:10) : “Kaum yang bekerja membanting tulang memerlukan negara hanya untuk menindas perlawanan dari pihak para penghisap, dan hanya proletariat saja yang berada dalam posisi memimpin penindasan ini, menjalankannya; 34 karena proletariat adalah satu-satunya kelas yang dapat revolusioner secara konsekuen, kelas satu-satunya yang dapat menyatukan kaum yang bekerja membanting tulang dan kaum yang terhisap dalam perjuangan melawan borjuis, mengenyahkannya sama sekali....Proletariat memerlukan kekuasaan negara, organisasi kekuatan yang terpusat, organisasi kekerasan, baik untuk meluluhlantakkan perlawanan dari kaum penghisap, maupun untuk mempimpin massa maha besar dari penduduk —kaum tani, borjuasi kecil, kaum setengah-proletar —dalam pekerjaan mengorganisasikan ekonomi sosialis”. Dari pengertian diatas, jelaslah bahwa diktator proletariat adalah sebuah alat dari kaum yang tertindas pada masa kapitalisme untuk menindas para penindasnya. Diktator proletariat inipun bukanlah sesuatu yang akan tetap ada, melainkan akan “melenyap” bersamaan dengan tidak adanya penindasan atau antagonisme kelas. Diktator proletariat hanya digunakan selama masih ada kelas minoritas yang memiliki alat produksi dan karenanya menindas kelas lainnya yang mayoritas (proletar). Diktator proletariat sebagai alat tidak akan berguna lagi ketika semua alat produksi dimiliki bersama dan semua masyarakat menikmati hasil dari kerjanya sesuai dengan kebutuhannya. Kelebihan dari buku ini adalah menguraikan isi dan inti pemikiran dari V.I Lenin secara gamblang mengenai negara dan revolusi yang didalamnya terdapat bab-bab yang membahas mengenai aplikasi pengertian negara dari apa yang telah dijelaskan oleh Marx dalam situasi yang berbeda yang dialami oleh Rusia, sekaligus mendeskripsikan pengertian sebuah negara dan bagaimana cara memperjuangkannya dari penguasa feodalis dan kaum kapitalis dan bagaimana cara mengaplikasikannya kemudian setelah perebutan kekuasaan itu dilakukan. Selain itu juga terdapat pengalaman dari Komune Paris yang menginspirasikan Lenin dalam segala tindak tanduknya kemudian. Lenin dalam buku ini juga 35 mengemukakan mengenai Dasar-Dasar Ekonomi Melenyapnya Negara yang didalamnya itu terdapat tingkatan ekonomi setelah negara komunis itu terbentuk. Bab akhir dalam buku ini adalah pembahasan mengenai Pemvulgaran Marxisme Oleh Kaum Oportunis yang merupakan tantangan, kritikan atau bahkan sangkalan terhadap apa yang dituliskan oleh Marx dan apa yang dipikirkan oleh Lenin. Dalam buku ini penulis bisa mendapatkan apa inti dari pemikiran Lenin mengenai konsep negara dan revolusi itu sendiri sehingga dapat menganalisis perbedaan dengan apa yang ditulis Marx sebagai acuan dan tolak ukur Lenin. Kekurangan buku ini adalah bahasanya yang cukup kompleks, dialektis dan penuh dengan prosa-prosa yang begitu kaku. Sehingga untuk memahami apa yang ditulis oleh Lenin penulis harus didampingi oleh buku yang juga menguraikan pemikiran Lenin namun dengan bahasa yang mudah dimengerti. Buku Kelima adalah Komunisme Sebuah Sejarah (2003) karya Richard Pipes. Buku ini menguraikan mengenai Komunisme, perkembangannya dan peninggalannya yang telah terjadi di sepanjang sejarah hidup manusia. Salah satu babnya itu membahas mengenai perkembangan Komunisme di Rusia mulai dari Lenin hingga Stalin. Buku ini tidak hanya mendeskripsikan fakta mengenai kejadian yang terjadi pada masa Komunis berkembang di Rusia tetapi juga termasuk didalamnya latar belakang Rusia pra-revolusi, kelemahan dari Rusia saat itu sehingga Lenin dapat melakukan Revolusi Oktober dan kelebihan-kelebihan apa yang dilakukan Lenin dan Stalin di Rusia sehingga ideologi komunis dapat bertahan lama. 36 Pipes mengungkapkan mengenai keadaan masyarakat Rusia Pra-Revolusi (2003: 33) : “...Tiga seperempat dari seluruh penduduk kekaisaran ini terdiri dari para petani penggarap kecil yang sebagai matoritas di Rusia hidup dalam dunia mereka sendiri serta tak tersentuh oleh peradaban barat....sebagian besar petani penggarap Rusia bukanlah petani yang mengerjakan tanah mereka sendiri, mereka adalah bagian dari komunitas-komunitas dusun yang memiliki tanah secara kolektif yang secara periodik dibagi-bagikan kepada keluarga-keluarga didalamnya sesuai dengan besar kecilnya keluarga tersebut....petani-petani penggarap tersebut konservatif, setia kepada monarki dan Gereja Ortodoks. Dalam satu hal, dan hanya satu hal ini, mereka memenuhi persyaratan potensial bagi terjadinya revolusi yakni mereka mengalami kekurangan tanah....mereka sangat percaya bahwa Tsar yang mereka anggap pemilik semua tanah yang sah, suatu hari nanti akan mengambil alih tanah-tanah tersebut dari para pemiliknya—tuan tanah dan petani-petani penggarap yang serupa dengannya—serta memberikannya kepada komunitas. Namun, bila Tsar tidak melakukan hal tersebut mereka siap untuk mengambil alihnya secara paksa” Hal diatas dapat memberikan gambaran bahwa sebenarnya kondisi masyarakat Rusia saat itu sudah dimasuki pemikiran-pemikiran anarkis untuk melakukan revolusi hanya saja karena kesetiaan dan kepercayaan kepada Tsar dan Gereja Ortodoks-lah yang membuat mereka masih bertahan dengan keadaan yang memprihatinkan itu. Hampir sepanjang sejarah, Rusia diperintah oleh suatu bentuk otokrasi yang ekstrim, dimana Tsar tidak hanya menikmati kekuasaan legislatif, yudikatif dan eksekutif yang tanpa batas tetapi juga secara harfiah adalah pemilik negara sehingga apabila ia berkehendak ia dapat mengeksploitasi manusia dan sumber-sumber material yang ada didalamnya. Selain itu, administrasi kekaisaran dipercayakan kepada suatu birokrasi yang bersama dengan tentara dan polisi menjalankan kekuasaan tanpa dipertanggungjawabkan kepada rakyat. 37 Pipes juga mendeskripsikan bahwa Rusia hingga tahun 1905 adalah negara yang tidak mempunyai undang-undang hak kepemilikan tanah karena semua tanah itu dikuasai oleh kerajaan, selain itu intitusi-intitusi yang lainnya yang berperan aktif dalam pemerintahan Tsar juga baru bermunculan pada akhir abad ke-19 padahal apabila dibandingkan dengan Eropa Barat hal itu sudah ada dan terjadi dari abad pertengahan. Namun, ditengah keterbelakang administrasi dan birokrasi itu, Tsar Rusia ternyata juga begitu berambisi untuk menjadi penguasa dunia yang besar sehingga ia tidak sadar bahwa kebijakan yang diambilnya adalah senjata yang akan menghancurkan otokrasinya kelak, sebagaimana Pipes mengungkapkan (2003:3637) bahwa: “Tsar melakukan kebijakan yaitu memajukan ilmu pengetahuan dan pendidikan dengan mendirikan universitas-universitas sehingga dapat menghasilkan warga negara yang akan merasakan bahwa pengekangan yang selama ini terjadi tidak dapat dibiarkan....Langkah lain para Tsar yang justru merongrong otoritas mereka sendiri adalah didorongnya kapitalisme. Dalam Perang Crimean tahun 1854-1855, Rusia menderita kekalahan di daerahnya sendiri dari tangan negara-negara demokrasi industrial barat. Kekalahan memalukan ini menunjukkan bahwa dalam dunia modern tidak ada negara dapat mengklaim diri sebagai kekuasaan yang agung tanpa mempunyai industri dan trasportasi yang baik”. Dari beberapa pernyataan diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa pemajuan pendidikan dan industrialisasi yang diperlukan untuk memenuhi ambisi global Rusia tersebut telah memperlemah kekuasaan Tsarisme di dalam negeri. Faktor-faktor seperti itulah yang membantah pernyataan dari Marx yang mengatakan bahwa Revolusi Komunis akan meletus di Barat yang industrialisasinya telah maju., telah ada penghargaan hukum terhadap hak 38 kepemilikan dan rasa kesetiaan kepada negara yang melindungi kebebasan serta menyediakan pelayanan-pelayanan sosial. Seiring dengan adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan pendidikan di Rusia memunculkan beberapa mahasiswa-mahasiswa yang mulai menyadari bahwa apa yang selama ini Tsar lakukan adalah hal yang tidak bisa dibiarkan sehingga mulai bermunculanlah aktivis-aktivis sosialis dari kalangan mahasiswa, gerakan-gerakan revolusioner bahkan partai-partai yang menentang kebijakankebijakan Tsar, salah satunya adalah Vladimir Ilyich Lenin dengan Partai Sosial Demokrat khususnya Golongan Bolshevik. Pipes, mendeskripsikan Lenin, siapa dan apa yang melatarbelakanginya melakukan gerakan-gerakan revolusioner (2003: 42) yaitu : “Lenin dikenali sebagai adik seorang teroris yang mendapat hukuman mati, ia dikeluarkan dari universitas karena terlibat dalam sebuah kerusuhan kecil. Lenin dipaksa menghabiskan tiga tahun setelahnya tanpa melakukan apapun, hal itulah yang membuatnya semakin merasa benci pada rezim yang telah menghancurkan hidupnya. Kebenciannya tidak hanya berpusat pada Tsarisme, tetapi juga kepada “Borjuis” yang mengucilkan keluarganya karena kejahatan yang dilakukan oleh kakaknya....Semangat revolusionernya yang berkobar-kobar pun bukan diinspirasi oleh suatu visi tentang masa depan yang lebih adil. Semangat tersebut dilandasi oleh kemarahan dan didorong oleh hasrat untuk balas dendam. Struve, yang berkolaborasi dengannya pada tahun 1890-an, beberapa tahun setelahnya menulis bahwa ciri utama kepribadian Lenin adalah Kebencian.” Setelah Revolusi tahun 1905, Rusia diambil alih oleh segolongan komite dalam perwakilan Duma yang disebut sebagai pemerintahan sementara, Bolshevik salah satu dalam pemerintahan sementara itu. Namun, nampaknya bagi Lenin pemerintahan sementara tidak memberikan kepuasan terhadap apa yang Lenin 39 harapkan untuk negaranya. Setelah kekalahan perang, Rusia mengalami krisis yang harus segera diatasi. Menurut Pipes, (2003:52) : “Pemerintah Sementara telah berjanji untuk sesegera mungkin untuk mengadakan Majelis Konstituante guna membentuk suatu pemerintahan yang baru, namun mereka terus saja menundanya sehingga para petani yang sudah tidak sabar akan terjadinya Revolusi Agraria kemudian menyerang tanah-tanah pribadi. Sementara itu, pemerintahan sementara bersikeras tetap meneruskan peperangan yang sudah semakin kehilangan pendukung di dalam negeri sedangkan krisis sudah semakin menjalar ke berbagai bidang”. Hal itu, memberikan peluang kepada Lenin untuk melakukan revolusi sosialis sebagaimana yang telah ia pikirkan dalam pengasingannya. Maka ia segera memerintahkan kepada golongannya untuk mendiskreditkan pemerintahan sementara dan bersiap-siap melakukan revolusi dengan mempersenjatai buruh dan petani. Pengikut Lenin tidak banyak, tetapi mereka sangat terorganisasi dan patuh pada Komite Pusat sehingga Revolusi Oktober 1917 dapat dilaksanakan. Pipes mengambil kesimpulan dari apa yang dilakukan oleh Lenin dan Kaum Bolshevik yang dipimpinnya (2003: 56) : “Berawal dari kenekatan mereka, sejarah akan diperhitungkan hingga tujuh puluh tahun kedepan. Padahal, tidak seorang pun dari pemimpin Bolshevik mempunyai pengalaman dalam mengatur sesuatu, namun mereka kemudian malah memikul tanggung jawab memerintah negara terbesar di dunia. Meski tidak punyak banyak pengalaman dalam bidang usaha, mereka tidak segan-segan melakukan nasionalisasi yang cepat dan dengan demikian memikul tanggung jawab untuk mengatur ekonomi terbesar kelima di dunia....Kediktatoran yang selama ini digunakan berkembang menjadi sebuah rezim totaliter dan hal itu menjadikan kaum Komunis memerintah dengan cara despotis dan kejam.” Kelebihan buku ini adalah penulis dapat memperoleh fakta baru mengenai apa yang dipikirkan dan dilakukan oleh Lenin. Latar belakang Lenin menjadi 40 seorang revolusioner yang fanatik dan latar belakang strategi dari Revolusi Oktober 1917 itu sendiri. Buku Keenam adalah Revolusi Permanen (2009) karya Leon Trotsky. Buku ini adalah karya terbesar dari Panglima Tentara Merah (pemimpin lapangan jalannya Revolusi Oktober 1917) yang akan ditemukan didalamnya formulasi dari teori Revolusi Permanen yang merupakan salah satu sumbangsih terbesar dalam teori politik revolusioner. Dalam buku ini juga Trotsky mengungkapkan apa yang dimaksud dengan revolusi kelas proletar yang dilakukannya pada tahun 1917 sebagai Panglima Tentara Merah. Jabatan yang penting tersebut menyebabkan Trotsky mengetahui seluk beluk dari revolusi yang dipimpinnya tersebut. Trotsky mengungkapkan bahwa (2009:49) : “Revolusi adalah sebuah pertarungan kekuatan secara terbuka antara kekuatan-kekuatan sosial didalam sebuah perjuangan untuk mengambil kekuasaan. Negara bukanlah sebuah tujuan akhir didalam dirinya sendiri. Ia hanyalah sebuah alat di tangan kekuatan sosial yang mendominasi. Seperti setiap mesin ia memiliki motornya, mekanisme transmisi dan eksekusi. Kekuatan pendorong negara adalah kepentingan kelas, mekanisme motornya adalah agitasi, media, gereja, sekolah, partai-partai, pertemuan-pertemuan jalanan, petisi dan pemberontakan. Mekanisme transmisinya adalah organisasi legislatif kepentingan kasta, dinasti, estate, atau kelas yang dipresentasikan sebagai kehendak Tuhan (absolutisme) atau kehendak bangsa (parlementerisme). Dan terakhir mekanisme eksekusinya adalah administrasi negara dengan polisi-polisinya, pengadilan-pengadilannya dengan penjara-penjaranya dan tentaranya”. Selain itu, mengenai Kediktatoran Proletariat, Trotsky memiliki pandangan bahwa mereka adalah kaum proletar yang berkuasa akan berdiri di 41 depan kaum tani sebagai sebuah kelas yang telah membebaskan mereka. Lebih jelas diuraikan (2009: 60) : “Dominasi kaum proletar bukan hanya akan berarti persamaan hak yang demokratis, pemerintahan-independen yang bebas, pemindahan seluruh beban pajak ke kelas yang kaya, pembubaran tentara reguler dan pembentukkan rakyat yang bersenjata, dan abolisi pajak gereja, tetapi juga akan berarti pengesahan seluruh perubahan relasi tanah (penyitaan tanah) yang revolusioner yang dilakukan oleh kaum tani”. Dalam buku ini penulis mendapatkan bahwa sebagai Panglima Tentara Merah yang merupakan pemimpin lapangan untuk Revolusi Oktober 1917, Trotsky merupakan orang yang peranannya cukup penting sehingga apa yang dipikirkan oleh Trotsky setidaknya adalah terusan dari apa yang dipikirkan Lenin. Pembahasan mengenai Revolusi Sosialis yang dilakukan oleh gabungan dari kaum proletar dan kaum tani merupakan inti pemikiran dari buku ini. Selain itu juga, bagaimana revolusi itu dijalankan setelah merebut kekuasaan Trostky begitu paham tentang tugasnya ini dimana tindakan dengan perintah yang tegas, keras bahkan cenderung kejam ini dilakukan agar tidak ada seorang pun yang tidak sepaham atau menentang dengan pemikiran Lenin. Ujung dari perjuangan yang dipimpin oleh Lenin dan Trotsky ini tiada lain adalah adanya negara sosialis komunis. Adapun mengenai negara sosialis tersebut, Trotsky mengutip perkataan dari Rozhkov mengenai syarat-syarat untuk menjadi Negara Sosialisme yaitu sebagai berikut : “...Pertama, adalah Dominasi produksi skala-besar yang hampir total semua cabang-cabang ekonomi, kedua, kemungkinan dominasi sistem produksi koperasi di dalam negeri tersebut, ketiga, dibutuhkannya kesadaran kelas diantara kaum proletar yang berkembang sedemikian rupa sehingga mencapai kesatuan spiritual dari mayoritas rakyat”. 42 Sesuai dengan judul buku ini yaitu Revolusi Permanen, maka Trotsky juga pada intinya mengungkapkan mengenai pengenalan dan perkembangan dari penciptaan Teori Revolusi Permanen yang diungkapkan oleh Lenin. (2009:130): “Revolusi Permanen, menurut Marx berarti sebuah revolusi yang tidak membuat kompromi dengan bentuk kekuasaan kelas apapun, revolusi yang tidak berhenti pada tahapan demokratik namun terus bergerak pada pelaksanaan langkah-langkah sosialis dan berperang melawan reaksi dari luar yaitu: sebuah revolusi yang setiap tahapan suksesnya berakar pada tahapan sebelumnya dan hanya berakhir pada likuidasi masyarakat kelas secara total....Teori Revolusi Permanen menjelaskan bahwa, dalam era kita saat ini, tugas-tugas demokratik bangsa borjuis terbelakang akan mengantarkan kita langsung ke kediktatoran proletariat dan bahwa kediktatoran proletariat ini menempatkan tugas-tugas sosialis pada saat itu juga....”. Kelebihan Buku ini adalah, penulis dapat mengetahui pandangan mengenai Revolusi Permanen yang menjadi salah satu pemikiran pokok dari Lenin yang dipahami sepenuhnya oleh Leon Trotsky sebagai Panglima Tentara Merah Rusia yang sekaligus orang yang memiliki peranan penting dalam Revolusi Oktober 1917 tersebut, sehingga penulis dapat mengetahui kronologis peristiwa tersebut dari orang yang mengalaminya. Selain itu juga, buku ini mendeskripsikan konsep negara dan revolusi yang dipikirkan dan diperjuangkan oleh Lenin dalam dua periode yaitu Pra-Revolusi Oktober dan Pasca Revolusi Oktober sehingga dapat diketahui formulasi apa yang diterapkan oleh Lenin dan Trotsky ketika revolusi itu berlangsung. Kekurangan buku ini adalah adanya keberpihakan argumen, pendapat atau bahkan teori dari penulis buku yaitu Leon Trotsky terhadap apa yang dipikirkan oleh V.I Lenin. Hal ini dikarenakan Lenin dan Trotsky adalah dua orang yang tidak dapat dipisahkan dari Revolusi Oktober 1917 sebagai pemikir dan pelaksana 43 revolusi sehingga keberpihakan Trotsky terhadap apa yang dipikirkan oleh Lenin tak dapat dihindarkan. Hal ini terkadang membuat fakta yang ada menjadi simpang siur karena tidak terlepas dari subjetivitas penulis buku itu sendiri. Buku Ketujuh adalah Negara dan Revolusi Sosial (Studi Analisis Komparatif tentang Perancis, Rusia dan Cina (1991) karya Thade Skocpol. Dalam buku ini akan diuraikan penjelasan mengenai pembandingan (studi komparatif) Revolusi Sosial yang terjadi di Perancis, Cina dan Rusia. Hal ini dipandang penting bagi penulis untuk mengetahui perbedaan dan persamaan dari revolusi sosial yang terjadi di ketiga negara tersebut dan sebagai proses analisis dari sejauh mana pengaruh pemikiran-pemikiran mengenai kehidupan negara yang dipakai di ketiga negara tersebut. Skocpol mengungkapkan persamaan kondisi keadaan negara Perancis, Rusia dan Cina sebelum Revolusi Sosial itu terjadi yaitu bahwa (1991:66) : “Kita mulai dari kenyataan bahwa Perancis, Rusia dan Cina sebelum revolusi adalah negara yang sama-sama dikendalikan oleh monarki otokratis yang tugasnya terpusat pada pemeliharaan tatanan dalam negeri dan penindakan terhadap musuh dari luar. Ketiga rezim lama tersebut sepenuhnya berdasarkan negara kekaisaran (imperial state) yang mempunyai hierarki militer dan administrasi yang dikoordinasikan secara terpusat dibawah pengawasan monarki absolut. Negara-negara tersebut merupakan proto-birokrasi: beberapa jabatan khususnya jabatan puncak dikhususkan secara fungsional: beberapa pejabat atau aspek-aspek kewajiban resmi tertentu tunduk pada aturan dan supervisi hierarki: pemisahan jabatan dan tugas kenegaraan dari milik dan kepentingan pribadi sebagian dilembagakan dalam setiap rezim. Tetapi tidak satupun dari negara kekaisaran itu yang sepenuhnya birokratis". Terkait dengan judul skripsi penulis yang berkaitan dengan Revolusi Oktober 1917, buku ini memberikan gambaran kepada penulis mengenai 44 perbandingan revolusi sosial tersebut termasuk latar belakang, perkembangan dan dampaknya bagi masing-masing negara. Skocpol juga menambahkan bahwa krisis politik revolusioner yang terjadi di ketiga rezim tersebut disebabkan oleh struktur agraria menimpa organisasi negara proto-birokratis dan otokratis dalam arti bahwa ia merintangi dan menghalangi inisiatif monarki untuk menyelesaikan kompetisi militer internasional yang semakin meningkat di seluruh dunia yang sedang mengalami transformasi yang diakibatkan oleh kapitalisme. Selain itu, dalam buku ini juga Skocpol mengungkapkan bahwa Ideologi Revolusioner ternyata juga berpengaruh terhadap perjuangan para revolusioner untuk mendirikan dan merebut kekuasaan negara didalam situasi sosial revolusioner. Ideologi Revolusioner itu adalah Jacobianisme dan MarxismeLeninisme (1991:132) : “Pertama, ideologi revolusioner itu merupakan keyakinan universal yang dapat menyebabkan dan mendorong masyarakat dari berbagai latar belakang tertentu yang berbeda untuk hidup berdampingan dan sebagai saudara sebangsa dan seperjuangan. Kedua, ideologi ini mengajak kaum elit revolusioner agar menarik dan mengerahkan masa untuk perjuangan dan kegiatan politik. Ketiga, Jacobianisme dan Marxisme-Leninisme merupakan faham yang berpandangan “totaliter” sekuler yang memberikan dasar pembenaran bagi para aktor yang meyakininya untuk memakai cara apa saja untuk mencapai tujuan politik mereka”. Terkait dengan Revolusi Rusia pada Oktober 1917 dan perjuangan Golongan Bolshevik, Skocpol mempunyai pandangan tersendiri mengenai hal ini (1991:232) : “Di tengah-tengah kekacauan yang semakin menjadi-jadi di Rusia, hanya Partai Bolshevik-lah yang memiliki siasat yang berhasil dalam mengembangkan efektivitas taktikal yang terus meningkat dan telah berhasil pula memperoleh dukungan rakyat yang ada di tempat-tempat 45 strategis. Pemerintah darurat dan kaum sosialis moderat telah mengupayakan agar perang tetap berlangsung, menunda pengakuan atas perampasan tanah oleh petani dan berjuang melawan merosotnya disiplin didalam angkatan bersenjata dan meluasnya kontrol buruh didalam industri-industri. Sementara itu, Partai Bolshevik tetap beroperasi, melalui propaganda kritis yang diarahkan pada buruh industri dan pada pasukan garnisun dan pasukan garis depan yang diwujudkan bersama-sama dengan gelombang pemberontakan rakyat yang spontan, yang menuntut perdamaian, tanah, makanan, wewenang buruh dan seluruh kekuasaan untuk rakyat Sovyet”. Begitu melihat Revolusi Sosialis di tiga negara tersebut, penulis dapat membandingkan antara ketiganya berdasarkan dasar pemikiran dan akibat-akibat yang ditimbulkan oleh ketiga revolusi tersebut di negara yang bersangkutan. Revolusi Perancis dilihat sebagai suatu revolusi kapitalis dan revolusi liberal yang dipimpin oleh kaum Borjuis dan menghasilkan pemerintahan yang liberal, sedangkan revolusi Rusia dipandang sebagai revolusi komunis/sosialis yang antikapitalis yang dilakukan oleh kaum Proletar dan Partai Bolshevik yang menghasilkan pemerintahan komunis sosialis dan terakhir Revolusi Cina merupakan revolusi agraria yang dilakukan oleh para petani yang menghasilkan pemerintahan komunis. Kelebihan buku ini adalah penulis dapat mengambil analisis perbandingan dari ketiga revolusi sosial tersebut untuk dijadikan kajian perbandingan bagaimana jalannya revolusi itu sendiri dengan melihat latar belakang dan kondisi yang berbeda. Melihat dari sudut pandang salah satu pemikiran Lenin sendiri yaitu mengenai Revolusi Permanen yaitu revolusi sosialis yang terjadi selama berkelanjutan di negara-negara lain setelah melihat hal yang sama di Rusia. Berdasarkan pemikiran Lenin tersebut, penulis bisa melihat apakah terdapat 46 hubungan atau tidak dengan apa yang dikatakan Lenin mengenai Revolusi Permanen itu sendiri. Buku Kedelapan adalah Rentjana Pelajaran Terurai tentang Komunisme (1967) karya Oejeng Soewargana dan Nugroho Notosusanto. Dalam buku ini akan dilihat pendeskripsian mengenai Komunisme berdasarkan orang-orang yang pernah mengalami dan merasakan Revolusi Sosialis itu sendiri dengan diinspirasi dari pemikiran tokoh Marx dan Engels. Oejeng Soewargana dan Nugroho Notosusanto (1967:10) menyebutkan mengenai beberapa sumbangan pemikiran Lenin terhadap Teori Marxisme : “Sumbangan pemikiran Lenin itu Pertama, taktik dan strategi revolusi, Kedua, kediktatoran proletariat, Ketiga, administrasi negara, Keempat, peranan partij (partai), Kelima, Taktik dan strategi partij komunis dan Keenam, doktrin kapitalisme-imperialisme”. Dengan selalu berpijak pada ajaran-ajaran yang dikemukakan oleh Karl Marx dan Engels, Lenin menerjemahkan pemikiran revolusioner Marx-Engels tersebut kedalam teori-teori revolusioner. Sedangkan teori yang dilahirkan oleh Lenin sendiri merupakan penyempurnaan, gabungan dan penerapan dari apa yang telah secara umum diungkapkan oleh Marx dan Engels. Menurut Oejeng Soewargana dan Nugroho Notosusanto, Lenin hanya menyempurnakan teori revolusioner yang secara umum telah dilahirkan sebelumnya dengan menambahkan simpulan dari praktik revolusi di Rusia yang ia sendiri terlibat didalamnya. Sedangkan mengenai kediktatoran proletariat, Oejeng Soewargana dan Nugroho Notosusanto berpendapat bahwa itu adalah bentuk kekuatan penindas khusus dari kaum proletariat terhadap kaum Borjuis. Pengertian tersebut 47 sejalan dengan apa yang dipikirkan oleh Marx mengenai hakikat Negara sebagai alat penindas dari satu kelas kepada kelas yang lainnya. Negara borjuis adalah alat yang dimiliki borjuis untuk menindas kaum proletar. Berkaitan dengan teori diktator proletariat sebagai alat/kekuatan penindas khusus dari proletariat, hal itu tidak dapat dipisahkan dari teori Lenin yang lainnya yaitu mengenai administrasi negara. Administrasi yang dimaksud adalah pengelolaan negara (diktator proletariat) sebagai alat yang digunakan proletariat dalam fase transisi diantara fase komunis awal ke fase komunis tinggi. Dari apa yang diungkapkan oleh Lenin diatas, maka jelaslah bahwa terjadi perubahan drastis administrasi Negara oleh kaum borjuis dalam masa kemenangan diktator proletariat (1967: 54) : “Pertama, fungsi-fungsi birokrasi dan tentara tetap (sifat khas negara) yang dimiliki borjuis diambil alih proletariat dan dibangun sistem baru yang mengabdi kepada mayoritas rakyat (proletariat). Alat yang tadinya digunakan untuk menindas proletar dipakai untuk menindas borjuis dan memimpin proses produksi tanpa pengisapan. Kedua, parlemen yang tadinya cuma menjadi lembaga perwakilan dijadikan badan-badan kerja yang digaji tidak lebih tinggi dari upah buruh. Ketiga, dibangun sistem sentralisme-demokratis dimana proletariat dan kaum tani miskin dengan sebebas-bebasnya mengorganisir diri dalam komune-komune dan mempersatukan aksi semua komune untuk menggempur kapital, untuk menyerahkan semua alat-alat produksi perorangan dan yang mendukungnya kepada seluruh bangsa, kepada seluruh masyarakat”. Kelebihan buku ini adalah diuraikannya pemikiran pokok Lenin mengenai revolusi, negara dan aspek-aspek yang terdapat dalam sebuah negara. Hal ini bermanfaat bagi penulisan skripsi yang dilakukan penulis karena mengungkapkan apa yang dibutuhkan penulis dengan bahasa yang mudah dimengerti. 48 Secara keseluruhan, masing-masing buku sumber memiliki kelebihan dan kekurangan, meskipun begitu buku sumber yang penulis gunakan dalam Tinjauan Pustaka ini amat membantu proses penyusunan skripsi. Tinjauan Pustaka yang tertera pada bab ini, akan menjadi patokan pola penyusunan skripsi yang akan dikembangkan penulis pada bab-bab selanjutnya. Teori-teori dan kutipan-kutipan yang penulis cantumkan diatas setidaknya telah memberikan gambaran kepada penulis tentang penyusunan skripsi tahap selanjutnya sehingga skripsi dapat tersusun secara sistematis dan terstruktur sesuai dengan pedoman penulisan karya ilmiah yang berlaku.