Universitas Sumatera Utara BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1

advertisement
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Anatomi Bola Mata
Bola Mata Berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm. Bola mata
di bagian depan (kornea) mempunyai kelengkungan yang lebih tajam sehingga
terdapat bentuk dengan 2 kelengkungan yang berbeda.
Bola mata dibungkus oleh 3 lapis jaringan, yaitu :
1. Sklera merupakan jaringan ikat yang kenyal dan memberikan bentuk pada
mata, merupakan bagian terluar yang melindungi bola mata. Bagian
terdepan sklera disebut kornea yang bersifat transparan yang memudahkan
sinar masuk ke dalam bola mata. Kelengkungan kornea lebih besar
dibanding sklera.
2. Jaringan uvea merupakan jaringan vaskular. Jaringan sklera dan uvea
dibatasi oleh ruang yang potensial yang mudah dimasuki darah bila terjadi
perdarahan pada ruda paksa yang disebut perdarahan suprakoroid.
Jaringan uvea ini terdiri atas iris, badan siliar, dan koroid. Pada iris
didapatkan pupil yang oleh 3 susunan otot dapat mengatur jumlah sinar
masuk ke dalam bola mata. Otot dilatator dipersarafi oleh parasimpatis,
sedang sfingter iris dan otot siliar di persarafi oleh parasimpatis. Otot siliar
yang terletak di badan siliar mengatur bentuk lensa untuk kebutuhan
akomodasi.
Badan siliar yang terletak di belakang iris menghasilkan cairan bilik mata
(akuos humor), yang dikeluarkan melalui trabekulum yang terletak pada
pangkal irirs di batas kornea dan sklera.
3. Lapis ketiga bola mata adalah retina yang terletak paling dalam dan
mempunyai susunan lapis sebanyak 10 lapis yang merupakan lapis
membran neurosensoris yang akan merubah sinar menjadi rangsangan
pada saraf optik dan diteruskan ke otak. Terdapat rongga yang petonsial
antara retina dan kororid sehingga retina dapta terlepas dari koloid yang
disebut ablasi retina.
Universitas Sumatera Utara
Badan kaca mengisi rongga di dalam bola mata dan bersifat gelatin
yang hanya menempel papil saraf optik, makula dan pars plana. Bila
terdapat jaringan ikat di dalma badan kaca disertai dengan tarikan pada
retina, maka akan robek dan terjadi ablasi retina.
Lensa terletak di belakang pupil yang dipegang di daerah
ekuatornya pada badan siliar melalui Zonula Zinn. Lensa mata mempunyai
peranan pada akomodasi atau melihat dekat sehingga sinar dapat
difokuskan di daerah makula lutea. Terdapat 6 otot penggerak bola mata,
dan terdapat kelenjar lakrimal yang terletak di daerah temporal atas di
dalam rongga orbita.
Gambar 2.1. Anatomi Mata (Luiz Carlos Junquirea, 2007)
2.1.1. Kornea
Universitas Sumatera Utara
Kornea (Latin cornum = seperti tanduk) adalah selaput bening mata,
bagian selaput mata yang tembus cahaya, merupakan lapis jaringan yang menutup
bola mata sebelah depan dan terdiri atas:
1. Epitel

Tebalnya 50 μm, terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang
saling tumpah tindih; satu lapis sel basal, sel poligonal dan sel
gepeng.

Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dal sel muda ini terdorong
ke depan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan
menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel basal di
sampingnya dan sel poligonal di depannya melalui desmosom dan
makula okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit,
dan glukosa yang merupakan barrier.

Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat
kepadanya. Bila terjadi gangguan akan mengakibatkan erosi
rekuren.

2.
Epitel berasal dari ektoderm permukaan.
Membran Bowman

Terletak di bawah membran basal epitel kornea yang merupakan
kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari
bagian depan stroma.

3.
Lapis ini tidak mempunyai daya regenerasi.
Stroma

Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar
dengan lainnya, pada permukaan terlihat anyaman yang teratur
sedang di bagian perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya
kembali serat kolagen memakan waktu lama yang kadang-kadang
sampai 15 bulan. Keratosit merupakan sel stroma kornea yang
merupakan fibroblas terletak di antara serat kolagen stroma.
Universitas Sumatera Utara
Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam
perkembangan embrio atau sesudah trauma.
4. Membran Descement

Merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang
stroma kornea dihasilkan sel endotel dan merupakan membran
basalnya

Bersifat sangat elastik dan berkembang terus seumur hidup,
mempunyai tebal 40 μm.
5. Endotel

Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk hexagonal, besar 2040 μm. Endotel-melekat pada membran descement melalui
hemidesmosom dan zonula okluden.
Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf
siliar longus, saraf nasosiliar, saraf ke V saraf siliar longus berjalan suprakoroid,
masuk ke dalam stroma kornea, menembus membran Bowman melepaskan
selubung Schwannya. Seluruh lapis epitel dipersarafi smapai pada kedua lapis
terdepan tanpa ada akhir saraf. Bulbus krause untuk sensasi dingin ditemukan di
daerah limbus. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah limbus terjadi
dalam waktu 3 bulan.
Trauma atau penyakit yang merusak endotel akan mengakibatkan sistem
pompa endotel terganggu sehingga dekompensasi endotel dan terjadi edema
korne. Endotel tidak mempunyai daya regenerasi.
Kornea merupakan bagian mata yang tembus cahaya dan mnutup bola
mata di sebelah depan. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea, dimana 40
dioptri dari 50 dioptri pembiasan sinar masuk kornea dilakukan oleh kornea.
(Prof. dr. H. Sidarta Ilyas, Sp.M : Ilmu Penyakit Mata, 2007)
2.1.2. Uvea
Lapis vaskular di dalam bola mata yang terdiri atas iris, badan siliar dan
koroid.
Universitas Sumatera Utara
Perdarahan uvea dibedakan antara bagian anterior yang diperdarahi oleh 2
buah arteri siliar posterior longus yang masuk menembus sklera di temporal dan
nasal dekat tempat masuk saraf optik dan 7 buah arteri siliar anterior, yang
terdapat 2 pada setiap otot superior, medial inferior satu pada otot rektus lateral.
Arteri siliar anterior dan posterior ini bergabung menjadi satu membentuk arteri
sirkularis mayor pada badan siliar. Uvae posterior mendapat bperdarah dari 15-20
buah arteri siliar posterior brevis yang menembus sklera di sekitar tempat masuk
saraf optik.
Persarafan uvea didapatkan dari ganglion siliar yang terletak antara bola
mata dengan otot rektus lateral, 1 cm di depan foramen optik, yang menerima 3
akar saraf di bagian posterior yaitu :
1.
Saraf sensoris, yang berasal dari saraf nasosiliar yang mengandung serabut
sensoris untuk kornea, iris, dan badan siliar.
2.
Saraf simpatis yang membuat pupil berdilatasi, yang berasal dari saraf
simpatis yang melingkari arteri karotis; mempersarafi pembuluh darah uvea dan
untuk dilatasi pupil.
3.
Akar saraf motor yang akan memberikan saraf parasimpatis untuk
mengecilkan pupil.
Pada ganglion siliar hanya saraf parasimpatis yang melakukan sinaps. Iris
terdiri atas bagian pupil dan bagian tepi siliar, dan badan siliar terletak antara iris
dan koroid. Batas antara korneosklera dengan badan siliar belakang adalah 8 mm
temporal dan 7 mm nasal. Di dalam badan siliar terdapat 3 otot akomodasi yaitu
longitudinal, radiar, dan sirkular.
Iris mempunyai kemampuan mengatur secara otomatis masuknya sinar ke
dalam bola mata. Reaksi pupil ini merupakan juga indikator untuk fungsi simpatis
(midriasis) dan parasimpatis (miosis) pupil. Badan siliar merupakan susunan otot
melingkar dan mempunyai sistem eskresi di belakang limbus. Radang badan siliar
akan mengakibatkan melebarnya pembuluh darah di daerah limbus, yang akan
mengakibatkan mata merah yang merupakan gambaran karakteristik peradangan
intraokular.
Universitas Sumatera Utara
Otot longitudinal badan siliar yang berinsersi di daerah baji sklera bila
berkontraksi akan membuka anyaman trabekula dan mempercepat pengaliran
cairan mata melalui sudut bilik mata. Otot melingkar badan siliar bila berkontraksi
pada akomodasi akan mengakibatkan mengendornya zonula zinn sehingga terjadi
pencembungan lensa. Kedua otot ini dipersarafi oleh sarah parasimpatik dan
bereaksi baik terhadap obat parasimpatomimetik.
2.1.3. Pupil
Pupil anak-anak berukuran kecil akibat belum berkembangnya saraf
simpatis. Orang dewasa ukuran pupil adalah sedang, dan orang tua pupil mengecil
akibat rasa silau yang dibangkitkan oleh lensa yang sklerosis.
Pupil waktu tidur kecil, hal ini dipakai sebagai ukuran tidur, simulasi,
kornea dan tidur sesunggunya. Pupil kecil waktu tidur akibat dari :
1. Berkurangnya rangsangan simpatis
2. Kurangnya rangsangan hambatan miosis
Bila subkorteks bekerja sempurna maka terjadi miosis. Di waktu bangun
korteks menghambat pusat subkorteks sehingga terjadi medriasis. Waktu tidur
hambatan subkorteks hilang sehingga terjadi kerja subkorteks yang sempurna
yang akan menjadikan miosis.
Fungsi mengecilnya pupil untuk mencegah aberasi kromatis pada
akomodasi dan untuk memperdalam fokus seperti pada kamera foto yang
diafragmanya dikecilkan.
2.1.4. Sudut bilik mata depan
Sudut bilik mata yang dibentuk jaringan korneosklera dengan pangkal iris.
Pada bagian ini terjadi pengaliran kleuar cairan bilik mata. Bila terdapat hambatan
perngaliran keluar cairan mata akan terjadi penimbunan cairan bilik mata di dalam
bola mata sehingga tekanan bola mata meninggi atau glaukoma. Berdekatan
dengan sudut ini didapatkan jaringan trabekulum, kanal schelmm, baji sklera,
garis schwalbe dan jonjot iris.
Universitas Sumatera Utara
Sudut filtrasi berbatas dengan akar berhubungan dengan sklera kornea dan
disini ditemukan sklera spur yang membuat cincin melingkar 360 derajat dan
merupakan batas belakang sudut filtrasi serta tempat insersi otot siliar
longitudinal. Anyaman trabekula mengisi kelengkungan sudut yang mempunyai
dua komponen yaitu badan siliar dan uvea. Pada sudut filtrasi terdapat garis
schwalbe yang merupakan akhir perifer endotel dan membran descement, dan
kanal schlemm yang menampung cairan mata keluar ke salurannya
Sudut bilik mata depan sempit terdapat pada mata berbakat glaukoma
sudut tertutup, hipermetropia, blokade pupil, katarak intumesen, dan sinekia
posterior perifer.
2.1.5 Lensa mata
Jaringan ini berasal dari ektoderm permukaan yang berbentuk lensa di
dalam mata dan bersifat bening. Lensa di dalam bola mata terletak di belakang
iris yang terdiri dari zat tembus cahaya berbentuk seperti cakram yang dapat
menebal dan menipis pada saat terjadinya akomodasi.
Lensa berbentuk lempeng cakram bikonveks dan terletak di dalam bilik
mata belakang. Lensa akan dibentuk oleh sel epitel lensa yang membentuk serat
lensa di dalam kapsul lensa. Epitel lensa akan membentuk serat lensa terusmenerus sehingga mengakibatkan memadatnya serat lensa di bagian sentral lensa
singga membentukl nukleus lensa. Bagian sentral lensa merupakan serat lensa
yang paling dahulu dibentuk atau serat lensa yang tertua di dalam kapsul lensa. Di
dalam lensa dapat dibedakan nukleus embrional, fetal dan dewasa. Di bagian luar
nukleus ini terdapat serat lensa yang lebih muda dan disebut sebagai korteks lensa.
Korteks yang terletak di sebelah depan nukleus lensa disebut sebagai korteks
anterior sedang di belakangnya disebut korteks posterior. Nukleus lensa
mempunyai konsistensi lebih keras di banding korteks lensa yang lebih muda. Di
bagian depan perifer kapsul lensa terdapat zonula zinn yang menggantungkan
lensa di seluruh ekuatornya pada bagian siliar.
Secara fisiologik lensa mempunyai sifat tertentu, yaitu :
Universitas Sumatera Utara

Kenyal atau lentur karena memegang peranan terpenting dalam akomodasi
untuk menjadi cembung

Jernih atau transparan karena diperlukan sebagai media penglihatan,

Terletak di tempatnya.
Keadaan patologik lensa ini dapat berupa :

Tidak kenyal pada orang dewasa yang akan mengakibatkan presbiopia,

Jeruh atau apa yang disebut katarak,

Tidak berada di tempat atau sublukasasi dan dislokasi.
Lensa orang dewasa di dalam perjalanan hidupnya akan menjadi bertambah
besar dan berat.
2.1.6. Badan kaca
Badan kaca merupakan suatu jaringa seperti kaca bening yang terletak
antara lensa dengan retina. Badan kaca berfita semi cair di dalam bila mata.
Mengandung air sebanyak 90% sehingga tidak ada lagi menyerap air.
Sesungguhnya fungsi badan kaca sama dengan funggsi cairan mata, yaitu
mempertahankan bola mata agar tetap bulat. Peranannya mengisi ruang untuk
meneruskan sinar dari lensa ke retina. Badan kaca melekat pada bagian tertentu
jaringan bola mata. Perlekatan itu terdapat pada bagian yang disebut ora serata ,
pars plana, dan papil saraf optik. Kebeningan badan kaca disebabkan tidak
terdapatnya pembuluh darah dan sel. Pada pemeriksaan tidak terdapatnya
kekeruhan badan kaca akan memudahkan melihat bagian retina pada pemeriksaan
oftalmoskopi.
2.1.7. Retina
Retina atau selaput jala, merupakan bagian mata yang mengandung
reseptor yang menerima rangsangan cahaya. Retina berbatas dengan koroid
dengan sel pigmen epitel retina, dan terdiri atas lapisan :
1. Lapis fotoreseptor, merupakan lapis terluar retina terdiri atas sel batang
yang mempunyai bentuk ramping, dan sel kerucut.
2. Membran limitan eksterna yang merupakan membran ilusi.
Universitas Sumatera Utara
3. Lapis nukleus luar, merupakan susunan lapis nukleus sel kerucut dan
batang. Ketiga lapis diatas avaskular dan mendapat metabolisme dari
kapiler koroid.
4. Lapis pleksiform luar, merupaka lapis aselular dan merupakan tempat
sinapsis sel fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal.
5. Lapis nukleus dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal dan sel
muller lapis ini mendapat metabolisme dari arteri retina sentral.
6. Lapis pleksiform dalam, merupakan lapis aselular merupakan tempat
sinaps sel bipolar, sel amakrin dengan sel ganglion
7. Lapis sel ganglion yang merupakan lapis badan sel daripada neuron kedua.
8. Lapis serabut saraf, merupakan lapis akson sel ganglion menuju ke arah
saraf optik. Di dalam lapisan-lapisan ini terletak sebagian besar pembuluh
darah retina.
9. Membran limitan interna, merupakan membran hialin antara retina dan
badan kaca.
Warna retina biasanya jingga dan kadang-kadang pucat pada anamia dan
iskemia dan merah pada hiperemia. Pembuluh dalam retina merupakan cabang
arteri oftalmika, arteri retina sentral masuk retina melalui papil saraf optik
yang akan memberikan nutrisi pada retina dalam,
Pada lapisan luar retina atau sel kerucut dan batang mendapat nutrisi dari
koroid. Untuk melihat fungsi retina maka dilakukan pemeriksaan subyektif
retina seperti: tajam penglihatan, penglihatan warna, dan lapangan pandang.
Pemeriksaan obyektif adalah elektroretinografi (ERG), elektrookulografi
(EOG), dan visual evoked respons (VER).
2.1.8. Saraf optik
Saraf optik yang keluar dari polus posterior bola mata mebawa dua jenis
serabut saraf, yaitu : saraf penglihatan dan serabut popilomotor. Kelainan saraf
optik menggambarkan gangguan yang diakibatkan tekanan langsung atau tidak
langsung terhadap saraf optik ataupunn perubahan toksik dan anoksik yang
mempengarihi penyaluran aliran listrik.
Universitas Sumatera Utara
2.1.9. Sklera
Bagian putih bola mata yang bersama-sama dengan kornea merupakan
pembungkus dan pelindung isi bola mata. Sklera berjalan dari papil saraf optik
sampai kornea. Sklera anterior ditutupi oleh 3 lapis jaringan ikat vaskular. Sklera
mempunyai kekakuan tertentu sehingga mempengaruhi pengukuran tekanan bola
mata. Walaupun sklera kaku dan tipisnya 1 mm ia masih tahan terhadap kontusi
taruma tumpul. Kekakuan sklera dapat mininggi pada pasien diabetes melitus atau
merendah pada eksoftalmus goiter, miotika, dan meminum air banyak.
2.1.10. Otot Penggerak mata
Otot ini menggerakkan mata dengan fungsi ganda dan untuk penggerakan
mata tergantung pada letak dan sumbu penglihatan sewaktu aksi otot.
Otot penggerak mata terdiri dari 6 otot yaitu :
1. Oblikus inferior, aksi primer
sekunder
-ekstorsi dalam abduksi
-elevasi dalam aduksi
-abduksi dalam elevasi
2. Oblikus superior, aksi primer
sekunder
-intorsi pada abduksi
-depresi dalam aduksi
-abduksi dalam depresi
3. Rektus inferior, aksi primer
sekunder
-depresi pada abduksi
-ekstorsi pada abduksi
-aduksi pada depresi
4. Rektus lateral, aksi
-abduksi
5. Rektus superior, aksi primer
- abduksi
Sekunder
- aduksi
- elevasi dalam abduksi
- intorsi dalam aduksi
- aduksi dalam elevasi
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1 Otot Penggerak Mata (Prof. dr. H. Sidarta Ilyas, Sp.M : Ilmu
Penyakit Mata, 2007).
Gambar 2.2. Otot Penggerak Bola Mata (R. Puutz & R. Pabst, 2007)
2.2. Fisiologi Penglihatan
Mata adalah organ fotosensitif yang sangat berkembang dan rumit, yang
memungkinkan analisis cermat dari bentuk, intensitas cahaya, dan warna yang
dipantulkan objek. Mata terletak dalam struktur bertulang yang protektif di
tengkorak, yaitu rongga orbita. Setiap mata terdiri atas sebuah bola mata fibrosa
yang kuat untuk mempertahankan bentuknya, suatu sistem lensa untuk
memfokuskan bayangan, selapis sel fotosensitif, dan suatu sistem sel dan saraf
yang berfungsi mengumpulkan, memproses, dan meneruskan informasi visual ke
otak (Junqueira, 2007).
Tidak semua cahaya yang melewati kornea mencapai fotoreseptor peka
cahaya karena adanya iris, suatu otot polos tipis berpigmen yang membentuk
struktur seperti cincin di dalam aqueous humour. Lubang bundar di bagian tengah
iris tempat masuknya cahaya ke bagian dalam mata adalah pupil. Iris mengandung
Universitas Sumatera Utara
dua kelompok jaringan otot polos, satu sirkuler dan yang lain radial. Karena seratserat otot memendek jika berkontraksi, pupil mengecil apabila otot sirkuler
berkontraksi yang terjadi pada cahaya terang untuk mengurangi jumlah cahaya
yang masuk ke mata. Apabila otot radialis memendek, ukuran pupil meningkat
yang terjadi pada cahaya temaram untuk meningkatkan jumlah cahaya yang
masuk (Sherwood, 2001).
Untuk membawa sumber cahaya jauh dan dekat terfokus di retina, harus
dipergunakan lensa yang lebih kuat untuk sumber dekat. Kemampuan
menyesuaikan kekuatan lensa sehingga baik sumber cahaya dekat maupun jauh
dapat difokuskan di retina dikenal sebagai akomodasi. Kekuatan lensa bergantung
pada bentuknya, yang diatur oleh otot siliaris. Otot siliaris adalah bagian dari
korpus siliaris, suatu spesialisasi lapisan koroid di sebelah anterior. Pada mata
normal, otot siliaris melemas dan lensa mendatar untuk penglihatan jauh, tetapi
otot tersebut berkontraksi untuk memungkinkan lensa menjadi lebih cembung dan
lebih kuat untuk penglihatan dekat. Serat-serat saraf simpatis menginduksi
relaksasi otot siliaris untuk penglihatan jauh, sementara sistem saraf parasimpatis
menyebabkan kontraksi otot untuk penglihatan dekat (Sherwood, 2001).
2.3. Lensa kontak
2.3.1. Definisi
Lensa kontak merupakan lensa tipis yang diletakkan di depan kornea
untuk memperbaiki kelainan refraksi dan pengobatan. Lensa tipis ini mempunyai
diameter 8-10 mm, yang dengan nyaman dapat dipakai akibat ia terapung pada
selaput bening seperti kertas yang terapung pada air (Ilyas,2006). Lensa kontak
memiliki fungsi yang sama dengan kacamata, yaitu mengoreksi kelainan refraksi,
kelainan akomodasi, terapi dan kosmetik (Klinik Mata Nusantara, 2008).
2.3.2. Bentuk Lensa Kontak
2.3.2.1. Lensa Kontak Keras
Terbuat dari bahan polimetilmetakrilat (PMMA) dengan indeks refraksi
1.496, bersifat inert, dan tidak toksis. Lensa ini berfungsi untuk merubah daya
Universitas Sumatera Utara
bias permukaan depan kornea dengan melakukan pembiasan dipermukaan depan
lensa kontak yang menempel di depan kornea. Lensa kontak ini menempel pada
kornea dengan tidak boleh mengganggu metabolisme aerobik kornea yang di
tutupnya, sehingga pemasangannya harus dengan ukuran yang tepat pada dataran
depan kornea dan tidak menutupi kornea terlalu luas . lensa kontak keras tidak
dapat dipakai terlalu lama. Pada pemakai lensa kontak keras akan terjadi
penurunan sensibilitas kornea. (Prof. dr. H. Sidarta Ilyas, Sp.M : Kelainan
Refraksi dan kacamata, 2006).
2.3.2.2.Lensa kontak lembut
Lensa ini terbuat dari hidroksi etil meta krilat (HEMA). EDMA, PVP,
bersifat sangat lentur yang memberikan lebih sedikit keluhan pada pemakaiannya.
Lensa menutupi kornea dan sedikit tepi sklera yang tetap dapat
melaksanakan metabolisme baik pada kornea karena oksigen dapat masuk melalui
lensa kontak dan pergerakannya akan cukup mengalirkan air mata antara lensa
dan kornea.
Lensa kontak lembut dipakai untuk pengobatan karena sifatnya yang lentur
mengandung banyak air, untuk astigmat iregular, edema karena atau keratitis
bulosa, erosi rekuren, trauma kimia, dan perforasi kecil kornea (Ilyas,2006)
2.3.2.3. Tipe lensa kontak dan manfaatnya
Daily-wear soft lenses. Lensa kontak lembut harian.
-
Terbuat dari plastik lentur yang memungkinkan oksigen melaluinya dan
meneruskan ke permukaan mata.
-
Sangat pendek waktu menyesuaikan diri
-
Lebih nyaman dan sukar berubah tempat dibanding dengan lensa keras.
-
Tersedia dalam bentuk berwarna dan bifokus.
-
Baik dipakai kehidupan aktif.
-
Lensa sangat sederhana dan efisien
Universitas Sumatera Utara
Daily-wear disposable soft lenses. Lensa kontak lembut harian sekali pakai.
-
Lensa sekali pakai setiap hari, dibuat untuk dipakai sehari dan dibuang
malamnya yang kemudian ditukar dengan lensa baru pakai. Lensa ini tidak
perlu perawatan.
-
Lensa baru dan bersih sebagai pengganti
-
Baik dipakai pada kehidupan kehidupan aktif.
Extended-wear soft lenses. Lensa kontak lembut pakai perpanjang.
-
Dapat dipakai menginap
-
Terbuat dari plastic lembut dan lentur yang dapat dilalui oksigen untuk
mata
-
Biasanya dibuat untuk dipakai satu minggu terus menerus
Daily-wear disposable soft lenses. Lensa kontak lembut pakai buang harian.
-
Lensa kontak lembut yang dipakai sehari sampai enam hari
-
Tersedia berwarna dan bifokus
Frequent dan planned replacement soft lenses. Lensa kontak lembut sering
diganti berencana.
-
Lensa kontak lembut harian atau pakai perpanjang.
-
Dipakai dan dilepas dengan jadwal berencana
-
Biasanya dipakai dalam waktu satu minggu, bulan atau kwartal.
-
Diganti dengan lensa baru dan bersih.
-
Didapat dengan resep
Rigid Gas Permeable (RGP), lensa tembus gas kaku
-
Terbuat dari bahan sedikit lentur
-
Pengelihatan lebih baik dari pada lensa kontak lembut
-
Mudah memasangnya dan merawatnya karena tahan lama dan dapat
bertahan lama (1-2 tahun).
Universitas Sumatera Utara
-
Tersedia berwarna dan pakai lama (extend) dan bentuk lainnya (
Ilyas,2006).
Gambar 2.3. Grafik Penggunaan Lensa Kontak Berdasarkan Umur
(Murphy, 2013)
2.3.3. Komplikasi
Komplikasi yang timbul pada bagian-bagian mata akibat penggunaan lensa kontak
adalah:
1. Kelopak mata
a. Giant papillary conjunctivitis (GPC) adalah komplikasi yang tersering
timbul akibat penggunaan soft lens. Ini timbul akibat salah satu dari 3 faktor
yaitu peningkatan frekuensi pemakaian lensa, penurunan lama pemakaian
lensa kontak, perubahan larutan pembersih yang kuat.
Untuk lensa RGP, ia mudah berpindah dari kornea ke forniks atas.
Jika tidak dapat dideteksi, maka lensa akan mengikis forniks melewati
konjungtiva dan membawanya ke dalam jaringan yang lembut di kelopak
mata, dan akan menimbulkan gejala yang relatif asimptomatik. Akibatnya,
jaringan yang disekitar lensa kontak akan mengalami iritasi dan inflamasi,
dan menimbulkan abses yang steril. Lensa yang dianggap sebagai benda asing
Universitas Sumatera Utara
akan terbentuk jaringan granulasi disekitar lensa, dan membungkusnya seperti
bentuk kista.
b. Ptosis, ini timbul akibat adanya massa pada lensa, skar, jaringan fibrosa di
kelopak mata. Lensa kontak yang menempel pada kornea mata juga akan
membentuk skar dan kontraksi pada jaringan kelopak mata yang
mengakibatkan retraksi pada kelopak mata. Ptosis juga dapat timbul akibat
dari giant papillary conjunctivitis yang berat.
2. Konjungtiva
a. Alergi kontak merupakan reaksi hipersensitivitas dermatitis kontak akibat
dari zat-zat kimia host yang didapati dari larutan lensa kontak. Manifestasi
klinisnya adalah rasa gatal yang diikuti dengan adanya injeksi, rasa terbakar,
merah, berair, secret mukoid, dan chemosis. Sebagai tambahan kelopak mata
bisa edema dan eritema.
b. GPC, rata-rata 1-3% pengguna lensa kontak akan mendapatkan simptom
GPC yang kompleks, terdiri dari injeksi konjungtiva, sekret mukoid, gatal,
debris pada tear film, lapisan lensa, pandangan kabur, dan pergerakan lensa
yang berlebihan.
c. Contact lens-induced superior limbic keratoconjunctivits (CL-ISLK)
merupakan suatu reaksi imun pada konjungtiva perifer. Manifestasi klinisnya
adalah penebalan konjungtiva, eritema, dan timbul berbagai warna pada
konjungtiva bulbaris superior. Sel epitelium keratinisasi akan berisi banyak selsel goblet yang diinvasi oleh neutrofil. Akibatnya akan terasa seperti ada benda
asing, fotofobia, berair, rasa terbakar, gatal, dan penurunan akuitas visual.
3. Epitelium kornea
a. Kerusakan epitel yang mekanik. Lensa kontak merupakan banda asing yang
akan menggosok kornea dan menekan epitel kornea setiap mengedipkan mata
sepanjang hari dan menimbulkan abrasi kornea. Jika tidak dikenali dan diobati
akan mengakibatkan stres pada epitel yang kronis. Kerusakan epitel akan
memudahkan bakteri menempel pada kornea dan mengakibatkan infeksi
stroma, serta menstimulus sub-epitel fibrosa tanpa adanya infeksi.
Universitas Sumatera Utara
b. Chemical epithelial defect. Berbagai larutan kimia lensa kontak akan
menimbulkan kerusakan epitel ditandai dengan adanya erosi. Larutan
pembersih surfaktan biasanya akan menyebabkan nyeri, merah, fotopobia, dan
berair, segera setelah dibersihkannya lensa. Gejala ini akan hilang dalam 1-2
hari. Jika hidroksi peroksida diteteskan ke mata, maka akan timbul gelembunggelembung gas pada intra-epitel dan sub-epitel. Gelembung ini terlihat dan
menyebabkan hilangnya penglihatan secara signifikan yang bersifat temporer,
dan hidroksi peroksida juga menyebabkan perubahan refraksi permanen dan
larutan desinfeksi kimia dapat merusak epitel yang tidak terlihat dan bersifat
intermiten.
c. Hypoxia. Kebutuhan oksigen di kornea mata dipengaruhi karena lapisan
lensa kontak mengurangi jumlah oksigen yang masuk. Hipoksia yang ringan
mengakibatkan edema epitel dan penglihatan kabur yang temporer, sedangkan
hipoksia berat akan terjadi kematian sel-sel epitel dan deskuamasi. Pengguna
tidak merasa nyaman, penurunan penglihatan temporer, dan fotopobia. Salah
satu tanda hipoksia kornea kronis adalah adanya neovaskularisasi superfisial
terutama sepanjang limbus superior. Epitel kornea yang lebih tipis
dibandingkan lensa kontak menyebabkan hipoksia yang kronis dan
menurunkan aktivitas mitosis. Pembentukan sel-sel epitel menurun, ukurannya
membesar, dan memudahkan menempelnya Pseudomonas aeruginosa pada
permukaan sel epitel.
d. Reaksi imun superfisial. Variasi larutan lensa kontak dapat menimbulkan
toksik superfisial atau reaksi imun. Ditandai dengan adanya keratophati, injeksi
konjungtiva, berair, gatal, dan chemosis.
4. Stroma kornea
a. Infiltrat steril. Penggunaan lensa kontak akan menginduksi terjadinya
keratitis steril, dengan onset adanya infiltrat pada stroma anterior atau leukosit
polimorfonuklear di sub-epitel dan sel mononuklear di perifer kornea secara
tiba-tiba. Berdiameter 0,1-2 mm, tunggal atau berkelompok, dengan bentuk
bulat, oval, dan menempel pada sel epitel yang menyebabkan kerusakan epitel.
Universitas Sumatera Utara
Manifestasi klinisnya adalah nyeri ringan, inflamasi pada anterior chamber
yang minim, kerusakan epitel, kemudian terbentuk ulkus.
b. Infeksi kornea (keratitis). Disebabkan oleh bakteri, jamur, protozoa
(acanthamoeba keratitis). Infeksi bakteri biasanya timbul di kelopak mata dan
kelenjar air mata. Penggunaan lensa kontak mengganggu pertukaran air mata,
sehingga air mata terkumpul di kornea mata. Selain itu, ketebalan epitel
menurun, pergantian sel menurun dan terjadi deskuamasi, sehingga
meningkatkan risiko infeksi bakteri pada sel epitel. Gejala awal tidak begitu
kelihatan, tetapi gejala yang mungkin ada seperti berair dan sedikit sulit
mengedipkan mata. Bakteri yang sering menimbulkan infeksi kornea mata
adalah P. aeruginosa, Staphylococcus aureus, dan Staphylococcus epidermidis.
Infeksi ini biasanya berasal dari larutan lensa kontak yang terkontaminasi.
Infeksi bakteri yang akut biasanya terjadi dalam waktu 24 jam dengan simptom
nyeri, fotopobia, berair, sekret purulen, dan penurunan penglihatan. Awalnya
infiltrat stroma berwarna putih kekuningan yang berkembang di bawah sel
epitel yang rusak diikuti adanya reaksi di anterior chamber dan injeksi
konjungtiva. Setelah itu, berkembang menjadi edema epitel kemudian menjadi
nekrosis. Dilaporkan di United State dan Netherland, bahwa infeksi kornea
mata memiliki risiko yang paling sering ditimbulkan akibat penggunaan lensa
kontak dalam 2 dekade terakhir ini.
c. Acanthamoeba keratitis merupakan infeksi yang sulit untuk diterapi. Sumber
infeksi ini berasal dari larutan lensa kontak, dimana tempat larutan tersebut
telah terkontaminasi oleh acanthamoeba. Manifestasi klinis awal yang timbul
adalah adanya sensasi benda asing, penglihatan kabur yang ringan, dan merah.
Kemudian diikuti rasa nyeri yang progresif, injeksi konjungtiva, epitelnya
kasar, dan pada pemeriksaan dengan senter terlihat adanya penebalan sarafsaraf kornea mata. Infeksi ini bersifat progresif, berat, dan bentuk infiltratnya
seperti cincin di sentral.
d. Mata merah akut (tight lens syndrome). Lensa kontak dapat menebalkan
mata dan sebagai tanda adanya inflamasi stroma difus dan reaksi pada anterior
Universitas Sumatera Utara
chamber. Manifestasi klinisnya adalah rasa nyeri, fotopobia, injeksi, dan berair
baik akut maupun kronik.
e. Kikisan kornea mata (corneal warpage). Selama menggunakan lensa kontak
akan terjadi perubahan kontur kornea. Corneal warpage menyebabkan
astigmatisma irreguler, dan ini dapat dikoreksi dengan menggunakan kacamata.
f. Contact lens-induced keratoconus. Hubungan antara keratokonus dengan
lensa kontak masih kontroversi. Persentasi yang tinggi (20-30%) penderita
keratokonus didiagnosis akibat dari penggunaan lensa kontak, tetapi
bagaimanapun tidak ada penyebab yang berhubungan langsung dengan
penyakit tersebut.
5. Endotel kornea mata
Penggunaan lensa kontak juga berhubungan dengan endotel kornea mata.
Pengguna memiliki variasi ukuran sel endotel (polymegethism) dan peningkatan
frekuensi sel non-heksagonal (polymorphism) lebih tinggi daripada yang
menggunakan lensa kontak (Ventocilla, 2010).
2.4. Perilaku
2.4.1. Defenisi Perilaku
Perilaku adalah tanggapan atau reaksi individu terhadap rangsangan atau
lingkungan (Depdiknas, 2005). Dari pandangan biologis perilaku merupakan
suatu kegiatan atau aktifitas organisme yang bersangkutan.
Robert Kwick (1974), menyatakan bahwa perilaku adalah tindakan atau perbuatan
suatu organisme yang dapat diamati dan bahkan dapat dipelajari. (dikutip dari
Notoatmodjo, 2003).
Skinner (1938) merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi
seseorang terhadap stimulus/ rangsangan dari luar. Oleh karena perilaku ini terjadi
melalui proses adanya organisme. Dan kemudian organisme tersebut merespon,
maka teori Skinner ini disebut “S-O-R” atau stimulus-organisme-respon.
2.4.2. Klasifikasi perilaku
Universitas Sumatera Utara
Menurut Skinner (1938), dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus
maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
a). Perilaku tertutup
Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup.
Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi,
pengetahuan, kesadaran dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima
stimulus tersebut dan belum dapat diamati secara jelas.
b). Perilaku terbuka
Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka.
Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek
yang dengan mudah dapat diamati atau dengan mudah dipelajari.
Menurut
Notoatmodjo
(1993)
bentuk
operasional
dari
perilaku
dapat
dikelompokkan menjadi 3 (tiga) jenis yaitu:
1. Perilaku dalam bentuk pengetahuan, yaitu dengan mengetahui situasi atau
rangsangan dari luar.
2. Perilaku dalam bentuk sikap yaitu tanggapan batin terhadap keadaan atau
rangsangan dari luar. Dalam hal ini lingkungan berperan dalam membentuk
perilaku manusia yang ada di dalamnya. Sementara itu lingkungan terdiri dari,
lingkungan pertama adalah lingkungan alam yang bersifat fisik dan akan
mencetak perilaku manusia sesuai dengan sifat dan keadaaan alam tersebut.
Sedangkan lingkungan yang kedua adalah lingkungan sosial budaya yang bersifat
non fisik tetapi mempunyai pengaruh yang kuat terhadap pembentukan perilaku
manusia.
3. Perilaku dalam bentuk tindakan yang sudah konkrit, yakni berupa perbuatan
atau action terhadap situasi atau rangsangan dari luar.
Klasifikasi perilaku yang berhubungan dengan kesehatan (health related
behaviour) menurut Becker (1979, dikutip dari Notoatmodjo, 2003) sebagai
berikut:
Universitas Sumatera Utara
1. Perilaku kesehatan, yaitu tindakan seseorang dalam memelihara dan
meningkatkan kesehatannya.
2. Perilaku sakit, yakni segala tindakan seseorang yang merasa sakit untuk
merasakan dan mengenal keadaan kesehatannya termasuk juga pengetahuan
individu untuk mengidentifikasi penyakit, serta usaha mencegah penyakit
tersebut.
3. Perilaku peran sakit, yakni segala tindakan seseorang yang sedang sakit untuk
memperoleh kesembuhan.
2.4.3. Faktor-faktor yang berperan dalam pembentukan perilaku
Menurut Notoatmodjo (1993) faktor-faktor yang berperan dalam
pembentukan perilaku dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu:
1. Faktor internal
Faktor yang berada dalam diri individu itu sendiri yaitu berupa kecerdasan,
persepsi, motivasi, minat, emosi dan sebagainya untuk mengolah pengaruhpengaruh dari luar. Motivasi merupakan penggerak perilaku, hubungan antara
kedua konstruksi ini cukup kompleks, antara lain dapat dilihat sebagai berikut:
a. Motivasi yang sama dapat saja menggerakkan perilaku yang berbeda demikian
pula perilaku yang sama dapat saja diarahkan oleh motivasi yang berbeda.
b. Motivasi mengarahkan perilaku pada tujuan tertentu.
c. Penguatan positif/ positive reinforcement menyebabkan satu perilaku tertentu
cenderung untuk diulang kembali.
d. Kekuatan perilaku dapat melemah akibat dari perbuatan itu bersifat tidak
menyenangkan.
Universitas Sumatera Utara
Download