BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Pengertian Modal
Brigham dan Houston (2001 : 406) menyatakan bahwa pos-pos yang berada
pada sisi kanan neraca, yakni berbagai jenis hutang, saham preferen, dan ekuitas
saham biasa, disebut komponen modal (capital components). Setiap kenaikan total
aktiva harus dibiayai oleh kenaikan satu atau lebih komponen modal tersebut.
Sedangkan Prof. Bakker dalam buku Riyanto (2001 : 18) mengartikan modal
sebagai barang-barang kongkret yang masih ada dalam rumah tangga perusahaan
yang terdapat di neraca sebelah debit, maupun berupa daya beli atau nilai tukar
dari barang-barang itu tercatat di sebelah kredit. Adapun Atmaja (2003 : 115),
modal adalah dana yang digunakan untuk membiayai pengadaan aktiva dan
operasi perusahaan. Modal terdiri dari item-item yang di sisi kanan suatu neraca,
yaitu : hutang, saham biasa, saham preferen dan laba ditahan.
2.1.2 Pengertian Keputusan Pendanaan
Awat (2000 : 71) menyatakan investasi dalam aktiva nyata (real assets)
biasanya membutuhkan pendanaan jangka panjang. Sehubungan dengan itu,
terdapat tiga sumber dana yang sifatnya jangka panjang, yakni : (1) penerbitan
saham baru, (2) penerbitan obligasi, dan (3) laba ditahan. Pendanaan yang
bersumber pada penerbitan saham dan obligasi baru, sering disebut sebagai
pendanaan ekstern (external financing), sedangkan yang bersumber pada laba
ditahan disebut pendanaan intern (internal financing). Karena itu, keputusan
pendanaan akan menyangkut penentuan kombinasi yang optimal dari penggunaan
berbagai sumber dana, yang pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua, yakni :
1) Yang berhubungan dengan pendanaan ekstern karena akan mengarah pada
pengambilan keputusan mengenai struktur modal, yakni akan menentukan
proporsi antara hutang jangka panjang dan modal sendiri, yang akan
nampak pada debt to equity ratio perusahaan tersebut.
2) Yang berhubungan dengan pendanaan intern, yang aplikasinya adalah
penentuan kebijakan dividen, dan digambarkan melalui dividend payout
ratio.
Jadi dapat dikatakan bahwa keputusan pendanaan itu akan menyangkut
penentuan secara optimal mengenai : struktur modal dan kebijakan dividen.
2.1.3
Pengertian Struktur Modal
Struktur modal sering didefinisikan sebagai perbandingan antara sumber dana
jangka panjang yang bersifat pinjaman dan modal sendiri (Husnan, 2000 : 275).
Selanjutnya Keown, dkk (2000) membedakan pengertian antara struktur modal
dengan struktur finansial. Mereka berpendapat struktur finansial merupakan
kombinasi atau bauran segenap pos yang masuk ke dalam sisi kanan neraca
keuangan perusahaan (sisi pasiva). Sedangkan struktur modal adalah merupakan
bauran segenap sumber pendanaan jangka panjang yang digunakan perusahaan.
Berkaitan dengan hal tersebut, Husnan secara khusus membahas mengenai
sumber dana jangka panjang yang dimaksud. Menurut Husnan (2000 : 275)
sumber dana jangka panjang terdiri dari :
1) Modal sendiri
Modal sendiri dapat bersumber dari dalam maupun luar perusahaan.
Sumber dari dalam (internal financing) berasal dari hasil operasi (laba)
yang ditahan. Sedangkan sumber dari luar (external financing) dapat
berupa saham biasa ataupun saham preferen.
a. Laba ditahan
Keuntungan yang diperoleh oleh suatu perusahaan dapat sebagian
dibayarkan sebagai deviden dan sebagian ditahan oleh perusahaan.
Apabila penahanan keuntungan tersebut sudah dengan tujuan
tertentu, maka dibentuklah cadangan. Apabila perusahaan belum
mempunyai tujuan tertentu mengenai penggunaan keuntungan
tersebut, maka keuntungan tersebut merupakan “keuntungan yang
ditahan”.
b. Saham biasa (common stock)
Saham menunjukan bukti kepemilikan yang diterbitkan oleh
perusahaan. Pemilik saham suatu perusahaan, disebut sebagai
pemegang saham, merupakan pemilik perusahaan. Saham yang
telah diterbitkan dan modalnya telah disetor penuh, disebut sebagai
issued stocks. Dalam perusahaan yang terbuka, dikenal juga istilah
agio saham, yaitu selisih antara harga yang dibayar pemodal
dengan nilai nominal (disebut juga sebagai capital surplus atau
paid in capital).
c. Saham preferen (preffered stock)
Saham preferen merupakan kombinasi antara bentuk dan modal
sendiri. Pemegang saham preferen berhak atas dividen yang tetap
besarnya, berapun keuntungan perusahaan. Karena itu dalam
saham preferen ini, disamping dicantumkan nilai nominal, juga
dicantumkan besarnya dividen yang dibayarkan kepada pemegang
saham tersebut.
2) Hutang jangka panjang
Hutang jangka panjang merupakan sumber dana yang mempunyai jangka
waktu tertentu. Dalam hal ini dibicarakan hutang yang mempunyai jangka
waktu yang relatif lama. Jenis-jenis hutang tersebut adalah obligasi,
hipotik, dan kredit investasi.
a. Obligasi
Obligasi merupakan surat tanda hutang, dan umumnya tidak
dijamin dengan aktiva tertentu. Dalam suatu obligasi, biasanya
tercantum berbagai hal pokok seperti nilai pelunasan (face value),
jangka waktu akan dilunasi, bunga yang dibayarkan (coupon rate)
serta beberapa kali dalam satu tahun bunga tersebut dibayarkan.
b. Kredit Investasi
Jenis pendanaan ini disediakan oleh perbankan dan masih banyak
dimanfaatkan oleh kalangan pengusaha. Suku bunga kredit
investasi di Indonesia sering kali dinyatakan lebih rendah dari suku
bunga kredit jangka pendek.
c. Hipotek (mortgage)
Hipotek merupakan bentuk hutang jangka panjang dengan agunan
aktiva tidak bergerak (tanah, bangunan). Dalam peristiwa likuiditas
kreditur akan dibayar terlebih dahulu dari hasil penjualan aktiva
tetap yang dipergunakan sebagai agunan.
2.1.4
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan Struktur Modal
Empat faktor yang mempengaruhi keputusan struktur modal (Brigham dan
Houston, 2001 : 15), yaitu :
1) Risiko Bisnis, atau tingkat risiko yang terkandung dalam operasi
perusahaan apabila ia tidak menggunakan utang. Makin besar risiko bisnis
perusahaan, makin rendah rasio utang yang optimal.
2) Posisi pajak perusahaan. Alasan utama menggunakan utang adalah karena
biaya bunga dapat dikurangkan dalam perhitungan pajak, sehingga
menurunkan biaya utang sesungguh. Akan tetapi, jika sebagian besar dari
pendapatan perusahaan telah terhindar dari pajak karena perhitungan
penyusutan, bunga pada utang beredar saat ini, atau kerugian pajak yang
dikompesasikan ke muka, maka tambahan utang tidak banyak memberi
manfaat sebagimana yang dirasakan perusahaan dengan tarif pajak efektif
yang lebih tinggi.
3) Fleksibilitas keuangan, atau kemampuan untuk menambah modal dengan
persyaratan yang wajar dalam keadaan memburuk. Para manajer dana
perusahaan mengetahui bahwa penyediaan modal yang mantap diperlukan
untuk operasi yang stabil, yang merupakan faktor yang sangat menentukan
keberhasilan jangka panjang. Mereka juga mengetahui bahwa dalam
keadaan perekonomian yang sulit, atau bila perusahaan mengalami
kesulitan operasi, para pemilik modal lebih suka menanamkan modalnya
pada perusahaan dengan posisi neraca yang baik. Karena itu, kemungkinan
tersedianya dana di masa mendatang, dan konsekuensi akibat kurangnya
dana, sangat berpengaruh terhadap struktur modal yang ditargetkansemakin besar kemungkinan kebutuhan modal di masa mendatang
ditunjang dengan semakin buruk konsekuensi kekurangan modal, maka
seharusnya neraca semakin kuat.
4) Konservatisme atau agresivitas manajemen. Sebagian manajer lebih
agresif daripada yang lain, sehingga sebagian perusahaan lebih cenderung
menggunakan utang untuk meningkatkan laba. Faktor ini tidak
mempengaruhi struktur modal yang optimal atau yang memaksimalkan
nilai, tetapi akan mempengaruhi struktur modal yang ditargetkan yang
ditetapkan manajer.
2.1.5
Economic Value Added
Menurut majalah Fortune, seperti dikutip oleh Brigham dan Houston (2001 :
52), Eonomic Value Added adalah suatu ide keuangan yang paling populer saat
ini. Dikembangkan dan dipopulerkan oleh lembaga konsultan Stern Stewart & Co,
Economic Value Added membantu manajer memastikan bahwa suatu unit bisnis
menambah nilai pemegang saham, sementara investor dapat menggunakan
Economic Value Added untuk mengetahui saham-saham yang akan meningkat
nilainya.
Meskipun Economic Value Added adalah konsep yang paling banyak dibahas
dalam keuangan saat ini, sesungguhnya konsep ini tidaklah baru. Apakah
Economic Value Added itu? Economic Value Added adalah cara untuk mengukur
profitabilitas operasi yang sesungguhnya. Dalam fokus akuntansi konvensional,
biaya modal hutang (beban bunga) dikurangkan ketika menghitung laba bersih,
namun tidak demikian halnya dengan biaya modal sendiri. Biaya ini dalam
kenyataannya tidak pernah diperhitungkan dalam laporan keuangan sebagaimana
halnya dengan biaya modal hutang. Akibatnya manajer seringkali memandang
ekuitas (modal sendiri) sebagai modal gratis, meskipun sesungguhnya memiliki
biaya yang tinggi. Jadi tim manajemen tidak dapat mengetahui apakah dapat
menutup semua biaya dan dapat menambah nilai perusahaan, jika tidak dapat
menentukan biaya modal yang sesungguhnya. Economic Value Added dengan
segala keunggulannya diyakini mampu menyelesaikan masalah akuntansi
konvensional ini.
Beberapa perusahaan besar dunia seperti Coca Cola, AT&T, Polaroid dan
Quacker Oats, menggunakan Economic Value Added dalam mencapai
keberhasilan mereka. Economic Value Added telah memainkan peranan utama
dalam berbagai keputusan manajemen, dan membuat manajer bertindak sebagai
pemegang saham.
Economic Value Added secara sederhana didefinisikan sebagai laba operasi
setelah pajak dikurangi dengan biaya modal (cost of capital) dari seluruh modal
yang dipergunakan untuk menghasilkan laba tersebut (Young dan O’Byrne, 2001 :
49). Adapun perumusannya adalah sebagai berikut :
EVA = NOPAT – C* x Capital …………………………………………...(1)
Keterangan :
NOPAT
= Laba operasi setelah pajak (sebelum dikurangkan beban bunga)
C*
= Biaya modal rata-rata tertimbang
Capital
= Total modal yang diinvestasikan merupakan penjumlahan dari total
hutang dan modal sendiri.
Sedangkan Brigham dan Houston (2001 : 51) dalam tulisannya menyatakan
rumus dasar Economic Value Added sebagai berikut:
EVA = Laba operasi setelah pajak – Biaya modal setelah pajak
= EBIT (1-Tarif Pajak) – (Total Modal) (Biaya modal setelah pajak) ...(2)
Total modal yang dimaksud mencakup hutang jangka panjang, saham preferen
dan ekuitas saham biasa.
Lee dalam Sidharta Utama (1997 : 10) mengemukakan versi lain dari
Economic Value Added. Disini Economic Value Added difokuskan hanya pada
ekuitas bukan pada total modal. Dengan demikian perhitungan Economic Value
Added adalah :
EVA = Laba bersih – Biaya modal atas ekuitas …………………………….(3)
Stern Steward juga dalam Sidharta Utama (1997 : 11) menyatakan bahwa
Economic Value Added dapat dirumuskan sebagai berikut :
EVA = (Total modal) Tingkat pengembalian atas modal – tingkat biaya
modal………………………………………………………………(4)
Walaupun terdapat berbagai versi, secara konseptual perhitungan Economic
Value Added adalah sama, yaitu dengan mengurangkan biaya modal dari laba.
Dan untuk selanjutnya penulis akan menpergunakan rumus sederhana menurut
Young dan O’Byrne. Apabila dilihat dari hubungan antara Economic Value Added
dan nilai perusahaan, dapat dijelaskan bahwa Economic Value Added dapat
digunakan untuk menilai perusahaan apabila Economic Value Added tidak hanya
pada periode masa kini tetapi juga mencakup periode yang akan datang. Hal ini
disebabkan karena Economic Value Added pada suatu tahun tertentu menunjukan
besarnya penciptaan nilai pada tahun tersebut, sedangkan nilai perusahaan,
menunjukan nilai sekarang dari total penciptaan nilai selama umur perusahaan
tersebut.
2.1.6
Konsep Biaya Modal (cost of capital)
Biaya modal yang tepat untuk semua keputusan adalah rata-rata tertimbang
dari seluruh komponen biaya modal (Weighted Cost of Capital atau WACC). Pada
umumnya hutang jangka panjang dari modal sendiri merupakan unsur untuk
menghitung WACC. Biaya modal harus dihitung berdasarkan suatu basis setelah
pajak (after tax basis), karena arus kas setelah pajak adalah yang paling relevan
untuk keputusan investasi (Atmaja, 2003 : 116)
Berikut ini akan dijelaskan cara menghitung masing-masing komponen biaya
modal.
1)
Biaya modal hutang (cost of debt)
Dalam hal ini perhatian akan ditekankan pada komponen hutang yang
bersifat jangka panjang, sedangkan hutang jangka pendek tidak
dimasukan karena perhitungan biaya modal rata-rata tertimbang
digunakan terutama untuk pengambilan keputusan mengenai investasi
jangka panjang, yang untuk ini seharusnya dibiayai dengan dana jangka
panjang atau permanen. Biaya hutang jangka panjang secara sederhana
dapat dihitung berdasarkan rumus dari Abdul Halim dan Sarwoko (2000 :
46) berikut ini :
Kd =
x 100% ........................(5)
Karena pembayaran bunga merupakan pengurangan pajak, maka perlu
dilakukan penyesuaian pajak terhadap biaya modal hutang jangka
panjang menjadi biaya hutang jangka panjang setelah pajak, yaitu
Kd (1 – t).
2)
Biaya modal saham preferen (cost of preffered stock)
Menurut Atmaja (2003 : 117), biaya modal saham preferen adalah
sebesar tingkat keuntungan yang disyaratkan oleh investor saham
preferen, biaya penggunaan dana ini dapat dihitung dengan rumus
sebagai berikut :
Kps
=
x 100%
………………………………………...(6)
Keterangan :
Kps = Tingkat biaya modal saham preferen
Dps = Deviden saham preferen
Pn
= Harga netto
3)
Biaya modal sendiri (saham biasa/laba ditahan)
Biaya modal sendiri menunjukkan tingkat keuntungan yang diinginkan
oleh pemilik modal sendiri sewaktu mereka bersedia menyerahkan dana
tersebut ke perusahaan. Menurut Atmaja (2003 : 118), biaya modal
sendiri dapat dirumuskan sebagai berikut :
Ke
=
…………………………………………...............(7)
Keterangan :
Kc = Biaya modal sendiri
E
= Laba yang tersedia bagi para pemegang saham biasa
S
= Nilai pasar saham yang beredar
Sejalan dengan hal tersebut, melihat cost of equity sebagai nilai dari
earning per share (laba per saham) dibagi dengan current stock price
(harga saham sekarang). Hal ini apabila dirumuskan dalam bentuk
persamaan adalah sebagai berikut :
Ke
4)
=
………………………………………………...(8)
Biaya modal rata-rata tertimbang (Weighted Average Cost of Capital)
Menurut Husnan (2000 : 354), apabila suatu investasi akan dibiayai
dengan berbagai sumber dana, sedangkan masing-masing sumber dana
mempunyai biaya yang berbeda-beda, maka perlu dihitung rata-rata
tertimbang dari biaya-biaya modal tersebut. Biaya ini merupakan rata-
rata tertimbang biaya hutang dan modal sendiri, yang dalam
perhitungannya
akan
mencakup
perhitungan
masing-masing
komponennya, yaitu cost of debt (biaya hutang) dan cost of equity (biaya
modal sendiri), serta proporsi masing-masing didalam struktur modal
perusahaan.
Biaya modal rata-rata tertimbang dapat dinyatakan dalam bentuk
formulasi berikut :
Ko = Wd (Kd (1 – t) + We (Ke) + Wps . Ks
…………………...(9)
Keterangan :
Ko
: Tingkat biaya modal rata-rata tertimbang (WACC)
Wd
: Proporsi hutang jangka panjang dalam struktur modal (%)
Kd (1-t)
: Tingkat biaya hutang jangka panjang setelah pajak
We
: Proporsi modal sendiri dalam struktur modal (%)
Ke
: Tingkat biaya modal sendiri
Wps
: Proporsi saham preferen dalam struktur modal (%)
Ks
: Tingkat biaya modal saham preferen
2.1.7 Hubungan Perubahan Economic Value Added dengan Perubahan
Hutang Jangka Panjang dan Modal Sendiri
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, dalam perhitungan Economic Value
Added, tingkat biaya modal rata-rata tertimbang yang dikalikan dengan total
modal merupakan pengurangan dari laba operasi setelah pajak. Dengan demikian,
besar kecilnya Economic Value Added dapat dipengaruhi tinggi rendahnya total
biaya rata-rata tertimbang. Biaya modal rata-rata tertimbang ini, diantaranya
mencakup proporsi masing-masing sumber dana (modal sendiri dan hutang jangka
panjang) dalam struktur modal. Hal ini mau tidak mau menuntut perusahaan untuk
lebih memperhatikan kebijaksanaan struktur modalnya. Apabila terjadi perubahan
struktur modal (sebagai akibat dari perubahan hutang jangka panjang dan modal
sendiri), maka hal ini dapat mempengaruhi perubahan Economic Value Adde.
Kenaikan proporsi hutang di dalam struktur modal menyebabkan biaya hutang
(cost of debt) menjadi naik. Biaya hutang yang lebih tinggi menyebabkan rata-rata
tertimbang biaya modal meningkat dan untuk selanjutnya berakibat pada
penurunan nilai Economic Value Added. Kondisi sebaliknya akan terjadi dimana
proporsi hutang di dalam struktur modal berkurang menyebabkan Economic Value
Added perusahaan meningkat.
Demikian pula halnya dengan proporsi saham (modal sendiri). Perubahan bisa
terjadi dikarenakan perusahaan menginvestasikan tambahan modal sendiri ke
dalam proyek-proyek yang menguntungkan, atau proyek-proyek dengan selisih
antara tingkat pengembalian dan rata-rata tertimbang biaya modalnya positif
sehingga berdampak pada peningkatan Economic Value Added (Young dan
O’Byrne, 2001 : 149).
2.2 Penelitian Sebelumnya
Penelitian ini berkaitan dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh :
Indra Laksana (2000), juga melakukan penelitian mengenai Economic Value
Added dalam skripsi dengan judul “Analisis Economic Value Added Serta
Hubungannya Dengan Harga Pasar Saham Pada Perusahaan-Perusahaan Terbuka
di PT. Bursa Efek Jakarta”. Yang menjadi objek penelitian adalah emiten di luar
industri jasa keuangan yang selalu masuk dalam perhitungan indeks LQ 45 selama
periode Februari 1997 – Januari 2000, dan terdaftar (listing) pertama kali pada
tahun 1994. Adapun hasil penelitian yang diperoleh dari perusahaan yang diteliti
sebagian besar negatif. Ini mengindikasikan bahwa sebagian besar perusahaan
tersebut belum bisa menciptakan nilai tambah ekonomis dalam menjalankan
usahanya, sehingga berakibat pada rendahnya nilai perusahaan. Sedangkan
mengenai hubungan antara Economic Value Added dan harga saham, dengan
mempergunakan model correlation matrix didapat bahwa tidak terdapat hubungan
yang siginfikan diantara keduanya. Artinya kenaikan atau penurunan nilai
Economic Value Added tidak dapat dihubungkan secara langsung dan sejalan
dengan kenaikan atau penurunan harga pasar saham dari perusahaan-perusahaan
yang terbuka di PT. Bursa Efek Jakarta tersebut.
Perbedaan penelitian sebelumnya dengan penelitian sekarang adalah pada
penelitian sebelumnya kenaikan atau penurunan nilai Economic Value Added
dipengaruhi oleh harga pasar saham, sedangkan penelitian yang sekarang
kenaikan atau penurunan nilai Economic Value Added dipengaruhi oleh
perubahan hutang jangka panjang dan modal sendiri. Persamaan penelitian
sebelumnya dengan penelitian sekarang adalah sama-sama meneliti tentang
Economic Value Added dan mengunakan sampel perusahaan LQ 45.
Penelitian berikutnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Pradhono dan
Christiawan (2004) pada Jurnal Akuntansi dan Keuangan yang berjudul
“Pengaruh Economic Value Added, Residual Income, Earning dan Arus Kas
Operasi Terhadap Return yang Diterima oleh Pemegang Saham (Studi pada
perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta)”. Penelitian ini
memiliki tujuan : (1) menganalisis pengaruh Economic Value Added, Residual
Income, Earnings dan Arus Kas Operasi, terhadap Return yang diterima oleh
pemegang saham perusahaan publik yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta dan (2)
mengetahui tolok ukur mana yang mempunyai pengaruh yang paling signifikan
terhadap Return yang diterima oleh pemegang saham. Penelitian ini menggunakan
regresi linier untuk melihat besar kontribusi masing-masing variabel bebas dalam
mempengaruhi Return para pemegang saham. Adapun hipotesis penelitian ini
adalah Economic Value Added, Residual Income, Earnings dan Arus Kas Operasi
mempunyai pengaruh signifikan terhadap Return yang diterima oleh pemegang
saham. Berdasarkan hasil uji t disimpulkan bahwa variabel arus kas operasi
berpengaruh paling signifikan terhadap return yang diterima oleh pemegang
saham. Selanjutnya variabel berikutnya yang juga berpengaruh signifikan adalah
Earnings.
Perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian sekarang pada variabel
Economic Value Added yang digunakan. Dimana pada penelitian terdahulu
Economic Value Added sebagai variabel bebas yang mempengaruhi Return,
sedangkan pada penelitian sekarang Economic Value Added sebagai variabel
terikat yang dipengaruhi oleh hutang jangka panjang dan modal sendiri. Serta
perbedaan dengan penelitian sekarang yaitu terletak pada lokasi penelitian.
Penelitian terdahulu melakukan penelitian pada perusahaan manufaktur di Bursa
Efek Jakarta, sedangkan penelitian sekarang pada perusahaan LQ 45 di Bursa
Efek Indonesia. Persamaan penelitian terdahulu dengan penelitian sekarang adalah
sama-sama menggunakan Economic Value Added dalam penelitian.
Penelitian yang ketiga dilakukan oleh Dharma Hartawan (2000), dalam tesis
berjudul “Studi Economic Value Added Dua Kelompok Perusahaan Go Public
Yang Mengeluarkan Obligasi (Pendekatan Analisis Diskriminasi)”. Tujuan
penelitian ini adalah untuk membuktikan bahwa rasio-rasio keuangan dapat
membedakan kinerja keuangan yang baik dan tidak baik, serta mengetahui dan
menganalisis rasio-rasio keuangan yang signifikan dapat membedakan kinerja
keuangan yang baik dan tidak baik dua kelompok perusahaan terbuka. Sampel
dari penelitian ini adalah sejumlah 20 perusahaan yang mengeluarkan obligasi
tahun 1999. Dengan mempergunakan model analisis diskriminan, yang diolah
dengan program SPSS versi 10.0, didapat hasil sebagai berikut : terdapat
perbedaan yang signifikan antara kinerja keuangan yang baik dan tidak baik
dengan Economic Value Added Rasio-rasio keuangan yang paling membedakan
kinerja keuangan dengan Economic Value Added adalah rasio Booked Value (BV),
PER (Price Earning Ratio), dan Operating Profit Margin.
Perbedaan penelitian sebelumnya dengan penelitian sekarang adalah variabelvariabel bebas yang digunakan dalam penelitian. Penelitian sebelumnya
menggunakan variabel bebas rasio-rasio keuangan seperti rasio Booked Value
(BV), PER (Price Earning Ratio), dan Operating Profit Margin, sedangkan
penelitian sekarang menggunakan variabel bebas berupa hutang jangka panjang
dan modal sendiri. Persamaan penelitian sebelumnya dengan penelitian sekarang
adalah sama-sama menggunakan Economic Value Added sebagai variabel terikat.
Penelitian yang keempat dilakukan oleh Pramawati (2002), dalam skripsi
berjudul “Analisis Pengaruh Perubahan Hutang Jangka Panjang dan Modal
Sendiri terhadap Perubahan EVA Perusahaan pada Sektor Whole Sale and Retail
Trade Di PT. Bursa Efek Jakarta”. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui
signifikan tidaknya pengaruh perubahan hutang jangka panjang dan modal sendiri
baik secara serempak maupun individual terhadap perubahan EVA perusahaan
dan variabel mana yang berpengaruh dominan terhadap perubahan EVA. Hasil
pengujian dengan uji F (α=5%) menunjukan bahwa perubahan hutang jangka
panjang dan modal sendiri secara bersama-sama mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap EVA dengan tingkat kontribusi 81,7%. Sedangkan hasil
dengan uji t menunjukan bahwa perubahan hutang jangka panjang dan modal
sendiri secara individual berpengaruh signifikan terhadap perubahan EVA.
Besarnya pengaruh hutang jangka panjang adalah sebesar 24,90% sedangkan
modal sendiri adalah sebesar 68,23% terhadap EVA. Dengan demikian dapat
dinyatakan bahwa modal sendiri mempunyai pengaruh yang dominan terhadap
perubahan EVA perusahaan.
Perbedaan penelitian sebelumnya dengan penelitian sekarang adalah pada
sampel yang digunakan Dimana pada penelitian sebelumnya sampel yang
digunakan adalah perusahaan pada sektor whole sale and retail trade, sedangkan
pada penelitian sekarang sampel yang digunakan adalah perusahaan LQ 45.
Persamaan penelitian sebelumnya dengan penelitian sekarang adalah sama-sama
memakai variabel penelitian berupa perubahan hutang jangka panjang, modal
sendiri dan Economic Value Added.
Penelitian kelima dilakukan oleh Taufik Hidayat (2006) pada Jurnal Akuntansi
dan Keuangan Indonesia dengan judul “Perbandingan Pengaruh Economic Value
Added dan Pengukuran Kinerja Lainnya Terhadap Imbal Hasil Saham Di
Indonesia”. Penelitian ini dilakukan terhadap 121 saham di Bursa Efek Jakarta
dengan kurun waktu 2001 hingga 2003 dengan menggunakan Economic Value
Added yang dihitung oleh Mark Plus & Co. Pengukuran selain Economic Value
Added yang dijadikan pembanding dalam imbal balik hasil saham adalah: laba
sebelum pos luar biasa, arus kas operasi dan residual income. Sedangkan
komponen Economic Value Added yang akan diuji terdiri dari : capital charge,
after tax interest, accruals, mark plus’s, accounting adjustment dan cash flow
form operation. Dalam penelitian ini tidak mencakup penilaian perusahaan
dengan discounted cash flow model seperti dividend discount model, free cash
flow to equity dan free cash flow to firm. Penelitian ini juga tidak mencakup
penilaian dengan relative valuation.
Perbedaan penelitian sebelumnya dengan penelitian sekarang adalah variabel
yang digunakan dan waktu penelitian. Penelitian sebelumnya menggunakan
Economic Value Added sebagai variabel bebas dan imbal hasil saham sebagai
variabel terikat dan waktu penelitian tahun 2001 sampai 2003, sedangkan
penelitian sekarang Economic Value Added sebagai variabel terikat dan waktu
penelitian tahun 2002 sampai 2007. Persamaam penelitian sebelumnya dengan
penelitian sekarang adalah sama-sama mengunakan variabel Economic Value
Added.
2.3 Rumusan Hipotesis
Berdasarkan pada perumusan permasalahan, tujuan penelitian dan kajiankajian teori yang relevan, adapun hipotesis yang dapat diajukan dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut :
1) Perubahan hutang jangka panjang dan modal sendiri secara bersama-sama
berpengaruh signifikan terhadap perubahan Economic Value Added
perusahaan pada perusahaan LQ 45 di PT. Bursa Efek Indonesia selama
periode 2002-2007.
2) Perubahan modal sendiri berpengaruh dominan terhadap perubahan
Economic Value Added perusahaan pada perusahaan LQ 45 di PT. Bursa
Efek Indonesia selama periode 2002-2007.
Download