15 BAB II POLIGAMI DALAM ISLAM A. Pengertian Poligami Pengertian poligami secara etimologi poligami terdiri dari dua kata yaitu ”Poli” yaitu banyak dan ”Gami” artinya isteri. Jadi poligami itu beristeri banyak. Sedangkan secara terminologi, poligami adalah seorang laki-laki yang mempunyai isteri lebih dari satu yang dibatasi paling banyak empat orang isteri.17 Poligami juga diartikan yaitu seorang laki-laki yang beristeri lebih dari satu seorang. Secara bahasa kata poligami berasal dari bahasa Yunani, yaitu polus yang artinya banyak dan gamein atau gamos yang artinya kawin. Jadi poligami adalah kawin banyak, maksudnya yaitu seorang pria mempunyai beberapa orang istri pada saat yang bersamaan. Dalam bahasa Arab poligami disebut ta’di>duzzauja>t yaitu berbilangnya pasangan.18 Menurut Musdah Mulia, poligami adalah ikatan perkawinan yang salah satu pihak (suami) mengawini beberapa (lebih dari satu) istri dalam waktu yang bersamaan. Selain poligami, dikenal juga poliandri yaitu seorang istri mempunyai beberapa suami dalam waktu yang bersamaan. Dibandingkan dengan poligami, 17 Abd. Rahman G}azaly, Fiqh Munakahat, h. 129, lih. Slamet Abidin, Fiqh Munakahat, 18 Drs. H. Rahmat Hakim, Hukum Perkawinan Islam, h. 113 h.131 15 16 bentuk poliandri tidak banyak dipraktekkan. Poliandri hanya ditemukan pada suku-suku tertentu, seperti pada suku Tuda dan beberapa suku di Tibet. 19 Dalam perbendaharaan bahasa Indonesia, kata poligami bermakna sama dengan poligini dan permaduan yaitu perkawinan antara satu orang suami dengan dua orang istri atau lebih.20 Sedangkan dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 55 ayat (1), menyatakan bahwa poligami beristri lebih dari satu orang pada waktu yang bersamaan dan terbatas hanya sampai empat orang istri.21 Allah SWT berfirman. seorang laki-laki menikahi perempuan sampai empat orang isteri dengan syarat berlaku adil kepada mereka, yaitu adil dalam melayani isteri seperti urusan nafkah, tempat tinggal, pakaian, giliran dan segala hal yang bersifat lahiriyah. Jika tidak berlaku adil maka cukup satu isteri saja (monogami). Melebihi dari empat orang isteri juga mengingkari kebaikan yang disyariatkan oleh Allah bagi kemaslahatan hidup suami isteri. Sebagaimana firman Allah dalam QS. An-Nisa>’ : 3 : ﺛﹸﻼﺙﹶﻰ ﻭﺜﹾﻨﺎﺀِ ﻣ ﺍﻟﻨِّﺴ ﻣِﻦ ﻟﹶﻜﹸﻢﺎ ﻃﹶﺎﺏﻮﺍ ﻣﻜِﺤﻰ ﻓﹶﺎﻧﺎﻣﺘﻘﹾﺴِﻄﹸﻮﺍ ﻓِﻲ ﺍﻟﹾﻴ ﺃﹶﻻ ﺗﻢﺇِﻥﹾ ﺧِﻔﹾﺘﻭ (٣) ﻮﻟﹸﻮﺍﻌﻰ ﺃﹶﻻ ﺗﻧ ﺃﹶﺩ ﺫﹶﻟِﻚﻜﹸﻢﺎﻧﻤ ﺃﹶﻳﻠﹶﻜﹶﺖﺎ ﻣ ﻣﺓﹰ ﺃﹶﻭﺍﺣِﺪﺪِﻟﹸﻮﺍ ﻓﹶﻮﻌ ﺃﹶﻻ ﺗﻢ ﻓﹶﺈِﻥﹾ ﺧِﻔﹾﺘﺎﻉﺑﺭﻭ Artinya : ”Apabila kamu takut tidak dapat berlaku adil terhadap perempuan yatim (yang kamu kawini), maka kawinilah perempuan-perempuan (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berbuat adil maka (kawinilah) seorang saja, 19 Dr. Musdah Mulia, MA, APU, Pandangan Islam Tentang Poligami, h. 32 Pius A. Partanto dan M. Dahlan Al-Barry, Kamus Ilmiah Populer, h. 329 21 Tim Arkola, Undang-undang Perkawinan di Indonesia Dilengkapi dengan Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, h. 196 20 17 atau budak-budakmu. Yang demikian itu lebih dekat untuk tidak berlaku aniaya”. (Q.S.An-Nisa:3)22 Dalam ayat lain allah swt berfirman: ﺎﻭﻫﺬﹶﺭﻞِ ﻓﹶﺘﻴﻤِﻴﻠﹸﻮﺍ ﻛﹸﻞﱠ ﺍﻟﹾﻤ ﻓﹶﻼ ﺗﻢﺘﺻﺮ ﺣﻟﹶﻮﺎﺀِ ﻭ ﺍﻟﻨِّﺴﻦﻴﺪِﻟﹸﻮﺍ ﺑﻌﻮﺍ ﺃﹶﻥﹾ ﺗﻄِﻴﻌﺘﺴ ﺗﻟﹶﻦﻭ (١٢٩) ﺎﺣِﻴﻤﺍ ﺭ ﻛﹶﺎﻥﹶ ﻏﹶﻔﹸﻮﺭﻘﹸﻮﺍ ﻓﹶﺈِﻥﱠ ﺍﻟﻠﱠﻪﺘﺗﻮﺍ ﻭﻠِﺤﺼﺇِﻥﹾ ﺗﻠﱠﻘﹶﺔِ ﻭﻌﻛﹶﺎﻟﹾﻤ Artinya: ”dan kamu sekali-kali tidak akan dapat Berlaku adil di antara isteriisteri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. dan jika kamu Mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS An-Nisa’: 129)23 Maksud ayat tersebut adalah jika seorang laki-laki merasa yakin tidak dapat berbuat adil kepada anak-anak perempuan yatim, maka carilah perempuan lain. Pengertian semacam ini dalam ayat tersebut bukanlah sebagai hasil dari pemahaman secara tersirat, sebab para ulama sepakat bahwa siapa yang yakin dapat berbuat adil terhadap anak perempuan yatim, maka ia berhak menikahi perempuan lebih dari seorang. Sebaliknya, jika takut tidak dapat berbuat adil ia dibolehkan menikah dengan perempuan lain. Berlaku adil yang dimaksudkan adalah perlakuan yang adil dalam meladeni isteri, seperti: pakaian, tempat, giliran, dan lain-lain yang bersifat lahiriah. 22 23 Depag. RI, Al-Qur’an dan Terjemah, h. 675 Depag. RI, Al-Qur’an dan Terjemah, h. 690 18 Islam memang memperbolehkan poligami dengan syarat-syarat tertentu. Dan ayat tersebut membatasi diperbolehkannya poligami hanya empat orang saja. Namun apabila takut akan berbuat durhaka apabila menikah dengan lebih dari seorang perempuan, maka wajiblah ia cukupkan dengan seorang saja. Dari beberapa pengertian poligami di atas yang digunakan dalam pembahasan skripsi ini adalah jika seorang laki-laki beristeri lebih dari satu perempuan dengan syarat harus bisa berbuat adil dalam memberi nafkah lahir dan batin. B. Alasan-Alasan Poligami Kebutuhan suami untuk beristeri lebih dari seorang dan jika tidak berpoligami maka bisa menimbulkan kemudhorotan pada dirinya dan keluarganya, misalnya takut terjerumus dalam perzinahan. Adapun sebab-sebab seseorang yang ingin melakukan poligami diantaranya sebagai berikut : Dalam PP. No. 9 tahun 1975 tentang pelaksanaan UU No. 1 tahun 1974 pasal 41 point a dan KHI pasal 57 yang pada intinya disebutkan : - Bahwa isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri. - Bahwa isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan. - Bahwa isteri tidak dapat melahirkan. 19 Dalam tafsir al-Mar>agi>, jilid IV, halaman 181-182 disebutkan, bahwa alasan untuk dapat melakukan poligami adalah : a. Tidak mempunyai anak yang akan menyambung keturunan. b. Isteri pertama menderita penyakit menahun (chronis) yang tidak memungkinkan melakukan tugas-tugas sebagai isteri. c. Sebab tabiat kemanusiaan suami, yaitu nafsu keinginan melakukan hidup berkelamin yang terlalu besar (kuat), sehingga suami memerlukan isteri lebih dari seorang. d. Jumlah perempuan lebih banyak dari jumlah laki-laki, karena peperangan dan lain-lain, termasuk didalamnya ialah permasalahan sosial yang perlu mendapatkan perhatian.24 Wahbi Sulaiman juga menyebutkan dalam bukunya Sosok-Sosok Perempuan Muslim tentang alasan-alasan seseorang yang ingin melakukan poligami yaitu :25 1. Kadang-kadang adanya keinginan untuk mencontoh Rasulullah SAW yang memiliki isteri banyak sebagaimana hal lainnya yang selalu beliau lakukan. 2. Tingginya kekuatan fisik dan nafsu seksual seorang laki-laki, sehingga tidak puas hanya memiliki satu isteri. 3. Adanya keinginan untuk memperbanyak keturunan. 24 25 Titik Triwulan Tutik, Poligami Perspektif Perikatan Nikah, h. 72 Wahbi Sulaiman Gawajji Al-Albani, Sosok-Sosok Perempuan Muslim, H. 127 20 4. Isteri pertama tidak bisa memberi keturunan, atau hanya memberi sedikit keturunan sedangkan suami ingin mempunyai keturunan lebih banyak lagi. 5. Adanya kekhawatiran suami karena saudara laki-lakinya meninggal dan meninggalkan banyak anak, sehingga isteri dan anak-anak saudaranya itu terlantar. Berkenaan dengan keadaan darurat yang membolehkan seseorang untuk poligami, menurut Abdurrahman setelah merangkum pendapat fuqaha’, setidaknya terdapat delapan perkara yang dianggap darurat, yaitu 26: 1. Isteri mengidap suatu penyakit yang berbahaya dan sulit disembuhkan. 2. Isteri terbukti mandul dan dipastikan secara medis tidak dapat melahirkan. 3. Isteri hilang ingatan. 4. Isteri sudah lanjut usia sehingga tidak dapat memenuhi kewajibannya sebagai isteri. 5. Isteri memiliki sifat dan tabiat buruk. 6. Isteri meninggalkan rumah tanpa sebab dan tidak diketahui keberadaaanya. 7. Ketika jumlah perempuan lebih banyak daripada laki-laki. C. Sejarah Poligami Keberadaan poligami atau menikah lebih seorang isteri dalam lintasan sejarah bukan merupakan hal baru. Poligami telah ada dalam kehidupan manusia sejak dahulu kala di antara berbagi kelompok masyarakat di berbagai kawasan 26 Dr. H. Amiur Nurudin MA. dan Drs. Azhari Akmal Tarigan, M.Ag, Hukum Perdata Islam di Indonesia, h. 37. 21 dunia. Orang-orang Arab telah berpoligami jauh sebelum kedatangan Islam, demikian pula masyarakat lain di sebagian besar kawasan dunia selama masa itu, termasuk di Indonesia. Para raja dan pembesar kerajaan nusantara umumnya memiliki isteri lebih dari seorang yang biasa disebut garwa padmi (permaisuri atau isteri syah) dan selir atau gundik (isteri simpanan atau kekasih).27 Orang-orang Eropa yang sekarang kita sebut Rusia, Yugslavia, Cekoslovakia, Jerman, Belgia, Belanda, Denmark, Swedia dan Inggris semuanya adalah bangsa-bangsa yang berpoligami. Demikian juga bangsa-bangsa timur seperti bangsa Ibrani dan Arab, mereka juga berpoligami. Karena itu tidak benar apabila ada tuduhan bahwa Islamlah yang melahirkan aturan tentang poligami, sebab nyatanya aturan poligami yang berlaku sekarang ini juga hidup dan berkembang di negeri-negeri yang tidak menganut Islam, seperti Afrika, India, Cina dan Jepang. Tidaklah benar kalau berpoligami hanya terdapat di negerinegeri Islam.28 D. Syarat-Syarat Poligami 1. Syarat-Syarat Poligami Menurut Perundang-Undangan Menurut Perundang-Undangan yang ada di Indonesia, seorang suami boleh melakukan poligami asalkan memenuhi syarat-syarat tertentu yang telah 27 28 Titik Triwulan Tutik, poligami perspektif perikatan nikah, h. 56 Al-Hamdani, Risalah Nikah, h. 39 22 ditentukan dalam Undang-Undang Perkawinan No. 1 tahun 1974. Syaratsyarat tersebut telah dijelaskan dalam pasal 5 (1) beserta penjelasannya:29 - Harus ada izin dari pengadilan. - Bila dikehendaki oleh yang bersangkutan. - Hukum dan agama yang bersangkutan mengizinkan. Dalam hal seorang suami yang akan beristeri lebih dari seorang harus mendapat izin dari pengadilan, izin itu harus diajukan ke Pengadilan Agama. Dan untuk mendapatkan izin dari pengadilan, harus memenuhi beberapa syarat tertentu dan disertai alasan-alasan yang dapat dibenarkan oleh pengadilan, hal ini dijelaskan dalam pasal 4-5 Undang-Undang Perkawinan No. 1 tahun 1974 sebagai berikut:30 Harus mengajukan permohonan kepada pengadilan di daerah tempat tinggalnya sesuai pasal 4 (1) UU No. 1 tahun 1974. Pengadilan hanya memberi izin apabila permohonan itu didasarkan pada alasan-alasan yang dibenarkan. Seperti yang tercantum dalam pasal 4 (2) yaitu: - Isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri. - Isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan. 29 30 Isteri tidak dapat melahirkan keturunan. Tim Arkola, Undang-undang perkawinan, h. 7 Soemiyati,Hukum Perkawinan Islam, h .77-78 23 Untuk dapat mengajukan permohonan kepada pengadilan harus dipenuhi syarat-syarat tertentu. (pasal 5 (1) UU No. 1 tahun 1974) 2. Syarat-Syarat Poligami Menurut Hukum Islam Syari’at Islam memperbolehkan berpoligami dengan batasan sampai empat orang dan mewajibkan berlaku adil kepada mereka, baik dalam urusan pangan, pakaian, tempat tinggal, serta lainnya yang bersifat kebendaan tanpa membedakan antara isteri yang kaya dengan isteri yang miskin, yang berasal dari keturunan tinggi dengan yang rendah dengan dari golongan bawah. Bila suami khawatir berbuat zalim dan tidak mampu memenuhi semua hak-hak mereka, maka ia diharamkan berpoligami. Bila yang sanggup dipenuhinya hanya tiga, maka baginya haram menikah dengan empat orang. Jika ia hanya sanggup memenuhi hak dua orang isteri. Maka haram baginya menikahi tiga orang. Begitu juga kalau ia khawatir berbuat zalim dengan mengawini dua orang perempuan, Maka haram baginya melakukannya. Firman Allah SWT dalam surat An-nisa’ ayat 3 : ﺛﹸﻼﺙﹶﻰ ﻭﺜﹾﻨﺎﺀِ ﻣ ﺍﻟﻨِّﺴ ﻣِﻦ ﻟﹶﻜﹸﻢﺎ ﻃﹶﺎﺏﻮﺍ ﻣﻜِﺤﻰ ﻓﹶﺎﻧﺎﻣﺘﻘﹾﺴِﻄﹸﻮﺍ ﻓِﻲ ﺍﻟﹾﻴ ﺃﹶﻻ ﺗﻢﺇِﻥﹾ ﺧِﻔﹾﺘﻭ (٣) ﻮﻟﹸﻮﺍﻌﻰ ﺃﹶﻻ ﺗﻧ ﺃﹶﺩ ﺫﹶﻟِﻚﻜﹸﻢﺎﻧﻤ ﺃﹶﻳﻠﹶﻜﹶﺖﺎ ﻣ ﻣﺓﹰ ﺃﹶﻭﺍﺣِﺪﺪِﻟﹸﻮﺍ ﻓﹶﻮﻌ ﺃﹶﻻ ﺗﻢ ﻓﹶﺈِﻥﹾ ﺧِﻔﹾﺘﺎﻉﺑﺭﻭ Artinya : ”Apabila kalian takut tidak dapat berlaku adil terhadap perempuan yatim (yang kamu kawini), maka kawinilah perempuan-perempuan (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berbuat adil maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budakmu. Yang demikian itu lebih dekat untuk tidak berlaku aniaya.” (Q.S.An-Nisa:3) 24 Berdasarkan surat An-Nisa’ayat 3 di atas, terdapat ketentuan bahwa syarat seseorang boleh melakukan poligami adalah sanggup berlaku terhadap para isteri-isterinya. Keadilan yang dituntut dan disyari’atkan dalam poligami ini adalah keadilan materi dalam memenuhi tempat kediaman, pakaian, nafkah, pergaulan, bersenggama dan semua aspek yang masih dalam batasbatas kemampuan manusia. Adapun keadilan dalam perasaan hati dan getaran jiwa, tidaklah bisa dipenuhi oleh seorang manusiapun. Dalam pada itu, meskipun seorang isteri menginginkan keadilan yang seadil-adilnya tetapi seorang suami tidak akan pernah sanggup untuk berlaku adil. Hal ini tersebut dalam firman Allah SWT surat An-Nisa’(4) :129 yang berbunyi sebagai berikut : ﺎﻭﻫﺬﹶﺭﻞِ ﻓﹶﺘﻴﻤِﻴﻠﹸﻮﺍ ﻛﹸﻞﱠ ﺍﻟﹾﻤ ﻓﹶﻼ ﺗﻢﺘﺻﺮ ﺣﻟﹶﻮﺎﺀِ ﻭ ﺍﻟﻨِّﺴﻦﻴﺪِﻟﹸﻮﺍ ﺑﻌﻮﺍ ﺃﹶﻥﹾ ﺗﻄِﻴﻌﺘﺴ ﺗﻟﹶﻦﻭ (١٢٩) ﺎﺣِﻴﻤﺍ ﺭ ﻛﹶﺎﻥﹶ ﻏﹶﻔﹸﻮﺭﻘﹸﻮﺍ ﻓﹶﺈِﻥﱠ ﺍﻟﻠﱠﻪﺘﺗﻮﺍ ﻭﻠِﺤﺼﺇِﻥﹾ ﺗﻠﱠﻘﹶﺔِ ﻭﻌﻛﹶﺎﻟﹾﻤ Artinya: ”dan kalian sekali-kali tidak akan dapat Berlaku adil di antara isteri-isteri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. dan jika kamu Mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS An-Nisa’: 129)31 Akan tetapi, apabila seorang muslim ingin poligami sedangkan ia yakin bahwa dirinya tidak mampu menerapkan keadilan diantara isteri- 31 Depag. RI, Al-Qur’an dan Terjemah, h. 690 25 isterinya, maka hal itu adalah dosa di sisi Allah, dan wajib baginya untuk tidak berpoligami. Mengawini perempuan lebih dari seorang, menurut hukum Islam diperbolehkan dengan dibatasi paling banyak adalah empat orang isteri sebagaimana yang disebutkan dalam Surat An-Nisa’ di atas. Sedangkan kebolehan poligami ini hanyalah bersifat darurat atau kondisi terpaksa. Namun apabila suami khawatir berbuat zalim dan tidak dapat memenuhi hak-hak mereka semua, maka diharamkan bagi mereka untuk berpoligami dan cukuplah ia beristeri satu saja. Para mufassir sepakat bahwa An-Nisa’ ayat 3 dan 129 adalah dasar hukum yang memperbolehkan seseorang untuk berpoligami tetapi dalam keadaan darurat. Menurut jumhur ulama’, kedua ayat ini turun seusai perang uhud, di mana ketika itu banyak pejuang muslim (para mujahidin) yang gugur di medan perang. Sebagai konsekuensinya, banyak anak yatim dan janda yang di tinggal mati oleh ayah dan suaminya. Akibatnya banyak anak yatim yang terabaikan dalam kehidupan, pendidikan dan masa depannya.32 Poligami ini adalah merupakan suatu pengecualian yang disertai dengan syarat dan pembatasan-pembatasan antara lain:33 a. Jumlah perempuan yang dikawini tidak boleh melebihi dari empat orang, seperti yang tersebut dalam surat An-Nisa’ ayat 3. 32 Drs. Khoirudin Nasution, MA., Riba dan Poligami, h. 85 Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam, h. 75 33 26 b. Akan sanggup berlaku adil terhadap semua isteri-isterinya. Jika sudah merasa tidak bisa berlaku adil lagi dengan semua isterinya, maka sebaiknya jangan kawin lagi untuk yang kedua kalinya. c. Perempuan yang akan dikawini sebaiknya adalah perempuan yang mempunyai anak yatim, dengan maksud supaya anak yatim itu berada dibawah pengawasan laki-laki yang berpoligami tersebut. b. Perempuan-perempuan yang dikawini itu tidak boleh ada hubungan saudara, baik sedarah maupun sesusuan. Dalam hukum Islam, masalah izin isteri dalam polgami tidak disyaratkan secara Syar’i dan tidak ada dalil yang menetapkan keharusannya, karena yang menjadi syarat utama bagi suami yang ingin berpoligami adalah mampu untuk berlaku adil terhadap para isterinya. E. Hukum Poligami Kata-kata kunci hukum dalam persoalan pernikahan bahwa Islam tidak memberikan hokum wajib atau haram kepada perbuatan amal ibadah dalam pernikahan monogami maupun poligami. Karena asal muasal hukum pernikahan adalah sunnah Rasulullah SAW.34 Begitu juga dengan hukum poligami, yaitu menjadi mubah karena mengikuti keadaan seseorang yang mengalaminya. Sesuai dengan Q.S.An-Nisa:129 : 34 Achmad Setiyadji, Aa. Gym Mengapa Berpoligami, h. 117 27 ﺎﻭﻫﺬﹶﺭﻞِ ﻓﹶﺘﻴﻤِﻴﻠﹸﻮﺍ ﻛﹸﻞﱠ ﺍﻟﹾﻤ ﻓﹶﻼ ﺗﻢﺘﺻﺮ ﺣﻟﹶﻮﺎﺀِ ﻭ ﺍﻟﻨِّﺴﻦﻴﺪِﻟﹸﻮﺍ ﺑﻌﻮﺍ ﺃﹶﻥﹾ ﺗﻄِﻴﻌﺘﺴ ﺗﻟﹶﻦﻭ (١٢٩) ﺎﺣِﻴﻤﺍ ﺭ ﻛﹶﺎﻥﹶ ﻏﹶﻔﹸﻮﺭﻘﹸﻮﺍ ﻓﹶﺈِﻥﱠ ﺍﻟﻠﱠﻪﺘﺗﻮﺍ ﻭﻠِﺤﺼﺇِﻥﹾ ﺗﻠﱠﻘﹶﺔِ ﻭﻌﻛﹶﺎﻟﹾﻤ Artinya: ”dan kalian sekali-kali tidak akan dapat Berlaku adil di antara isteri-isteri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. dan jika kamu Mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS An-Nisa’: 129)35 Mengawini wanita lebih dari seorang, menurut hukum Islam diperbolehkan dengan dibatasi paling banyak adalah empat orang istri sebagaimana yang disebutkan dalam Surat An-Nis>a’ diatas. Sedangkan kebolehan poligami ini hanyalah bersifat darurat atau kondisi terpaksa. Namun apabila suami khawatir berbuat z}alim dan tidak dapat memenuhi hak-hak mereka semua, maka diharamkan bagi mereka untuk berpoligami dan cukuplah ia beristri satu saja. Para mufassir sepakat bahwa An-Nis>a’ ayat 3 dan 129 adalah dasar hukum yang memperbolehkan seseorang untuk berpoligami. Menurut jumhur ulama’, kedua ayat ini turun seusai perang uhud, dimana ketika itu banyak pejuang muslim (para mujahidin) yang gugur dimedan perang. Sebagai konsekuensinya, banyak anak yatim dan janda yang ditinggal mati oleh ayah 35 Depag. RI, Al-Qur’an dan Terjemah, h. 690 28 dan suaminya. Akibatnya banyak anak yatim yang terabaikan dalam kehidupan, pendidikan dan masa depannya. 36 Para penafsir Al-Quran klasik, berpndapat bahwa maksud utama ayat diatas adalah untuk berbuat keadilan, baik kepada anak-anak yatim maupun para istri. Melindungi kepentingan anak yatim ini sama pentingnya dengan menjamin perlakuan yang sama dan adil kepada perempuan yang dikawini, yakni orang-orang yang menjadi wali anak yatim ini. Dengan demikian, akan terlihat bahwa Al-Quran ingin sekali melindungi kepentingan kaum perempuan dan memberikan keadilan kepada mereka, baik sebagai anak yatim maupun sebagai istri.37 Ibn Jarir at-T{abari berpendapat bahwa makna surat An-Nis>a’ ayat 3 ini merupakan kekhawatiran akan ketidakmampuan seorang wali berbuat adil terhadap harta anak yatim. Maka kalau sudah khawatir terhadap harta anak yatim, mestinya khawatir juga terhadap wanita. Maka janganlah menikahi mereka kecuali dengan wanita yang kalian yakin bisa berbuat adil, satu sampai empat wanita.38 Menurut Abduh, disinggungnya persoalan poligami dalam konteks pembicaraan anak yatim adalah karena keduanya terkandung persoalan yang 36 Drs. Khoirudin Nasution, MA., Riba dan Poligami, h. 85 Asgar Ali Engineer, Islam dan Pembebasan, h. 113 38 Drs. Khoirudin Nasution, MA., Riba dan Poligami, h. 85 37 29 sangat mendasar yaitu tentang ketidakadilan. Anak yatim seringkali menjadi korban ketidakadilan karena mereka tidak terlindungi. Sedangkan dalam poligami yang menjadi ketidakadilan adalah kaum perempuan.39 Secara eksplisit, Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha tidak setuju terhadap praktik poligami yang ada dalam masyarakat. Meskipun secara normatif poligami diperbolehkan (dalam kondisi tertentu), namun mengingat persyaratan yang sulit untuk diwujudkan (keadilan bagi istri-istrinya), maka poligami sebetulnya tidak dikehendaki oleh Al-Quran.40 Mereka memandang poligami lebih banyak membawa resiko atau madarat daripada manfaatnya, karena manusia itu menurut fitrahnya mempunyai watak yang cemburu, iri hati dan suka mengeluh. Watak-watak tersebut akan mudah timbul, jika hidup dalam kehidupan keluarga yang poligamis. Dengan demikian poligami itu bisa menjadi sumber konflik dalam kehidupan keluarga. 41 Asgar Ali Engineer dan Amina Wadud Muhsin mengatakan, sebenarnya ayat diatas lebih menekankan pada berbuat adil terhadap anakanak yatim, bukan mengawini lebih dari seorang perempuan. Karena konteks ayat ini adalah tentang kondisi pada masa itu dimana mereka yang memelihara kekayaan anak yatim sering berbuat tidak semestinya, dan 39 Dr. Musdah Mulia, MA, APU, Pandangan Islam Tentang Poligami, h. 35 Dr. Nurjannah Ismail, Perempuan Dalam Pasungan, h. 330 41 Abd. Rahman Gazali, Fiqh Munakahat, h130 40 30 terkadang mengawini mereka tanpa mahar. Jadi ayat-ayat diatas harus dipahami menurut konteksnya, bukan pembolehan poligami yang bersifat umum42 Wahbah Az-Zuhaili menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan khouf (takut) dalam ayat tersebut adalah al-‘ilmu (tahu). Jadi maksudnya, jika kamu tahu atau punya dugaan kuat bahwa kamu tidak dapat menghindarkan diri dari perbuatan aniaya dan tidak adil terhadap perempuan atau istrimu, janganlah kamu mengawini lebih dari empat agar kamu dapat berlaku adil. 43 Syawkani menyebutkan bahwa turunnya ayat ini untuk menghapus kebiasaan orang Arab pra-Islam yang menikahi wanita tanpa batas. Kemudian Syawkani menekankan haramnya menikahi wanita lebih dari empat. Penolakannya terhadap pendapat yang membolehkan menikahi wanita sampai sembilan, didasarkan pada dua alasan. Pertama, bertentangan dengan sunnah Nabi, bahwa Nabi hanya membolehkan para sahabatnya mempunyai istri maksimal empat wanita. Kedua, bertentangan dengan pemahaman bahasa Arab, baik dari tata bahasa Arab yang umum, maupun dari tinjauan naz}om Al-Quran. Maka menurutnya, pendapat yang membolehkan mempunyai istri 42 43 Dr. Nurjannah Ismail, Perempuan Dalam Pasungan, h. 329 Dr. Musdah Mulia, MA, APU, Pandangan Islam Tentang Poligami, h. 38 31 lebih dari empat merupakan pendapat yang tidak bisa memahami bahasa Arab dengan benar.44 Menurut Quraish Shihab, ayat ini tidak membuat peraturan tentang poligami, karena poligami telah dikenal dan dilaksanakan oleh penganut berbagai agama serta adat istiadat masyarakat sebelum turunnya ayat ini. Ayat ini juga tidak mewajibkan poligami atau menganjurkannya, tetapi hanya berbicara tentang bolehnya poligami dan itupun merupakan pintu kecil yang hanya dapat dilalui oleh seseorang yang benar-benar membutuhkannya dan dengan syarat yang tidak ringan.45 Adapun hukum daripada poligami itu sendiri adalah : a. Wajib : apabila ia yakin akan terjatuh kepada perbuatan zina jika tidak berpoligami. b. Makruh : jika suami merasa kemungkinan besar mendzalimi salah stu isterinya. c. Haram : Apabila seorang suami yakin bahwa ia akan terjatuh kepada kedzaliman dan menyakiti isteri-isterinya, dan tidak dapat memenuhi hak-hak mereka dengan adil, maka poligami menjadi haram. Dan 44 45 Drs. Khoirudin Nasution, MA., Riba dan Poligami, h. 89 M. Qurais Shihab, Tafsir Al-Misbah, h. 324 32 poligami diharamkan bagi mereka yang mempunyai kekhawatiran tidak dapat berbuat adil.46 Dalil sabda nabi s.a.w: ِﺍﺕﺭﻈﹸﻮ ﺍﹾﳌﹶﺤﺢﺒِﻴ ﺗﺕﺭﻭﺮﺍﹶﻟﻀ Artinya: “Keadaan darurat membolehkan perbuatan-perbuatan yang dilarang”. 47 d. Sunat : Apabila seorang lelaki memerlukan isteri yang lain: contohnya, beliau tidak cukup dengan hanya beristeri satu, atau isteri pertamanya sakit atau madul sedangkan beliau amat menghendaki anak dan dia merasa mampu berlaku adil terhadap isteri-isterinya48 Dari abu hurairah, nabi pernah bersabda: ﻦ ﻣ: ﻗﹶﺎﻝﹶ:ﻠﱠﻢﺳﻪِ ﻭﻠﹶﻴﻠﱠﻰ ﺍﷲُ ﻋ ﺻﺒِﻲ ﺃﹶﻥﱠ ﺍﻟﱠﻨﻪﻨ ﺍﷲُ ﻋﺿِﻲﺓﹶ ﺭﺮﻳﺮ ﺍﹶﺑِﻲ ﻫﻦﻋ ﺎﺋِﻞﹲﺷِﻘﹸﺔﹸ ﻣﺔِ ﻭﺎﻣ ﺍﹾﻟﻘِﻴﻡﻮﺎﺀَ ﻳﺎ ﺟﻤﻫﺪﺎﻝِ ﺍِﻟﹶﻰ ﺍِﺣﺎﻥِ ﻓﹶﻤﺃﹶﺗﺮ ﺍِﻣ ﻟﹶﻪﺖﻛﹶﺎﻧ Artinya: “Barang siapa punya dua orang isteri lalu memberatkan salah satunya, maka ia akan datang dihari kiamat nanti dengan bahunya miring.” (HR. Abu Daud, T{irmizi, Nasai, dan Ibnu Majjah)49 46 Musdah Mulia, Memahami Keadilan dalam Poligami, h.32-33 Istihsan Dan Pembaharuan Hukum Islam,, h. 67 48 http://zaidirazali.com 49 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, jilid 6, h. 153 47