BAB II POLIGAMI DALAM ISLAM

advertisement
15
BAB II
POLIGAMI DALAM ISLAM
A. Pengertian Poligami
Pengertian poligami secara etimologi poligami terdiri dari dua kata yaitu
”Poli” yaitu banyak dan ”Gami” artinya isteri. Jadi poligami itu beristeri banyak.
Sedangkan secara terminologi, poligami adalah seorang laki-laki yang
mempunyai isteri lebih dari satu yang dibatasi paling banyak empat orang isteri.17
Poligami juga diartikan yaitu seorang laki-laki yang beristeri lebih dari satu
seorang.
Secara bahasa kata poligami berasal dari bahasa Yunani, yaitu polus yang
artinya banyak dan gamein atau gamos yang artinya kawin. Jadi poligami adalah
kawin banyak, maksudnya yaitu seorang pria mempunyai beberapa orang istri
pada saat yang bersamaan. Dalam bahasa Arab poligami disebut ta’di>duzzauja>t yaitu berbilangnya pasangan.18
Menurut Musdah Mulia, poligami adalah ikatan perkawinan yang salah
satu pihak (suami) mengawini beberapa (lebih dari satu) istri dalam waktu yang
bersamaan. Selain poligami, dikenal juga poliandri yaitu seorang istri mempunyai
beberapa suami dalam waktu yang bersamaan. Dibandingkan dengan poligami,
17
Abd. Rahman G}azaly, Fiqh Munakahat, h. 129, lih. Slamet Abidin, Fiqh Munakahat,
18
Drs. H. Rahmat Hakim, Hukum Perkawinan Islam, h. 113
h.131
15
16
bentuk poliandri tidak banyak dipraktekkan. Poliandri hanya ditemukan pada
suku-suku tertentu, seperti pada suku Tuda dan beberapa suku di Tibet. 19
Dalam perbendaharaan bahasa Indonesia, kata poligami bermakna sama
dengan poligini dan permaduan yaitu perkawinan antara satu orang suami dengan
dua orang istri atau lebih.20 Sedangkan dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 55
ayat (1), menyatakan bahwa poligami beristri lebih dari satu orang pada waktu
yang bersamaan dan terbatas hanya sampai empat orang istri.21
Allah SWT berfirman. seorang laki-laki menikahi perempuan sampai empat
orang isteri dengan syarat berlaku adil kepada mereka, yaitu adil dalam melayani
isteri seperti urusan nafkah, tempat tinggal, pakaian, giliran dan segala hal yang
bersifat lahiriyah. Jika tidak berlaku adil maka cukup satu isteri saja (monogami).
Melebihi dari empat orang isteri juga mengingkari kebaikan yang disyariatkan
oleh Allah bagi kemaslahatan hidup suami isteri. Sebagaimana firman Allah
dalam QS. An-Nisa>’ : 3 :
‫ﺛﹸﻼﺙﹶ‬‫ﻰ ﻭ‬‫ﺜﹾﻨ‬‫ﺎﺀِ ﻣ‬‫ ﺍﻟﻨِّﺴ‬‫ ﻣِﻦ‬‫ ﻟﹶﻜﹸﻢ‬‫ﺎ ﻃﹶﺎﺏ‬‫ﻮﺍ ﻣ‬‫ﻜِﺤ‬‫ﻰ ﻓﹶﺎﻧ‬‫ﺎﻣ‬‫ﺘ‬‫ﻘﹾﺴِﻄﹸﻮﺍ ﻓِﻲ ﺍﻟﹾﻴ‬‫ ﺃﹶﻻ ﺗ‬‫ﻢ‬‫ﺇِﻥﹾ ﺧِﻔﹾﺘ‬‫ﻭ‬
(٣) ‫ﻮﻟﹸﻮﺍ‬‫ﻌ‬‫ﻰ ﺃﹶﻻ ﺗ‬‫ﻧ‬‫ ﺃﹶﺩ‬‫ ﺫﹶﻟِﻚ‬‫ﻜﹸﻢ‬‫ﺎﻧ‬‫ﻤ‬‫ ﺃﹶﻳ‬‫ﻠﹶﻜﹶﺖ‬‫ﺎ ﻣ‬‫ ﻣ‬‫ﺓﹰ ﺃﹶﻭ‬‫ﺍﺣِﺪ‬‫ﺪِﻟﹸﻮﺍ ﻓﹶﻮ‬‫ﻌ‬‫ ﺃﹶﻻ ﺗ‬‫ﻢ‬‫ ﻓﹶﺈِﻥﹾ ﺧِﻔﹾﺘ‬‫ﺎﻉ‬‫ﺑ‬‫ﺭ‬‫ﻭ‬
Artinya : ”Apabila kamu takut tidak dapat berlaku adil terhadap perempuan
yatim (yang kamu kawini), maka kawinilah perempuan-perempuan
(lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu
takut tidak akan dapat berbuat adil maka (kawinilah) seorang saja,
19
Dr. Musdah Mulia, MA, APU, Pandangan Islam Tentang Poligami, h. 32
Pius A. Partanto dan M. Dahlan Al-Barry, Kamus Ilmiah Populer, h. 329
21
Tim Arkola, Undang-undang Perkawinan di Indonesia Dilengkapi dengan Kompilasi
Hukum Islam di Indonesia, h. 196
20
17
atau budak-budakmu. Yang demikian itu lebih dekat untuk tidak
berlaku aniaya”. (Q.S.An-Nisa:3)22
Dalam ayat lain allah swt berfirman:
‫ﺎ‬‫ﻭﻫ‬‫ﺬﹶﺭ‬‫ﻞِ ﻓﹶﺘ‬‫ﻴ‬‫ﻤِﻴﻠﹸﻮﺍ ﻛﹸﻞﱠ ﺍﻟﹾﻤ‬‫ ﻓﹶﻼ ﺗ‬‫ﻢ‬‫ﺘ‬‫ﺻ‬‫ﺮ‬‫ ﺣ‬‫ﻟﹶﻮ‬‫ﺎﺀِ ﻭ‬‫ ﺍﻟﻨِّﺴ‬‫ﻦ‬‫ﻴ‬‫ﺪِﻟﹸﻮﺍ ﺑ‬‫ﻌ‬‫ﻮﺍ ﺃﹶﻥﹾ ﺗ‬‫ﻄِﻴﻌ‬‫ﺘ‬‫ﺴ‬‫ ﺗ‬‫ﻟﹶﻦ‬‫ﻭ‬
(١٢٩) ‫ﺎ‬‫ﺣِﻴﻤ‬‫ﺍ ﺭ‬‫ ﻛﹶﺎﻥﹶ ﻏﹶﻔﹸﻮﺭ‬‫ﻘﹸﻮﺍ ﻓﹶﺈِﻥﱠ ﺍﻟﻠﱠﻪ‬‫ﺘ‬‫ﺗ‬‫ﻮﺍ ﻭ‬‫ﻠِﺤ‬‫ﺼ‬‫ﺇِﻥﹾ ﺗ‬‫ﻠﱠﻘﹶﺔِ ﻭ‬‫ﻌ‬‫ﻛﹶﺎﻟﹾﻤ‬
Artinya: ”dan kamu sekali-kali tidak akan dapat Berlaku adil di antara isteriisteri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu
janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga
kamu biarkan yang lain terkatung-katung. dan jika kamu Mengadakan
perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), Maka Sesungguhnya
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS An-Nisa’: 129)23
Maksud ayat tersebut adalah jika seorang laki-laki merasa yakin tidak dapat
berbuat adil kepada anak-anak perempuan yatim, maka carilah perempuan lain.
Pengertian semacam ini dalam ayat tersebut bukanlah sebagai hasil dari
pemahaman secara tersirat, sebab para ulama sepakat bahwa siapa yang yakin
dapat berbuat adil terhadap anak perempuan yatim, maka ia berhak menikahi
perempuan lebih dari seorang.
Sebaliknya, jika takut tidak dapat berbuat adil ia dibolehkan menikah
dengan perempuan lain.
Berlaku adil yang dimaksudkan adalah perlakuan yang adil dalam meladeni
isteri, seperti: pakaian, tempat, giliran, dan lain-lain yang bersifat lahiriah.
22
23
Depag. RI, Al-Qur’an dan Terjemah, h. 675
Depag. RI, Al-Qur’an dan Terjemah, h. 690
18
Islam memang memperbolehkan poligami dengan syarat-syarat tertentu.
Dan ayat tersebut membatasi diperbolehkannya poligami hanya empat orang saja.
Namun apabila takut akan berbuat durhaka apabila menikah dengan lebih dari
seorang perempuan, maka wajiblah ia cukupkan dengan seorang saja.
Dari beberapa pengertian poligami di atas yang digunakan dalam
pembahasan skripsi ini adalah jika seorang laki-laki beristeri lebih dari satu
perempuan dengan syarat harus bisa berbuat adil dalam memberi nafkah lahir dan
batin.
B. Alasan-Alasan Poligami
Kebutuhan suami untuk beristeri lebih dari seorang dan jika tidak
berpoligami maka bisa menimbulkan kemudhorotan pada dirinya dan
keluarganya, misalnya takut terjerumus dalam perzinahan.
Adapun sebab-sebab seseorang yang ingin melakukan poligami diantaranya
sebagai berikut :
Dalam PP. No. 9 tahun 1975 tentang pelaksanaan UU No. 1 tahun 1974
pasal 41 point a dan KHI pasal 57 yang pada intinya disebutkan :
-
Bahwa isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri.
-
Bahwa isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat
disembuhkan.
-
Bahwa isteri tidak dapat melahirkan.
19
Dalam tafsir al-Mar>agi>, jilid IV, halaman 181-182 disebutkan, bahwa
alasan untuk dapat melakukan poligami adalah :
a. Tidak mempunyai anak yang akan menyambung keturunan.
b. Isteri
pertama
menderita
penyakit
menahun
(chronis)
yang
tidak
memungkinkan melakukan tugas-tugas sebagai isteri.
c. Sebab tabiat kemanusiaan suami, yaitu nafsu keinginan melakukan hidup
berkelamin yang terlalu besar (kuat), sehingga suami memerlukan isteri lebih
dari seorang.
d. Jumlah perempuan lebih banyak dari jumlah laki-laki, karena peperangan dan
lain-lain, termasuk didalamnya ialah permasalahan sosial yang perlu
mendapatkan perhatian.24
Wahbi
Sulaiman
juga
menyebutkan
dalam
bukunya
Sosok-Sosok
Perempuan Muslim tentang alasan-alasan seseorang yang ingin melakukan
poligami yaitu :25
1. Kadang-kadang adanya keinginan untuk mencontoh Rasulullah SAW yang
memiliki isteri banyak sebagaimana hal lainnya yang selalu beliau lakukan.
2. Tingginya kekuatan fisik dan nafsu seksual seorang laki-laki, sehingga tidak
puas hanya memiliki satu isteri.
3. Adanya keinginan untuk memperbanyak keturunan.
24
25
Titik Triwulan Tutik, Poligami Perspektif Perikatan Nikah, h. 72
Wahbi Sulaiman Gawajji Al-Albani, Sosok-Sosok Perempuan Muslim, H. 127
20
4. Isteri pertama tidak bisa memberi keturunan, atau hanya memberi sedikit
keturunan sedangkan suami ingin mempunyai keturunan lebih banyak lagi.
5. Adanya kekhawatiran suami karena saudara laki-lakinya meninggal dan
meninggalkan banyak anak, sehingga isteri dan anak-anak saudaranya itu
terlantar.
Berkenaan dengan keadaan darurat yang membolehkan seseorang untuk
poligami, menurut Abdurrahman setelah merangkum pendapat fuqaha’,
setidaknya terdapat delapan perkara yang dianggap darurat, yaitu 26:
1. Isteri mengidap suatu penyakit yang berbahaya dan sulit disembuhkan.
2. Isteri terbukti mandul dan dipastikan secara medis tidak dapat melahirkan.
3. Isteri hilang ingatan.
4. Isteri sudah lanjut usia sehingga tidak dapat memenuhi kewajibannya sebagai
isteri.
5. Isteri memiliki sifat dan tabiat buruk.
6. Isteri meninggalkan rumah tanpa sebab dan tidak diketahui keberadaaanya.
7. Ketika jumlah perempuan lebih banyak daripada laki-laki.
C. Sejarah Poligami
Keberadaan poligami atau menikah lebih seorang isteri dalam lintasan
sejarah bukan merupakan hal baru. Poligami telah ada dalam kehidupan manusia
sejak dahulu kala di antara berbagi kelompok masyarakat di berbagai kawasan
26
Dr. H. Amiur Nurudin MA. dan Drs. Azhari Akmal Tarigan, M.Ag, Hukum Perdata Islam di
Indonesia, h. 37.
21
dunia. Orang-orang Arab telah berpoligami jauh sebelum kedatangan Islam,
demikian pula masyarakat lain di sebagian besar kawasan dunia selama masa itu,
termasuk di Indonesia. Para raja dan pembesar kerajaan nusantara umumnya
memiliki isteri lebih dari seorang yang biasa disebut garwa padmi (permaisuri
atau isteri syah) dan selir atau gundik (isteri simpanan atau kekasih).27
Orang-orang
Eropa
yang
sekarang
kita sebut
Rusia,
Yugslavia,
Cekoslovakia, Jerman, Belgia, Belanda, Denmark, Swedia dan Inggris semuanya
adalah bangsa-bangsa yang berpoligami. Demikian juga bangsa-bangsa timur
seperti bangsa Ibrani dan Arab, mereka juga berpoligami. Karena itu tidak benar
apabila ada tuduhan bahwa Islamlah yang melahirkan aturan tentang poligami,
sebab nyatanya aturan poligami yang berlaku sekarang ini juga hidup dan
berkembang di negeri-negeri yang tidak menganut Islam, seperti Afrika, India,
Cina dan Jepang. Tidaklah benar kalau berpoligami hanya terdapat di negerinegeri Islam.28
D. Syarat-Syarat Poligami
1. Syarat-Syarat Poligami Menurut Perundang-Undangan
Menurut Perundang-Undangan yang ada di Indonesia, seorang suami
boleh melakukan poligami asalkan memenuhi syarat-syarat tertentu yang telah
27
28
Titik Triwulan Tutik, poligami perspektif perikatan nikah, h. 56
Al-Hamdani, Risalah Nikah, h. 39
22
ditentukan dalam Undang-Undang Perkawinan No. 1 tahun 1974. Syaratsyarat tersebut telah dijelaskan dalam pasal 5 (1) beserta penjelasannya:29
-
Harus ada izin dari pengadilan.
-
Bila dikehendaki oleh yang bersangkutan.
-
Hukum dan agama yang bersangkutan mengizinkan.
Dalam hal seorang suami yang akan beristeri lebih dari seorang harus
mendapat izin dari pengadilan, izin itu harus diajukan ke Pengadilan Agama.
Dan untuk mendapatkan izin dari pengadilan, harus memenuhi beberapa
syarat tertentu dan disertai alasan-alasan yang dapat dibenarkan oleh
pengadilan, hal ini dijelaskan dalam pasal 4-5 Undang-Undang Perkawinan
No. 1 tahun 1974 sebagai berikut:30

Harus mengajukan permohonan kepada pengadilan di daerah tempat
tinggalnya sesuai pasal 4 (1) UU No. 1 tahun 1974.

Pengadilan hanya memberi izin apabila permohonan itu didasarkan
pada alasan-alasan yang dibenarkan. Seperti yang tercantum dalam
pasal 4 (2) yaitu:
-
Isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri.
-
Isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat
disembuhkan.
29
30
Isteri tidak dapat melahirkan keturunan.
Tim Arkola, Undang-undang perkawinan, h. 7
Soemiyati,Hukum Perkawinan Islam, h .77-78
23

Untuk dapat mengajukan permohonan kepada pengadilan harus
dipenuhi syarat-syarat tertentu. (pasal 5 (1) UU No. 1 tahun 1974)
2. Syarat-Syarat Poligami Menurut Hukum Islam
Syari’at Islam memperbolehkan berpoligami dengan batasan sampai
empat orang dan mewajibkan berlaku adil kepada mereka, baik dalam urusan
pangan, pakaian, tempat tinggal, serta lainnya yang bersifat kebendaan tanpa
membedakan antara isteri yang kaya dengan isteri yang miskin, yang berasal
dari keturunan tinggi dengan yang rendah dengan dari golongan bawah. Bila
suami khawatir berbuat zalim dan tidak mampu memenuhi semua hak-hak
mereka, maka ia diharamkan berpoligami. Bila yang sanggup dipenuhinya
hanya tiga, maka baginya haram menikah dengan empat orang. Jika ia hanya
sanggup memenuhi hak dua orang isteri. Maka haram baginya menikahi tiga
orang. Begitu juga kalau ia khawatir berbuat zalim dengan mengawini dua
orang perempuan, Maka haram baginya melakukannya.
Firman Allah SWT dalam surat An-nisa’ ayat 3 :
‫ﺛﹸﻼﺙﹶ‬‫ﻰ ﻭ‬‫ﺜﹾﻨ‬‫ﺎﺀِ ﻣ‬‫ ﺍﻟﻨِّﺴ‬‫ ﻣِﻦ‬‫ ﻟﹶﻜﹸﻢ‬‫ﺎ ﻃﹶﺎﺏ‬‫ﻮﺍ ﻣ‬‫ﻜِﺤ‬‫ﻰ ﻓﹶﺎﻧ‬‫ﺎﻣ‬‫ﺘ‬‫ﻘﹾﺴِﻄﹸﻮﺍ ﻓِﻲ ﺍﻟﹾﻴ‬‫ ﺃﹶﻻ ﺗ‬‫ﻢ‬‫ﺇِﻥﹾ ﺧِﻔﹾﺘ‬‫ﻭ‬
(٣) ‫ﻮﻟﹸﻮﺍ‬‫ﻌ‬‫ﻰ ﺃﹶﻻ ﺗ‬‫ﻧ‬‫ ﺃﹶﺩ‬‫ ﺫﹶﻟِﻚ‬‫ﻜﹸﻢ‬‫ﺎﻧ‬‫ﻤ‬‫ ﺃﹶﻳ‬‫ﻠﹶﻜﹶﺖ‬‫ﺎ ﻣ‬‫ ﻣ‬‫ﺓﹰ ﺃﹶﻭ‬‫ﺍﺣِﺪ‬‫ﺪِﻟﹸﻮﺍ ﻓﹶﻮ‬‫ﻌ‬‫ ﺃﹶﻻ ﺗ‬‫ﻢ‬‫ ﻓﹶﺈِﻥﹾ ﺧِﻔﹾﺘ‬‫ﺎﻉ‬‫ﺑ‬‫ﺭ‬‫ﻭ‬
Artinya : ”Apabila kalian takut tidak dapat berlaku adil terhadap perempuan
yatim (yang kamu kawini), maka kawinilah perempuan-perempuan
(lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu
takut tidak akan dapat berbuat adil maka (kawinilah) seorang saja,
atau budak-budakmu. Yang demikian itu lebih dekat untuk tidak
berlaku aniaya.” (Q.S.An-Nisa:3)
24
Berdasarkan surat An-Nisa’ayat 3 di atas, terdapat ketentuan bahwa
syarat seseorang boleh melakukan poligami adalah sanggup berlaku terhadap
para isteri-isterinya. Keadilan yang dituntut dan disyari’atkan dalam poligami
ini adalah keadilan materi dalam memenuhi tempat kediaman, pakaian,
nafkah, pergaulan, bersenggama dan semua aspek yang masih dalam batasbatas kemampuan manusia. Adapun keadilan dalam perasaan hati dan getaran
jiwa, tidaklah bisa dipenuhi oleh seorang manusiapun.
Dalam pada itu, meskipun seorang isteri menginginkan keadilan yang
seadil-adilnya tetapi seorang suami tidak akan pernah sanggup untuk berlaku
adil. Hal ini tersebut dalam firman Allah SWT surat An-Nisa’(4) :129 yang
berbunyi sebagai berikut :
‫ﺎ‬‫ﻭﻫ‬‫ﺬﹶﺭ‬‫ﻞِ ﻓﹶﺘ‬‫ﻴ‬‫ﻤِﻴﻠﹸﻮﺍ ﻛﹸﻞﱠ ﺍﻟﹾﻤ‬‫ ﻓﹶﻼ ﺗ‬‫ﻢ‬‫ﺘ‬‫ﺻ‬‫ﺮ‬‫ ﺣ‬‫ﻟﹶﻮ‬‫ﺎﺀِ ﻭ‬‫ ﺍﻟﻨِّﺴ‬‫ﻦ‬‫ﻴ‬‫ﺪِﻟﹸﻮﺍ ﺑ‬‫ﻌ‬‫ﻮﺍ ﺃﹶﻥﹾ ﺗ‬‫ﻄِﻴﻌ‬‫ﺘ‬‫ﺴ‬‫ ﺗ‬‫ﻟﹶﻦ‬‫ﻭ‬
(١٢٩) ‫ﺎ‬‫ﺣِﻴﻤ‬‫ﺍ ﺭ‬‫ ﻛﹶﺎﻥﹶ ﻏﹶﻔﹸﻮﺭ‬‫ﻘﹸﻮﺍ ﻓﹶﺈِﻥﱠ ﺍﻟﻠﱠﻪ‬‫ﺘ‬‫ﺗ‬‫ﻮﺍ ﻭ‬‫ﻠِﺤ‬‫ﺼ‬‫ﺇِﻥﹾ ﺗ‬‫ﻠﱠﻘﹶﺔِ ﻭ‬‫ﻌ‬‫ﻛﹶﺎﻟﹾﻤ‬
Artinya: ”dan kalian sekali-kali tidak akan dapat Berlaku adil di antara
isteri-isteri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian,
karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu
cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. dan jika
kamu Mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari
kecurangan), Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang.” (QS An-Nisa’: 129)31
Akan tetapi, apabila seorang muslim ingin poligami sedangkan ia
yakin bahwa dirinya tidak mampu menerapkan keadilan diantara isteri-
31
Depag. RI, Al-Qur’an dan Terjemah, h. 690
25
isterinya, maka hal itu adalah dosa di sisi Allah, dan wajib baginya untuk
tidak berpoligami.
Mengawini perempuan lebih dari seorang, menurut hukum Islam
diperbolehkan dengan dibatasi paling banyak adalah empat orang isteri
sebagaimana yang disebutkan dalam Surat An-Nisa’ di atas. Sedangkan
kebolehan poligami ini hanyalah bersifat darurat atau kondisi terpaksa.
Namun apabila suami khawatir berbuat zalim dan tidak dapat
memenuhi hak-hak mereka semua, maka diharamkan bagi mereka untuk
berpoligami dan cukuplah ia beristeri satu saja.
Para mufassir sepakat bahwa An-Nisa’ ayat 3 dan 129 adalah dasar
hukum yang memperbolehkan seseorang untuk berpoligami tetapi dalam
keadaan darurat. Menurut jumhur ulama’, kedua ayat ini turun seusai perang
uhud, di mana ketika itu banyak pejuang muslim (para mujahidin) yang gugur
di medan perang. Sebagai konsekuensinya, banyak anak yatim dan janda yang
di tinggal mati oleh ayah dan suaminya. Akibatnya banyak anak yatim yang
terabaikan dalam kehidupan, pendidikan dan masa depannya.32
Poligami ini adalah merupakan suatu pengecualian yang disertai
dengan syarat dan pembatasan-pembatasan antara lain:33
a. Jumlah perempuan yang dikawini tidak boleh melebihi dari empat orang,
seperti yang tersebut dalam surat An-Nisa’ ayat 3.
32
Drs. Khoirudin Nasution, MA., Riba dan Poligami, h. 85
Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam, h. 75
33
26
b. Akan sanggup berlaku adil terhadap semua isteri-isterinya. Jika sudah
merasa tidak bisa berlaku adil lagi dengan semua isterinya, maka
sebaiknya jangan kawin lagi untuk yang kedua kalinya.
c. Perempuan yang akan dikawini sebaiknya adalah perempuan yang
mempunyai anak yatim, dengan maksud supaya anak yatim itu berada
dibawah pengawasan laki-laki yang berpoligami tersebut.
b. Perempuan-perempuan yang dikawini itu tidak boleh ada hubungan
saudara, baik sedarah maupun sesusuan.
Dalam hukum Islam, masalah izin isteri dalam polgami tidak
disyaratkan secara Syar’i dan tidak ada dalil yang menetapkan keharusannya,
karena yang menjadi syarat utama bagi suami yang ingin berpoligami adalah
mampu untuk berlaku adil terhadap para isterinya.
E. Hukum Poligami
Kata-kata kunci hukum dalam persoalan pernikahan bahwa Islam tidak
memberikan hokum wajib atau haram kepada perbuatan amal ibadah dalam
pernikahan monogami maupun poligami. Karena asal muasal hukum pernikahan
adalah sunnah Rasulullah SAW.34 Begitu juga dengan hukum poligami, yaitu
menjadi mubah karena mengikuti keadaan seseorang yang mengalaminya. Sesuai
dengan Q.S.An-Nisa:129 :
34
Achmad Setiyadji, Aa. Gym Mengapa Berpoligami, h. 117
27
‫ﺎ‬‫ﻭﻫ‬‫ﺬﹶﺭ‬‫ﻞِ ﻓﹶﺘ‬‫ﻴ‬‫ﻤِﻴﻠﹸﻮﺍ ﻛﹸﻞﱠ ﺍﻟﹾﻤ‬‫ ﻓﹶﻼ ﺗ‬‫ﻢ‬‫ﺘ‬‫ﺻ‬‫ﺮ‬‫ ﺣ‬‫ﻟﹶﻮ‬‫ﺎﺀِ ﻭ‬‫ ﺍﻟﻨِّﺴ‬‫ﻦ‬‫ﻴ‬‫ﺪِﻟﹸﻮﺍ ﺑ‬‫ﻌ‬‫ﻮﺍ ﺃﹶﻥﹾ ﺗ‬‫ﻄِﻴﻌ‬‫ﺘ‬‫ﺴ‬‫ ﺗ‬‫ﻟﹶﻦ‬‫ﻭ‬
(١٢٩) ‫ﺎ‬‫ﺣِﻴﻤ‬‫ﺍ ﺭ‬‫ ﻛﹶﺎﻥﹶ ﻏﹶﻔﹸﻮﺭ‬‫ﻘﹸﻮﺍ ﻓﹶﺈِﻥﱠ ﺍﻟﻠﱠﻪ‬‫ﺘ‬‫ﺗ‬‫ﻮﺍ ﻭ‬‫ﻠِﺤ‬‫ﺼ‬‫ﺇِﻥﹾ ﺗ‬‫ﻠﱠﻘﹶﺔِ ﻭ‬‫ﻌ‬‫ﻛﹶﺎﻟﹾﻤ‬
Artinya: ”dan kalian sekali-kali tidak akan dapat Berlaku adil di antara
isteri-isteri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian,
karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu
cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. dan jika
kamu Mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari
kecurangan), Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang.” (QS An-Nisa’: 129)35
Mengawini wanita lebih dari seorang, menurut hukum Islam
diperbolehkan dengan dibatasi paling banyak adalah empat orang istri
sebagaimana yang disebutkan dalam Surat An-Nis>a’ diatas. Sedangkan
kebolehan poligami ini hanyalah bersifat darurat atau kondisi terpaksa.
Namun apabila suami khawatir berbuat z}alim dan tidak dapat
memenuhi hak-hak mereka semua, maka diharamkan bagi mereka untuk
berpoligami dan cukuplah ia beristri satu saja.
Para mufassir sepakat bahwa An-Nis>a’ ayat 3 dan 129 adalah dasar
hukum yang memperbolehkan seseorang untuk berpoligami. Menurut jumhur
ulama’, kedua ayat ini turun seusai perang uhud, dimana ketika itu banyak
pejuang muslim (para mujahidin) yang gugur dimedan perang. Sebagai
konsekuensinya, banyak anak yatim dan janda yang ditinggal mati oleh ayah
35
Depag. RI, Al-Qur’an dan Terjemah, h. 690
28
dan suaminya. Akibatnya banyak anak yatim yang terabaikan dalam
kehidupan, pendidikan dan masa depannya. 36
Para penafsir Al-Quran klasik, berpndapat bahwa maksud utama ayat
diatas adalah untuk berbuat keadilan, baik kepada anak-anak yatim maupun
para istri. Melindungi kepentingan anak yatim ini sama pentingnya dengan
menjamin perlakuan yang sama dan adil kepada perempuan yang dikawini,
yakni orang-orang yang menjadi wali anak yatim ini. Dengan demikian, akan
terlihat bahwa Al-Quran ingin sekali melindungi kepentingan kaum
perempuan dan memberikan keadilan kepada mereka, baik sebagai anak yatim
maupun sebagai istri.37
Ibn Jarir at-T{abari berpendapat bahwa makna surat An-Nis>a’ ayat 3
ini merupakan kekhawatiran akan ketidakmampuan seorang wali berbuat adil
terhadap harta anak yatim. Maka kalau sudah khawatir terhadap harta anak
yatim, mestinya khawatir juga terhadap wanita. Maka janganlah menikahi
mereka kecuali dengan wanita yang kalian yakin bisa berbuat adil, satu
sampai empat wanita.38
Menurut Abduh, disinggungnya persoalan poligami dalam konteks
pembicaraan anak yatim adalah karena keduanya terkandung persoalan yang
36
Drs. Khoirudin Nasution, MA., Riba dan Poligami, h. 85
Asgar Ali Engineer, Islam dan Pembebasan, h. 113
38
Drs. Khoirudin Nasution, MA., Riba dan Poligami, h. 85
37
29
sangat mendasar yaitu tentang ketidakadilan. Anak yatim seringkali menjadi
korban ketidakadilan karena mereka tidak terlindungi. Sedangkan dalam
poligami yang menjadi ketidakadilan adalah kaum perempuan.39
Secara eksplisit, Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha tidak setuju
terhadap praktik poligami yang ada dalam masyarakat. Meskipun secara
normatif poligami diperbolehkan (dalam kondisi tertentu), namun mengingat
persyaratan yang sulit untuk diwujudkan (keadilan bagi istri-istrinya), maka
poligami sebetulnya tidak dikehendaki oleh Al-Quran.40 Mereka memandang
poligami lebih banyak membawa resiko atau madarat daripada manfaatnya,
karena manusia itu menurut fitrahnya mempunyai watak yang cemburu, iri
hati dan suka mengeluh. Watak-watak tersebut akan mudah timbul, jika hidup
dalam kehidupan keluarga yang poligamis. Dengan demikian poligami itu
bisa menjadi sumber konflik dalam kehidupan keluarga. 41
Asgar Ali Engineer dan Amina Wadud Muhsin mengatakan,
sebenarnya ayat diatas lebih menekankan pada berbuat adil terhadap anakanak yatim, bukan mengawini lebih dari seorang perempuan. Karena konteks
ayat ini adalah tentang kondisi pada masa itu dimana mereka yang
memelihara kekayaan anak yatim sering berbuat tidak semestinya, dan
39
Dr. Musdah Mulia, MA, APU, Pandangan Islam Tentang Poligami, h. 35
Dr. Nurjannah Ismail, Perempuan Dalam Pasungan, h. 330
41
Abd. Rahman Gazali, Fiqh Munakahat, h130
40
30
terkadang mengawini mereka tanpa mahar. Jadi ayat-ayat diatas harus
dipahami menurut konteksnya, bukan pembolehan poligami yang bersifat
umum42
Wahbah Az-Zuhaili menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan khouf
(takut) dalam ayat tersebut adalah al-‘ilmu (tahu). Jadi maksudnya, jika kamu
tahu atau punya dugaan kuat bahwa kamu tidak dapat menghindarkan diri dari
perbuatan aniaya dan tidak adil terhadap perempuan atau istrimu, janganlah
kamu mengawini lebih dari empat agar kamu dapat berlaku adil. 43
Syawkani menyebutkan bahwa turunnya ayat ini untuk menghapus
kebiasaan orang Arab pra-Islam yang menikahi wanita tanpa batas. Kemudian
Syawkani menekankan haramnya menikahi wanita lebih dari empat.
Penolakannya terhadap pendapat yang membolehkan menikahi wanita sampai
sembilan, didasarkan pada dua alasan. Pertama, bertentangan dengan sunnah
Nabi, bahwa Nabi hanya membolehkan para sahabatnya mempunyai istri
maksimal empat wanita. Kedua, bertentangan dengan pemahaman bahasa
Arab, baik dari tata bahasa Arab yang umum, maupun dari tinjauan naz}om
Al-Quran. Maka menurutnya, pendapat yang membolehkan mempunyai istri
42
43
Dr. Nurjannah Ismail, Perempuan Dalam Pasungan, h. 329
Dr. Musdah Mulia, MA, APU, Pandangan Islam Tentang Poligami, h. 38
31
lebih dari empat merupakan pendapat yang tidak bisa memahami bahasa Arab
dengan benar.44
Menurut Quraish Shihab, ayat ini tidak membuat peraturan tentang
poligami, karena poligami
telah dikenal dan dilaksanakan oleh penganut
berbagai agama serta adat istiadat masyarakat sebelum turunnya ayat ini. Ayat
ini juga tidak mewajibkan poligami atau menganjurkannya, tetapi hanya
berbicara tentang bolehnya poligami dan itupun merupakan pintu kecil yang
hanya dapat dilalui oleh seseorang yang benar-benar membutuhkannya dan
dengan syarat yang tidak ringan.45
Adapun hukum daripada poligami itu sendiri adalah :
a. Wajib : apabila ia yakin akan terjatuh kepada perbuatan zina jika tidak
berpoligami.
b. Makruh : jika suami merasa kemungkinan besar mendzalimi salah stu
isterinya.
c. Haram : Apabila seorang suami yakin bahwa ia akan terjatuh kepada
kedzaliman dan menyakiti isteri-isterinya, dan tidak dapat memenuhi
hak-hak mereka dengan adil, maka poligami menjadi haram. Dan
44
45
Drs. Khoirudin Nasution, MA., Riba dan Poligami, h. 89
M. Qurais Shihab, Tafsir Al-Misbah, h. 324
32
poligami diharamkan bagi mereka yang mempunyai kekhawatiran
tidak dapat berbuat adil.46 Dalil sabda nabi s.a.w:
ِ‫ﺍﺕ‬‫ﺭ‬‫ﻈﹸﻮ‬‫ ﺍﹾﳌﹶﺤ‬‫ﺢ‬‫ﺒِﻴ‬‫ ﺗ‬‫ﺕ‬‫ﺭ‬‫ﻭ‬‫ﺮ‬‫ﺍﹶﻟﻀ‬
Artinya: “Keadaan darurat membolehkan perbuatan-perbuatan yang
dilarang”. 47
d. Sunat : Apabila seorang lelaki memerlukan isteri yang lain: contohnya,
beliau tidak cukup dengan hanya beristeri satu, atau isteri pertamanya
sakit atau madul sedangkan beliau amat menghendaki anak dan dia
merasa mampu berlaku adil terhadap isteri-isterinya48
Dari abu hurairah, nabi pernah bersabda:
‫ﻦ‬‫ ﻣ‬:‫ ﻗﹶﺎﻝﹶ‬:‫ﻠﱠﻢ‬‫ﺳ‬‫ﻪِ ﻭ‬‫ﻠﹶﻴ‬‫ﻠﱠﻰ ﺍﷲُ ﻋ‬‫ ﺻ‬‫ﺒِﻲ‬‫ ﺃﹶﻥﱠ ﺍﻟﱠﻨ‬‫ﻪ‬‫ﻨ‬‫ ﺍﷲُ ﻋ‬‫ﺿِﻲ‬‫ﺓﹶ ﺭ‬‫ﺮ‬‫ﻳ‬‫ﺮ‬‫ ﺍﹶﺑِﻲ ﻫ‬‫ﻦ‬‫ﻋ‬
‫ﺎﺋِﻞﹲ‬‫ﺷِﻘﹸﺔﹸ ﻣ‬‫ﺔِ ﻭ‬‫ﺎﻣ‬‫ ﺍﹾﻟﻘِﻴ‬‫ﻡ‬‫ﻮ‬‫ﺎﺀَ ﻳ‬‫ﺎ ﺟ‬‫ﻤ‬‫ﻫ‬‫ﺪ‬‫ﺎﻝِ ﺍِﻟﹶﻰ ﺍِﺣ‬‫ﺎﻥِ ﻓﹶﻤ‬‫ﺃﹶﺗ‬‫ﺮ‬‫ ﺍِﻣ‬‫ ﻟﹶﻪ‬‫ﺖ‬‫ﻛﹶﺎﻧ‬
Artinya: “Barang siapa punya dua orang isteri lalu memberatkan
salah satunya, maka ia akan datang dihari kiamat nanti
dengan bahunya miring.” (HR. Abu Daud, T{irmizi, Nasai,
dan Ibnu Majjah)49
46
Musdah Mulia, Memahami Keadilan dalam Poligami, h.32-33
Istihsan Dan Pembaharuan Hukum Islam,, h. 67
48
http://zaidirazali.com
49
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, jilid 6, h. 153
47
Download