TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Menurut Steenis (1978) kedudukan tanaman jagung (Zea mays L) dalam taksonomi adalah: Kingdom Plantae, Divisi Spermatophyta, Famili Graminae, Genus Zea dan Spesies Zea mays L. Tumbuhnya radikula akan menghasilkan akar pertama yang akan berkembang (seminal). Setelah tiga hari atau lebih akar seminal akan tumbuh dari embrio kearah samping, akar ini banyak mensuplai nutrisi sejak awal minggu kedua setelah perkecambahan dan akan tetap berfungsi untuk sementara waktu, walaupun sesudah kedatangan akar yang mempunyai fungsi utama pada penyerapan. Akar adventif berkembang dari mata tunas batang paling bawah. Beberapa akar tumbuh horizontal 0,5-1m dan turun kebawah secara vertikal dengan kedalaman dapat mencapai 2,5 m (Purseglove, 1985). Tanaman memiliki batang yang kaku dengan tingginya berkisar antara 1,5 m- 2,5 m dan terbungkus oleh pelepah daun yang berselang seling yang berasal dari setiap buku. Buku batang mudah terlihat. Pelepah daun terbentuk pada buku dan membungkus rapat-rapat panjang batang utama. Sering melingkupi hingga buku berikutnya. Pada lidah daun (ligula), setiap pelepah daun membengkok menjauhi batang sebagai kemudian daun yang panjang, luas dan melengkung. Ligula ini melekat kuat melingkupi batang dan ujung pelepah (Rubazky dan Yamaguchi, 1998). Universitas Sumatera Utara 6 Kedudukan daun jagung distik (dua baris daun tunggal yang keluar dalam kedudukan berselang seling) dengan pelepah-pelepah daun yang saling bertindih dan daunnya lebar serta relatif panjang. Epidermis daun bagian atasnya biasanya berambut halus dan mampunyai baris-baris sel yang membujur berbentuk gelembung (buliform) yang dengan penambahan turgor menyebabkan daun menggulung atau membuka. Permukaan daun bagian bawah rambut) dan biasanya mempunyai glabrus (tanpa agak lebih banyak stomata dari pada permukaan bagian atas (Goldsworthy dan Fisher, 1992). Bunga jantan jagung berada di ujung batang dalam bentuk malai di ujung. Jika kepala sari dari tassel pecah maka terbentuklah kabut debu serbuk sari. Telah dihitung bahwa sebuah tassel dapat menghasilkan sebanyak 60 juta serbuk sari. Bunga betina tumbuh dibagian bawah tanaman dalam bentuk bulir majemuk atau sering disebut tongkol yang tertutup rapat oleh upih yang disebut kulit ari. Muncul dari tongkol dijumpai sejumlah besar rambut panjang (silks) yaitu kepala putik. Sewaktu reseptif rambut sutra ini lengket, sehingga serbuk sari manapun yang tertiup kearah rambut ini akan melekat. Setiap rambut dihubungkan oleh tangkai putik yang panjang kebakal buah tunggal yang setelah dibuahi menjadi biji atau inti biji (kernel). Pada bunga jantan biasanya memancarkan serbuk sari sebelum bunga betina pada tanaman yang sama masak. Ketika kepala sari bunga betina menjadi reseptif maka serbuk sari dari tanaman jagung yang bersebelahan tertiup angin dan akan menempel padanya sehingga terjadi penyerbukan silang (Loveless, 1989). Biji jagung bentuknya teratur, bergaris pada tongkol sesuai dengan letak bunga. Biji dibungkus oleh pericarp yang terdiri dari embrio dan endosperm. Universitas Sumatera Utara 7 Embrio terdiri dari plumula, radicle dan scutellum. Pada biji yang sudah tua, pericarp merupakan kulit yang keras. Bentuk biji ada yang bulat. Gigi atau pipih sesuai dengan varietasnya. Warna biji juga bervariasi antara lain kuning, putih, merah/orange dan merah hampir hitam (Ginting, 1995). Syarat Tumbuh Iklim Jagung termasuk tanaman yang toleran terhadap kondisi lingkungan jagung dapat tumbuh dari dataran rendah sampai dengan ketinggian 3700 mdpl. Jagung dapat tumbuh dengan curah hujan tahunan yaitu 2500 mm/tahun (Sing, 1987). Jagung merupakan tanaman tropik yang membutuhkan temperatur yang tinggi pada siang dan malam. Suhu yang paling baik pada siang hari berkisar antara 200C- 470C dan pada malam hari 140C. Benih tidak akan berkcambah dengan baik ada temperatur kurang dari 100C. Suhu diatas 400C akan menurunkan aktivitas penyerbukan (Hartman et al, 1981). Jumlah dan distribusi hujan tahunan untuk tanaman jagung dapat tumbuh normal antara 2500-5000 mm/tahun. Pada stadia pertumbuhan awal dan pembungaan tanaman jagung membutuhkan banyak air. Kekurangan pada fase ini menyebabkan berkurangnya hasil (Nurmala. 1997). Universitas Sumatera Utara 8 Tanah Jagung dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah tetapi dengan pengolahan dan drainase yang bagus. pH tanah untuk tanaman jagung berkisar antara 5,8-6,9 (Dacoteau, 2000), dan ini tergolong sesuai dengan lokasi penanaman yang memiliki pH 6, 9 (Laboratorium Sentral FP USU, Medan, 2009). Tanaman jagung tumbuh baik pada berbagai jenis tanah, terutama pada tanah yang bertekstur liat karena mampu menahan lengas yang tinggi atau mampu menyimpan air lebih lama dari pada tekstur tanah yang lain (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998). Macam tanah yang baik bagi pertumbuhan jagung adalah tanah aluvial atau lempung yang subur, terbebas pengairannya karena tanaman jagung tidak toleran pada genangan air. Pada tanah yang terlalu lembab, penanaman hendaknya diatur sedemikian rupa agar jagung cukup matang untuk dipanen pada permulaan musim kering (Kartasapoetra, 1988). Variabilitas Dalam mempelajari pewarisan kwantitatif dari beberapa persilangan resiprok, P1dan P2 biasanya galur murni, yaitu homozigot untuk sebagian besar sifat yang dapat diamati, maka rata-rata F1 berada diantara tetuanya, kombinasi gen bercampur dalam F1 (Crowder, 1997). Suatu populasi seperti suatu garis keluarga (line), suatu keturunan (breed), suatu varietas, suatu galur (strain), suatu sub varietas dan sebagainya tersusun dari individu-individu yang sedikit banyaknya serupa dalam komposisi Universitas Sumatera Utara 9 genetiknya dibandingkan dengan individu-individu dalam spesies tersebut secara keseluruhannya. Variabilitas fenotipe (σ2p) biasanya akan diekspresikan sekaligus dalam suatu kelompok organisme yang secara genetik identik. Semua variabilitas dalam keturunan (galur-galur) murni demikian, jelas awalnya adalah lingkungan. Persilangan antara dua galur murni menghasilkan suatu hibrida F1 yang secara genetik seragam. Variabilitas fenotipe dalam F1 juga asalnya adalah non-genetik. Pada pembentukan generasi F2 kombinasi-kombinasi gen dipertukarkan berbagi dan dalam kombinasi-kombinasi baru pada individu-individu F2. Secara umum terlihat generasi F2 lebih beragam dari F1 (Stansfield, 1991). Penyebaran dari observasi suatu populasi dapat dideskripsikan dengan varian, varian adalah rata-rata penyimpangan dari rata-rata yang dikuadratkan. Varian digunakan dalam perhitungan standar deviasi pada perhitungan heritabilitas (Poehlman and Sleper, 1995). Komponen genotipe dan lingkungan tidak dapat diestimasi (diduga) secara langsung dari hasil observasi suatu populasi, tapi dalam keadaan yang pasti mereka dapat diestimasi dalam suatu populasi percobaan. Apabila satu atau komponen lain dapat dieliminasi dengan sempurna, sisa dari keragaman fenotipe menyediakan sebuah estimasi pada komponen sisa. Variasi lingkungan tidak dapat diubah karena ia termasuk bagian dari keragaman non genetik, sebagian besar dari keragaman lingkungan adalah diluar kontrol percobaan. Eliminasi keragaman genetik dapat dilakukan yang bisa dilihat melalui percobaan. Hasil lini murni yang tinggi atau F1 dari persilangan antara dua lini menghasilkan Universitas Sumatera Utara 10 semua individu dengan genotipe yang sama dan oleh sebab itu tanpa variasi genotipe (Falcolner, 1981). Heritabilitas Kemajuan dalam proses seleksi yang tergantung pada evaluasi visual pada fenotipe dapat menyebabkan kesalahan yang lebih besar, khususnya jika heritabilitas rendah. Variasi genotipe suatu karakter sukar diperkirakan secara visual, misalnya untuk jumlah daun, kekuatan tanaman dan komponen panen. Pada karakter yang heritabilitasnya rendah, pertumbuhan gen berlangsung lambat kalaupun penggabungan gen-gen tersebut dapat dicapai. Seleksi akan sangat efektif pada tanaman yang heritabilitas tinggi. Tanaman yang heritabilitas tinggi akan mudah terlihat dalam populasi (Welsh, 1991). Heritabilitas dinyatakan sebagai persentase dan merupakan bagian pengaruh genetik dari penampakan fenotipe yang dapat diwariskan dari tetua kepada turunannya. Heritabilitas tinggi menunjukkan bahwa varian genetik besar dan varian lingkungan kecil. Dengan makin besarnya komponen lingkungan, heritabilitas makin kecil. Dalam hal panjang tongkol, nilai heritabilitas 45% relatif tinggi dan menunjukkan bahwa seorang pemulia tanaman dapat memperoleh kemajuan dalam mencari tongkol jagung yang lebih panjang. Dalam kebanyakan program pemuliaan tanaman, tujuan dari pemuliaan tanaman meliputi lebih dari satu sifat. Sebagai tambahan terhadap panjang tongkol, pemulia tanaman mungkin juga tertarik pada ukuran biji, rasa manis dari biji, ketebalan perikarp, panjang kelobot dan sejumlah sifat-sifat lain (Crowder, 1997). Universitas Sumatera Utara 11 Heritabilitas dapat diduga dengan menggunakan cara perhitungan, antara lain dengan perhitungan varian keturunan, dan dengan perhitungan komponen varian dari analisis varian (Mangundidjojo,2007). Pengertian heritabilitas sangat penting dalam pemuliaan dan seleksi karakter kuantitatif. Efektif atau tidaknya seleksi tanaman yang berdaya hasil tinggi dari sekelompok populasi, tergantung dari: 1. Seberapa jauh keragaman hasil yang disebabkan oleh faktor genetik yang nantinya diwariskan kepada turunannya. 2. Seberapa jauh pula keragaman hasil yang disebabkan oleh lingkungan tumbuh tanaman. Heritabilitas dapat didefenisikan sebagai bagian keragaman genetik dan karagaman total (keragaman fenotipe). Besarnya heritabilitas suatu karakter kuantitatif dapat diduga melalui suatu desain persilangan dua galur murni. 2 2 2 (σ p) = (σ g) + (σ e) (σ2p) = ragam fenotipe (σ2g) = ragam genetik (σ2e) = ragam lingkungan Besarnya heritabilitas dapat digunakan untuk menduga kemajuan seleksi dalam suatu program pemuliaan e2 h2 p21 p2 2 2 atau e2 P21 P2 2 F2 1 3 2g 2g 2 2 p g 2e Besarnya heritabilitas dapat digunakan untuk menduga kemajuan seleksi dalam suatu program pemuliaan. G Kh 2 P : kemajuan seleksi yang diharapkan ∆G Universitas Sumatera Utara 12 K h2 σp : suatu konstanta yang ditentukan oleh proporsi (%) : konstanta : simpangan baku fenotipe (Makmur, 1988). Kebanyakan karakter yang telah diwariskan berbeda dalam hal heritabilitas. Sebuah karakter seperti hasil, sebagian besar dipengaruhi oleh lingkungan dan akan memiliki heritabilitas yang rendah. Karakter yang tidak besar dipengaruhi oleh lingkungan biasanya memiliki heritabilitas yang tinggi. Pengaruh ini yang mungkin dipilih sebagai prosedur dalam seleksi yang digunakan oleh pemulia tanaman. Seleksi pada F2 pada persilangan antara tetua homozigot akan sangat tidak efektif untuk karakter yang heritabilitasnya rendah. Seleksi pada F2 akan lebih efektif apabila dibatasi oleh karakter yang memiliki heritabilitas tinggi. Seleksi untuk karakter yang heritabilitasnya rendah bisa dibuat lebih efektif apabila didasari penampilan keturunan F2. Peningkatan hasil dari seleksi bergantung pada efek kombinasi pada heritabilitas, jumlah dan variasi genetik yang diberikan serta intensitas seleksi. Pemakaian estimasi heritabilitas hanya untuk keterangan sampel populasi dan lingkungan di mana populasi telah tumbuh. Estimasi heritabilitas akan tetap tinggi atau tetap rendah ketika estimasi melewati suatu rangkaian populasi, lingkungan dan mungkin juga percobaan dapat dipertimbangkan untuk keseimbangan yang dapat diandalkan. Contoh pada karakter yang heritabilitasnya tinggi melewati interval pada lingkungan adalah ukuran biji pada gandum, data pembungaan, dan data masak biji pada kedelai. Hasil, ketahanan lingkungan, ketahanan suhu dingin dan kandungan secara umum protein memilki estimasi heritabilitas yang rendah. Prinsip yang digunakan untuk estimasi heritabilitas adalah: Universitas Sumatera Utara 13 Menentukan kepentingan relatif dari efek genetik yang dapat ditrasfer dari tetua ke turunannya, Menentukan metode seleksi mana yang akan menjadi paling berguna untuk memperbaiki karakter Memprediksikan peningkatan dari proses seleksi (Polhman and Sleper, 1995). Persilangan Secara genetik persilangan yang bukan inbreeding akan meningkatkan heterozigositas sehingga dengan demikian menaikkan keragaman genetik sedangkan inbreding akan meningkatkan homozigositas. Oleh karena itu tujuan utama dari persilangan adalah menggabungkan dua atau lebih sifat yang berbeda kedalam suatu hasil silangan. Selain itu, dapat pula dipakai sebagai alat untuk menghasikan galur baru, atau memanfaatkan heterosis. Beberapa hal yang perlu dipahami adalah daya gabung gen, daya gabung secara sfesifik, resiprok dan heterosis (Hadie dkk, 2008). Istilah heterosis mula-mula dilontarkan oleh Shull (1914). Shull menyatakan bahwa persilangan antara dua galur inbreed pada F1 yang dihasilkan menunjukkan peningkatan pertumbuhan dan kemampuan berproduksi yang lebih baik. Adanya sifat heterosis menunjukkan bahwa penampilan akan berbeda antara persilangan yang satu dengan yang lainnya. Hal ini tergantung pada sifat masing-masing tetua. Keadaan tersebut dikatakan sebagai kemampuan berkombinasi atau daya gabung. Daya gabung ada yang bersifat umum dan ada yang bersifat khusus. Daya gabung umum adalah penampilan rata-rata dari suatu Universitas Sumatera Utara 14 galur inbred yang disilangkan dengan beberapa galur inbred yang lain. Daya gabung khusus adalah penyimpangan penampilan persilangan suatu galur inbred dengan inbred yang lain terhadap daya gabung umum (Mangoendidjojo, 2007). Persilangan resiprokal (persilangan kebalikan) ialah perkawinan yang merupakan kebalikan dari perkawinan yang semula dilakukan misalnya persilangan antara A sebagai tetua betina disilangkan dengan B sebagai tetua jantan dan sebaliknya B sebagai tetua betina disilangkan dengan A sebagai tetua jantan (Suryo, 2005). Pada program persilangan, agar didapatkan variabilitas genetik yang tinggi maka bahan-bahan induk yang digunakan dalam program persilangan sedapat mungkin mempunyai sifat-sifat genetik yang jauh berbeda (divergen), tetapi dapat mengadakan kombinasi secara baik, karena hibrida yang akan dibuat persilangan antar galur-galur adalah dari kedua bahan tersebut (Moentono, 1988). Pada proses silang dalam (selfing) yang dilakukan, keturunannya akan mengalami kemunduran dalam hal ketegaran, berkurangnya ukuran dari standar normal dan berkurangnya tingkat kesuburan reproduksi dibandingkan dengan tanaman tetuanya. Kemunduran sifat-sifat ini sering disebut adanya tekanan silang dalam. Dalam selfing yang apabila berlanjut sampai beberapa generasi akan terjadi fiksasi dalam pengelompokan sifat-sifat yang sesuai dengan komposisi genetiknya dalam kondisi yang homozigot. Kemunduran yang terjadi pada suatu galur inbred sebagai akibat proses selfing dari generasi ke generasi akan mengalami kemajuan genetik pada F1 bila dua galur inbred yang tidak berkerabat disilangkan sesuai dengan teori munculnya heterosis (Mangundidjojo, 2007). Universitas Sumatera Utara 15 Seleksi berulang timbal balik melibatkan dua populasi yang diperbaiki bersama-sama. Prosedur ini dianjurkan oleh Comstock, Robinson dan Harvey yang berpendapat bahwa efek heterosis ini mungkin disebabkan adanya gen-gen dominan dan sebagian lagi oleh adanya gen over dominan. Populasi yang satu digunakan sebagai tetua penguji untuk yang lain. Jadi apabila ada populasi A dan B, maka populasi A disilang dengan populasi B dan sebaliknya. Seleksi ini diharapkan dapat meningkatkan heterosis antara kedua populasi sehingga hibrida dapat memberikan hasil yang lebih tinggi (Dahlan, 1988). Dalam proses pewarisan sifat, tidak semua sifat disebabkan oleh gen-gen pada kromosom dalam inti. Beberapa percobaan pewarisan menunjukkan bahwa bahan di luar inti atau organel-organel sitoplasmik juga merupakan pembawa sifat keturunan. Benda-benda di luar inti mungkin merupakan bagian ADN yang terletak dalam mitokondria dari sel-sel tanaman (Crowder, 1997). Setelah dilakuakan persilangan maka selanjutnya dilakukan pengujian keturunan yang didalamnya dilakukan seleksi, karena suatu sifat tidak murni dipengaruhi oleh genetik tetapi dipengaruhi juga oleh faktor lingkungan. Mangundidjojo (2007) menyatakan dapat diketahui atau dibedakan individu- individu tanaman yang baik secara genetik atau tanaman yang baik karena pengaruh lingkungan yang mendukung. Dari variasi genetik yang muncul dapat diperoleh individu-individu tanaman yang sesuai dengan tujuan seleksi. Uji Progenitas Uji progenitas digunakan sebagai suatu sistem evaluasi mengukur karakter terbaik setiap induk yang dapat digunakan pada persilangan selanjutnya Universitas Sumatera Utara 16 dalam seleksi berulang. Uji keturunan tersebut dengan demikian tidak mempersoalkan asal dari keturunan. Setiap produksi sistem keturunan berguna dalam mengidentifikasi karakter induk yang dapat dipergunakan dalam program pemulian sfesifik (Welsh, 1991). Galur inbreed disilangkan satu sama lain kemudian dilihat penampilan F1nya. Apabila galur inbreed yang disilangkan dengan berbagai galur inbreed menghasilkan F1 dengan penampilan rata-ratanya baik, maka galur inbreed tersebut dikatakan mempunyai daya gabung umum yang baik. Apabia suatu galur inbreed hanya menampilkan F1 yang baik bila disilanglakan dengan galur inbreed tertentu, maka galur inbreed tersebut mempunyai daya gabung khusus (Spesific Combining Ability) yang baik (Sunarto, 1997). Untuk membedakan atau membandingkan dua macam perlakuan (uji beda rata-rata) umumnya dilakukan dengan uji t (t test/ uji progenitas). Pada prinsipnya berbeda nyata atau tidaknya dua macam perlakuan tersebut dapat diketahui dari perbandingan t hitung dan t tabel (daftar) (Sastrosupardi, 2004). Universitas Sumatera Utara