ANALISIS PERMINTAAN DEPOSITO BERJANGKA RUPIAH PADA BANK UMUM DI DIY TAHUN 1986 - 2005 SKRIPSI Disusun Oleh : Nama : Yunita Fitri Wahyuningtyas No. Mahasiswa : 04 313 014 Jurusan : Ilmu Ekonomi UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA FAKULTAS EKONOMI YOGYAKARTA 2008 ANALISIS PERMINTAAN DEPOSITO BERJANGKA RUPIAH PADA BANK UMUM DI DIY TAHUN 1986 - 2005 SKRIPSI Disusun dan diajukan untuk memenuhi syarat ujian akhir guna memperoleh gelar Sarjana jenjang strata 1 Program Studi Ilmi Ekonomi, pada Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia Oleh Nama : Yunita Fitri Wahyuningtyas Nomor Mahasiswa : 04 313 014 Program Studi : Ilmu Ekonomi UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA FAKULTAS EKONOMI YOGYAKARTA 2008 i PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME “ Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam referensi. Dan apabila dikemudian hari terbukti bahwa pernyataan ini tidak benar maka saya sanggup menerima hukuman / sangsi apapun sesuai peraturan yang berlaku.” Yogyakarta, Desember 2007 Penulis, Yunita Fitri Wahyuningtyas ii PENGESAHAN ANALISIS PERMINTAAN DEPOSITO BERJANGKA RUPIAH PADA BANK UMUM DI DIY TAHUN 1986 – 2005 Nama : Yunita Fitri Wahyuningtyas Nomor Mahasiswa : 04 313 014 Program Studi : Ilmu Ekonomi Yogyakarta, 26 Desember 2007 Telah disetujui dan disahkan oleh Dosen Pembimbing, Dr. Jaka Sriyana SE., M.Si iii iv MOTTO ¾ Allah tidak akan membebani seseorang melainkan sesuai dengan kemampuannya. (QS. Al Mu’minun:62) ¾ Sesungguhnya sesudah Kesulitan itu ada kemudahan. (Al Hadist) ¾ Dengan ilmu kehidupan menjadi mudah, dengan seni kehidupan menjadi indah, dan dengan agama kehidupan menjadi terarah dan bermakna. (H. A. Mukti Ali) ¾ Kemalasan tidak lebih dari kebiasaan beristirahat saat belum letih. (Jules Renard) ¾ Wong Pinter Kalah Karo Wong Bejo (Falsafah Jawa) v HALAMAN PERSEMBAHAN Skripsi ini Kupersembahkan untuk : ♦ Allah SWT, arti hadirmu dalam setiap langkahlangkahku sangat berarti. ♦ Alm. Ayahanda dan Ibunda, pengukir jiwa ragaku yang selalu mendo’akanku. ♦ Kakak-kakakku tersayang ♦ My Sweet Heart yang kusayangi yang selalu mendampingiku dan memberikan kasih sayang yang tak ternilai harganya. vi KATA PENGANTAR Alhamdulillah, Puji dan Syukur atas kekuatan yang diberikan Allah padaku untuk bisa berjuang menyelesaikan amanah dan segala kewajibanku sehingga penyusun dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ANALISIS PERMINTAAN DEPOSITO BERJANGKA RUPIAH PADA BANK UMUM DI DIY (1986 – 2005). Skripsi ini tersusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan program Sarjana Strata Satu (S1) pada Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna karena keterbatasan yang penulis miliki. Terima kasih atas segala kritik dan saran yang bersifat membangun yang telah dan akan penulis terima. Penulis menghaturkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. Jaka Sriyana SE.,M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan, waktu, tenaga, arahan, dan motivasi dengan segala ketelitian dan kesabarannya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Penyusunan skripsi ini tidak akan berjalan dengan baik tanpa bantuan berbagai pihak, untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada: 1. Bapak Drs. Asmai Ishak, M.Bus, Ph.D selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia vii 2. Dr. Jaka Sriyana, SE., M.Si. selaku Kaprodi Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia. 3. Ibu Diana Wijayanti, SE., M.Si. selaku Dosen Pembimbing Akademik, terima kasih atas bimbingan dan nasehatnya selama ini. 4. Seluruh Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia khususnya jurusan Ilmu Ekonomi yang telah memberikan Ilmu yamg sangat berharga. 5. Seluruh Karyawan Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia, khususnya kepada pak Anjar yang telah banyak membantuku. 6. Alm. Bapak & Ibu tercinta yang selalu menguatkan diriku dengan do’a, yang selalu memberiku kasih sayang, dukungan moril maupun materiil yang tak ternilai harganya, serta menasehatiku dan membimbingku untuk keberhasilan dalam segala hal. 7. Kakak-kakakku tersayang Mas Vembri & Mba Mia, makasih atas perhatian dan kasih sayangnya selama ini. 8. Mas Huda tersayang yang selalu memberiku semangat dan dukungan, serta kesabarannya memdampingiku dalam menyelesaikan skripsi ini. 9. Eyang-eyangku (eyang pujo & eyang birin) dan keluarga besarku. Atas do’a dan kasih sayangnya selama ini. 10. Keluarga “Mas Huda”, makasih atas do’anya. 11. Sahabat- sahabatku,, eca, mega, tice, te2h, reka, maya, meta, dini, dita, indah, tari”centil” yang t’lah memberi warna dalam hidupku. Thanks girl’s...!!! viii 12. Temen-temen IE ’04 Hendra, Andre, Helmy “ciplux”, Mu2n, Rendy, Bagus, Ucup, A2n, Riesza, Asty”onenk”, Uci, Tari, semua anak-anak IE 2004 kalian semua selalu menjadi salah satu cerita terindah dihati. 13. Kakak-kakak IE ’02 dan ’03 Donny, Yayak, Agung, C’Thol, m’Duro, Tile, Asep, Mz Gondrong, Mb Nelly, Mb Ria, Mb Dewi, Mb Hana. Makasih atas bantuannya selama ini. 14. Teman-teman KKN unit 106 angkatan 34, Indri, Mb Ody, Mz n’Cep, Dody, Mz Alfin, Imam, Ari, Udenk, Yuni. Sebuah kegilaan yang nggak mungkin tergantikan. 15. My Vega, yang selalu setia mengantarku kemanapun hehehe...!!! 16. Semua pihak yang penyusun tidak bisa sebutkan satu persatu yang telah memberi masukan-masukan dan bantuan guna penyelesaian skripsi ini. Semoga segala amalan yang baik tersebut akan memperoleh balasan rahmat dan karunia dari Allah SWT, Amien. Penulis menyadari sepenuhnya akan keterbatasan kemampuan dan pengalaman yang ada pada penulis sehingga tidak menutup kemungkinan bila skripsi ini masih banyak kekurangan. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi yang berkepentingan. Yogyakarta, Desember 2007 Penulis Yunita Fitri W ix DAFTAR ISI Halaman Judul....................................................................................................... i Halaman Pernyataan Bebas Plagiarisme............................................................... ii Halaman Pengesahan Skripsi ................................................................................ iii Halaman Berita Acara Ujian Skripsi..................................................................... iv Halaman Motto ..................................................................................................... v Halaman Persembahan .......................................................................................... vi Halaman Kata Pengantar....................................................................................... vii Daftar Isi ............................................................................................................... x Daftar Tabel .......................................................................................................... xiv Daftar Gambar....................................................................................................... xv Daftar Lampiran .................................................................................................... xvi BAB I PENDAHULUAN.................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang Masalah.................................................................................. 1 1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................... 9 1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................................ 9 1.4 Manfaat Penelitian .......................................................................................... 10 1.5 Sistematika Penulisan ..................................................................................... 10 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI ............................... 12 2.1. Kajian Pustaka................................................................................................ 12 2.2 Landasan Teori ............................................................................................... 17 2.2.1. Pengertian Permintaan. ......................................................................... 17 2.2.1.1. Hukum permintaan .................................................................. 18 2.2.1.2. Fungsi Permintaan ................................................................... 19 2.2.1.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan ....................... 20 2.2.2. Deposito Berjangka............................................................................... 22 2.2.3. Produk Domestik Bruto ........................................................................ 26 2.2.4. Teori Tingkat Suku Bunga.................................................................... 27 x 2.2.4.1. Teori Klasik ............................................................................. 28 2.2.4.2. Teori Irving Fisher ................................................................... 30 2.2.4.3. Teori Keynesian ....................................................................... 32 2.2.5. Inflasi. ................................................................................................... 32 2.2.5.1. Jenis-jesis Inflasi...................................................................... 33 2.2.5.2. Teori Inflasi.............................................................................. 35 2.2.5.3. Indikator Inflasi........................................................................ 37 2.3. Hubungan variabel Dependen dengan Variabel Independen ........................ 38 2.3.1. Hubungan PDRB dengan Simpanan..................................................... 38 2.3.2. Hubungan Tingkat Suku Bunga dengan Simpanan .............................. 39 2.3.3. Hubungan Laju Inflasi dengan Simpanan............................................. 40 2.4. Hipotesis Penelitian........................................................................................ 40 BAB III METODE PENELITIAN .................................................................... 42 3.1. Jenis Dan Sumber Data .................................................................................. 42 3.2. Definisi Variabel ............................................................................................ 42 3.2.1. Variabel Dependen ............................................................................... 42 3.2.2. Variabel Independen ............................................................................. 43 3.3. Metode Analisis Data..................................................................................... 44 3.3.1. Pendekatan Error Correction Model (ECM) ........................................ 44 3.3.2. Analisa Ddeskriptif ............................................................................... 45 3.3.2.1. Uji Akar Unit Dan Uji Derajat Integrasi.................................. 45 3.3.2.2. Uji Kointegrasi......................................................................... 48 3.3.3. Analisa Statistik .................................................................................... 53 3.3.3.1. Uji t (uji signifikansi secara individu)...................................... 53 3.3.3.2. Uji F (uji secara bersama-sama)............................................... 54 3.3.3.3. Koefisien determinasi (R2)....................................................... 55 3.3.4. Pengujian Asumsi Klasik ...................................................................... 55 3.3.4.1. Uji Korelasi Parsial Antar Variabel Independen...................... 56 3.3.4.2. Uji Heteroskedastisitas (Metode White) .................................. 56 3.3.4.3. Autokorelasi ............................................................................. 57 BAB IV HASIL DAN ANALISIS ...................................................................... 59 xi 4.1. Deskripsi Data Penelitian............................................................................... 59 4.2. Hasil dan Analisis .......................................................................................... 61 4.2.1. Uji Akar Unit dan Uji Integrasi............................................................. 61 4.2.2. Uji Kointegrasi ...................................................................................... 64 4.2.3. Pendekatan Error Correction Model (ECM) ........................................ 65 4.2.4. Analisis Statistik Jangka Pendek........................................................... 68 4.2.4.1. Uji Secara Individual (Uji t)...................................................... 68 4.2.4.1.1. Uji t terhadap parameter β1 (DX1)............................. 70 4.2.4.1.2. Uji t terhadap parameter β2 (DX2)............................. 70 4.2.4.1.3. Uji t terhadap parameter β3 (DX3)............................. 71 4.2.4.2. Uji Secara serempak (Uji F) .................................................... 72 4.2.4.3. Koefisien Determinasi (R2) ..................................................... 72 4.2.4.4. Pengujian Asumsi Klasik ........................................................ 73 4.2.4.4.1. Uji Multikolinieritas Jangka Pendek ........................ 73 4.2.4.4.2. Uji Heteroskedastisitas Jangka Pendek..................... 74 4.2.4.4.3. Uji Autokorelasi Jangka Pendek .............................. 76 4.2.5. Anallisis Statistik Jangka Panjang.........................................................77 4.2.5.1. Uji Secara Individual (Uji t)...................................................... 78 4.2.5.1.1. Uji t terhadap parameter β1 (X1) ................................ 79 4.2.5.1.2. Uji t terhadap parameter β2 (X2)................................ 80 4.2.5.1.3. Uji t terhadap parameter β3 (X3) ................................ 80 4.2.5.2. Uji Secara Serempak (Uji F) ..................................................... 81 4.2.5.3. Koefisien Determinasi (R2) ....................................................... 82 4.2.6. Analisis Ekonomi.................................................................................. 82 4.2.6.1. Pengaruh PDRB Terhadap Deposito Berjangka Rupiah........... 83 4.2.6.2. Pengaruh Suku bunga Deposito Terhadap Deposito Berjangka Rupiah ...................................................................................... 84 4.2.6.3. Pengaruh Laju Inflasi Terhadap Deposito Berjangka Rupiah... 85 BAB V SIMPULAN DAN IMPLIKASI............................................................ 87 5.1 Simpulan ...................................................................................................... 87 5.2 Implikasi ...................................................................................................... 89 xii Daftar Pustaka Lampiran xiii DAFTAR TABEL Tabel Halaman 1.1 Posisi Dana Simpanan Rupiah dan Valuta Asing Pada Bank Umum Menurut Kelompok Bank di DIY .............................................................. 4 1.2 Posisi Deposito Berjangka Rupiah Pada Bank Umum Menurut Kelompok Bank di DIY ............................................................................. 7 3.1. Nilai CRDW/DW Stat Untuk Uji Kointergrasi...........................................50 3.2 Nilai DF Untuk Uji Kointegrasi................................................................. 51 3.3. Nilai ADF Untuk Uji Kointegrasi .............................................................. 51 3.4. Uji Statistik Durbin-Watson....................................................................... 57 4.1. Data Observasi ........................................................................................... 59 4.2. Hasil Estimasi Akar-Akar Unit Pada Ordo Nol ......................................... 62 4.3. Hasil Estimasi Uji Derajat Integrasi Pertama Dengan Nilai Kritis MacKinnon 10% ........................................................................................ 63 4.4. Hasil Estimasi Uji Derajat Integrasi Kedua Dengan Nilai Kritis MacKinnon 10% ........................................................................................ 64 4.5. Nilai Regresi Uji Kointegrasi..................................................................... 65 4.6. Hasil Estimasi Model Dinamis ECM......................................................... 67 4.7. Hasil Uji t Jangka Pendeek ........................................................................ 69 4.8. Hasil Uji Multikolinieritas Jangka pendek................................................. 74 4.9. Hasil Heteroskedastisitas Jangka Pendek................................................... 75 4.10. Hasil Autokorelasi...................................................................................... 76 4.11. Hasil Analisis Regresi ................................................................................ 77 4.12. Hasil Uji t Jangka Panjang ......................................................................... 79 xiv DAFTAR GAMBAR Gambar Halaman 1.1. Hukum Permintaan ....................................................................................... 19 1.2. Grafik Keseimbangan Tingkat Bunga............................................................ 29 3.1. Statistik Durbin-Watson d.............................................................................. 57 xv DAFTAR LAMPIRAN lampiran I. Data Observasi II. Hasil Estimasi Akar-akar Unit Pada Ordo Nol III. Hasil Estimasi Uji Derajat Integrasi Pertama Dengan Nilai Kritis MacKinnon 10% IV. Hasil Estimasi Uji Derajat Integrasi Kedua Dengan Nilai Kritis MacKinnon 10% V. Hasil Estimasi Regresi Linier VI. Hasil Estimasi Model Dinamis ECM VII. Uji Multikolinieritas Jangka Pendek VIII. Uji Heteroskedastisitas Jangka Pendek IX. Uji Autokorelasi Jangka Pendek xvi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Indonesia sebagai salah satu negara yang sedang membangun, memiliki banyak permasalahan yang dihadapi dalam melekukan pembangunan. Salah satu masalah tersebut adalah kecilnya modal yang dimiliki. Modal sebagai sumber pembiayaan pembangunan bisa berasal dari dalam negeri maupun luar negeri. Modal pembangunan yang berasal dari luar negeri mempunyai fungsi sebagai pelengkap dana domestik yang belum memadai untuk membiayai seluruh proses pembangunan di Indonesia. Namun demikian, modal pembangunan yang berasal dari luar negeri sangatlah besar resikonya. Tidak hanya membebani anggaran penerimaan dan belanja negara tiap tahunnya, tetapi biasanya juga disertai campur tangan urusan dalam negeri oleh negara donor. Menciptakan ketergantungan terhadap negara-negara/ lembaga donor, menimbulkan beban hutanh yang semakin berat, dan juga turut andil dalam terjadinya krisis nilai tukar dan krisis ekonomi di Indonesia sejak pertengahan 1997. Hal ini memuat bayak pihak tidak menyukai sumber modal dari luar negeri. Dengan kata lain sumber modal luar negeri merupakan alternatif terakhir. Modal pembangunan yang berasal dari dalam negeri biasanya dihimpun dari dana masyarakat. Lembaga perbankan merupakan salah satu lembaga yang mempunyai potensi untuk menghimpun dana masyarakat. Masyarakat akan menyisihkan sebagian dari pendapatannya yang tidak dikonsumsi untuk menabung. Tabungan inilah yang akan dihimpun oleh pihak bank sebagai dana pihak ketiga (DPK). Dimana tabungan ini hanya akan terjadi jika perkembangan ekonomi Indonesia bisa berjalan dengan lancar dan memungkinkan rakyat Indonesia buat menabung. Dana yang dihimpun bank biasanya dalam bentuk giro, deposito, dan tabungan. Indonesia barangkali termasuk salah satu negara yang swampai saat ini belum mempunyai sisitem pengamanan atas dana masyarakat yang disimpan di bank. Oleh sebab itu tidaklah mengherankan apabila pada saat pemerintah melikuidasi 16 bank swasta, terjadi rush dalam bentuk penarikan uang oleh masyarakat dalam jumlah yang besar di berbagai bank. Hal tersebut dilakukan karena masyarakat merasa tidak aman kalau terus menyimpan uangnya di bank. Masalah keamanan dana yang disimpan di bank baru disadari oleh masyarakat pada saat pemerintah melikuidasi sejumlah bank yang bermasalah. Para nasabah bank yang dilikuidasi ternyata mengalami kesulitan untuk menarik dananya. Atas sara IMF pemerintah diwajibkan untuk memberikan apa yang disebut blanket guarantee, yaitu berupa program penjaminan atas dana masyarakat yang disimpan di bank.Lembaga yang bertugas untuk menjamin dana masyarakat yang di simpan di bank adalah insurance deposit scheme (IDS). IDS adalah suatu skema penjaminan yang disediakan oleh perusahaan asuransi untuk menjamin dana masyarakat yang disimpan di suatu bank. Jadi bentuk penjaminan atas resiko dana masyarakat yang disimpan di bank dilaksanakan dengan menggunakan prinsip asuransi. Mekanisme penjaminan tersebut tentunya dilakukan oleh bank terhadap perusahaan asuransi deposito dengan membayar sejumlah premi. Besar kecilnya premi tergantung kepada cakupan pertanggungan yang akan dipikul oleh perusahaan asuransi deposito. Keikutsertaan bank terhadap program penjaminan deposito sudah seharusnya bersikap wajib. Wajib dalam arti semua bank yang beroperasi di Indonesia harus mengasuransikan deposito dari masyarakat. Dengan adanya IDS tersebut maka masyarakat tidak perlu mengkwatirkan dana yang sudah disimpan di bank, karena sudah ada penjaminan asurnsu deposito dari bank yang bersangkutan. Perkembangan dana simpanan perbankan menunjukkan peningkatan yang tinggi selama tahun 1986-1987, yaitu Rp 171.353 juta ditahun 1986 dan Rp 215.861 juta ditahun 1987. Posisi dana simpanan dari tahun ke tahun mengalami kenaikan secara bertahap. Dana simpanan mengalami kenaikan yang cukup tinggi pada tahun1996-1998, dari posisi Rp 2.157.057 juta pada tahun 1996 menjadi Rp 2.598.171 juta pada tahun 1997 dan Rp 4.529.470 juta pda tahun 1998. Posisi dana simpanan dari tahun 1999-2005 terus meningkat, yaitu Rp 5.420.702 juta pada tahun 1999 dan Rp 11.450.510 juta pada tahun 2005. Tabel 1.1 Posisi Dana Simpanan Rupiah dan Valuta Asing Pada Bank Umum Menurut Kelompok Bank di DIY 1986-2005 (Juta Rupiah) Bank Akhir Bank Swasta Bank Periode Pemerintah Nasional Umum 1986 131.348 40.005 171.353 1987 146.088 69.773 215.861 1988 194.127 87.941 282.068 1989 266.728 183.977 450.705 1990 363.252 277.347 640.599 1991 456.814 348.291 805.105 1992 593.156 365.316 958.472 1993 757.258 436.772 1.194.030 1994 884.243 551.544 1.435.787 1995 994.018 715.270 1.709.288 1996 1.182.478 974.579 2.157.057 1997 1.582.965 1.015.206 2.598.171 1998 2.949.807 1.579.663 4.529.470 1999 3.372.500 2.048.202 5.420.702 2000 3.799.205 2.313.403 6.113.211 2001 4.824.049 2.728.932 7.552.981 2002 5.226.429 3.002.162 8.228.591 2003 6.036.798 3.120.492 9.157.290 2004 6.626.738 3.586.363 10.213.101 2005 7.356.775 4.103.735 11.450.510 Sumber: Bank Indonesia, Statistik Ekonomi Keuangan Daerah, Berbagai Tahun Terbitan. Guna mendukung peningkatan kinerja perbankan, pemerinyah telah banyak mengeluarkan kebijakan di bidang keuangan. Paket 1 Juni 1983 (PAKJUN ’83) dapat dikatakan sebagai kebijakan liberalisasi perbankan. Bank dapat menentukan tingkat bunga yang dianggap memadai dengan mempertimbangkan berbagai faktor, antara lain perbedaan tingkat inflasi antar negra, disparitas mata uang domestik dengan mata uang negara lain, perbedaan suku bunga domestik dengan suku bunga internasional, dan perbedaan pendapatan nasional antar negara. Dengan berhasilnya liberalisasi perbankan, maka arus pengalihan Rupiah ke mata uang asing dapat dibendung. Dalam lingkup yang lebih luas, keberhasilan liberalisasi perbankan dipengaruhi oleh sistem dana masyarakat untuk tujuan investsi jangka panjang dan peningkatan ekspor. Pada tahun 1988, disusul dengan dikeluarkannya paket Oktober 1988 (PAKTO ’88). Dalam paket ini pada intinya pemerintah menjamin dana masyarakat yang ada di bank secara preventif dan memberi kesempatan yang sama antar bank swasta dan bank pemerintah untuk dapat bersaing dalam menghimpun dana masyarakat. Hasil kebijakan tersebut cukup memuaskan dengan meningkatnya dana deposito, giro, tabungan. Sesuai dengan Undang-Undang perbankan no 10 tahun 1998, penghimpunan dana yang berupa simpanan masyarakat yang salah satunya adalah dilakukan oleh Bank Umum. Bentuk simpanan masyarakat tersebut dapat berupa: Giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan dan bentuk lain yang dapat dipersamakan Dari berbagai jenis simpanan masyarakat baik dalam rupiah maupun valuta asing yang palin besar porsinya adalah komponen deposito berjangka. Posisi simpanan berjangka atau deposito berjangka pada bank umum di Yogyakarta mengalami peningkatan yang cukup tinggi dari tahun 1986-1990 yaitu Rp 78.678 juta dan Rp 349.700 juta pada tahun 1990. Akan tetapi posisi deposito berjangka menunjukkan perkembangan yang tidak stabil pada tahun 1997-1999, yaitu Rp 1.477.973 juta pada tahun 1997, mengalami kenaikan yang tinggi Rp 3.140.804 pada tahun 1998, dan mengalami penurunan simpanan pada tahun 1999 yaitu sebesar Rp 2.649.307 juta. Posisi simpanan berjangka kembali megalami kenaikan pada tahun 2004-2005, yaitu Rp 2.656.517 juta pada tahun 2004, menjadi Rp 3.907.451 pada tahun 2005. Tabel 1.2 Posisi Deposito Berjangka Rupiah Pada Bank Umum Menurut Kelompok Bank di DIY 1986-2005 (Juta Rupiah) Bank Akhir Bank Swasta Bank Periode Pemerintah Nasional Umum 1986 51.981 26.697 78.678 1987 62.734 54.274 117.008 1988 83.436 66.616 150.052 1989 106.113 103.761 209.874 1990 176.996 172.704 349.700 1991 191.765 190.776 382.541 1992 216.475 157.614 374.089 1993 208.072 194.937 403.009 1994 221.361 286.661 508.022 1995 250.072 347.376 597.448 1996 306.619 492.418 799.037 1997 856.362 621.611 1.477.973 1998 1.909.773 1.231.031 3.140.804 1999 1.546.550 1.147.757 2.694.307 2000 1.391.601 1.007.316 2.398.917 2001 1.793.232 1.118.084 2.911.316 2002 1.809.623 1.168.978 2.978.601 2003 1.750.162 1.014.937 2.765.099 2004 1.630.062 1.026.455 2.656.517 2005 2.239.192 1.668.259 3.907.451 Sumber: Bank Indonesia, Statistik Ekonomi Keuangan Daerah, Berbagai Tahun Terbitan Menurut kepemilikan sahamnya, bank umum di Indonesia dibagi menjadi empat, yaitu Bank Persero, Bank Swasta Nasional, Bank Pemerintah Daerah, Bank Asing dan Campuran. Akan tetapi di Daerah Istimewa Yogyakarta dari keempat bank tersebut hanya Bank Pemerintah Daerah dan Bank Swasta Nasional yang memiliki peranan dominan dalam penghimpunan deposito berjagaka rupiah. Berdasarkan uraian diatas, penghimpunan deposito berjangka terutama deposito dalam rupiah oleh bank umum, pada awalnya sangat bergantung pada kemampuan masyarakat dalam menyimpan dananya, dimana kemampuan ini tercermin dari Pendapatan Nasional. Sebelum masyarakat memutuskan untuk menyimpan dananya pada lembaga perbankan, ada beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan, yaitu tingkat bunga nasional, nilai tukar Rupiah terhadap dollar AS. Menurut teori klasik, Tingkat bunga merupakan fungsi dari tabungan. Dimana pada tingkat bunga yang lebih tinggi, masyarakat akan lebih terdorong untuk menyimpan dananya pada lembaga perbankan. Berdasarkan dari latar belakang masalah yang telah diuaraikan tersebut diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang ”Analisis Permintaan Deposito Berjangka Rupiah Pada Bank Umum di DIY Tahun 1986-2005” 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka permasalahan yang akan diangkat dalam penelitian ini adalah : 1. Apakah produk domestik regional bruto (PDRB) mempunyai pengaruh terhadap permintaan deposito berjangka rupiah pada bank umum di DIY? 2. Apakah tingkat suku bunga deposito mempunyai pengaruh terhadap permintaan deposito berjangka rupiah pada bank umum di DIY? 3. Apakah laju inflasi mempunyai pengaruh terhadap permintaan deposito berjangka rupiah pada bank umum di DIY? 1.3 Tujuan Penelitian 1. Untuk menganalisis pengaruh produk domestik regional bruto (PDRB) terhadap permintaan deposito berjangka rupiah pada bank umum di DIY. 2. Untuk menganalisis pengaruh tingkat suku bunga deposito terhadap permintaan deposito berjangka rupiah pada bank umum di DIY. 3. Untuk menganalisis pengaruh laju inflasi terhadap permintaan deposito berjangka rupiah pada bank umum di DIY. 1.4 Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Sebagai bahan pembanding bagi pembaca yang tertarik untuk meneliti hal yang sama dimasa mendatang. 2. Sebagai salah satu syarat mendapat gelar sarjana pada Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia. 3. Sebagai bahan pertimbangan dan pengambilan keputusan, terkait dengan deposito berjangka bagi pihak yang berkepentingan. 1.5 Sistematika Penulisan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1.2 Rumusan Masalah 1.3 Tujuan Penelitian 1.4 Manfaat penelitian BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI Kajian Pustaka berisi pendokumentasian dan pengkajian hasil dari penelitian-penelitian yang pernah dilakukan pada area yang sama. Landasan Teori merupakan bagaimana cara peneliti menteorikan hubungan variabel yang terlibat dalam permasalahan yang diangkat pada penelitian tersebut. BAB III METODE PENELITIAN Bab ini menguraikan tentang metode analisis yang digunakan dalam penelitian dan data-data yang digunakan beserta sumber data. BAB IV HASIL DAN ANALISIS Bab ini berisi semua temuan-temuan yang dihasilkan dalam penelitian. Menguraikan tentang deskripsi data dan analisis hasil regresi. BAB V SIMPULAN DAN IMPLIKASI Berisi uraian mengenai kesimpulan dan implikasi yang dapat penulis ajukan sehubungan dengan penelitian yang telah dilakukan. BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 KAJIAN PUSTAKA U Tun Wai (1972) melakukan penelitian tentang variabel-variabel yang mempengaruhi simpanan nasional. Salah satu tujuan penting dari penelitian yang dilakukan oleh U Tun Wai adalah untuk menambah determinasi baru dari simpanan nasional, yaitu lembaga perantara keuangan. Penelitian ini menggunakan sampel 15 negara maju dan 35 negara berkembang. Variabel-variabel yang digunakan untuk mengetahui variasi variabel terikat (national saving) yaitu : pendapatan masyarakat, tingkat bunga riil, capital inflows, lembaga perantara keuangan dan variabel dummy (time dummy dan regional dummy). Hasil dari penelitian ini adalah bahwa pendapatan masyarakat mempunyai pengaruh positif terhadap simpanan nasional. Tingkat keyakinan lebih besar apabila diterapkan di negara berkembang daripada di negara maju. Lembaga perantara keuangan juga mempunyai pengaruh positif terhadap simpanan nasional. Capital inflows mempunyai pengaruh negative terhadap simpanan nasional apabila diterapkan di negara berkembang, tetapi apabila diterapkan di negara maju akan mempunyai pengaruh positif. Tingkat bunga riil mempunyai pengaruh yang positif terhadap simpanan nasional. Peneliti lain, Danoesapoetro,et.al. (1990) melekukan penelitian mengenai “peranan dan prospek bank perkreditan rakyat dalam rangka kebijakan pakto 1998”. Dengan meneliti jumlah bank perkreditan rakyat, perkembangan dana yang dihimpun dan perkembangan pinjaman yang diberikan oleh bank perkreditan rakyat di Indonesia, disimpulkan bahwa bahwa kebijakan pakto 1988 mempermudah prosedur pembentukan bankbank sampai pada tingkat kecamatan. Dampak dari kondisi tersebut adalah bertambahnya jumlah kantor bank perkreditan rakyat yang selanjutnya menyebabkan peningkatan jumlah dana yang dihimpun dan kredit yang disalurkan. Penelitian Sumaryati (1992) mengenai “analisis efisiensi pengelolaan dana perbankan di Indonesia”. Tujuan penelitiannya adalah untuk menganalisis pengaruh kebijaksanaan pemerintah di bidang keuangan, moneter dan perbankan pada tanggal 27 oktober 1988 (PAKTO 88) terhadap efisiensi pengelolaan dana perbankan khususnya bank swasta devisa. Analisis dilakukan dengan menggunakan dua pendekatan, yaitu pendekatan secara makro dan mikro. Secara makro dengan melakukan estimasi fungsi deposito, fungsi kredit, dan fungsi pendapatan. Sedangkan pendekatan secara mikro dengan menganalisis beberapa rasio efisiensi usaha pada masing-masing bank yang bersangkutan. Kesimpulan dari penelitian ini adalah terhadap pengaruh positif yang bermakna dari tingkat suku bunga deposito, jumlah tenaga kerja, pengeluaran lain-lain, serta jumlah aktiva terhadap jumlah deposito yang berhasil dihimpun oleh bank. Peneliti lain Kusdianto (1994) melakukan penelitian tentang pengaruh beberapa factor terhadap dana deposito dan kredit bank-bank umum devisa di Indonesia, sebelum dan sesudah pakto 1988. Dalam penelitian ini digunakan variabel bebas suku bunga deposito, biaya promosi, dan total aktiva mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap jumlah deposito bank, baik sebelum maupun sesudah pakto 1988. Shigeyuki Abe (1997) melekukan penelitian tentang simpanan domestic (domestic saving). Penelitian ini dilakukan terhadap enam negara Asia. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah Produk Domestik Bruto, suku bunga deposito, pengharapan tingkat laju inflasi, dan pertumbuhan simpanan valuta asing. Kesimpulan dari penelitian Abe adalah bahwa suku bunga deposito dan produk domestic bruto mempunyai pengaruh positif terhadap simpanan domestic. Deby Retno Damayanti (1999), Penelitian berjudul “Hubungan kausalitas antara inflasi dan tingkat bunga deposito”. Penelitian ini menggunakan uji Kausalitas Granger (1969), kemudian pengujian hipotesa menggunakan Uji F dengan cara membandingkan nilai F hitung dengan nilai F tabel. Variabel yang digunakan yaitu suku bunga deposito 3 bulan dan inflasi. Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah dari hasil regresi fungsi suku bunga deposito terlihat bahwa hasil regresinya tersebut tidak memberikan hasil yang signifikan, baik pada lag 3, lag 4 maupun lag 5, Fhitung < Ftabel. Bahwa inflasi tidak berpengaruh terhadap suku bunga deposito. Edy Suandi Hamid (1999) dalam penelitiannya ”Analisis PAM dalam permintaan deposito di Indonesia”. Data yang digunakan dalam bentuk data kuartalan tahun 1984-1995. Variabel yang digunakan adalah tingkat bunga nasional, reserve Requirement (Giro Wajib Minimum), nilai tukar tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika, dan tingakat deposito tahun lalu. Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah variabel tingkat suku bunga nasional, reserve Requirement (Giro Wajib Minimum), nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika, dan tingkat deposito tahun lalu berpengaruh positif dan signifikan terhadap permintaan deposito di Indonesia (Edy Suandi Hamid, 1999: 19) Peneliti lain Budiono (2001) dengan judul “Faktor-faktor yang mempengaruhi penghimpunan deposito berjangka pada bank umum pemerintah dan bank swasta nasional di Indonesia”. Dalam penelitian ini menggunakan metode regresi berganda double log atau natural log, dengan menggunakan α = 0.05. berdasarkan hasil analisis dapat dilihat ada dua variabel bebas yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap penghimpunan deposito berjangka pada bank umum pemerintah dan bank umum swasta nasional yaitu pendapatan nasional dan total aktiva bank. Sedangkan variabel lain tingkat bunga, tingkat inflasi, dan jumlah kantor bank tidak mempunyai pengaruh yang bermakna terhadap penghimpunan deposito berjangka pada bank umum pemerintah dan bank umum swasta nasional. Penelitian Wahyu Setianingsih (2001) melakukan penelitian tentang factor-faktor yang mempengaruhi deposito berjangka rupiah pada bank pemerintah. Variabel yang digunakan adalah PDB riil per kapita, tingkat suku bunga deposito, dan nilai rupiah terhadap dollar. Alat analisis yang digunakan adalah PAM. Hasil penelitian ini menyebutkan bahwa PDB riil per kapita, tingkat suku bunga deposito, dan tingkat deposito periode sebelumnya berpengaruh positif dan signifikan terhadap deposito berjangka rupiah. Penelitian Titik Sulastri (2002) dengan judul penelitian “Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi dana perbankan tahun 1978-1999” dalam penelitian ini menggunakan metode kuadarat terkecil biasa disebut OLS. Variabel yang digunakan adalah PDB, JUB, tingkat suku bunga dan IHK. Dari penelitian ini disimpulkan ada dua variabel yang berpengaruh signifikan terhadap dana perbankan yaitu PDB dan suku bunga. Siti Fatimah N dan Kurniawati Niladewi (2003) dalam penelitiannya “Analisis permintaan deposito dalam valuta asing pada bank swasta di Indonesia”. Dalam penelitian ini digunakan alat analisis PAM dengan variabel yang digunakan adalah PDB perkapita, suku bunga deposito, nilai tukar rupiah terhadap Dollar Amerika, LIBOR. Hasil dari penelitian ini menyebutkan bahwa variabel suku bunga deposito, LIBOR dan deposito valuta asing periode sebelumnya berpengaruh secara signifikan terhadap permintaan Deposito dalam valuta asing. Peneliti Ikha Novianti (2004) meneliti tentang “Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi deposito berjangka bank umum di Indonesia. Variabel yang digunakan adalah Pendapatan Nasional, tingkat suku bunga deposito, total aktiva bank umum, jumlah kantor bank umum. Alat analisis yang digunakan adalah PAM. Dari penelitian ini disimpulkan bahwa ada tiga variabel yang berpengaruh secara signifikan terhadap deposito berjangka bank umum di Indonesia, yaitu tingkat suku bunga deposito, total aktiva bank umum dan tingkat deposito sebelumnya. Peneliti Tuti (2006) meneliti tentang “Analisis permintaan deposito berjangka dalam negeri pada bank umum di Indonesia”. Variabel yang digunakan adalah tingkat inflasi, nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika, suku bunga deposito dalam negeri. Alat analisis yang digunakan adalah PAM. Dari penelitian ini disimpulkan bahwa ada dua variabel yang berpengaruh secara signifikan terhadap deposito berjangka dalam negeri bank umum di Indonesia, yaitu tingkat inflasi dan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika. 2.2 Landasan Teori 2.2.1 Pengertian Permintaan Permintaan dalam ilmu ekonomi adalah kombinasi harga dan jumlah suatu barang yang ingin dibeli oleh konsumen pada berbagai tingkat harga untuk suatu periode tertentu. Permintaan suatu barang sangat dipengaruhi oleh pendapatan dan harga barang tersebut. Apabila harga barang naik sedangkan pendapatan tidak berubah maka permintaan barang tersebut akan turun. Sebaliknya, jika harga barang turun, sedang pendapatan tidak berubah maka permintaan barang akan mengalami kenaikan atau bertambah. Konsep permintaan juga dibedakan antara permintaan individu dan permintaan pasar. Permintaan pasar adalah permintaan-permintaan individu setiap konsumen. Dalam analisis permintaan hanya satu faktor yang berpengaruh terhadap jumlah barang yang diminta yaitu harga produk, sedangkan faktor-faktor lain seperti selera, pendapatan dan faktor diluar itu dianggap sebagai cateris paribus (tidak berubah). Dengan demikian dapat diketahui hubungan antara jumlah barang yang diminta dengan tingkat harga tersebut. Berdasarkan uraian tersebut pengertian permintaan adalah suatu fungsi yang digambarkan sebagai garis, kurva, suatu daftar atau skedul. Para ahli ekonomi membedakan pemakainan istilah fungsi permintaan dan kurva permintaan. Fungsi permintaan menghubungkan kuantitas yang diminta dengan harga barang tersebut juga dengan faktor-faktor lainnya yang besar pengaruhnya terhadap permintaan, seperti: pendapatan konsumen yang bersangkutan, harga barang pengganti, harga barng komplementer dan citarasa. Kurva atau skedul permintaan hanya menghubungkan kuantitas yang diminta dengan harga satuan barang tersebut. 2.2.1.1 Hukum Permintaan Penjelasan mengenai perilaku konsumen yang paling sederhana ada dalam hukum permintaan yang menyatakan bahwa, bila harga suatu barang naik (cateris paribus) maka, jumlah yang diminta konsumen akan barang tersebut turun dan sebaliknya bila harga barang tersebut turun maka jumlah barang tersebut yang diminta konsumen akan naik. Cateris paribus berarti bahwa semua faktor-faktor lain yang mempengaruhi jumlah barang yang diminta dianggap tidak berubah (Boediono, 1998). P A P0 B P1 0 Q0 Q1 Q Gambar 1.1 Kurva Permintaan 2.2.1.2 Fungsi Permintaan Fungsi permintaan sesungguhnya menunjukan hubungan antara variabel tidak bebas dengan semua variabel yang dapat mempengaruhi besarnya variabel tidak bebas. Fungsi permintaan dapat ditulis sebagai berikut (Suparmoko, 1990): Qa = f (PA, PB-Z, I, T, A, N) Keterangan: Qa = Jumlah barang yang diminta PA = Harga barang A PB-Z = Harga barang lain I = tingkat pendapatan konsumen T = Selera konsumen A = Pengeluaran perusahaan untuk advertensi N = Jumlah penduduk 2.2.1.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan Menurut Faried Wijaya (1991) selain harga barang itu sendiri, faktorfaktor lain yang menentukan permintaan individu maupun pasar adalah: a. Selera Konsumen Perubahan selera konsumen yang lebih menyenangi barang tersebut misalnya, akan berarti lebih banyak barang yang akan diminta pada setiap tingkat harga. Jadi permintaan akan naik atau kurva permintaan akan bergeser ke kanan. Sebaliknya berkurangnya selera konsumen akan barang tersebut menyebabkan permintaan turun yang berarti kurva permintaan bergeser ke kiri. b. Banyaknya konsumen pembeli Bila volume pembelian oleh masing-masing konsumen adalah sama, maka kenaikan jumlah konsumen dipasar akan menyebabkan kenaikan permintaan, sehingga kurva bergeser ke kanan. Penurunan jumlah atau banyaknya konsumen akan menyebabkan penurunan permintaan. c. Pendapatan konsumen Pengaruh perubahan pendapatan terhadap permintaan mempunyai dua kemungkinan. Pada umumnya pengaruh pendapatan terhadap pendapatan adalah positif dalam arti bahwa kenaikan pendapatan akan menaikkan permintaan. Hal ini terjadi bila barang tersebut merupakan barang superior atau normal. Ini seperti efek selera dan efek banyaknya pembeli yang mempunyai efek positif. Pada kasus barang inferior, maka kenaikan pendapatan justru akan menurunkan permintaan. d. Harga barang-barang lain yang bersangkutan Barang-barang lain yang bersangkutan biasanya merupakan barang subtitusi (pengganti) atau barang komplementer (pelengkap). Kenaikan barang subtitusi berarti penurunan harga barang tersebut secara relatif meskipun harganya tetap, tidak berubah, sehingga barang tersebut bisa lebih murah secara relatif. Permintaan suatu barang akan naik bila harga barang penggantinya turun, maka permintaan akan barang tersebut juga turun. Hal ini karena barang tersebut harganya lebih mahal dibandingkan harga penggantinya. Kenaikan harga barang pelengkap suatu barang tertentu akan menyebabkan permintaan akan barang tersebut turun, dan sebaliknya. e. Ekspektasi (perkiraan harga-harga barang dan pendapatan di mdepan) Ekspektasi para konsumen bahwa harga-harga akan naik di masa depan mungkin menyebabkan mereka membeli barang tersebut sekarang untuk menghindari kemungkinan kerugian akibat adanya kenaikan harga tersebut. Demikian juga halnya bila konsumen memperkirakan pendapatannya akan naik di masa depan. Sebaliknya, terjadi penurunan permintaan bila para konsumen memperkirakan bahwa di masa depan harga-harga akan naik atau pendapatannya akan turun. 2.2.2 Deposito Berjangka Sumber dana dari masyarakat (dana pihak ketiga) merupakan sumber dana yang terpenting bagi kegiatan operasi bank dan merupakan ukuran keberhasilan bank jika mampu membiayai operasinya dari sumber dana ini. Penghimpunan dana dari masyarakat dapat dikatakan lebih mudah jika dibandingkan dengan sumber dana lainnya. Penghimpunan dana dari masyarakat dapat dilakukan secara efektif dengan memberikan bunga yang relatif lebih tinggi dan memberikan berbagai fasilitas yang menarik lainnya seperti hadiah dan pelayanan yang memuaskan. Keuntungan lain dari dana yang bersumber dari masyarakat adalah jumlahnya yang tidak terbatas baik berasal dari perorangan (rumah tangga), perusahaan, maupun lembaga masyarakat lainnya. Sedangkan kerugiannya adalah biayanya yang relatif lebih mahal jika dibandingkan dengan dana dari modal sendiri, misalnya untuk biaya bunga atau biaya promosi. Ada tiga jenis simpanan sebagi sarana untuk memperoleh dana dari masyarakat, yaitu: simpanan Giro, tabungan, dan deposito (Martono, 2003:39) Simpanan deposito dalam undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 dinyatakan sebagai simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian nasabah penyimpan dengan bank. Berbeda dengan giro dan tabungan, simpanan deposito mengandung unsur jangka waktu (jatuh tempo) yang lebih panjang dan dapat ditarik atau dicairkan hanya setelah jatuh tempo. Begitu pula dengan suku bunga relatif lebih tinggi dibandingkan dengan giro dan tabungan (Martono, 2003:40) Sarana atau alat untuk menarik uang yang disimpan di deposito sangat bergantung dari jenis depositonya. Artinya setiap jenis deposito mengandung beberapa perbedaan sehingga diperlukan sarana yang berbeda pula. Sebagai contoh untuk deposito berjangka menggunakan Bilyet deposito, sedangkan untuk sertifikat deposito menggunakan sertifikat deposito. Dalam prakteknya ada jenis deposito, yaitu deposito berjangka, sertifikat deposito, deposit on call. Deposito berjangka merupakan deposito yang diterbitkan menurut jngka waktu tertentu. Jangka waktu deposito biasanya bervariasi mulai dari 1,3,6,12, hingga 24 bulan. Deposito berjangka ini hanya dapat ditarik atau diuangkan pada saat jatuh temponya, oleh pihak yang namanya tercantum dalam bilyet deposito tersebut. Oleh karena itu, deposito berjangka merupakan simpanan atas nama. Apabila jangka waktu yang telah ditentukan habis maka deposan dapat menarik deposito berjangka atau memperpanjang dengan suatu periode yang diinginkan. Deposito berjangka dapat diterbitkan atas nama perorangan maupun lembaga. Penetapan suku bunga untuk setiap jangka waktu ditetapkan masingmasing bank sesuai dengan perhitungan kondisi bunga di pasar. Bunga deposito berjangka dibayarkan setiap tanggal jatuh tempo (tanggal yang sama dengan tanggal pembukuan) atau tanggal jatuh tempo pokok (tanggal berakhirnya jangka waktu penyimpanan). Jenis deposito kedua yaitu sertifikat deposito. Sertifikat deposito adalah simpanan berjangka atas pembawa atau atas tunjuk, yang dengan ijin Bank Indonesia dikeluarkan oleh bank sebagai bukti simpanan yang dapat diperjualbelikan kepada pihak ketiga (Thomas Suyatno dkk, 1993:38) Pada prinsipnya sama dengan deposito berjangka, perbedaannya hanyalah bawa sertifikat deposito diterbitkan atas tunjuk dalam bentuk sertifikat, sedangkan deposito berjangka dikeluarkan atas nama. Jadi, sertifikat deposito yang ditunjukan harus dibayar oleh bank yang menerbitkannya. Pencairan bunga sertifikat deposito dapat dilakukan di muka dalam ari dipotong dari harga nominalnya pada waktu sertifikat deposito itu dibeli, baik tunai maupun nontunai. Selain itu bunga juga dapat dicairkan setiap bulan atau jatuh tempo. Sebagi catatan tambahan, perlu diperhatikan bahwa bank umum, bnk pembangunan, ataupun Bank Perkreditan Rakyat, dapat menyelenggarakan deposito berjangka, artinya dapat menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berjangka. Tetapi untuk menerbitkan sertifikat deposito, hanya bank umum dan bank pembangunan yang diperbolehkan. Itupun harus memperoleh ijin Bank Indonesiasetelah memenuhi syarat tertentu, antara lain dari segi kesehatan dan kemampuan bank dari segi kebutuhan permodalanya (Thomas Suyatno, 1993:39). Deposit on call yang merupakan jenis deposto ketiga hanya digunakan untuk deposan yang memiliki jumlah uang dalam jumlah besar, misalnya Rp 25 juta dan sementara waktu belum digunakan. Penerbitan Deposit on call memiliki jangka waktu minimal 7 (tujuh) hari dan paling lama kurang dari satu bulan. Deposit on call diterbitkan atas nama. Pencairan bunga dilakukan pada saat pencairan Deposit on call. Apabila deposan ingin mencairkan depositonya sebelum Deposit on call tersebut dicairkan sesuai jangka waktunya, tiga hari sebelumnya deposan terlebih dahulu harus sudah memberitahukan kepada pihak bank penerbit bahwa yang bersangkutan akan mencairkan Deposit on call-nya. Pada dasarnya deposito tidak dapat ditarik atau dicairkan deposan sebelum deposito yang bersangkutan tersebut jatuh tempo. Bila hal ini terpaksa dilakukan, maka penabung dikenakan denda atau biasa disebut dengan penalty. Denda atau penalty yang dikenakan yaitu sebesar selisih antara bunga yang diperoleh selama deposito belum jatuh tempo dengan bunga yang berlaku sesuai dengan lamanya deposito mengendap. Disamping dikenakan penalty, nasabah juga dikenai biaya administrasi, tergantung dari besarnya nilai nominal deposito yang bersangkutan. 2.2.3 Produk Domestik Bruto Produk Domestik Bruto (GDP- Gross Domestic Products) adalah nilai total atas segenap output akhir yang dihasilkan oleh suatu perekonomian baik yang dilakukan oleh penduduk domestik maupun penduduk asing maupun orang-orang dari negara lain yang bermukim di negara yang bersangkutan. Jadi GNP sama dengan GDP ditambah pendapatan milik penduduk domestik yang dikirim dari negara lain berkat kepemilikan mereka atas faktor produksi di luar negeri dikurangi pendapatan milik orang asing atas faktor produksi yang ada di negara domestik.. Pendapatan nasional dalam hal ini tercermin dalam PDB. Produk Domestik Bruto (PDB) adalah jumlah Output total yang dihasilkan dalam batas wilayah suatu negara selama satu tahun. PDB terbagi atas PDB harga berlaku atau nominal dan PDB harga konstan atau riil. PDB pada harga berlaku adalah nilai barang-barang dan jasa-jasa yang dihasilkan suatu negara dalam satu tahun dan dinilai menurut harga yang berlaku pada tahun tersebut. PDB pada harga konstan, yaitu harga yang berlaku pada satu tahun tertentu yang seterusnya digunakan untuk menilai barang dan jasa yang dihasilkan pada tahun-tahun yang lain. Produk domestik bruto merupakan ukuran terbaik dari kinerja perekonomian karena tujuan PDB adalah meringkas aktivitas ekonomi dalam nilai uang tunggal dalam periode waktu tertentu (Mankiw; 1999). Terdapat beberapa cara untuk menilai PDB sebagai kinerja sebuah perekonomian, (1) dengan melihat PDB sebagai perekonomian total (pendekatan pendapatan) dari setiap orang yang berada di dalam perekonomian,(2) dengan melihat PDB sebagai pengeluaran total (pendekatan pengeluaran) pada output barang dan jasa perekonomian. Dari sudut pandang lain, jelaslah mengapa PDB merupakan cerminan dari kinerja ekonomi karena mengukur sesuatu yang dipedulikan banyak orang (pendapatan) demikian pula dengan output barang dan jasa yang memuaskan permintaan rumah tangga, perusahaan dan pemerintah. PDB mengukur pendapatan dan pengeluaran perekonomian pada outputnya dengan alasan bahwa jumlah keduanya adalah sama dan fakta yang mendasar : karena setiap transaksi memiliki penjual dan pembeli, setiap uang yang dikeluarkan seorang pembeli menjadi pendapatan seorang penjual yang lain. 2.2.4 Teori Tingkat Suku Bunga Pengertian dasar dari tingkat bunga yaitu sebagai harga dari penggunaaan uang untuk jangka waktu tertentu. Pengertian tingkat bunga sebagai “ harga” ini bisa juga dinyatakan sebagai harga yang harus dibayar apabila terjadi “pertukaran” antara satu rupiah sekarang dan satu rupiah nanti (misalnya setahun lagi. Hutang piutang timbul karena terjadi “pertukaran” semacam ini. “pembeli” dari satu rupiah sekarang dan sekaligus “penjual” dari satu rupiah nanti dalah peminjam (debitur), sedangkan “penjual” dari satu rupiah sekarang yang sekaligus juga “pembeli” satu rupiah nanti, adalah orang yang meminjamkan (kreditur). Debitur harus membayar kepada kreditur “harga” dari pertukaran tersebut, dan harga ini adalah bunga yang dibayar debitur dan yang diterima kreditur (Boediyono, 1998:75-76) Tingkat bunga tidak pernah stabil; hari ini naik besok turun dan demikian seterusnya. Sejak awal Februari 1984, Bank Indonesia mulai memperkenalkan fasilitas diskonto dan melalui operasi pasar terbukanya mengeluarkan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) untuk mengendalikan jumlah uang beredar. Dampak dari kebijakan tersebut, bank-bank umum pemerintah bebas menaikkan suku bunga deposito. Hal ini dimaksudkan agar dana masyarakat dapat digunakan untuk investasi sehingga terjadi kenaikan output. Langkah kebijakan ini mulai mengarah tercipta dan berfungsinya pasar uang lebih bebas. Perkembangan selanjutnya yaitu mulai dikenalkan pula Surat Berharga Pasar Uang (SBPU) sebagai salah satu alat pengendali jumlah uang beredar. 2.2.4.1 . Teori Klasik Bunga adalah “harga” dari (penggunaan) loanable funds. secara bebas loanable funds diterjemahkan sebaagai dana investasi atau dana yang tersedia untuk dipinjamkan. Menurut teori klasik merupakan fungsi dari tingkat bunga. Makin tinggi tingkat bunga makin tinggi pula keinginan seseorang atau masyarakat untuk menabung uangnya dibank. Artinya, pada tingkat bunga yang lebih tinggi masyarakat akan lebih terdorong untuk mengurangi atau mengorbankan pengeluaran konsumsinya guna menambah tabungnnya. Investasi juga tergantung/merupakan fungsi dari tingkat bunga. Makin tinggi tingkat bunga, keinginan untuk melakukan investasi juga makin kecil. Alasannya, seorang pengusaha akan menambah pengeluaran investasinya apabila keuntungan yang diharapkan dari investasi lebih besar dari tingkat bunga yang harus ia bayar untuk dana investasi tersebut yang merupakan ongkos untuk penggunaan dana (cost of capital). Sebaliknya makin rendah tingkat suku bunga, maka pengusaha akan lebih terdorong untuk melakukan investasi, sebab biaya penggunaan dana juga makin kecil. Tingkat bunga dalam keadaan seimbang (artinya tidak ada dorongan untuk melakukan investasi. Hal ini tercapai pada saat penabung dan investor (dalam hal ini pengusaha) untuk melakukan tawar menawar yang pada akhirnya akan menghasilkan tingkat bunga kesepakatan (keseimbangan). Scara grafik keseimbangan tingkat bunga dapat digambarkan seperti dalam gambar 1.2. Tingkat Bunga Tabungan i1 i0 Investasi 1 Investasi 0 F Dana Investasi Gambar 1. 2 Teori Tingkat Bunga Keseimbangan tingkat bunga terjadi pada titik i0, dimana jumlah tabungan sama dengan investasinya. Apabila tingkat bunga diatas i0 maka jumlah tabungan melebihi keinginan pengusaha untuk investasi. Para penabung akan saling bersaing untuk meminjamkan dananya dan persaingan ini akan menekan tingkat bunga turun kembali ke posisi i0. sebaliknya, apabila tingkat bunga dibawah ini, para pengusaha akan saling bersaing untuk memperoleh dana yang jumlahnya relatif lebih kecil. Persaingan ini akan mendorong tingkat bunga naik lagi ke i0. Kenaikan efisiensi produksi misalnya, akan mengakibatkan keuntungan yang diharapkan naik. Sehingga, pada tingkat bunga yang sama pengusaha bersedia meminjam dana lebih besar untuk meminjam dana lebih besar untuk membiayai investasinya. Atau untuk dana investasi yang sama jumlahnya, perusahaan bersedia membayar tingkat bunga yang lebih tinggi. Keadaan ini ditunjukan dengan pergeseran kurva permintaan investasi ke kanan atas, dan keseimbangan tingkat bunga yang baru pada i1. 2.2.4.2. Teori Irving Fisher Menurut Irving Fisher, bunga adalah premi yang harus dibayarkan kepada pemilik dana agar ia mau meminjamkan uangnya. Fisher menyatakan bahwa ada kaitan positif antara suku bunga nominal dengan inflasi. Dengan suku bunga riil yang diperkirakan konstan dalam jangka panjang dan ekspektasi inflasi yang menyesuaikan diri terhadap laju inflasi yang berlaku. Suku bunga yang terjadi merupakan selisih antara suku bunga nominal dengan laju inflasi aktual atau dinyatakan dalam simbol sebagai berikut : i=r+πe atau r=i–πe dimana r = suku bunga riil i = suku bunga nominal πe = Laju inflasi yang diharapkan Dengan r konstan, dalam jangka panjang apabila keseluruhan proses penyesuaian telah terjadi, kenaikan laju inflasi akan sepenuhnya tercermin pada suku bunga nominal. Dengan kata lain suku bunga nominal dalam jangka panjang akan meningkat sebesar kenaikan inflasi. (Dornbusch, Fisher, 1989, hal. 592 ). Irving telah menganalisis penentuan tingakat bunga dalam ekonomi dengan mengkaji mengapa orang-orang menabung (mengapa mereka tidak mengkonsumsi semua sumber daya mereka) dan mengapa orang lain yang meminjam. Dalam perekonomian dikenal konsep tingkat suku bunga nominal dan tingkat suku bunga riil. Anggaplah seseorang mendepositokan uangnya dalam rekening bank dengan bunga 8 persen pertahun. Pada tahun berikutnya, orang tersebut memiliki uang 8 persen lebih banyak dari tahun sebelumnya. Tetapi ketika harga meningkat, sehingga uang membeli lebih sedikit, maka daya beli orang tersebut tidak meningkat sebesar 8 persen. Jika tingkat inflasi adalah 5 persen, maka jumlah barang yang dapat dibeli hanya meningkat 3 persen. Apabila inflasi adalah 10 persen, maka daya beli orang tersebut secara nyata turun sampai 2 persen. 2.2.4.3. Teori Keynesian Keynes mengatakan bahwa tingkat bunga ditentukan oleh penawaran dan permintaan uang. Ada tiga motif (transaksi, berjaga-jaga, dan spekulasi) mengapa orang menghendaki memegang uang tunai. Tiga motif inilah yang menyebabkan timbulnya “ permintaan akan uang”, yang diberi nama Liquidity Preference. Nama ini mempunyai makna tertentu, yaitu bahw permintaan akan uang menurut teori keynes berlandaskan pada konsepsi bahwa orang pada umumnya menginginkan dirinya tetap likuid untuk memenuhi tiga motif tersebut. 2.2.5 Inflasi Merupakan salah satu resiko yang pasti dihadapi oleh manusia yang hidup dalam ekonomi uang, dimana daya beli yang ada dalam uang dengan berjalannya waktu mengalami erosi. Inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk naik secara umum dan terus menerus. Akan tetapi bila kenaikan harga hanya dari satu atau dua barang saja tidak disebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas atau menyebabkan kenaikan sebagian besar dari harga barang-barang lain. (Boediono, 1985:161). Kenaikan harga-harga barang itu tidaklah harus dengan persentase yang sama. Bahkan mungkin dapat terjadi kenaikan tersebut tidak bersamaan. Yang penting kenaikan harga umum barang secara terus menerus selama suatu periode tertentu. Kenaikan harga barang yang terjadi hanya sekali saja, meskipun dalam persentase yang cukup besar, bukanlah merupakan inflasi. (Nopirin, 1987: 25). Atau dapat dikatakan, kenaikan harga barang yang hanya sementara dan sporadis tidak dapat dikatakan akan menyebabkan inflasi. 2.2.5.1 Jenis-jenis Inflasi Inflasi dapat digolongkan berdasarkan: sifat, sebab dan asal terjadinya (Nopirin, 1987). Inflasi menurut sifatnya digolongkan dalam tiga kategori, yaitu: 1. Inflasi Merayap Kenaikan harga terjadi secara lambat, dengan persentase yang kecil dan dalam jangka waktu yang relatif lama (di bawah 10% per tahun). 2. Inflasi Menengah Kenaikan harga yang cukup besar dan kadang-kadang berjalan dalam waktu yang relatif pendek serta mempunyai sifat akselerasi 3. Inflasi Tinggi Kenaikan harga yang besar bisa sampai 5 atau 6 kali. Masyarakat tidak lagi berkeinginan menyimpan uang. Nilai uang merosot dengan tajam sehingga ingin ditukar dengan barang. Perputaran uang makin cepat, sehingga harga naik secara akselerasi. Berdasarkan sebab terjadinya inflasi dibedakan menjadi: 1. Demand – pull Inflation Demand pull inflation ditandai dengan adanya inflationary gap. Inflationary gap itu sendiri terjadi apabila keseimbangan GNP berada di atas atau melebihi GNP pada kesempatan kerja penuh (full employment). Inflasi bermula dengan adanya kenaikan permintaan total (agregat demand), sedangkan produksi telah berada pada kondisi full employment. Sehingga kenaikan permintaan ini hanya akan menaikkan harga saja. 2. Cost – Push Inflation Proses kenaikan harga yang sering diikuti turunnya produksi disebut dengan Cost Push Inflation. Serikat buruh yang menuntut kenaikan upah, manajer dalam pasar monopolistis yang dapat menentukan harga (yang lebih tinggi), atau kenaikan harga bahan baku, misalnya krisis minyak adalah faktor yang dapat menaikkan biaya produksi. Kenaikan biaya ini pada akhirnya akan menaikkan harga dan turunnya produksi, atau terjadi penurunan penawaran total (agregat supply) sebagai akibat kenaikan biaya produksi. Jika proses ini berlangsung terus maka timbul cost push inflation. Menurut asalnya inflasi terdiri dari: 1. Domestic Inflation Inflasi yang berasal dari dalam negeri sendiri seperti kenaikan konsumsi masyarakat, ekspansi moneter dan lain sebagainya. 2. Imported Inflation Inflasi yang berasal dari luar negeri, seperti kenaikan harga-harga barang di negara-negara langganan dagang kita, mekanismenya baik melalui impor ataupun ekspor. 2.2.5.2. Teori Inflasi Secara garis besar ada 3 kelompok teori mengenai inflasi yang masing-masing menyoroti aspek-aspek tertentu. 1. Teori Kuantitas Teori kuantitas ini menyatakan bahwa proses inflasi itu terjadi karena 2 hal, yaitu jumlah uang beredar dan psikologi (harapan) masyarakat mengenai kenaikan harga-harga (expectations). Ada 2 hal penting dari teori Kuantitas ini, adalah bahwa, pertama, laju inflasi terjadi jika ada penambahan volume uang beredar. Kedua, laju inflasi oleh harapan masyarakat mengenai kenaikan harga di masa yang akan datang (Boediono, 1985). 2. Teori Keynes Teori ini menerangkan bahwa proses inflasi terjadi karena permintaan masyarakat akan barang-barang selalu melebihi jumlah barang-barang yang tersedia. Hal ini yang disebut dengan inflationary gap. Inflationary gap terjadi apabila jumlah dari permintaan-permintaan efektif dari semua golongan tersebut, pada tingkat harga yang berlaku melebihi jumlah maksimum dari barang-barang yang dihasilkan oleh masyarakat. Harga-harga akan naik, karena permintaan total melebihi jumlah barang yang tersedia. Adanya kenaikan harga-harga tersebut berarti bahwa kegiatan rencana pembelian barang dari golongan-golongan tersebut tidak terpenuhi, selanjutnya mereka akan berusaha untuk memperoleh dana yang lebih besar lagi, baik golongan pemerintah melalui pencetakan uang baru, atau para pengusaha swasta melalui kredit dari bank, atau pekerja kenaikan tingkat upah yang lebih besar. Proses inflasi akan terus berlangsung selama jumlah permintaan efektif dari semua golongan masyarakat melebihi jumlah output yang bisa dihasilkan pada tingkat harga yang berlaku. 3. Teori Strukturalis Teori Strukturalis lebih menekankan pada faktor-faktor struktural dari perekonomian yang menyebabkan terjadinya inflasi, teori ini disebut juga teori inflasi jangka panjang karena yang dimaksud dengan faktor-faktor struktural di sini adalah faktor-faktor yang hanya bisa berubah secara gradual dan dalam jangka panjang. Teori struktural memberi tekanan pada ketegaran dari struktur perekonomian negara-negara sedang berkembang. Ada dua ketegaran yang menyebabkan inflasi, yaitu ketegaran berupa ketidakelastisan dari penerimaan ekspor dan ketegaran berupa ketidakelastisan dari penawaran bahan makanan dalam negeri. Kedua proses di atas pada umumnya berkaitan dan memperkuat satu sama lain dalam menyebabkan inflasi. Ketegaran yang merupakan “ketidakelastisan” dari penerimaan ekspor ini adalah ketegaran di mana nilai ekspor tumbuh secara lamban dibanding dengan pertumbuhan sektor-sektor lain. Dasar penukaran yang makin memburuk dan supply barang-barang ekspor yang tidak elastis ini akan menyebabkan terjadinya kelambanan tersebut. Kelambanan pertumbuhan penerimaan ekspor ini berarti kelambanan pertumbuhan kemampuan untuk mengimpor barang-barang yang dibutuhkan. Sedang bagi suatu negara untuk mencapai target pertumbuhannya mengambil kebijaksanaan pembangunan “import substitution strategy”. Inflasi terjadi jika proses substitusi impor ini makin meluas, sehingga menaikkan biaya produksi ke berbagai barang, sehingga makin banyak harga-harga yang naik. 2.2.5.3. Indikator Inflasi Ada beberapa indikator yang digunakan oleh para ekonom untuk menggambarkan inflasi yaitu Indeks Biaya Hidup (IBH), Indeks Harga Konsumen (IHK), Indeks Implisit Produk Domestik Bruto (GDP Deflator) atau Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB). Dari berbagai indikator tersebut masing-masing mempunyai kelebihan dan kelemahan, serta sangat tergantung pada tujuan pemakaiannya. IBH dan IHK dimaksudkan untuk penetapan upah buruh riil, karena dengan indeks ini bisa melihat sejauh mana penurunan daya beli yang terjadi pada kaum buruh akibat inflasi. Untuk pembuatan kontrak kerja dan penyesuaian harga yang dilakukan kontraktor besar, biasanya menggunakan IHPB. GDP Deflator yang mempunyai cakupan lebih luas dibandingkan kedua indeks terdahulu, sebenarnya mencerminkan perkembangan tingkat harga umum. Pengendalian laju inflasi tentu saja tidak lepas dari pengendalian yang dilakukan oleh otoritas moneter dari sisi intern dalam rangka mencari stabilitas ekonomi sebagai salah satu tujuan pembangunan. Laju inflasi sebelum tahun 1984 mendekati bahkan melebihi 10%, hal ini tentu saja tidak lepas dari berbagai pengaruh faktor ekstern terhadap perekonomian Indonesia. Deregulasi dan debirokratisasi 1 Juni 1983, merupakan langkah yang diambil pemerintah untuk mengadakan perubahan kebijaksanaan ekonomi. Perkembangan moneter tahun 1984 yang relatif stabil tercermin dari pertambahan uang beredar yang dapat menunjang pertumbuhan ekonomi dan tingkat laju inflasi yang dapat dikendalikan. Piranti-piranti kebijakan moneter untuk pengendalian jumlah uang beredar yang bisa dilakukan oleh pemerintah adalah sebagai berikut: (1) Perubahan tingkat bunga fasilitas diskonto (2) Perubahan rasio cadangan minimum (3) Perkreditan selektif (4) Operasi Pasar Terbuka (5) Pendekatan persuasif 2.3. Hubungan Variabel Dependen dengan Variabel Independen 2.3.1. Hubungan PDRB dengan Deposito Berjangka Rupiah. Produk Domestik Regioanl Bruto merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi yang berada di suatu wilayah atau kabupaten, dengan cara mengurangkan biaya antara dari masing-masing total produksi bruto dari tiap-tiap kegiatan, sub sektor atau sektor dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Produk domestik regional bruto disini dengan pendekatan pendapatan perkapita masyarakat. Simpanan adalah pendapatan yang tidak dikonsumsi. Menurut Keynes, simpanan (saving) merupakan fungsi dari pendapatan. Simpanan atau saving terutama ditentukan oleh pendapatan nasional ataupun regional. Tidak semua pendapatan yang diterima oleh seseorang akan digunakan untuk konsumsi, melainkan sebagian akan disisihkan sebagai simpanan (saving). Bila tingkat pendapatan rendah, rumah tangga tidak dapat menabung atau hanya sedikit menabung, karena harus membelanjakan semua atau sebagian besar pedapatannya untuk memelihara tingkat kehidupan tertentu atau lebih untuk konsumsi. Pada tingkat pendapatan lebih tinggi, konsumsi dan tabungan akan lebih besar. Semakin besar pendapatan, semakin besar pula simpanan yang dilakukan masyarakat. Begitu juga sebaliknya. Dengan demikian PDRB berpengaruh terhadap deposito berjangka rupiah. 2.3.2. Hubungan Tingkat Suku Bunga dengan Deposito Berjangka Rupiah. Hubungan antara tingkat bunga dengan simpanan bersifat positif. Menurut Teori Klasik, semakin tinggi tingkat bunga maka makin tinggi pula keinginan seseorang atau masyarakat untuk menabung uangnya dibank. Artinya, pada tingkat bunga yang lebih tinggi masyarakat akan lebih terdorong untuk mengurangi atau mengorbankan pengeluaran konsumsinya guna menambah tabungannya. Semakin besar tingkat bunga akan meningkatkan kesediaan masyarakat untuk menyimpan dana pada bank, sehingga jumlah simpanan masyarakat pada bank akan naik. 2.3.3. Hubungan Laju inflasi dengan Deposito Berjangka Rupiah. Inflasi berpengaruh terhadap simpanan. Dengan adanya inflasi maka diasumsikan suku bunga akan mengalami kenaikan. Teori Irving Fisher, Fisher mengatakann bahwa ada kaitan positif antara suku bunga dengan inflasi. Dengan suku bunga riil yang diperkirakan konstan dalam jangka panjang dan ekspektasi inflasi yang menyesuaikan diri terhadap laju inflasi yang berlaku. Dengan r konstan dalam jangka panjang apabila keseluruhan proses penyesuaian telah terjadi, kenaikan laju inflasi akan tercermin pada suku bunga nominal. Dengan kata lain suku bunga akan meningkat sebesar kenaikan inflasi. Kenaikan inflasi yang menyebabkan kenaikan suku bunga deposito, akan menyebabkan kenaikan permintaan akan simpanan karena seseorang berasumsi akan memperoleh uang yang lebih banyak dengan adanya kenaikan tingkat bunga. Dengan demikian maka inflasi mempunyai pengaruh yang positif terhadap simpanan. 2.4. Hipotesis Penelitian Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah : 1. Diduga PDRB berpengaruh positif dan signifikan terhadap permintaan deposito berjangka rupiah pada bank umum di Yogyakarta. 2. Diduga tingkat suku bunga deposito berpengaruh positif dan signifikan terhadap permintaan deposito berjangka rupiah pada bank umum di Yogyakarta. 3. Diduga laju inflasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap permintaan deposito berjangka rupiah pada bank umum di Yogyakarta. BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari lembaga-lembaga atau instansi-instansi antara lain Bank Indonesia (BI) dan Badan Pusat Statistik (BPS). Adapun data yang digunakan adalah : a. Data deposito berjangka rupiah 3 bulanan pada bank umum di Yogyakarta tahun 1986-2005. b. Data Produk Domestik Regional Bruto di Yogyakarta tahun 19862005. c. Data tingkat suku bunga deposito di Yogykarta tahun 1986-2005. d. Data laju inflasi di Yogyakarta tahun 1986-2005. 3.2. Devinisi Variabel Variabel yang digunakan dalam penelitian ini : 3.2.1 Variabel Dependen Deposito berjangka rupiah (Y) Deposito berjangka adalah simpanan dari pihak ketiga kepada bank yang penarikannya hanya dapat dilakukan dalam jangka waktu tertentu menurut perjanjian antar pihak ketiga dn bank yang bersangkutan. Jangka waktu jatuh tempo dapat dipilih sesuai kebutuhan, yaitu 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, 12 bulan, dan 24 bulan. Deposito berjangka rupiah pada penelitian ini disajikan dalan jutaan rupiah pertahun. 3.2.2 Variabel Independen, terdiri dari : a. Produk Domestik Regional Bruto (X1) Data Produk Domestik Regional Bruto untuk Daerah Istimewa Yogyakarta atas dasar harga konstan 2000. Data operasional yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik berdasarkan perhitungan tahunan kemudian diolah dan dinyatakan dalam bentuk satuan juta rupiah. b. Suku Bunga Deposito berjangka rupiah (X2) Merupakan tingkat keuntungan minimum yang disyaratkan pemodal atau tingkat keuntungan yang diharapkan pemodal dari investasi dalam bentuk simpanan. Tingkat suku bunga yang dimaksud disini adalah rata-rata tertimbang tingkat bunga deposito dari seluruh simpanan deposito pada berbagai waktu jatuh tempo yang berlaku di bank umum dalam persen 3 bulan. c. Laju Inflasi (X3) Data inflasi yang dipergunakan adalah data laju inflasi tahunan yang dikeluarkan oleh Biro Pusat Statistik (BPS) berbagai edisi dengan olahan dengan satuan persen (%). 3.3. Metode Analisis Data 3.3.1. Pendekatan Error Correction Model (ECM) Pendekatan yang digunakan untuk menganalisis hubungan antara variabel dalam penelitian ini berupa pendekatan teori ekonomi, teori statistik dan teori ekonometrika dengan lebih menekankan pada pendekatan model analisis seri waktu (time series analysis). Model umum yang dipakai dalam penelitian ini adalah regresi linier berganda. Salah satu prasyarat penting untuk mengaplikasikan model seri waktu yaitu dipenuhinya asumsi data yang normal atau stabil (stasioner) dari variabel-variabel pembentuk persamaan regresi. Karena penggunaan data dalam penelitian ini dimungkinkan adanya data yang tidak stasioner, maka penelitian ini digunakan teknik kointegrasi ( Cointegration Tecnique ) dan model koreksi kesalahan atau Error Correction Model ( ECM ). Digunakan ECM karena mekanisme ECM memiliki keunggulan baik dari segi nilainya dalam menghasilkan persamaan yang diestimasi dengan property statistik yang diinginkan maupun dari kemudahan persamaan tersebut untuk diinterprestasi (Insukindro 1993: 65). Disamping itu ECM dapat pula dijadikan variabel proksi nalar asa dari model stok penyangga masa depan dengan cara membentuk estimasi jangka panjang dari ECM, ECM juga bias menghindari regresi lancung atau regresi semu yang menghasilkan kesimpulan yang menyesatkan. Proses analisis yang akan dilakukan terdiri dari analisis deskriptif , uji akar unit (testing for unit root) dan uji derajat integrasi (testing for degree of integration), uji kointegrasi (Cointegration test), pendekatan ECM (Error Correction Model), analisis statistik, uji asumsi klasik, serta analisis ekonomi. 3.3.2. Analisa Deskriptif Analisis Deskriptif merupakan suatu analisis yang memaparkan hasil secara kualitatif terhadap perkembangan data-data yang ada untuk memperkuat analisis empiris. Penelitian ini akan membahas perkembangan variabel dependen permintaan deposito berjangka rupiah, serta variabel independen yaitu PDRB, suku bunga deposito, inflasi. 3.3.2.1 Uji Akar Unit Dan Uji Derajat Integrasi Uji akar unit dapat dipandang sebagai uji stasioneritas, karena pada intinya uji tersebut bentuk mengamati apakah koefisien tertentu dari model otoregresi yang ditaksir mempunyai nilai satu atau tidak. Langkah awal yang harus dilakukan pengujian ini adalah menaksir model otoregresi dari masing-masing variabel yang akan digunakan dalam penelitian dengan OLS. Ada beberapa prosedur untuk melakukan uji akarakar unit namun yang banyak digunakan adalah uji Dickey- Fuller ( DF ) dan uji Philips Peron. Uji ADF adalah uji yang dikembangkan oleh Dickey Fuller untuk menyempurnakan uji DF yang sudah ada sebelumnya. Dalam prakteknya uji ADF inilah yang seringkali digunakan untuk mendeteksi apakah data stasioner atau tidak. Adapun formulasi uji ADF adalah sebagai berikut : DYt= ao + a1 + k ∑ b1 B1DYt (3.1) I =1 k ∑ DYt= co + c1T + C2 BYt + d1B1DYt (3.2) I =1 Notasi : DYt = Yt – Yt-1 BYt = Yt-1 T = trend waktu Yt = Variabel yang diamati pada waktu t K = Besarnya waktu kelambanan yang dihitung dengan rumus K = N1/3 dengan N adalah jumlah sampel. Langkah selanjutnya adalah membandingkan nilai ADF tabel dengan nilai ADF statistik. Nilai ADF ditunjukkan oleh nilai t pada koefisien regresi BYt pada persamaan (1) dan (2). Bila data yang diamati pada uji akar unit ternyata tidak stationer, maka langkah selanjutnya adalah melakukan uji derajat integrasi. Uji ini dilakukan untuk mengetahui pada derajat integrasi berapa derajat data yang diamati stationer. Uji derajat integrasi ini mirip dengan uji akar unit. Untuk melakukan uji tersebut juga dilakukan penaksiran model otoregresi dengan OLS. D2Yt =b0 + b1 BDYt + k ∑ I =1 f1B1D2Yt. (3.3) D2Yt = d0 + d1T + d2BDYt + k ∑ h1B1D2Yt (3.4) I =1 Dimana D2Yt = DYt – DYt-1, BDYt = DYt-1 Prosedur untuk menentukan apakah data stasioner atau tidak dengan cara membandingkan antara nilai ADF dengan nilai kritis distribusi statistik Mackinon. Jika nilai absolute statistic ADF lebih besar dari nilai kritisnya, maka data yang diamati menunjukkan stasioner dan jika sebaliknya nilai absolut statistik ADF lebih kecil dari nilai kritisnya maka data tidak stasioner. Hal yang krusial dalam uji ADF adalah menentukan panjangnya kelambanan. Selain uji ADF dalam penelitian ini juga menggunakan uji Philips Peron untuk menentukan akar unit dan derajat integrasi. Uji PP memasukkan unsur autokorelasi di dalam residual dengan memasukkan variabel independen berupa kelambanan diferensi. Philips Peron membuat uji akar unit dengan menggunakan metode statistik non parametik dalam menjelaskan kelambanan diferensi sebagaimana uji ADF. Adapun uji akar unit dari Philips Peron sebagai berikut : DYt = γ Yt-1 + et (3.5) DYt = ao + γYt-1 + et (3.6) DYt = ao + a2T + γ Yt-1 + et (3.7) Keterangan : T adalah trend waktu Statistik distributif t tidak mengikuti statistic distribusi normal tetapi mengikuti distribusi PP sedangkan nilai kritisnya digunakan nilai kritis yang dikemukakan oleh Mackinon. Sebagaimana uji ADF, kita juga harus menentukan apakah tanpa konstanta dan trend. Berbeda dengan uji ADF, dalam menentukan panjangnya lag uji PP menggunakan truncation lag q dari Newey-West. (Widarjono, 2005, 361-362) 3.3.2.2. Uji Kointegrasi Untuk dapat melakukan uji kointegrasi harus diyakini terlebih dahulu bahwa variabel-variabel terkait dalam pendekatan ini memiliki derajat integrasi yang sama atau tidak (Insukindro, 1993:132). Berkaitan dengan itu, uji akar-akar unit dan uji derajat integrasi perlu dilakukan terlebih dahulu. Untuk mendapatkan gambaran mengenai pendekatan kointegrasi, anggaplah memiliki satu himpunan variabel runtun waktu X. Komponen X dikatakan berkointegrasi pada derajat d, h atau ditulis ~ (d,h) bila (Sriyana Jaka, 2003) : 1. Setiap komponen dari X berkointegrasi pada derajat d atau I (d) 2. Terdapat suatu vector α yang tidak sama dengan nol (α ≠ 0), sehingga kointegrasi. Zt = α1 X~1(d,b), dimana b:0 dan α adalah vektor Implikasi penting dari ilustrasi dan definisi diatas adalah bahwa jika dua variabel atau lebih mempunyai derajat integrasi yang berbeda, katakanlah X = I (1) dan Y = I (2), maka kedua variabel tersebut tidak dapat berkointegrasi. (Insukindro, 1993:132) Uji ini dilakukan setelah uji stationeritas melalui uji akar-akar unit dan derajat integrasi terpenuhi. Digunakan untuk mengetahui kemungkinan terjadinya keseimbangan atau kestabilan jangka panjang diantara variabelvariabel yang diamati. Setelah prasarat dari uji kointegrasi dilakukan, maka dapat diketahui data yang diamati tersebut stasioner pada derajat keberapa. Hal ini perlu diketengahkan mengingat adanya syarat dari uji kointegrasi yaitu bahwa dalam melakukan uji kointegrasi data yang digunakan harus berintegrasi pada derajat yang sama. Selanjutnya bersamaan dengan uji kointegrasi, Engle dan Granger (1987:265-270) berpendapat bahwa dari tujuh uji statistik yang diketengahkan untuk menguji hipotesa nol tidak adanya kointegrasi, ternyata uji CRDW (Cointegration-Regression Durbin-Watson), DF (Dickey-Fuller), dan ADF (Augmented Dickey-Fuller) merupakan uji statistik yang paling disukai. Oleh karena itu dalam penelitian ini menggunakan uji CRDW. Untuk menghitung statistic CRDW, DF, dan ADF ditaksir dengan regresi kointegrasi berikut ini dengan metode kuadrat terkecil (ordinary least squares =OLS). (Insukindro,1993:132) Yt = mo + m1X1t+m2X2t+Et (3.8) Dimana : Y = Variabel tak bebas X1, X2 = Variabel bebas E = Nilai residual Kemudian regresi berikut ini ditaksir dengan OLS : DEt = p1 Et-1 (3.9) p −1 DEt = q1 Et-1 + ∑ w1 DEt-1 (3.10) i =1 Dimana : DEt = Et – Et-1 Nilai statistic CRDW ditunjukan oleh nilai statistic DW (DurbinWatson) pada regresi persamaan (3.8) dan nilai statistic DF dan ADF ditunjukan oleh nisbah pada koefisien Et-1 pada persamaan (3.9) dan (3.10). Nilai kritis untuk ketiga uji tersebut dapat dilihat pada Engle dan yoo (1987). Tabel 3.1 Nilai CRDW / DW Stat Untuk Uji Kointegrasi Jumlah Tingkat Signifikansi Sampel 1% 5% 10% 50 1.00 0.78 0.69 100 0.51 0.39 0.32 200 0.29 0.20 0.16 Sumber : Engle dan Yoo (1987,158) Tabel 3.2 Nilai DF Untuk Uji Kointegrasi Jumlah Jumlah Variabel Data (N) 1% 5% 10% 2 50 4.32 3.67 3.28 100 4.07 3.37 3.03 200 4.00 3.37 3.02 50 4.84 4.11 3.73 100 4.45 3.93 3.59 200 4.35 3.78 3.47 50 4.49 4.38 4.02 100 4.75 4.22 3.89 200 4.70 4.18 3.89 50 5.41 4.76 4.42 100 5.18 4.58 4.26 200 5.02 4.48 4.18 3 4 5 Tingkat Signifikansi Sumber : Engle dan Yoo (1987,157) Tabel 3.3 Nilai ADF Untuk Uji Kointegrasi Jumlah Jumlah Variabel Data (N) 1% 5% 10% 2 50 4.12 3.29 2.90 100 3.73 3.17 2.91 200 3.78 3.25 2.98 50 4.45 3.75 3.36 100 4.22 3.62 3.32 200 4.34 3.78 3.51 3 Tingkat Signifikansi 4 5 50 4.61 3.98 3.67 100 4.61 4.02 3.71 200 4.72 4.13 3.83 50 4.80 4.15 3.85 100 4.98 4.36 4.06 200 4.97 4.43 4.14 Sebagaimana telah disinggung diatas, tujuan utama dari uji kointegrasi adalah untuk mengkaji apakah residual regresi kointegrasi stasioner atau tidak. Pengujian ini sangat penting bila ingin dikembangkan suatu model dinamis, khususnya model koreksi kesalahan (error correction model = ECM), yang mencangkup variabel-variabel kunci pada regresi kointegrasi terkait. Pada prinsipnya, model koreksi kesalahan terdapat keseimbangan yang tetap dalam jangka panjang antara variabel-variabel ekonomi. Bila dalam jangka pendek terdapat ketidakseimbangan dalam satu periode, maka model koreksi kesalahan akan mengoreksinya pada periode berikutnya (Engle dan Granger, 1987:254). Mekanisme koreksi kesalahan ini dapat diartikan sebagai penyelaras perilaku jangka pendek dan jangka panjang. Dengan mekanisme ini pula, masalah regresi semrawut dapat dihindarkan melalui penggunaan variabel perbedaan yang tetap di dalam model, namun tanpa menghilangkan informasi jangka panjang yang diakibatkan oleh penggunaan data perbedaan semata. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa model koreksi kesalahan konsisten dengan konsep kointegrasi atau dikenal dengan Granger Representation Theorem. (Sriyana, Jaka, 2003) 3.3.3 Analisa Statistik Hubungan permintaan deposito berjangka rupiah dengan faktor-faktor yang mempengaruhi dapat diformulasikan sebagai berikut : Y = f(X1, X2, X3, X4) Dalam bentuk persamaan adalah sebagai berikut : DYt = β0 + β1 DX1t - β2 X2t + β3 DX3t + β4 + β5 ECT Dimana : DYt = Deposito berjangka rupiah pada periode t β4 = Konstanta DX1 = Produk Domestik regional Bruto periode t DX2 = Suku bunga deposito periode t DX3 = Laju inflasi pada periode t ECT = RESID (-1) β1, β2, β3, β4 = Koefisien regresi dari masing-masing variabel β5 = Koefisien ECT (error correction term) 3.3.3.1 Uji t (uji signifikansi secara individu) Uji t statistik melihat hubungan atau pengaruh antara variabel independen secara individual terhadap variabel dependen. 1. Hipotesis yang digunakan : a. Jika Hipotesis positif Ho : βi ≤ 0 Ha : βi > 0 b. Jika Hipotesis negatif Ho : βi ≥ 0 Ha : βi < 0 2. Pengujian satu sisi Jika t-hitung < t-tabel, maka Ho diterima dan Ha ditolak artinya variabel independen tidak mempengaruhi variabel dependen secara sigifikan. Jika t-hitung > t-tabel maka Ho ditolak dan Ha diterima artinya variabel independen mempengaruhi variabel dependen secara signifikan. 3.3.3.2 Uji F (uji secara bersama-sama) Pengujian ini akan memperlihatkan hubungan atau pengaruh antara variabel independen secara bersama-sama terhadap variabel dependen, yaitu dengan cara sebagai berikut : Ho : βi = 0, maka variabel independen secara bersama-sama tidak mempengaruhi variabel dependen. Ha : βi ≠ 0, maka variabel independen secara bersama-sama mempengaruhi variabel dependen. Hasil pengujian adalah : Ho diterima ( tidak signifikan ) jika F hitung < F tabel (df = n – k) Ho ditolak ( signifikan ) jika F hitung > F tabel (df = n – k) Dimana : K : Jumlah variabel N : Jumlah pengamatan 3.3.3.3 Koefisien determinasi (R2) R2 menjelaskan seberapa besar persentasi total variasi variabel dependen yang dijelaskan oleh model, semakin besar R2 semakin besar pengaruh model dalam menjelaskan variabel dependen. Nilai R2 berkisar antara 0 sampai 1 , suatu R2 sebesar 1 berarti ada kecocokan sempurna, sedangkan yang bernilai 0 berarti tidak ada hubungan antara variabel tak bebas dengan variabel yang menjelaskan. 3.3.4 Pengujian Asumsi Klasik Sebelum dilakukan regresi, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi klasik untuk melihat apakah data terbebas dari maslah multikolinieritas, heteroskedastisitas, dan autokorelasi. Uji asumsi klasik penting dilakukan untuk menghasilkan estimator yang linier tidak bias dengan varian yang minimum (Best Linier Unbiased Estimator = BLUE), yang berarti model regresi tidak mengandung masalah. 3.3.4.1 Uji Korelasi Parsial Antar Variabel Independen Salah satu untuk mendeteksi multikolinieritas adalah dengan menguji koefisien korelasi (r) antar variabel independen. Sebagai aturan main yang kasar (rule of thumb), jika koefisien korelasi cukup tinggi katakanlah diatas 0,85 maka diduga ada multikolinieritas dalam model. Sebaliknya jika koefisien korelasi relative rendah (0,85) maka diduga model tidak mengandung unsur multikolinieritas. (Widarjono, 2005, 135) Tanpa adanya perbaikan multikolinieritas tetap menghasilkan estimator yang BLUE karena masalah estimator yang BLUE tidak memerlukan asumsi tidak adanya korelasi antar variabel independen. Multikolinieritas hanya menyebabkan kita kesulitan memperoleh estimator dengan standard error yang kecil. (Widarjono, 2005, 139) 3.3.4.2 Uji Heterosledastisitas (Metode White) Heteroskedastisitas adalah keadaan dimana faktor gangguan tidak memiliki varian yang sama. Pengujian terhadap gejala heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melakukan White Test, yaitu dengan cara meregresi residual kuadrat ( Ui2 ) dengan variabel bebas, variabel bebas kuadrat dan perkalian variabel bebas. Pedoman dalam penggunaan model white test adalah jika nilai ChiSquare hitung (n. R2) lebih besar dari nilai X2 kritis dengan derajat kepercayaan tertentu (α) maka ada heterokedasitisitas dan sebaliknya jika Chi-Square hitung lebih kecil dari nilai X2 menunjukan tidak adanya heterokedasitisitas. 3.3.4.3. Autokorelasi (metode Lagrange Multipier) Ho : tidak ada autokorelasi Ha : ada autokorelasi Dengan tingkat signifikan (α) sebesar 5% dan menggunakan distribusi χ2, maka : Jika χ2 hitung < χ2 kritis, berarti Ho diterima Jika χ2 hitung > χ2 kritis, berarti Ho ditolak Atau dengan cara lain untuk mendeteksi adanya autokorelasi dalam model bisa dilakukan menggunakan uji Durbin-Watson (DW), yaitu dengan cara membandingkan antara DW statistik ( d ) dengan dL dan dU, jika DW statistik berada diantara dU dan 4- dU maka tidak ada autokorelasi. Autokorelasi ragu-ragu tidak ada autokorelasi ragu-ragu Positif 0 autokorelasi negatif dl du 2 4-du 4-dl 4 Gambar 3.1. Statistik Durbin-Watson d Penentuan ada tidaknya autokorelasi dapat dilihat dengan jelas dalam Tabel 3.4. berikut ini : Tabel 3.4. Uji Statistik Durbin-Watson Nilai Statistik Hasil 0<d<dl Menolak hipotesa nul; ada autokorelasi positif dl≤d≤du Daerah keragu-raguan; tidak ada keputusan Menerima hipotesa nul; tidak ada autokorelasi du≤d≤4-du positif / negatif 4-du≤d≤4-dl Daerah keragu-raguan; tidak ada keputusan Menolak 4-dl≤d≤4 negative hipotesa nul; ada autokorelasi BAB IV HASIL DAN ANALISIS 4.1. Deskripsi Data Penelitian Semua data yang digunakan dalam analisis ini merupakan data sekunder deret waktu (time series) yang berbentuk annual mulai tahun 19862005. Penelitian mengenai permintaan deposito berjangka rupiah disini menggunakan data deposito berjangka rupiah pada bank umum di Yogyakarta sebagai variabel dependen (variabel tidak bebas). Sedangkan variabel independen terdiri dari Produk Domestik Regional Bruto, Suku Bunga Deposito, Laju Inflasi. Tabel 4.1 Data Observasi obs Y X1 X2 X3 1986 78678 7470269 11.44 4.31 1987 117008 7774144 8.61 8.83 1988 150052 8238398 8.85 8.9 1989 209874 8758936 16.49 4.43 1990 349700 9159241 18.54 5.21 1991 382541 9634857 9.65 10.73 1992 374089 10303121 7.37 8.38 1993 403009 10901831 7.62 4.78 1994 508022 11699390 4.12 10.01 1995 597448 12955802 7.45 8.55 1996 799037 13958968 5.22 10.91 1997 1477973 14449327 17.1 12.72 1998 3140804 12833873 25.29 7.46 1999 2694307 12960802 9.24 2.51 2000 2398917 13480000 3.88 7.32 2001 2911316 14056000 11.48 12.56 2002 2978601 14689000 12.35 12.01 2003 2765099 15360000 8.5 5.36 2004 2656517 16149000 6.52 6.95 2005 3907451 16898000 9.9 14.98 Sumber : Bank Indonesia dan Badan Pusat Statistik, berbagai tahun penerbit. Keterangan : Y = Deposito Berjangka Rupiah 3 bulanan pada bank umum (Juta Rp) X1 = Produk Domestik Regional Bruto Perkapita (Juta Rp) X2 = Suku Bunga Deposito Rupiah 3 bulanan (%) X3 = Laju Inflasi (%) Keseluruhan dari data yang digunakan sebagai bahan penelitian diperoleh dari kantor Badan Pusat Statistik (BPS) dan Bank Indonesia (BI). Data mengenai Deposito Berjangka Rupiah, Suku Bunga Deposito, Laju Inflasi, diperoleh dari statistik ekonomi keuangan Daerah dan laporan tahunan BI dari baerbagai tahun terbitan. Sedangkan untuk data PDRB diperoleh dari Statistik Indonesia dari berbagai edisi terbitan. Sebagaimana telah dijelaskan pada bab sebelumnya yaitu bahwa model yang digunakan sebagai alat analisis adalah model Error Correction Model (ECM). Model ECM digunakan untuk menguji spesifikasi model dan kesesuaian teori dengan kenyataan. Pengujian ini dilakukan dengan program komputer Econometric E-Views (eviews). Pembahasan dilakukan dengan analisis secara ekonometrik. 4.2 Hasil dan Analisis 4.2.1. Uji Akar-akar Unit dan Uji Integrasi Tahap pertama dilakukan uji akar-akar unit untuk mengetahui pada derajat ke berapa data yang digunakan stasioner. Uji akar-akar unit dilakukan untuk mengetahui apakah koefisien tertentu adalah satu (mempunyai akar unit). Penelitian ini menggunakan uji akar-akar unit yang dikembangkan oleh Philips Perron. Uji akar unit dilakukan dengan memasukkan konstanta dan trend untuk metode Philips Perron. Untuk uji akar-akar unit dan derajat integrasi, apabila nilai hitung PP lebih kecil daripada nilai kritis mutlak (pada α = 10% ), maka variabel tersebut tidak stasioner, sebaliknya jika nilai hitung mutlak PP lebih besar daripada nilai kritis mutlak (pada α = 10% ), maka variabel tersebut stasioner. Hasil dari pengujian akar-akar unit ini dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut ini : Tabel 4.2 Hasil Estimasi Akar-akar Unit pada Ordo Nol Nilai kritis Nilai hitung t- Mackinon statistik α = 10% PP PP Y -2.128931 -3.277364 X1 -1.935402 -3.277364 X2 -2.951388 -3.277364 X3 -4.961697 -3.277364 Variabel Sumber : Hasil Eviews Dari tabel diatas diketahui bahwa nilai hitung mutlak PP masingmasing variabel dengan derajat keyakinan 10% hanya ada satu variabel yang stasioner, yaitu variabel laju inflasi (X3) pada ordonol. Karena itu perlu dilanjutkan dengan uji derajat integrasi pertama. Hasil dari pengujian akar-akar unit pada derajat integrasi pertama dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut ini : Tabel 4.3 Hasil Estimasi Uji Derajat Integrasi Pertama dengan Nilai Kritis MacKinnon 10% Nilai kritis Nilai hitung t- Mackinon statistik α = 10% PP PP Y -3.707698 -3.286909 X1 -2.889363 -3.286909 X2 -6.775830 -3.286909 X3 -4.452218 -3.286909 Variabel Sumber : Hasil Eviews Dari tabel diatas diketahui bahwa nilai hitung mutlak PP masingmasing variabel dengan derajat keyakinan 10% sudah stasioner pada integrasi pertama, namun masih ada satu variable, yaitu variable PDRB yang masih belum stasioner pada derajat integrasi pertama, karena itu perlu dilanjutkan dengan uji derajat integrasi kedua. Hasil dari pengujian derajat integrasi kedua dapat dilihat pada tabel 4.4 berikut ini : Tabel 4.4 Hasil Estimasi Uji Derajat Integrasi Kedua dengan Nilai Kritis MacKinnon 10% Nilai kritis Nilai hitung t- Mackinon statistik α = 10% Variabel PP PP Y -7.210287 -3.297799 X1 -6.254901 -3.297799 X2 -8.176770 -3.297799 X3 -6.364384 -3.297799 Sumber : Hasil Eviews Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa nilai uji Philips Perron nilai PP statistiknya lebih besar daripada nilai PP kritisnya pada masing-masing variable, yang berarti data ini telah stasioner pada differensi kedua dan bisa untuk dilanjutkan ke uji kointegrasi. 4.2.2. Uji Kointegrasi Uji Kointegrasi merupakan kelanjutan dari uji akar-akar unit dan uji derajat integrasi. Uji kointegrasi dapat dipandang sebagai uji keberadaan hubungan jangka panjang, seperti yang dikehendaki oleh teori ekonomi. Tujuan utama uji kointegrasi ini adalah untuk mengetahui apakah residual regresi terkointegrasi stasioner atau tidak. Apabila variabel terkointegrasi maka terdapat hubungan yang stabil dalam jangka panjang. Dan sebaliknya jika tidak terdapat kointegrasi antar variabel maka implikasi tidak adanya keterkaitan hubungan dalam jangka panjang. Berikut ini hasil uji kointegrasi CRDW : Tabel 4.5 Nilai Regresi Uji Kointegrasi Persamaan Kointegrasi CRDW Hitung CRDW Tabel α : 10% Y=f(X1, X2, X3,X4) 0,771083 0,69 Sumber : hasil Eviews Dari hasil estimasi diatas dapat dilihat bahwa nilai CRDW hitung sebesar 0,771083 sedangkan nilai kritis CRDW pada derajat kepercayaan sebesar 10% yaitu 0,69 Karena nilai CRDW hitung lebih besar dari CRDW table maka hal ini mengindikasikan bahwa adanya kointegrasi data. 4.2.3. Pendekatan Error Correction Model (ECM) Model Koreksi Kesalahan (Error Correction Model) merupakan metode pengujian yang dapat digunakan untuk mencari model keseimbangan dalam jangka panjang. Untuk menyatakan apakah model ECM yang digunakan sahih atau tidak maka koefisien Error Corection Term (ECT) harus signifikan. Jika koefisien ini tidak signifikan maka model tersebut tidak cocok dan perlu dilakukan perubahan spesifikasi lebih lanjut. (Insukindro, 1993, 12-16) Berikut merupakan model ECM yang digunakan pada penelitian ini : DYt = β0 + β1 DX1t - β2 X2t + β3 DX3t + β4 + β5 ECT Notasi : DY = Y-Yt-1 DX1 = X1-X1t-1 DX2 = X2-X2t-1 DX3 = X3-X3t-1 ECT =RESID(-1) β1, β2, β3, β4 = Koefisien regresi ECM jangka pendek β5 = Koefisien ECT (error correction term) Hasil pengolahan data yang dilakukan dengan menggunakan program komputer EViews, dengan model regresi linier ECM ditampilkan sebagai berikut : Tabel 4.6 Hasil Estimasi Model Dinamis ECM Dependent Variable: D(Y) Method: Least Squares Date: 01/28/08 Time: 20:08 Sample(adjusted): 1987 2005 Included observations: 19 after adjusting endpoints Variable Coefficient Std. Error t-Statistic C 385188.5 81342.93 4.735366 D(X1) -0.439661 0.115763 -3.797930 D(X2) 35589.60 9986.634 3.563723 D(X3) 30578.06 14977.20 2.041640 ECT -0.691576 0.295668 -2.339027 R-squared 0.813505 Mean dependent var Adjusted R-squared 0.760221 S.D. dependent var S.E. of regression 250687.2 Akaike info criterion Sum squared resid 8.80E+11 Schwarz criterion Log likelihood -260.2660 F-statistic Durbin-Watson stat 1.090860 Prob(F-statistic) Prob. 0.0003 0.0020 0.0031 0.0605 0.0347 201514.4 511949.0 27.92273 28.17127 15.26729 0.000053 Sumber : Hasil Eviews Dari estimasi model dinamis ECM dapat diperoleh fungsi regresi OLS sebagai berikut : D(Y) = 385188.5 + -0.439661 DX1 + 35589.60 DX2 + 30578.06 DX3 0.691576 ECT Berdasarkan hasil estimasi model dinamis ECM diatas, maka dapat dilihat pada variabel Error Correction Term (ECT) nya signifikan pada tingkat signifikansi 5% dan mempunyai tanda negatif. Maka spesifikasi model sudah sahih dan dapat menjelaskan variasi pada variabel tak bebas. (Insukindro, 1993, 2) Untuk mengetahui apakah hasil estimasi dapat dipercaya maka dilakukan pengujian lebih lanjut yaitu berupa uji ekonometri. Uji tersebut dimaksudkan untuk mengetahui apakah penafsiran-penafsiran terhadap parameter sudah bermakna secara teoritis dan nyata secara statistic. 4.2.4. Analisis Statistik Jangka Pendek Untuk mengetahui lebih lanjut tingkat signifikansi model ECM tersebut, maka akan dilakukan pengujian lebih lanjut yaitu pengujian variabel-variabel tersebut secara individual (uji t), dan pengujian keoefisien determinasi (R2) dari hasil perhitungan yang telah dilakukan sebelumnya. 4.2.4.1. Uji Secara Individual (Uji t) Pengujian secara individual ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah masing-masing variabel independen berpengaruh secara signifikan terhadap variabel independen. Uji ini dilakukan dengan melihat besarnya t hitung atau dengan melihat tingkat probabilitasnya, (Abdul Hakim, 2000, 101) Jika t hitung > t tabel, maka variabel bebas tersebut berpengaruh terhadap variabel tak bebas secara individu. Dengan menggunakan derajat kepercayaan 5% maka jika nilai probabilitasnya < 0,05 , berarti variabel tersebut signifikan pada taraf signifikan 5%. Kriteria Pengujian : Uji hipotesis positif satu sisi : Ho : βi ≤ 0, artinya independen variabel secara individu tidak berpengaruh positif terhadap variabel dependen. Ha: βi > 0, artinya independen variabel secara individu berpengaruh positif terhadap variabel dependen. Uji hipotesis negatif satu sisi : Ho : βi ≥ 0, artinya independen variabel secara individu tidak berpengaruh negatif terhadap variabel dependen. Ha: βi<0, artinya independen variabel secara individu berpengaruh negatif terhadap variabel dependen. Dari hasil pengujian data dengan Eviews diperoleh nilai t hitung masing-masing variabel dan probabilitasnya sebagai berikut : Tabel 4.7 Hasil Uji t Jangka Pendek Variabel t-hitung Probabilitas DX1 -3.797930 1,746 0.0020 DX2 3.563723 1,746 0.0031 DX3 2.339027 1,746 0.0605 ECT -2.339027 1,746 0.0347 Sumber : Hasil Eviews Signifikan pada α = 5% t-tabel t-tabel* = t α df (n-k) = t (α = 5% ; 16) = 1,746 Dari hasil perhitungan dengan program EViews, dapat disimpulkan hasil pengujian secara individu adalah sebagai berikut : 4.2.4.1.1. Uji t terhadap Parameter β1 (DX1) Ho : β1 ≤ 0, artinya variabel PDRB tidak berpengaruh positif terhadap variabel deposito berjangka rupiah Ha : β1 > 0, artinya variabel PDRB berpengaruh positif terhadap variabel deposito berjangka rupiah t hitung = -3.797930 t tabel = 5%, 16 = 1,746 Hasil perhitungan Æ t hitung > t tabel Kesimpulannya : Tolak Ho dan Terima Ha artinya variabel PDRB berpengaruh dan berhubungan negatif terhadap variabel deposito berjangka rupiah. 4.2.4.1.2. Uji t terhadap parameter β2 (DX2) Ho : β2 ≤ 0 , artinya variabel suku bunga deposito tidak berpengaruh positif terhdap variabel deposito berjangka rupiah. Ha : β2 < 0 , artinya variabel suku bunga deposito berpengaruh positif terhadap variabel deposito berjangka rupiah. t hitung = 3.563723 t tabel = 5%, 16 = 1,746 Hasil perhitungan Æ t hitung > t tabel Kesimpulannya : Tolak Ho dan Terima Ha artinya variabel suku bunga deposito berpengaruh dan berhubungan positif terhadap variabel deposito berjangka rupiah. 4.2.4.1.3. Uji t terhadap parameter β3 (DX3) Ho : β3 ≤ 0, artinya variabel laju inflasi tidak berpengaruh positif terhadap variabel deposito berjangka rupiah. Ha : β3 > 0, artinya variable laju inflasi berpengaruh positif terhadap variabel deposito berjangka rupiah t hitung = 2.339027 t tabel = 5%, 16 = 1,746 Hasil perhitungan Æ t hitung < t tabel Kesimpulannya : Tolak Ho dan terima Ha artinya variabel laju inflasi berpengaruh dan berhubungan positif terhadap variabel deposito berjangka rupiah. 4.2.4.2. Uji Secara Serempak (Uji F) Uji F-statistik dilakukan untuk mengetahui apakah variabel bebas (X) secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel tidak bebas. Pengujian ini dilakukan dengan membandingkan nilai F-hitung dengan nilai F-tabel pada derajat kebebasan (k-1, n-k-1) dan tingkat signifikansi (α) 5%. Jika nilai F-hitung lebih besar dari nilai F tabel maka Ho ditolak dan Ha diterima. Artinya variabel bebas secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap variabel tidak bebas dan jika F-hitung lebih kecil dari nilai F-tabel maka Ho diterima dan Ha ditolak. Artinya variabel bebas secara bersama-sama tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel tidak bebas. Nilai F-tabel dengan derajat kebebasan (3,16) dan α 5% adalah 3.24. Dari hasil regresi diketahui bahwa nilai F-hitung adalah 15.26729. Dengan demikian F-hitung lebih besar dari nilai F-tabel, artinya secara bersama-sama variabel Produk Domestik Regional Bruto (X1), Suku Bunga Deposito (X2),dan Laju Inflasi (X3), berpengaruh signifikan terhadap Deposito Berjangka Rupiah. 4.2.4.3. Koefisien Determinasi (R2) Nilai R2 (koefisien determinasi) dilakukan untuk melihat seberapa besar variabel independen berpengaruh terhadap variabel dependen. Nilai R2 berkisar antara 0 - 1. Nilai R2 makin mendekati 0 maka pengaruh semua variabel independen terhadap variabel dependen makin kecil Dan sebaliknya nilai R2 makin mendekati 1 maka pengaruh semua variabel independen terhadap variabel dependen makin besar. Dari hasil regresi diketahui bahwa nilai R2 adalah 0.813505, yang berarti variasi variabel produk domestik regional bruto (X1), suku bunga deposito (X2), laju inflasi (X3), mempengaruhi variabel deposito berjangka rupiah sebesar 81.3505%. Sedangkan sisanya (18.6495%) dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dianalisis dalam model regresi ini. 4.2.4.4. Pengujian Asumsi Klasik Pengujian ini dimaksudkan untuk mendeteksi ada tidaknya multikolinieritas, heteroskedastisitas, dan autokorelasi dalam hasil estimasi, karena apabila terjadi penyimpangan terhadap asumsi klasik tersebut. Uji t dan uji F yang dilakukan menjadi tidak falid dan secara statistik dapat mengacaukan kesimpulan yang diperoleh. Dengan kata lain, apakah hasil-hasil regresi telah memenuhi kaidah Best Linier Unbiased Estimator (BLUE) sehingga tidak ada gangguan serius terhadap asumsi klasik dalam metode kuadrat terkecil tunggal (OLS) yaitu masalah multikolinieritas, heteroskedastisitas, dan autokorelasi. 4.2.4.4.1. Uji Multikolinieritas Jangka Pendek Uji multikolinearitas dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan yang signifikan diantara variabel bebas. Deteksi adanya multikolinearitas dilakukan dengan menggunakan uji korelasi parsial antar variabel independent. Dengan melihat nilai koefisien korelasi (r) antar variabel independen, dapat diputuskan apakah data terkena multikolinearitas atau tidak menguji koefisien korelasi (r) antar variabel independen. Hasil pengujian multikolinearitas menggunakan uji korelasi (r) dapat dilihat sebagai berikut: Tabel 4.8 Hasil Uji Multikolinieritas Jangka Pendek D(X1) D(X2) D(X3) D(X1) 1 -0.15795 0.326186 D(X2) -0.15795 1 0.006939 D(X3) 0.326186 0.006939 1 Dari tabel hasil analisis uji multikolinieritas di atas terlihat bahwa koefisiensi korelasi di bawah 0.85, sehinnga dapat disimpulkan bahwa tidak ada masalah multikolinieritas dalam model analisis regresi. 4.2.4.4.2. Uji Heteroskedastisitas Jangka Pendek Uji heteroskedasitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varian residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut homokesdasitas dan jika berbeda disebut heteroskedasitas. Metode yang digunakan untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas pada penelitian ini adalah pengujian White. Pengujian heteroskedastisitas dilakukan dengan bantuan program komputer Eviews 4.1, dan diperoleh hasil regresi seperti pada tabel berikut ini: Tabel 4.9 Hasil Uji Heteroskedastisitas Jangka Pendek White Heteroskedasticity Test: F-statistic 2.010583 Obs*R-squared 11.71603 Probability Probability 0.148997 0.164331 Test Equation: Dependent Variable: RESID^2 Method: Least Squares Date: 01/31/08 Time: 04:12 Sample: 1987 2005 Included observations: 19 Variable Coefficient C -4.15E+09 D(X1) 7398.465 (D(X1))^2 -0.005330 D(X2) 5.69E+09 (D(X2))^2 73357501 D(X3) 7.06E+09 (D(X3))^2 4.08E+09 ECM -30546.37 ECM^2 -0.080276 R-squared 0.616633 Adjusted R-squared 0.309939 S.E. of regression 9.57E+10 Sum squared resid 9.16E+22 Log likelihood -501.2723 Durbin-Watson stat 2.174266 Std. Error t-Statistic 7.35E+10 -0.056512 56704.59 0.130474 0.061735 -0.086330 4.08E+09 1.396135 4.66E+08 0.157293 6.72E+09 1.050472 1.51E+09 2.710911 48271.02 -0.632810 0.086849 -0.924318 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic) Prob. 0.9560 0.8988 0.9329 0.1929 0.8781 0.3182 0.0219 0.5411 0.3771 4.82E+10 1.15E+11 53.71287 54.16023 2.010583 0.148997 Sumber : Hasil Eviews Dari tabel 4.9 diketahui bahwa koefisien determinasi (R2) sebesar 0.616633. Nilai Chi-squares hitung sebesar 11.71603 yang diperoleh dari informasi Obs*R-squared, sedangkan nilai kritis Chi-squares (χ2) pada α = 5% dengan df sebesar 8 adalah 15.5073. Karena nilai Chi-squares hitung (χ2) lebih kecil dari nilai kritis Chi-squares (χ2) maka dapat disimpulkan tidak ada masalah heteroskedastisitas. Model mengandung heteroskedastisitas juga bisa dilihat dari nilai probabilitas Chi-Squares sebesar 0.164331 yang lebih besar dari nilai α (alpha) sebesar 0,05. Berarti Ho diterima dan kesimpulannya tidak ada heteroskedastisitas. 4.2.4.4.3 Uji Autikorelasi Jangka Pendek Untuk mendeteksi masalah autokorelasi digunakan Uji LM Test. Uji ini sangat berguna untuk mengidentifikasi masalah autokorelasi tidak hanya pada derajat pertama (first order) tetapi juga digunakan pada tingkat derajat. Jika hasil uji LM berada pada hipotesa nol (Ho) yaitu nilai chi squares hitung (χ2) < dari pada nilai kritis chi squares (χ2), maka model estimasi tidak terdapat autokorelasi, begitu pula sebaliknya jika berada pada hipotesa alternatif (Ha) yaitu nilai chi squares hitung (χ2) > dari pada nilai kritis chi squares (χ2), maka terdapat auto korelasi. Tabel 4.9 Uji Autokorelasi Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic 0.239888 Probability Obs*R-squared 0.676252 Probability Test Equation: Dependent Variable: RESID Method: Least Squares Date: 02/01/08 Time: 10:11 Presample missing value lagged residuals set to zero. Variable Coefficient Std. Error t-Statistic C 773.6924 101765.1 0.007603 D(X1) 0.024708 0.162191 0.152338 D(X2) -827.0130 12919.57 -0.064012 D(X3) -3356.745 21753.12 -0.154311 RESID(-1) 0.101963 0.488420 0.208762 0.790123 0.713105 Prob. 0.9940 0.8813 0.9499 0.8797 0.8379 RESID(-2) R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat 0.226392 0.035592 -0.335334 301290.6 1.18E+12 -263.0555 1.477618 0.555413 0.407611 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic) 0.6902 7.35E-11 260729.8 28.32163 28.61987 0.095955 0.991252 Sumber : Hasil Eviews Dari hasil regresi diatas dapat dilihat Nilai koefisiensi determinasinya (R2) sebesar 0.0335334. Nilai Chi Squared (χ2),sebesar 0.676252. Sedangkan nilai kritis (χ2), pada α=10% dengan df sebesar 3 adalah 6.25139 . Karena nilai chi squares hitung (χ2) < dari pada nilai kritis chi squares (χ2), maka dapat disimpulkan model tidak mengandung masalah autokorelasi. 4.2.5. Analisis Statistik Jangka Panjang Tabel 4.11 Hasil Analisis Regresi Dependent Variable: Y Method: Least Squares Date: 01/31/08 Time: 09:04 Sample: 1986 2005 Included observations: 20 Variable Coefficient C -3842648. X1 0.407135 X2 60713.71 X3 -32296.19 R-squared 0.766682 Adjusted R-squared 0.722935 S.E. of regression 688753.8 Sum squared resid 7.59E+12 Log likelihood -295.0001 Durbin-Watson stat 0.771083 Sumber : Hasil Eviews Std. Error t-Statistic 795472.2 -4.830650 0.060410 6.739488 29949.25 2.027220 52238.53 -0.618245 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic) Prob. 0.0002 0.0000 0.0596 0.5451 1445022. 1308497. 29.90001 30.09916 17.52529 0.000026 4.2.5.1. Uji Secara Individual (Uji t) Pengujian secara individual ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah masing-masing variabel independen berpengaruh secara signifikan terhadap variabel independen. Uji ini dilakukan dengan melihat besarnya t hitung atau dengan melihat tingkat probabilitasnya. (Abdul Hakim, 2000, 101) Jika t hitung > t tabel, maka variabel bebas tersebut berpengaruh terhadap variabel tak bebas secara individu. Dengan menggunakan derajat kepercayaan 5% maka jika nilai probabilitasnya < 0,05 , berarti variabel tersebut signifikan pada taraf signifikan 5%. Kriteria Pengujian : Uji hipotesis positif satu sisi : Ho : βi ≤ 0, artinya independen variabel secara individu tidak berpengaruh positif terhadap variabel dependen. Ha: βi>0, artinya independen variabel secara individu berpengaruh positif terhadap variabel dependen. Uji hipotesis negatif satu sisi : Ho : βi ≥ 0, artinya independen variabel secara individu tidak berpengaruh negatif terhadap variabel dependen. Ha: βi<0, artinya independen variabel secara individu berpengaruh negatif terhadap variabel dependen. Dari pengujian data dengan Eviews diperoleh nilai t hitung masingmasing variabel dan probabilitasnya sebagai berikut : Tabel 4.12 Hasil Uji t Jangka Panjang Variabel t-hitung t-tabel* Probabilitas X1 6.739488 1,746 0.0000 X2 2.027220 1,746 0.0596 X3 -0.618245 1,746 0.5451 Sumber: Hasil Eviews * Signifikan pada α = 5% t-tabel = t α df (n-k) = t (α = 5% ; 16) = 1,746 Dari hasil perhitungan dengan program EViews, dapat disimpulkan hasil pengujian secara individu adalah sebagai berikut : 4.2.5.1.1. Uji t terhadap parameter β1 (X1) Ho : β1 ≤ 0, artinya variabel produk domestik regional bruro tidak berpengaruh positif terhadap variabel deposito berjangka rupiah. Ha : β1 > 0, artinya variabel produk domestik regional bruto berpengaruh positif terhadap variabel deposito berjangka rupiah. t hitung = 6.739488 t tabel = 5%, 16 = 1,746 Hasil perhitungan Æ t hitung > t tabel Kesimpulannya : tolak Ho dan terima Ha artinya variabel produk domestik regional bruto berpengaruh dan berhubungan positif terhadap variabel deposito berjangka rupiah. 4.2.5.1.2. Uji t terhadap parameter β2 (X2) Ho : β1 ≤ 0, artinya variabel suku bunga deposito tidak berpengaruh positif terhadap variabel deposito berjangka rupiah. Ha : β1 > 0, artinya variabel suku bunga deposito berpengaruh positif terhadap variabel deposito berjangka rupiah. t hitung = 2.027220 t tabel = 5%, 16 = 1,746 Hasil perhitungan Æ t hitung > t tabel Kesimpulannya : tolak Ho dan terima Ha artinya variabel suku bunga deposito berpengaruh dan berhubungan positif terhadap variabel deposito berjangka rupiah. 4.2.5.1.3. Uji t terhadap parameter β3 (X3) Ho : β3≥0,artinya variabel laju inflasi tidak berpengaruh negatif terhadap variabel deposito berjangka rupiah. Ha : β3<0, artinya variable ULN berpengaruh negatif terhadap variabel deposito berjangka rupiah. t hitung = -0.618245 t tabel = 5%, 16 = 1,746 Hasil perhitungan Æ t hitung < t tabel Kesimpulannya : tolak Ha dan terima Ho artinya variabel laju inflasi tidak berpengaruh dan berhubungan negatif terhadap deposito berjangka rupiah. 4.2.5.2. Uji Secara Serempak (Uji F) Uji F-statistik dilakukan untuk mengetahui apakah variabel bebas (X) secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel tidak bebas. Pengujian ini dilakukan dengan membandingkan nilai F-hitung dengan nilai F-tabel pada derajat kebebasan (k-1, n-k-1) dan tingkat signifikansi (α) 5%. Jika nilai F-hitung lebih besar dari nilai F tabel maka Ho ditolak dan Ha diterima. Artinya variabel bebas secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap variabel tidak bebas dan jika F-hitung lebih kecil dari nilai F-tabel maka Ho diterima dan Ha ditolak. Artinya variabel bebas secara bersama-sama tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel tidak bebas. Nilai F-tabel dengan derajat kebebasan (4,16) dan α 5% adalah 3.24. Dari hasil regresi diketahui bahwa nilai F-hitung adalah 17.52529. Dengan demikian F-hitung lebih besar dari nilai F-tabel, artinya secara bersama-sama variabel Produk Domestik Regional bruto (X1), Suku Bunga Deposito (X2), Laju Inflasi (X3), berpengaruh signifikan terhadap deposito berjangka rupiah. 4.2.5.3. Koefisien Determinasi (R2) Nilai R2 (koefisien determinasi) dilakukan untuk melihat seberapa besar variabel independen berpengaruh terhadap variabel dependen. Nilai R2 berkisar antara 0 - 1. Nilai R2 makin mendekati 0 maka pengaruh semua variabel independen terhadap variabel dependen makin kecil Dan sebaliknya nilai R2 makin mendekati 1 maka pengaruh semua variabel independen terhadap variabel dependen makin besar. Dari hasil regresi diketahui bahwa nilai R2 adalah 0.766682, yang berarti variasi variabel produk domestik regional bruto (X1), suku bunga deposito (X2), laju inflasi (X3), mempengaruhi variabel deposito berjangka rupiah sebesar 76.6682%. Sedangkan sisanya (23.3318%) dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dianalisis dalam model regresi. 4.2.6. Analisis Ekonomi Dari hasil regresi model dinamis ECM terhadap variabel produk domestik bruto seperti terlihat pada tabel 4.6, dapat diketahui bahwa nilai R2 sebesar 0.813505 ini menunjukkan bahwa 81.35% variasi variabel dependen (deposito berjangka rupiah) dapat dijelaskan oleh variasi variabel-variabel independen (produk domestik regional bruto, suku bunga deposito, laju inflasi) dalam jangka pendek, sedangkan sisanya 18.65% dijelaskan oleh variasi diluar model yang tidak diikutsertakan dalam penelitian ini. Dalam jangka panjang variasi variabel-variabel independen (produk domestik regional bruto, suku bunga deposito, laju inflasi) dapat menjelaskan variabel dependen (deposito berjangka rupiah) sebesar 0.766682, ini berarti variabel independen dapat menjelaskan variabel dependen sebesar 76.66% dan sisanya, yaitu sebesar 23.34% dijelaskan oleh variabel diluar model yang tidak diikutsertakan dalam penelitian. Dari regresi variabel Error Correction Term (ECT) dapat diketahui besarnya koefisien ECT sebesar -0.691576 dengan taraf signifikansi sebesar 0.0347 artinya bahwa variabel tersebut signifikan pada taraf signifikansi 5%, dan perbedaan antara nilai aktual deposito berjangka rupiah dengan nilai keseimbangannya sebesar -0.691576 akan disesuaikan dalam waktu satu tahun. Dengan demikian, spesifikasi model yang dipakai dalam penelitian ini adalah tepat dan mampu menjelaskan hubunagan jangka pendek maupun jangka panjang. Oleh karena itu persamaan tersebut sudah sahih dan tidak ada alasan untuk ditolak. Berikut analisis interpretasi koefisien regresi variabel-variabel dalam model ECM maupun model regresi linier yaitu sebagai berikut: 4.2.6.1 Pengaruh Produk Domestik Regional Bruto Terhadap Deposito Berjangka Rupiah. Hasil perhitungan menunjukkan koefisien regresi variabel produk domestik regional bruto dalam jangka pendek (DX1) mempunyai hubungan yang signifikan dengan tingkat probabilitas sebesar 0.0020 dengan koefisien sebesar -0.439661 yang berarti bahwa dalam jangka pendek, jika produk domestik regional bruto naik sebesar 1 Juta, maka permintaan deposito berjangka rupiah akan mengalami peningkatan sebesar Rp 0.439661 juta. Dalam jangka panjang produk domestik regional bruto mempunyai hubungan yang signifikan dengan tingkat probabilitas sebesar 0,0000. Dengan koefisien jangka panjang yaitu 0.407135 yang berarti jika produk domestik regional bruto naik sebesar 1 Juta, maka permintaan deposito berjangka rupiah akan mengalami peningkatan sebesar Rp 0.407135 juta. 4.2.6.2. Pengaruh Suku Bunga Deposito Terhadap Deposito Berjangka Rupiah Dari hasil perhitungan menunjukkan koefisien regresi variabel suku bunga deposito dalam jangka pendek (DX2) memiliki hubungan positif terhadap variabel deposito berjangka rupiah yaitu sebesar 35589.60. Hal ini sesuai dengan hipotesis yaitu mempunyai hubungan positif dengan tingkat signifikansi variabel inflasi sebesar 0,0031 signifikan pada tingkat signifikan 5%.Yang berarti jika suku bunga deposito naik sebesar 1%, akan meningkatkan deposito berjangka rupiah sebesar Rp 35589.6 Juta. Artinya variabel suku bunga deposito dalam jangka pendek berpengaruh terhadap deposito berjangka rupiah. Dalam jangka panjang suku bunga deposito mempunyai hubungan yang signifikan dengan tingkat probabilitas sebesar 0,0596. Dengan koefisien jangka panjang yaitu 60713.71 yang berarti bahwa jika suku bunga deposito naik sebesar 1%, maka akan meningkatkan deposito berjangka rupiah sebesar Rp 60713.71 Juta. Hasil analisis tersebut senada dengan penelitian yang dilakukan Ikha Novianti (2004) meneliti tentang “Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi deposito berjangka bank umum di Indonesia. Variabel yang digunakan adalah Pendapatan Nasional, tingkat suku bunga deposito, total aktiva bank umum, jumlah kantor bank umum. Alat analisis yang digunakan adalah PAM. Dari penelitian ini disimpulkan bahwa ada tiga variabel yang berpengaruh secara signifikan terhadap deposito berjangka bank umum di Indonesia, yaitu tingkat suku bunga deposito, total aktiva bank umum dan tingkat deposito sebelumnya. 4.2.6.3. Pengaruh Laju Inflasi Terhadap Deposito Berjangka Rupiah Dari hasil perhitungan menunjukkan koefisien regresi variabel inflasi dalam jangka pendek (DX3) memiliki hubungan positif terhadap variabel deposito berjangka rupiah yaitu sebesar 30578.06 . Hal ini sesuai dengan hipotesis yaitu mempunyai hubungan positif dengan tingkat signifikansi variabel inflasi sebesar 0,0605 signifikan pada tingkat signifikan 5%. Jika inflasi naik sebesar 1%, maka akan meningkatkan deposito berjangka rupiah sebesar Rp 30578.06. Artinya variabel inflasi dalam jangka pendek berpengaruh terhadap permintaan deposito berjangka rupiah. Hasil analisis tersebut senada dengan penelitian Tuti (2006) meneliti tentang “Analisis permintaan deposito berjangka dalam negeri pada bank umum di Indonesia”. Variabel yang digunakan adalah tingkat inflasi, nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika, suku bunga deposito dalam negeri. Alat analisis yang digunakan adalah PAM. Dari penelitian ini disimpulkan bahwa ada dua variabel yang berpengaruh secara signifikan terhadap deposito berjangka dalam negeri bank umum di Indonesia, yaitu tingkat inflasi dan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika. BAB V SIMPULAN DAN IMPLIKASI 5.1. Simpulan Penelitian ini dimaksudkan untuk mengkaji pengaruh variabel produk domestik regional bruto, suku bunga deposito, laju inflasi dan terhadap permintaan deposito berjangka rupiah pada bank umum di DIY pada kurun waktu tahun 1986 sampai 2005 dengan menggunakan Pendekatan ECM (Error Correction Model), dari hasil analisis data yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Hasil pengujian yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa variabel Produk Domestik Regional Bruto, Suku Bunga Deposito, Laju Inflasi, mengindikasikan bahwa variabel- variabel tersebut berpengaruh signifikan dalam jangka pendek maupun jangka panjang. 2. Untuk uji kebaikan (uji F dan R2) menunjukkan bahwa model cukup bagus karena secara bersama-sama variabel independent yaitu Produk Domestik Regional Bruto, Tingkat Suku Bunga Deposito, Inflasi, berpengaruh terhadap Permintaan Deposito Berjangka Rupiah pada Bank Umum di DIY. Dengan besarnya nilai R2 sebesar 0.813505 berarti 81.35% variasi variabel independen (Produk Domestik Regional Bruto, Suku Bunga Deposito, Laju Inflasi,) mampu menjelaskan variasi variabel dependen (Permintaan Deposito Berjangka Rupiah pada Bank Umum di DIY). 3. Variabel Suku Bunga Deposito secara statistik positif dan signifikan dan sesuai dengan hipotesis, berarti suku bunga deposito berpengaruh terhadap pertmintaan deposito berjangka rupiah pada bank umum di DIY periode 1986-2005. Kenaikan suku bunga deposito dapat meningkatkan permintaan deposito berjangka rupiah, karena dengan suku bunga deposito yang tinggi maka simpanan yang akan diterima masyarakat akan bertambah 4. Tanda koefisien koreksi kesalahan sebesar -0,691576 menunjukkan bahwa 69.15% ketidakseimbangan dalam jangka pendek akan disesuaikan dalam setiap tahun. 5. Hasil analisis regresi metode ECM yang dihasilkan bebas dari masalah asumsi klasik, yaitu autokorelasi, heteroskedastisitas dan multikolinearitas. 5.2. Implikasi 1. Dengan semakin meningkatnya deposito berjangka rupiah, bank-bank hendaknya lebih efisien dalam mengelola dana yang dihimpun. Selanjutnya harus ada usaha pemerintah untuk tetap menjaga kestabilan tingak suku bunga dan nilai tukar rupiah, supaya masyarakat dapat mendepositokan uangnya dengan kepastian dan lebih banyak lagi. 2. Upaya yang dilakukan oleh perbankan dalam menghimpun dana dari masyarakat yang berupa DPK (dana pihak ketiga), hendaknya perbankan lebih meningkatkan produk-produk dan pelayanan jasa perbankan sehingga dapat menaarik minat masyarakat untuk mendepositokan uangnya. 3. Menejemen dana perbankan terkait dua aktivitas, penghimpunan dana dan alokasi dana. Sasaran utama dari menejemen dan perbankan adalah tercapainya tingkat profitabilitas yang cukup dan tingkat likuiditas yang tetap terjaga. Penghimpunan dana berupa Deposito berjangka baik Rupiah maupun Valuta asing merupakaan salah satu sisi dari menejemen dana perbankan, yaitu penghimpunan dana dari masyarakat kepada perbankan. Setiap bank perlu berupaya meningkatkan kemampuan dalam penghimpunan dana masyarakat, antara lain dalm bentuk deposito berjangka. Keberhsilan dalam penghimpunan deposito berjngka akan bermuara pada terjaganya likuiditas bank. 4. Dengan adanya program insurance deposit scheme (IDS), atau program asuransi penjaminan terhadap dana masyarakat yang disimpan di bank. Hendaknya di wajibkan kepada semua bank yang beroperasi di Indonesia memiliki program IDS, sehingga masyarakat tidak perlu mengkhawatirkan dana yang sudah disimpan di bank, dan masyarakat dapat mendepositokan uangnya lebih banyak lagi. DAFTAR PUSTAKA Abe, Shiguyuki, et al (1977), Finance Liberalization and Domestic Saving in Economical Development : An Empirical Test six Countries, Pakistan development Review, Islamabad, volume XVI ________, Statistik Indonesia berbagai edisi. Yogyakarta: Badan Pusat Statistik. ________, Statistik Ekonomi Keuangan Daerah, Berbagai Edisi. Yogyakarta: Bank Indonesia. Boediono (1998). Ekonomi Mikro, Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi No. 1. BPFE , Yogyakarta. Boediono (2001), Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penghimpunan Deposito Berjangka pada Bank Umum Pemerintah dn Bank Umum Swasta Nasional Indonesia, Jurnal Riset Ekonomi dan Menejemen, Vol.1 September, hal 15-27 Danoesapoetro, Marjanto, et al, Peranan dan prospek Bank Perkreditan Rakyat dalam Rangka Kebijakan Pakto 1988, Pengembangan Perbankan, Jakarta, No 25 /XOktober /1990. Gujarati, Damodar (1997), Ekonometrika Dasar, Alih Bahasa Sumarno Zain, Erlangga, Jakarta. Hakim, Abdul (2000) , Statistik Induktif, Ekonisia, Yogyakarta. Hamid, Edy Suandi (1999), analisis PAM dalam permintaan Deposito di Indonesia, Utilitas, No. 9 th ke-7 Yogyakarta, hal 19. Insukindro, (1993), Ekonomi Uang dan Bank, BPFE, UGM, Yogyakarta. Kusdiyanto (1994), Analisis Beberapa Faktor terhadap Deposito dan Kredit Bankbank Umum Devisa di Indonesia, Tesis, Program Pascasarjana Universits Airlangga, Surabaya. Mankiw, N. Gregory (2000), Teori Makro Ekonomi, Alih Bahasa Imam Nurmawan, Edisi Keempat, Erlangga, Jakarta. Martono (2003), Bank dan Lembaga keuangan Lain, Edisi kedua, ekonisia, Yogyakarta. Nopirin (1985), Ekonomi Moneter, BPFE, Yogyakarta. Noviati, Ikha (2004), Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Deposito Berjangka Bank Umum Di Indonesia (1986-2002), Sekripsi Sarjana, Fakultas Ekonomi, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta. Nurhayati, S.F. dan Niladewi, K (2003), Analisa permintaan deposito dalam Valuta Asing Pada Bank Swasta Nasional di Indonesia, jurnal Ekonomi Pembangunan, vol. 4, Desember, 110-123 Retno Damayanti, D. (1999), Hubungan Kausalitas antara Inflasi dan Tingkat Bunga Deposito, Skripsi Sarjana (Tidak dipublikasikan), Fakultas Ekonomi, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta. Salvatore, Dominick (1995), Ekonomi Internasional, Erlangga, Jakarta. Setianingsih, W. (2001), Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Deposito Berjangka Rupiah di Indonesia (1984-1999). Skripsi Sarjana (Tidak dipublikasikan), Fakultas Ekonomi, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta. Sriyana, Jaka (2003), Modul Teori Pelatihan Ekonometrika, Yogyakarta Sumaryati, Maria Margaretha (1992), Analisis Manajemen Bank menghadapi Tahun 2000, tesis, UGM, Yogyakarta. Suparmoko (1990), Pengantar Ekonomika Mikro, Edisi 2, BPFE, Yogyakarta. Suyatno, Thomas dkk (1996), Kelembagaan Perbankan, Gramedia, Jakarta. Tuti. (2006), Analisis Permintaan Deposito Berjangka Dalam Negeri Pada Bank Umum Di Indonesia, Skripsi Sarjana (Tidak dipublikasikan) Fakultas Ekonomi, Universitas Islam Indonesia. Yogyakarta. U Tun Wai, Financial Intermediaries and National Saving in Developing Countries, Praeger Publisher, New York, 1972. Widarjono, Agus (2005), Ekonometrika Teori dan Aplikasi, Edisi pertama, EKONISIA, Yogyakarta. Wijaya, Faried (1991), Ekonomika Mikro, Edisi 2, BPFE, Yogyakarta. Data Observasi obs 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 Y 78678 117008 150052 209874 349700 382541 374089 403009 508022 597448 799037 1477973 3140804 2694307 2398917 2911316 2978601 2765099 2656517 3907451 X1 7470269 7774144 8238398 8758936 9159241 9634857 10303121 10901831 11699390 12955802 13958968 14449327 12833873 12960802 13480000 14056000 14689000 15360000 16149000 16898000 X2 11.44 8.61 8.85 16.49 18.54 9.65 7.37 7.62 4.12 7.45 5.22 17.1 25.29 9.24 3.88 11.48 12.35 8.5 6.52 9.9 X3 4.31 8.83 8.9 4.43 5.21 10.73 8.38 4.78 10.01 8.55 10.91 12.72 7.46 2.51 7.32 12.56 12.01 5.36 6.95 14.98 Sumber : Bank Indonesia dan Badan Pusat Statistik, berbagai tahun penerbit. Keterangan : Y = Deposito Berjangka Rupiah 3 bulanan (Juta Rupiah) X1 = Produk Domestik Regional Bruto perkapita (Juta Rupiah) X2 = Suku Bunga Deposito Rupiah 3 bulanan (%) X3 = Laju Inflasi (%) Hasil Estimasi Akar-akar Unit pada Ordo Nol Variabel Deposito Berjangka Rupiah Null Hypothesis: Y has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Bandwidth: 4 (Newey-West using Bartlett kernel) Adj. t-Stat Prob.* Phillips-Perron test statistic -2.128931 0.4985 Test critical values: 1% level -4.532598 5% level -3.673616 10% level -3.277364 *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Warning: Probabilities and critical values calculated for 20 observations and may not be accurate for a sample size of 19 Residual variance (no correction) 1.79E+11 HAC corrected variance (Bartlett kernel) 1.41E+11 Phillips-Perron Test Equation Dependent Variable: D(Y) Method: Least Squares Date: 12/10/07 Time: 21:11 Sample(adjusted): 1987 2005 Included observations: 19 after adjusting endpoints Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Y(-1) -0.486902 0.213086 -2.285000 C -295300.2 257288.1 -1.147741 @TREND(1986) 113729.5 45639.49 2.491911 R-squared 0.279723 Mean dependent var Adjusted R-squared 0.189688 S.D. dependent var S.E. of regression 460842.8 Akaike info criterion Sum squared resid 3.40E+12 Schwarz criterion Log likelihood -273.1027 F-statistic Durbin-Watson stat 1.684194 Prob(F-statistic) Prob. 0.0363 0.2679 0.0241 201514.4 511949.0 29.06344 29.21256 3.106838 0.072443 Variabel Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Null Hypothesis: X1 has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Bandwidth: 1 (Newey-West using Bartlett kernel) Adj. t-Stat Prob.* Phillips-Perron test statistic -1.935402 0.5973 Test critical values: 1% level -4.532598 5% level -3.673616 10% level -3.277364 *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Warning: Probabilities and critical values calculated for 20 observations and may not be accurate for a sample size of 19 Residual variance (no correction) 2.59E+11 HAC corrected variance (Bartlett kernel) 3.50E+11 Phillips-Perron Test Equation Dependent Variable: D(X1) Method: Least Squares Date: 12/10/07 Time: 21:12 Sample(adjusted): 1987 2005 Included observations: 19 after adjusting endpoints Variable Coefficient Std. Error t-Statistic X1(-1) -0.308883 0.182505 -1.692464 C 2667011. 1329545. 2.005958 @TREND(1986) 148429.0 88773.42 1.671998 R-squared 0.152818 Mean dependent var Adjusted R-squared 0.046920 S.D. dependent var S.E. of regression 554903.2 Akaike info criterion Sum squared resid 4.93E+12 Schwarz criterion Log likelihood -276.6317 F-statistic Durbin-Watson stat 1.280423 Prob(F-statistic) Prob. 0.1099 0.0621 0.1140 496196.4 568398.0 29.43491 29.58404 1.443069 0.265347 Variabel Suku Bunga Deposito Rupiah Null Hypothesis: X2 has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Bandwidth: 9 (Newey-West using Bartlett kernel) Adj. t-Stat Prob.* Phillips-Perron test statistic -2.951388 0.1699 Test critical values: 1% level -4.532598 5% level -3.673616 10% level -3.277364 *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Warning: Probabilities and critical values calculated for 20 observations and may not be accurate for a sample size of 19 Residual variance (no correction) HAC corrected variance (Bartlett kernel) 25.79988 5.333797 Phillips-Perron Test Equation Dependent Variable: D(X2) Method: Least Squares Date: 12/10/07 Time: 21:19 Sample(adjusted): 1987 2005 Included observations: 19 after adjusting endpoints Variable Coefficient Std. Error t-Statistic X2(-1) -0.720692 0.240063 -3.002102 C 8.083697 3.808511 2.122535 @TREND(1986) -0.058913 0.232866 -0.252993 R-squared 0.360344 Mean dependent var Adjusted R-squared 0.280387 S.D. dependent var S.E. of regression 5.535102 Akaike info criterion Sum squared resid 490.1976 Schwarz criterion Log likelihood -57.83834 F-statistic Durbin-Watson stat 1.682800 Prob(F-statistic) Prob. 0.0084 0.0497 0.8035 -0.081053 6.524932 6.404036 6.553158 4.506717 0.028027 Variabel Laju Inflasi Null Hypothesis: X3 has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Bandwidth: 14 (Newey-West using Bartlett kernel) Adj. t-Stat Prob.* Phillips-Perron test statistic -4.961697 0.0044 Test critical values: 1% level -4.532598 5% level -3.673616 10% level -3.277364 *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Warning: Probabilities and critical values calculated for 20 observations and may not be accurate for a sample size of 19 Residual variance (no correction) HAC corrected variance (Bartlett kernel) 9.539547 0.994624 Phillips-Perron Test Equation Dependent Variable: D(X3) Method: Least Squares Date: 12/10/07 Time: 21:22 Sample(adjusted): 1987 2005 Included observations: 19 after adjusting endpoints Variable Coefficient Std. Error t-Statistic X3(-1) -0.985996 0.267267 -3.689174 C 6.982501 2.461380 2.836823 @TREND(1986) 0.146341 0.143596 1.019117 R-squared 0.461544 Mean dependent var Adjusted R-squared 0.394237 S.D. dependent var S.E. of regression 3.365741 Akaike info criterion Sum squared resid 181.2514 Schwarz criterion Log likelihood -48.38657 F-statistic Durbin-Watson stat 1.771366 Prob(F-statistic) Prob. 0.0020 0.0119 0.3233 0.561579 4.324436 5.409112 5.558234 6.857308 0.007066 Hasil Estimasi Uji Derajat Integrasi Pertama dengan Nilai Kritis MacKannon 10% Variabel Deposito Berjangka Rupiah Null Hypothesis: D(Y) has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Bandwidth: 9 (Newey-West using Bartlett kernel) Adj. t-Stat Prob.* Phillips-Perron test statistic -3.707698 0.0485 Test critical values: 1% level -4.571559 5% level -3.690814 10% level -3.286909 *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Warning: Probabilities and critical values calculated for 20 observations and may not be accurate for a sample size of 18 Residual variance (no correction) 2.50E+11 HAC corrected variance (Bartlett kernel) 4.63E+10 Phillips-Perron Test Equation Dependent Variable: D(Y,2) Method: Least Squares Date: 12/11/07 Time: 10:01 Sample(adjusted): 1988 2005 Included observations: 18 after adjusting endpoints Variable Coefficient Std. Error t-Statistic D(Y(-1)) -1.029437 0.290690 -3.541350 C 10218.66 293691.2 0.034794 @TREND(1986) 19483.55 24900.91 0.782443 R-squared 0.464829 Mean dependent var Adjusted R-squared 0.393473 S.D. dependent var S.E. of regression 547946.5 Akaike info criterion Sum squared resid 4.50E+12 Schwarz criterion Log likelihood -261.7508 F-statistic Durbin-Watson stat 1.854409 Prob(F-statistic) Prob. 0.0030 0.9727 0.4461 67366.89 703579.4 29.41675 29.56515 6.514219 0.009198 Variabel Produk Domestik Regional Bruto Null Hypothesis: D(X1) has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Bandwidth: 2 (Newey-West using Bartlett kernel) Adj. t-Stat Prob.* Phillips-Perron test statistic -2.889363 0.1880 Test critical values: 1% level -4.571559 5% level -3.690814 10% level -3.286909 *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Warning: Probabilities and critical values calculated for 20 observations and may not be accurate for a sample size of 18 Residual variance (no correction) 2.96E+11 HAC corrected variance (Bartlett kernel) 2.92E+11 Phillips-Perron Test Equation Dependent Variable: D(X1,2) Method: Least Squares Date: 12/11/07 Time: 10:02 Sample(adjusted): 1988 2005 Included observations: 18 after adjusting endpoints Variable Coefficient Std. Error t-Statistic D(X1(-1)) -0.719908 0.248537 -2.896581 C 366400.9 339791.1 1.078312 @TREND(1986) 517.4252 27070.69 0.019114 R-squared 0.358758 Mean dependent var Adjusted R-squared 0.273259 S.D. dependent var S.E. of regression 595841.0 Akaike info criterion Sum squared resid 5.33E+12 Schwarz criterion Log likelihood -263.2591 F-statistic Durbin-Watson stat 1.867765 Prob(F-statistic) Prob. 0.0111 0.2979 0.9850 24729.17 698941.1 29.58435 29.73274 4.196051 0.035700 Variabel Suku Bunga Deposito Rupiah Null Hypothesis: D(X2) has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Bandwidth: 16 (Newey-West using Bartlett kernel) Adj. t-Stat Prob.* Phillips-Perron test statistic -6.775830 0.0002 Test critical values: 1% level -4.571559 5% level -3.690814 10% level -3.286909 *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Warning: Probabilities and critical values calculated for 20 observations and may not be accurate for a sample size of 18 Residual variance (no correction) HAC corrected variance (Bartlett kernel) 42.06030 3.609081 Phillips-Perron Test Equation Dependent Variable: D(X2,2) Method: Least Squares Date: 12/11/07 Time: 10:04 Sample(adjusted): 1988 2005 Included observations: 18 after adjusting endpoints Variable Coefficient Std. Error t-Statistic D(X2(-1)) -1.018370 0.259079 -3.930738 C 0.562271 3.781242 0.148700 @TREND(1986) -0.047202 0.323135 -0.146076 R-squared 0.507431 Mean dependent var Adjusted R-squared 0.441755 S.D. dependent var S.E. of regression 7.104391 Akaike info criterion Sum squared resid 757.0855 Schwarz criterion Log likelihood -59.19283 F-statistic Durbin-Watson stat 2.007010 Prob(F-statistic) Prob. 0.0013 0.8838 0.8858 0.345000 9.508552 6.910315 7.058710 7.726287 0.004937 Variabel Laju Inflasi Null Hypothesis: D(X3) has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Bandwidth: 11 (Newey-West using Bartlett kernel) Adj. t-Stat Prob.* Phillips-Perron test statistic -4.452218 0.0125 Test critical values: 1% level -4.571559 5% level -3.690814 10% level -3.286909 *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Warning: Probabilities and critical values calculated for 20 observations and may not be accurate for a sample size of 18 Residual variance (no correction) HAC corrected variance (Bartlett kernel) 17.31572 2.724999 Phillips-Perron Test Equation Dependent Variable: D(X3,2) Method: Least Squares Date: 12/11/07 Time: 10:05 Sample(adjusted): 1988 2005 Included observations: 18 after adjusting endpoints Variable Coefficient Std. Error t-Statistic D(X3(-1)) -1.012600 0.275601 -3.674155 C -1.022428 2.445026 -0.418167 @TREND(1986) 0.130090 0.208666 0.623437 R-squared 0.494438 Mean dependent var Adjusted R-squared 0.427030 S.D. dependent var S.E. of regression 4.558384 Akaike info criterion Sum squared resid 311.6830 Schwarz criterion Log likelihood -51.20543 F-statistic Durbin-Watson stat 1.906456 Prob(F-statistic) Prob. 0.0023 0.6818 0.5424 0.195000 6.022057 6.022825 6.171221 7.334973 0.006002 Hasil Estimasi Uji Derajat Integrasi Kedua dengan Nilai Kritis MacKinnon 10% Variabel Deposito Berjangka Rupiah Null Hypothesis: D(Y,2) has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Bandwidth: 15 (Newey-West using Bartlett kernel) Adj. t-Stat Prob.* Phillips-Perron test statistic -7.210287 0.0001 Test critical values: 1% level -4.616209 5% level -3.710482 10% level -3.297799 *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Warning: Probabilities and critical values calculated for 20 observations and may not be accurate for a sample size of 17 Residual variance (no correction) HAC corrected variance (Bartlett kernel) 4.57E+11 5.11E+10 Phillips-Perron Test Equation Dependent Variable: D(Y,3) Method: Least Squares Date: 12/11/07 Time: 10:19 Sample(adjusted): 1989 2005 Included observations: 17 after adjusting endpoints Variable Coefficient Std. Error t-Statistic D(Y(-1),2) -1.272168 0.289523 -4.394009 C -116516.3 444734.5 -0.261991 @TREND(1986) 16891.35 36955.93 0.457067 R-squared 0.586279 Mean dependent var Adjusted R-squared 0.527175 S.D. dependent var S.E. of regression 745053.8 Akaike info criterion Sum squared resid 7.77E+12 Schwarz criterion Log likelihood -252.3322 F-statistic Durbin-Watson stat 2.075862 Prob(F-statistic) Prob. 0.0006 0.7971 0.6546 80282.47 1083522. 30.03909 30.18612 9.919596 0.002075 Variabel Produk Domestik Regional Bruto Null Hypothesis: D(X1,2) has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Bandwidth: 6 (Newey-West using Bartlett kernel) Adj. t-Stat Prob.* Phillips-Perron test statistic -6.254901 0.0006 Test critical values: 1% level -4.616209 5% level -3.710482 10% level -3.297799 *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Warning: Probabilities and critical values calculated for 20 observations and may not be accurate for a sample size of 17 Residual variance (no correction) 4.64E+11 HAC corrected variance (Bartlett kernel) 1.20E+11 Phillips-Perron Test Equation Dependent Variable: D(X1,3) Method: Least Squares Date: 12/11/07 Time: 10:21 Sample(adjusted): 1989 2005 Included observations: 17 after adjusting endpoints Variable Coefficient Std. Error t-Statistic D(X1(-1),2) -1.217685 0.260527 -4.673924 C -32235.64 447374.2 -0.072055 @TREND(1986) 5017.948 37159.71 0.135037 R-squared 0.609455 Mean dependent var Adjusted R-squared 0.553663 S.D. dependent var S.E. of regression 750440.9 Akaike info criterion Sum squared resid 7.88E+12 Schwarz criterion Log likelihood -252.4547 F-statistic Durbin-Watson stat 2.101110 Prob(F-statistic) Prob. 0.0004 0.9436 0.8945 -11787.00 1123272. 30.05349 30.20053 10.92367 0.001386 Variabel Suku Bunga Deposito Rupiah Null Hypothesis: D(X2,2) has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Bandwidth: 8 (Newey-West using Bartlett kernel) Adj. t-Stat Prob.* Phillips-Perron test statistic -8.176770 0.0000 Test critical values: 1% level -4.616209 5% level -3.710482 10% level -3.297799 *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Warning: Probabilities and critical values calculated for 20 observations and may not be accurate for a sample size of 17 Residual variance (no correction) HAC corrected variance (Bartlett kernel) 86.31206 9.682036 Phillips-Perron Test Equation Dependent Variable: D(X2,3) Method: Least Squares Date: 12/11/07 Time: 10:22 Sample(adjusted): 1989 2005 Included observations: 17 after adjusting endpoints Variable Coefficient Std. Error t-Statistic D(X2(-1),2) -1.198627 0.263738 -4.544772 C -0.443489 6.109793 -0.072587 @TREND(1986) 0.058011 0.507441 0.114322 R-squared 0.597336 Mean dependent var Adjusted R-squared 0.539812 S.D. dependent var S.E. of regression 10.23755 Akaike info criterion Sum squared resid 1467.305 Schwarz criterion Log likelihood -62.01469 F-statistic Durbin-Watson stat 2.233393 Prob(F-statistic) Prob. 0.0005 0.9432 0.9106 0.134706 15.09137 7.648788 7.795825 10.38422 0.001716 Variabel Laju Inflasi Null Hypothesis: D(X3,2) has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Bandwidth: 10 (Newey-West using Bartlett kernel) Adj. t-Stat Prob.* Phillips-Perron test statistic -6.364384 0.0005 Test critical values: 1% level -4.616209 5% level -3.710482 10% level -3.297799 *MacKinnon (1996) one-sided p-values. Warning: Probabilities and critical values calculated for 20 observations and may not be accurate for a sample size of 17 Residual variance (no correction) HAC corrected variance (Bartlett kernel) 33.81968 4.694891 Phillips-Perron Test Equation Dependent Variable: D(X3,3) Method: Least Squares Date: 12/11/07 Time: 10:23 Sample(adjusted): 1989 2005 Included observations: 17 after adjusting endpoints Variable Coefficient Std. Error t-Statistic D(X3(-1),2) -1.117191 0.268770 -4.156678 C -1.516999 3.843955 -0.394645 @TREND(1986) 0.178640 0.319129 0.559773 R-squared 0.552578 Mean dependent var Adjusted R-squared 0.488660 S.D. dependent var S.E. of regression 6.408335 Akaike info criterion Sum squared resid 574.9345 Schwarz criterion Log likelihood -54.05082 F-statistic Durbin-Watson stat 2.112068 Prob(F-statistic) Prob. 0.0010 0.6991 0.5845 0.640588 8.961699 6.711861 6.858899 8.645173 0.003589 Hasil Estimasi Regresi Linier Dependent Variable: Y Method: Least Squares Date: 01/31/08 Time: 09:04 Sample: 1986 2005 Included observations: 20 Variable Coefficient C -3842648. X1 0.407135 X2 60713.71 X3 -32296.19 R-squared 0.766682 Adjusted R-squared 0.722935 S.E. of regression 688753.8 Sum squared resid 7.59E+12 Log likelihood -295.0001 Durbin-Watson stat 0.771083 Std. Error t-Statistic 795472.2 -4.830650 0.060410 6.739488 29949.25 2.027220 52238.53 -0.618245 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic) Prob. 0.0002 0.0000 0.0596 0.5451 1445022. 1308497. 29.90001 30.09916 17.52529 0.000026 Hasil Estimasi Model Dinamis ECM Dependent Variable: D(Y) Method: Least Squares Date: 01/28/08 Time: 20:08 Sample(adjusted): 1987 2005 Included observations: 19 after adjusting endpoints Variable Coefficient Std. Error t-Statistic C 385188.5 81342.93 4.735366 D(X1) -0.439661 0.115763 -3.797930 D(X2) 35589.60 9986.634 3.563723 D(X3) 30578.06 14977.20 2.041640 ECT -0.691576 0.295668 -2.339027 R-squared 0.813505 Mean dependent var Adjusted R-squared 0.760221 S.D. dependent var S.E. of regression 250687.2 Akaike info criterion Sum squared resid 8.80E+11 Schwarz criterion Log likelihood -260.2660 F-statistic Durbin-Watson stat 1.090860 Prob(F-statistic) Prob. 0.0003 0.0020 0.0031 0.0605 0.0347 201514.4 511949.0 27.92273 28.17127 15.26729 0.000053 Uji Multikoliniaritas Jangka Pendek D(X1) D(X2) D(X3) D(X1) 1 -0.15795 0.326186 D(X2) -0.15795 1 0.006939 D(X3) 0.326186 0.006939 1 Uji Heteroskedastisitas Jangka Pendek White Heteroskedasticity Test: F-statistic 2.010583 Obs*R-squared 11.71603 Probability Probability 0.148997 0.164331 Test Equation: Dependent Variable: RESID^2 Method: Least Squares Date: 01/31/08 Time: 04:12 Sample: 1987 2005 Included observations: 19 Variable Coefficient C -4.15E+09 D(X1) 7398.465 (D(X1))^2 -0.005330 D(X2) 5.69E+09 (D(X2))^2 73357501 D(X3) 7.06E+09 (D(X3))^2 4.08E+09 ECM -30546.37 ECM^2 -0.080276 R-squared 0.616633 Adjusted R-squared 0.309939 S.E. of regression 9.57E+10 Sum squared resid 9.16E+22 Log likelihood -501.2723 Durbin-Watson stat 2.174266 Std. Error t-Statistic 7.35E+10 -0.056512 56704.59 0.130474 0.061735 -0.086330 4.08E+09 1.396135 4.66E+08 0.157293 6.72E+09 1.050472 1.51E+09 2.710911 48271.02 -0.632810 0.086849 -0.924318 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic) Prob. 0.9560 0.8988 0.9329 0.1929 0.8781 0.3182 0.0219 0.5411 0.3771 4.82E+10 1.15E+11 53.71287 54.16023 2.010583 0.148997 Uji Autokorelasi Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic 0.239888 Probability Obs*R-squared 0.676252 Probability 0.790123 0.713105 Test Equation: Dependent Variable: RESID Method: Least Squares Date: 02/01/08 Time: 10:11 Presample missing value lagged residuals set to zero. Variable Coefficient Std. Error t-Statistic C 773.6924 101765.1 0.007603 D(X1) 0.024708 0.162191 0.152338 D(X2) -827.0130 12919.57 -0.064012 D(X3) -3356.745 21753.12 -0.154311 RESID(-1) 0.101963 0.488420 0.208762 RESID(-2) 0.226392 0.555413 0.407611 R-squared 0.035592 Mean dependent var Adjusted R-squared -0.335334 S.D. dependent var S.E. of regression 301290.6 Akaike info criterion Sum squared resid 1.18E+12 Schwarz criterion Log likelihood -263.0555 F-statistic Durbin-Watson stat 1.477618 Prob(F-statistic) Prob. 0.9940 0.8813 0.9499 0.8797 0.8379 0.6902 7.35E-11 260729.8 28.32163 28.61987 0.095955 0.991252 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Indonesia sebagai salah satu negara yang sedang membangun, memiliki banyak permasalahan yang dihadapi dalam melekukan pembangunan. Salah satu masalah tersebut adalah kecilnya modal yang dimiliki. Modal sebagai sumber pembiayaan pembangunan bisa berasal dari dalam negeri maupun luar negeri. Modal pembangunan yang berasal dari luar negeri mempunyai fungsi sebagai pelengkap dana domestik yang belum memadai untuk membiayai seluruh proses pembangunan di Indonesia. Namun demikian, modal pembangunan yang berasal dari luar negeri sangatlah besar resikonya. Tidak hanya membebani anggaran penerimaan dan belanja negara tiap tahunnya, tetapi biasanya juga disertai campur tangan urusan dalam negeri oleh negara donor. Menciptakan ketergantungan terhadap negara-negara/ lembaga donor, menimbulkan beban hutanh yang semakin berat, dan juga turut andil dalam terjadinya krisis nilai tukar dan krisis ekonomi di Indonesia sejak pertengahan 1997. Hal ini memuat bayak pihak tidak menyukai sumber modal dari luar negeri. Dengan kata lain sumber modal luar negeri merupakan alternatif terakhir. 1 Modal pembangunan yang berasal dari dalam negeri biasanya dihimpun dari dana masyarakat. Lembaga perbankan merupakan salah satu lembaga yang mempunyai potensi untuk menghimpun dana masyarakat. Masyarakat akan menyisihkan sebagian dari pendapatannya yang tidak dikonsumsi untuk menabung. Tabungan inilah yang akan dihimpun oleh pihak bank sebagai dana pihak ketiga (DPK). Dimana tabungan ini hanya akan terjadi jika perkembangan ekonomi Indonesia bisa berjalan dengan lancar dan memungkinkan rakyat Indonesia buat menabung. Dana yang dihimpun bank biasanya dalam bentuk giro, deposito, dan tabungan. Indonesia barangkali termasuk salah satu negara yang swampai saat ini belum mempunyai sisitem pengamanan atas dana masyarakat yang disimpan di bank. Oleh sebab itu tidaklah mengherankan apabila pada saat pemerintah melikuidasi 16 bank swasta, terjadi rush dalam bentuk penarikan uang oleh masyarakat dalam jumlah yang besar di berbagai bank. Hal tersebut dilakukan karena masyarakat merasa tidak aman kalau terus menyimpan uangnya di bank. Masalah keamanan dana yang disimpan di bank baru disadari oleh masyarakat pada saat pemerintah melikuidasi sejumlah bank yang bermasalah. Para nasabah bank yang dilikuidasi ternyata mengalami kesulitan untuk menarik dananya. Atas sara IMF pemerintah diwajibkan untuk memberikan apa yang disebut blanket guarantee, yaitu berupa program penjaminan atas dana masyarakat yang disimpan di bank.Lembaga yang bertugas untuk menjamin dana masyarakat yang di simpan di bank adalah 2 insurance deposit scheme (IDS). IDS adalah suatu skema penjaminan yang disediakan oleh perusahaan asuransi untuk menjamin dana masyarakat yang disimpan di suatu bank. Jadi bentuk penjaminan atas resiko dana masyarakat yang disimpan di bank dilaksanakan dengan menggunakan prinsip asuransi. Mekanisme penjaminan tersebut tentunya dilakukan oleh bank terhadap perusahaan asuransi deposito dengan membayar sejumlah premi. Besar kecilnya premi tergantung kepada cakupan pertanggungan yang akan dipikul oleh perusahaan asuransi deposito. Keikutsertaan bank terhadap program penjaminan deposito sudah seharusnya bersikap wajib. Wajib dalam arti semua bank yang beroperasi di Indonesia harus mengasuransikan deposito dari masyarakat. Dengan adanya IDS tersebut maka masyarakat tidak perlu mengkwatirkan dana yang sudah disimpan di bank, karena sudah ada penjaminan asurnsu deposito dari bank yang bersangkutan. Perkembangan dana simpanan perbankan menunjukkan peningkatan yang tinggi selama tahun 1986-1987, yaitu Rp 171.353 juta ditahun 1986 dan Rp 215.861 juta ditahun 1987. Posisi dana simpanan dari tahun ke tahun mengalami kenaikan secara bertahap. Dana simpanan mengalami kenaikan yang cukup tinggi pada tahun1996-1998, dari posisi Rp 2.157.057 juta pada tahun 1996 menjadi Rp 2.598.171 juta pada tahun 1997 dan Rp 4.529.470 juta pda tahun 1998. Posisi dana simpanan dari tahun 1999-2005 terus meningkat, yaitu Rp 5.420.702 juta pada tahun 1999 dan Rp 11.450.510 juta pada tahun 2005. 3 Tabel 1.1 Posisi Dana Simpanan Rupiah dan Valuta Asing Pada Bank Umum Menurut Kelompok Bank di DIY 1986-2005 (Juta Rupiah) Bank Akhir Bank Swasta Bank Periode Pemerintah Nasional Umum 1986 131.348 40.005 171.353 1987 146.088 69.773 215.861 1988 194.127 87.941 282.068 1989 266.728 183.977 450.705 1990 363.252 277.347 640.599 1991 456.814 348.291 805.105 1992 593.156 365.316 958.472 1993 757.258 436.772 1.194.030 1994 884.243 551.544 1.435.787 1995 994.018 715.270 1.709.288 1996 1.182.478 974.579 2.157.057 1997 1.582.965 1.015.206 2.598.171 1998 2.949.807 1.579.663 4.529.470 1999 3.372.500 2.048.202 5.420.702 2000 3.799.205 2.313.403 6.113.211 2001 4.824.049 2.728.932 7.552.981 4 2002 5.226.429 3.002.162 8.228.591 2003 6.036.798 3.120.492 9.157.290 2004 6.626.738 3.586.363 10.213.101 2005 7.356.775 4.103.735 11.450.510 Sumber: Bank Indonesia, Statistik Ekonomi Keuangan Daerah, Berbagai Tahun Terbitan. Guna mendukung peningkatan kinerja perbankan, pemerinyah telah banyak mengeluarkan kebijakan di bidang keuangan. Paket 1 Juni 1983 (PAKJUN ’83) dapat dikatakan sebagai kebijakan liberalisasi perbankan. Bank dapat menentukan tingkat bunga yang dianggap memadai dengan mempertimbangkan berbagai faktor, antara lain perbedaan tingkat inflasi antar negra, disparitas mata uang domestik dengan mata uang negara lain, perbedaan suku bunga domestik dengan suku bunga internasional, dan perbedaan pendapatan nasional antar negara. Dengan berhasilnya liberalisasi perbankan, maka arus pengalihan Rupiah ke mata uang asing dapat dibendung. Dalam lingkup yang lebih luas, keberhasilan liberalisasi perbankan dipengaruhi oleh sistem dana masyarakat untuk tujuan investsi jangka panjang dan peningkatan ekspor. Pada tahun 1988, disusul dengan dikeluarkannya paket Oktober 1988 (PAKTO ’88). Dalam paket ini pada intinya pemerintah menjamin dana masyarakat yang ada di bank secara preventif dan memberi kesempatan yang sama antar bank swasta dan bank pemerintah untuk dapat bersaing dalam 5 menghimpun dana masyarakat. Hasil kebijakan tersebut cukup memuaskan dengan meningkatnya dana deposito, giro, tabungan. Sesuai dengan Undang-Undang perbankan no 10 tahun 1998, penghimpunan dana yang berupa simpanan masyarakat yang salah satunya adalah dilakukan oleh Bank Umum. Bentuk simpanan masyarakat tersebut dapat berupa: Giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan dan bentuk lain yang dapat dipersamakan Dari berbagai jenis simpanan masyarakat baik dalam rupiah maupun valuta asing yang palin besar porsinya adalah komponen deposito berjangka. Posisi simpanan berjangka atau deposito berjangka pada bank umum di Yogyakarta mengalami peningkatan yang cukup tinggi dari tahun 1986-1990 yaitu Rp 78.678 juta dan Rp 349.700 juta pada tahun 1990. Akan tetapi posisi deposito berjangka menunjukkan perkembangan yang tidak stabil pada tahun 1997-1999, yaitu Rp 1.477.973 juta pada tahun 1997, mengalami kenaikan yang tinggi Rp 3.140.804 pada tahun 1998, dan mengalami penurunan simpanan pada tahun 1999 yaitu sebesar Rp 2.649.307 juta. Posisi simpanan berjangka kembali megalami kenaikan pada tahun 2004-2005, yaitu Rp 2.656.517 juta pada tahun 2004, menjadi Rp 3.907.451 pada tahun 2005. 6 Tabel 1.2 Posisi Deposito Berjangka Rupiah Pada Bank Umum Menurut Kelompok Bank di DIY 1986-2005 (Juta Rupiah) Bank Akhir Bank Swasta Bank Periode Pemerintah Nasional Umum 1986 51.981 26.697 78.678 1987 62.734 54.274 117.008 1988 83.436 66.616 150.052 1989 106.113 103.761 209.874 1990 176.996 172.704 349.700 1991 191.765 190.776 382.541 1992 216.475 157.614 374.089 1993 208.072 194.937 403.009 1994 221.361 286.661 508.022 1995 250.072 347.376 597.448 1996 306.619 492.418 799.037 1997 856.362 621.611 1.477.973 1998 1.909.773 1.231.031 3.140.804 1999 1.546.550 1.147.757 2.694.307 2000 1.391.601 1.007.316 2.398.917 7 2001 1.793.232 1.118.084 2.911.316 2002 1.809.623 1.168.978 2.978.601 2003 1.750.162 1.014.937 2.765.099 2004 1.630.062 1.026.455 2.656.517 2005 2.239.192 1.668.259 3.907.451 Sumber: Bank Indonesia, Statistik Ekonomi Keuangan Daerah, Berbagai Tahun Terbitan Menurut kepemilikan sahamnya, bank umum di Indonesia dibagi menjadi empat, yaitu Bank Persero, Bank Swasta Nasional, Bank Pemerintah Daerah, Bank Asing dan Campuran. Akan tetapi di Daerah Istimewa Yogyakarta dari keempat bank tersebut hanya Bank Pemerintah Daerah dan Bank Swasta Nasional yang memiliki peranan dominan dalam penghimpunan deposito berjagaka rupiah. Berdasarkan uraian diatas, penghimpunan deposito berjangka terutama deposito dalam rupiah oleh bank umum, pada awalnya sangat bergantung pada kemampuan masyarakat dalam menyimpan dananya, dimana kemampuan ini tercermin dari Pendapatan Nasional. Sebelum masyarakat memutuskan untuk menyimpan dananya pada lembaga perbankan, ada beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan, yaitu tingkat bunga nasional, nilai tukar Rupiah terhadap dollar AS. Menurut teori klasik, Tingkat bunga merupakan fungsi dari tabungan. Dimana pada tingkat bunga yang lebih tinggi, masyarakat akan lebih terdorong untuk menyimpan dananya pada lembaga perbankan. 8 Berdasarkan dari latar belakang masalah yang telah diuaraikan tersebut diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang ”Analisis Permintaan Deposito Berjangka Rupiah Pada Bank Umum di DIY Tahun 1986-2005” 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka permasalahan yang akan diangkat dalam penelitian ini adalah : 1. Apakah produk domestik regional bruto (PDRB) mempunyai pengaruh terhadap permintaan deposito berjangka rupiah pada bank umum di DIY? 2. Apakah tingkat suku bunga deposito mempunyai pengaruh terhadap permintaan deposito berjangka rupiah pada bank umum di DIY? 3. Apakah laju inflasi mempunyai pengaruh terhadap permintaan deposito berjangka rupiah pada bank umum di DIY? 1.3 Tujuan Penelitian 1. Untuk menganalisis pengaruh produk domestik regional bruto (PDRB) terhadap permintaan deposito berjangka rupiah pada bank umum di DIY. 2. Untuk menganalisis pengaruh tingkat suku bunga deposito terhadap permintaan deposito berjangka rupiah pada bank umum di DIY. 9 3. Untuk menganalisis pengaruh laju inflasi terhadap permintaan deposito berjangka rupiah pada bank umum di DIY. 1.4 Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Sebagai bahan pembanding bagi pembaca yang tertarik untuk meneliti hal yang sama dimasa mendatang. 2. Sebagai salah satu syarat mendapat gelar sarjana pada Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia. 3. Sebagai bahan pertimbangan dan pengambilan keputusan, terkait dengan deposito berjangka bagi pihak yang berkepentingan. 1.5 Sistematika Penulisan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1.2 Rumusan Masalah 1.3 Tujuan Penelitian 1.4 Manfaat penelitian BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI Kajian Pustaka berisi pendokumentasian dan pengkajian hasil dari penelitian-penelitian yang pernah dilakukan pada area yang sama. Landasan Teori merupakan bagaimana cara peneliti menteorikan 10 hubungan variabel yang terlibat dalam permasalahan yang diangkat pada penelitian tersebut. BAB III METODE PENELITIAN Bab ini menguraikan tentang metode analisis yang digunakan dalam penelitian dan data-data yang digunakan beserta sumber data. BAB IV HASIL DAN ANALISIS Bab ini berisi semua temuan-temuan yang dihasilkan dalam penelitian. Menguraikan tentang deskripsi data dan analisis hasil regresi. BAB V SIMPULAN DAN IMPLIKASI Berisi uraian mengenai kesimpulan dan implikasi yang dapat penulis ajukan sehubungan dengan penelitian yang telah dilakukan. 11 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 KAJIAN PUSTAKA U Tun Wai (1972) melakukan penelitian tentang variabel-variabel yang mempengaruhi simpanan nasional. Salah satu tujuan penting dari penelitian yang dilakukan oleh U Tun Wai adalah untuk menambah determinasi baru dari simpanan nasional, yaitu lembaga perantara keuangan. Penelitian ini menggunakan sampel 15 negara maju dan 35 negara berkembang. Variabel-variabel yang digunakan untuk mengetahui variasi variabel terikat (national saving) yaitu : pendapatan masyarakat, tingkat bunga riil, capital inflows, lembaga perantara keuangan dan variabel dummy (time dummy dan regional dummy). Hasil dari penelitian ini adalah bahwa pendapatan masyarakat mempunyai pengaruh positif terhadap simpanan nasional. Tingkat keyakinan lebih besar apabila diterapkan di negara berkembang daripada di negara maju. Lembaga perantara keuangan juga mempunyai pengaruh positif terhadap simpanan nasional. Capital inflows mempunyai pengaruh negative terhadap simpanan nasional apabila diterapkan di negara berkembang, tetapi apabila diterapkan di negara maju akan mempunyai pengaruh positif. Tingkat bunga riil mempunyai pengaruh yang positif terhadap simpanan nasional. 12 Peneliti lain, Danoesapoetro,et.al. (1990) melekukan penelitian mengenai “peranan dan prospek bank perkreditan rakyat dalam rangka kebijakan pakto 1998”. Dengan meneliti jumlah bank perkreditan rakyat, perkembangan dana yang dihimpun dan perkembangan pinjaman yang diberikan oleh bank perkreditan rakyat di Indonesia, disimpulkan bahwa bahwa kebijakan pakto 1988 mempermudah prosedur pembentukan bankbank sampai pada tingkat kecamatan. Dampak dari kondisi tersebut adalah bertambahnya jumlah kantor bank perkreditan rakyat yang selanjutnya menyebabkan peningkatan jumlah dana yang dihimpun dan kredit yang disalurkan. Penelitian Sumaryati (1992) mengenai “analisis efisiensi pengelolaan dana perbankan di Indonesia”. Tujuan penelitiannya adalah untuk menganalisis pengaruh kebijaksanaan pemerintah di bidang keuangan, moneter dan perbankan pada tanggal 27 oktober 1988 (PAKTO 88) terhadap efisiensi pengelolaan dana perbankan khususnya bank swasta devisa. Analisis dilakukan dengan menggunakan dua pendekatan, yaitu pendekatan secara makro dan mikro. Secara makro dengan melakukan estimasi fungsi deposito, fungsi kredit, dan fungsi pendapatan. Sedangkan pendekatan secara mikro dengan menganalisis beberapa rasio efisiensi usaha pada masing-masing bank yang bersangkutan. Kesimpulan dari penelitian ini adalah terhadap pengaruh positif yang bermakna dari tingkat suku bunga deposito, jumlah tenaga kerja, pengeluaran lain-lain, serta jumlah aktiva terhadap jumlah deposito yang berhasil dihimpun oleh bank. 13 Peneliti lain Kusdianto (1994) melakukan penelitian tentang pengaruh beberapa factor terhadap dana deposito dan kredit bank-bank umum devisa di Indonesia, sebelum dan sesudah pakto 1988. Dalam penelitian ini digunakan variabel bebas suku bunga deposito, biaya promosi, dan total aktiva mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap jumlah deposito bank, baik sebelum maupun sesudah pakto 1988. Shigeyuki Abe (1997) melekukan penelitian tentang simpanan domestic (domestic saving). Penelitian ini dilakukan terhadap enam negara Asia. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah Produk Domestik Bruto, suku bunga deposito, pengharapan tingkat laju inflasi, dan pertumbuhan simpanan valuta asing. Kesimpulan dari penelitian Abe adalah bahwa suku bunga deposito dan produk domestic bruto mempunyai pengaruh positif terhadap simpanan domestic. Deby Retno Damayanti (1999), Penelitian berjudul “Hubungan kausalitas antara inflasi dan tingkat bunga deposito”. Penelitian ini menggunakan uji Kausalitas Granger (1969), kemudian pengujian hipotesa menggunakan Uji F dengan cara membandingkan nilai F hitung dengan nilai F tabel. Variabel yang digunakan yaitu suku bunga deposito 3 bulan dan inflasi. Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah dari hasil regresi fungsi suku bunga deposito terlihat bahwa hasil regresinya tersebut tidak memberikan hasil yang signifikan, baik pada lag 3, lag 4 maupun lag 5, Fhitung < Ftabel. Bahwa inflasi tidak berpengaruh terhadap suku bunga deposito. 14 Edy Suandi Hamid (1999) dalam penelitiannya ”Analisis PAM dalam permintaan deposito di Indonesia”. Data yang digunakan dalam bentuk data kuartalan tahun 1984-1995. Variabel yang digunakan adalah tingkat bunga nasional, reserve Requirement (Giro Wajib Minimum), nilai tukar tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika, dan tingakat deposito tahun lalu. Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah variabel tingkat suku bunga nasional, reserve Requirement (Giro Wajib Minimum), nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika, dan tingkat deposito tahun lalu berpengaruh positif dan signifikan terhadap permintaan deposito di Indonesia (Edy Suandi Hamid, 1999: 19) Peneliti lain Budiono (2001) dengan judul “Faktor-faktor yang mempengaruhi penghimpunan deposito berjangka pada bank umum pemerintah dan bank swasta nasional di Indonesia”. Dalam penelitian ini menggunakan metode regresi berganda double log atau natural log, dengan menggunakan α = 0.05. berdasarkan hasil analisis dapat dilihat ada dua variabel bebas yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap penghimpunan deposito berjangka pada bank umum pemerintah dan bank umum swasta nasional yaitu pendapatan nasional dan total aktiva bank. Sedangkan variabel lain tingkat bunga, tingkat inflasi, dan jumlah kantor bank tidak mempunyai pengaruh yang bermakna terhadap penghimpunan deposito berjangka pada bank umum pemerintah dan bank umum swasta nasional. Penelitian Wahyu Setianingsih (2001) melakukan penelitian tentang factor-faktor yang mempengaruhi deposito berjangka rupiah pada bank 15 pemerintah. Variabel yang digunakan adalah PDB riil per kapita, tingkat suku bunga deposito, dan nilai rupiah terhadap dollar. Alat analisis yang digunakan adalah PAM. Hasil penelitian ini menyebutkan bahwa PDB riil per kapita, tingkat suku bunga deposito, dan tingkat deposito periode sebelumnya berpengaruh positif dan signifikan terhadap deposito berjangka rupiah. Penelitian Titik Sulastri (2002) dengan judul penelitian “Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi dana perbankan tahun 1978-1999” dalam penelitian ini menggunakan metode kuadarat terkecil biasa disebut OLS. Variabel yang digunakan adalah PDB, JUB, tingkat suku bunga dan IHK. Dari penelitian ini disimpulkan ada dua variabel yang berpengaruh signifikan terhadap dana perbankan yaitu PDB dan suku bunga. Siti Fatimah N dan Kurniawati Niladewi (2003) dalam penelitiannya “Analisis permintaan deposito dalam valuta asing pada bank swasta di Indonesia”. Dalam penelitian ini digunakan alat analisis PAM dengan variabel yang digunakan adalah PDB perkapita, suku bunga deposito, nilai tukar rupiah terhadap Dollar Amerika, LIBOR. Hasil dari penelitian ini menyebutkan bahwa variabel suku bunga deposito, LIBOR dan deposito valuta asing periode sebelumnya berpengaruh secara signifikan terhadap permintaan Deposito dalam valuta asing. Peneliti Ikha Novianti (2004) meneliti tentang “Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi deposito berjangka bank umum di Indonesia. Variabel yang digunakan adalah Pendapatan Nasional, tingkat suku bunga deposito, total aktiva bank umum, jumlah kantor bank umum. Alat analisis yang 16 digunakan adalah PAM. Dari penelitian ini disimpulkan bahwa ada tiga variabel yang berpengaruh secara signifikan terhadap deposito berjangka bank umum di Indonesia, yaitu tingkat suku bunga deposito, total aktiva bank umum dan tingkat deposito sebelumnya. Peneliti Tuti (2006) meneliti tentang “Analisis permintaan deposito berjangka dalam negeri pada bank umum di Indonesia”. Variabel yang digunakan adalah tingkat inflasi, nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika, suku bunga deposito dalam negeri. Alat analisis yang digunakan adalah PAM. Dari penelitian ini disimpulkan bahwa ada dua variabel yang berpengaruh secara signifikan terhadap deposito berjangka dalam negeri bank umum di Indonesia, yaitu tingkat inflasi dan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika. 2.2 Landasan Teori 2.2.1 Pengertian Permintaan Permintaan dalam ilmu ekonomi adalah kombinasi harga dan jumlah suatu barang yang ingin dibeli oleh konsumen pada berbagai tingkat harga untuk suatu periode tertentu. Permintaan suatu barang sangat dipengaruhi oleh pendapatan dan harga barang tersebut. Apabila harga barang naik sedangkan pendapatan tidak berubah maka permintaan barang tersebut akan turun. Sebaliknya, jika harga barang turun, sedang pendapatan tidak berubah maka permintaan barang akan mengalami kenaikan atau bertambah. 17 Konsep permintaan juga dibedakan antara permintaan individu dan permintaan pasar. Permintaan pasar adalah permintaan-permintaan individu setiap konsumen. Dalam analisis permintaan hanya satu faktor yang berpengaruh terhadap jumlah barang yang diminta yaitu harga produk, sedangkan faktor-faktor lain seperti selera, pendapatan dan faktor diluar itu dianggap sebagai cateris paribus (tidak berubah). Dengan demikian dapat diketahui hubungan antara jumlah barang yang diminta dengan tingkat harga tersebut. Berdasarkan uraian tersebut pengertian permintaan adalah suatu fungsi yang digambarkan sebagai garis, kurva, suatu daftar atau skedul. Para ahli ekonomi membedakan pemakainan istilah fungsi permintaan dan kurva permintaan. Fungsi permintaan menghubungkan kuantitas yang diminta dengan harga barang tersebut juga dengan faktor-faktor lainnya yang besar pengaruhnya terhadap permintaan, seperti: pendapatan konsumen yang bersangkutan, harga barang pengganti, harga barng komplementer dan citarasa. Kurva atau skedul permintaan hanya menghubungkan kuantitas yang diminta dengan harga satuan barang tersebut. 2.2.1.1 Hukum Permintaan Penjelasan mengenai perilaku konsumen yang paling sederhana ada dalam hukum permintaan yang menyatakan bahwa, bila harga suatu barang naik (cateris paribus) maka, jumlah yang diminta konsumen akan barang tersebut turun dan sebaliknya bila harga barang tersebut turun maka jumlah barang tersebut yang diminta konsumen akan naik. Cateris paribus berarti 18 bahwa semua faktor-faktor lain yang mempengaruhi jumlah barang yang diminta dianggap tidak berubah (Boediono, 1998). P A P0 B P1 0 Q0 Q1 Q Gambar 1.1 Kurva Permintaan 2.2.1.2 Fungsi Permintaan Fungsi permintaan sesungguhnya menunjukan hubungan antara variabel tidak bebas dengan semua variabel yang dapat mempengaruhi besarnya variabel tidak bebas. Fungsi permintaan dapat ditulis sebagai berikut (Suparmoko, 1990): Qa = f (PA, PB-Z, I, T, A, N) Keterangan: Qa = Jumlah barang yang diminta PA = Harga barang A PB-Z = Harga barang lain I = tingkat pendapatan konsumen 19 T = Selera konsumen A = Pengeluaran perusahaan untuk advertensi N = Jumlah penduduk 2.2.1.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan Menurut Faried Wijaya (1991) selain harga barang itu sendiri, faktorfaktor lain yang menentukan permintaan individu maupun pasar adalah: a. Selera Konsumen Perubahan selera konsumen yang lebih menyenangi barang tersebut misalnya, akan berarti lebih banyak barang yang akan diminta pada setiap tingkat harga. Jadi permintaan akan naik atau kurva permintaan akan bergeser ke kanan. Sebaliknya berkurangnya selera konsumen akan barang tersebut menyebabkan permintaan turun yang berarti kurva permintaan bergeser ke kiri. b. Banyaknya konsumen pembeli Bila volume pembelian oleh masing-masing konsumen adalah sama, maka kenaikan jumlah konsumen dipasar akan menyebabkan kenaikan permintaan, sehingga kurva bergeser ke kanan. Penurunan jumlah atau banyaknya konsumen akan menyebabkan penurunan permintaan. 20 c. Pendapatan konsumen Pengaruh perubahan pendapatan terhadap permintaan mempunyai dua kemungkinan. Pada umumnya pengaruh pendapatan terhadap pendapatan adalah positif dalam arti bahwa kenaikan pendapatan akan menaikkan permintaan. Hal ini terjadi bila barang tersebut merupakan barang superior atau normal. Ini seperti efek selera dan efek banyaknya pembeli yang mempunyai efek positif. Pada kasus barang inferior, maka kenaikan pendapatan justru akan menurunkan permintaan. d. Harga barang-barang lain yang bersangkutan Barang-barang lain yang bersangkutan biasanya merupakan barang subtitusi (pengganti) atau barang komplementer (pelengkap). Kenaikan barang subtitusi berarti penurunan harga barang tersebut secara relatif meskipun harganya tetap, tidak berubah, sehingga barang tersebut bisa lebih murah secara relatif. Permintaan suatu barang akan naik bila harga barang penggantinya turun, maka permintaan akan barang tersebut juga turun. Hal ini karena barang tersebut harganya lebih mahal dibandingkan harga penggantinya. Kenaikan harga barang pelengkap suatu barang tertentu akan menyebabkan permintaan akan barang tersebut turun, dan sebaliknya. e. Ekspektasi (perkiraan harga-harga barang dan pendapatan di mdepan) Ekspektasi para konsumen bahwa harga-harga akan naik di masa depan mungkin menyebabkan mereka membeli barang tersebut 21 sekarang untuk menghindari kemungkinan kerugian akibat adanya kenaikan harga tersebut. Demikian juga halnya bila konsumen memperkirakan pendapatannya akan naik di masa depan. Sebaliknya, terjadi penurunan permintaan bila para konsumen memperkirakan bahwa di masa depan harga-harga akan naik atau pendapatannya akan turun. 2.2.2 Deposito Berjangka Sumber dana dari masyarakat (dana pihak ketiga) merupakan sumber dana yang terpenting bagi kegiatan operasi bank dan merupakan ukuran keberhasilan bank jika mampu membiayai operasinya dari sumber dana ini. Penghimpunan dana dari masyarakat dapat dikatakan lebih mudah jika dibandingkan dengan sumber dana lainnya. Penghimpunan dana dari masyarakat dapat dilakukan secara efektif dengan memberikan bunga yang relatif lebih tinggi dan memberikan berbagai fasilitas yang menarik lainnya seperti hadiah dan pelayanan yang memuaskan. Keuntungan lain dari dana yang bersumber dari masyarakat adalah jumlahnya yang tidak terbatas baik berasal dari perorangan (rumah tangga), perusahaan, maupun lembaga masyarakat lainnya. Sedangkan kerugiannya adalah biayanya yang relatif lebih mahal jika dibandingkan dengan dana dari modal sendiri, misalnya untuk biaya bunga atau biaya promosi. Ada tiga jenis simpanan sebagi sarana untuk memperoleh dana dari masyarakat, yaitu: simpanan Giro, tabungan, dan deposito (Martono, 2003:39) 22 Simpanan deposito dalam undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 dinyatakan sebagai simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian nasabah penyimpan dengan bank. Berbeda dengan giro dan tabungan, simpanan deposito mengandung unsur jangka waktu (jatuh tempo) yang lebih panjang dan dapat ditarik atau dicairkan hanya setelah jatuh tempo. Begitu pula dengan suku bunga relatif lebih tinggi dibandingkan dengan giro dan tabungan (Martono, 2003:40) Sarana atau alat untuk menarik uang yang disimpan di deposito sangat bergantung dari jenis depositonya. Artinya setiap jenis deposito mengandung beberapa perbedaan sehingga diperlukan sarana yang berbeda pula. Sebagai contoh untuk deposito berjangka menggunakan Bilyet deposito, sedangkan untuk sertifikat deposito menggunakan sertifikat deposito. Dalam prakteknya ada jenis deposito, yaitu deposito berjangka, sertifikat deposito, deposit on call. Deposito berjangka merupakan deposito yang diterbitkan menurut jngka waktu tertentu. Jangka waktu deposito biasanya bervariasi mulai dari 1,3,6,12, hingga 24 bulan. Deposito berjangka ini hanya dapat ditarik atau diuangkan pada saat jatuh temponya, oleh pihak yang namanya tercantum dalam bilyet deposito tersebut. Oleh karena itu, deposito berjangka merupakan simpanan atas nama. Apabila jangka waktu yang telah ditentukan habis maka deposan dapat menarik deposito berjangka atau memperpanjang dengan suatu periode yang diinginkan. Deposito berjangka dapat diterbitkan atas nama perorangan maupun lembaga. 23 Penetapan suku bunga untuk setiap jangka waktu ditetapkan masingmasing bank sesuai dengan perhitungan kondisi bunga di pasar. Bunga deposito berjangka dibayarkan setiap tanggal jatuh tempo (tanggal yang sama dengan tanggal pembukuan) atau tanggal jatuh tempo pokok (tanggal berakhirnya jangka waktu penyimpanan). Jenis deposito kedua yaitu sertifikat deposito. Sertifikat deposito adalah simpanan berjangka atas pembawa atau atas tunjuk, yang dengan ijin Bank Indonesia dikeluarkan oleh bank sebagai bukti simpanan yang dapat diperjualbelikan kepada pihak ketiga (Thomas Suyatno dkk, 1993:38) Pada prinsipnya sama dengan deposito berjangka, perbedaannya hanyalah bawa sertifikat deposito diterbitkan atas tunjuk dalam bentuk sertifikat, sedangkan deposito berjangka dikeluarkan atas nama. Jadi, sertifikat deposito yang ditunjukan harus dibayar oleh bank yang menerbitkannya. Pencairan bunga sertifikat deposito dapat dilakukan di muka dalam ari dipotong dari harga nominalnya pada waktu sertifikat deposito itu dibeli, baik tunai maupun nontunai. Selain itu bunga juga dapat dicairkan setiap bulan atau jatuh tempo. Sebagi catatan tambahan, perlu diperhatikan bahwa bank umum, bnk pembangunan, ataupun Bank Perkreditan Rakyat, dapat menyelenggarakan deposito berjangka, artinya dapat menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berjangka. Tetapi untuk menerbitkan sertifikat deposito, hanya bank umum dan bank pembangunan yang diperbolehkan. Itupun harus memperoleh ijin Bank Indonesiasetelah memenuhi syarat tertentu, antara lain 24 dari segi kesehatan dan kemampuan bank dari segi kebutuhan permodalanya (Thomas Suyatno, 1993:39). Deposit on call yang merupakan jenis deposto ketiga hanya digunakan untuk deposan yang memiliki jumlah uang dalam jumlah besar, misalnya Rp 25 juta dan sementara waktu belum digunakan. Penerbitan Deposit on call memiliki jangka waktu minimal 7 (tujuh) hari dan paling lama kurang dari satu bulan. Deposit on call diterbitkan atas nama. Pencairan bunga dilakukan pada saat pencairan Deposit on call. Apabila deposan ingin mencairkan depositonya sebelum Deposit on call tersebut dicairkan sesuai jangka waktunya, tiga hari sebelumnya deposan terlebih dahulu harus sudah memberitahukan kepada pihak bank penerbit bahwa yang bersangkutan akan mencairkan Deposit on call-nya. Pada dasarnya deposito tidak dapat ditarik atau dicairkan deposan sebelum deposito yang bersangkutan tersebut jatuh tempo. Bila hal ini terpaksa dilakukan, maka penabung dikenakan denda atau biasa disebut dengan penalty. Denda atau penalty yang dikenakan yaitu sebesar selisih antara bunga yang diperoleh selama deposito belum jatuh tempo dengan bunga yang berlaku sesuai dengan lamanya deposito mengendap. Disamping dikenakan penalty, nasabah juga dikenai biaya administrasi, tergantung dari besarnya nilai nominal deposito yang bersangkutan. 25 2.2.3 Produk Domestik Bruto Produk Domestik Bruto (GDP- Gross Domestic Products) adalah nilai total atas segenap output akhir yang dihasilkan oleh suatu perekonomian baik yang dilakukan oleh penduduk domestik maupun penduduk asing maupun orang-orang dari negara lain yang bermukim di negara yang bersangkutan. Jadi GNP sama dengan GDP ditambah pendapatan milik penduduk domestik yang dikirim dari negara lain berkat kepemilikan mereka atas faktor produksi di luar negeri dikurangi pendapatan milik orang asing atas faktor produksi yang ada di negara domestik.. Pendapatan nasional dalam hal ini tercermin dalam PDB. Produk Domestik Bruto (PDB) adalah jumlah Output total yang dihasilkan dalam batas wilayah suatu negara selama satu tahun. PDB terbagi atas PDB harga berlaku atau nominal dan PDB harga konstan atau riil. PDB pada harga berlaku adalah nilai barang-barang dan jasa-jasa yang dihasilkan suatu negara dalam satu tahun dan dinilai menurut harga yang berlaku pada tahun tersebut. PDB pada harga konstan, yaitu harga yang berlaku pada satu tahun tertentu yang seterusnya digunakan untuk menilai barang dan jasa yang dihasilkan pada tahun-tahun yang lain. Produk domestik bruto merupakan ukuran terbaik dari kinerja perekonomian karena tujuan PDB adalah meringkas aktivitas ekonomi dalam nilai uang tunggal dalam periode waktu tertentu (Mankiw; 1999). Terdapat beberapa cara untuk menilai PDB sebagai kinerja sebuah perekonomian, (1) dengan melihat PDB sebagai perekonomian total (pendekatan pendapatan) 26 dari setiap orang yang berada di dalam perekonomian,(2) dengan melihat PDB sebagai pengeluaran total (pendekatan pengeluaran) pada output barang dan jasa perekonomian. Dari sudut pandang lain, jelaslah mengapa PDB merupakan cerminan dari kinerja ekonomi karena mengukur sesuatu yang dipedulikan banyak orang (pendapatan) demikian pula dengan output barang dan jasa yang memuaskan permintaan rumah tangga, perusahaan dan pemerintah. PDB mengukur pendapatan dan pengeluaran perekonomian pada outputnya dengan alasan bahwa jumlah keduanya adalah sama dan fakta yang mendasar : karena setiap transaksi memiliki penjual dan pembeli, setiap uang yang dikeluarkan seorang pembeli menjadi pendapatan seorang penjual yang lain. 2.2.4 Teori Tingkat Suku Bunga Pengertian dasar dari tingkat bunga yaitu sebagai harga dari penggunaaan uang untuk jangka waktu tertentu. Pengertian tingkat bunga sebagai “ harga” ini bisa juga dinyatakan sebagai harga yang harus dibayar apabila terjadi “pertukaran” antara satu rupiah sekarang dan satu rupiah nanti (misalnya setahun lagi. Hutang piutang timbul karena terjadi “pertukaran” semacam ini. “pembeli” dari satu rupiah sekarang dan sekaligus “penjual” dari satu rupiah nanti dalah peminjam (debitur), sedangkan “penjual” dari satu rupiah sekarang yang sekaligus juga “pembeli” satu rupiah nanti, adalah orang yang meminjamkan (kreditur). Debitur harus membayar kepada kreditur “harga” dari pertukaran tersebut, 27 dan harga ini adalah bunga yang dibayar debitur dan yang diterima kreditur (Boediyono, 1998:75-76) Tingkat bunga tidak pernah stabil; hari ini naik besok turun dan demikian seterusnya. Sejak awal Februari 1984, Bank Indonesia mulai memperkenalkan fasilitas diskonto dan melalui operasi pasar terbukanya mengeluarkan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) untuk mengendalikan jumlah uang beredar. Dampak dari kebijakan tersebut, bank-bank umum pemerintah bebas menaikkan suku bunga deposito. Hal ini dimaksudkan agar dana masyarakat dapat digunakan untuk investasi sehingga terjadi kenaikan output. Langkah kebijakan ini mulai mengarah tercipta dan berfungsinya pasar uang lebih bebas. Perkembangan selanjutnya yaitu mulai dikenalkan pula Surat Berharga Pasar Uang (SBPU) sebagai salah satu alat pengendali jumlah uang beredar. 2.2.4.1 . Teori Klasik Bunga adalah “harga” dari (penggunaan) loanable funds. secara bebas loanable funds diterjemahkan sebaagai dana investasi atau dana yang tersedia untuk dipinjamkan. Menurut teori klasik merupakan fungsi dari tingkat bunga. Makin tinggi tingkat bunga makin tinggi pula keinginan seseorang atau masyarakat untuk menabung uangnya dibank. Artinya, pada tingkat bunga yang lebih tinggi masyarakat akan lebih terdorong untuk mengurangi atau mengorbankan pengeluaran konsumsinya guna menambah tabungnnya. 28 Investasi juga tergantung/merupakan fungsi dari tingkat bunga. Makin tinggi tingkat bunga, keinginan untuk melakukan investasi juga makin kecil. Alasannya, seorang pengusaha akan menambah pengeluaran investasinya apabila keuntungan yang diharapkan dari investasi lebih besar dari tingkat bunga yang harus ia bayar untuk dana investasi tersebut yang merupakan ongkos untuk penggunaan dana (cost of capital). Sebaliknya makin rendah tingkat suku bunga, maka pengusaha akan lebih terdorong untuk melakukan investasi, sebab biaya penggunaan dana juga makin kecil. Tingkat bunga dalam keadaan seimbang (artinya tidak ada dorongan untuk melakukan investasi. Hal ini tercapai pada saat penabung dan investor (dalam hal ini pengusaha) untuk melakukan tawar menawar yang pada akhirnya akan menghasilkan tingkat bunga kesepakatan (keseimbangan). Scara grafik keseimbangan tingkat bunga dapat digambarkan seperti dalam gambar 1.2. Tingkat Bunga Tabungan i1 i0 Investasi 1 Investasi 0 F Dana Investasi Gambar 1. 2 Teori Tingkat Bunga 29 Keseimbangan tingkat bunga terjadi pada titik i0, dimana jumlah tabungan sama dengan investasinya. Apabila tingkat bunga diatas i0 maka jumlah tabungan melebihi keinginan pengusaha untuk investasi. Para penabung akan saling bersaing untuk meminjamkan dananya dan persaingan ini akan menekan tingkat bunga turun kembali ke posisi i0. sebaliknya, apabila tingkat bunga dibawah ini, para pengusaha akan saling bersaing untuk memperoleh dana yang jumlahnya relatif lebih kecil. Persaingan ini akan mendorong tingkat bunga naik lagi ke i0. Kenaikan efisiensi produksi misalnya, akan mengakibatkan keuntungan yang diharapkan naik. Sehingga, pada tingkat bunga yang sama pengusaha bersedia meminjam dana lebih besar untuk meminjam dana lebih besar untuk membiayai investasinya. Atau untuk dana investasi yang sama jumlahnya, perusahaan bersedia membayar tingkat bunga yang lebih tinggi. Keadaan ini ditunjukan dengan pergeseran kurva permintaan investasi ke kanan atas, dan keseimbangan tingkat bunga yang baru pada i1. 2.2.4.2. Teori Irving Fisher Menurut Irving Fisher, bunga adalah premi yang harus dibayarkan kepada pemilik dana agar ia mau meminjamkan uangnya. Fisher menyatakan bahwa ada kaitan positif antara suku bunga nominal dengan inflasi. Dengan suku bunga riil yang diperkirakan konstan dalam jangka panjang dan ekspektasi inflasi yang menyesuaikan diri terhadap laju inflasi yang berlaku. 30 Suku bunga yang terjadi merupakan selisih antara suku bunga nominal dengan laju inflasi aktual atau dinyatakan dalam simbol sebagai berikut : i=r+πe atau r=i–πe dimana r = suku bunga riil i = suku bunga nominal πe = Laju inflasi yang diharapkan Dengan r konstan, dalam jangka panjang apabila keseluruhan proses penyesuaian telah terjadi, kenaikan laju inflasi akan sepenuhnya tercermin pada suku bunga nominal. Dengan kata lain suku bunga nominal dalam jangka panjang akan meningkat sebesar kenaikan inflasi. (Dornbusch, Fisher, 1989, hal. 592 ). Irving telah menganalisis penentuan tingakat bunga dalam ekonomi dengan mengkaji mengapa orang-orang menabung (mengapa mereka tidak mengkonsumsi semua sumber daya mereka) dan mengapa orang lain yang meminjam. Dalam perekonomian dikenal konsep tingkat suku bunga nominal dan tingkat suku bunga riil. Anggaplah seseorang mendepositokan uangnya dalam rekening bank dengan bunga 8 persen pertahun. Pada tahun berikutnya, orang tersebut memiliki uang 8 persen lebih banyak dari tahun sebelumnya. Tetapi ketika harga meningkat, sehingga uang membeli lebih sedikit, maka daya beli orang tersebut tidak meningkat sebesar 8 persen. Jika tingkat inflasi adalah 5 persen, maka jumlah barang yang dapat dibeli hanya meningkat 3 persen. 31 Apabila inflasi adalah 10 persen, maka daya beli orang tersebut secara nyata turun sampai 2 persen. 2.2.4.3. Teori Keynesian Keynes mengatakan bahwa tingkat bunga ditentukan oleh penawaran dan permintaan uang. Ada tiga motif (transaksi, berjaga-jaga, dan spekulasi) mengapa orang menghendaki memegang uang tunai. Tiga motif inilah yang menyebabkan timbulnya “ permintaan akan uang”, yang diberi nama Liquidity Preference. Nama ini mempunyai makna tertentu, yaitu bahw permintaan akan uang menurut teori keynes berlandaskan pada konsepsi bahwa orang pada umumnya menginginkan dirinya tetap likuid untuk memenuhi tiga motif tersebut. 2.2.5 Inflasi Merupakan salah satu resiko yang pasti dihadapi oleh manusia yang hidup dalam ekonomi uang, dimana daya beli yang ada dalam uang dengan berjalannya waktu mengalami erosi. Inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk naik secara umum dan terus menerus. Akan tetapi bila kenaikan harga hanya dari satu atau dua barang saja tidak disebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas atau menyebabkan kenaikan sebagian besar dari harga barang-barang lain. (Boediono, 1985:161). Kenaikan harga-harga barang itu tidaklah harus dengan persentase yang sama. Bahkan mungkin dapat terjadi kenaikan 32 tersebut tidak bersamaan. Yang penting kenaikan harga umum barang secara terus menerus selama suatu periode tertentu. Kenaikan harga barang yang terjadi hanya sekali saja, meskipun dalam persentase yang cukup besar, bukanlah merupakan inflasi. (Nopirin, 1987: 25). Atau dapat dikatakan, kenaikan harga barang yang hanya sementara dan sporadis tidak dapat dikatakan akan menyebabkan inflasi. 2.2.5.1 Jenis-jenis Inflasi Inflasi dapat digolongkan berdasarkan: sifat, sebab dan asal terjadinya (Nopirin, 1987). Inflasi menurut sifatnya digolongkan dalam tiga kategori, yaitu: 1. Inflasi Merayap Kenaikan harga terjadi secara lambat, dengan persentase yang kecil dan dalam jangka waktu yang relatif lama (di bawah 10% per tahun). 2. Inflasi Menengah Kenaikan harga yang cukup besar dan kadang-kadang berjalan dalam waktu yang relatif pendek serta mempunyai sifat akselerasi 3. Inflasi Tinggi Kenaikan harga yang besar bisa sampai 5 atau 6 kali. Masyarakat tidak lagi berkeinginan menyimpan uang. Nilai uang merosot dengan tajam sehingga ingin ditukar dengan barang. Perputaran uang makin cepat, sehingga harga naik secara akselerasi. 33 Berdasarkan sebab terjadinya inflasi dibedakan menjadi: 1. Demand – pull Inflation Demand pull inflation ditandai dengan adanya inflationary gap. Inflationary gap itu sendiri terjadi apabila keseimbangan GNP berada di atas atau melebihi GNP pada kesempatan kerja penuh (full employment). Inflasi bermula dengan adanya kenaikan permintaan total (agregat demand), sedangkan produksi telah berada pada kondisi full employment. Sehingga kenaikan permintaan ini hanya akan menaikkan harga saja. 2. Cost – Push Inflation Proses kenaikan harga yang sering diikuti turunnya produksi disebut dengan Cost Push Inflation. Serikat buruh yang menuntut kenaikan upah, manajer dalam pasar monopolistis yang dapat menentukan harga (yang lebih tinggi), atau kenaikan harga bahan baku, misalnya krisis minyak adalah faktor yang dapat menaikkan biaya produksi. Kenaikan biaya ini pada akhirnya akan menaikkan harga dan turunnya produksi, atau terjadi penurunan penawaran total (agregat supply) sebagai akibat kenaikan biaya produksi. Jika proses ini berlangsung terus maka timbul cost push inflation. Menurut asalnya inflasi terdiri dari: 1. Domestic Inflation Inflasi yang berasal dari dalam negeri sendiri seperti kenaikan konsumsi masyarakat, ekspansi moneter dan lain sebagainya. 34 2. Imported Inflation Inflasi yang berasal dari luar negeri, seperti kenaikan harga-harga barang di negara-negara langganan dagang kita, mekanismenya baik melalui impor ataupun ekspor. 2.2.5.2. Teori Inflasi Secara garis besar ada 3 kelompok teori mengenai inflasi yang masing-masing menyoroti aspek-aspek tertentu. 1. Teori Kuantitas Teori kuantitas ini menyatakan bahwa proses inflasi itu terjadi karena 2 hal, yaitu jumlah uang beredar dan psikologi (harapan) masyarakat mengenai kenaikan harga-harga (expectations). Ada 2 hal penting dari teori Kuantitas ini, adalah bahwa, pertama, laju inflasi terjadi jika ada penambahan volume uang beredar. Kedua, laju inflasi oleh harapan masyarakat mengenai kenaikan harga di masa yang akan datang (Boediono, 1985). 2. Teori Keynes Teori ini menerangkan bahwa proses inflasi terjadi karena permintaan masyarakat akan barang-barang selalu melebihi jumlah barang-barang yang tersedia. Hal ini yang disebut dengan inflationary gap. Inflationary gap terjadi apabila jumlah dari permintaan-permintaan efektif dari semua golongan tersebut, pada tingkat harga yang berlaku melebihi jumlah maksimum dari barang-barang yang dihasilkan oleh masyarakat. Harga-harga akan naik, karena permintaan total melebihi jumlah barang yang tersedia. 35 Adanya kenaikan harga-harga tersebut berarti bahwa kegiatan rencana pembelian barang dari golongan-golongan tersebut tidak terpenuhi, selanjutnya mereka akan berusaha untuk memperoleh dana yang lebih besar lagi, baik golongan pemerintah melalui pencetakan uang baru, atau para pengusaha swasta melalui kredit dari bank, atau pekerja kenaikan tingkat upah yang lebih besar. Proses inflasi akan terus berlangsung selama jumlah permintaan efektif dari semua golongan masyarakat melebihi jumlah output yang bisa dihasilkan pada tingkat harga yang berlaku. 3. Teori Strukturalis Teori Strukturalis lebih menekankan pada faktor-faktor struktural dari perekonomian yang menyebabkan terjadinya inflasi, teori ini disebut juga teori inflasi jangka panjang karena yang dimaksud dengan faktor-faktor struktural di sini adalah faktor-faktor yang hanya bisa berubah secara gradual dan dalam jangka panjang. Teori struktural memberi tekanan pada ketegaran dari struktur perekonomian negara-negara sedang berkembang. Ada dua ketegaran yang menyebabkan inflasi, yaitu ketegaran berupa ketidakelastisan dari penerimaan ekspor dan ketegaran berupa ketidakelastisan dari penawaran bahan makanan dalam negeri. Kedua proses di atas pada umumnya berkaitan dan memperkuat satu sama lain dalam menyebabkan inflasi. Ketegaran yang merupakan “ketidakelastisan” dari penerimaan ekspor ini adalah ketegaran di mana nilai ekspor tumbuh secara lamban dibanding dengan pertumbuhan sektor-sektor lain. Dasar penukaran yang 36 makin memburuk dan supply barang-barang ekspor yang tidak elastis ini akan menyebabkan terjadinya kelambanan tersebut. Kelambanan pertumbuhan penerimaan ekspor ini berarti kelambanan pertumbuhan kemampuan untuk mengimpor barang-barang yang dibutuhkan. Sedang bagi suatu negara untuk mencapai target pertumbuhannya mengambil kebijaksanaan pembangunan “import substitution strategy”. Inflasi terjadi jika proses substitusi impor ini makin meluas, sehingga menaikkan biaya produksi ke berbagai barang, sehingga makin banyak harga-harga yang naik. 2.2.5.3. Indikator Inflasi Ada beberapa indikator yang digunakan oleh para ekonom untuk menggambarkan inflasi yaitu Indeks Biaya Hidup (IBH), Indeks Harga Konsumen (IHK), Indeks Implisit Produk Domestik Bruto (GDP Deflator) atau Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB). Dari berbagai indikator tersebut masing-masing mempunyai kelebihan dan kelemahan, serta sangat tergantung pada tujuan pemakaiannya. IBH dan IHK dimaksudkan untuk penetapan upah buruh riil, karena dengan indeks ini bisa melihat sejauh mana penurunan daya beli yang terjadi pada kaum buruh akibat inflasi. Untuk pembuatan kontrak kerja dan penyesuaian harga yang dilakukan kontraktor besar, biasanya menggunakan IHPB. GDP Deflator yang mempunyai cakupan lebih luas dibandingkan kedua indeks terdahulu, sebenarnya mencerminkan perkembangan tingkat harga umum. 37 Pengendalian laju inflasi tentu saja tidak lepas dari pengendalian yang dilakukan oleh otoritas moneter dari sisi intern dalam rangka mencari stabilitas ekonomi sebagai salah satu tujuan pembangunan. Laju inflasi sebelum tahun 1984 mendekati bahkan melebihi 10%, hal ini tentu saja tidak lepas dari berbagai pengaruh faktor ekstern terhadap perekonomian Indonesia. Deregulasi dan debirokratisasi 1 Juni 1983, merupakan langkah yang diambil pemerintah untuk mengadakan perubahan kebijaksanaan ekonomi. Perkembangan moneter tahun 1984 yang relatif stabil tercermin dari pertambahan uang beredar yang dapat menunjang pertumbuhan ekonomi dan tingkat laju inflasi yang dapat dikendalikan. Piranti-piranti kebijakan moneter untuk pengendalian jumlah uang beredar yang bisa dilakukan oleh pemerintah adalah sebagai berikut: (1) Perubahan tingkat bunga fasilitas diskonto (2) Perubahan rasio cadangan minimum (3) Perkreditan selektif (4) Operasi Pasar Terbuka (5) Pendekatan persuasif 2.3. Hubungan Variabel Dependen dengan Variabel Independen 2.3.1. Hubungan PDRB dengan Deposito Berjangka Rupiah. Produk Domestik Regioanl Bruto merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi yang berada di suatu wilayah atau kabupaten, dengan cara mengurangkan biaya antara dari 38 masing-masing total produksi bruto dari tiap-tiap kegiatan, sub sektor atau sektor dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Produk domestik regional bruto disini dengan pendekatan pendapatan perkapita masyarakat. Simpanan adalah pendapatan yang tidak dikonsumsi. Menurut Keynes, simpanan (saving) merupakan fungsi dari pendapatan. Simpanan atau saving terutama ditentukan oleh pendapatan nasional ataupun regional. Tidak semua pendapatan yang diterima oleh seseorang akan digunakan untuk konsumsi, melainkan sebagian akan disisihkan sebagai simpanan (saving). Bila tingkat pendapatan rendah, rumah tangga tidak dapat menabung atau hanya sedikit menabung, karena harus membelanjakan semua atau sebagian besar pedapatannya untuk memelihara tingkat kehidupan tertentu atau lebih untuk konsumsi. Pada tingkat pendapatan lebih tinggi, konsumsi dan tabungan akan lebih besar. Semakin besar pendapatan, semakin besar pula simpanan yang dilakukan masyarakat. Begitu juga sebaliknya. Dengan demikian PDRB berpengaruh terhadap deposito berjangka rupiah. 2.3.2. Hubungan Tingkat Suku Bunga dengan Deposito Berjangka Rupiah. Hubungan antara tingkat bunga dengan simpanan bersifat positif. Menurut Teori Klasik, semakin tinggi tingkat bunga maka makin tinggi pula keinginan seseorang atau masyarakat untuk menabung uangnya dibank. Artinya, pada tingkat bunga yang lebih tinggi masyarakat akan lebih terdorong untuk mengurangi atau mengorbankan pengeluaran konsumsinya guna menambah 39 tabungannya. Semakin besar tingkat bunga akan meningkatkan kesediaan masyarakat untuk menyimpan dana pada bank, sehingga jumlah simpanan masyarakat pada bank akan naik. 2.3.3. Hubungan Laju inflasi dengan Deposito Berjangka Rupiah. Inflasi berpengaruh terhadap simpanan. Dengan adanya inflasi maka diasumsikan suku bunga akan mengalami kenaikan. Teori Irving Fisher, Fisher mengatakann bahwa ada kaitan positif antara suku bunga dengan inflasi. Dengan suku bunga riil yang diperkirakan konstan dalam jangka panjang dan ekspektasi inflasi yang menyesuaikan diri terhadap laju inflasi yang berlaku. Dengan r konstan dalam jangka panjang apabila keseluruhan proses penyesuaian telah terjadi, kenaikan laju inflasi akan tercermin pada suku bunga nominal. Dengan kata lain suku bunga akan meningkat sebesar kenaikan inflasi. Kenaikan inflasi yang menyebabkan kenaikan suku bunga deposito, akan menyebabkan kenaikan permintaan akan simpanan karena seseorang berasumsi akan memperoleh uang yang lebih banyak dengan adanya kenaikan tingkat bunga. Dengan demikian maka inflasi mempunyai pengaruh yang positif terhadap simpanan. 2.4. Hipotesis Penelitian Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah : 1. Diduga PDRB berpengaruh positif dan signifikan terhadap permintaan deposito berjangka rupiah pada bank umum di Yogyakarta. 40 2. Diduga tingkat suku bunga deposito berpengaruh positif dan signifikan terhadap permintaan deposito berjangka rupiah pada bank umum di Yogyakarta. 3. Diduga laju inflasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap permintaan deposito berjangka rupiah pada bank umum di Yogyakarta. 41 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari lembaga-lembaga atau instansi-instansi antara lain Bank Indonesia (BI) dan Badan Pusat Statistik (BPS). Adapun data yang digunakan adalah : a. Data deposito berjangka rupiah 3 bulanan pada bank umum di Yogyakarta tahun 1986-2005. b. Data Produk Domestik Regional Bruto di Yogyakarta tahun 19862005. c. Data tingkat suku bunga deposito di Yogykarta tahun 1986-2005. d. Data laju inflasi di Yogyakarta tahun 1986-2005. 3.2. Devinisi Variabel Variabel yang digunakan dalam penelitian ini : 3.2.1 Variabel Dependen Deposito berjangka rupiah (Y) Deposito berjangka adalah simpanan dari pihak ketiga kepada bank yang penarikannya hanya dapat dilakukan dalam jangka waktu tertentu menurut perjanjian antar pihak ketiga dn bank yang bersangkutan. Jangka 42 waktu jatuh tempo dapat dipilih sesuai kebutuhan, yaitu 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, 12 bulan, dan 24 bulan. Deposito berjangka rupiah pada penelitian ini disajikan dalan jutaan rupiah pertahun. 3.2.2 Variabel Independen, terdiri dari : a. Produk Domestik Regional Bruto (X1) Data Produk Domestik Regional Bruto untuk Daerah Istimewa Yogyakarta atas dasar harga konstan 2000. Data operasional yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik berdasarkan perhitungan tahunan kemudian diolah dan dinyatakan dalam bentuk satuan juta rupiah. b. Suku Bunga Deposito berjangka rupiah (X2) Merupakan tingkat keuntungan minimum yang disyaratkan pemodal atau tingkat keuntungan yang diharapkan pemodal dari investasi dalam bentuk simpanan. Tingkat suku bunga yang dimaksud disini adalah rata-rata tertimbang tingkat bunga deposito dari seluruh simpanan deposito pada berbagai waktu jatuh tempo yang berlaku di bank umum dalam persen 3 bulan. c. Laju Inflasi (X3) Data inflasi yang dipergunakan adalah data laju inflasi tahunan yang dikeluarkan oleh Biro Pusat Statistik (BPS) berbagai edisi dengan olahan dengan satuan persen (%). 43 3.3. Metode Analisis Data 3.3.1. Pendekatan Error Correction Model (ECM) Pendekatan yang digunakan untuk menganalisis hubungan antara variabel dalam penelitian ini berupa pendekatan teori ekonomi, teori statistik dan teori ekonometrika dengan lebih menekankan pada pendekatan model analisis seri waktu (time series analysis). Model umum yang dipakai dalam penelitian ini adalah regresi linier berganda. Salah satu prasyarat penting untuk mengaplikasikan model seri waktu yaitu dipenuhinya asumsi data yang normal atau stabil (stasioner) dari variabel-variabel pembentuk persamaan regresi. Karena penggunaan data dalam penelitian ini dimungkinkan adanya data yang tidak stasioner, maka penelitian ini digunakan teknik kointegrasi ( Cointegration Tecnique ) dan model koreksi kesalahan atau Error Correction Model ( ECM ). Digunakan ECM karena mekanisme ECM memiliki keunggulan baik dari segi nilainya dalam menghasilkan persamaan yang diestimasi dengan property statistik yang diinginkan maupun dari kemudahan persamaan tersebut untuk diinterprestasi (Insukindro 1993: 65). Disamping itu ECM dapat pula dijadikan variabel proksi nalar asa dari model stok penyangga masa depan dengan cara membentuk estimasi jangka panjang dari ECM, ECM juga bias menghindari regresi lancung atau regresi semu yang menghasilkan kesimpulan yang menyesatkan. Proses analisis yang akan dilakukan terdiri dari analisis deskriptif , uji akar unit (testing for unit root) dan uji derajat integrasi (testing for degree of integration), uji kointegrasi 44 (Cointegration test), pendekatan ECM (Error Correction Model), analisis statistik, uji asumsi klasik, serta analisis ekonomi. 3.3.2. Analisa Deskriptif Analisis Deskriptif merupakan suatu analisis yang memaparkan hasil secara kualitatif terhadap perkembangan data-data yang ada untuk memperkuat analisis empiris. Penelitian ini akan membahas perkembangan variabel dependen permintaan deposito berjangka rupiah, serta variabel independen yaitu PDRB, suku bunga deposito, inflasi. 3.3.2.1 Uji Akar Unit Dan Uji Derajat Integrasi Uji akar unit dapat dipandang sebagai uji stasioneritas, karena pada intinya uji tersebut bentuk mengamati apakah koefisien tertentu dari model otoregresi yang ditaksir mempunyai nilai satu atau tidak. Langkah awal yang harus dilakukan pengujian ini adalah menaksir model otoregresi dari masing-masing variabel yang akan digunakan dalam penelitian dengan OLS. Ada beberapa prosedur untuk melakukan uji akarakar unit namun yang banyak digunakan adalah uji Dickey- Fuller ( DF ) dan uji Philips Peron. Uji ADF adalah uji yang dikembangkan oleh Dickey Fuller untuk menyempurnakan uji DF yang sudah ada sebelumnya. Dalam prakteknya uji ADF inilah yang seringkali digunakan untuk mendeteksi apakah data stasioner atau tidak. Adapun formulasi uji ADF adalah sebagai berikut : 45 k DYt= ao + a1 + ∑ b1 B1DYt (3.1) I =1 k ∑ DYt= co + c1T + C2 BYt + d1B1DYt (3.2) I =1 Notasi : DYt = Yt – Yt-1 BYt = Yt-1 T = trend waktu Yt = Variabel yang diamati pada waktu t K = Besarnya waktu kelambanan yang dihitung dengan rumus K = N1/3 dengan N adalah jumlah sampel. Langkah selanjutnya adalah membandingkan nilai ADF tabel dengan nilai ADF statistik. Nilai ADF ditunjukkan oleh nilai t pada koefisien regresi BYt pada persamaan (1) dan (2). Bila data yang diamati pada uji akar unit ternyata tidak stationer, maka langkah selanjutnya adalah melakukan uji derajat integrasi. Uji ini dilakukan untuk mengetahui pada derajat integrasi berapa derajat data yang diamati stationer. Uji derajat integrasi ini mirip dengan uji akar unit. Untuk melakukan uji tersebut juga dilakukan penaksiran model otoregresi dengan OLS. k D2Yt =b0 + b1 BDYt + ∑ f1B1D2Yt. (3.3) I =1 46 k D2Yt = d0 + d1T + d2BDYt + ∑ h1B1D2Yt (3.4) I =1 Dimana D2Yt = DYt – DYt-1, BDYt = DYt-1 Prosedur untuk menentukan apakah data stasioner atau tidak dengan cara membandingkan antara nilai ADF dengan nilai kritis distribusi statistik Mackinon. Jika nilai absolute statistic ADF lebih besar dari nilai kritisnya, maka data yang diamati menunjukkan stasioner dan jika sebaliknya nilai absolut statistik ADF lebih kecil dari nilai kritisnya maka data tidak stasioner. Hal yang krusial dalam uji ADF adalah menentukan panjangnya kelambanan. Selain uji ADF dalam penelitian ini juga menggunakan uji Philips Peron untuk menentukan akar unit dan derajat integrasi. Uji PP memasukkan unsur autokorelasi di dalam residual dengan memasukkan variabel independen berupa kelambanan diferensi. Philips Peron membuat uji akar unit dengan menggunakan metode statistik non parametik dalam menjelaskan kelambanan diferensi sebagaimana uji ADF. Adapun uji akar unit dari Philips Peron sebagai berikut : DYt = γ Yt-1 + et (3.5) DYt = ao + γYt-1 + et (3.6) DYt = ao + a2T + γ Yt-1 + et (3.7) 47 Keterangan : T adalah trend waktu Statistik distributif t tidak mengikuti statistic distribusi normal tetapi mengikuti distribusi PP sedangkan nilai kritisnya digunakan nilai kritis yang dikemukakan oleh Mackinon. Sebagaimana uji ADF, kita juga harus menentukan apakah tanpa konstanta dan trend. Berbeda dengan uji ADF, dalam menentukan panjangnya lag uji PP menggunakan truncation lag q dari Newey-West. (Widarjono, 2005, 361-362) 3.3.2.2. Uji Kointegrasi Untuk dapat melakukan uji kointegrasi harus diyakini terlebih dahulu bahwa variabel-variabel terkait dalam pendekatan ini memiliki derajat integrasi yang sama atau tidak (Insukindro, 1993:132). Berkaitan dengan itu, uji akar-akar unit dan uji derajat integrasi perlu dilakukan terlebih dahulu. Untuk mendapatkan gambaran mengenai pendekatan kointegrasi, anggaplah memiliki satu himpunan variabel runtun waktu X. Komponen X dikatakan berkointegrasi pada derajat d, h atau ditulis ~ (d,h) bila (Sriyana Jaka, 2003) : 1. Setiap komponen dari X berkointegrasi pada derajat d atau I (d) 2. Terdapat suatu vector α yang tidak sama dengan nol (α ≠ 0), sehingga Zt = α1 X~1(d,b), dimana b:0 dan α adalah vektor kointegrasi. 48 Implikasi penting dari ilustrasi dan definisi diatas adalah bahwa jika dua variabel atau lebih mempunyai derajat integrasi yang berbeda, katakanlah X = I (1) dan Y = I (2), maka kedua variabel tersebut tidak dapat berkointegrasi. (Insukindro, 1993:132) Uji ini dilakukan setelah uji stationeritas melalui uji akar-akar unit dan derajat integrasi terpenuhi. Digunakan untuk mengetahui kemungkinan terjadinya keseimbangan atau kestabilan jangka panjang diantara variabelvariabel yang diamati. Setelah prasarat dari uji kointegrasi dilakukan, maka dapat diketahui data yang diamati tersebut stasioner pada derajat keberapa. Hal ini perlu diketengahkan mengingat adanya syarat dari uji kointegrasi yaitu bahwa dalam melakukan uji kointegrasi data yang digunakan harus berintegrasi pada derajat yang sama. Selanjutnya bersamaan dengan uji kointegrasi, Engle dan Granger (1987:265-270) berpendapat bahwa dari tujuh uji statistik yang diketengahkan untuk menguji hipotesa nol tidak adanya kointegrasi, ternyata uji CRDW (Cointegration-Regression Durbin-Watson), DF (Dickey-Fuller), dan ADF (Augmented Dickey-Fuller) merupakan uji statistik yang paling disukai. Oleh karena itu dalam penelitian ini menggunakan uji CRDW. Untuk menghitung statistic CRDW, DF, dan ADF ditaksir dengan regresi kointegrasi berikut ini dengan metode kuadrat terkecil (ordinary least squares =OLS). (Insukindro,1993:132) Yt = mo + m1X1t+m2X2t+Et (3.8) 49 Dimana : Y = Variabel tak bebas X1, X2 = Variabel bebas E = Nilai residual Kemudian regresi berikut ini ditaksir dengan OLS : DEt = p1 Et-1 (3.9) p −1 DEt = q1 Et-1 + ∑ w1 DEt-1 (3.10) i =1 Dimana : DEt = Et – Et-1 Nilai statistic CRDW ditunjukan oleh nilai statistic DW (DurbinWatson) pada regresi persamaan (3.8) dan nilai statistic DF dan ADF ditunjukan oleh nisbah pada koefisien Et-1 pada persamaan (3.9) dan (3.10). Nilai kritis untuk ketiga uji tersebut dapat dilihat pada Engle dan yoo (1987). Tabel 3.1 Nilai CRDW / DW Stat Untuk Uji Kointegrasi Jumlah Tingkat Signifikansi Sampel 1% 5% 10% 50 1.00 0.78 0.69 100 0.51 0.39 0.32 200 0.29 0.20 0.16 Sumber : Engle dan Yoo (1987,158) 50 Tabel 3.2 Nilai DF Untuk Uji Kointegrasi Jumlah Jumlah Variabel Data (N) 1% 5% 10% 2 50 4.32 3.67 3.28 100 4.07 3.37 3.03 200 4.00 3.37 3.02 50 4.84 4.11 3.73 100 4.45 3.93 3.59 200 4.35 3.78 3.47 50 4.49 4.38 4.02 100 4.75 4.22 3.89 200 4.70 4.18 3.89 50 5.41 4.76 4.42 100 5.18 4.58 4.26 200 5.02 4.48 4.18 3 4 5 Tingkat Signifikansi Sumber : Engle dan Yoo (1987,157) Tabel 3.3 Nilai ADF Untuk Uji Kointegrasi Jumlah Jumlah Variabel Data (N) 1% 5% 10% 2 50 4.12 3.29 2.90 100 3.73 3.17 2.91 200 3.78 3.25 2.98 50 4.45 3.75 3.36 100 4.22 3.62 3.32 200 4.34 3.78 3.51 3 Tingkat Signifikansi 51 4 5 50 4.61 3.98 3.67 100 4.61 4.02 3.71 200 4.72 4.13 3.83 50 4.80 4.15 3.85 100 4.98 4.36 4.06 200 4.97 4.43 4.14 Sebagaimana telah disinggung diatas, tujuan utama dari uji kointegrasi adalah untuk mengkaji apakah residual regresi kointegrasi stasioner atau tidak. Pengujian ini sangat penting bila ingin dikembangkan suatu model dinamis, khususnya model koreksi kesalahan (error correction model = ECM), yang mencangkup variabel-variabel kunci pada regresi kointegrasi terkait. Pada prinsipnya, model koreksi kesalahan terdapat keseimbangan yang tetap dalam jangka panjang antara variabel-variabel ekonomi. Bila dalam jangka pendek terdapat ketidakseimbangan dalam satu periode, maka model koreksi kesalahan akan mengoreksinya pada periode berikutnya (Engle dan Granger, 1987:254). Mekanisme koreksi kesalahan ini dapat diartikan sebagai penyelaras perilaku jangka pendek dan jangka panjang. Dengan mekanisme ini pula, masalah regresi semrawut dapat dihindarkan melalui penggunaan variabel perbedaan yang tetap di dalam model, namun tanpa menghilangkan informasi jangka panjang yang diakibatkan oleh penggunaan data perbedaan semata. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa model 52 koreksi kesalahan konsisten dengan konsep kointegrasi atau dikenal dengan Granger Representation Theorem. (Sriyana, Jaka, 2003) 3.3.3 Analisa Statistik Hubungan permintaan deposito berjangka rupiah dengan faktor-faktor yang mempengaruhi dapat diformulasikan sebagai berikut : Y = f(X1, X2, X3, X4) Dalam bentuk persamaan adalah sebagai berikut : DYt = β0 + β1 DX1t - β2 X2t + β3 DX3t + β4 + β5 ECT Dimana : DYt = Deposito berjangka rupiah pada periode t β4 = Konstanta DX1 = Produk Domestik regional Bruto periode t DX2 = Suku bunga deposito periode t DX3 = Laju inflasi pada periode t ECT = RESID (-1) β1, β2, β3, β4 = Koefisien regresi dari masing-masing variabel β5 = Koefisien ECT (error correction term) 3.3.3.1 Uji t (uji signifikansi secara individu) Uji t statistik melihat hubungan atau pengaruh antara variabel independen secara individual terhadap variabel dependen. 53 1. Hipotesis yang digunakan : a. Jika Hipotesis positif Ho : βi ≤ 0 Ha : βi > 0 b. Jika Hipotesis negatif Ho : βi ≥ 0 Ha : βi < 0 2. Pengujian satu sisi Jika t-hitung < t-tabel, maka Ho diterima dan Ha ditolak artinya variabel independen tidak mempengaruhi variabel dependen secara sigifikan. Jika t-hitung > t-tabel maka Ho ditolak dan Ha diterima artinya variabel independen mempengaruhi variabel dependen secara signifikan. 3.3.3.2 Uji F (uji secara bersama-sama) Pengujian ini akan memperlihatkan hubungan atau pengaruh antara variabel independen secara bersama-sama terhadap variabel dependen, yaitu dengan cara sebagai berikut : Ho : βi = 0, maka variabel independen secara bersama-sama tidak mempengaruhi variabel dependen. Ha : βi ≠ 0, maka variabel independen secara bersama-sama mempengaruhi variabel dependen. 54 Hasil pengujian adalah : Ho diterima ( tidak signifikan ) jika F hitung < F tabel (df = n – k) Ho ditolak ( signifikan ) jika F hitung > F tabel (df = n – k) Dimana : K : Jumlah variabel N : Jumlah pengamatan 3.3.3.3 Koefisien determinasi (R2) R2 menjelaskan seberapa besar persentasi total variasi variabel dependen yang dijelaskan oleh model, semakin besar R2 semakin besar pengaruh model dalam menjelaskan variabel dependen. Nilai R2 berkisar antara 0 sampai 1 , suatu R2 sebesar 1 berarti ada kecocokan sempurna, sedangkan yang bernilai 0 berarti tidak ada hubungan antara variabel tak bebas dengan variabel yang menjelaskan. 3.3.4 Pengujian Asumsi Klasik Sebelum dilakukan regresi, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi klasik untuk melihat apakah data terbebas dari maslah multikolinieritas, heteroskedastisitas, dan autokorelasi. Uji asumsi klasik penting dilakukan untuk menghasilkan estimator yang linier tidak bias dengan varian yang minimum (Best Linier Unbiased Estimator = BLUE), yang berarti model regresi tidak mengandung masalah. 55 3.3.4.1 Uji Korelasi Parsial Antar Variabel Independen Salah satu untuk mendeteksi multikolinieritas adalah dengan menguji koefisien korelasi (r) antar variabel independen. Sebagai aturan main yang kasar (rule of thumb), jika koefisien korelasi cukup tinggi katakanlah diatas 0,85 maka diduga ada multikolinieritas dalam model. Sebaliknya jika koefisien korelasi relative rendah (0,85) maka diduga model tidak mengandung unsur multikolinieritas. (Widarjono, 2005, 135) Tanpa adanya perbaikan multikolinieritas tetap menghasilkan estimator yang BLUE karena masalah estimator yang BLUE tidak memerlukan asumsi tidak adanya korelasi antar variabel independen. Multikolinieritas hanya menyebabkan kita kesulitan memperoleh estimator dengan standard error yang kecil. (Widarjono, 2005, 139) 3.3.4.2 Uji Heterosledastisitas (Metode White) Heteroskedastisitas adalah keadaan dimana faktor gangguan tidak memiliki varian yang sama. Pengujian terhadap gejala heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melakukan White Test, yaitu dengan cara meregresi residual kuadrat ( Ui2 ) dengan variabel bebas, variabel bebas kuadrat dan perkalian variabel bebas. Pedoman dalam penggunaan model white test adalah jika nilai ChiSquare hitung (n. R2) lebih besar dari nilai X2 kritis dengan derajat kepercayaan tertentu (α) maka ada heterokedasitisitas dan sebaliknya jika 56 Chi-Square hitung lebih kecil dari nilai X2 menunjukan tidak adanya heterokedasitisitas. 3.3.4.3. Autokorelasi (metode Lagrange Multipier) Ho : tidak ada autokorelasi Ha : ada autokorelasi Dengan tingkat signifikan (α) sebesar 5% dan menggunakan distribusi χ2, maka : Jika χ2 hitung < χ2 kritis, berarti Ho diterima Jika χ2 hitung > χ2 kritis, berarti Ho ditolak Atau dengan cara lain untuk mendeteksi adanya autokorelasi dalam model bisa dilakukan menggunakan uji Durbin-Watson (DW), yaitu dengan cara membandingkan antara DW statistik ( d ) dengan dL dan dU, jika DW statistik berada diantara dU dan 4- dU maka tidak ada autokorelasi. Autokorelasi ragu-ragu tidak ada autokorelasi ragu-ragu Positif 0 autokorelasi negatif dl du 2 4-du 4-dl 4 Gambar 3.1. Statistik Durbin-Watson d Penentuan ada tidaknya autokorelasi dapat dilihat dengan jelas dalam Tabel 3.4. berikut ini : 57 Tabel 3.4. Uji Statistik Durbin-Watson Nilai Statistik Hasil 0<d<dl Menolak hipotesa nul; ada autokorelasi positif dl≤d≤du Daerah keragu-raguan; tidak ada keputusan Menerima hipotesa nul; tidak ada autokorelasi du≤d≤4-du positif / negatif 4-du≤d≤4-dl Daerah keragu-raguan; tidak ada keputusan Menolak 4-dl≤d≤4 hipotesa nul; ada autokorelasi negative 58 BAB IV HASIL DAN ANALISIS 4.1. Deskripsi Data Penelitian Semua data yang digunakan dalam analisis ini merupakan data sekunder deret waktu (time series) yang berbentuk annual mulai tahun 19862005. Penelitian mengenai permintaan deposito berjangka rupiah disini menggunakan data deposito berjangka rupiah pada bank umum di Yogyakarta sebagai variabel dependen (variabel tidak bebas). Sedangkan variabel independen terdiri dari Produk Domestik Regional Bruto, Suku Bunga Deposito, Laju Inflasi. Tabel 4.1 Data Observasi obs Y X1 X2 X3 1986 78678 7470269 11.44 4.31 1987 117008 7774144 8.61 8.83 1988 150052 8238398 8.85 8.9 1989 209874 8758936 16.49 4.43 1990 349700 9159241 18.54 5.21 1991 382541 9634857 9.65 10.73 1992 374089 10303121 7.37 8.38 1993 403009 10901831 7.62 4.78 1994 508022 11699390 4.12 10.01 1995 597448 12955802 7.45 8.55 59 1996 799037 13958968 5.22 10.91 1997 1477973 14449327 17.1 12.72 1998 3140804 12833873 25.29 7.46 1999 2694307 12960802 9.24 2.51 2000 2398917 13480000 3.88 7.32 2001 2911316 14056000 11.48 12.56 2002 2978601 14689000 12.35 12.01 2003 2765099 15360000 8.5 5.36 2004 2656517 16149000 6.52 6.95 2005 3907451 16898000 9.9 14.98 Sumber : Bank Indonesia dan Badan Pusat Statistik, berbagai tahun penerbit. Keterangan : Y = Deposito Berjangka Rupiah 3 bulanan pada bank umum (Juta Rp) X1 = Produk Domestik Regional Bruto Perkapita (Juta Rp) X2 = Suku Bunga Deposito Rupiah 3 bulanan (%) X3 = Laju Inflasi (%) Keseluruhan dari data yang digunakan sebagai bahan penelitian diperoleh dari kantor Badan Pusat Statistik (BPS) dan Bank Indonesia (BI). Data mengenai Deposito Berjangka Rupiah, Suku Bunga Deposito, Laju Inflasi, diperoleh dari statistik ekonomi keuangan Daerah dan laporan tahunan BI dari baerbagai tahun terbitan. Sedangkan untuk data PDRB diperoleh dari Statistik Indonesia dari berbagai edisi terbitan. Sebagaimana telah dijelaskan pada bab sebelumnya yaitu bahwa model yang digunakan sebagai alat analisis adalah model Error Correction 60 Model (ECM). Model ECM digunakan untuk menguji spesifikasi model dan kesesuaian teori dengan kenyataan. Pengujian ini dilakukan dengan program komputer Econometric E-Views (eviews). Pembahasan dilakukan dengan analisis secara ekonometrik. 4.2 Hasil dan Analisis 4.2.1. Uji Akar-akar Unit dan Uji Integrasi Tahap pertama dilakukan uji akar-akar unit untuk mengetahui pada derajat ke berapa data yang digunakan stasioner. Uji akar-akar unit dilakukan untuk mengetahui apakah koefisien tertentu adalah satu (mempunyai akar unit). Penelitian ini menggunakan uji akar-akar unit yang dikembangkan oleh Philips Perron. Uji akar unit dilakukan dengan memasukkan konstanta dan trend untuk metode Philips Perron. Untuk uji akar-akar unit dan derajat integrasi, apabila nilai hitung PP lebih kecil daripada nilai kritis mutlak (pada α = 10% ), maka variabel tersebut tidak stasioner, sebaliknya jika nilai hitung mutlak PP lebih besar daripada nilai kritis mutlak (pada α = 10% ), maka variabel tersebut stasioner. Hasil dari pengujian akar-akar unit ini dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut ini : 61 Tabel 4.2 Hasil Estimasi Akar-akar Unit pada Ordo Nol Nilai kritis Nilai hitung t- Mackinon statistik α = 10% PP PP Y -2.128931 -3.277364 X1 -1.935402 -3.277364 X2 -2.951388 -3.277364 X3 -4.961697 -3.277364 Variabel Sumber : Hasil Eviews Dari tabel diatas diketahui bahwa nilai hitung mutlak PP masingmasing variabel dengan derajat keyakinan 10% hanya ada satu variabel yang stasioner, yaitu variabel laju inflasi (X3) pada ordonol. Karena itu perlu dilanjutkan dengan uji derajat integrasi pertama. Hasil dari pengujian akar-akar unit pada derajat integrasi pertama dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut ini : 62 Tabel 4.3 Hasil Estimasi Uji Derajat Integrasi Pertama dengan Nilai Kritis MacKinnon 10% Nilai kritis Nilai hitung t- Mackinon statistik α = 10% PP PP Y -3.707698 -3.286909 X1 -2.889363 -3.286909 X2 -6.775830 -3.286909 X3 -4.452218 -3.286909 Variabel Sumber : Hasil Eviews Dari tabel diatas diketahui bahwa nilai hitung mutlak PP masingmasing variabel dengan derajat keyakinan 10% sudah stasioner pada integrasi pertama, namun masih ada satu variable, yaitu variable PDRB yang masih belum stasioner pada derajat integrasi pertama, karena itu perlu dilanjutkan dengan uji derajat integrasi kedua. Hasil dari pengujian derajat integrasi kedua dapat dilihat pada tabel 4.4 berikut ini : 63 Tabel 4.4 Hasil Estimasi Uji Derajat Integrasi Kedua dengan Nilai Kritis MacKinnon 10% Nilai kritis Nilai hitung t- Mackinon statistik α = 10% Variabel PP PP Y -7.210287 -3.297799 X1 -6.254901 -3.297799 X2 -8.176770 -3.297799 X3 -6.364384 -3.297799 Sumber : Hasil Eviews Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa nilai uji Philips Perron nilai PP statistiknya lebih besar daripada nilai PP kritisnya pada masing-masing variable, yang berarti data ini telah stasioner pada differensi kedua dan bisa untuk dilanjutkan ke uji kointegrasi. 4.2.2. Uji Kointegrasi Uji Kointegrasi merupakan kelanjutan dari uji akar-akar unit dan uji derajat integrasi. Uji kointegrasi dapat dipandang sebagai uji keberadaan hubungan jangka panjang, seperti yang dikehendaki oleh teori ekonomi. Tujuan utama uji kointegrasi ini adalah untuk mengetahui apakah residual regresi terkointegrasi stasioner atau tidak. Apabila variabel terkointegrasi 64 maka terdapat hubungan yang stabil dalam jangka panjang. Dan sebaliknya jika tidak terdapat kointegrasi antar variabel maka implikasi tidak adanya keterkaitan hubungan dalam jangka panjang. Berikut ini hasil uji kointegrasi CRDW : Tabel 4.5 Nilai Regresi Uji Kointegrasi Persamaan Kointegrasi CRDW Hitung CRDW Tabel α : 10% Y=f(X1, X2, X3,X4) 0,771083 0,69 Sumber : hasil Eviews Dari hasil estimasi diatas dapat dilihat bahwa nilai CRDW hitung sebesar 0,771083 sedangkan nilai kritis CRDW pada derajat kepercayaan sebesar 10% yaitu 0,69 Karena nilai CRDW hitung lebih besar dari CRDW table maka hal ini mengindikasikan bahwa adanya kointegrasi data. 4.2.3. Pendekatan Error Correction Model (ECM) Model Koreksi Kesalahan (Error Correction Model) merupakan metode pengujian yang dapat digunakan untuk mencari model keseimbangan dalam jangka panjang. Untuk menyatakan apakah model ECM yang digunakan sahih atau tidak maka koefisien Error Corection Term (ECT) harus signifikan. Jika koefisien ini tidak signifikan maka model tersebut tidak cocok dan perlu dilakukan perubahan spesifikasi lebih lanjut. (Insukindro, 65 1993, 12-16) Berikut merupakan model ECM yang digunakan pada penelitian ini : DYt = β0 + β1 DX1t - β2 X2t + β3 DX3t + β4 + β5 ECT Notasi : DY = Y-Yt-1 DX1 = X1-X1t-1 DX2 = X2-X2t-1 DX3 = X3-X3t-1 ECT =RESID(-1) β1, β2, β3, β4 = Koefisien regresi ECM jangka pendek β5 = Koefisien ECT (error correction term) Hasil pengolahan data yang dilakukan dengan menggunakan program komputer EViews, dengan model regresi linier ECM ditampilkan sebagai berikut : 66 Tabel 4.6 Hasil Estimasi Model Dinamis ECM Dependent Variable: D(Y) Method: Least Squares Date: 01/28/08 Time: 20:08 Sample(adjusted): 1987 2005 Included observations: 19 after adjusting endpoints Variable Coefficient Std. Error t-Statistic C 385188.5 81342.93 4.735366 D(X1) -0.439661 0.115763 -3.797930 D(X2) 35589.60 9986.634 3.563723 D(X3) 30578.06 14977.20 2.041640 ECT -0.691576 0.295668 -2.339027 R-squared 0.813505 Mean dependent var Adjusted R-squared 0.760221 S.D. dependent var S.E. of regression 250687.2 Akaike info criterion Sum squared resid 8.80E+11 Schwarz criterion Log likelihood -260.2660 F-statistic Durbin-Watson stat 1.090860 Prob(F-statistic) Prob. 0.0003 0.0020 0.0031 0.0605 0.0347 201514.4 511949.0 27.92273 28.17127 15.26729 0.000053 Sumber : Hasil Eviews Dari estimasi model dinamis ECM dapat diperoleh fungsi regresi OLS sebagai berikut : D(Y) = 385188.5 + -0.439661 DX1 + 35589.60 DX2 + 30578.06 DX3 0.691576 ECT Berdasarkan hasil estimasi model dinamis ECM diatas, maka dapat dilihat pada variabel Error Correction Term (ECT) nya signifikan pada tingkat signifikansi 5% dan mempunyai tanda negatif. Maka spesifikasi model sudah sahih dan dapat menjelaskan variasi pada variabel tak bebas. (Insukindro, 1993, 2) Untuk mengetahui apakah hasil estimasi dapat dipercaya maka dilakukan pengujian lebih lanjut yaitu berupa uji ekonometri. Uji tersebut 67 dimaksudkan untuk mengetahui apakah penafsiran-penafsiran terhadap parameter sudah bermakna secara teoritis dan nyata secara statistic. 4.2.4. Analisis Statistik Jangka Pendek Untuk mengetahui lebih lanjut tingkat signifikansi model ECM tersebut, maka akan dilakukan pengujian lebih lanjut yaitu pengujian variabel-variabel tersebut secara individual (uji t), dan pengujian keoefisien determinasi (R2) dari hasil perhitungan yang telah dilakukan sebelumnya. 4.2.4.1. Uji Secara Individual (Uji t) Pengujian secara individual ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah masing-masing variabel independen berpengaruh secara signifikan terhadap variabel independen. Uji ini dilakukan dengan melihat besarnya t hitung atau dengan melihat tingkat probabilitasnya, (Abdul Hakim, 2000, 101) Jika t hitung > t tabel, maka variabel bebas tersebut berpengaruh terhadap variabel tak bebas secara individu. Dengan menggunakan derajat kepercayaan 5% maka jika nilai probabilitasnya < 0,05 , berarti variabel tersebut signifikan pada taraf signifikan 5%. Kriteria Pengujian : Uji hipotesis positif satu sisi : Ho : βi ≤ 0, artinya independen variabel secara individu tidak berpengaruh positif terhadap variabel dependen. 68 Ha: βi > 0, artinya independen variabel secara individu berpengaruh positif terhadap variabel dependen. Uji hipotesis negatif satu sisi : Ho : βi ≥ 0, artinya independen variabel secara individu tidak berpengaruh negatif terhadap variabel dependen. Ha: βi<0, artinya independen variabel secara individu berpengaruh negatif terhadap variabel dependen. Dari hasil pengujian data dengan Eviews diperoleh nilai t hitung masing-masing variabel dan probabilitasnya sebagai berikut : Tabel 4.7 Hasil Uji t Jangka Pendek Variabel t-hitung t-tabel* Probabilitas DX1 -3.797930 1,746 0.0020 DX2 3.563723 1,746 0.0031 DX3 2.339027 1,746 0.0605 ECT -2.339027 1,746 0.0347 Sumber : Hasil Eviews Signifikan pada α = 5% t-tabel = t α df (n-k) = t (α = 5% ; 16) = 1,746 69 Dari hasil perhitungan dengan program EViews, dapat disimpulkan hasil pengujian secara individu adalah sebagai berikut : 4.2.4.1.1. Uji t terhadap Parameter β1 (DX1) Ho : β1 ≤ 0, artinya variabel PDRB tidak berpengaruh positif terhadap variabel deposito berjangka rupiah Ha : β1 > 0, artinya variabel PDRB berpengaruh positif terhadap variabel deposito berjangka rupiah t hitung = -3.797930 t tabel = 5%, 16 = 1,746 Hasil perhitungan Æ t hitung > t tabel Kesimpulannya : Tolak Ho dan Terima Ha artinya variabel PDRB berpengaruh dan berhubungan negatif terhadap variabel deposito berjangka rupiah. 4.2.4.1.2. Uji t terhadap parameter β2 (DX2) Ho : β2 ≤ 0 , artinya variabel suku bunga deposito tidak berpengaruh positif terhdap variabel deposito berjangka rupiah. Ha : β2 < 0 , artinya variabel suku bunga deposito berpengaruh positif terhadap variabel deposito berjangka rupiah. 70 t hitung = 3.563723 t tabel = 5%, 16 = 1,746 Hasil perhitungan Æ t hitung > t tabel Kesimpulannya : Tolak Ho dan Terima Ha artinya variabel suku bunga deposito berpengaruh dan berhubungan positif terhadap variabel deposito berjangka rupiah. 4.2.4.1.3. Uji t terhadap parameter β3 (DX3) Ho : β3 ≤ 0, artinya variabel laju inflasi tidak berpengaruh positif terhadap variabel deposito berjangka rupiah. Ha : β3 > 0, artinya variable laju inflasi berpengaruh positif terhadap variabel deposito berjangka rupiah t hitung = 2.339027 t tabel = 5%, 16 = 1,746 Hasil perhitungan Æ t hitung < t tabel Kesimpulannya : Tolak Ho dan terima Ha artinya variabel laju inflasi berpengaruh dan berhubungan positif terhadap variabel deposito berjangka rupiah. 71 4.2.4.2. Uji Secara Serempak (Uji F) Uji F-statistik dilakukan untuk mengetahui apakah variabel bebas (X) secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel tidak bebas. Pengujian ini dilakukan dengan membandingkan nilai F-hitung dengan nilai F-tabel pada derajat kebebasan (k-1, n-k-1) dan tingkat signifikansi (α) 5%. Jika nilai F-hitung lebih besar dari nilai F tabel maka Ho ditolak dan Ha diterima. Artinya variabel bebas secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap variabel tidak bebas dan jika F-hitung lebih kecil dari nilai F-tabel maka Ho diterima dan Ha ditolak. Artinya variabel bebas secara bersama-sama tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel tidak bebas. Nilai F-tabel dengan derajat kebebasan (3,16) dan α 5% adalah 3.24. Dari hasil regresi diketahui bahwa nilai F-hitung adalah 15.26729. Dengan demikian F-hitung lebih besar dari nilai F-tabel, artinya secara bersama-sama variabel Produk Domestik Regional Bruto (X1), Suku Bunga Deposito (X2),dan Laju Inflasi (X3), berpengaruh signifikan terhadap Deposito Berjangka Rupiah. 4.2.4.3. Koefisien Determinasi (R2) Nilai R2 (koefisien determinasi) dilakukan untuk melihat seberapa besar variabel independen berpengaruh terhadap variabel dependen. Nilai R2 berkisar antara 0 - 1. Nilai R2 makin mendekati 0 maka pengaruh semua variabel independen terhadap variabel dependen makin kecil Dan sebaliknya 72 nilai R2 makin mendekati 1 maka pengaruh semua variabel independen terhadap variabel dependen makin besar. Dari hasil regresi diketahui bahwa nilai R2 adalah 0.813505, yang berarti variasi variabel produk domestik regional bruto (X1), suku bunga deposito (X2), laju inflasi (X3), mempengaruhi variabel deposito berjangka rupiah sebesar 81.3505%. Sedangkan sisanya (18.6495%) dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dianalisis dalam model regresi ini. 4.2.4.4. Pengujian Asumsi Klasik Pengujian ini dimaksudkan untuk mendeteksi ada tidaknya multikolinieritas, heteroskedastisitas, dan autokorelasi dalam hasil estimasi, karena apabila terjadi penyimpangan terhadap asumsi klasik tersebut. Uji t dan uji F yang dilakukan menjadi tidak falid dan secara statistik dapat mengacaukan kesimpulan yang diperoleh. Dengan kata lain, apakah hasil-hasil regresi telah memenuhi kaidah Best Linier Unbiased Estimator (BLUE) sehingga tidak ada gangguan serius terhadap asumsi klasik dalam metode kuadrat terkecil tunggal (OLS) yaitu masalah multikolinieritas, heteroskedastisitas, dan autokorelasi. 4.2.4.4.1. Uji Multikolinieritas Jangka Pendek Uji multikolinearitas dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan yang signifikan diantara variabel bebas. Deteksi adanya multikolinearitas dilakukan dengan menggunakan uji korelasi parsial antar 73 variabel independent. Dengan melihat nilai koefisien korelasi (r) antar variabel independen, dapat diputuskan apakah data terkena multikolinearitas atau tidak menguji koefisien korelasi (r) antar variabel independen. Hasil pengujian multikolinearitas menggunakan uji korelasi (r) dapat dilihat sebagai berikut: Tabel 4.8 Hasil Uji Multikolinieritas Jangka Pendek D(X1) D(X2) D(X3) D(X1) 1 -0.15795 0.326186 D(X2) -0.15795 1 0.006939 D(X3) 0.326186 0.006939 1 Dari tabel hasil analisis uji multikolinieritas di atas terlihat bahwa koefisiensi korelasi di bawah 0.85, sehinnga dapat disimpulkan bahwa tidak ada masalah multikolinieritas dalam model analisis regresi. 4.2.4.4.2. Uji Heteroskedastisitas Jangka Pendek Uji heteroskedasitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varian residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut homokesdasitas dan jika berbeda disebut heteroskedasitas. Metode yang digunakan untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas pada penelitian ini adalah pengujian White. Pengujian heteroskedastisitas 74 dilakukan dengan bantuan program komputer Eviews 4.1, dan diperoleh hasil regresi seperti pada tabel berikut ini: Tabel 4.9 Hasil Uji Heteroskedastisitas Jangka Pendek White Heteroskedasticity Test: F-statistic 2.010583 Obs*R-squared 11.71603 Probability Probability 0.148997 0.164331 Test Equation: Dependent Variable: RESID^2 Method: Least Squares Date: 01/31/08 Time: 04:12 Sample: 1987 2005 Included observations: 19 Variable Coefficient C -4.15E+09 D(X1) 7398.465 (D(X1))^2 -0.005330 D(X2) 5.69E+09 (D(X2))^2 73357501 D(X3) 7.06E+09 (D(X3))^2 4.08E+09 ECM -30546.37 ECM^2 -0.080276 R-squared 0.616633 Adjusted R-squared 0.309939 S.E. of regression 9.57E+10 Sum squared resid 9.16E+22 Log likelihood -501.2723 Durbin-Watson stat 2.174266 Std. Error t-Statistic 7.35E+10 -0.056512 56704.59 0.130474 0.061735 -0.086330 4.08E+09 1.396135 4.66E+08 0.157293 6.72E+09 1.050472 1.51E+09 2.710911 48271.02 -0.632810 0.086849 -0.924318 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic) Prob. 0.9560 0.8988 0.9329 0.1929 0.8781 0.3182 0.0219 0.5411 0.3771 4.82E+10 1.15E+11 53.71287 54.16023 2.010583 0.148997 Sumber : Hasil Eviews Dari tabel 4.9 diketahui bahwa koefisien determinasi (R2) sebesar 0.616633. Nilai Chi-squares hitung sebesar 11.71603 yang diperoleh dari informasi Obs*R-squared, sedangkan nilai kritis Chi-squares (χ2) pada α = 5% dengan df sebesar 8 adalah 15.5073. Karena nilai Chi-squares hitung (χ2) lebih kecil dari nilai kritis Chi-squares (χ2) maka dapat disimpulkan tidak ada masalah heteroskedastisitas. 75 Model mengandung heteroskedastisitas juga bisa dilihat dari nilai probabilitas Chi-Squares sebesar 0.164331 yang lebih besar dari nilai α (alpha) sebesar 0,05. Berarti Ho diterima dan kesimpulannya tidak ada heteroskedastisitas. 4.2.4.4.3 Uji Autikorelasi Jangka Pendek Untuk mendeteksi masalah autokorelasi digunakan Uji LM Test. Uji ini sangat berguna untuk mengidentifikasi masalah autokorelasi tidak hanya pada derajat pertama (first order) tetapi juga digunakan pada tingkat derajat. Jika hasil uji LM berada pada hipotesa nol (Ho) yaitu nilai chi squares hitung (χ2) < dari pada nilai kritis chi squares (χ2), maka model estimasi tidak terdapat autokorelasi, begitu pula sebaliknya jika berada pada hipotesa alternatif (Ha) yaitu nilai chi squares hitung (χ2) > dari pada nilai kritis chi squares (χ2), maka terdapat auto korelasi. Tabel 4.9 Uji Autokorelasi Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic 0.239888 Probability Obs*R-squared 0.676252 Probability Test Equation: Dependent Variable: RESID Method: Least Squares Date: 02/01/08 Time: 10:11 Presample missing value lagged residuals set to zero. Variable Coefficient Std. Error t-Statistic C 773.6924 101765.1 0.007603 D(X1) 0.024708 0.162191 0.152338 D(X2) -827.0130 12919.57 -0.064012 D(X3) -3356.745 21753.12 -0.154311 RESID(-1) 0.101963 0.488420 0.208762 0.790123 0.713105 Prob. 0.9940 0.8813 0.9499 0.8797 0.8379 76 RESID(-2) R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat 0.226392 0.035592 -0.335334 301290.6 1.18E+12 -263.0555 1.477618 0.555413 0.407611 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic) 0.6902 7.35E-11 260729.8 28.32163 28.61987 0.095955 0.991252 Sumber : Hasil Eviews Dari hasil regresi diatas dapat dilihat Nilai koefisiensi determinasinya (R2) sebesar 0.0335334. Nilai Chi Squared (χ2),sebesar 0.676252. Sedangkan nilai kritis (χ2), pada α=10% dengan df sebesar 3 adalah 6.25139 . Karena nilai chi squares hitung (χ2) < dari pada nilai kritis chi squares (χ2), maka dapat disimpulkan model tidak mengandung masalah autokorelasi. 4.2.5. Analisis Statistik Jangka Panjang Tabel 4.11 Hasil Analisis Regresi Dependent Variable: Y Method: Least Squares Date: 01/31/08 Time: 09:04 Sample: 1986 2005 Included observations: 20 Variable Coefficient C -3842648. X1 0.407135 X2 60713.71 X3 -32296.19 R-squared 0.766682 Adjusted R-squared 0.722935 S.E. of regression 688753.8 Sum squared resid 7.59E+12 Log likelihood -295.0001 Durbin-Watson stat 0.771083 Std. Error t-Statistic 795472.2 -4.830650 0.060410 6.739488 29949.25 2.027220 52238.53 -0.618245 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic) Prob. 0.0002 0.0000 0.0596 0.5451 1445022. 1308497. 29.90001 30.09916 17.52529 0.000026 Sumber : Hasil Eviews 77 4.2.5.1. Uji Secara Individual (Uji t) Pengujian secara individual ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah masing-masing variabel independen berpengaruh secara signifikan terhadap variabel independen. Uji ini dilakukan dengan melihat besarnya t hitung atau dengan melihat tingkat probabilitasnya. (Abdul Hakim, 2000, 101) Jika t hitung > t tabel, maka variabel bebas tersebut berpengaruh terhadap variabel tak bebas secara individu. Dengan menggunakan derajat kepercayaan 5% maka jika nilai probabilitasnya < 0,05 , berarti variabel tersebut signifikan pada taraf signifikan 5%. Kriteria Pengujian : Uji hipotesis positif satu sisi : Ho : βi ≤ 0, artinya independen variabel secara individu tidak berpengaruh positif terhadap variabel dependen. Ha: βi>0, artinya independen variabel secara individu berpengaruh positif terhadap variabel dependen. Uji hipotesis negatif satu sisi : Ho : βi ≥ 0, artinya independen variabel secara individu tidak berpengaruh negatif terhadap variabel dependen. Ha: βi<0, artinya independen variabel secara individu berpengaruh negatif terhadap variabel dependen. Dari pengujian data dengan Eviews diperoleh nilai t hitung masingmasing variabel dan probabilitasnya sebagai berikut : 78 Tabel 4.12 Hasil Uji t Jangka Panjang Variabel t-hitung t-tabel* Probabilitas X1 6.739488 1,746 0.0000 X2 2.027220 1,746 0.0596 X3 -0.618245 1,746 0.5451 Sumber: Hasil Eviews * Signifikan pada α = 5% t-tabel = t α df (n-k) = t (α = 5% ; 16) = 1,746 Dari hasil perhitungan dengan program EViews, dapat disimpulkan hasil pengujian secara individu adalah sebagai berikut : 4.2.5.1.1. Uji t terhadap parameter β1 (X1) Ho : β1 ≤ 0, artinya variabel produk domestik regional bruro tidak berpengaruh positif terhadap variabel deposito berjangka rupiah. Ha : β1 > 0, artinya variabel produk domestik regional bruto berpengaruh positif terhadap variabel deposito berjangka rupiah. t hitung = 6.739488 t tabel = 5%, 16 = 1,746 Hasil perhitungan Æ t hitung > t tabel 79 Kesimpulannya : tolak Ho dan terima Ha artinya variabel produk domestik regional bruto berpengaruh dan berhubungan positif terhadap variabel deposito berjangka rupiah. 4.2.5.1.2. Uji t terhadap parameter β2 (X2) Ho : β1 ≤ 0, artinya variabel suku bunga deposito tidak berpengaruh positif terhadap variabel deposito berjangka rupiah. Ha : β1 > 0, artinya variabel suku bunga deposito berpengaruh positif terhadap variabel deposito berjangka rupiah. t hitung = 2.027220 t tabel = 5%, 16 = 1,746 Hasil perhitungan Æ t hitung > t tabel Kesimpulannya : tolak Ho dan terima Ha artinya variabel suku bunga deposito berpengaruh dan berhubungan positif terhadap variabel deposito berjangka rupiah. 4.2.5.1.3. Uji t terhadap parameter β3 (X3) Ho : β3≥0,artinya variabel laju inflasi tidak berpengaruh negatif terhadap variabel deposito berjangka rupiah. Ha : β3<0, artinya variable ULN berpengaruh negatif terhadap variabel deposito berjangka rupiah. t hitung = -0.618245 80 t tabel = 5%, 16 = 1,746 Hasil perhitungan Æ t hitung < t tabel Kesimpulannya : tolak Ha dan terima Ho artinya variabel laju inflasi tidak berpengaruh dan berhubungan negatif terhadap deposito berjangka rupiah. 4.2.5.2. Uji Secara Serempak (Uji F) Uji F-statistik dilakukan untuk mengetahui apakah variabel bebas (X) secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel tidak bebas. Pengujian ini dilakukan dengan membandingkan nilai F-hitung dengan nilai F-tabel pada derajat kebebasan (k-1, n-k-1) dan tingkat signifikansi (α) 5%. Jika nilai F-hitung lebih besar dari nilai F tabel maka Ho ditolak dan Ha diterima. Artinya variabel bebas secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap variabel tidak bebas dan jika F-hitung lebih kecil dari nilai F-tabel maka Ho diterima dan Ha ditolak. Artinya variabel bebas secara bersama-sama tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel tidak bebas. Nilai F-tabel dengan derajat kebebasan (4,16) dan α 5% adalah 3.24. Dari hasil regresi diketahui bahwa nilai F-hitung adalah 17.52529. Dengan demikian F-hitung lebih besar dari nilai F-tabel, artinya secara bersama-sama variabel Produk Domestik Regional bruto (X1), Suku Bunga Deposito (X2), Laju Inflasi (X3), berpengaruh signifikan terhadap deposito berjangka rupiah. 81 4.2.5.3. Koefisien Determinasi (R2) Nilai R2 (koefisien determinasi) dilakukan untuk melihat seberapa besar variabel independen berpengaruh terhadap variabel dependen. Nilai R2 berkisar antara 0 - 1. Nilai R2 makin mendekati 0 maka pengaruh semua variabel independen terhadap variabel dependen makin kecil Dan sebaliknya nilai R2 makin mendekati 1 maka pengaruh semua variabel independen terhadap variabel dependen makin besar. Dari hasil regresi diketahui bahwa nilai R2 adalah 0.766682, yang berarti variasi variabel produk domestik regional bruto (X1), suku bunga deposito (X2), laju inflasi (X3), mempengaruhi variabel deposito berjangka rupiah sebesar 76.6682%. Sedangkan sisanya (23.3318%) dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dianalisis dalam model regresi. 4.2.6. Analisis Ekonomi Dari hasil regresi model dinamis ECM terhadap variabel produk domestik bruto seperti terlihat pada tabel 4.6, dapat diketahui bahwa nilai R2 sebesar 0.813505 ini menunjukkan bahwa 81.35% variasi variabel dependen (deposito berjangka rupiah) dapat dijelaskan oleh variasi variabel-variabel independen (produk domestik regional bruto, suku bunga deposito, laju inflasi) dalam jangka pendek, sedangkan sisanya 18.65% dijelaskan oleh variasi diluar model yang tidak diikutsertakan dalam penelitian ini. Dalam jangka panjang variasi variabel-variabel independen (produk domestik regional bruto, suku bunga deposito, laju inflasi) dapat menjelaskan variabel 82 dependen (deposito berjangka rupiah) sebesar 0.766682, ini berarti variabel independen dapat menjelaskan variabel dependen sebesar 76.66% dan sisanya, yaitu sebesar 23.34% dijelaskan oleh variabel diluar model yang tidak diikutsertakan dalam penelitian. Dari regresi variabel Error Correction Term (ECT) dapat diketahui besarnya koefisien ECT sebesar -0.691576 dengan taraf signifikansi sebesar 0.0347 artinya bahwa variabel tersebut signifikan pada taraf signifikansi 5%, dan perbedaan antara nilai aktual deposito berjangka rupiah dengan nilai keseimbangannya sebesar -0.691576 akan disesuaikan dalam waktu satu tahun. Dengan demikian, spesifikasi model yang dipakai dalam penelitian ini adalah tepat dan mampu menjelaskan hubunagan jangka pendek maupun jangka panjang. Oleh karena itu persamaan tersebut sudah sahih dan tidak ada alasan untuk ditolak. Berikut analisis interpretasi koefisien regresi variabel-variabel dalam model ECM maupun model regresi linier yaitu sebagai berikut: 4.2.6.1 Pengaruh Produk Domestik Regional Bruto Terhadap Deposito Berjangka Rupiah. Hasil perhitungan menunjukkan koefisien regresi variabel produk domestik regional bruto dalam jangka pendek (DX1) mempunyai hubungan yang signifikan dengan tingkat probabilitas sebesar 0.0020 dengan koefisien sebesar -0.439661 yang berarti bahwa dalam jangka pendek, jika produk 83 domestik regional bruto naik sebesar 1 Juta, maka permintaan deposito berjangka rupiah akan mengalami peningkatan sebesar Rp 0.439661 juta. Dalam jangka panjang produk domestik regional bruto mempunyai hubungan yang signifikan dengan tingkat probabilitas sebesar 0,0000. Dengan koefisien jangka panjang yaitu 0.407135 yang berarti jika produk domestik regional bruto naik sebesar 1 Juta, maka permintaan deposito berjangka rupiah akan mengalami peningkatan sebesar Rp 0.407135 juta. 4.2.6.2. Pengaruh Suku Bunga Deposito Terhadap Deposito Berjangka Rupiah Dari hasil perhitungan menunjukkan koefisien regresi variabel suku bunga deposito dalam jangka pendek (DX2) memiliki hubungan positif terhadap variabel deposito berjangka rupiah yaitu sebesar 35589.60. Hal ini sesuai dengan hipotesis yaitu mempunyai hubungan positif dengan tingkat signifikansi variabel inflasi sebesar 0,0031 signifikan pada tingkat signifikan 5%.Yang berarti jika suku bunga deposito naik sebesar 1%, akan meningkatkan deposito berjangka rupiah sebesar Rp 35589.6 Juta. Artinya variabel suku bunga deposito dalam jangka pendek berpengaruh terhadap deposito berjangka rupiah. Dalam jangka panjang suku bunga deposito mempunyai hubungan yang signifikan dengan tingkat probabilitas sebesar 0,0596. Dengan koefisien jangka panjang yaitu 60713.71 yang berarti bahwa jika suku bunga deposito 84 naik sebesar 1%, maka akan meningkatkan deposito berjangka rupiah sebesar Rp 60713.71 Juta. Hasil analisis tersebut senada dengan penelitian yang dilakukan Ikha Novianti (2004) meneliti tentang “Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi deposito berjangka bank umum di Indonesia. Variabel yang digunakan adalah Pendapatan Nasional, tingkat suku bunga deposito, total aktiva bank umum, jumlah kantor bank umum. Alat analisis yang digunakan adalah PAM. Dari penelitian ini disimpulkan bahwa ada tiga variabel yang berpengaruh secara signifikan terhadap deposito berjangka bank umum di Indonesia, yaitu tingkat suku bunga deposito, total aktiva bank umum dan tingkat deposito sebelumnya. 4.2.6.3. Pengaruh Laju Inflasi Terhadap Deposito Berjangka Rupiah Dari hasil perhitungan menunjukkan koefisien regresi variabel inflasi dalam jangka pendek (DX3) memiliki hubungan positif terhadap variabel deposito berjangka rupiah yaitu sebesar 30578.06 . Hal ini sesuai dengan hipotesis yaitu mempunyai hubungan positif dengan tingkat signifikansi variabel inflasi sebesar 0,0605 signifikan pada tingkat signifikan 5%. Jika inflasi naik sebesar 1%, maka akan meningkatkan deposito berjangka rupiah sebesar Rp 30578.06. Artinya variabel inflasi dalam jangka pendek berpengaruh terhadap permintaan deposito berjangka rupiah. Hasil analisis tersebut senada dengan penelitian Tuti (2006) meneliti tentang “Analisis permintaan deposito berjangka dalam negeri pada bank 85 umum di Indonesia”. Variabel yang digunakan adalah tingkat inflasi, nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika, suku bunga deposito dalam negeri. Alat analisis yang digunakan adalah PAM. Dari penelitian ini disimpulkan bahwa ada dua variabel yang berpengaruh secara signifikan terhadap deposito berjangka dalam negeri bank umum di Indonesia, yaitu tingkat inflasi dan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika. 86 BAB V SIMPULAN DAN IMPLIKASI 5.1. Simpulan Penelitian ini dimaksudkan untuk mengkaji pengaruh variabel produk domestik regional bruto, suku bunga deposito, laju inflasi dan terhadap permintaan deposito berjangka rupiah pada bank umum di DIY pada kurun waktu tahun 1986 sampai 2005 dengan menggunakan Pendekatan ECM (Error Correction Model), dari hasil analisis data yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Hasil pengujian yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa variabel Produk Domestik Regional Bruto, Suku Bunga Deposito, Laju Inflasi, mengindikasikan bahwa variabel- variabel tersebut berpengaruh signifikan dalam jangka pendek maupun jangka panjang. 2. Untuk uji kebaikan (uji F dan R2) menunjukkan bahwa model cukup bagus karena secara bersama-sama variabel independent yaitu Produk Domestik Regional Bruto, Tingkat Suku Bunga Deposito, Inflasi, berpengaruh terhadap Permintaan Deposito Berjangka Rupiah pada Bank Umum di DIY. Dengan besarnya nilai R2 sebesar 0.813505 berarti 81.35% variasi variabel independen (Produk Domestik Regional Bruto, Suku Bunga Deposito, Laju Inflasi,) mampu 87 menjelaskan variasi variabel dependen (Permintaan Deposito Berjangka Rupiah pada Bank Umum di DIY). 3. Variabel Suku Bunga Deposito secara statistik positif dan signifikan dan sesuai dengan hipotesis, berarti suku bunga deposito berpengaruh terhadap pertmintaan deposito berjangka rupiah pada bank umum di DIY periode 1986-2005. Kenaikan suku bunga deposito dapat meningkatkan permintaan deposito berjangka rupiah, karena dengan suku bunga deposito yang tinggi maka simpanan yang akan diterima masyarakat akan bertambah 4. Tanda koefisien koreksi kesalahan sebesar -0,691576 menunjukkan bahwa 69.15% ketidakseimbangan dalam jangka pendek akan disesuaikan dalam setiap tahun. 5. Hasil analisis regresi metode ECM yang dihasilkan bebas dari masalah asumsi klasik, yaitu autokorelasi, heteroskedastisitas dan multikolinearitas. 88 5.2. Implikasi 1. Dengan semakin meningkatnya deposito berjangka rupiah, bank-bank hendaknya lebih efisien dalam mengelola dana yang dihimpun. Selanjutnya harus ada usaha pemerintah untuk tetap menjaga kestabilan tingak suku bunga dan nilai tukar rupiah, supaya masyarakat dapat mendepositokan uangnya dengan kepastian dan lebih banyak lagi. 2. Upaya yang dilakukan oleh perbankan dalam menghimpun dana dari masyarakat yang berupa DPK (dana pihak ketiga), hendaknya perbankan lebih meningkatkan produk-produk dan pelayanan jasa perbankan sehingga dapat menaarik minat masyarakat untuk mendepositokan uangnya. 3. Menejemen dana perbankan terkait dua aktivitas, penghimpunan dana dan alokasi dana. Sasaran utama dari menejemen dan perbankan adalah tercapainya tingkat profitabilitas yang cukup dan tingkat likuiditas yang tetap terjaga. Penghimpunan dana berupa Deposito berjangka baik Rupiah maupun Valuta asing merupakaan salah satu sisi dari menejemen dana perbankan, yaitu penghimpunan dana dari masyarakat kepada perbankan. Setiap bank perlu berupaya meningkatkan kemampuan dalam penghimpunan dana masyarakat, antara lain dalm bentuk deposito berjangka. Keberhsilan dalam penghimpunan deposito berjngka akan bermuara pada terjaganya likuiditas bank. 89 4. Dengan adanya program insurance deposit scheme (IDS), atau program asuransi penjaminan terhadap dana masyarakat yang disimpan di bank. Hendaknya di wajibkan kepada semua bank yang beroperasi di Indonesia memiliki program IDS, sehingga masyarakat tidak perlu mengkhawatirkan dana yang sudah disimpan di bank, dan masyarakat dapat mendepositokan uangnya lebih banyak lagi. 90