analisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan kredit

advertisement
ANALISIS PERMINTAAN DEPOSITO BERJANGKA RUPIAH
PADA BANK UMUM DI DIY TAHUN 1986 - 2005
SKRIPSI
Disusun Oleh :
Nama
: Yunita Fitri Wahyuningtyas
No. Mahasiswa
: 04 313 014
Jurusan
: Ilmu Ekonomi
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
FAKULTAS EKONOMI
YOGYAKARTA
2008
ANALISIS PERMINTAAN DEPOSITO BERJANGKA RUPIAH
PADA BANK UMUM DI DIY TAHUN 1986 - 2005
SKRIPSI
Disusun dan diajukan untuk memenuhi syarat ujian akhir
guna memperoleh gelar Sarjana jenjang strata 1
Program Studi Ilmi Ekonomi,
pada Fakultas Ekonomi
Universitas Islam Indonesia
Oleh
Nama
: Yunita Fitri Wahyuningtyas
Nomor Mahasiswa
: 04 313 014
Program Studi
: Ilmu Ekonomi
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
FAKULTAS EKONOMI
YOGYAKARTA
2008
i
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME
“ Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang
pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi,
dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang
pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu
dalam naskah ini dan disebutkan dalam referensi. Dan apabila dikemudian hari
terbukti bahwa pernyataan ini tidak benar maka saya sanggup menerima hukuman
/ sangsi apapun sesuai peraturan yang berlaku.”
Yogyakarta, Desember 2007
Penulis,
Yunita Fitri Wahyuningtyas
ii
PENGESAHAN
ANALISIS PERMINTAAN DEPOSITO BERJANGKA RUPIAH
PADA BANK UMUM DI DIY TAHUN 1986 – 2005
Nama
: Yunita Fitri Wahyuningtyas
Nomor Mahasiswa : 04 313 014
Program Studi
: Ilmu Ekonomi
Yogyakarta, 26 Desember 2007
Telah disetujui dan disahkan oleh
Dosen Pembimbing,
Dr. Jaka Sriyana SE., M.Si
iii
iv
MOTTO
¾ Allah tidak akan membebani seseorang melainkan sesuai dengan
kemampuannya.
(QS. Al Mu’minun:62)
¾ Sesungguhnya sesudah Kesulitan itu ada kemudahan.
(Al Hadist)
¾ Dengan ilmu kehidupan menjadi mudah, dengan seni kehidupan
menjadi indah, dan dengan agama kehidupan menjadi terarah dan
bermakna.
(H. A. Mukti Ali)
¾ Kemalasan tidak lebih dari kebiasaan beristirahat saat belum letih.
(Jules Renard)
¾ Wong Pinter Kalah Karo Wong Bejo
(Falsafah Jawa)
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
Skripsi ini Kupersembahkan untuk :
♦ Allah SWT, arti hadirmu dalam setiap langkahlangkahku sangat berarti.
♦ Alm. Ayahanda dan Ibunda, pengukir jiwa
ragaku yang selalu mendo’akanku.
♦ Kakak-kakakku tersayang
♦ My Sweet Heart yang kusayangi yang selalu
mendampingiku dan memberikan kasih sayang
yang tak ternilai harganya.
vi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, Puji dan Syukur atas kekuatan yang diberikan Allah
padaku untuk bisa berjuang menyelesaikan amanah dan segala kewajibanku
sehingga penyusun dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ANALISIS
PERMINTAAN DEPOSITO BERJANGKA RUPIAH PADA BANK UMUM
DI DIY (1986 – 2005). Skripsi ini tersusun sebagai salah satu syarat untuk
menyelesaikan pendidikan program Sarjana Strata Satu (S1) pada Fakultas
Ekonomi Universitas Islam Indonesia.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna karena
keterbatasan yang penulis miliki. Terima kasih atas segala kritik dan saran yang
bersifat membangun yang telah dan akan penulis terima. Penulis menghaturkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. Jaka Sriyana SE.,M.Si. selaku
dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan, waktu, tenaga,
arahan, dan motivasi dengan segala ketelitian dan kesabarannya sehingga skripsi
ini dapat terselesaikan.
Penyusunan skripsi ini tidak akan berjalan dengan baik tanpa bantuan
berbagai pihak, untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada:
1. Bapak Drs. Asmai Ishak, M.Bus, Ph.D selaku Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Islam Indonesia
vii
2. Dr. Jaka Sriyana, SE., M.Si. selaku Kaprodi Ekonomi Pembangunan
Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia.
3. Ibu Diana Wijayanti, SE., M.Si. selaku Dosen Pembimbing Akademik,
terima kasih atas bimbingan dan nasehatnya selama ini.
4. Seluruh Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia khususnya
jurusan Ilmu Ekonomi yang telah memberikan Ilmu yamg sangat berharga.
5. Seluruh Karyawan Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia,
khususnya kepada pak Anjar yang telah banyak membantuku.
6. Alm. Bapak & Ibu tercinta yang selalu menguatkan diriku dengan do’a,
yang selalu memberiku kasih sayang, dukungan moril maupun materiil
yang tak ternilai harganya, serta menasehatiku dan membimbingku untuk
keberhasilan dalam segala hal.
7. Kakak-kakakku tersayang Mas Vembri & Mba Mia, makasih atas
perhatian dan kasih sayangnya selama ini.
8. Mas Huda tersayang yang selalu memberiku semangat dan dukungan,
serta kesabarannya memdampingiku dalam menyelesaikan skripsi ini.
9. Eyang-eyangku (eyang pujo & eyang birin) dan keluarga besarku. Atas
do’a dan kasih sayangnya selama ini.
10. Keluarga “Mas Huda”, makasih atas do’anya.
11. Sahabat- sahabatku,, eca, mega, tice, te2h, reka, maya, meta, dini, dita,
indah, tari”centil” yang t’lah memberi warna dalam hidupku. Thanks
girl’s...!!!
viii
12. Temen-temen IE ’04 Hendra, Andre, Helmy “ciplux”, Mu2n, Rendy,
Bagus, Ucup, A2n, Riesza, Asty”onenk”, Uci, Tari, semua anak-anak IE
2004 kalian semua selalu menjadi salah satu cerita terindah dihati.
13. Kakak-kakak IE ’02 dan ’03 Donny, Yayak, Agung, C’Thol, m’Duro,
Tile, Asep, Mz Gondrong, Mb Nelly, Mb Ria, Mb Dewi, Mb Hana.
Makasih atas bantuannya selama ini.
14. Teman-teman KKN unit 106 angkatan 34, Indri, Mb Ody, Mz n’Cep,
Dody, Mz Alfin, Imam, Ari, Udenk, Yuni. Sebuah kegilaan yang nggak
mungkin tergantikan.
15. My Vega, yang selalu setia mengantarku kemanapun hehehe...!!!
16. Semua pihak yang penyusun tidak bisa sebutkan satu persatu yang telah
memberi masukan-masukan dan bantuan guna penyelesaian skripsi ini.
Semoga segala amalan yang baik tersebut akan memperoleh balasan
rahmat dan karunia dari Allah SWT, Amien. Penulis menyadari sepenuhnya akan
keterbatasan kemampuan dan pengalaman yang ada pada penulis sehingga tidak
menutup kemungkinan bila skripsi ini masih banyak kekurangan.
Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat
bagi yang berkepentingan.
Yogyakarta, Desember 2007
Penulis
Yunita Fitri W
ix
DAFTAR ISI
Halaman Judul....................................................................................................... i
Halaman Pernyataan Bebas Plagiarisme............................................................... ii
Halaman Pengesahan Skripsi ................................................................................ iii
Halaman Berita Acara Ujian Skripsi..................................................................... iv
Halaman Motto ..................................................................................................... v
Halaman Persembahan .......................................................................................... vi
Halaman Kata Pengantar....................................................................................... vii
Daftar Isi ............................................................................................................... x
Daftar Tabel .......................................................................................................... xiv
Daftar Gambar....................................................................................................... xv
Daftar Lampiran .................................................................................................... xvi
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Masalah.................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................... 9
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................................ 9
1.4 Manfaat Penelitian .......................................................................................... 10
1.5 Sistematika Penulisan ..................................................................................... 10
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI ............................... 12
2.1. Kajian Pustaka................................................................................................ 12
2.2 Landasan Teori ............................................................................................... 17
2.2.1. Pengertian Permintaan. ......................................................................... 17
2.2.1.1. Hukum permintaan .................................................................. 18
2.2.1.2. Fungsi Permintaan ................................................................... 19
2.2.1.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan ....................... 20
2.2.2. Deposito Berjangka............................................................................... 22
2.2.3. Produk Domestik Bruto ........................................................................ 26
2.2.4. Teori Tingkat Suku Bunga.................................................................... 27
x
2.2.4.1. Teori Klasik ............................................................................. 28
2.2.4.2. Teori Irving Fisher ................................................................... 30
2.2.4.3. Teori Keynesian ....................................................................... 32
2.2.5. Inflasi. ................................................................................................... 32
2.2.5.1. Jenis-jesis Inflasi...................................................................... 33
2.2.5.2. Teori Inflasi.............................................................................. 35
2.2.5.3. Indikator Inflasi........................................................................ 37
2.3. Hubungan variabel Dependen dengan Variabel Independen ........................ 38
2.3.1. Hubungan PDRB dengan Simpanan..................................................... 38
2.3.2. Hubungan Tingkat Suku Bunga dengan Simpanan .............................. 39
2.3.3. Hubungan Laju Inflasi dengan Simpanan............................................. 40
2.4. Hipotesis Penelitian........................................................................................ 40
BAB III METODE PENELITIAN .................................................................... 42
3.1. Jenis Dan Sumber Data .................................................................................. 42
3.2. Definisi Variabel ............................................................................................ 42
3.2.1. Variabel Dependen ............................................................................... 42
3.2.2. Variabel Independen ............................................................................. 43
3.3. Metode Analisis Data..................................................................................... 44
3.3.1. Pendekatan Error Correction Model (ECM) ........................................ 44
3.3.2. Analisa Ddeskriptif ............................................................................... 45
3.3.2.1. Uji Akar Unit Dan Uji Derajat Integrasi.................................. 45
3.3.2.2. Uji Kointegrasi......................................................................... 48
3.3.3. Analisa Statistik .................................................................................... 53
3.3.3.1. Uji t (uji signifikansi secara individu)...................................... 53
3.3.3.2. Uji F (uji secara bersama-sama)............................................... 54
3.3.3.3. Koefisien determinasi (R2)....................................................... 55
3.3.4. Pengujian Asumsi Klasik ...................................................................... 55
3.3.4.1. Uji Korelasi Parsial Antar Variabel Independen...................... 56
3.3.4.2. Uji Heteroskedastisitas (Metode White) .................................. 56
3.3.4.3. Autokorelasi ............................................................................. 57
BAB IV HASIL DAN ANALISIS ...................................................................... 59
xi
4.1. Deskripsi Data Penelitian............................................................................... 59
4.2. Hasil dan Analisis .......................................................................................... 61
4.2.1. Uji Akar Unit dan Uji Integrasi............................................................. 61
4.2.2. Uji Kointegrasi ...................................................................................... 64
4.2.3. Pendekatan Error Correction Model (ECM) ........................................ 65
4.2.4. Analisis Statistik Jangka Pendek........................................................... 68
4.2.4.1. Uji Secara Individual (Uji t)...................................................... 68
4.2.4.1.1. Uji t terhadap parameter β1 (DX1)............................. 70
4.2.4.1.2. Uji t terhadap parameter β2 (DX2)............................. 70
4.2.4.1.3. Uji t terhadap parameter β3 (DX3)............................. 71
4.2.4.2. Uji Secara serempak (Uji F) .................................................... 72
4.2.4.3. Koefisien Determinasi (R2) ..................................................... 72
4.2.4.4. Pengujian Asumsi Klasik ........................................................ 73
4.2.4.4.1. Uji Multikolinieritas Jangka Pendek ........................ 73
4.2.4.4.2. Uji Heteroskedastisitas Jangka Pendek..................... 74
4.2.4.4.3. Uji Autokorelasi Jangka Pendek .............................. 76
4.2.5. Anallisis Statistik Jangka Panjang.........................................................77
4.2.5.1. Uji Secara Individual (Uji t)...................................................... 78
4.2.5.1.1. Uji t terhadap parameter β1 (X1) ................................ 79
4.2.5.1.2. Uji t terhadap parameter β2 (X2)................................ 80
4.2.5.1.3. Uji t terhadap parameter β3 (X3) ................................ 80
4.2.5.2. Uji Secara Serempak (Uji F) ..................................................... 81
4.2.5.3. Koefisien Determinasi (R2) ....................................................... 82
4.2.6. Analisis Ekonomi.................................................................................. 82
4.2.6.1. Pengaruh PDRB Terhadap Deposito Berjangka Rupiah........... 83
4.2.6.2. Pengaruh Suku bunga Deposito Terhadap Deposito Berjangka
Rupiah ...................................................................................... 84
4.2.6.3. Pengaruh Laju Inflasi Terhadap Deposito Berjangka Rupiah... 85
BAB V SIMPULAN DAN IMPLIKASI............................................................ 87
5.1 Simpulan ...................................................................................................... 87
5.2 Implikasi ...................................................................................................... 89
xii
Daftar Pustaka
Lampiran
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
1.1 Posisi Dana Simpanan Rupiah dan Valuta Asing Pada Bank Umum
Menurut Kelompok Bank di DIY .............................................................. 4
1.2 Posisi Deposito Berjangka Rupiah Pada Bank Umum Menurut
Kelompok Bank di DIY ............................................................................. 7
3.1. Nilai CRDW/DW Stat Untuk Uji Kointergrasi...........................................50
3.2
Nilai DF Untuk Uji Kointegrasi................................................................. 51
3.3. Nilai ADF Untuk Uji Kointegrasi .............................................................. 51
3.4. Uji Statistik Durbin-Watson....................................................................... 57
4.1. Data Observasi ........................................................................................... 59
4.2. Hasil Estimasi Akar-Akar Unit Pada Ordo Nol ......................................... 62
4.3. Hasil Estimasi Uji Derajat Integrasi Pertama Dengan Nilai Kritis
MacKinnon 10% ........................................................................................ 63
4.4. Hasil Estimasi Uji Derajat Integrasi Kedua Dengan Nilai Kritis
MacKinnon 10% ........................................................................................ 64
4.5. Nilai Regresi Uji Kointegrasi..................................................................... 65
4.6. Hasil Estimasi Model Dinamis ECM......................................................... 67
4.7. Hasil Uji t Jangka Pendeek ........................................................................ 69
4.8. Hasil Uji Multikolinieritas Jangka pendek................................................. 74
4.9. Hasil Heteroskedastisitas Jangka Pendek................................................... 75
4.10. Hasil Autokorelasi...................................................................................... 76
4.11. Hasil Analisis Regresi ................................................................................ 77
4.12. Hasil Uji t Jangka Panjang ......................................................................... 79
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
1.1. Hukum Permintaan ....................................................................................... 19
1.2. Grafik Keseimbangan Tingkat Bunga............................................................ 29
3.1. Statistik Durbin-Watson d.............................................................................. 57
xv
DAFTAR LAMPIRAN
lampiran
I.
Data Observasi
II.
Hasil Estimasi Akar-akar Unit Pada Ordo Nol
III. Hasil Estimasi Uji Derajat Integrasi Pertama Dengan Nilai Kritis
MacKinnon 10%
IV. Hasil Estimasi Uji Derajat Integrasi Kedua Dengan Nilai Kritis
MacKinnon 10%
V.
Hasil Estimasi Regresi Linier
VI. Hasil Estimasi Model Dinamis ECM
VII. Uji Multikolinieritas Jangka Pendek
VIII. Uji Heteroskedastisitas Jangka Pendek
IX. Uji Autokorelasi Jangka Pendek
xvi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Negara Indonesia sebagai salah satu negara yang sedang membangun,
memiliki
banyak
permasalahan
yang
dihadapi
dalam
melekukan
pembangunan. Salah satu masalah tersebut adalah kecilnya modal yang
dimiliki. Modal sebagai sumber pembiayaan pembangunan bisa berasal dari
dalam negeri maupun luar negeri.
Modal pembangunan yang berasal dari luar negeri mempunyai fungsi
sebagai pelengkap dana domestik yang belum memadai untuk membiayai
seluruh proses pembangunan di Indonesia. Namun demikian, modal
pembangunan yang berasal dari luar negeri sangatlah besar resikonya. Tidak
hanya membebani anggaran penerimaan dan belanja negara tiap tahunnya,
tetapi biasanya juga disertai campur tangan urusan dalam negeri oleh negara
donor. Menciptakan ketergantungan terhadap negara-negara/ lembaga donor,
menimbulkan beban hutanh yang semakin berat, dan juga turut andil dalam
terjadinya krisis nilai tukar dan krisis ekonomi di Indonesia sejak pertengahan
1997. Hal ini memuat bayak pihak tidak menyukai sumber modal dari luar
negeri. Dengan kata lain sumber modal luar negeri merupakan alternatif
terakhir.
Modal pembangunan yang berasal dari dalam negeri biasanya
dihimpun dari dana masyarakat. Lembaga perbankan merupakan salah satu
lembaga yang mempunyai potensi untuk menghimpun dana masyarakat.
Masyarakat akan menyisihkan sebagian dari pendapatannya yang tidak
dikonsumsi untuk menabung. Tabungan inilah yang akan dihimpun oleh
pihak bank sebagai dana pihak ketiga (DPK). Dimana tabungan ini hanya
akan terjadi jika perkembangan ekonomi Indonesia bisa berjalan dengan
lancar dan memungkinkan rakyat Indonesia buat menabung. Dana yang
dihimpun bank biasanya dalam bentuk giro, deposito, dan tabungan.
Indonesia barangkali termasuk salah satu negara yang swampai saat
ini belum mempunyai sisitem pengamanan atas dana masyarakat yang
disimpan di bank. Oleh sebab itu tidaklah mengherankan apabila pada saat
pemerintah melikuidasi 16 bank swasta, terjadi rush dalam bentuk penarikan
uang oleh masyarakat dalam jumlah yang besar di berbagai bank. Hal
tersebut dilakukan karena masyarakat merasa tidak aman kalau terus
menyimpan uangnya di bank.
Masalah keamanan dana yang disimpan di bank baru disadari oleh
masyarakat pada saat pemerintah melikuidasi sejumlah bank yang
bermasalah. Para nasabah bank yang dilikuidasi ternyata mengalami kesulitan
untuk menarik dananya. Atas sara IMF pemerintah diwajibkan untuk
memberikan apa yang disebut blanket guarantee, yaitu berupa program
penjaminan atas dana masyarakat yang disimpan di bank.Lembaga yang
bertugas untuk menjamin dana masyarakat yang di simpan di bank adalah
insurance deposit scheme (IDS). IDS adalah suatu skema penjaminan yang
disediakan oleh perusahaan asuransi untuk menjamin dana masyarakat yang
disimpan di suatu bank. Jadi bentuk penjaminan atas resiko dana masyarakat
yang disimpan di bank dilaksanakan dengan menggunakan prinsip asuransi.
Mekanisme penjaminan tersebut tentunya dilakukan oleh bank
terhadap perusahaan asuransi deposito dengan membayar sejumlah premi.
Besar kecilnya premi tergantung kepada cakupan pertanggungan yang akan
dipikul oleh perusahaan asuransi deposito. Keikutsertaan bank terhadap
program penjaminan deposito sudah seharusnya bersikap wajib. Wajib dalam
arti semua bank yang beroperasi di Indonesia harus mengasuransikan
deposito dari masyarakat. Dengan adanya IDS tersebut maka masyarakat
tidak perlu mengkwatirkan dana yang sudah disimpan di bank, karena sudah
ada penjaminan asurnsu deposito dari bank yang bersangkutan.
Perkembangan dana simpanan perbankan menunjukkan peningkatan
yang tinggi selama tahun 1986-1987, yaitu Rp 171.353 juta ditahun 1986 dan
Rp 215.861 juta ditahun 1987. Posisi dana simpanan dari tahun ke tahun
mengalami kenaikan secara bertahap. Dana simpanan mengalami kenaikan
yang cukup tinggi pada tahun1996-1998, dari posisi Rp 2.157.057 juta pada
tahun 1996 menjadi Rp 2.598.171 juta pada tahun 1997 dan Rp 4.529.470
juta pda tahun 1998. Posisi dana simpanan dari tahun 1999-2005 terus
meningkat, yaitu Rp 5.420.702 juta pada tahun 1999 dan Rp 11.450.510 juta
pada tahun 2005.
Tabel 1.1
Posisi Dana Simpanan Rupiah dan Valuta Asing Pada Bank Umum
Menurut Kelompok Bank di DIY
1986-2005 (Juta Rupiah)
Bank
Akhir
Bank
Swasta
Bank
Periode
Pemerintah
Nasional
Umum
1986
131.348
40.005
171.353
1987
146.088
69.773
215.861
1988
194.127
87.941
282.068
1989
266.728
183.977
450.705
1990
363.252
277.347
640.599
1991
456.814
348.291
805.105
1992
593.156
365.316
958.472
1993
757.258
436.772
1.194.030
1994
884.243
551.544
1.435.787
1995
994.018
715.270
1.709.288
1996
1.182.478
974.579
2.157.057
1997
1.582.965
1.015.206
2.598.171
1998
2.949.807
1.579.663
4.529.470
1999
3.372.500
2.048.202
5.420.702
2000
3.799.205
2.313.403
6.113.211
2001
4.824.049
2.728.932
7.552.981
2002
5.226.429
3.002.162
8.228.591
2003
6.036.798
3.120.492
9.157.290
2004
6.626.738
3.586.363
10.213.101
2005
7.356.775
4.103.735
11.450.510
Sumber: Bank Indonesia, Statistik Ekonomi Keuangan Daerah,
Berbagai Tahun Terbitan.
Guna mendukung peningkatan kinerja perbankan, pemerinyah telah
banyak mengeluarkan kebijakan di bidang keuangan. Paket 1 Juni 1983
(PAKJUN ’83) dapat dikatakan sebagai kebijakan liberalisasi perbankan.
Bank dapat menentukan tingkat bunga yang dianggap memadai dengan
mempertimbangkan berbagai faktor, antara lain perbedaan tingkat inflasi
antar negra, disparitas mata uang domestik dengan mata uang negara lain,
perbedaan suku bunga domestik dengan suku bunga internasional, dan
perbedaan pendapatan nasional antar negara. Dengan berhasilnya liberalisasi
perbankan, maka arus pengalihan Rupiah ke mata uang asing dapat
dibendung. Dalam lingkup yang lebih luas, keberhasilan liberalisasi
perbankan dipengaruhi oleh sistem dana masyarakat untuk tujuan investsi
jangka panjang dan peningkatan ekspor.
Pada tahun 1988, disusul dengan dikeluarkannya paket Oktober 1988
(PAKTO ’88). Dalam paket ini pada intinya pemerintah menjamin dana
masyarakat yang ada di bank secara preventif dan memberi kesempatan yang
sama antar bank swasta dan bank pemerintah untuk dapat bersaing dalam
menghimpun dana masyarakat. Hasil kebijakan tersebut cukup memuaskan
dengan meningkatnya dana deposito, giro, tabungan.
Sesuai dengan Undang-Undang perbankan no 10 tahun 1998,
penghimpunan dana yang berupa simpanan masyarakat yang salah satunya
adalah dilakukan oleh Bank Umum. Bentuk simpanan masyarakat tersebut
dapat berupa: Giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan dan
bentuk lain yang dapat dipersamakan
Dari berbagai jenis simpanan masyarakat baik dalam rupiah maupun
valuta asing yang palin besar porsinya adalah komponen deposito berjangka.
Posisi simpanan berjangka atau deposito berjangka pada bank umum di
Yogyakarta mengalami peningkatan yang cukup tinggi dari tahun 1986-1990
yaitu Rp 78.678 juta dan Rp 349.700 juta pada tahun 1990. Akan tetapi posisi
deposito berjangka menunjukkan perkembangan yang tidak stabil pada tahun
1997-1999, yaitu Rp 1.477.973 juta pada tahun 1997, mengalami kenaikan
yang tinggi Rp 3.140.804 pada tahun 1998, dan mengalami penurunan
simpanan pada tahun 1999 yaitu sebesar Rp 2.649.307 juta. Posisi simpanan
berjangka kembali megalami kenaikan pada tahun 2004-2005, yaitu Rp
2.656.517 juta pada tahun 2004, menjadi Rp 3.907.451 pada tahun 2005.
Tabel 1.2
Posisi Deposito Berjangka Rupiah Pada Bank Umum
Menurut Kelompok Bank di DIY
1986-2005 (Juta Rupiah)
Bank
Akhir
Bank
Swasta
Bank
Periode
Pemerintah
Nasional
Umum
1986
51.981
26.697
78.678
1987
62.734
54.274
117.008
1988
83.436
66.616
150.052
1989
106.113
103.761
209.874
1990
176.996
172.704
349.700
1991
191.765
190.776
382.541
1992
216.475
157.614
374.089
1993
208.072
194.937
403.009
1994
221.361
286.661
508.022
1995
250.072
347.376
597.448
1996
306.619
492.418
799.037
1997
856.362
621.611
1.477.973
1998
1.909.773
1.231.031
3.140.804
1999
1.546.550
1.147.757
2.694.307
2000
1.391.601
1.007.316
2.398.917
2001
1.793.232
1.118.084
2.911.316
2002
1.809.623
1.168.978
2.978.601
2003
1.750.162
1.014.937
2.765.099
2004
1.630.062
1.026.455
2.656.517
2005
2.239.192
1.668.259
3.907.451
Sumber: Bank Indonesia, Statistik Ekonomi Keuangan Daerah,
Berbagai Tahun Terbitan
Menurut kepemilikan sahamnya, bank umum di Indonesia dibagi
menjadi empat, yaitu Bank Persero, Bank Swasta Nasional, Bank Pemerintah
Daerah, Bank Asing dan Campuran. Akan tetapi di Daerah Istimewa
Yogyakarta dari keempat bank tersebut hanya Bank Pemerintah Daerah dan
Bank Swasta Nasional yang memiliki peranan dominan dalam penghimpunan
deposito berjagaka rupiah.
Berdasarkan uraian diatas, penghimpunan deposito berjangka
terutama deposito dalam rupiah oleh bank umum, pada awalnya sangat
bergantung pada kemampuan masyarakat dalam menyimpan dananya,
dimana kemampuan ini tercermin dari Pendapatan Nasional. Sebelum
masyarakat
memutuskan
untuk menyimpan dananya pada lembaga
perbankan, ada beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan, yaitu tingkat
bunga nasional, nilai tukar Rupiah terhadap dollar AS. Menurut teori klasik,
Tingkat bunga merupakan fungsi dari tabungan. Dimana pada tingkat bunga
yang lebih tinggi, masyarakat akan lebih terdorong untuk menyimpan
dananya pada lembaga perbankan.
Berdasarkan dari latar belakang masalah yang telah diuaraikan
tersebut diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang ”Analisis
Permintaan Deposito Berjangka Rupiah Pada Bank Umum di DIY
Tahun 1986-2005”
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka permasalahan yang akan
diangkat dalam penelitian ini adalah :
1. Apakah produk domestik regional bruto (PDRB) mempunyai
pengaruh terhadap permintaan deposito berjangka rupiah pada bank
umum di DIY?
2. Apakah tingkat suku bunga deposito mempunyai pengaruh terhadap
permintaan deposito berjangka rupiah pada bank umum di DIY?
3. Apakah laju inflasi mempunyai pengaruh terhadap permintaan
deposito berjangka rupiah pada bank umum di DIY?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk menganalisis pengaruh produk domestik regional bruto
(PDRB) terhadap permintaan deposito berjangka rupiah pada bank
umum di DIY.
2. Untuk menganalisis pengaruh tingkat suku bunga deposito terhadap
permintaan deposito berjangka rupiah pada bank umum di DIY.
3. Untuk menganalisis pengaruh laju inflasi terhadap permintaan
deposito berjangka rupiah pada bank umum di DIY.
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Sebagai bahan pembanding bagi pembaca yang tertarik untuk
meneliti hal yang sama dimasa mendatang.
2. Sebagai salah satu syarat mendapat gelar sarjana pada Fakultas
Ekonomi Universitas Islam Indonesia.
3. Sebagai bahan pertimbangan dan pengambilan keputusan, terkait
dengan deposito berjangka bagi pihak yang berkepentingan.
1.5 Sistematika Penulisan
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penelitian
1.4 Manfaat penelitian
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
Kajian Pustaka berisi pendokumentasian dan pengkajian hasil dari
penelitian-penelitian yang pernah dilakukan pada area yang sama.
Landasan Teori merupakan bagaimana cara peneliti menteorikan
hubungan variabel yang terlibat dalam permasalahan yang
diangkat pada penelitian tersebut.
BAB III
METODE PENELITIAN
Bab ini menguraikan tentang metode analisis yang digunakan
dalam penelitian dan data-data yang digunakan beserta sumber
data.
BAB IV
HASIL DAN ANALISIS
Bab ini berisi semua temuan-temuan yang dihasilkan dalam
penelitian. Menguraikan tentang deskripsi data dan analisis hasil
regresi.
BAB V
SIMPULAN DAN IMPLIKASI
Berisi uraian mengenai kesimpulan dan implikasi yang dapat
penulis ajukan sehubungan dengan penelitian yang telah
dilakukan.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
2.1 KAJIAN PUSTAKA
U Tun Wai (1972) melakukan penelitian tentang variabel-variabel
yang mempengaruhi simpanan nasional. Salah satu tujuan penting dari
penelitian yang dilakukan oleh U Tun Wai adalah untuk menambah
determinasi baru dari simpanan nasional, yaitu lembaga perantara keuangan.
Penelitian ini menggunakan sampel 15 negara maju dan 35 negara
berkembang. Variabel-variabel yang digunakan untuk mengetahui variasi
variabel terikat (national saving) yaitu : pendapatan masyarakat, tingkat
bunga riil, capital inflows, lembaga perantara keuangan dan variabel dummy
(time dummy dan regional dummy).
Hasil dari penelitian ini adalah bahwa pendapatan masyarakat
mempunyai pengaruh positif terhadap simpanan nasional. Tingkat keyakinan
lebih besar apabila diterapkan di negara berkembang daripada di negara maju.
Lembaga perantara keuangan juga mempunyai pengaruh positif terhadap
simpanan nasional. Capital inflows mempunyai pengaruh negative terhadap
simpanan nasional apabila diterapkan di negara berkembang, tetapi apabila
diterapkan di negara maju akan mempunyai pengaruh positif. Tingkat bunga
riil mempunyai pengaruh yang positif terhadap simpanan nasional.
Peneliti lain, Danoesapoetro,et.al. (1990) melekukan penelitian
mengenai “peranan dan prospek bank perkreditan rakyat dalam rangka
kebijakan pakto 1998”. Dengan meneliti jumlah bank perkreditan rakyat,
perkembangan dana yang dihimpun dan perkembangan pinjaman yang
diberikan oleh bank perkreditan rakyat di Indonesia, disimpulkan bahwa
bahwa kebijakan pakto 1988 mempermudah prosedur pembentukan bankbank sampai pada tingkat kecamatan. Dampak dari kondisi tersebut adalah
bertambahnya jumlah kantor bank perkreditan rakyat yang selanjutnya
menyebabkan peningkatan jumlah dana yang dihimpun dan kredit yang
disalurkan.
Penelitian Sumaryati (1992) mengenai “analisis efisiensi pengelolaan
dana perbankan di Indonesia”. Tujuan penelitiannya adalah untuk
menganalisis pengaruh kebijaksanaan pemerintah di bidang keuangan,
moneter dan perbankan pada tanggal 27 oktober 1988 (PAKTO 88) terhadap
efisiensi pengelolaan dana perbankan khususnya bank swasta devisa. Analisis
dilakukan dengan menggunakan dua pendekatan, yaitu pendekatan secara
makro dan mikro. Secara makro dengan melakukan estimasi fungsi deposito,
fungsi kredit, dan fungsi pendapatan. Sedangkan pendekatan secara mikro
dengan menganalisis beberapa rasio efisiensi usaha pada masing-masing bank
yang bersangkutan. Kesimpulan dari penelitian ini adalah terhadap pengaruh
positif yang bermakna dari tingkat suku bunga deposito, jumlah tenaga kerja,
pengeluaran lain-lain, serta jumlah aktiva terhadap jumlah deposito yang
berhasil dihimpun oleh bank.
Peneliti lain Kusdianto (1994) melakukan penelitian tentang pengaruh
beberapa factor terhadap dana deposito dan kredit bank-bank umum devisa di
Indonesia, sebelum dan sesudah pakto 1988. Dalam penelitian ini digunakan
variabel bebas suku bunga deposito, biaya promosi, dan total aktiva
mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap jumlah deposito bank,
baik sebelum maupun sesudah pakto 1988.
Shigeyuki Abe (1997) melekukan penelitian tentang simpanan
domestic (domestic saving). Penelitian ini dilakukan terhadap enam negara
Asia. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah Produk Domestik Bruto,
suku bunga deposito, pengharapan tingkat laju inflasi, dan pertumbuhan
simpanan valuta asing. Kesimpulan dari penelitian Abe adalah bahwa suku
bunga deposito dan produk domestic bruto mempunyai pengaruh positif
terhadap simpanan domestic.
Deby Retno Damayanti (1999), Penelitian berjudul “Hubungan
kausalitas antara inflasi dan tingkat bunga deposito”. Penelitian ini
menggunakan uji Kausalitas Granger (1969), kemudian pengujian hipotesa
menggunakan Uji F dengan cara membandingkan nilai F hitung dengan nilai
F tabel. Variabel yang digunakan yaitu suku bunga deposito 3 bulan dan
inflasi. Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah dari hasil regresi
fungsi suku bunga deposito terlihat bahwa hasil regresinya tersebut tidak
memberikan hasil yang signifikan, baik pada lag 3, lag 4 maupun lag 5,
Fhitung < Ftabel. Bahwa inflasi tidak berpengaruh terhadap suku bunga
deposito.
Edy Suandi Hamid (1999) dalam penelitiannya ”Analisis PAM dalam
permintaan deposito di Indonesia”. Data yang digunakan dalam bentuk data
kuartalan tahun 1984-1995. Variabel yang digunakan adalah tingkat bunga
nasional, reserve Requirement (Giro Wajib Minimum), nilai tukar tukar
Rupiah terhadap Dollar Amerika, dan tingakat deposito tahun lalu.
Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah variabel tingkat suku
bunga nasional, reserve Requirement (Giro Wajib Minimum), nilai tukar
Rupiah terhadap Dollar Amerika, dan tingkat deposito tahun lalu berpengaruh
positif dan signifikan terhadap permintaan deposito di Indonesia (Edy Suandi
Hamid, 1999: 19)
Peneliti lain Budiono (2001) dengan judul “Faktor-faktor yang
mempengaruhi penghimpunan deposito berjangka pada bank umum
pemerintah dan bank swasta nasional di Indonesia”. Dalam penelitian ini
menggunakan metode regresi berganda double log atau natural log, dengan
menggunakan α = 0.05. berdasarkan hasil analisis dapat dilihat ada dua
variabel bebas yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap penghimpunan
deposito berjangka pada bank umum pemerintah dan bank umum swasta
nasional yaitu pendapatan nasional dan total aktiva bank. Sedangkan variabel
lain tingkat bunga, tingkat inflasi, dan jumlah kantor bank tidak mempunyai
pengaruh yang bermakna terhadap penghimpunan deposito berjangka pada
bank umum pemerintah dan bank umum swasta nasional.
Penelitian Wahyu Setianingsih (2001) melakukan penelitian tentang
factor-faktor yang mempengaruhi deposito berjangka rupiah pada bank
pemerintah. Variabel yang digunakan adalah PDB riil per kapita, tingkat suku
bunga deposito, dan nilai rupiah terhadap dollar. Alat analisis yang digunakan
adalah PAM. Hasil penelitian ini menyebutkan bahwa PDB riil per kapita,
tingkat suku bunga deposito, dan tingkat deposito periode sebelumnya
berpengaruh positif dan signifikan terhadap deposito berjangka rupiah.
Penelitian Titik Sulastri (2002) dengan judul penelitian “Analisis
faktor-faktor yang mempengaruhi dana perbankan tahun 1978-1999” dalam
penelitian ini menggunakan metode kuadarat terkecil biasa disebut OLS.
Variabel yang digunakan adalah PDB, JUB, tingkat suku bunga dan IHK.
Dari penelitian ini disimpulkan ada dua variabel yang berpengaruh signifikan
terhadap dana perbankan yaitu PDB dan suku bunga.
Siti Fatimah N dan Kurniawati Niladewi (2003) dalam penelitiannya
“Analisis permintaan deposito dalam valuta asing pada bank swasta di
Indonesia”. Dalam penelitian ini digunakan alat analisis PAM dengan
variabel yang digunakan adalah PDB perkapita, suku bunga deposito, nilai
tukar rupiah terhadap Dollar Amerika, LIBOR. Hasil dari penelitian ini
menyebutkan bahwa variabel suku bunga deposito, LIBOR dan deposito
valuta asing periode sebelumnya berpengaruh secara signifikan terhadap
permintaan Deposito dalam valuta asing.
Peneliti Ikha Novianti (2004) meneliti tentang “Analisis faktor-faktor
yang mempengaruhi deposito berjangka bank umum di Indonesia. Variabel
yang digunakan adalah Pendapatan Nasional, tingkat suku bunga deposito,
total aktiva bank umum, jumlah kantor bank umum. Alat analisis yang
digunakan adalah PAM. Dari penelitian ini disimpulkan bahwa ada tiga
variabel yang berpengaruh secara signifikan terhadap deposito berjangka
bank umum di Indonesia, yaitu tingkat suku bunga deposito, total aktiva bank
umum dan tingkat deposito sebelumnya.
Peneliti Tuti (2006) meneliti tentang “Analisis permintaan deposito
berjangka dalam negeri pada bank umum di Indonesia”. Variabel yang
digunakan adalah tingkat inflasi, nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika,
suku bunga deposito dalam negeri. Alat analisis yang digunakan adalah
PAM. Dari penelitian ini disimpulkan bahwa ada dua variabel yang
berpengaruh secara signifikan terhadap deposito berjangka dalam negeri bank
umum di Indonesia, yaitu tingkat inflasi dan nilai tukar Rupiah terhadap
Dollar Amerika.
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Pengertian Permintaan
Permintaan dalam ilmu ekonomi adalah kombinasi harga dan jumlah
suatu barang yang ingin dibeli oleh konsumen pada berbagai tingkat harga
untuk suatu periode tertentu. Permintaan suatu barang sangat dipengaruhi
oleh pendapatan dan harga barang tersebut. Apabila harga barang naik
sedangkan pendapatan tidak berubah maka permintaan barang tersebut akan
turun. Sebaliknya, jika harga barang turun, sedang pendapatan tidak berubah
maka permintaan barang akan mengalami kenaikan atau bertambah.
Konsep permintaan juga dibedakan antara permintaan individu dan
permintaan pasar. Permintaan pasar adalah permintaan-permintaan individu
setiap konsumen. Dalam analisis permintaan hanya satu faktor yang
berpengaruh terhadap jumlah barang yang diminta yaitu harga produk,
sedangkan faktor-faktor lain seperti selera, pendapatan dan faktor diluar itu
dianggap sebagai cateris paribus (tidak berubah). Dengan demikian dapat
diketahui hubungan antara jumlah barang yang diminta dengan tingkat harga
tersebut. Berdasarkan uraian tersebut pengertian permintaan adalah suatu
fungsi yang digambarkan sebagai garis, kurva, suatu daftar atau skedul.
Para ahli ekonomi membedakan pemakainan istilah fungsi permintaan
dan kurva permintaan. Fungsi permintaan menghubungkan kuantitas yang
diminta dengan harga barang tersebut juga dengan faktor-faktor lainnya yang
besar pengaruhnya terhadap permintaan, seperti: pendapatan konsumen yang
bersangkutan, harga barang pengganti, harga barng komplementer dan
citarasa. Kurva atau skedul permintaan hanya menghubungkan kuantitas yang
diminta dengan harga satuan barang tersebut.
2.2.1.1 Hukum Permintaan
Penjelasan mengenai perilaku konsumen yang paling sederhana ada
dalam hukum permintaan yang menyatakan bahwa, bila harga suatu barang
naik (cateris paribus) maka, jumlah yang diminta konsumen akan barang
tersebut turun dan sebaliknya bila harga barang tersebut turun maka jumlah
barang tersebut yang diminta konsumen akan naik. Cateris paribus berarti
bahwa semua faktor-faktor lain yang mempengaruhi jumlah barang yang
diminta dianggap tidak berubah (Boediono, 1998).
P
A
P0
B
P1
0
Q0
Q1
Q
Gambar 1.1 Kurva Permintaan
2.2.1.2 Fungsi Permintaan
Fungsi permintaan sesungguhnya menunjukan hubungan antara
variabel tidak bebas dengan semua variabel yang dapat mempengaruhi
besarnya variabel tidak bebas. Fungsi permintaan dapat ditulis sebagai
berikut (Suparmoko, 1990):
Qa = f (PA, PB-Z, I, T, A, N)
Keterangan:
Qa
=
Jumlah barang yang diminta
PA
=
Harga barang A
PB-Z
=
Harga barang lain
I
=
tingkat pendapatan konsumen
T
=
Selera konsumen
A
=
Pengeluaran perusahaan untuk advertensi
N
=
Jumlah penduduk
2.2.1.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan
Menurut Faried Wijaya (1991) selain harga barang itu sendiri, faktorfaktor lain yang menentukan permintaan individu maupun pasar adalah:
a. Selera Konsumen
Perubahan selera konsumen yang lebih menyenangi barang tersebut
misalnya, akan berarti lebih banyak barang yang akan diminta pada
setiap tingkat harga. Jadi permintaan akan naik atau kurva permintaan
akan bergeser ke kanan. Sebaliknya berkurangnya selera konsumen
akan barang tersebut menyebabkan permintaan turun yang berarti
kurva permintaan bergeser ke kiri.
b. Banyaknya konsumen pembeli
Bila volume pembelian oleh masing-masing konsumen adalah sama,
maka kenaikan jumlah konsumen dipasar akan menyebabkan
kenaikan permintaan, sehingga kurva bergeser ke kanan. Penurunan
jumlah atau banyaknya konsumen akan menyebabkan penurunan
permintaan.
c. Pendapatan konsumen
Pengaruh perubahan pendapatan terhadap permintaan mempunyai dua
kemungkinan. Pada umumnya pengaruh pendapatan terhadap
pendapatan adalah positif dalam arti bahwa kenaikan pendapatan akan
menaikkan permintaan. Hal ini terjadi bila barang tersebut merupakan
barang superior atau normal. Ini seperti efek selera dan efek
banyaknya pembeli yang mempunyai efek positif. Pada kasus barang
inferior, maka kenaikan pendapatan justru akan menurunkan
permintaan.
d. Harga barang-barang lain yang bersangkutan
Barang-barang lain yang bersangkutan biasanya merupakan barang
subtitusi
(pengganti)
atau
barang
komplementer
(pelengkap).
Kenaikan barang subtitusi berarti penurunan harga barang tersebut
secara relatif meskipun harganya tetap, tidak berubah, sehingga
barang tersebut bisa lebih murah secara relatif. Permintaan suatu
barang akan naik bila harga barang penggantinya turun, maka
permintaan akan barang tersebut juga turun. Hal ini karena barang
tersebut harganya lebih mahal dibandingkan harga penggantinya.
Kenaikan harga barang pelengkap suatu barang tertentu akan
menyebabkan permintaan akan barang tersebut turun, dan sebaliknya.
e. Ekspektasi (perkiraan harga-harga barang dan pendapatan di mdepan)
Ekspektasi para konsumen bahwa harga-harga akan naik di masa
depan mungkin menyebabkan mereka membeli barang tersebut
sekarang untuk menghindari kemungkinan kerugian akibat adanya
kenaikan harga tersebut. Demikian juga halnya bila konsumen
memperkirakan pendapatannya akan naik di masa depan. Sebaliknya,
terjadi penurunan permintaan bila para konsumen memperkirakan
bahwa di masa depan harga-harga akan naik atau pendapatannya akan
turun.
2.2.2 Deposito Berjangka
Sumber dana dari masyarakat (dana pihak ketiga) merupakan sumber
dana yang terpenting bagi kegiatan operasi bank dan merupakan ukuran
keberhasilan bank jika mampu membiayai operasinya dari sumber dana ini.
Penghimpunan dana dari masyarakat dapat dikatakan lebih mudah jika
dibandingkan dengan sumber dana lainnya. Penghimpunan dana dari
masyarakat dapat dilakukan secara efektif dengan memberikan bunga yang
relatif lebih tinggi dan memberikan berbagai fasilitas yang menarik lainnya
seperti hadiah dan pelayanan yang memuaskan. Keuntungan lain dari dana
yang bersumber dari masyarakat adalah jumlahnya yang tidak terbatas baik
berasal dari perorangan (rumah tangga), perusahaan, maupun lembaga
masyarakat lainnya. Sedangkan kerugiannya adalah biayanya yang relatif
lebih mahal jika dibandingkan dengan dana dari modal sendiri, misalnya
untuk biaya bunga atau biaya promosi. Ada tiga jenis simpanan sebagi sarana
untuk memperoleh dana dari masyarakat, yaitu: simpanan Giro, tabungan,
dan deposito (Martono, 2003:39)
Simpanan deposito dalam undang-undang Nomor 10 Tahun 1998
dinyatakan sebagai simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada
waktu tertentu berdasarkan perjanjian nasabah penyimpan dengan bank.
Berbeda dengan giro dan tabungan, simpanan deposito mengandung unsur
jangka waktu (jatuh tempo) yang lebih panjang dan dapat ditarik atau
dicairkan hanya setelah jatuh tempo. Begitu pula dengan suku bunga relatif
lebih tinggi dibandingkan dengan giro dan tabungan (Martono, 2003:40)
Sarana atau alat untuk menarik uang yang disimpan di deposito
sangat bergantung dari jenis depositonya. Artinya setiap jenis deposito
mengandung beberapa perbedaan sehingga diperlukan sarana yang berbeda
pula. Sebagai contoh untuk deposito berjangka menggunakan Bilyet deposito,
sedangkan untuk sertifikat deposito menggunakan sertifikat deposito. Dalam
prakteknya ada jenis deposito, yaitu deposito berjangka, sertifikat deposito,
deposit on call. Deposito berjangka merupakan deposito yang diterbitkan
menurut jngka waktu tertentu. Jangka waktu deposito biasanya bervariasi
mulai dari 1,3,6,12, hingga 24 bulan. Deposito berjangka ini hanya dapat
ditarik atau diuangkan pada saat jatuh temponya, oleh pihak yang namanya
tercantum dalam bilyet deposito tersebut. Oleh karena itu, deposito berjangka
merupakan simpanan atas nama. Apabila jangka waktu yang telah ditentukan
habis maka deposan dapat menarik deposito berjangka atau memperpanjang
dengan suatu periode yang diinginkan. Deposito berjangka dapat diterbitkan
atas nama perorangan maupun lembaga.
Penetapan suku bunga untuk setiap jangka waktu ditetapkan masingmasing bank sesuai dengan perhitungan kondisi bunga di pasar. Bunga
deposito berjangka dibayarkan setiap tanggal jatuh tempo (tanggal yang sama
dengan tanggal pembukuan) atau tanggal jatuh tempo pokok (tanggal
berakhirnya jangka waktu penyimpanan).
Jenis deposito kedua yaitu sertifikat deposito. Sertifikat deposito
adalah simpanan berjangka atas pembawa atau atas tunjuk, yang dengan ijin
Bank Indonesia dikeluarkan oleh bank sebagai bukti simpanan yang dapat
diperjualbelikan kepada pihak ketiga (Thomas Suyatno dkk, 1993:38)
Pada prinsipnya sama dengan deposito berjangka, perbedaannya
hanyalah bawa sertifikat deposito diterbitkan atas tunjuk dalam bentuk
sertifikat, sedangkan deposito berjangka dikeluarkan atas nama. Jadi,
sertifikat deposito yang ditunjukan harus dibayar oleh bank yang
menerbitkannya. Pencairan bunga sertifikat deposito dapat dilakukan di muka
dalam ari dipotong dari harga nominalnya pada waktu sertifikat deposito itu
dibeli, baik tunai maupun nontunai. Selain itu bunga juga dapat dicairkan
setiap bulan atau jatuh tempo.
Sebagi catatan tambahan, perlu diperhatikan bahwa bank umum, bnk
pembangunan, ataupun Bank Perkreditan Rakyat, dapat menyelenggarakan
deposito berjangka, artinya dapat menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk simpanan berjangka. Tetapi untuk menerbitkan sertifikat deposito,
hanya bank umum dan bank pembangunan yang diperbolehkan. Itupun harus
memperoleh ijin Bank Indonesiasetelah memenuhi syarat tertentu, antara lain
dari segi kesehatan dan kemampuan bank dari segi kebutuhan permodalanya
(Thomas Suyatno, 1993:39).
Deposit on call yang merupakan jenis deposto ketiga hanya
digunakan untuk deposan yang memiliki jumlah uang dalam jumlah besar,
misalnya Rp 25 juta dan sementara waktu belum digunakan. Penerbitan
Deposit on call memiliki jangka waktu minimal 7 (tujuh) hari dan paling
lama kurang dari satu bulan. Deposit on call diterbitkan atas nama. Pencairan
bunga dilakukan pada saat pencairan Deposit on call. Apabila deposan ingin
mencairkan depositonya sebelum Deposit on call tersebut dicairkan sesuai
jangka waktunya, tiga hari sebelumnya deposan terlebih dahulu harus sudah
memberitahukan kepada pihak bank penerbit bahwa yang bersangkutan akan
mencairkan Deposit on call-nya.
Pada dasarnya deposito tidak dapat ditarik atau dicairkan deposan
sebelum deposito yang bersangkutan tersebut jatuh tempo. Bila hal ini
terpaksa dilakukan, maka penabung dikenakan denda atau biasa disebut
dengan penalty. Denda atau penalty yang dikenakan yaitu sebesar selisih
antara bunga yang diperoleh selama deposito belum jatuh tempo dengan
bunga yang berlaku sesuai dengan lamanya deposito mengendap. Disamping
dikenakan penalty, nasabah juga dikenai biaya administrasi, tergantung dari
besarnya nilai nominal deposito yang bersangkutan.
2.2.3 Produk Domestik Bruto
Produk Domestik Bruto (GDP- Gross Domestic Products) adalah nilai
total atas segenap output akhir yang dihasilkan oleh suatu perekonomian baik
yang dilakukan oleh penduduk domestik maupun penduduk asing maupun
orang-orang dari negara lain yang bermukim di negara yang bersangkutan.
Jadi GNP sama dengan GDP ditambah pendapatan milik penduduk domestik
yang dikirim dari negara lain berkat kepemilikan mereka atas faktor produksi
di luar negeri dikurangi pendapatan milik orang asing atas faktor produksi
yang ada di negara domestik..
Pendapatan nasional dalam hal ini tercermin dalam PDB. Produk
Domestik Bruto (PDB) adalah jumlah Output total yang dihasilkan dalam
batas wilayah suatu negara selama satu tahun.
PDB terbagi atas PDB harga berlaku atau nominal dan PDB harga
konstan atau riil. PDB pada harga berlaku adalah nilai barang-barang dan
jasa-jasa yang dihasilkan suatu negara dalam satu tahun dan dinilai menurut
harga yang berlaku pada tahun tersebut. PDB pada harga konstan, yaitu harga
yang berlaku pada satu tahun tertentu yang seterusnya digunakan untuk
menilai barang dan jasa yang dihasilkan pada tahun-tahun yang lain.
Produk domestik bruto merupakan ukuran terbaik dari kinerja
perekonomian karena tujuan PDB adalah meringkas aktivitas ekonomi dalam
nilai uang tunggal dalam periode waktu tertentu (Mankiw; 1999). Terdapat
beberapa cara untuk menilai PDB sebagai kinerja sebuah perekonomian, (1)
dengan melihat PDB sebagai perekonomian total (pendekatan pendapatan)
dari setiap orang yang berada di dalam perekonomian,(2) dengan melihat
PDB sebagai pengeluaran total (pendekatan pengeluaran) pada output barang
dan jasa perekonomian. Dari sudut pandang lain, jelaslah mengapa PDB
merupakan cerminan dari kinerja ekonomi karena mengukur sesuatu yang
dipedulikan banyak orang (pendapatan) demikian pula dengan output barang
dan jasa yang memuaskan permintaan rumah tangga, perusahaan dan
pemerintah. PDB mengukur pendapatan dan pengeluaran perekonomian pada
outputnya dengan alasan bahwa jumlah keduanya adalah sama dan fakta yang
mendasar : karena setiap transaksi memiliki penjual dan pembeli, setiap uang
yang dikeluarkan seorang pembeli menjadi pendapatan seorang penjual yang
lain.
2.2.4 Teori Tingkat Suku Bunga
Pengertian dasar dari tingkat bunga yaitu sebagai harga dari
penggunaaan uang untuk jangka waktu tertentu. Pengertian tingkat bunga
sebagai “ harga” ini bisa juga dinyatakan sebagai harga yang harus dibayar
apabila terjadi “pertukaran” antara satu rupiah sekarang dan satu rupiah
nanti (misalnya setahun lagi. Hutang piutang timbul karena terjadi
“pertukaran” semacam ini. “pembeli” dari satu rupiah sekarang dan
sekaligus “penjual” dari satu rupiah nanti dalah peminjam (debitur),
sedangkan “penjual” dari satu rupiah sekarang yang sekaligus juga
“pembeli” satu rupiah nanti, adalah orang yang meminjamkan (kreditur).
Debitur harus membayar kepada kreditur “harga” dari pertukaran tersebut,
dan harga ini adalah bunga yang dibayar debitur dan yang diterima kreditur
(Boediyono, 1998:75-76)
Tingkat bunga tidak pernah stabil; hari ini naik besok turun dan
demikian seterusnya. Sejak awal Februari 1984, Bank Indonesia mulai
memperkenalkan fasilitas diskonto dan melalui operasi pasar terbukanya
mengeluarkan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) untuk mengendalikan jumlah
uang beredar. Dampak dari kebijakan tersebut, bank-bank umum pemerintah
bebas menaikkan suku bunga deposito. Hal ini dimaksudkan agar dana
masyarakat dapat digunakan untuk investasi sehingga terjadi kenaikan output.
Langkah kebijakan ini mulai mengarah tercipta dan berfungsinya pasar uang
lebih bebas. Perkembangan selanjutnya yaitu mulai dikenalkan pula Surat
Berharga Pasar Uang (SBPU) sebagai salah satu alat pengendali jumlah uang
beredar.
2.2.4.1 . Teori Klasik
Bunga adalah “harga” dari (penggunaan) loanable funds. secara bebas
loanable funds diterjemahkan sebaagai dana investasi atau dana yang tersedia
untuk dipinjamkan. Menurut teori klasik merupakan fungsi dari tingkat
bunga. Makin tinggi tingkat bunga makin tinggi pula keinginan seseorang
atau masyarakat untuk menabung uangnya dibank. Artinya, pada tingkat
bunga yang lebih tinggi masyarakat akan lebih terdorong untuk mengurangi
atau mengorbankan pengeluaran konsumsinya guna menambah tabungnnya.
Investasi juga tergantung/merupakan fungsi dari tingkat bunga.
Makin tinggi tingkat bunga, keinginan untuk melakukan investasi juga makin
kecil.
Alasannya,
seorang
pengusaha
akan
menambah
pengeluaran
investasinya apabila keuntungan yang diharapkan dari investasi lebih besar
dari tingkat bunga yang harus ia bayar untuk dana investasi tersebut yang
merupakan ongkos untuk penggunaan dana (cost of capital). Sebaliknya
makin rendah tingkat suku bunga, maka pengusaha akan lebih terdorong
untuk melakukan investasi, sebab biaya penggunaan dana juga makin kecil.
Tingkat bunga dalam keadaan seimbang (artinya tidak ada dorongan
untuk melakukan investasi. Hal ini tercapai pada saat penabung dan investor
(dalam hal ini pengusaha) untuk melakukan tawar menawar yang pada
akhirnya akan menghasilkan tingkat bunga kesepakatan (keseimbangan).
Scara grafik keseimbangan tingkat bunga dapat digambarkan seperti dalam
gambar 1.2.
Tingkat Bunga
Tabungan
i1
i0
Investasi 1
Investasi 0
F
Dana Investasi
Gambar 1. 2 Teori Tingkat Bunga
Keseimbangan tingkat bunga terjadi pada titik i0, dimana jumlah
tabungan sama dengan investasinya. Apabila tingkat bunga diatas i0 maka
jumlah tabungan melebihi keinginan pengusaha untuk investasi. Para
penabung akan saling bersaing untuk meminjamkan dananya dan persaingan
ini akan menekan tingkat bunga turun kembali ke posisi i0. sebaliknya,
apabila tingkat bunga dibawah ini, para pengusaha akan saling bersaing untuk
memperoleh dana yang jumlahnya relatif lebih kecil. Persaingan ini akan
mendorong tingkat bunga naik lagi ke i0.
Kenaikan
efisiensi
produksi
misalnya,
akan
mengakibatkan
keuntungan yang diharapkan naik. Sehingga, pada tingkat bunga yang sama
pengusaha bersedia meminjam dana lebih besar untuk meminjam dana lebih
besar untuk membiayai investasinya. Atau untuk dana investasi yang sama
jumlahnya, perusahaan bersedia membayar tingkat bunga yang lebih tinggi.
Keadaan ini ditunjukan dengan pergeseran kurva permintaan investasi ke
kanan atas, dan keseimbangan tingkat bunga yang baru pada i1.
2.2.4.2. Teori Irving Fisher
Menurut Irving Fisher, bunga adalah premi yang harus dibayarkan
kepada pemilik dana agar ia mau meminjamkan uangnya. Fisher menyatakan
bahwa ada kaitan positif antara suku bunga nominal dengan inflasi. Dengan
suku bunga riil yang diperkirakan konstan dalam jangka panjang dan
ekspektasi inflasi yang menyesuaikan diri terhadap laju inflasi yang berlaku.
Suku bunga yang terjadi merupakan selisih antara suku bunga nominal
dengan laju inflasi aktual atau dinyatakan dalam simbol sebagai berikut :
i=r+πe
atau
r=i–πe
dimana r = suku bunga riil
i = suku bunga nominal
πe = Laju inflasi yang diharapkan
Dengan r konstan, dalam jangka panjang apabila keseluruhan proses
penyesuaian telah terjadi, kenaikan laju inflasi akan sepenuhnya tercermin
pada suku bunga nominal. Dengan kata lain suku bunga nominal dalam
jangka panjang akan meningkat sebesar kenaikan inflasi. (Dornbusch, Fisher,
1989, hal. 592 ).
Irving telah menganalisis penentuan tingakat bunga dalam ekonomi
dengan mengkaji mengapa orang-orang menabung (mengapa mereka tidak
mengkonsumsi semua sumber daya mereka) dan mengapa orang lain yang
meminjam.
Dalam perekonomian dikenal konsep tingkat suku bunga nominal dan
tingkat suku bunga riil. Anggaplah seseorang mendepositokan uangnya dalam
rekening bank dengan bunga 8 persen pertahun. Pada tahun berikutnya, orang
tersebut memiliki uang 8 persen lebih banyak dari tahun sebelumnya. Tetapi
ketika harga meningkat, sehingga uang membeli lebih sedikit, maka daya beli
orang tersebut tidak meningkat sebesar 8 persen. Jika tingkat inflasi adalah 5
persen, maka jumlah barang yang dapat dibeli hanya meningkat 3 persen.
Apabila inflasi adalah 10 persen, maka daya beli orang tersebut secara nyata
turun sampai 2 persen.
2.2.4.3. Teori Keynesian
Keynes mengatakan bahwa tingkat bunga ditentukan oleh penawaran
dan permintaan uang. Ada tiga motif (transaksi, berjaga-jaga, dan spekulasi)
mengapa orang menghendaki memegang uang tunai. Tiga motif inilah yang
menyebabkan timbulnya “ permintaan akan uang”, yang diberi nama
Liquidity Preference. Nama ini mempunyai makna tertentu, yaitu bahw
permintaan akan uang menurut teori keynes berlandaskan pada konsepsi
bahwa orang pada umumnya menginginkan dirinya tetap likuid untuk
memenuhi tiga motif tersebut.
2.2.5 Inflasi
Merupakan salah satu resiko yang pasti dihadapi oleh manusia yang
hidup dalam ekonomi uang, dimana daya beli yang ada dalam uang dengan
berjalannya waktu mengalami erosi.
Inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk naik secara
umum dan terus menerus. Akan tetapi bila kenaikan harga hanya dari satu
atau dua barang saja tidak disebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut
meluas atau menyebabkan kenaikan sebagian besar dari harga barang-barang
lain. (Boediono, 1985:161). Kenaikan harga-harga barang itu tidaklah harus
dengan persentase yang sama. Bahkan mungkin dapat terjadi kenaikan
tersebut tidak bersamaan. Yang penting kenaikan harga umum barang secara
terus menerus selama suatu periode tertentu. Kenaikan harga barang yang
terjadi hanya sekali saja, meskipun dalam persentase yang cukup besar,
bukanlah merupakan inflasi. (Nopirin, 1987: 25). Atau dapat dikatakan,
kenaikan harga barang yang hanya sementara dan sporadis tidak dapat
dikatakan akan menyebabkan inflasi.
2.2.5.1 Jenis-jenis Inflasi
Inflasi dapat digolongkan berdasarkan: sifat,
sebab dan asal
terjadinya (Nopirin, 1987). Inflasi menurut sifatnya digolongkan dalam tiga
kategori, yaitu:
1. Inflasi Merayap
Kenaikan harga terjadi secara lambat, dengan persentase yang kecil
dan dalam jangka waktu yang relatif lama (di bawah 10% per tahun).
2. Inflasi Menengah
Kenaikan harga yang cukup besar dan kadang-kadang berjalan dalam
waktu yang relatif pendek serta mempunyai sifat akselerasi
3. Inflasi Tinggi
Kenaikan harga yang besar bisa sampai 5 atau 6 kali. Masyarakat
tidak lagi berkeinginan menyimpan uang. Nilai uang merosot dengan tajam
sehingga ingin ditukar dengan barang. Perputaran uang makin cepat, sehingga
harga naik secara akselerasi.
Berdasarkan sebab terjadinya inflasi dibedakan menjadi:
1. Demand – pull Inflation
Demand pull inflation ditandai dengan adanya inflationary gap.
Inflationary gap itu sendiri terjadi apabila keseimbangan GNP berada di atas
atau melebihi GNP pada kesempatan kerja penuh (full employment). Inflasi
bermula dengan adanya kenaikan permintaan total (agregat demand),
sedangkan produksi telah berada pada kondisi full employment. Sehingga
kenaikan permintaan ini hanya akan menaikkan harga saja.
2. Cost – Push Inflation
Proses kenaikan harga yang sering diikuti turunnya produksi disebut
dengan Cost Push Inflation. Serikat buruh yang menuntut kenaikan upah,
manajer dalam pasar monopolistis yang dapat menentukan harga (yang lebih
tinggi), atau kenaikan harga bahan baku, misalnya krisis minyak adalah
faktor yang dapat menaikkan biaya produksi. Kenaikan biaya ini pada
akhirnya akan menaikkan harga dan turunnya produksi, atau terjadi
penurunan penawaran total (agregat supply) sebagai akibat kenaikan biaya
produksi. Jika proses ini berlangsung terus maka timbul cost push inflation.
Menurut asalnya inflasi terdiri dari:
1. Domestic Inflation
Inflasi yang berasal dari dalam negeri sendiri seperti kenaikan
konsumsi masyarakat, ekspansi moneter dan lain sebagainya.
2. Imported Inflation
Inflasi yang berasal dari luar negeri, seperti kenaikan harga-harga
barang di negara-negara langganan dagang kita, mekanismenya baik melalui
impor ataupun ekspor.
2.2.5.2. Teori Inflasi
Secara garis besar ada 3 kelompok teori mengenai inflasi yang
masing-masing menyoroti aspek-aspek tertentu.
1. Teori Kuantitas
Teori kuantitas ini menyatakan bahwa proses inflasi itu terjadi karena
2 hal, yaitu
jumlah uang beredar dan psikologi (harapan) masyarakat
mengenai kenaikan harga-harga (expectations). Ada 2 hal penting dari teori
Kuantitas ini, adalah bahwa, pertama, laju inflasi terjadi jika ada penambahan
volume uang beredar. Kedua, laju inflasi oleh harapan masyarakat mengenai
kenaikan harga di masa yang akan datang (Boediono, 1985).
2. Teori Keynes
Teori ini menerangkan bahwa proses inflasi terjadi karena permintaan
masyarakat akan barang-barang selalu melebihi jumlah barang-barang yang
tersedia. Hal ini yang disebut dengan inflationary gap. Inflationary gap
terjadi apabila jumlah dari permintaan-permintaan efektif dari semua
golongan tersebut, pada tingkat harga yang berlaku melebihi jumlah
maksimum dari barang-barang yang dihasilkan oleh masyarakat. Harga-harga
akan naik, karena permintaan total melebihi jumlah barang yang tersedia.
Adanya kenaikan harga-harga tersebut berarti bahwa kegiatan rencana
pembelian barang dari golongan-golongan tersebut tidak terpenuhi,
selanjutnya mereka akan berusaha untuk memperoleh dana yang lebih besar
lagi, baik golongan pemerintah melalui pencetakan uang baru, atau para
pengusaha swasta melalui kredit dari bank, atau pekerja kenaikan tingkat
upah yang lebih besar. Proses inflasi akan terus berlangsung selama jumlah
permintaan efektif dari semua golongan masyarakat melebihi jumlah output
yang bisa dihasilkan pada tingkat harga yang berlaku.
3. Teori Strukturalis
Teori Strukturalis lebih menekankan pada faktor-faktor struktural dari
perekonomian yang menyebabkan terjadinya inflasi, teori ini disebut juga
teori inflasi jangka panjang karena yang dimaksud dengan faktor-faktor
struktural di sini adalah faktor-faktor yang hanya bisa berubah secara gradual
dan dalam jangka panjang.
Teori struktural memberi tekanan pada ketegaran dari struktur
perekonomian negara-negara sedang berkembang. Ada dua ketegaran yang
menyebabkan
inflasi, yaitu ketegaran berupa ketidakelastisan dari
penerimaan ekspor dan ketegaran berupa ketidakelastisan dari penawaran
bahan makanan dalam negeri. Kedua proses di atas pada umumnya berkaitan
dan memperkuat satu sama lain dalam menyebabkan inflasi.
Ketegaran yang merupakan “ketidakelastisan” dari penerimaan
ekspor ini adalah ketegaran di mana nilai ekspor tumbuh secara lamban
dibanding dengan pertumbuhan sektor-sektor lain. Dasar penukaran yang
makin memburuk dan supply barang-barang ekspor yang tidak elastis ini
akan
menyebabkan
terjadinya
kelambanan
tersebut.
Kelambanan
pertumbuhan penerimaan ekspor ini berarti kelambanan pertumbuhan
kemampuan untuk mengimpor barang-barang yang dibutuhkan. Sedang bagi
suatu
negara
untuk
mencapai
target
pertumbuhannya
mengambil
kebijaksanaan pembangunan “import substitution strategy”. Inflasi terjadi
jika proses substitusi impor ini makin meluas, sehingga menaikkan biaya
produksi ke berbagai barang, sehingga makin banyak harga-harga yang naik.
2.2.5.3. Indikator Inflasi
Ada beberapa indikator yang digunakan oleh para ekonom untuk
menggambarkan inflasi yaitu Indeks Biaya Hidup (IBH), Indeks Harga
Konsumen (IHK), Indeks Implisit Produk Domestik Bruto (GDP Deflator)
atau Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB). Dari berbagai indikator
tersebut masing-masing mempunyai kelebihan dan kelemahan, serta sangat
tergantung pada tujuan pemakaiannya. IBH dan IHK dimaksudkan untuk
penetapan upah buruh riil, karena dengan indeks ini bisa melihat sejauh
mana penurunan daya beli yang terjadi pada kaum buruh akibat inflasi. Untuk
pembuatan kontrak kerja dan penyesuaian harga yang dilakukan kontraktor
besar, biasanya menggunakan IHPB. GDP Deflator yang mempunyai
cakupan lebih luas dibandingkan kedua indeks terdahulu, sebenarnya
mencerminkan perkembangan tingkat harga umum.
Pengendalian laju inflasi tentu saja tidak lepas dari pengendalian yang
dilakukan oleh otoritas moneter dari sisi intern dalam rangka mencari
stabilitas ekonomi sebagai salah satu tujuan pembangunan. Laju inflasi
sebelum tahun 1984 mendekati bahkan melebihi 10%, hal ini tentu saja tidak
lepas dari berbagai pengaruh faktor ekstern terhadap perekonomian
Indonesia.
Deregulasi dan debirokratisasi 1 Juni 1983, merupakan langkah yang
diambil pemerintah untuk mengadakan perubahan kebijaksanaan ekonomi.
Perkembangan moneter tahun 1984 yang relatif stabil tercermin dari
pertambahan uang beredar yang dapat menunjang pertumbuhan ekonomi dan
tingkat laju inflasi yang dapat dikendalikan. Piranti-piranti kebijakan moneter
untuk pengendalian jumlah uang beredar yang bisa dilakukan oleh
pemerintah adalah sebagai berikut:
(1) Perubahan tingkat bunga fasilitas diskonto
(2) Perubahan rasio cadangan minimum
(3) Perkreditan selektif
(4) Operasi Pasar Terbuka
(5) Pendekatan persuasif
2.3. Hubungan Variabel Dependen dengan Variabel Independen
2.3.1. Hubungan PDRB dengan Deposito Berjangka Rupiah.
Produk Domestik Regioanl Bruto merupakan jumlah nilai barang dan jasa
akhir yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi yang berada di suatu
wilayah atau kabupaten, dengan cara mengurangkan biaya antara dari
masing-masing total produksi bruto dari tiap-tiap kegiatan, sub sektor atau
sektor dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Produk domestik
regional bruto disini dengan pendekatan pendapatan perkapita masyarakat.
Simpanan adalah pendapatan yang tidak dikonsumsi. Menurut Keynes,
simpanan (saving) merupakan fungsi dari pendapatan. Simpanan atau saving
terutama ditentukan oleh pendapatan nasional ataupun regional. Tidak semua
pendapatan yang diterima oleh seseorang akan digunakan untuk konsumsi,
melainkan sebagian akan disisihkan sebagai simpanan (saving). Bila tingkat
pendapatan rendah, rumah tangga tidak dapat menabung atau hanya sedikit
menabung, karena harus membelanjakan semua atau sebagian besar
pedapatannya untuk memelihara tingkat kehidupan tertentu atau lebih untuk
konsumsi. Pada tingkat pendapatan lebih tinggi, konsumsi dan tabungan akan
lebih besar. Semakin besar pendapatan, semakin besar pula simpanan yang
dilakukan masyarakat. Begitu juga sebaliknya. Dengan demikian PDRB
berpengaruh terhadap deposito berjangka rupiah.
2.3.2. Hubungan Tingkat Suku Bunga dengan Deposito Berjangka
Rupiah.
Hubungan antara tingkat bunga dengan simpanan bersifat positif. Menurut
Teori Klasik, semakin tinggi tingkat bunga maka makin tinggi pula keinginan
seseorang atau masyarakat untuk menabung uangnya dibank. Artinya, pada
tingkat bunga yang lebih tinggi masyarakat akan lebih terdorong untuk
mengurangi atau mengorbankan pengeluaran konsumsinya guna menambah
tabungannya. Semakin besar tingkat bunga akan meningkatkan kesediaan
masyarakat untuk menyimpan dana pada bank, sehingga jumlah simpanan
masyarakat pada bank akan naik.
2.3.3. Hubungan Laju inflasi dengan Deposito Berjangka Rupiah.
Inflasi berpengaruh terhadap simpanan. Dengan adanya inflasi maka
diasumsikan suku bunga akan mengalami kenaikan. Teori Irving Fisher,
Fisher mengatakann bahwa ada kaitan positif antara suku bunga dengan
inflasi. Dengan suku bunga riil yang diperkirakan konstan dalam jangka
panjang dan ekspektasi inflasi yang menyesuaikan diri terhadap laju inflasi
yang berlaku. Dengan r konstan dalam jangka panjang apabila keseluruhan
proses penyesuaian telah terjadi, kenaikan laju inflasi akan tercermin pada
suku bunga nominal. Dengan kata lain suku bunga akan meningkat sebesar
kenaikan inflasi. Kenaikan inflasi yang menyebabkan kenaikan suku bunga
deposito, akan menyebabkan kenaikan permintaan akan simpanan karena
seseorang berasumsi akan memperoleh uang yang lebih banyak dengan
adanya kenaikan tingkat bunga. Dengan demikian maka inflasi mempunyai
pengaruh yang positif terhadap simpanan.
2.4. Hipotesis Penelitian
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :
1. Diduga PDRB berpengaruh positif dan signifikan terhadap permintaan
deposito berjangka rupiah pada bank umum di Yogyakarta.
2. Diduga tingkat suku bunga deposito berpengaruh positif dan signifikan
terhadap permintaan deposito berjangka rupiah pada bank umum di
Yogyakarta.
3. Diduga laju inflasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap
permintaan deposito berjangka rupiah pada bank umum di Yogyakarta.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
diperoleh dari lembaga-lembaga atau instansi-instansi antara lain Bank
Indonesia (BI) dan Badan Pusat Statistik (BPS).
Adapun data yang digunakan adalah :
a. Data deposito berjangka rupiah 3 bulanan pada bank umum di
Yogyakarta tahun 1986-2005.
b. Data Produk Domestik Regional Bruto di Yogyakarta tahun 19862005.
c. Data tingkat suku bunga deposito di Yogykarta tahun 1986-2005.
d. Data laju inflasi di Yogyakarta tahun 1986-2005.
3.2. Devinisi Variabel
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini :
3.2.1 Variabel Dependen
Deposito berjangka rupiah (Y)
Deposito berjangka adalah simpanan dari pihak ketiga kepada bank
yang penarikannya hanya dapat dilakukan dalam jangka waktu tertentu
menurut perjanjian antar pihak ketiga dn bank yang bersangkutan. Jangka
waktu jatuh tempo dapat dipilih sesuai kebutuhan, yaitu 1 bulan, 3 bulan, 6
bulan, 12 bulan, dan 24 bulan.
Deposito berjangka rupiah pada penelitian ini disajikan dalan jutaan
rupiah pertahun.
3.2.2 Variabel Independen, terdiri dari :
a. Produk Domestik Regional Bruto (X1)
Data Produk Domestik Regional Bruto untuk Daerah Istimewa
Yogyakarta atas dasar harga konstan 2000. Data operasional yang digunakan
dalam penelitian ini diambil dari data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat
Statistik berdasarkan perhitungan tahunan kemudian diolah dan dinyatakan
dalam bentuk satuan juta rupiah.
b. Suku Bunga Deposito berjangka rupiah (X2)
Merupakan tingkat keuntungan minimum yang disyaratkan pemodal
atau tingkat keuntungan yang diharapkan pemodal dari investasi dalam
bentuk simpanan. Tingkat suku bunga yang dimaksud disini adalah rata-rata
tertimbang tingkat bunga deposito dari seluruh simpanan deposito pada
berbagai waktu jatuh tempo yang berlaku di bank umum dalam persen 3
bulan.
c. Laju Inflasi (X3)
Data inflasi yang dipergunakan adalah data laju inflasi tahunan yang
dikeluarkan oleh Biro Pusat Statistik (BPS) berbagai edisi dengan olahan
dengan satuan persen (%).
3.3. Metode Analisis Data
3.3.1. Pendekatan Error Correction Model (ECM)
Pendekatan yang digunakan untuk menganalisis hubungan antara
variabel dalam penelitian ini berupa pendekatan teori ekonomi, teori statistik
dan teori ekonometrika dengan lebih menekankan pada pendekatan model
analisis seri waktu (time series analysis). Model umum yang dipakai dalam
penelitian ini adalah regresi linier berganda.
Salah satu prasyarat penting untuk mengaplikasikan model seri waktu
yaitu dipenuhinya asumsi data yang normal atau stabil (stasioner) dari
variabel-variabel pembentuk persamaan regresi. Karena penggunaan data
dalam penelitian ini dimungkinkan adanya data yang tidak stasioner, maka
penelitian ini digunakan teknik kointegrasi ( Cointegration Tecnique ) dan
model koreksi kesalahan atau Error Correction Model ( ECM ).
Digunakan ECM karena mekanisme ECM memiliki keunggulan baik
dari segi nilainya dalam menghasilkan persamaan yang diestimasi dengan
property statistik yang diinginkan maupun dari kemudahan persamaan
tersebut untuk diinterprestasi (Insukindro 1993: 65). Disamping itu ECM
dapat pula dijadikan variabel proksi nalar asa dari model stok penyangga
masa depan dengan cara membentuk estimasi jangka panjang dari ECM,
ECM juga bias menghindari regresi lancung atau regresi semu yang
menghasilkan kesimpulan yang menyesatkan. Proses analisis yang akan
dilakukan terdiri dari analisis deskriptif , uji akar unit (testing for unit root)
dan uji derajat integrasi (testing for degree of integration), uji kointegrasi
(Cointegration test), pendekatan ECM (Error Correction Model), analisis
statistik, uji asumsi klasik, serta analisis ekonomi.
3.3.2. Analisa Deskriptif
Analisis Deskriptif merupakan suatu analisis yang memaparkan hasil
secara kualitatif terhadap perkembangan data-data yang ada untuk
memperkuat analisis empiris. Penelitian ini akan membahas perkembangan
variabel dependen permintaan deposito berjangka rupiah, serta variabel
independen yaitu PDRB, suku bunga deposito, inflasi.
3.3.2.1 Uji Akar Unit Dan Uji Derajat Integrasi
Uji akar unit dapat dipandang sebagai uji stasioneritas, karena pada
intinya uji tersebut bentuk mengamati apakah koefisien tertentu dari model
otoregresi yang ditaksir mempunyai nilai satu atau tidak.
Langkah awal yang harus dilakukan pengujian ini adalah menaksir
model otoregresi dari masing-masing variabel yang akan digunakan dalam
penelitian dengan OLS. Ada beberapa prosedur untuk melakukan uji akarakar unit namun yang banyak digunakan adalah uji Dickey- Fuller ( DF ) dan
uji Philips Peron.
Uji ADF adalah uji yang dikembangkan oleh Dickey Fuller untuk
menyempurnakan uji DF yang sudah ada sebelumnya. Dalam prakteknya uji
ADF inilah yang seringkali digunakan untuk mendeteksi apakah data
stasioner atau tidak. Adapun formulasi uji ADF adalah sebagai berikut :
DYt= ao + a1 +
k
∑
b1 B1DYt
(3.1)
I =1
k
∑
DYt= co + c1T + C2 BYt +
d1B1DYt
(3.2)
I =1
Notasi :
DYt = Yt – Yt-1
BYt = Yt-1
T
= trend waktu
Yt
= Variabel yang diamati pada waktu t
K
= Besarnya waktu kelambanan yang dihitung dengan rumus
K
= N1/3 dengan N adalah jumlah sampel.
Langkah selanjutnya adalah membandingkan nilai ADF tabel dengan
nilai ADF statistik. Nilai ADF ditunjukkan oleh nilai t pada koefisien regresi
BYt pada persamaan (1) dan (2).
Bila data yang diamati pada uji akar unit ternyata tidak stationer,
maka langkah selanjutnya adalah melakukan uji derajat integrasi. Uji ini
dilakukan untuk mengetahui pada derajat integrasi berapa derajat data yang
diamati stationer. Uji derajat integrasi ini mirip dengan uji akar unit. Untuk
melakukan uji tersebut juga dilakukan penaksiran model otoregresi dengan
OLS.
D2Yt =b0 + b1 BDYt +
k
∑
I =1
f1B1D2Yt.
(3.3)
D2Yt = d0 + d1T + d2BDYt +
k
∑
h1B1D2Yt
(3.4)
I =1
Dimana D2Yt = DYt – DYt-1, BDYt = DYt-1
Prosedur untuk menentukan apakah data stasioner atau tidak dengan
cara membandingkan antara nilai ADF dengan nilai kritis distribusi statistik
Mackinon. Jika nilai absolute statistic ADF lebih besar dari nilai kritisnya,
maka data yang diamati menunjukkan stasioner dan jika sebaliknya nilai
absolut statistik ADF lebih kecil dari nilai kritisnya maka data tidak stasioner.
Hal yang krusial dalam uji ADF adalah menentukan
panjangnya
kelambanan.
Selain uji ADF dalam penelitian ini juga menggunakan uji Philips
Peron untuk menentukan akar unit dan derajat integrasi. Uji PP memasukkan
unsur autokorelasi di dalam residual dengan memasukkan variabel
independen berupa kelambanan diferensi. Philips Peron membuat uji akar
unit dengan menggunakan metode statistik non parametik dalam menjelaskan
kelambanan diferensi sebagaimana uji ADF. Adapun uji akar unit dari Philips
Peron sebagai berikut :
DYt = γ Yt-1 + et
(3.5)
DYt = ao + γYt-1 + et
(3.6)
DYt = ao + a2T + γ Yt-1 + et
(3.7)
Keterangan :
T adalah trend waktu
Statistik distributif t tidak mengikuti statistic distribusi normal tetapi
mengikuti distribusi PP sedangkan nilai kritisnya digunakan nilai kritis yang
dikemukakan oleh Mackinon. Sebagaimana uji ADF, kita juga harus
menentukan apakah tanpa konstanta dan trend. Berbeda dengan uji ADF,
dalam menentukan panjangnya lag uji PP menggunakan truncation lag q dari
Newey-West. (Widarjono, 2005, 361-362)
3.3.2.2. Uji Kointegrasi
Untuk dapat melakukan uji kointegrasi harus diyakini terlebih dahulu
bahwa variabel-variabel terkait dalam pendekatan ini memiliki derajat
integrasi yang sama atau tidak (Insukindro, 1993:132). Berkaitan dengan itu,
uji akar-akar unit dan uji derajat integrasi perlu dilakukan terlebih dahulu.
Untuk mendapatkan gambaran mengenai pendekatan kointegrasi,
anggaplah memiliki satu himpunan variabel runtun waktu X. Komponen X
dikatakan berkointegrasi pada derajat d, h atau ditulis ~ (d,h) bila (Sriyana
Jaka, 2003) :
1.
Setiap komponen dari X berkointegrasi pada derajat d atau I (d)
2.
Terdapat suatu vector α yang tidak sama dengan nol (α ≠ 0),
sehingga
kointegrasi.
Zt = α1 X~1(d,b), dimana b:0 dan α adalah vektor
Implikasi penting dari ilustrasi dan definisi diatas adalah bahwa jika
dua variabel atau lebih mempunyai derajat integrasi yang berbeda, katakanlah
X = I (1) dan Y = I (2), maka kedua variabel tersebut tidak dapat
berkointegrasi. (Insukindro, 1993:132)
Uji ini dilakukan setelah uji stationeritas melalui uji akar-akar unit
dan derajat integrasi terpenuhi. Digunakan untuk mengetahui kemungkinan
terjadinya keseimbangan atau kestabilan jangka panjang diantara variabelvariabel yang diamati. Setelah prasarat dari uji kointegrasi dilakukan, maka
dapat diketahui data yang diamati tersebut stasioner pada derajat keberapa.
Hal ini perlu diketengahkan mengingat adanya syarat dari uji kointegrasi
yaitu bahwa dalam melakukan uji kointegrasi data yang digunakan harus
berintegrasi pada derajat yang sama.
Selanjutnya bersamaan dengan uji kointegrasi, Engle dan Granger
(1987:265-270)
berpendapat
bahwa
dari
tujuh
uji
statistik
yang
diketengahkan untuk menguji hipotesa nol tidak adanya kointegrasi, ternyata
uji CRDW (Cointegration-Regression Durbin-Watson), DF (Dickey-Fuller),
dan ADF (Augmented Dickey-Fuller) merupakan uji statistik yang paling
disukai. Oleh karena itu dalam penelitian ini menggunakan uji CRDW.
Untuk menghitung statistic CRDW, DF, dan ADF ditaksir dengan
regresi kointegrasi berikut ini dengan metode kuadrat terkecil (ordinary least
squares =OLS). (Insukindro,1993:132)
Yt = mo + m1X1t+m2X2t+Et
(3.8)
Dimana :
Y
= Variabel tak bebas
X1, X2
= Variabel bebas
E
= Nilai residual
Kemudian regresi berikut ini ditaksir dengan OLS :
DEt = p1 Et-1
(3.9)
p −1
DEt = q1 Et-1 +
∑
w1 DEt-1
(3.10)
i =1
Dimana :
DEt = Et – Et-1
Nilai statistic CRDW ditunjukan oleh nilai statistic DW (DurbinWatson) pada regresi persamaan (3.8) dan nilai statistic DF dan ADF
ditunjukan oleh nisbah pada koefisien Et-1 pada persamaan (3.9) dan (3.10).
Nilai kritis untuk ketiga uji tersebut dapat dilihat pada Engle dan yoo (1987).
Tabel 3.1 Nilai CRDW / DW Stat Untuk Uji Kointegrasi
Jumlah
Tingkat Signifikansi
Sampel
1%
5%
10%
50
1.00
0.78
0.69
100
0.51
0.39
0.32
200
0.29
0.20
0.16
Sumber : Engle dan Yoo (1987,158)
Tabel 3.2 Nilai DF Untuk Uji Kointegrasi
Jumlah
Jumlah
Variabel
Data (N)
1%
5%
10%
2
50
4.32
3.67
3.28
100
4.07
3.37
3.03
200
4.00
3.37
3.02
50
4.84
4.11
3.73
100
4.45
3.93
3.59
200
4.35
3.78
3.47
50
4.49
4.38
4.02
100
4.75
4.22
3.89
200
4.70
4.18
3.89
50
5.41
4.76
4.42
100
5.18
4.58
4.26
200
5.02
4.48
4.18
3
4
5
Tingkat Signifikansi
Sumber : Engle dan Yoo (1987,157)
Tabel 3.3 Nilai ADF Untuk Uji Kointegrasi
Jumlah
Jumlah
Variabel
Data (N)
1%
5%
10%
2
50
4.12
3.29
2.90
100
3.73
3.17
2.91
200
3.78
3.25
2.98
50
4.45
3.75
3.36
100
4.22
3.62
3.32
200
4.34
3.78
3.51
3
Tingkat Signifikansi
4
5
50
4.61
3.98
3.67
100
4.61
4.02
3.71
200
4.72
4.13
3.83
50
4.80
4.15
3.85
100
4.98
4.36
4.06
200
4.97
4.43
4.14
Sebagaimana telah disinggung diatas, tujuan utama dari uji
kointegrasi adalah untuk mengkaji apakah residual regresi kointegrasi
stasioner atau tidak. Pengujian ini sangat penting bila ingin dikembangkan
suatu model dinamis, khususnya model koreksi kesalahan (error correction
model = ECM), yang mencangkup variabel-variabel kunci pada regresi
kointegrasi terkait.
Pada prinsipnya, model koreksi kesalahan terdapat keseimbangan
yang tetap dalam jangka panjang antara variabel-variabel ekonomi. Bila
dalam jangka pendek terdapat ketidakseimbangan dalam satu periode, maka
model koreksi kesalahan akan mengoreksinya pada periode berikutnya (Engle
dan Granger, 1987:254). Mekanisme koreksi kesalahan ini dapat diartikan
sebagai penyelaras perilaku jangka pendek dan jangka panjang. Dengan
mekanisme ini pula, masalah regresi semrawut dapat dihindarkan melalui
penggunaan variabel perbedaan yang tetap di dalam model, namun tanpa
menghilangkan informasi jangka panjang yang diakibatkan oleh penggunaan
data perbedaan semata. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa model
koreksi kesalahan konsisten dengan konsep kointegrasi atau dikenal dengan
Granger Representation Theorem. (Sriyana, Jaka, 2003)
3.3.3 Analisa Statistik
Hubungan permintaan deposito berjangka rupiah dengan faktor-faktor
yang mempengaruhi dapat diformulasikan sebagai berikut :
Y = f(X1, X2, X3, X4)
Dalam bentuk persamaan adalah sebagai berikut :
DYt = β0 + β1 DX1t - β2 X2t + β3 DX3t + β4 + β5 ECT
Dimana :
DYt
= Deposito berjangka rupiah pada periode t
β4
= Konstanta
DX1
= Produk Domestik regional Bruto periode t
DX2
= Suku bunga deposito periode t
DX3
= Laju inflasi pada periode t
ECT
= RESID (-1)
β1, β2, β3, β4
= Koefisien regresi dari masing-masing variabel
β5
= Koefisien ECT (error correction term)
3.3.3.1 Uji t (uji signifikansi secara individu)
Uji t statistik melihat hubungan atau pengaruh antara variabel
independen secara individual terhadap variabel dependen.
1. Hipotesis yang digunakan :
a. Jika Hipotesis positif
Ho : βi ≤ 0
Ha : βi > 0
b. Jika Hipotesis negatif
Ho : βi ≥ 0
Ha : βi < 0
2. Pengujian satu sisi
Jika t-hitung < t-tabel, maka Ho diterima dan Ha ditolak artinya
variabel independen tidak mempengaruhi variabel dependen secara
sigifikan.
Jika t-hitung > t-tabel maka Ho ditolak dan Ha diterima artinya
variabel independen mempengaruhi variabel dependen secara
signifikan.
3.3.3.2 Uji F (uji secara bersama-sama)
Pengujian ini akan memperlihatkan hubungan atau pengaruh antara
variabel independen secara bersama-sama terhadap variabel dependen, yaitu
dengan cara sebagai berikut :
Ho : βi = 0, maka variabel independen secara bersama-sama tidak
mempengaruhi variabel dependen.
Ha : βi ≠ 0, maka variabel independen secara bersama-sama mempengaruhi
variabel dependen.
Hasil pengujian adalah :
Ho diterima ( tidak signifikan ) jika F hitung < F tabel (df = n – k)
Ho ditolak ( signifikan ) jika F hitung > F tabel (df = n – k)
Dimana :
K : Jumlah variabel
N : Jumlah pengamatan
3.3.3.3 Koefisien determinasi (R2)
R2 menjelaskan seberapa besar persentasi total variasi variabel
dependen yang dijelaskan oleh model, semakin besar R2 semakin besar
pengaruh model dalam menjelaskan variabel dependen.
Nilai R2 berkisar antara 0 sampai 1 , suatu R2 sebesar 1 berarti ada
kecocokan sempurna, sedangkan yang bernilai 0 berarti tidak ada hubungan
antara variabel tak bebas dengan variabel yang menjelaskan.
3.3.4 Pengujian Asumsi Klasik
Sebelum dilakukan regresi, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi
klasik untuk melihat
apakah data terbebas dari maslah multikolinieritas,
heteroskedastisitas, dan autokorelasi. Uji asumsi klasik penting dilakukan
untuk menghasilkan estimator
yang linier tidak bias dengan varian yang
minimum (Best Linier Unbiased Estimator = BLUE), yang berarti model
regresi tidak mengandung masalah.
3.3.4.1 Uji Korelasi Parsial Antar Variabel Independen
Salah satu untuk mendeteksi multikolinieritas adalah dengan menguji
koefisien korelasi (r) antar variabel independen. Sebagai aturan main yang
kasar (rule of thumb), jika koefisien korelasi cukup tinggi katakanlah diatas
0,85 maka diduga ada multikolinieritas dalam model. Sebaliknya jika
koefisien korelasi relative rendah (0,85) maka diduga model tidak
mengandung unsur multikolinieritas. (Widarjono, 2005, 135)
Tanpa adanya perbaikan multikolinieritas tetap menghasilkan
estimator yang BLUE karena masalah estimator yang BLUE tidak
memerlukan asumsi tidak adanya korelasi antar variabel independen.
Multikolinieritas hanya menyebabkan kita kesulitan memperoleh estimator
dengan standard error yang kecil. (Widarjono, 2005, 139)
3.3.4.2 Uji Heterosledastisitas (Metode White)
Heteroskedastisitas adalah keadaan dimana faktor gangguan tidak
memiliki varian
yang sama. Pengujian terhadap gejala heteroskedastisitas
dapat dilakukan dengan melakukan White Test, yaitu dengan cara meregresi
residual kuadrat
( Ui2 ) dengan variabel bebas, variabel bebas kuadrat dan
perkalian variabel bebas.
Pedoman dalam penggunaan model white test adalah jika nilai ChiSquare hitung
(n. R2) lebih besar dari nilai X2 kritis dengan derajat
kepercayaan tertentu (α) maka
ada heterokedasitisitas dan sebaliknya jika
Chi-Square hitung lebih kecil dari nilai X2 menunjukan tidak adanya
heterokedasitisitas.
3.3.4.3. Autokorelasi (metode Lagrange Multipier)
Ho : tidak ada autokorelasi
Ha : ada autokorelasi
Dengan tingkat signifikan (α) sebesar 5% dan menggunakan distribusi
χ2, maka :
Jika χ2 hitung < χ2 kritis, berarti Ho diterima
Jika χ2 hitung > χ2 kritis, berarti Ho ditolak
Atau dengan cara lain untuk mendeteksi adanya autokorelasi dalam
model bisa dilakukan menggunakan uji Durbin-Watson (DW), yaitu dengan
cara membandingkan antara DW statistik ( d ) dengan dL dan dU, jika DW
statistik berada diantara dU dan 4- dU maka tidak ada autokorelasi.
Autokorelasi
ragu-ragu
tidak ada autokorelasi
ragu-ragu
Positif
0
autokorelasi
negatif
dl
du
2
4-du
4-dl
4
Gambar 3.1. Statistik Durbin-Watson d
Penentuan ada tidaknya autokorelasi dapat dilihat dengan jelas dalam
Tabel 3.4. berikut ini :
Tabel 3.4. Uji Statistik Durbin-Watson
Nilai Statistik
Hasil
0<d<dl
Menolak hipotesa nul; ada autokorelasi positif
dl≤d≤du
Daerah keragu-raguan; tidak ada keputusan
Menerima hipotesa nul; tidak ada autokorelasi
du≤d≤4-du
positif / negatif
4-du≤d≤4-dl
Daerah keragu-raguan; tidak ada keputusan
Menolak
4-dl≤d≤4
negative
hipotesa
nul;
ada
autokorelasi
BAB IV
HASIL DAN ANALISIS
4.1. Deskripsi Data Penelitian
Semua data yang digunakan dalam analisis ini merupakan data
sekunder deret waktu (time series) yang berbentuk annual mulai tahun 19862005. Penelitian mengenai permintaan deposito berjangka rupiah disini
menggunakan data deposito berjangka rupiah pada bank umum di Yogyakarta
sebagai variabel dependen (variabel tidak bebas). Sedangkan variabel
independen terdiri dari Produk Domestik Regional Bruto, Suku Bunga
Deposito, Laju Inflasi.
Tabel 4.1
Data Observasi
obs
Y
X1
X2
X3
1986
78678
7470269
11.44
4.31
1987
117008
7774144
8.61
8.83
1988
150052
8238398
8.85
8.9
1989
209874
8758936
16.49
4.43
1990
349700
9159241
18.54
5.21
1991
382541
9634857
9.65
10.73
1992
374089 10303121
7.37
8.38
1993
403009 10901831
7.62
4.78
1994
508022 11699390
4.12
10.01
1995
597448 12955802
7.45
8.55
1996
799037 13958968
5.22
10.91
1997
1477973 14449327
17.1
12.72
1998
3140804 12833873
25.29
7.46
1999
2694307 12960802
9.24
2.51
2000
2398917 13480000
3.88
7.32
2001
2911316 14056000
11.48
12.56
2002
2978601 14689000
12.35
12.01
2003
2765099 15360000
8.5
5.36
2004
2656517 16149000
6.52
6.95
2005
3907451 16898000
9.9
14.98
Sumber : Bank Indonesia dan Badan Pusat Statistik, berbagai tahun
penerbit.
Keterangan
:
Y
= Deposito Berjangka Rupiah 3 bulanan pada bank umum (Juta Rp)
X1
= Produk Domestik Regional Bruto Perkapita (Juta Rp)
X2
= Suku Bunga Deposito Rupiah 3 bulanan (%)
X3
= Laju Inflasi (%)
Keseluruhan dari data yang digunakan sebagai bahan penelitian
diperoleh dari kantor Badan Pusat Statistik (BPS) dan Bank Indonesia (BI).
Data mengenai Deposito Berjangka Rupiah, Suku Bunga Deposito, Laju
Inflasi, diperoleh dari statistik ekonomi keuangan Daerah dan laporan
tahunan BI dari baerbagai tahun terbitan. Sedangkan untuk data PDRB
diperoleh dari Statistik Indonesia dari berbagai edisi terbitan.
Sebagaimana telah dijelaskan pada bab sebelumnya yaitu bahwa
model yang digunakan sebagai alat analisis adalah model Error Correction
Model (ECM). Model ECM digunakan untuk menguji spesifikasi model dan
kesesuaian teori dengan kenyataan. Pengujian ini dilakukan dengan program
komputer Econometric E-Views (eviews). Pembahasan dilakukan dengan
analisis secara ekonometrik.
4.2 Hasil dan Analisis
4.2.1. Uji Akar-akar Unit dan Uji Integrasi
Tahap pertama dilakukan uji akar-akar unit untuk mengetahui pada
derajat ke berapa data yang digunakan stasioner. Uji akar-akar unit dilakukan
untuk mengetahui apakah koefisien tertentu adalah satu (mempunyai akar
unit). Penelitian ini menggunakan uji akar-akar unit yang dikembangkan oleh
Philips Perron. Uji akar unit dilakukan dengan memasukkan konstanta dan
trend untuk metode Philips Perron.
Untuk uji akar-akar unit dan derajat integrasi, apabila nilai hitung PP
lebih kecil daripada nilai kritis mutlak (pada α = 10% ), maka variabel
tersebut tidak stasioner, sebaliknya jika nilai hitung mutlak PP lebih besar
daripada nilai kritis mutlak (pada α = 10% ), maka variabel tersebut stasioner.
Hasil dari pengujian akar-akar unit ini dapat dilihat pada tabel 4.2
berikut ini :
Tabel 4.2
Hasil Estimasi Akar-akar Unit pada Ordo Nol
Nilai kritis
Nilai hitung t-
Mackinon
statistik
α = 10%
PP
PP
Y
-2.128931
-3.277364
X1
-1.935402
-3.277364
X2
-2.951388
-3.277364
X3
-4.961697
-3.277364
Variabel
Sumber : Hasil Eviews
Dari tabel diatas diketahui bahwa nilai hitung mutlak PP masingmasing variabel dengan derajat keyakinan 10% hanya ada satu variabel yang
stasioner, yaitu variabel laju inflasi (X3) pada ordonol. Karena itu perlu
dilanjutkan dengan uji derajat integrasi pertama.
Hasil dari pengujian akar-akar unit pada derajat integrasi pertama
dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut ini :
Tabel 4.3
Hasil Estimasi Uji Derajat Integrasi Pertama
dengan Nilai Kritis MacKinnon 10%
Nilai kritis
Nilai hitung t-
Mackinon
statistik
α = 10%
PP
PP
Y
-3.707698
-3.286909
X1
-2.889363
-3.286909
X2
-6.775830
-3.286909
X3
-4.452218
-3.286909
Variabel
Sumber : Hasil Eviews
Dari tabel diatas diketahui bahwa nilai hitung mutlak PP masingmasing variabel dengan derajat keyakinan 10% sudah stasioner pada integrasi
pertama, namun masih ada satu variable, yaitu variable PDRB yang masih
belum stasioner pada derajat integrasi pertama, karena itu perlu dilanjutkan
dengan uji derajat integrasi kedua.
Hasil dari pengujian derajat integrasi kedua dapat dilihat pada tabel
4.4 berikut ini :
Tabel 4.4
Hasil Estimasi Uji Derajat Integrasi Kedua
dengan Nilai Kritis MacKinnon 10%
Nilai kritis
Nilai hitung t-
Mackinon
statistik
α = 10%
Variabel
PP
PP
Y
-7.210287
-3.297799
X1
-6.254901
-3.297799
X2
-8.176770
-3.297799
X3
-6.364384
-3.297799
Sumber : Hasil Eviews
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa nilai uji Philips Perron nilai PP
statistiknya lebih besar daripada nilai PP kritisnya pada masing-masing
variable, yang berarti data ini telah stasioner pada differensi kedua dan bisa
untuk dilanjutkan ke uji kointegrasi.
4.2.2. Uji Kointegrasi
Uji Kointegrasi merupakan kelanjutan dari uji akar-akar unit dan uji
derajat integrasi. Uji kointegrasi dapat dipandang sebagai uji keberadaan
hubungan jangka panjang, seperti yang dikehendaki oleh teori ekonomi.
Tujuan utama uji kointegrasi ini adalah untuk mengetahui apakah residual
regresi terkointegrasi stasioner atau tidak. Apabila variabel terkointegrasi
maka terdapat hubungan yang stabil dalam jangka panjang. Dan sebaliknya
jika tidak terdapat kointegrasi antar variabel maka implikasi tidak adanya
keterkaitan hubungan dalam jangka panjang. Berikut ini hasil uji kointegrasi
CRDW :
Tabel 4.5
Nilai Regresi Uji Kointegrasi
Persamaan Kointegrasi
CRDW Hitung
CRDW Tabel
α : 10%
Y=f(X1, X2, X3,X4)
0,771083
0,69
Sumber : hasil Eviews
Dari hasil estimasi diatas dapat dilihat bahwa nilai CRDW hitung
sebesar 0,771083 sedangkan nilai kritis CRDW pada derajat kepercayaan
sebesar 10% yaitu 0,69 Karena nilai CRDW hitung lebih besar dari CRDW
table maka hal ini mengindikasikan bahwa adanya kointegrasi data.
4.2.3. Pendekatan Error Correction Model (ECM)
Model Koreksi Kesalahan (Error Correction Model) merupakan
metode pengujian yang dapat digunakan untuk mencari model keseimbangan
dalam jangka panjang. Untuk menyatakan apakah model ECM yang
digunakan sahih atau tidak maka koefisien Error Corection Term (ECT)
harus signifikan. Jika koefisien ini tidak signifikan maka model tersebut tidak
cocok dan perlu dilakukan perubahan spesifikasi lebih lanjut. (Insukindro,
1993, 12-16) Berikut merupakan model ECM yang digunakan pada penelitian
ini :
DYt = β0 + β1 DX1t - β2 X2t + β3 DX3t + β4 + β5 ECT
Notasi
:
DY
= Y-Yt-1
DX1
= X1-X1t-1
DX2
= X2-X2t-1
DX3
= X3-X3t-1
ECT
=RESID(-1)
β1, β2, β3, β4
= Koefisien regresi ECM jangka pendek
β5
= Koefisien ECT (error correction term)
Hasil pengolahan data yang dilakukan dengan menggunakan program
komputer EViews, dengan model regresi linier ECM ditampilkan sebagai
berikut :
Tabel 4.6
Hasil Estimasi Model Dinamis ECM
Dependent Variable: D(Y)
Method: Least Squares
Date: 01/28/08 Time: 20:08
Sample(adjusted): 1987 2005
Included observations: 19 after adjusting endpoints
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
C
385188.5
81342.93
4.735366
D(X1)
-0.439661
0.115763 -3.797930
D(X2)
35589.60
9986.634
3.563723
D(X3)
30578.06
14977.20
2.041640
ECT
-0.691576
0.295668 -2.339027
R-squared
0.813505 Mean dependent var
Adjusted R-squared
0.760221 S.D. dependent var
S.E. of regression
250687.2 Akaike info criterion
Sum squared resid
8.80E+11 Schwarz criterion
Log likelihood
-260.2660 F-statistic
Durbin-Watson stat
1.090860 Prob(F-statistic)
Prob.
0.0003
0.0020
0.0031
0.0605
0.0347
201514.4
511949.0
27.92273
28.17127
15.26729
0.000053
Sumber : Hasil Eviews
Dari estimasi model dinamis ECM dapat diperoleh fungsi regresi OLS
sebagai berikut :
D(Y) = 385188.5 + -0.439661 DX1 + 35589.60 DX2 + 30578.06 DX3 0.691576 ECT
Berdasarkan hasil estimasi model dinamis ECM diatas, maka dapat
dilihat pada variabel Error Correction Term (ECT) nya signifikan pada
tingkat signifikansi 5% dan mempunyai tanda negatif. Maka spesifikasi
model sudah sahih dan dapat menjelaskan variasi pada variabel tak bebas.
(Insukindro, 1993, 2)
Untuk mengetahui apakah hasil estimasi dapat dipercaya maka
dilakukan pengujian lebih lanjut yaitu berupa uji ekonometri. Uji tersebut
dimaksudkan untuk mengetahui apakah penafsiran-penafsiran terhadap
parameter sudah bermakna secara teoritis dan nyata secara statistic.
4.2.4. Analisis Statistik Jangka Pendek
Untuk mengetahui lebih lanjut tingkat signifikansi model ECM
tersebut, maka akan dilakukan pengujian lebih lanjut yaitu pengujian
variabel-variabel tersebut secara individual (uji t), dan pengujian keoefisien
determinasi (R2) dari hasil perhitungan yang telah dilakukan sebelumnya.
4.2.4.1. Uji Secara Individual (Uji t)
Pengujian secara individual ini dimaksudkan untuk mengetahui
apakah masing-masing variabel independen berpengaruh secara signifikan
terhadap variabel independen. Uji ini dilakukan dengan melihat besarnya t
hitung atau dengan melihat tingkat probabilitasnya, (Abdul Hakim, 2000,
101)
Jika t hitung > t tabel, maka variabel bebas tersebut berpengaruh
terhadap variabel tak bebas secara individu. Dengan menggunakan derajat
kepercayaan 5% maka jika nilai probabilitasnya < 0,05 , berarti variabel
tersebut signifikan pada taraf signifikan 5%.
Kriteria Pengujian :
ƒ Uji hipotesis positif satu sisi :
Ho : βi ≤ 0, artinya independen variabel secara individu tidak berpengaruh
positif terhadap variabel dependen.
Ha: βi > 0, artinya independen variabel secara individu berpengaruh
positif terhadap variabel dependen.
ƒ Uji hipotesis negatif satu sisi :
Ho : βi ≥ 0, artinya independen variabel secara individu tidak berpengaruh
negatif terhadap variabel dependen.
Ha: βi<0, artinya independen variabel secara individu berpengaruh negatif
terhadap variabel dependen.
Dari hasil pengujian data dengan Eviews diperoleh nilai t hitung
masing-masing variabel dan probabilitasnya sebagai berikut :
Tabel 4.7
Hasil Uji t Jangka Pendek
Variabel
t-hitung
Probabilitas
DX1
-3.797930
1,746
0.0020
DX2
3.563723
1,746
0.0031
DX3
2.339027
1,746
0.0605
ECT
-2.339027
1,746
0.0347
Sumber : Hasil Eviews
Signifikan pada α = 5%
t-tabel
t-tabel*
= t α df (n-k)
= t (α = 5% ; 16)
= 1,746
Dari hasil perhitungan dengan program EViews, dapat disimpulkan
hasil pengujian secara individu adalah sebagai berikut :
4.2.4.1.1. Uji t terhadap Parameter β1 (DX1)
Ho : β1 ≤ 0, artinya variabel PDRB tidak berpengaruh positif terhadap
variabel deposito berjangka rupiah
Ha : β1 > 0, artinya variabel PDRB berpengaruh positif terhadap variabel
deposito berjangka rupiah
t hitung = -3.797930
t tabel
= 5%, 16
= 1,746
Hasil perhitungan Æ t hitung > t tabel
Kesimpulannya : Tolak Ho dan Terima Ha artinya variabel PDRB
berpengaruh dan berhubungan negatif terhadap variabel deposito berjangka
rupiah.
4.2.4.1.2. Uji t terhadap parameter β2 (DX2)
Ho : β2 ≤ 0 , artinya variabel suku bunga deposito tidak berpengaruh
positif terhdap variabel deposito berjangka rupiah.
Ha : β2 < 0 , artinya variabel suku bunga deposito berpengaruh positif
terhadap variabel deposito berjangka rupiah.
t hitung = 3.563723
t tabel
= 5%, 16
= 1,746
Hasil perhitungan Æ t hitung > t tabel
Kesimpulannya : Tolak Ho dan Terima Ha artinya variabel suku bunga
deposito berpengaruh dan berhubungan positif terhadap variabel deposito
berjangka rupiah.
4.2.4.1.3. Uji t terhadap parameter β3 (DX3)
Ho : β3 ≤ 0, artinya variabel laju inflasi tidak berpengaruh positif terhadap
variabel deposito berjangka rupiah.
Ha : β3 > 0, artinya variable laju inflasi berpengaruh positif terhadap
variabel deposito berjangka rupiah
t hitung = 2.339027
t tabel
= 5%, 16
= 1,746
Hasil perhitungan Æ t hitung < t tabel
Kesimpulannya : Tolak Ho dan terima Ha artinya variabel laju inflasi
berpengaruh dan berhubungan positif terhadap variabel deposito berjangka
rupiah.
4.2.4.2. Uji Secara Serempak (Uji F)
Uji F-statistik dilakukan untuk mengetahui apakah variabel bebas (X)
secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel tidak bebas. Pengujian
ini dilakukan dengan membandingkan nilai F-hitung dengan nilai F-tabel
pada derajat kebebasan (k-1, n-k-1) dan tingkat signifikansi (α) 5%. Jika nilai
F-hitung lebih besar dari nilai F tabel maka Ho ditolak dan Ha diterima.
Artinya variabel bebas secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap
variabel tidak bebas dan jika F-hitung lebih kecil dari nilai F-tabel maka Ho
diterima dan Ha ditolak. Artinya variabel bebas secara bersama-sama tidak
berpengaruh signifikan terhadap variabel tidak bebas.
Nilai F-tabel dengan derajat kebebasan (3,16) dan α 5% adalah 3.24.
Dari hasil regresi diketahui bahwa nilai F-hitung adalah 15.26729. Dengan
demikian F-hitung lebih besar dari nilai F-tabel, artinya secara bersama-sama
variabel Produk Domestik Regional Bruto (X1), Suku Bunga Deposito
(X2),dan Laju Inflasi (X3), berpengaruh signifikan terhadap Deposito
Berjangka Rupiah.
4.2.4.3. Koefisien Determinasi (R2)
Nilai R2 (koefisien determinasi) dilakukan untuk melihat seberapa
besar variabel independen berpengaruh terhadap variabel dependen. Nilai R2
berkisar antara 0 - 1. Nilai R2 makin mendekati 0 maka pengaruh semua
variabel independen terhadap variabel dependen makin kecil Dan sebaliknya
nilai R2 makin mendekati 1 maka pengaruh semua variabel independen
terhadap variabel dependen makin besar.
Dari hasil regresi diketahui bahwa nilai R2 adalah 0.813505, yang
berarti variasi variabel produk domestik regional bruto (X1), suku bunga
deposito (X2), laju inflasi (X3), mempengaruhi variabel deposito berjangka
rupiah sebesar 81.3505%. Sedangkan sisanya (18.6495%) dijelaskan oleh
variabel lain yang tidak dianalisis dalam model regresi ini.
4.2.4.4. Pengujian Asumsi Klasik
Pengujian
ini
dimaksudkan
untuk
mendeteksi
ada
tidaknya
multikolinieritas, heteroskedastisitas, dan autokorelasi dalam hasil estimasi,
karena apabila terjadi penyimpangan terhadap asumsi klasik tersebut. Uji t
dan uji F yang dilakukan menjadi tidak falid dan secara statistik dapat
mengacaukan kesimpulan yang diperoleh.
Dengan kata lain, apakah hasil-hasil regresi telah memenuhi kaidah
Best Linier Unbiased Estimator (BLUE) sehingga tidak ada gangguan serius
terhadap asumsi klasik dalam metode kuadrat terkecil tunggal (OLS) yaitu
masalah multikolinieritas, heteroskedastisitas, dan autokorelasi.
4.2.4.4.1. Uji Multikolinieritas Jangka Pendek
Uji multikolinearitas dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya
hubungan yang signifikan diantara variabel bebas. Deteksi adanya
multikolinearitas dilakukan dengan menggunakan uji korelasi parsial antar
variabel independent. Dengan melihat nilai koefisien korelasi (r) antar
variabel independen, dapat diputuskan apakah data terkena multikolinearitas
atau tidak menguji koefisien korelasi (r) antar variabel independen. Hasil
pengujian multikolinearitas menggunakan uji korelasi (r) dapat dilihat
sebagai berikut:
Tabel 4.8
Hasil Uji Multikolinieritas Jangka Pendek
D(X1)
D(X2)
D(X3)
D(X1)
1
-0.15795
0.326186
D(X2)
-0.15795
1
0.006939
D(X3)
0.326186
0.006939
1
Dari tabel hasil analisis uji multikolinieritas di atas terlihat bahwa
koefisiensi korelasi di bawah 0.85, sehinnga dapat disimpulkan bahwa tidak
ada masalah multikolinieritas dalam model analisis regresi.
4.2.4.4.2. Uji Heteroskedastisitas Jangka Pendek
Uji heteroskedasitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model
regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke
pengamatan yang lain. Jika varian residual satu pengamatan ke pengamatan
yang lain tetap, maka disebut homokesdasitas dan jika berbeda disebut
heteroskedasitas.
Metode yang digunakan untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas
pada penelitian ini adalah pengujian White. Pengujian heteroskedastisitas
dilakukan dengan bantuan program komputer Eviews 4.1, dan diperoleh hasil
regresi seperti pada tabel berikut ini:
Tabel 4.9
Hasil Uji Heteroskedastisitas Jangka Pendek
White Heteroskedasticity Test:
F-statistic
2.010583
Obs*R-squared
11.71603
Probability
Probability
0.148997
0.164331
Test Equation:
Dependent Variable: RESID^2
Method: Least Squares
Date: 01/31/08 Time: 04:12
Sample: 1987 2005
Included observations: 19
Variable
Coefficient
C
-4.15E+09
D(X1)
7398.465
(D(X1))^2
-0.005330
D(X2)
5.69E+09
(D(X2))^2
73357501
D(X3)
7.06E+09
(D(X3))^2
4.08E+09
ECM
-30546.37
ECM^2
-0.080276
R-squared
0.616633
Adjusted R-squared
0.309939
S.E. of regression
9.57E+10
Sum squared resid
9.16E+22
Log likelihood
-501.2723
Durbin-Watson stat
2.174266
Std. Error
t-Statistic
7.35E+10 -0.056512
56704.59
0.130474
0.061735 -0.086330
4.08E+09
1.396135
4.66E+08
0.157293
6.72E+09
1.050472
1.51E+09
2.710911
48271.02 -0.632810
0.086849 -0.924318
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
F-statistic
Prob(F-statistic)
Prob.
0.9560
0.8988
0.9329
0.1929
0.8781
0.3182
0.0219
0.5411
0.3771
4.82E+10
1.15E+11
53.71287
54.16023
2.010583
0.148997
Sumber : Hasil Eviews
Dari tabel 4.9 diketahui bahwa koefisien determinasi (R2) sebesar
0.616633. Nilai Chi-squares hitung sebesar 11.71603 yang diperoleh dari
informasi Obs*R-squared, sedangkan nilai kritis Chi-squares (χ2) pada α =
5% dengan df sebesar 8 adalah 15.5073. Karena nilai Chi-squares hitung (χ2)
lebih kecil dari nilai kritis Chi-squares (χ2) maka dapat disimpulkan tidak ada
masalah heteroskedastisitas.
Model mengandung heteroskedastisitas juga bisa dilihat dari nilai
probabilitas Chi-Squares sebesar 0.164331 yang lebih besar dari nilai α
(alpha) sebesar 0,05. Berarti Ho diterima dan kesimpulannya tidak ada
heteroskedastisitas.
4.2.4.4.3 Uji Autikorelasi Jangka Pendek
Untuk mendeteksi masalah autokorelasi digunakan Uji LM Test. Uji
ini sangat berguna untuk mengidentifikasi masalah autokorelasi tidak hanya
pada derajat pertama (first order) tetapi juga digunakan pada tingkat derajat.
Jika hasil uji LM berada pada hipotesa nol (Ho) yaitu nilai chi squares hitung
(χ2) < dari pada nilai kritis chi squares (χ2), maka model estimasi tidak
terdapat autokorelasi, begitu pula sebaliknya jika berada pada hipotesa
alternatif (Ha) yaitu nilai chi squares hitung (χ2) > dari pada nilai kritis chi
squares (χ2), maka terdapat auto korelasi.
Tabel 4.9
Uji Autokorelasi
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:
F-statistic
0.239888 Probability
Obs*R-squared
0.676252 Probability
Test Equation:
Dependent Variable: RESID
Method: Least Squares
Date: 02/01/08 Time: 10:11
Presample missing value lagged residuals set to zero.
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
C
773.6924
101765.1
0.007603
D(X1)
0.024708
0.162191
0.152338
D(X2)
-827.0130
12919.57 -0.064012
D(X3)
-3356.745
21753.12 -0.154311
RESID(-1)
0.101963
0.488420
0.208762
0.790123
0.713105
Prob.
0.9940
0.8813
0.9499
0.8797
0.8379
RESID(-2)
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
Durbin-Watson stat
0.226392
0.035592
-0.335334
301290.6
1.18E+12
-263.0555
1.477618
0.555413
0.407611
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.6902
7.35E-11
260729.8
28.32163
28.61987
0.095955
0.991252
Sumber : Hasil Eviews
Dari hasil regresi diatas dapat dilihat Nilai koefisiensi determinasinya
(R2) sebesar 0.0335334. Nilai Chi Squared (χ2),sebesar 0.676252. Sedangkan
nilai kritis (χ2), pada α=10% dengan df sebesar 3 adalah 6.25139 . Karena
nilai chi squares hitung (χ2) < dari pada nilai kritis chi squares (χ2), maka
dapat disimpulkan model tidak mengandung masalah autokorelasi.
4.2.5. Analisis Statistik Jangka Panjang
Tabel 4.11
Hasil Analisis Regresi
Dependent Variable: Y
Method: Least Squares
Date: 01/31/08 Time: 09:04
Sample: 1986 2005
Included observations: 20
Variable
Coefficient
C
-3842648.
X1
0.407135
X2
60713.71
X3
-32296.19
R-squared
0.766682
Adjusted R-squared
0.722935
S.E. of regression
688753.8
Sum squared resid
7.59E+12
Log likelihood
-295.0001
Durbin-Watson stat
0.771083
Sumber : Hasil Eviews
Std. Error
t-Statistic
795472.2 -4.830650
0.060410
6.739488
29949.25
2.027220
52238.53 -0.618245
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
F-statistic
Prob(F-statistic)
Prob.
0.0002
0.0000
0.0596
0.5451
1445022.
1308497.
29.90001
30.09916
17.52529
0.000026
4.2.5.1. Uji Secara Individual (Uji t)
Pengujian secara individual ini dimaksudkan untuk mengetahui
apakah masing-masing variabel independen berpengaruh secara signifikan
terhadap variabel independen. Uji ini dilakukan dengan melihat besarnya t
hitung atau dengan melihat tingkat probabilitasnya. (Abdul Hakim, 2000,
101)
Jika t hitung > t tabel, maka variabel bebas tersebut berpengaruh
terhadap variabel tak bebas secara individu. Dengan menggunakan derajat
kepercayaan 5% maka jika nilai probabilitasnya < 0,05 , berarti variabel
tersebut signifikan pada taraf signifikan 5%.
Kriteria Pengujian :
ƒ Uji hipotesis positif satu sisi :
Ho : βi ≤ 0, artinya independen variabel secara individu tidak
berpengaruh positif terhadap variabel dependen.
Ha: βi>0, artinya independen variabel secara individu berpengaruh positif
terhadap variabel dependen.
ƒ Uji hipotesis negatif satu sisi :
Ho : βi ≥ 0, artinya independen variabel secara individu tidak
berpengaruh negatif terhadap variabel dependen.
Ha: βi<0, artinya independen variabel secara individu berpengaruh
negatif terhadap variabel dependen.
Dari pengujian data dengan Eviews diperoleh nilai t hitung masingmasing variabel dan probabilitasnya sebagai berikut :
Tabel 4.12
Hasil Uji t Jangka Panjang
Variabel
t-hitung
t-tabel*
Probabilitas
X1
6.739488
1,746
0.0000
X2
2.027220
1,746
0.0596
X3
-0.618245
1,746
0.5451
Sumber: Hasil Eviews
* Signifikan pada α = 5%
t-tabel
= t α df (n-k)
= t (α = 5% ; 16)
= 1,746
Dari hasil perhitungan dengan program EViews, dapat disimpulkan
hasil pengujian secara individu adalah sebagai berikut :
4.2.5.1.1. Uji t terhadap parameter β1 (X1)
Ho : β1 ≤ 0, artinya variabel produk domestik regional bruro tidak
berpengaruh positif terhadap variabel deposito berjangka rupiah.
Ha : β1 > 0, artinya variabel produk domestik regional bruto berpengaruh
positif
terhadap variabel deposito berjangka rupiah.
t hitung = 6.739488
t tabel
= 5%, 16
= 1,746
Hasil perhitungan Æ t hitung > t tabel
Kesimpulannya : tolak Ho dan terima Ha artinya variabel produk domestik
regional bruto berpengaruh dan berhubungan positif terhadap variabel
deposito berjangka rupiah.
4.2.5.1.2. Uji t terhadap parameter β2 (X2)
Ho : β1 ≤ 0, artinya variabel suku bunga deposito tidak berpengaruh positif
terhadap variabel deposito berjangka rupiah.
Ha : β1 > 0, artinya variabel suku bunga deposito berpengaruh positif
terhadap variabel deposito berjangka rupiah.
t hitung = 2.027220
t tabel
= 5%, 16
= 1,746
Hasil perhitungan Æ t hitung > t tabel
Kesimpulannya : tolak Ho dan terima Ha artinya variabel suku bunga
deposito berpengaruh dan berhubungan positif terhadap variabel deposito
berjangka rupiah.
4.2.5.1.3. Uji t terhadap parameter β3 (X3)
Ho : β3≥0,artinya variabel laju inflasi tidak berpengaruh negatif terhadap
variabel deposito berjangka rupiah.
Ha : β3<0, artinya variable ULN berpengaruh negatif terhadap variabel
deposito berjangka rupiah.
t hitung = -0.618245
t tabel
= 5%, 16
= 1,746
Hasil perhitungan Æ t hitung < t tabel
Kesimpulannya : tolak Ha dan terima Ho artinya variabel laju inflasi tidak
berpengaruh dan berhubungan negatif terhadap deposito berjangka rupiah.
4.2.5.2. Uji Secara Serempak (Uji F)
Uji F-statistik dilakukan untuk mengetahui apakah variabel bebas (X)
secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel tidak bebas. Pengujian
ini dilakukan dengan membandingkan nilai F-hitung dengan nilai F-tabel
pada derajat kebebasan (k-1, n-k-1) dan tingkat signifikansi (α) 5%. Jika nilai
F-hitung lebih besar dari nilai F tabel maka Ho ditolak dan Ha diterima.
Artinya variabel bebas secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap
variabel tidak bebas dan jika F-hitung lebih kecil dari nilai F-tabel maka Ho
diterima dan Ha ditolak. Artinya variabel bebas secara bersama-sama tidak
berpengaruh signifikan terhadap variabel tidak bebas.
Nilai F-tabel dengan derajat kebebasan (4,16) dan α 5% adalah 3.24.
Dari hasil regresi diketahui bahwa nilai F-hitung adalah 17.52529. Dengan
demikian F-hitung lebih besar dari nilai F-tabel, artinya secara bersama-sama
variabel Produk Domestik Regional bruto (X1), Suku Bunga Deposito (X2),
Laju Inflasi (X3), berpengaruh signifikan terhadap deposito berjangka rupiah.
4.2.5.3. Koefisien Determinasi (R2)
Nilai R2 (koefisien determinasi) dilakukan untuk melihat seberapa
besar variabel independen berpengaruh terhadap variabel dependen. Nilai R2
berkisar antara 0 - 1. Nilai R2 makin mendekati 0 maka pengaruh semua
variabel independen terhadap variabel dependen makin kecil Dan sebaliknya
nilai R2 makin mendekati 1 maka pengaruh semua variabel independen
terhadap variabel dependen makin besar.
Dari hasil regresi diketahui bahwa nilai R2 adalah 0.766682, yang
berarti variasi variabel produk domestik regional bruto (X1), suku bunga
deposito (X2), laju inflasi (X3), mempengaruhi variabel deposito berjangka
rupiah sebesar 76.6682%. Sedangkan sisanya (23.3318%) dijelaskan oleh
variabel lain yang tidak dianalisis dalam model regresi.
4.2.6. Analisis Ekonomi
Dari hasil regresi model dinamis ECM terhadap variabel produk
domestik bruto seperti terlihat pada tabel 4.6, dapat diketahui bahwa nilai R2
sebesar 0.813505 ini menunjukkan bahwa 81.35% variasi variabel dependen
(deposito berjangka rupiah) dapat dijelaskan oleh variasi variabel-variabel
independen (produk domestik regional bruto, suku bunga deposito, laju
inflasi) dalam jangka pendek, sedangkan sisanya 18.65% dijelaskan oleh
variasi diluar model yang tidak diikutsertakan dalam penelitian ini. Dalam
jangka panjang variasi variabel-variabel independen (produk domestik
regional bruto, suku bunga deposito, laju inflasi) dapat menjelaskan variabel
dependen (deposito berjangka rupiah) sebesar 0.766682, ini berarti variabel
independen dapat menjelaskan variabel dependen sebesar 76.66% dan
sisanya, yaitu sebesar 23.34% dijelaskan oleh variabel diluar model yang
tidak diikutsertakan dalam penelitian.
Dari regresi variabel Error Correction Term (ECT) dapat diketahui
besarnya koefisien ECT sebesar -0.691576 dengan taraf signifikansi sebesar
0.0347 artinya bahwa variabel tersebut signifikan pada taraf signifikansi 5%,
dan perbedaan antara nilai aktual deposito berjangka rupiah dengan nilai
keseimbangannya sebesar -0.691576 akan disesuaikan dalam waktu satu
tahun. Dengan demikian, spesifikasi model yang dipakai dalam penelitian ini
adalah tepat dan mampu menjelaskan hubunagan jangka pendek maupun
jangka panjang. Oleh karena itu persamaan tersebut sudah sahih dan tidak ada
alasan untuk ditolak.
Berikut analisis interpretasi koefisien regresi variabel-variabel dalam
model ECM maupun model regresi linier yaitu sebagai berikut:
4.2.6.1 Pengaruh Produk Domestik Regional Bruto Terhadap Deposito
Berjangka Rupiah.
Hasil perhitungan menunjukkan koefisien regresi variabel produk
domestik regional bruto dalam jangka pendek (DX1) mempunyai hubungan
yang signifikan dengan tingkat probabilitas sebesar 0.0020 dengan koefisien
sebesar -0.439661 yang berarti bahwa dalam jangka pendek, jika produk
domestik regional bruto naik sebesar 1 Juta, maka permintaan deposito
berjangka rupiah akan mengalami peningkatan sebesar Rp 0.439661 juta.
Dalam jangka panjang produk domestik regional bruto mempunyai
hubungan yang signifikan dengan tingkat probabilitas sebesar 0,0000.
Dengan koefisien jangka panjang yaitu 0.407135 yang berarti jika produk
domestik regional bruto naik sebesar 1 Juta, maka permintaan deposito
berjangka rupiah akan mengalami peningkatan sebesar Rp 0.407135 juta.
4.2.6.2. Pengaruh Suku Bunga Deposito Terhadap Deposito Berjangka
Rupiah
Dari hasil perhitungan menunjukkan koefisien regresi variabel suku
bunga deposito dalam jangka pendek (DX2) memiliki hubungan positif
terhadap variabel deposito berjangka rupiah yaitu sebesar 35589.60. Hal ini
sesuai dengan hipotesis yaitu mempunyai hubungan positif dengan tingkat
signifikansi variabel inflasi sebesar 0,0031 signifikan pada tingkat signifikan
5%.Yang berarti jika suku bunga deposito naik sebesar 1%, akan
meningkatkan deposito berjangka rupiah sebesar Rp 35589.6 Juta. Artinya
variabel suku bunga deposito dalam jangka pendek berpengaruh terhadap
deposito berjangka rupiah.
Dalam jangka panjang suku bunga deposito mempunyai hubungan
yang signifikan dengan tingkat probabilitas sebesar 0,0596. Dengan koefisien
jangka panjang yaitu 60713.71 yang berarti bahwa jika suku bunga deposito
naik sebesar 1%, maka akan meningkatkan deposito berjangka rupiah sebesar
Rp 60713.71 Juta.
Hasil analisis tersebut senada dengan penelitian yang dilakukan Ikha
Novianti (2004) meneliti tentang “Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi
deposito berjangka bank umum di Indonesia. Variabel yang digunakan adalah
Pendapatan Nasional, tingkat suku bunga deposito, total aktiva bank umum,
jumlah kantor bank umum. Alat analisis yang digunakan adalah PAM. Dari
penelitian ini disimpulkan bahwa ada tiga variabel yang berpengaruh secara
signifikan terhadap deposito berjangka bank umum di Indonesia, yaitu tingkat
suku bunga deposito, total aktiva bank umum dan tingkat deposito
sebelumnya.
4.2.6.3. Pengaruh Laju Inflasi Terhadap Deposito Berjangka Rupiah
Dari hasil perhitungan menunjukkan koefisien regresi variabel inflasi
dalam jangka pendek (DX3) memiliki hubungan positif terhadap variabel
deposito berjangka rupiah yaitu sebesar 30578.06 . Hal ini sesuai dengan
hipotesis yaitu mempunyai hubungan positif dengan tingkat signifikansi
variabel inflasi sebesar 0,0605 signifikan pada tingkat signifikan 5%. Jika
inflasi naik sebesar 1%, maka akan meningkatkan deposito berjangka rupiah
sebesar Rp 30578.06. Artinya variabel inflasi dalam jangka pendek
berpengaruh terhadap permintaan deposito berjangka rupiah.
Hasil analisis tersebut senada dengan penelitian Tuti (2006) meneliti
tentang “Analisis permintaan deposito berjangka dalam negeri pada bank
umum di Indonesia”. Variabel yang digunakan adalah tingkat inflasi, nilai
tukar rupiah terhadap dollar Amerika, suku bunga deposito dalam negeri.
Alat analisis yang digunakan adalah PAM. Dari penelitian ini disimpulkan
bahwa ada dua variabel yang berpengaruh secara signifikan terhadap deposito
berjangka dalam negeri bank umum di Indonesia, yaitu tingkat inflasi dan
nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika.
BAB V
SIMPULAN DAN IMPLIKASI
5.1. Simpulan
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengkaji pengaruh variabel produk
domestik regional bruto, suku bunga deposito, laju inflasi dan terhadap
permintaan deposito berjangka rupiah pada bank umum di DIY pada kurun
waktu tahun 1986 sampai 2005 dengan menggunakan Pendekatan ECM
(Error Correction Model), dari hasil analisis data yang telah dilakukan dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Hasil pengujian yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa variabel
Produk Domestik Regional Bruto, Suku Bunga Deposito, Laju Inflasi,
mengindikasikan bahwa variabel- variabel tersebut berpengaruh
signifikan dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
2. Untuk uji kebaikan (uji F dan R2) menunjukkan bahwa model cukup
bagus karena secara bersama-sama variabel independent yaitu Produk
Domestik Regional Bruto, Tingkat Suku Bunga Deposito, Inflasi,
berpengaruh terhadap Permintaan Deposito Berjangka Rupiah pada
Bank Umum di DIY. Dengan besarnya nilai R2 sebesar 0.813505
berarti 81.35% variasi variabel independen (Produk Domestik
Regional Bruto, Suku Bunga Deposito, Laju Inflasi,) mampu
menjelaskan
variasi
variabel
dependen
(Permintaan
Deposito
Berjangka Rupiah pada Bank Umum di DIY).
3. Variabel Suku Bunga Deposito secara statistik positif dan signifikan
dan sesuai dengan hipotesis, berarti suku bunga deposito berpengaruh
terhadap pertmintaan deposito berjangka rupiah pada bank umum di
DIY periode 1986-2005. Kenaikan suku bunga deposito dapat
meningkatkan permintaan deposito berjangka rupiah, karena dengan
suku bunga deposito yang tinggi maka simpanan yang akan diterima
masyarakat akan bertambah
4. Tanda koefisien koreksi kesalahan sebesar -0,691576 menunjukkan
bahwa 69.15% ketidakseimbangan dalam jangka pendek akan
disesuaikan dalam setiap tahun.
5. Hasil analisis regresi metode ECM yang dihasilkan bebas dari
masalah asumsi klasik, yaitu autokorelasi, heteroskedastisitas dan
multikolinearitas.
5.2. Implikasi
1. Dengan semakin meningkatnya deposito berjangka rupiah, bank-bank
hendaknya lebih efisien dalam mengelola dana yang dihimpun.
Selanjutnya harus ada usaha pemerintah untuk tetap menjaga
kestabilan tingak suku bunga dan nilai tukar rupiah, supaya
masyarakat dapat mendepositokan uangnya dengan kepastian dan
lebih banyak lagi.
2. Upaya yang dilakukan oleh perbankan dalam menghimpun dana dari
masyarakat yang berupa DPK (dana pihak ketiga), hendaknya
perbankan lebih meningkatkan produk-produk dan pelayanan jasa
perbankan sehingga dapat menaarik minat masyarakat untuk
mendepositokan uangnya.
3. Menejemen dana perbankan terkait dua aktivitas, penghimpunan dana
dan alokasi dana. Sasaran utama dari menejemen dan perbankan
adalah tercapainya tingkat profitabilitas yang cukup dan tingkat
likuiditas yang tetap terjaga. Penghimpunan dana berupa Deposito
berjangka baik Rupiah maupun Valuta asing merupakaan salah satu
sisi dari menejemen dana perbankan, yaitu penghimpunan dana dari
masyarakat
kepada
perbankan.
Setiap
bank
perlu
berupaya
meningkatkan kemampuan dalam penghimpunan dana masyarakat,
antara lain dalm bentuk deposito berjangka. Keberhsilan dalam
penghimpunan deposito berjngka akan bermuara pada terjaganya
likuiditas bank.
4. Dengan adanya program insurance deposit scheme (IDS), atau
program asuransi penjaminan terhadap dana masyarakat yang
disimpan di bank. Hendaknya di wajibkan kepada semua bank yang
beroperasi di Indonesia memiliki program IDS, sehingga masyarakat
tidak perlu mengkhawatirkan dana yang sudah disimpan di bank, dan
masyarakat dapat mendepositokan uangnya lebih banyak lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Abe, Shiguyuki, et al (1977), Finance Liberalization and Domestic Saving in
Economical
Development : An Empirical Test six Countries, Pakistan development Review,
Islamabad, volume XVI
________, Statistik Indonesia berbagai edisi. Yogyakarta: Badan Pusat Statistik.
________, Statistik Ekonomi Keuangan Daerah, Berbagai Edisi. Yogyakarta: Bank
Indonesia.
Boediono (1998). Ekonomi Mikro, Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi No. 1.
BPFE , Yogyakarta.
Boediono (2001), Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penghimpunan Deposito
Berjangka pada Bank Umum Pemerintah dn Bank Umum Swasta Nasional
Indonesia, Jurnal Riset Ekonomi dan Menejemen, Vol.1 September, hal 15-27
Danoesapoetro, Marjanto, et al, Peranan dan prospek Bank Perkreditan Rakyat dalam
Rangka Kebijakan Pakto 1988, Pengembangan Perbankan, Jakarta, No 25 /XOktober /1990.
Gujarati, Damodar (1997), Ekonometrika Dasar, Alih Bahasa Sumarno Zain,
Erlangga, Jakarta.
Hakim, Abdul (2000) , Statistik Induktif, Ekonisia, Yogyakarta.
Hamid, Edy Suandi (1999), analisis PAM dalam permintaan Deposito di Indonesia,
Utilitas, No. 9 th ke-7 Yogyakarta, hal 19.
Insukindro, (1993), Ekonomi Uang dan Bank, BPFE, UGM, Yogyakarta.
Kusdiyanto (1994), Analisis Beberapa Faktor terhadap Deposito dan Kredit Bankbank Umum Devisa di Indonesia, Tesis, Program Pascasarjana Universits
Airlangga, Surabaya.
Mankiw, N. Gregory (2000), Teori Makro Ekonomi, Alih Bahasa Imam Nurmawan,
Edisi Keempat, Erlangga, Jakarta.
Martono (2003), Bank dan Lembaga keuangan Lain, Edisi kedua, ekonisia,
Yogyakarta.
Nopirin (1985), Ekonomi Moneter, BPFE, Yogyakarta.
Noviati, Ikha (2004), Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Deposito
Berjangka Bank Umum Di Indonesia (1986-2002), Sekripsi Sarjana, Fakultas
Ekonomi, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta.
Nurhayati, S.F. dan Niladewi, K (2003), Analisa permintaan deposito dalam Valuta
Asing Pada Bank Swasta Nasional di Indonesia, jurnal Ekonomi Pembangunan,
vol. 4, Desember, 110-123
Retno Damayanti, D. (1999), Hubungan Kausalitas antara Inflasi dan Tingkat Bunga
Deposito, Skripsi Sarjana (Tidak dipublikasikan), Fakultas Ekonomi, Universitas
Islam Indonesia, Yogyakarta.
Salvatore, Dominick (1995), Ekonomi Internasional, Erlangga, Jakarta.
Setianingsih, W. (2001), Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Deposito
Berjangka Rupiah di Indonesia (1984-1999). Skripsi Sarjana (Tidak
dipublikasikan), Fakultas Ekonomi, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta.
Sriyana, Jaka (2003), Modul Teori Pelatihan Ekonometrika, Yogyakarta
Sumaryati, Maria Margaretha (1992), Analisis Manajemen Bank menghadapi Tahun
2000, tesis, UGM, Yogyakarta.
Suparmoko (1990), Pengantar Ekonomika Mikro, Edisi 2, BPFE, Yogyakarta.
Suyatno, Thomas dkk (1996), Kelembagaan Perbankan, Gramedia, Jakarta.
Tuti. (2006), Analisis Permintaan Deposito Berjangka Dalam Negeri Pada Bank
Umum Di Indonesia, Skripsi Sarjana (Tidak dipublikasikan) Fakultas Ekonomi,
Universitas Islam Indonesia. Yogyakarta.
U Tun Wai, Financial Intermediaries and National Saving in Developing Countries,
Praeger Publisher, New York, 1972.
Widarjono, Agus (2005), Ekonometrika Teori dan Aplikasi, Edisi pertama,
EKONISIA, Yogyakarta.
Wijaya, Faried (1991), Ekonomika Mikro, Edisi 2, BPFE, Yogyakarta.
Data Observasi
obs
1986
1987
1988
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
Y
78678
117008
150052
209874
349700
382541
374089
403009
508022
597448
799037
1477973
3140804
2694307
2398917
2911316
2978601
2765099
2656517
3907451
X1
7470269
7774144
8238398
8758936
9159241
9634857
10303121
10901831
11699390
12955802
13958968
14449327
12833873
12960802
13480000
14056000
14689000
15360000
16149000
16898000
X2
11.44
8.61
8.85
16.49
18.54
9.65
7.37
7.62
4.12
7.45
5.22
17.1
25.29
9.24
3.88
11.48
12.35
8.5
6.52
9.9
X3
4.31
8.83
8.9
4.43
5.21
10.73
8.38
4.78
10.01
8.55
10.91
12.72
7.46
2.51
7.32
12.56
12.01
5.36
6.95
14.98
Sumber : Bank Indonesia dan Badan Pusat Statistik, berbagai tahun
penerbit.
Keterangan :
Y
= Deposito Berjangka Rupiah 3 bulanan (Juta Rupiah)
X1
= Produk Domestik Regional Bruto perkapita (Juta Rupiah)
X2
= Suku Bunga Deposito Rupiah 3 bulanan (%)
X3
= Laju Inflasi (%)
Hasil Estimasi Akar-akar Unit pada Ordo Nol
Variabel Deposito Berjangka Rupiah
Null Hypothesis: Y has a unit root
Exogenous: Constant, Linear Trend
Bandwidth: 4 (Newey-West using Bartlett kernel)
Adj. t-Stat
Prob.*
Phillips-Perron test statistic
-2.128931
0.4985
Test critical values:
1% level
-4.532598
5% level
-3.673616
10% level
-3.277364
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Warning: Probabilities and critical values calculated for 20 observations
and may not be accurate for a sample size of 19
Residual variance (no correction)
1.79E+11
HAC corrected variance (Bartlett kernel)
1.41E+11
Phillips-Perron Test Equation
Dependent Variable: D(Y)
Method: Least Squares
Date: 12/10/07 Time: 21:11
Sample(adjusted): 1987 2005
Included observations: 19 after adjusting endpoints
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Y(-1)
-0.486902
0.213086 -2.285000
C
-295300.2
257288.1 -1.147741
@TREND(1986)
113729.5
45639.49
2.491911
R-squared
0.279723 Mean dependent var
Adjusted R-squared
0.189688 S.D. dependent var
S.E. of regression
460842.8 Akaike info criterion
Sum squared resid
3.40E+12 Schwarz criterion
Log likelihood
-273.1027 F-statistic
Durbin-Watson stat
1.684194 Prob(F-statistic)
Prob.
0.0363
0.2679
0.0241
201514.4
511949.0
29.06344
29.21256
3.106838
0.072443
Variabel Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Null Hypothesis: X1 has a unit root
Exogenous: Constant, Linear Trend
Bandwidth: 1 (Newey-West using Bartlett kernel)
Adj. t-Stat
Prob.*
Phillips-Perron test statistic
-1.935402
0.5973
Test critical values:
1% level
-4.532598
5% level
-3.673616
10% level
-3.277364
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Warning: Probabilities and critical values calculated for 20 observations
and may not be accurate for a sample size of 19
Residual variance (no correction)
2.59E+11
HAC corrected variance (Bartlett kernel)
3.50E+11
Phillips-Perron Test Equation
Dependent Variable: D(X1)
Method: Least Squares
Date: 12/10/07 Time: 21:12
Sample(adjusted): 1987 2005
Included observations: 19 after adjusting endpoints
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
X1(-1)
-0.308883
0.182505 -1.692464
C
2667011.
1329545.
2.005958
@TREND(1986)
148429.0
88773.42
1.671998
R-squared
0.152818 Mean dependent var
Adjusted R-squared
0.046920 S.D. dependent var
S.E. of regression
554903.2 Akaike info criterion
Sum squared resid
4.93E+12 Schwarz criterion
Log likelihood
-276.6317 F-statistic
Durbin-Watson stat
1.280423 Prob(F-statistic)
Prob.
0.1099
0.0621
0.1140
496196.4
568398.0
29.43491
29.58404
1.443069
0.265347
Variabel Suku Bunga Deposito Rupiah
Null Hypothesis: X2 has a unit root
Exogenous: Constant, Linear Trend
Bandwidth: 9 (Newey-West using Bartlett kernel)
Adj. t-Stat
Prob.*
Phillips-Perron test statistic
-2.951388
0.1699
Test critical values:
1% level
-4.532598
5% level
-3.673616
10% level
-3.277364
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Warning: Probabilities and critical values calculated for 20 observations
and may not be accurate for a sample size of 19
Residual variance (no correction)
HAC corrected variance (Bartlett kernel)
25.79988
5.333797
Phillips-Perron Test Equation
Dependent Variable: D(X2)
Method: Least Squares
Date: 12/10/07 Time: 21:19
Sample(adjusted): 1987 2005
Included observations: 19 after adjusting endpoints
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
X2(-1)
-0.720692
0.240063 -3.002102
C
8.083697
3.808511
2.122535
@TREND(1986)
-0.058913
0.232866 -0.252993
R-squared
0.360344 Mean dependent var
Adjusted R-squared
0.280387 S.D. dependent var
S.E. of regression
5.535102 Akaike info criterion
Sum squared resid
490.1976 Schwarz criterion
Log likelihood
-57.83834 F-statistic
Durbin-Watson stat
1.682800 Prob(F-statistic)
Prob.
0.0084
0.0497
0.8035
-0.081053
6.524932
6.404036
6.553158
4.506717
0.028027
Variabel Laju Inflasi
Null Hypothesis: X3 has a unit root
Exogenous: Constant, Linear Trend
Bandwidth: 14 (Newey-West using Bartlett kernel)
Adj. t-Stat
Prob.*
Phillips-Perron test statistic
-4.961697
0.0044
Test critical values:
1% level
-4.532598
5% level
-3.673616
10% level
-3.277364
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Warning: Probabilities and critical values calculated for 20 observations
and may not be accurate for a sample size of 19
Residual variance (no correction)
HAC corrected variance (Bartlett kernel)
9.539547
0.994624
Phillips-Perron Test Equation
Dependent Variable: D(X3)
Method: Least Squares
Date: 12/10/07 Time: 21:22
Sample(adjusted): 1987 2005
Included observations: 19 after adjusting endpoints
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
X3(-1)
-0.985996
0.267267 -3.689174
C
6.982501
2.461380
2.836823
@TREND(1986)
0.146341
0.143596
1.019117
R-squared
0.461544 Mean dependent var
Adjusted R-squared
0.394237 S.D. dependent var
S.E. of regression
3.365741 Akaike info criterion
Sum squared resid
181.2514 Schwarz criterion
Log likelihood
-48.38657 F-statistic
Durbin-Watson stat
1.771366 Prob(F-statistic)
Prob.
0.0020
0.0119
0.3233
0.561579
4.324436
5.409112
5.558234
6.857308
0.007066
Hasil Estimasi Uji Derajat Integrasi Pertama
dengan Nilai Kritis MacKannon 10%
Variabel Deposito Berjangka Rupiah
Null Hypothesis: D(Y) has a unit root
Exogenous: Constant, Linear Trend
Bandwidth: 9 (Newey-West using Bartlett kernel)
Adj. t-Stat
Prob.*
Phillips-Perron test statistic
-3.707698
0.0485
Test critical values:
1% level
-4.571559
5% level
-3.690814
10% level
-3.286909
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Warning: Probabilities and critical values calculated for 20 observations
and may not be accurate for a sample size of 18
Residual variance (no correction)
2.50E+11
HAC corrected variance (Bartlett kernel)
4.63E+10
Phillips-Perron Test Equation
Dependent Variable: D(Y,2)
Method: Least Squares
Date: 12/11/07 Time: 10:01
Sample(adjusted): 1988 2005
Included observations: 18 after adjusting endpoints
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
D(Y(-1))
-1.029437
0.290690 -3.541350
C
10218.66
293691.2
0.034794
@TREND(1986)
19483.55
24900.91
0.782443
R-squared
0.464829 Mean dependent var
Adjusted R-squared
0.393473 S.D. dependent var
S.E. of regression
547946.5 Akaike info criterion
Sum squared resid
4.50E+12 Schwarz criterion
Log likelihood
-261.7508 F-statistic
Durbin-Watson stat
1.854409 Prob(F-statistic)
Prob.
0.0030
0.9727
0.4461
67366.89
703579.4
29.41675
29.56515
6.514219
0.009198
Variabel Produk Domestik Regional Bruto
Null Hypothesis: D(X1) has a unit root
Exogenous: Constant, Linear Trend
Bandwidth: 2 (Newey-West using Bartlett kernel)
Adj. t-Stat
Prob.*
Phillips-Perron test statistic
-2.889363
0.1880
Test critical values:
1% level
-4.571559
5% level
-3.690814
10% level
-3.286909
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Warning: Probabilities and critical values calculated for 20 observations
and may not be accurate for a sample size of 18
Residual variance (no correction)
2.96E+11
HAC corrected variance (Bartlett kernel)
2.92E+11
Phillips-Perron Test Equation
Dependent Variable: D(X1,2)
Method: Least Squares
Date: 12/11/07 Time: 10:02
Sample(adjusted): 1988 2005
Included observations: 18 after adjusting endpoints
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
D(X1(-1))
-0.719908
0.248537 -2.896581
C
366400.9
339791.1
1.078312
@TREND(1986)
517.4252
27070.69
0.019114
R-squared
0.358758 Mean dependent var
Adjusted R-squared
0.273259 S.D. dependent var
S.E. of regression
595841.0 Akaike info criterion
Sum squared resid
5.33E+12 Schwarz criterion
Log likelihood
-263.2591 F-statistic
Durbin-Watson stat
1.867765 Prob(F-statistic)
Prob.
0.0111
0.2979
0.9850
24729.17
698941.1
29.58435
29.73274
4.196051
0.035700
Variabel Suku Bunga Deposito Rupiah
Null Hypothesis: D(X2) has a unit root
Exogenous: Constant, Linear Trend
Bandwidth: 16 (Newey-West using Bartlett kernel)
Adj. t-Stat
Prob.*
Phillips-Perron test statistic
-6.775830
0.0002
Test critical values:
1% level
-4.571559
5% level
-3.690814
10% level
-3.286909
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Warning: Probabilities and critical values calculated for 20 observations
and may not be accurate for a sample size of 18
Residual variance (no correction)
HAC corrected variance (Bartlett kernel)
42.06030
3.609081
Phillips-Perron Test Equation
Dependent Variable: D(X2,2)
Method: Least Squares
Date: 12/11/07 Time: 10:04
Sample(adjusted): 1988 2005
Included observations: 18 after adjusting endpoints
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
D(X2(-1))
-1.018370
0.259079 -3.930738
C
0.562271
3.781242
0.148700
@TREND(1986)
-0.047202
0.323135 -0.146076
R-squared
0.507431 Mean dependent var
Adjusted R-squared
0.441755 S.D. dependent var
S.E. of regression
7.104391 Akaike info criterion
Sum squared resid
757.0855 Schwarz criterion
Log likelihood
-59.19283 F-statistic
Durbin-Watson stat
2.007010 Prob(F-statistic)
Prob.
0.0013
0.8838
0.8858
0.345000
9.508552
6.910315
7.058710
7.726287
0.004937
Variabel Laju Inflasi
Null Hypothesis: D(X3) has a unit root
Exogenous: Constant, Linear Trend
Bandwidth: 11 (Newey-West using Bartlett kernel)
Adj. t-Stat
Prob.*
Phillips-Perron test statistic
-4.452218
0.0125
Test critical values:
1% level
-4.571559
5% level
-3.690814
10% level
-3.286909
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Warning: Probabilities and critical values calculated for 20 observations
and may not be accurate for a sample size of 18
Residual variance (no correction)
HAC corrected variance (Bartlett kernel)
17.31572
2.724999
Phillips-Perron Test Equation
Dependent Variable: D(X3,2)
Method: Least Squares
Date: 12/11/07 Time: 10:05
Sample(adjusted): 1988 2005
Included observations: 18 after adjusting endpoints
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
D(X3(-1))
-1.012600
0.275601 -3.674155
C
-1.022428
2.445026 -0.418167
@TREND(1986)
0.130090
0.208666
0.623437
R-squared
0.494438 Mean dependent var
Adjusted R-squared
0.427030 S.D. dependent var
S.E. of regression
4.558384 Akaike info criterion
Sum squared resid
311.6830 Schwarz criterion
Log likelihood
-51.20543 F-statistic
Durbin-Watson stat
1.906456 Prob(F-statistic)
Prob.
0.0023
0.6818
0.5424
0.195000
6.022057
6.022825
6.171221
7.334973
0.006002
Hasil Estimasi Uji Derajat Integrasi Kedua
dengan Nilai Kritis MacKinnon 10%
Variabel Deposito Berjangka Rupiah
Null Hypothesis: D(Y,2) has a unit root
Exogenous: Constant, Linear Trend
Bandwidth: 15 (Newey-West using Bartlett kernel)
Adj. t-Stat
Prob.*
Phillips-Perron test statistic
-7.210287 0.0001
Test critical values:
1% level
-4.616209
5% level
-3.710482
10% level
-3.297799
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Warning: Probabilities and critical values calculated for 20 observations
and may not be accurate for a sample size of 17
Residual variance (no correction)
HAC corrected variance (Bartlett kernel)
4.57E+11
5.11E+10
Phillips-Perron Test Equation
Dependent Variable: D(Y,3)
Method: Least Squares
Date: 12/11/07 Time: 10:19
Sample(adjusted): 1989 2005
Included observations: 17 after adjusting endpoints
Variable
Coefficient Std. Error
t-Statistic
D(Y(-1),2)
-1.272168 0.289523
-4.394009
C
-116516.3 444734.5
-0.261991
@TREND(1986)
16891.35 36955.93
0.457067
R-squared
0.586279 Mean dependent var
Adjusted R-squared 0.527175 S.D. dependent var
S.E. of regression
745053.8 Akaike info criterion
Sum squared resid
7.77E+12 Schwarz criterion
Log likelihood
-252.3322 F-statistic
Durbin-Watson stat
2.075862 Prob(F-statistic)
Prob.
0.0006
0.7971
0.6546
80282.47
1083522.
30.03909
30.18612
9.919596
0.002075
Variabel Produk Domestik Regional Bruto
Null Hypothesis: D(X1,2) has a unit root
Exogenous: Constant, Linear Trend
Bandwidth: 6 (Newey-West using Bartlett kernel)
Adj. t-Stat
Prob.*
Phillips-Perron test statistic
-6.254901
0.0006
Test critical values:
1% level
-4.616209
5% level
-3.710482
10% level
-3.297799
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Warning: Probabilities and critical values calculated for 20 observations
and may not be accurate for a sample size of 17
Residual variance (no correction)
4.64E+11
HAC corrected variance (Bartlett kernel)
1.20E+11
Phillips-Perron Test Equation
Dependent Variable: D(X1,3)
Method: Least Squares
Date: 12/11/07 Time: 10:21
Sample(adjusted): 1989 2005
Included observations: 17 after adjusting endpoints
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
D(X1(-1),2)
-1.217685
0.260527 -4.673924
C
-32235.64
447374.2 -0.072055
@TREND(1986)
5017.948
37159.71
0.135037
R-squared
0.609455 Mean dependent var
Adjusted R-squared
0.553663 S.D. dependent var
S.E. of regression
750440.9 Akaike info criterion
Sum squared resid
7.88E+12 Schwarz criterion
Log likelihood
-252.4547 F-statistic
Durbin-Watson stat
2.101110 Prob(F-statistic)
Prob.
0.0004
0.9436
0.8945
-11787.00
1123272.
30.05349
30.20053
10.92367
0.001386
Variabel Suku Bunga Deposito Rupiah
Null Hypothesis: D(X2,2) has a unit root
Exogenous: Constant, Linear Trend
Bandwidth: 8 (Newey-West using Bartlett kernel)
Adj. t-Stat
Prob.*
Phillips-Perron test statistic
-8.176770
0.0000
Test critical values:
1% level
-4.616209
5% level
-3.710482
10% level
-3.297799
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Warning: Probabilities and critical values calculated for 20 observations
and may not be accurate for a sample size of 17
Residual variance (no correction)
HAC corrected variance (Bartlett kernel)
86.31206
9.682036
Phillips-Perron Test Equation
Dependent Variable: D(X2,3)
Method: Least Squares
Date: 12/11/07 Time: 10:22
Sample(adjusted): 1989 2005
Included observations: 17 after adjusting endpoints
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
D(X2(-1),2)
-1.198627
0.263738 -4.544772
C
-0.443489
6.109793 -0.072587
@TREND(1986)
0.058011
0.507441
0.114322
R-squared
0.597336 Mean dependent var
Adjusted R-squared
0.539812 S.D. dependent var
S.E. of regression
10.23755 Akaike info criterion
Sum squared resid
1467.305 Schwarz criterion
Log likelihood
-62.01469 F-statistic
Durbin-Watson stat
2.233393 Prob(F-statistic)
Prob.
0.0005
0.9432
0.9106
0.134706
15.09137
7.648788
7.795825
10.38422
0.001716
Variabel Laju Inflasi
Null Hypothesis: D(X3,2) has a unit root
Exogenous: Constant, Linear Trend
Bandwidth: 10 (Newey-West using Bartlett kernel)
Adj. t-Stat
Prob.*
Phillips-Perron test statistic
-6.364384
0.0005
Test critical values:
1% level
-4.616209
5% level
-3.710482
10% level
-3.297799
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Warning: Probabilities and critical values calculated for 20 observations
and may not be accurate for a sample size of 17
Residual variance (no correction)
HAC corrected variance (Bartlett kernel)
33.81968
4.694891
Phillips-Perron Test Equation
Dependent Variable: D(X3,3)
Method: Least Squares
Date: 12/11/07 Time: 10:23
Sample(adjusted): 1989 2005
Included observations: 17 after adjusting endpoints
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
D(X3(-1),2)
-1.117191
0.268770 -4.156678
C
-1.516999
3.843955 -0.394645
@TREND(1986)
0.178640
0.319129
0.559773
R-squared
0.552578 Mean dependent var
Adjusted R-squared
0.488660 S.D. dependent var
S.E. of regression
6.408335 Akaike info criterion
Sum squared resid
574.9345 Schwarz criterion
Log likelihood
-54.05082 F-statistic
Durbin-Watson stat
2.112068 Prob(F-statistic)
Prob.
0.0010
0.6991
0.5845
0.640588
8.961699
6.711861
6.858899
8.645173
0.003589
Hasil Estimasi Regresi Linier
Dependent Variable: Y
Method: Least Squares
Date: 01/31/08 Time: 09:04
Sample: 1986 2005
Included observations: 20
Variable
Coefficient
C
-3842648.
X1
0.407135
X2
60713.71
X3
-32296.19
R-squared
0.766682
Adjusted R-squared
0.722935
S.E. of regression
688753.8
Sum squared resid
7.59E+12
Log likelihood
-295.0001
Durbin-Watson stat
0.771083
Std. Error
t-Statistic
795472.2 -4.830650
0.060410
6.739488
29949.25
2.027220
52238.53 -0.618245
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
F-statistic
Prob(F-statistic)
Prob.
0.0002
0.0000
0.0596
0.5451
1445022.
1308497.
29.90001
30.09916
17.52529
0.000026
Hasil Estimasi Model Dinamis ECM
Dependent Variable: D(Y)
Method: Least Squares
Date: 01/28/08 Time: 20:08
Sample(adjusted): 1987 2005
Included observations: 19 after adjusting endpoints
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
C
385188.5
81342.93
4.735366
D(X1)
-0.439661
0.115763 -3.797930
D(X2)
35589.60
9986.634
3.563723
D(X3)
30578.06
14977.20
2.041640
ECT
-0.691576
0.295668 -2.339027
R-squared
0.813505 Mean dependent var
Adjusted R-squared
0.760221 S.D. dependent var
S.E. of regression
250687.2 Akaike info criterion
Sum squared resid
8.80E+11 Schwarz criterion
Log likelihood
-260.2660 F-statistic
Durbin-Watson stat
1.090860 Prob(F-statistic)
Prob.
0.0003
0.0020
0.0031
0.0605
0.0347
201514.4
511949.0
27.92273
28.17127
15.26729
0.000053
Uji Multikoliniaritas Jangka Pendek
D(X1)
D(X2)
D(X3)
D(X1)
1
-0.15795
0.326186
D(X2)
-0.15795
1
0.006939
D(X3)
0.326186
0.006939
1
Uji Heteroskedastisitas Jangka Pendek
White Heteroskedasticity Test:
F-statistic
2.010583
Obs*R-squared
11.71603
Probability
Probability
0.148997
0.164331
Test Equation:
Dependent Variable: RESID^2
Method: Least Squares
Date: 01/31/08 Time: 04:12
Sample: 1987 2005
Included observations: 19
Variable
Coefficient
C
-4.15E+09
D(X1)
7398.465
(D(X1))^2
-0.005330
D(X2)
5.69E+09
(D(X2))^2
73357501
D(X3)
7.06E+09
(D(X3))^2
4.08E+09
ECM
-30546.37
ECM^2
-0.080276
R-squared
0.616633
Adjusted R-squared
0.309939
S.E. of regression
9.57E+10
Sum squared resid
9.16E+22
Log likelihood
-501.2723
Durbin-Watson stat
2.174266
Std. Error
t-Statistic
7.35E+10 -0.056512
56704.59
0.130474
0.061735 -0.086330
4.08E+09
1.396135
4.66E+08
0.157293
6.72E+09
1.050472
1.51E+09
2.710911
48271.02 -0.632810
0.086849 -0.924318
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
F-statistic
Prob(F-statistic)
Prob.
0.9560
0.8988
0.9329
0.1929
0.8781
0.3182
0.0219
0.5411
0.3771
4.82E+10
1.15E+11
53.71287
54.16023
2.010583
0.148997
Uji Autokorelasi
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:
F-statistic
0.239888 Probability
Obs*R-squared
0.676252 Probability
0.790123
0.713105
Test Equation:
Dependent Variable: RESID
Method: Least Squares
Date: 02/01/08 Time: 10:11
Presample missing value lagged residuals set to zero.
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
C
773.6924
101765.1
0.007603
D(X1)
0.024708
0.162191
0.152338
D(X2)
-827.0130
12919.57 -0.064012
D(X3)
-3356.745
21753.12 -0.154311
RESID(-1)
0.101963
0.488420
0.208762
RESID(-2)
0.226392
0.555413
0.407611
R-squared
0.035592 Mean dependent var
Adjusted R-squared
-0.335334 S.D. dependent var
S.E. of regression
301290.6 Akaike info criterion
Sum squared resid
1.18E+12 Schwarz criterion
Log likelihood
-263.0555 F-statistic
Durbin-Watson stat
1.477618 Prob(F-statistic)
Prob.
0.9940
0.8813
0.9499
0.8797
0.8379
0.6902
7.35E-11
260729.8
28.32163
28.61987
0.095955
0.991252
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Negara Indonesia sebagai salah satu negara yang sedang membangun,
memiliki
banyak
permasalahan
yang
dihadapi
dalam
melekukan
pembangunan. Salah satu masalah tersebut adalah kecilnya modal yang
dimiliki. Modal sebagai sumber pembiayaan pembangunan bisa berasal dari
dalam negeri maupun luar negeri.
Modal pembangunan yang berasal dari luar negeri mempunyai fungsi
sebagai pelengkap dana domestik yang belum memadai untuk membiayai
seluruh proses pembangunan di Indonesia. Namun demikian, modal
pembangunan yang berasal dari luar negeri sangatlah besar resikonya. Tidak
hanya membebani anggaran penerimaan dan belanja negara tiap tahunnya,
tetapi biasanya juga disertai campur tangan urusan dalam negeri oleh negara
donor. Menciptakan ketergantungan terhadap negara-negara/ lembaga donor,
menimbulkan beban hutanh yang semakin berat, dan juga turut andil dalam
terjadinya krisis nilai tukar dan krisis ekonomi di Indonesia sejak pertengahan
1997. Hal ini memuat bayak pihak tidak menyukai sumber modal dari luar
negeri. Dengan kata lain sumber modal luar negeri merupakan alternatif
terakhir.
1
Modal pembangunan yang berasal dari dalam negeri biasanya
dihimpun dari dana masyarakat. Lembaga perbankan merupakan salah satu
lembaga yang mempunyai potensi untuk menghimpun dana masyarakat.
Masyarakat akan menyisihkan sebagian dari pendapatannya yang tidak
dikonsumsi untuk menabung. Tabungan inilah yang akan dihimpun oleh
pihak bank sebagai dana pihak ketiga (DPK). Dimana tabungan ini hanya
akan terjadi jika perkembangan ekonomi Indonesia bisa berjalan dengan
lancar dan memungkinkan rakyat Indonesia buat menabung. Dana yang
dihimpun bank biasanya dalam bentuk giro, deposito, dan tabungan.
Indonesia barangkali termasuk salah satu negara yang swampai saat
ini belum mempunyai sisitem pengamanan atas dana masyarakat yang
disimpan di bank. Oleh sebab itu tidaklah mengherankan apabila pada saat
pemerintah melikuidasi 16 bank swasta, terjadi rush dalam bentuk penarikan
uang oleh masyarakat dalam jumlah yang besar di berbagai bank. Hal
tersebut dilakukan karena masyarakat merasa tidak aman kalau terus
menyimpan uangnya di bank.
Masalah keamanan dana yang disimpan di bank baru disadari oleh
masyarakat pada saat pemerintah melikuidasi sejumlah bank yang
bermasalah. Para nasabah bank yang dilikuidasi ternyata mengalami kesulitan
untuk menarik dananya. Atas sara IMF pemerintah diwajibkan untuk
memberikan apa yang disebut blanket guarantee, yaitu berupa program
penjaminan atas dana masyarakat yang disimpan di bank.Lembaga yang
bertugas untuk menjamin dana masyarakat yang di simpan di bank adalah
2
insurance deposit scheme (IDS). IDS adalah suatu skema penjaminan yang
disediakan oleh perusahaan asuransi untuk menjamin dana masyarakat yang
disimpan di suatu bank. Jadi bentuk penjaminan atas resiko dana masyarakat
yang disimpan di bank dilaksanakan dengan menggunakan prinsip asuransi.
Mekanisme penjaminan tersebut tentunya dilakukan oleh bank
terhadap perusahaan asuransi deposito dengan membayar sejumlah premi.
Besar kecilnya premi tergantung kepada cakupan pertanggungan yang akan
dipikul oleh perusahaan asuransi deposito. Keikutsertaan bank terhadap
program penjaminan deposito sudah seharusnya bersikap wajib. Wajib dalam
arti semua bank yang beroperasi di Indonesia harus mengasuransikan
deposito dari masyarakat. Dengan adanya IDS tersebut maka masyarakat
tidak perlu mengkwatirkan dana yang sudah disimpan di bank, karena sudah
ada penjaminan asurnsu deposito dari bank yang bersangkutan.
Perkembangan dana simpanan perbankan menunjukkan peningkatan
yang tinggi selama tahun 1986-1987, yaitu Rp 171.353 juta ditahun 1986 dan
Rp 215.861 juta ditahun 1987. Posisi dana simpanan dari tahun ke tahun
mengalami kenaikan secara bertahap. Dana simpanan mengalami kenaikan
yang cukup tinggi pada tahun1996-1998, dari posisi Rp 2.157.057 juta pada
tahun 1996 menjadi Rp 2.598.171 juta pada tahun 1997 dan Rp 4.529.470
juta pda tahun 1998. Posisi dana simpanan dari tahun 1999-2005 terus
meningkat, yaitu Rp 5.420.702 juta pada tahun 1999 dan Rp 11.450.510 juta
pada tahun 2005.
3
Tabel 1.1
Posisi Dana Simpanan Rupiah dan Valuta Asing Pada Bank Umum
Menurut Kelompok Bank di DIY
1986-2005 (Juta Rupiah)
Bank
Akhir
Bank
Swasta
Bank
Periode
Pemerintah
Nasional
Umum
1986
131.348
40.005
171.353
1987
146.088
69.773
215.861
1988
194.127
87.941
282.068
1989
266.728
183.977
450.705
1990
363.252
277.347
640.599
1991
456.814
348.291
805.105
1992
593.156
365.316
958.472
1993
757.258
436.772
1.194.030
1994
884.243
551.544
1.435.787
1995
994.018
715.270
1.709.288
1996
1.182.478
974.579
2.157.057
1997
1.582.965
1.015.206
2.598.171
1998
2.949.807
1.579.663
4.529.470
1999
3.372.500
2.048.202
5.420.702
2000
3.799.205
2.313.403
6.113.211
2001
4.824.049
2.728.932
7.552.981
4
2002
5.226.429
3.002.162
8.228.591
2003
6.036.798
3.120.492
9.157.290
2004
6.626.738
3.586.363
10.213.101
2005
7.356.775
4.103.735
11.450.510
Sumber: Bank Indonesia, Statistik Ekonomi Keuangan Daerah,
Berbagai Tahun Terbitan.
Guna mendukung peningkatan kinerja perbankan, pemerinyah telah
banyak mengeluarkan kebijakan di bidang keuangan. Paket 1 Juni 1983
(PAKJUN ’83) dapat dikatakan sebagai kebijakan liberalisasi perbankan.
Bank dapat menentukan tingkat bunga yang dianggap memadai dengan
mempertimbangkan berbagai faktor, antara lain perbedaan tingkat inflasi
antar negra, disparitas mata uang domestik dengan mata uang negara lain,
perbedaan suku bunga domestik dengan suku bunga internasional, dan
perbedaan pendapatan nasional antar negara. Dengan berhasilnya liberalisasi
perbankan, maka arus pengalihan Rupiah ke mata uang asing dapat
dibendung. Dalam lingkup yang lebih luas, keberhasilan liberalisasi
perbankan dipengaruhi oleh sistem dana masyarakat untuk tujuan investsi
jangka panjang dan peningkatan ekspor.
Pada tahun 1988, disusul dengan dikeluarkannya paket Oktober 1988
(PAKTO ’88). Dalam paket ini pada intinya pemerintah menjamin dana
masyarakat yang ada di bank secara preventif dan memberi kesempatan yang
sama antar bank swasta dan bank pemerintah untuk dapat bersaing dalam
5
menghimpun dana masyarakat. Hasil kebijakan tersebut cukup memuaskan
dengan meningkatnya dana deposito, giro, tabungan.
Sesuai dengan Undang-Undang perbankan no 10 tahun 1998,
penghimpunan dana yang berupa simpanan masyarakat yang salah satunya
adalah dilakukan oleh Bank Umum. Bentuk simpanan masyarakat tersebut
dapat berupa: Giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan dan
bentuk lain yang dapat dipersamakan
Dari berbagai jenis simpanan masyarakat baik dalam rupiah maupun
valuta asing yang palin besar porsinya adalah komponen deposito berjangka.
Posisi simpanan berjangka atau deposito berjangka pada bank umum di
Yogyakarta mengalami peningkatan yang cukup tinggi dari tahun 1986-1990
yaitu Rp 78.678 juta dan Rp 349.700 juta pada tahun 1990. Akan tetapi posisi
deposito berjangka menunjukkan perkembangan yang tidak stabil pada tahun
1997-1999, yaitu Rp 1.477.973 juta pada tahun 1997, mengalami kenaikan
yang tinggi Rp 3.140.804 pada tahun 1998, dan mengalami penurunan
simpanan pada tahun 1999 yaitu sebesar Rp 2.649.307 juta. Posisi simpanan
berjangka kembali megalami kenaikan pada tahun 2004-2005, yaitu Rp
2.656.517 juta pada tahun 2004, menjadi Rp 3.907.451 pada tahun 2005.
6
Tabel 1.2
Posisi Deposito Berjangka Rupiah Pada Bank Umum
Menurut Kelompok Bank di DIY
1986-2005 (Juta Rupiah)
Bank
Akhir
Bank
Swasta
Bank
Periode
Pemerintah
Nasional
Umum
1986
51.981
26.697
78.678
1987
62.734
54.274
117.008
1988
83.436
66.616
150.052
1989
106.113
103.761
209.874
1990
176.996
172.704
349.700
1991
191.765
190.776
382.541
1992
216.475
157.614
374.089
1993
208.072
194.937
403.009
1994
221.361
286.661
508.022
1995
250.072
347.376
597.448
1996
306.619
492.418
799.037
1997
856.362
621.611
1.477.973
1998
1.909.773
1.231.031
3.140.804
1999
1.546.550
1.147.757
2.694.307
2000
1.391.601
1.007.316
2.398.917
7
2001
1.793.232
1.118.084
2.911.316
2002
1.809.623
1.168.978
2.978.601
2003
1.750.162
1.014.937
2.765.099
2004
1.630.062
1.026.455
2.656.517
2005
2.239.192
1.668.259
3.907.451
Sumber: Bank Indonesia, Statistik Ekonomi Keuangan Daerah,
Berbagai Tahun Terbitan
Menurut kepemilikan sahamnya, bank umum di Indonesia dibagi
menjadi empat, yaitu Bank Persero, Bank Swasta Nasional, Bank Pemerintah
Daerah, Bank Asing dan Campuran. Akan tetapi di Daerah Istimewa
Yogyakarta dari keempat bank tersebut hanya Bank Pemerintah Daerah dan
Bank Swasta Nasional yang memiliki peranan dominan dalam penghimpunan
deposito berjagaka rupiah.
Berdasarkan uraian diatas, penghimpunan deposito berjangka
terutama deposito dalam rupiah oleh bank umum, pada awalnya sangat
bergantung pada kemampuan masyarakat dalam menyimpan dananya,
dimana kemampuan ini tercermin dari Pendapatan Nasional. Sebelum
masyarakat
memutuskan
untuk menyimpan dananya pada lembaga
perbankan, ada beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan, yaitu tingkat
bunga nasional, nilai tukar Rupiah terhadap dollar AS. Menurut teori klasik,
Tingkat bunga merupakan fungsi dari tabungan. Dimana pada tingkat bunga
yang lebih tinggi, masyarakat akan lebih terdorong untuk menyimpan
dananya pada lembaga perbankan.
8
Berdasarkan dari latar belakang masalah yang telah diuaraikan
tersebut diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang ”Analisis
Permintaan Deposito Berjangka Rupiah Pada Bank Umum di DIY
Tahun 1986-2005”
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka permasalahan yang akan
diangkat dalam penelitian ini adalah :
1. Apakah produk domestik regional bruto (PDRB) mempunyai
pengaruh terhadap permintaan deposito berjangka rupiah pada bank
umum di DIY?
2. Apakah tingkat suku bunga deposito mempunyai pengaruh terhadap
permintaan deposito berjangka rupiah pada bank umum di DIY?
3. Apakah laju inflasi mempunyai pengaruh terhadap permintaan
deposito berjangka rupiah pada bank umum di DIY?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk menganalisis pengaruh produk domestik regional bruto
(PDRB) terhadap permintaan deposito berjangka rupiah pada bank
umum di DIY.
2. Untuk menganalisis pengaruh tingkat suku bunga deposito terhadap
permintaan deposito berjangka rupiah pada bank umum di DIY.
9
3. Untuk menganalisis pengaruh laju inflasi terhadap permintaan
deposito berjangka rupiah pada bank umum di DIY.
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Sebagai bahan pembanding bagi pembaca yang tertarik untuk
meneliti hal yang sama dimasa mendatang.
2. Sebagai salah satu syarat mendapat gelar sarjana pada Fakultas
Ekonomi Universitas Islam Indonesia.
3. Sebagai bahan pertimbangan dan pengambilan keputusan, terkait
dengan deposito berjangka bagi pihak yang berkepentingan.
1.5 Sistematika Penulisan
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penelitian
1.4 Manfaat penelitian
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
Kajian Pustaka berisi pendokumentasian dan pengkajian hasil dari
penelitian-penelitian yang pernah dilakukan pada area yang sama.
Landasan Teori merupakan bagaimana cara peneliti menteorikan
10
hubungan variabel yang terlibat dalam permasalahan yang
diangkat pada penelitian tersebut.
BAB III
METODE PENELITIAN
Bab ini menguraikan tentang metode analisis yang digunakan
dalam penelitian dan data-data yang digunakan beserta sumber
data.
BAB IV
HASIL DAN ANALISIS
Bab ini berisi semua temuan-temuan yang dihasilkan dalam
penelitian. Menguraikan tentang deskripsi data dan analisis hasil
regresi.
BAB V
SIMPULAN DAN IMPLIKASI
Berisi uraian mengenai kesimpulan dan implikasi yang dapat
penulis ajukan sehubungan dengan penelitian yang telah
dilakukan.
11
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
2.1 KAJIAN PUSTAKA
U Tun Wai (1972) melakukan penelitian tentang variabel-variabel
yang mempengaruhi simpanan nasional. Salah satu tujuan penting dari
penelitian yang dilakukan oleh U Tun Wai adalah untuk menambah
determinasi baru dari simpanan nasional, yaitu lembaga perantara keuangan.
Penelitian ini menggunakan sampel 15 negara maju dan 35 negara
berkembang. Variabel-variabel yang digunakan untuk mengetahui variasi
variabel terikat (national saving) yaitu : pendapatan masyarakat, tingkat
bunga riil, capital inflows, lembaga perantara keuangan dan variabel dummy
(time dummy dan regional dummy).
Hasil dari penelitian ini adalah bahwa pendapatan masyarakat
mempunyai pengaruh positif terhadap simpanan nasional. Tingkat keyakinan
lebih besar apabila diterapkan di negara berkembang daripada di negara maju.
Lembaga perantara keuangan juga mempunyai pengaruh positif terhadap
simpanan nasional. Capital inflows mempunyai pengaruh negative terhadap
simpanan nasional apabila diterapkan di negara berkembang, tetapi apabila
diterapkan di negara maju akan mempunyai pengaruh positif. Tingkat bunga
riil mempunyai pengaruh yang positif terhadap simpanan nasional.
12
Peneliti lain, Danoesapoetro,et.al. (1990) melekukan penelitian
mengenai “peranan dan prospek bank perkreditan rakyat dalam rangka
kebijakan pakto 1998”. Dengan meneliti jumlah bank perkreditan rakyat,
perkembangan dana yang dihimpun dan perkembangan pinjaman yang
diberikan oleh bank perkreditan rakyat di Indonesia, disimpulkan bahwa
bahwa kebijakan pakto 1988 mempermudah prosedur pembentukan bankbank sampai pada tingkat kecamatan. Dampak dari kondisi tersebut adalah
bertambahnya jumlah kantor bank perkreditan rakyat yang selanjutnya
menyebabkan peningkatan jumlah dana yang dihimpun dan kredit yang
disalurkan.
Penelitian Sumaryati (1992) mengenai “analisis efisiensi pengelolaan
dana perbankan di Indonesia”. Tujuan penelitiannya adalah untuk
menganalisis pengaruh kebijaksanaan pemerintah di bidang keuangan,
moneter dan perbankan pada tanggal 27 oktober 1988 (PAKTO 88) terhadap
efisiensi pengelolaan dana perbankan khususnya bank swasta devisa. Analisis
dilakukan dengan menggunakan dua pendekatan, yaitu pendekatan secara
makro dan mikro. Secara makro dengan melakukan estimasi fungsi deposito,
fungsi kredit, dan fungsi pendapatan. Sedangkan pendekatan secara mikro
dengan menganalisis beberapa rasio efisiensi usaha pada masing-masing bank
yang bersangkutan. Kesimpulan dari penelitian ini adalah terhadap pengaruh
positif yang bermakna dari tingkat suku bunga deposito, jumlah tenaga kerja,
pengeluaran lain-lain, serta jumlah aktiva terhadap jumlah deposito yang
berhasil dihimpun oleh bank.
13
Peneliti lain Kusdianto (1994) melakukan penelitian tentang pengaruh
beberapa factor terhadap dana deposito dan kredit bank-bank umum devisa di
Indonesia, sebelum dan sesudah pakto 1988. Dalam penelitian ini digunakan
variabel bebas suku bunga deposito, biaya promosi, dan total aktiva
mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap jumlah deposito bank,
baik sebelum maupun sesudah pakto 1988.
Shigeyuki Abe (1997) melekukan penelitian tentang simpanan
domestic (domestic saving). Penelitian ini dilakukan terhadap enam negara
Asia. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah Produk Domestik Bruto,
suku bunga deposito, pengharapan tingkat laju inflasi, dan pertumbuhan
simpanan valuta asing. Kesimpulan dari penelitian Abe adalah bahwa suku
bunga deposito dan produk domestic bruto mempunyai pengaruh positif
terhadap simpanan domestic.
Deby Retno Damayanti (1999), Penelitian berjudul “Hubungan
kausalitas antara inflasi dan tingkat bunga deposito”. Penelitian ini
menggunakan uji Kausalitas Granger (1969), kemudian pengujian hipotesa
menggunakan Uji F dengan cara membandingkan nilai F hitung dengan nilai
F tabel. Variabel yang digunakan yaitu suku bunga deposito 3 bulan dan
inflasi. Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah dari hasil regresi
fungsi suku bunga deposito terlihat bahwa hasil regresinya tersebut tidak
memberikan hasil yang signifikan, baik pada lag 3, lag 4 maupun lag 5,
Fhitung < Ftabel. Bahwa inflasi tidak berpengaruh terhadap suku bunga
deposito.
14
Edy Suandi Hamid (1999) dalam penelitiannya ”Analisis PAM dalam
permintaan deposito di Indonesia”. Data yang digunakan dalam bentuk data
kuartalan tahun 1984-1995. Variabel yang digunakan adalah tingkat bunga
nasional, reserve Requirement (Giro Wajib Minimum), nilai tukar tukar
Rupiah terhadap Dollar Amerika, dan tingakat deposito tahun lalu.
Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah variabel tingkat suku
bunga nasional, reserve Requirement (Giro Wajib Minimum), nilai tukar
Rupiah terhadap Dollar Amerika, dan tingkat deposito tahun lalu berpengaruh
positif dan signifikan terhadap permintaan deposito di Indonesia (Edy Suandi
Hamid, 1999: 19)
Peneliti lain Budiono (2001) dengan judul “Faktor-faktor yang
mempengaruhi penghimpunan deposito berjangka pada bank umum
pemerintah dan bank swasta nasional di Indonesia”. Dalam penelitian ini
menggunakan metode regresi berganda double log atau natural log, dengan
menggunakan α = 0.05. berdasarkan hasil analisis dapat dilihat ada dua
variabel bebas yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap penghimpunan
deposito berjangka pada bank umum pemerintah dan bank umum swasta
nasional yaitu pendapatan nasional dan total aktiva bank. Sedangkan variabel
lain tingkat bunga, tingkat inflasi, dan jumlah kantor bank tidak mempunyai
pengaruh yang bermakna terhadap penghimpunan deposito berjangka pada
bank umum pemerintah dan bank umum swasta nasional.
Penelitian Wahyu Setianingsih (2001) melakukan penelitian tentang
factor-faktor yang mempengaruhi deposito berjangka rupiah pada bank
15
pemerintah. Variabel yang digunakan adalah PDB riil per kapita, tingkat suku
bunga deposito, dan nilai rupiah terhadap dollar. Alat analisis yang digunakan
adalah PAM. Hasil penelitian ini menyebutkan bahwa PDB riil per kapita,
tingkat suku bunga deposito, dan tingkat deposito periode sebelumnya
berpengaruh positif dan signifikan terhadap deposito berjangka rupiah.
Penelitian Titik Sulastri (2002) dengan judul penelitian “Analisis
faktor-faktor yang mempengaruhi dana perbankan tahun 1978-1999” dalam
penelitian ini menggunakan metode kuadarat terkecil biasa disebut OLS.
Variabel yang digunakan adalah PDB, JUB, tingkat suku bunga dan IHK.
Dari penelitian ini disimpulkan ada dua variabel yang berpengaruh signifikan
terhadap dana perbankan yaitu PDB dan suku bunga.
Siti Fatimah N dan Kurniawati Niladewi (2003) dalam penelitiannya
“Analisis permintaan deposito dalam valuta asing pada bank swasta di
Indonesia”. Dalam penelitian ini digunakan alat analisis PAM dengan
variabel yang digunakan adalah PDB perkapita, suku bunga deposito, nilai
tukar rupiah terhadap Dollar Amerika, LIBOR. Hasil dari penelitian ini
menyebutkan bahwa variabel suku bunga deposito, LIBOR dan deposito
valuta asing periode sebelumnya berpengaruh secara signifikan terhadap
permintaan Deposito dalam valuta asing.
Peneliti Ikha Novianti (2004) meneliti tentang “Analisis faktor-faktor
yang mempengaruhi deposito berjangka bank umum di Indonesia. Variabel
yang digunakan adalah Pendapatan Nasional, tingkat suku bunga deposito,
total aktiva bank umum, jumlah kantor bank umum. Alat analisis yang
16
digunakan adalah PAM. Dari penelitian ini disimpulkan bahwa ada tiga
variabel yang berpengaruh secara signifikan terhadap deposito berjangka
bank umum di Indonesia, yaitu tingkat suku bunga deposito, total aktiva bank
umum dan tingkat deposito sebelumnya.
Peneliti Tuti (2006) meneliti tentang “Analisis permintaan deposito
berjangka dalam negeri pada bank umum di Indonesia”. Variabel yang
digunakan adalah tingkat inflasi, nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika,
suku bunga deposito dalam negeri. Alat analisis yang digunakan adalah
PAM. Dari penelitian ini disimpulkan bahwa ada dua variabel yang
berpengaruh secara signifikan terhadap deposito berjangka dalam negeri bank
umum di Indonesia, yaitu tingkat inflasi dan nilai tukar Rupiah terhadap
Dollar Amerika.
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Pengertian Permintaan
Permintaan dalam ilmu ekonomi adalah kombinasi harga dan jumlah
suatu barang yang ingin dibeli oleh konsumen pada berbagai tingkat harga
untuk suatu periode tertentu. Permintaan suatu barang sangat dipengaruhi
oleh pendapatan dan harga barang tersebut. Apabila harga barang naik
sedangkan pendapatan tidak berubah maka permintaan barang tersebut akan
turun. Sebaliknya, jika harga barang turun, sedang pendapatan tidak berubah
maka permintaan barang akan mengalami kenaikan atau bertambah.
17
Konsep permintaan juga dibedakan antara permintaan individu dan
permintaan pasar. Permintaan pasar adalah permintaan-permintaan individu
setiap konsumen. Dalam analisis permintaan hanya satu faktor yang
berpengaruh terhadap jumlah barang yang diminta yaitu harga produk,
sedangkan faktor-faktor lain seperti selera, pendapatan dan faktor diluar itu
dianggap sebagai cateris paribus (tidak berubah). Dengan demikian dapat
diketahui hubungan antara jumlah barang yang diminta dengan tingkat harga
tersebut. Berdasarkan uraian tersebut pengertian permintaan adalah suatu
fungsi yang digambarkan sebagai garis, kurva, suatu daftar atau skedul.
Para ahli ekonomi membedakan pemakainan istilah fungsi permintaan
dan kurva permintaan. Fungsi permintaan menghubungkan kuantitas yang
diminta dengan harga barang tersebut juga dengan faktor-faktor lainnya yang
besar pengaruhnya terhadap permintaan, seperti: pendapatan konsumen yang
bersangkutan, harga barang pengganti, harga barng komplementer dan
citarasa. Kurva atau skedul permintaan hanya menghubungkan kuantitas yang
diminta dengan harga satuan barang tersebut.
2.2.1.1 Hukum Permintaan
Penjelasan mengenai perilaku konsumen yang paling sederhana ada
dalam hukum permintaan yang menyatakan bahwa, bila harga suatu barang
naik (cateris paribus) maka, jumlah yang diminta konsumen akan barang
tersebut turun dan sebaliknya bila harga barang tersebut turun maka jumlah
barang tersebut yang diminta konsumen akan naik. Cateris paribus berarti
18
bahwa semua faktor-faktor lain yang mempengaruhi jumlah barang yang
diminta dianggap tidak berubah (Boediono, 1998).
P
A
P0
B
P1
0
Q0
Q1
Q
Gambar 1.1 Kurva Permintaan
2.2.1.2 Fungsi Permintaan
Fungsi permintaan sesungguhnya menunjukan hubungan antara
variabel tidak bebas dengan semua variabel yang dapat mempengaruhi
besarnya variabel tidak bebas. Fungsi permintaan dapat ditulis sebagai
berikut (Suparmoko, 1990):
Qa = f (PA, PB-Z, I, T, A, N)
Keterangan:
Qa
=
Jumlah barang yang diminta
PA
=
Harga barang A
PB-Z
=
Harga barang lain
I
=
tingkat pendapatan konsumen
19
T
=
Selera konsumen
A
=
Pengeluaran perusahaan untuk advertensi
N
=
Jumlah penduduk
2.2.1.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan
Menurut Faried Wijaya (1991) selain harga barang itu sendiri, faktorfaktor lain yang menentukan permintaan individu maupun pasar adalah:
a. Selera Konsumen
Perubahan selera konsumen yang lebih menyenangi barang tersebut
misalnya, akan berarti lebih banyak barang yang akan diminta pada
setiap tingkat harga. Jadi permintaan akan naik atau kurva permintaan
akan bergeser ke kanan. Sebaliknya berkurangnya selera konsumen
akan barang tersebut menyebabkan permintaan turun yang berarti
kurva permintaan bergeser ke kiri.
b. Banyaknya konsumen pembeli
Bila volume pembelian oleh masing-masing konsumen adalah sama,
maka kenaikan jumlah konsumen dipasar akan menyebabkan
kenaikan permintaan, sehingga kurva bergeser ke kanan. Penurunan
jumlah atau banyaknya konsumen akan menyebabkan penurunan
permintaan.
20
c. Pendapatan konsumen
Pengaruh perubahan pendapatan terhadap permintaan mempunyai dua
kemungkinan. Pada umumnya pengaruh pendapatan terhadap
pendapatan adalah positif dalam arti bahwa kenaikan pendapatan akan
menaikkan permintaan. Hal ini terjadi bila barang tersebut merupakan
barang superior atau normal. Ini seperti efek selera dan efek
banyaknya pembeli yang mempunyai efek positif. Pada kasus barang
inferior, maka kenaikan pendapatan justru akan menurunkan
permintaan.
d. Harga barang-barang lain yang bersangkutan
Barang-barang lain yang bersangkutan biasanya merupakan barang
subtitusi
(pengganti)
atau
barang
komplementer
(pelengkap).
Kenaikan barang subtitusi berarti penurunan harga barang tersebut
secara relatif meskipun harganya tetap, tidak berubah, sehingga
barang tersebut bisa lebih murah secara relatif. Permintaan suatu
barang akan naik bila harga barang penggantinya turun, maka
permintaan akan barang tersebut juga turun. Hal ini karena barang
tersebut harganya lebih mahal dibandingkan harga penggantinya.
Kenaikan harga barang pelengkap suatu barang tertentu akan
menyebabkan permintaan akan barang tersebut turun, dan sebaliknya.
e. Ekspektasi (perkiraan harga-harga barang dan pendapatan di mdepan)
Ekspektasi para konsumen bahwa harga-harga akan naik di masa
depan mungkin menyebabkan mereka membeli barang tersebut
21
sekarang untuk menghindari kemungkinan kerugian akibat adanya
kenaikan harga tersebut. Demikian juga halnya bila konsumen
memperkirakan pendapatannya akan naik di masa depan. Sebaliknya,
terjadi penurunan permintaan bila para konsumen memperkirakan
bahwa di masa depan harga-harga akan naik atau pendapatannya akan
turun.
2.2.2 Deposito Berjangka
Sumber dana dari masyarakat (dana pihak ketiga) merupakan sumber
dana yang terpenting bagi kegiatan operasi bank dan merupakan ukuran
keberhasilan bank jika mampu membiayai operasinya dari sumber dana ini.
Penghimpunan dana dari masyarakat dapat dikatakan lebih mudah jika
dibandingkan dengan sumber dana lainnya. Penghimpunan dana dari
masyarakat dapat dilakukan secara efektif dengan memberikan bunga yang
relatif lebih tinggi dan memberikan berbagai fasilitas yang menarik lainnya
seperti hadiah dan pelayanan yang memuaskan. Keuntungan lain dari dana
yang bersumber dari masyarakat adalah jumlahnya yang tidak terbatas baik
berasal dari perorangan (rumah tangga), perusahaan, maupun lembaga
masyarakat lainnya. Sedangkan kerugiannya adalah biayanya yang relatif
lebih mahal jika dibandingkan dengan dana dari modal sendiri, misalnya
untuk biaya bunga atau biaya promosi. Ada tiga jenis simpanan sebagi sarana
untuk memperoleh dana dari masyarakat, yaitu: simpanan Giro, tabungan,
dan deposito (Martono, 2003:39)
22
Simpanan deposito dalam undang-undang Nomor 10 Tahun 1998
dinyatakan sebagai simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada
waktu tertentu berdasarkan perjanjian nasabah penyimpan dengan bank.
Berbeda dengan giro dan tabungan, simpanan deposito mengandung unsur
jangka waktu (jatuh tempo) yang lebih panjang dan dapat ditarik atau
dicairkan hanya setelah jatuh tempo. Begitu pula dengan suku bunga relatif
lebih tinggi dibandingkan dengan giro dan tabungan (Martono, 2003:40)
Sarana atau alat untuk menarik uang yang disimpan di deposito
sangat bergantung dari jenis depositonya. Artinya setiap jenis deposito
mengandung beberapa perbedaan sehingga diperlukan sarana yang berbeda
pula. Sebagai contoh untuk deposito berjangka menggunakan Bilyet deposito,
sedangkan untuk sertifikat deposito menggunakan sertifikat deposito. Dalam
prakteknya ada jenis deposito, yaitu deposito berjangka, sertifikat deposito,
deposit on call. Deposito berjangka merupakan deposito yang diterbitkan
menurut jngka waktu tertentu. Jangka waktu deposito biasanya bervariasi
mulai dari 1,3,6,12, hingga 24 bulan. Deposito berjangka ini hanya dapat
ditarik atau diuangkan pada saat jatuh temponya, oleh pihak yang namanya
tercantum dalam bilyet deposito tersebut. Oleh karena itu, deposito berjangka
merupakan simpanan atas nama. Apabila jangka waktu yang telah ditentukan
habis maka deposan dapat menarik deposito berjangka atau memperpanjang
dengan suatu periode yang diinginkan. Deposito berjangka dapat diterbitkan
atas nama perorangan maupun lembaga.
23
Penetapan suku bunga untuk setiap jangka waktu ditetapkan masingmasing bank sesuai dengan perhitungan kondisi bunga di pasar. Bunga
deposito berjangka dibayarkan setiap tanggal jatuh tempo (tanggal yang sama
dengan tanggal pembukuan) atau tanggal jatuh tempo pokok (tanggal
berakhirnya jangka waktu penyimpanan).
Jenis deposito kedua yaitu sertifikat deposito. Sertifikat deposito
adalah simpanan berjangka atas pembawa atau atas tunjuk, yang dengan ijin
Bank Indonesia dikeluarkan oleh bank sebagai bukti simpanan yang dapat
diperjualbelikan kepada pihak ketiga (Thomas Suyatno dkk, 1993:38)
Pada prinsipnya sama dengan deposito berjangka, perbedaannya
hanyalah bawa sertifikat deposito diterbitkan atas tunjuk dalam bentuk
sertifikat, sedangkan deposito berjangka dikeluarkan atas nama. Jadi,
sertifikat deposito yang ditunjukan harus dibayar oleh bank yang
menerbitkannya. Pencairan bunga sertifikat deposito dapat dilakukan di muka
dalam ari dipotong dari harga nominalnya pada waktu sertifikat deposito itu
dibeli, baik tunai maupun nontunai. Selain itu bunga juga dapat dicairkan
setiap bulan atau jatuh tempo.
Sebagi catatan tambahan, perlu diperhatikan bahwa bank umum, bnk
pembangunan, ataupun Bank Perkreditan Rakyat, dapat menyelenggarakan
deposito berjangka, artinya dapat menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk simpanan berjangka. Tetapi untuk menerbitkan sertifikat deposito,
hanya bank umum dan bank pembangunan yang diperbolehkan. Itupun harus
memperoleh ijin Bank Indonesiasetelah memenuhi syarat tertentu, antara lain
24
dari segi kesehatan dan kemampuan bank dari segi kebutuhan permodalanya
(Thomas Suyatno, 1993:39).
Deposit on call yang merupakan jenis deposto ketiga hanya
digunakan untuk deposan yang memiliki jumlah uang dalam jumlah besar,
misalnya Rp 25 juta dan sementara waktu belum digunakan. Penerbitan
Deposit on call memiliki jangka waktu minimal 7 (tujuh) hari dan paling
lama kurang dari satu bulan. Deposit on call diterbitkan atas nama. Pencairan
bunga dilakukan pada saat pencairan Deposit on call. Apabila deposan ingin
mencairkan depositonya sebelum Deposit on call tersebut dicairkan sesuai
jangka waktunya, tiga hari sebelumnya deposan terlebih dahulu harus sudah
memberitahukan kepada pihak bank penerbit bahwa yang bersangkutan akan
mencairkan Deposit on call-nya.
Pada dasarnya deposito tidak dapat ditarik atau dicairkan deposan
sebelum deposito yang bersangkutan tersebut jatuh tempo. Bila hal ini
terpaksa dilakukan, maka penabung dikenakan denda atau biasa disebut
dengan penalty. Denda atau penalty yang dikenakan yaitu sebesar selisih
antara bunga yang diperoleh selama deposito belum jatuh tempo dengan
bunga yang berlaku sesuai dengan lamanya deposito mengendap. Disamping
dikenakan penalty, nasabah juga dikenai biaya administrasi, tergantung dari
besarnya nilai nominal deposito yang bersangkutan.
25
2.2.3 Produk Domestik Bruto
Produk Domestik Bruto (GDP- Gross Domestic Products) adalah nilai
total atas segenap output akhir yang dihasilkan oleh suatu perekonomian baik
yang dilakukan oleh penduduk domestik maupun penduduk asing maupun
orang-orang dari negara lain yang bermukim di negara yang bersangkutan.
Jadi GNP sama dengan GDP ditambah pendapatan milik penduduk domestik
yang dikirim dari negara lain berkat kepemilikan mereka atas faktor produksi
di luar negeri dikurangi pendapatan milik orang asing atas faktor produksi
yang ada di negara domestik..
Pendapatan nasional dalam hal ini tercermin dalam PDB. Produk
Domestik Bruto (PDB) adalah jumlah Output total yang dihasilkan dalam
batas wilayah suatu negara selama satu tahun.
PDB terbagi atas PDB harga berlaku atau nominal dan PDB harga
konstan atau riil. PDB pada harga berlaku adalah nilai barang-barang dan
jasa-jasa yang dihasilkan suatu negara dalam satu tahun dan dinilai menurut
harga yang berlaku pada tahun tersebut. PDB pada harga konstan, yaitu harga
yang berlaku pada satu tahun tertentu yang seterusnya digunakan untuk
menilai barang dan jasa yang dihasilkan pada tahun-tahun yang lain.
Produk domestik bruto merupakan ukuran terbaik dari kinerja
perekonomian karena tujuan PDB adalah meringkas aktivitas ekonomi dalam
nilai uang tunggal dalam periode waktu tertentu (Mankiw; 1999). Terdapat
beberapa cara untuk menilai PDB sebagai kinerja sebuah perekonomian, (1)
dengan melihat PDB sebagai perekonomian total (pendekatan pendapatan)
26
dari setiap orang yang berada di dalam perekonomian,(2) dengan melihat
PDB sebagai pengeluaran total (pendekatan pengeluaran) pada output barang
dan jasa perekonomian. Dari sudut pandang lain, jelaslah mengapa PDB
merupakan cerminan dari kinerja ekonomi karena mengukur sesuatu yang
dipedulikan banyak orang (pendapatan) demikian pula dengan output barang
dan jasa yang memuaskan permintaan rumah tangga, perusahaan dan
pemerintah. PDB mengukur pendapatan dan pengeluaran perekonomian pada
outputnya dengan alasan bahwa jumlah keduanya adalah sama dan fakta yang
mendasar : karena setiap transaksi memiliki penjual dan pembeli, setiap uang
yang dikeluarkan seorang pembeli menjadi pendapatan seorang penjual yang
lain.
2.2.4 Teori Tingkat Suku Bunga
Pengertian dasar dari tingkat bunga yaitu sebagai harga dari
penggunaaan uang untuk jangka waktu tertentu. Pengertian tingkat bunga
sebagai “ harga” ini bisa juga dinyatakan sebagai harga yang harus dibayar
apabila terjadi “pertukaran” antara satu rupiah sekarang dan satu rupiah
nanti (misalnya setahun lagi. Hutang piutang timbul karena terjadi
“pertukaran” semacam ini. “pembeli” dari satu rupiah sekarang dan
sekaligus “penjual” dari satu rupiah nanti dalah peminjam (debitur),
sedangkan “penjual” dari satu rupiah sekarang yang sekaligus juga
“pembeli” satu rupiah nanti, adalah orang yang meminjamkan (kreditur).
Debitur harus membayar kepada kreditur “harga” dari pertukaran tersebut,
27
dan harga ini adalah bunga yang dibayar debitur dan yang diterima kreditur
(Boediyono, 1998:75-76)
Tingkat bunga tidak pernah stabil; hari ini naik besok turun dan
demikian seterusnya. Sejak awal Februari 1984, Bank Indonesia mulai
memperkenalkan fasilitas diskonto dan melalui operasi pasar terbukanya
mengeluarkan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) untuk mengendalikan jumlah
uang beredar. Dampak dari kebijakan tersebut, bank-bank umum pemerintah
bebas menaikkan suku bunga deposito. Hal ini dimaksudkan agar dana
masyarakat dapat digunakan untuk investasi sehingga terjadi kenaikan output.
Langkah kebijakan ini mulai mengarah tercipta dan berfungsinya pasar uang
lebih bebas. Perkembangan selanjutnya yaitu mulai dikenalkan pula Surat
Berharga Pasar Uang (SBPU) sebagai salah satu alat pengendali jumlah uang
beredar.
2.2.4.1 . Teori Klasik
Bunga adalah “harga” dari (penggunaan) loanable funds. secara bebas
loanable funds diterjemahkan sebaagai dana investasi atau dana yang tersedia
untuk dipinjamkan. Menurut teori klasik merupakan fungsi dari tingkat
bunga. Makin tinggi tingkat bunga makin tinggi pula keinginan seseorang
atau masyarakat untuk menabung uangnya dibank. Artinya, pada tingkat
bunga yang lebih tinggi masyarakat akan lebih terdorong untuk mengurangi
atau mengorbankan pengeluaran konsumsinya guna menambah tabungnnya.
28
Investasi juga tergantung/merupakan fungsi dari tingkat bunga.
Makin tinggi tingkat bunga, keinginan untuk melakukan investasi juga makin
kecil.
Alasannya,
seorang
pengusaha
akan
menambah
pengeluaran
investasinya apabila keuntungan yang diharapkan dari investasi lebih besar
dari tingkat bunga yang harus ia bayar untuk dana investasi tersebut yang
merupakan ongkos untuk penggunaan dana (cost of capital). Sebaliknya
makin rendah tingkat suku bunga, maka pengusaha akan lebih terdorong
untuk melakukan investasi, sebab biaya penggunaan dana juga makin kecil.
Tingkat bunga dalam keadaan seimbang (artinya tidak ada dorongan
untuk melakukan investasi. Hal ini tercapai pada saat penabung dan investor
(dalam hal ini pengusaha) untuk melakukan tawar menawar yang pada
akhirnya akan menghasilkan tingkat bunga kesepakatan (keseimbangan).
Scara grafik keseimbangan tingkat bunga dapat digambarkan seperti dalam
gambar 1.2.
Tingkat Bunga
Tabungan
i1
i0
Investasi 1
Investasi 0
F
Dana Investasi
Gambar 1. 2 Teori Tingkat Bunga
29
Keseimbangan tingkat bunga terjadi pada titik i0, dimana jumlah
tabungan sama dengan investasinya. Apabila tingkat bunga diatas i0 maka
jumlah tabungan melebihi keinginan pengusaha untuk investasi. Para
penabung akan saling bersaing untuk meminjamkan dananya dan persaingan
ini akan menekan tingkat bunga turun kembali ke posisi i0. sebaliknya,
apabila tingkat bunga dibawah ini, para pengusaha akan saling bersaing untuk
memperoleh dana yang jumlahnya relatif lebih kecil. Persaingan ini akan
mendorong tingkat bunga naik lagi ke i0.
Kenaikan
efisiensi
produksi
misalnya,
akan
mengakibatkan
keuntungan yang diharapkan naik. Sehingga, pada tingkat bunga yang sama
pengusaha bersedia meminjam dana lebih besar untuk meminjam dana lebih
besar untuk membiayai investasinya. Atau untuk dana investasi yang sama
jumlahnya, perusahaan bersedia membayar tingkat bunga yang lebih tinggi.
Keadaan ini ditunjukan dengan pergeseran kurva permintaan investasi ke
kanan atas, dan keseimbangan tingkat bunga yang baru pada i1.
2.2.4.2. Teori Irving Fisher
Menurut Irving Fisher, bunga adalah premi yang harus dibayarkan
kepada pemilik dana agar ia mau meminjamkan uangnya. Fisher menyatakan
bahwa ada kaitan positif antara suku bunga nominal dengan inflasi. Dengan
suku bunga riil yang diperkirakan konstan dalam jangka panjang dan
ekspektasi inflasi yang menyesuaikan diri terhadap laju inflasi yang berlaku.
30
Suku bunga yang terjadi merupakan selisih antara suku bunga nominal
dengan laju inflasi aktual atau dinyatakan dalam simbol sebagai berikut :
i=r+πe
atau
r=i–πe
dimana r = suku bunga riil
i = suku bunga nominal
πe = Laju inflasi yang diharapkan
Dengan r konstan, dalam jangka panjang apabila keseluruhan proses
penyesuaian telah terjadi, kenaikan laju inflasi akan sepenuhnya tercermin
pada suku bunga nominal. Dengan kata lain suku bunga nominal dalam
jangka panjang akan meningkat sebesar kenaikan inflasi. (Dornbusch, Fisher,
1989, hal. 592 ).
Irving telah menganalisis penentuan tingakat bunga dalam ekonomi
dengan mengkaji mengapa orang-orang menabung (mengapa mereka tidak
mengkonsumsi semua sumber daya mereka) dan mengapa orang lain yang
meminjam.
Dalam perekonomian dikenal konsep tingkat suku bunga nominal dan
tingkat suku bunga riil. Anggaplah seseorang mendepositokan uangnya dalam
rekening bank dengan bunga 8 persen pertahun. Pada tahun berikutnya, orang
tersebut memiliki uang 8 persen lebih banyak dari tahun sebelumnya. Tetapi
ketika harga meningkat, sehingga uang membeli lebih sedikit, maka daya beli
orang tersebut tidak meningkat sebesar 8 persen. Jika tingkat inflasi adalah 5
persen, maka jumlah barang yang dapat dibeli hanya meningkat 3 persen.
31
Apabila inflasi adalah 10 persen, maka daya beli orang tersebut secara nyata
turun sampai 2 persen.
2.2.4.3. Teori Keynesian
Keynes mengatakan bahwa tingkat bunga ditentukan oleh penawaran
dan permintaan uang. Ada tiga motif (transaksi, berjaga-jaga, dan spekulasi)
mengapa orang menghendaki memegang uang tunai. Tiga motif inilah yang
menyebabkan timbulnya “ permintaan akan uang”, yang diberi nama
Liquidity Preference. Nama ini mempunyai makna tertentu, yaitu bahw
permintaan akan uang menurut teori keynes berlandaskan pada konsepsi
bahwa orang pada umumnya menginginkan dirinya tetap likuid untuk
memenuhi tiga motif tersebut.
2.2.5 Inflasi
Merupakan salah satu resiko yang pasti dihadapi oleh manusia yang
hidup dalam ekonomi uang, dimana daya beli yang ada dalam uang dengan
berjalannya waktu mengalami erosi.
Inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk naik secara
umum dan terus menerus. Akan tetapi bila kenaikan harga hanya dari satu
atau dua barang saja tidak disebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut
meluas atau menyebabkan kenaikan sebagian besar dari harga barang-barang
lain. (Boediono, 1985:161). Kenaikan harga-harga barang itu tidaklah harus
dengan persentase yang sama. Bahkan mungkin dapat terjadi kenaikan
32
tersebut tidak bersamaan. Yang penting kenaikan harga umum barang secara
terus menerus selama suatu periode tertentu. Kenaikan harga barang yang
terjadi hanya sekali saja, meskipun dalam persentase yang cukup besar,
bukanlah merupakan inflasi. (Nopirin, 1987: 25). Atau dapat dikatakan,
kenaikan harga barang yang hanya sementara dan sporadis tidak dapat
dikatakan akan menyebabkan inflasi.
2.2.5.1 Jenis-jenis Inflasi
Inflasi dapat digolongkan berdasarkan: sifat,
sebab dan asal
terjadinya (Nopirin, 1987). Inflasi menurut sifatnya digolongkan dalam tiga
kategori, yaitu:
1. Inflasi Merayap
Kenaikan harga terjadi secara lambat, dengan persentase yang kecil
dan dalam jangka waktu yang relatif lama (di bawah 10% per tahun).
2. Inflasi Menengah
Kenaikan harga yang cukup besar dan kadang-kadang berjalan dalam
waktu yang relatif pendek serta mempunyai sifat akselerasi
3. Inflasi Tinggi
Kenaikan harga yang besar bisa sampai 5 atau 6 kali. Masyarakat
tidak lagi berkeinginan menyimpan uang. Nilai uang merosot dengan tajam
sehingga ingin ditukar dengan barang. Perputaran uang makin cepat, sehingga
harga naik secara akselerasi.
33
Berdasarkan sebab terjadinya inflasi dibedakan menjadi:
1. Demand – pull Inflation
Demand pull inflation ditandai dengan adanya inflationary gap.
Inflationary gap itu sendiri terjadi apabila keseimbangan GNP berada di atas
atau melebihi GNP pada kesempatan kerja penuh (full employment). Inflasi
bermula dengan adanya kenaikan permintaan total (agregat demand),
sedangkan produksi telah berada pada kondisi full employment. Sehingga
kenaikan permintaan ini hanya akan menaikkan harga saja.
2. Cost – Push Inflation
Proses kenaikan harga yang sering diikuti turunnya produksi disebut
dengan Cost Push Inflation. Serikat buruh yang menuntut kenaikan upah,
manajer dalam pasar monopolistis yang dapat menentukan harga (yang lebih
tinggi), atau kenaikan harga bahan baku, misalnya krisis minyak adalah
faktor yang dapat menaikkan biaya produksi. Kenaikan biaya ini pada
akhirnya akan menaikkan harga dan turunnya produksi, atau terjadi
penurunan penawaran total (agregat supply) sebagai akibat kenaikan biaya
produksi. Jika proses ini berlangsung terus maka timbul cost push inflation.
Menurut asalnya inflasi terdiri dari:
1. Domestic Inflation
Inflasi yang berasal dari dalam negeri sendiri seperti kenaikan
konsumsi masyarakat, ekspansi moneter dan lain sebagainya.
34
2. Imported Inflation
Inflasi yang berasal dari luar negeri, seperti kenaikan harga-harga
barang di negara-negara langganan dagang kita, mekanismenya baik melalui
impor ataupun ekspor.
2.2.5.2. Teori Inflasi
Secara garis besar ada 3 kelompok teori mengenai inflasi yang
masing-masing menyoroti aspek-aspek tertentu.
1. Teori Kuantitas
Teori kuantitas ini menyatakan bahwa proses inflasi itu terjadi karena
2 hal, yaitu
jumlah uang beredar dan psikologi (harapan) masyarakat
mengenai kenaikan harga-harga (expectations). Ada 2 hal penting dari teori
Kuantitas ini, adalah bahwa, pertama, laju inflasi terjadi jika ada penambahan
volume uang beredar. Kedua, laju inflasi oleh harapan masyarakat mengenai
kenaikan harga di masa yang akan datang (Boediono, 1985).
2. Teori Keynes
Teori ini menerangkan bahwa proses inflasi terjadi karena permintaan
masyarakat akan barang-barang selalu melebihi jumlah barang-barang yang
tersedia. Hal ini yang disebut dengan inflationary gap. Inflationary gap
terjadi apabila jumlah dari permintaan-permintaan efektif dari semua
golongan tersebut, pada tingkat harga yang berlaku melebihi jumlah
maksimum dari barang-barang yang dihasilkan oleh masyarakat. Harga-harga
akan naik, karena permintaan total melebihi jumlah barang yang tersedia.
35
Adanya kenaikan harga-harga tersebut berarti bahwa kegiatan rencana
pembelian barang dari golongan-golongan tersebut tidak terpenuhi,
selanjutnya mereka akan berusaha untuk memperoleh dana yang lebih besar
lagi, baik golongan pemerintah melalui pencetakan uang baru, atau para
pengusaha swasta melalui kredit dari bank, atau pekerja kenaikan tingkat
upah yang lebih besar. Proses inflasi akan terus berlangsung selama jumlah
permintaan efektif dari semua golongan masyarakat melebihi jumlah output
yang bisa dihasilkan pada tingkat harga yang berlaku.
3. Teori Strukturalis
Teori Strukturalis lebih menekankan pada faktor-faktor struktural dari
perekonomian yang menyebabkan terjadinya inflasi, teori ini disebut juga
teori inflasi jangka panjang karena yang dimaksud dengan faktor-faktor
struktural di sini adalah faktor-faktor yang hanya bisa berubah secara gradual
dan dalam jangka panjang.
Teori struktural memberi tekanan pada ketegaran dari struktur
perekonomian negara-negara sedang berkembang. Ada dua ketegaran yang
menyebabkan
inflasi, yaitu ketegaran berupa ketidakelastisan dari
penerimaan ekspor dan ketegaran berupa ketidakelastisan dari penawaran
bahan makanan dalam negeri. Kedua proses di atas pada umumnya berkaitan
dan memperkuat satu sama lain dalam menyebabkan inflasi.
Ketegaran yang merupakan “ketidakelastisan” dari penerimaan
ekspor ini adalah ketegaran di mana nilai ekspor tumbuh secara lamban
dibanding dengan pertumbuhan sektor-sektor lain. Dasar penukaran yang
36
makin memburuk dan supply barang-barang ekspor yang tidak elastis ini
akan
menyebabkan
terjadinya
kelambanan
tersebut.
Kelambanan
pertumbuhan penerimaan ekspor ini berarti kelambanan pertumbuhan
kemampuan untuk mengimpor barang-barang yang dibutuhkan. Sedang bagi
suatu
negara
untuk
mencapai
target
pertumbuhannya
mengambil
kebijaksanaan pembangunan “import substitution strategy”. Inflasi terjadi
jika proses substitusi impor ini makin meluas, sehingga menaikkan biaya
produksi ke berbagai barang, sehingga makin banyak harga-harga yang naik.
2.2.5.3. Indikator Inflasi
Ada beberapa indikator yang digunakan oleh para ekonom untuk
menggambarkan inflasi yaitu Indeks Biaya Hidup (IBH), Indeks Harga
Konsumen (IHK), Indeks Implisit Produk Domestik Bruto (GDP Deflator)
atau Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB). Dari berbagai indikator
tersebut masing-masing mempunyai kelebihan dan kelemahan, serta sangat
tergantung pada tujuan pemakaiannya. IBH dan IHK dimaksudkan untuk
penetapan upah buruh riil, karena dengan indeks ini bisa melihat sejauh
mana penurunan daya beli yang terjadi pada kaum buruh akibat inflasi. Untuk
pembuatan kontrak kerja dan penyesuaian harga yang dilakukan kontraktor
besar, biasanya menggunakan IHPB. GDP Deflator yang mempunyai
cakupan lebih luas dibandingkan kedua indeks terdahulu, sebenarnya
mencerminkan perkembangan tingkat harga umum.
37
Pengendalian laju inflasi tentu saja tidak lepas dari pengendalian yang
dilakukan oleh otoritas moneter dari sisi intern dalam rangka mencari
stabilitas ekonomi sebagai salah satu tujuan pembangunan. Laju inflasi
sebelum tahun 1984 mendekati bahkan melebihi 10%, hal ini tentu saja tidak
lepas dari berbagai pengaruh faktor ekstern terhadap perekonomian
Indonesia.
Deregulasi dan debirokratisasi 1 Juni 1983, merupakan langkah yang
diambil pemerintah untuk mengadakan perubahan kebijaksanaan ekonomi.
Perkembangan moneter tahun 1984 yang relatif stabil tercermin dari
pertambahan uang beredar yang dapat menunjang pertumbuhan ekonomi dan
tingkat laju inflasi yang dapat dikendalikan. Piranti-piranti kebijakan moneter
untuk pengendalian jumlah uang beredar yang bisa dilakukan oleh
pemerintah adalah sebagai berikut:
(1) Perubahan tingkat bunga fasilitas diskonto
(2) Perubahan rasio cadangan minimum
(3) Perkreditan selektif
(4) Operasi Pasar Terbuka
(5) Pendekatan persuasif
2.3. Hubungan Variabel Dependen dengan Variabel Independen
2.3.1. Hubungan PDRB dengan Deposito Berjangka Rupiah.
Produk Domestik Regioanl Bruto merupakan jumlah nilai barang dan jasa
akhir yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi yang berada di suatu
wilayah atau kabupaten, dengan cara mengurangkan biaya antara dari
38
masing-masing total produksi bruto dari tiap-tiap kegiatan, sub sektor atau
sektor dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Produk domestik
regional bruto disini dengan pendekatan pendapatan perkapita masyarakat.
Simpanan adalah pendapatan yang tidak dikonsumsi. Menurut Keynes,
simpanan (saving) merupakan fungsi dari pendapatan. Simpanan atau saving
terutama ditentukan oleh pendapatan nasional ataupun regional. Tidak semua
pendapatan yang diterima oleh seseorang akan digunakan untuk konsumsi,
melainkan sebagian akan disisihkan sebagai simpanan (saving). Bila tingkat
pendapatan rendah, rumah tangga tidak dapat menabung atau hanya sedikit
menabung, karena harus membelanjakan semua atau sebagian besar
pedapatannya untuk memelihara tingkat kehidupan tertentu atau lebih untuk
konsumsi. Pada tingkat pendapatan lebih tinggi, konsumsi dan tabungan akan
lebih besar. Semakin besar pendapatan, semakin besar pula simpanan yang
dilakukan masyarakat. Begitu juga sebaliknya. Dengan demikian PDRB
berpengaruh terhadap deposito berjangka rupiah.
2.3.2. Hubungan Tingkat Suku Bunga dengan Deposito Berjangka
Rupiah.
Hubungan antara tingkat bunga dengan simpanan bersifat positif. Menurut
Teori Klasik, semakin tinggi tingkat bunga maka makin tinggi pula keinginan
seseorang atau masyarakat untuk menabung uangnya dibank. Artinya, pada
tingkat bunga yang lebih tinggi masyarakat akan lebih terdorong untuk
mengurangi atau mengorbankan pengeluaran konsumsinya guna menambah
39
tabungannya. Semakin besar tingkat bunga akan meningkatkan kesediaan
masyarakat untuk menyimpan dana pada bank, sehingga jumlah simpanan
masyarakat pada bank akan naik.
2.3.3. Hubungan Laju inflasi dengan Deposito Berjangka Rupiah.
Inflasi berpengaruh terhadap simpanan. Dengan adanya inflasi maka
diasumsikan suku bunga akan mengalami kenaikan. Teori Irving Fisher,
Fisher mengatakann bahwa ada kaitan positif antara suku bunga dengan
inflasi. Dengan suku bunga riil yang diperkirakan konstan dalam jangka
panjang dan ekspektasi inflasi yang menyesuaikan diri terhadap laju inflasi
yang berlaku. Dengan r konstan dalam jangka panjang apabila keseluruhan
proses penyesuaian telah terjadi, kenaikan laju inflasi akan tercermin pada
suku bunga nominal. Dengan kata lain suku bunga akan meningkat sebesar
kenaikan inflasi. Kenaikan inflasi yang menyebabkan kenaikan suku bunga
deposito, akan menyebabkan kenaikan permintaan akan simpanan karena
seseorang berasumsi akan memperoleh uang yang lebih banyak dengan
adanya kenaikan tingkat bunga. Dengan demikian maka inflasi mempunyai
pengaruh yang positif terhadap simpanan.
2.4. Hipotesis Penelitian
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :
1. Diduga PDRB berpengaruh positif dan signifikan terhadap permintaan
deposito berjangka rupiah pada bank umum di Yogyakarta.
40
2. Diduga tingkat suku bunga deposito berpengaruh positif dan signifikan
terhadap permintaan deposito berjangka rupiah pada bank umum di
Yogyakarta.
3. Diduga laju inflasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap
permintaan deposito berjangka rupiah pada bank umum di Yogyakarta.
41
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
diperoleh dari lembaga-lembaga atau instansi-instansi antara lain Bank
Indonesia (BI) dan Badan Pusat Statistik (BPS).
Adapun data yang digunakan adalah :
a. Data deposito berjangka rupiah 3 bulanan pada bank umum di
Yogyakarta tahun 1986-2005.
b. Data Produk Domestik Regional Bruto di Yogyakarta tahun 19862005.
c. Data tingkat suku bunga deposito di Yogykarta tahun 1986-2005.
d. Data laju inflasi di Yogyakarta tahun 1986-2005.
3.2. Devinisi Variabel
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini :
3.2.1 Variabel Dependen
Deposito berjangka rupiah (Y)
Deposito berjangka adalah simpanan dari pihak ketiga kepada bank
yang penarikannya hanya dapat dilakukan dalam jangka waktu tertentu
menurut perjanjian antar pihak ketiga dn bank yang bersangkutan. Jangka
42
waktu jatuh tempo dapat dipilih sesuai kebutuhan, yaitu 1 bulan, 3 bulan, 6
bulan, 12 bulan, dan 24 bulan.
Deposito berjangka rupiah pada penelitian ini disajikan dalan jutaan
rupiah pertahun.
3.2.2 Variabel Independen, terdiri dari :
a. Produk Domestik Regional Bruto (X1)
Data Produk Domestik Regional Bruto untuk Daerah Istimewa
Yogyakarta atas dasar harga konstan 2000. Data operasional yang digunakan
dalam penelitian ini diambil dari data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat
Statistik berdasarkan perhitungan tahunan kemudian diolah dan dinyatakan
dalam bentuk satuan juta rupiah.
b. Suku Bunga Deposito berjangka rupiah (X2)
Merupakan tingkat keuntungan minimum yang disyaratkan pemodal
atau tingkat keuntungan yang diharapkan pemodal dari investasi dalam
bentuk simpanan. Tingkat suku bunga yang dimaksud disini adalah rata-rata
tertimbang tingkat bunga deposito dari seluruh simpanan deposito pada
berbagai waktu jatuh tempo yang berlaku di bank umum dalam persen 3
bulan.
c. Laju Inflasi (X3)
Data inflasi yang dipergunakan adalah data laju inflasi tahunan yang
dikeluarkan oleh Biro Pusat Statistik (BPS) berbagai edisi dengan olahan
dengan satuan persen (%).
43
3.3. Metode Analisis Data
3.3.1. Pendekatan Error Correction Model (ECM)
Pendekatan yang digunakan untuk menganalisis hubungan antara
variabel dalam penelitian ini berupa pendekatan teori ekonomi, teori statistik
dan teori ekonometrika dengan lebih menekankan pada pendekatan model
analisis seri waktu (time series analysis). Model umum yang dipakai dalam
penelitian ini adalah regresi linier berganda.
Salah satu prasyarat penting untuk mengaplikasikan model seri waktu
yaitu dipenuhinya asumsi data yang normal atau stabil (stasioner) dari
variabel-variabel pembentuk persamaan regresi. Karena penggunaan data
dalam penelitian ini dimungkinkan adanya data yang tidak stasioner, maka
penelitian ini digunakan teknik kointegrasi ( Cointegration Tecnique ) dan
model koreksi kesalahan atau Error Correction Model ( ECM ).
Digunakan ECM karena mekanisme ECM memiliki keunggulan baik
dari segi nilainya dalam menghasilkan persamaan yang diestimasi dengan
property statistik yang diinginkan maupun dari kemudahan persamaan
tersebut untuk diinterprestasi (Insukindro 1993: 65). Disamping itu ECM
dapat pula dijadikan variabel proksi nalar asa dari model stok penyangga
masa depan dengan cara membentuk estimasi jangka panjang dari ECM,
ECM juga bias menghindari regresi lancung atau regresi semu yang
menghasilkan kesimpulan yang menyesatkan. Proses analisis yang akan
dilakukan terdiri dari analisis deskriptif , uji akar unit (testing for unit root)
dan uji derajat integrasi (testing for degree of integration), uji kointegrasi
44
(Cointegration test), pendekatan ECM (Error Correction Model), analisis
statistik, uji asumsi klasik, serta analisis ekonomi.
3.3.2. Analisa Deskriptif
Analisis Deskriptif merupakan suatu analisis yang memaparkan hasil
secara kualitatif terhadap perkembangan data-data yang ada untuk
memperkuat analisis empiris. Penelitian ini akan membahas perkembangan
variabel dependen permintaan deposito berjangka rupiah, serta variabel
independen yaitu PDRB, suku bunga deposito, inflasi.
3.3.2.1 Uji Akar Unit Dan Uji Derajat Integrasi
Uji akar unit dapat dipandang sebagai uji stasioneritas, karena pada
intinya uji tersebut bentuk mengamati apakah koefisien tertentu dari model
otoregresi yang ditaksir mempunyai nilai satu atau tidak.
Langkah awal yang harus dilakukan pengujian ini adalah menaksir
model otoregresi dari masing-masing variabel yang akan digunakan dalam
penelitian dengan OLS. Ada beberapa prosedur untuk melakukan uji akarakar unit namun yang banyak digunakan adalah uji Dickey- Fuller ( DF ) dan
uji Philips Peron.
Uji ADF adalah uji yang dikembangkan oleh Dickey Fuller untuk
menyempurnakan uji DF yang sudah ada sebelumnya. Dalam prakteknya uji
ADF inilah yang seringkali digunakan untuk mendeteksi apakah data
stasioner atau tidak. Adapun formulasi uji ADF adalah sebagai berikut :
45
k
DYt= ao + a1 +
∑
b1 B1DYt
(3.1)
I =1
k
∑
DYt= co + c1T + C2 BYt +
d1B1DYt
(3.2)
I =1
Notasi :
DYt = Yt – Yt-1
BYt = Yt-1
T
= trend waktu
Yt
= Variabel yang diamati pada waktu t
K
= Besarnya waktu kelambanan yang dihitung dengan rumus
K
= N1/3 dengan N adalah jumlah sampel.
Langkah selanjutnya adalah membandingkan nilai ADF tabel dengan
nilai ADF statistik. Nilai ADF ditunjukkan oleh nilai t pada koefisien regresi
BYt pada persamaan (1) dan (2).
Bila data yang diamati pada uji akar unit ternyata tidak stationer,
maka langkah selanjutnya adalah melakukan uji derajat integrasi. Uji ini
dilakukan untuk mengetahui pada derajat integrasi berapa derajat data yang
diamati stationer. Uji derajat integrasi ini mirip dengan uji akar unit. Untuk
melakukan uji tersebut juga dilakukan penaksiran model otoregresi dengan
OLS.
k
D2Yt =b0 + b1 BDYt +
∑
f1B1D2Yt.
(3.3)
I =1
46
k
D2Yt = d0 + d1T + d2BDYt +
∑
h1B1D2Yt
(3.4)
I =1
Dimana D2Yt = DYt – DYt-1, BDYt = DYt-1
Prosedur untuk menentukan apakah data stasioner atau tidak dengan
cara membandingkan antara nilai ADF dengan nilai kritis distribusi statistik
Mackinon. Jika nilai absolute statistic ADF lebih besar dari nilai kritisnya,
maka data yang diamati menunjukkan stasioner dan jika sebaliknya nilai
absolut statistik ADF lebih kecil dari nilai kritisnya maka data tidak stasioner.
Hal yang krusial dalam uji ADF adalah menentukan
panjangnya
kelambanan.
Selain uji ADF dalam penelitian ini juga menggunakan uji Philips
Peron untuk menentukan akar unit dan derajat integrasi. Uji PP memasukkan
unsur autokorelasi di dalam residual dengan memasukkan variabel
independen berupa kelambanan diferensi. Philips Peron membuat uji akar
unit dengan menggunakan metode statistik non parametik dalam menjelaskan
kelambanan diferensi sebagaimana uji ADF. Adapun uji akar unit dari Philips
Peron sebagai berikut :
DYt = γ Yt-1 + et
(3.5)
DYt = ao + γYt-1 + et
(3.6)
DYt = ao + a2T + γ Yt-1 + et
(3.7)
47
Keterangan :
T adalah trend waktu
Statistik distributif t tidak mengikuti statistic distribusi normal tetapi
mengikuti distribusi PP sedangkan nilai kritisnya digunakan nilai kritis yang
dikemukakan oleh Mackinon. Sebagaimana uji ADF, kita juga harus
menentukan apakah tanpa konstanta dan trend. Berbeda dengan uji ADF,
dalam menentukan panjangnya lag uji PP menggunakan truncation lag q dari
Newey-West. (Widarjono, 2005, 361-362)
3.3.2.2. Uji Kointegrasi
Untuk dapat melakukan uji kointegrasi harus diyakini terlebih dahulu
bahwa variabel-variabel terkait dalam pendekatan ini memiliki derajat
integrasi yang sama atau tidak (Insukindro, 1993:132). Berkaitan dengan itu,
uji akar-akar unit dan uji derajat integrasi perlu dilakukan terlebih dahulu.
Untuk mendapatkan gambaran mengenai pendekatan kointegrasi,
anggaplah memiliki satu himpunan variabel runtun waktu X. Komponen X
dikatakan berkointegrasi pada derajat d, h atau ditulis ~ (d,h) bila (Sriyana
Jaka, 2003) :
1.
Setiap komponen dari X berkointegrasi pada derajat d atau I (d)
2.
Terdapat suatu vector α yang tidak sama dengan nol (α ≠ 0),
sehingga
Zt = α1 X~1(d,b), dimana b:0 dan α adalah vektor
kointegrasi.
48
Implikasi penting dari ilustrasi dan definisi diatas adalah bahwa jika
dua variabel atau lebih mempunyai derajat integrasi yang berbeda, katakanlah
X = I (1) dan Y = I (2), maka kedua variabel tersebut tidak dapat
berkointegrasi. (Insukindro, 1993:132)
Uji ini dilakukan setelah uji stationeritas melalui uji akar-akar unit
dan derajat integrasi terpenuhi. Digunakan untuk mengetahui kemungkinan
terjadinya keseimbangan atau kestabilan jangka panjang diantara variabelvariabel yang diamati. Setelah prasarat dari uji kointegrasi dilakukan, maka
dapat diketahui data yang diamati tersebut stasioner pada derajat keberapa.
Hal ini perlu diketengahkan mengingat adanya syarat dari uji kointegrasi
yaitu bahwa dalam melakukan uji kointegrasi data yang digunakan harus
berintegrasi pada derajat yang sama.
Selanjutnya bersamaan dengan uji kointegrasi, Engle dan Granger
(1987:265-270)
berpendapat
bahwa
dari
tujuh
uji
statistik
yang
diketengahkan untuk menguji hipotesa nol tidak adanya kointegrasi, ternyata
uji CRDW (Cointegration-Regression Durbin-Watson), DF (Dickey-Fuller),
dan ADF (Augmented Dickey-Fuller) merupakan uji statistik yang paling
disukai. Oleh karena itu dalam penelitian ini menggunakan uji CRDW.
Untuk menghitung statistic CRDW, DF, dan ADF ditaksir dengan
regresi kointegrasi berikut ini dengan metode kuadrat terkecil (ordinary least
squares =OLS). (Insukindro,1993:132)
Yt = mo + m1X1t+m2X2t+Et
(3.8)
49
Dimana :
Y
= Variabel tak bebas
X1, X2
= Variabel bebas
E
= Nilai residual
Kemudian regresi berikut ini ditaksir dengan OLS :
DEt = p1 Et-1
(3.9)
p −1
DEt = q1 Et-1 +
∑
w1 DEt-1
(3.10)
i =1
Dimana :
DEt = Et – Et-1
Nilai statistic CRDW ditunjukan oleh nilai statistic DW (DurbinWatson) pada regresi persamaan (3.8) dan nilai statistic DF dan ADF
ditunjukan oleh nisbah pada koefisien Et-1 pada persamaan (3.9) dan (3.10).
Nilai kritis untuk ketiga uji tersebut dapat dilihat pada Engle dan yoo (1987).
Tabel 3.1 Nilai CRDW / DW Stat Untuk Uji Kointegrasi
Jumlah
Tingkat Signifikansi
Sampel
1%
5%
10%
50
1.00
0.78
0.69
100
0.51
0.39
0.32
200
0.29
0.20
0.16
Sumber : Engle dan Yoo (1987,158)
50
Tabel 3.2 Nilai DF Untuk Uji Kointegrasi
Jumlah
Jumlah
Variabel
Data (N)
1%
5%
10%
2
50
4.32
3.67
3.28
100
4.07
3.37
3.03
200
4.00
3.37
3.02
50
4.84
4.11
3.73
100
4.45
3.93
3.59
200
4.35
3.78
3.47
50
4.49
4.38
4.02
100
4.75
4.22
3.89
200
4.70
4.18
3.89
50
5.41
4.76
4.42
100
5.18
4.58
4.26
200
5.02
4.48
4.18
3
4
5
Tingkat Signifikansi
Sumber : Engle dan Yoo (1987,157)
Tabel 3.3 Nilai ADF Untuk Uji Kointegrasi
Jumlah
Jumlah
Variabel
Data (N)
1%
5%
10%
2
50
4.12
3.29
2.90
100
3.73
3.17
2.91
200
3.78
3.25
2.98
50
4.45
3.75
3.36
100
4.22
3.62
3.32
200
4.34
3.78
3.51
3
Tingkat Signifikansi
51
4
5
50
4.61
3.98
3.67
100
4.61
4.02
3.71
200
4.72
4.13
3.83
50
4.80
4.15
3.85
100
4.98
4.36
4.06
200
4.97
4.43
4.14
Sebagaimana telah disinggung diatas, tujuan utama dari uji
kointegrasi adalah untuk mengkaji apakah residual regresi kointegrasi
stasioner atau tidak. Pengujian ini sangat penting bila ingin dikembangkan
suatu model dinamis, khususnya model koreksi kesalahan (error correction
model = ECM), yang mencangkup variabel-variabel kunci pada regresi
kointegrasi terkait.
Pada prinsipnya, model koreksi kesalahan terdapat keseimbangan
yang tetap dalam jangka panjang antara variabel-variabel ekonomi. Bila
dalam jangka pendek terdapat ketidakseimbangan dalam satu periode, maka
model koreksi kesalahan akan mengoreksinya pada periode berikutnya (Engle
dan Granger, 1987:254). Mekanisme koreksi kesalahan ini dapat diartikan
sebagai penyelaras perilaku jangka pendek dan jangka panjang. Dengan
mekanisme ini pula, masalah regresi semrawut dapat dihindarkan melalui
penggunaan variabel perbedaan yang tetap di dalam model, namun tanpa
menghilangkan informasi jangka panjang yang diakibatkan oleh penggunaan
data perbedaan semata. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa model
52
koreksi kesalahan konsisten dengan konsep kointegrasi atau dikenal dengan
Granger Representation Theorem. (Sriyana, Jaka, 2003)
3.3.3 Analisa Statistik
Hubungan permintaan deposito berjangka rupiah dengan faktor-faktor
yang mempengaruhi dapat diformulasikan sebagai berikut :
Y = f(X1, X2, X3, X4)
Dalam bentuk persamaan adalah sebagai berikut :
DYt = β0 + β1 DX1t - β2 X2t + β3 DX3t + β4 + β5 ECT
Dimana :
DYt
= Deposito berjangka rupiah pada periode t
β4
= Konstanta
DX1
= Produk Domestik regional Bruto periode t
DX2
= Suku bunga deposito periode t
DX3
= Laju inflasi pada periode t
ECT
= RESID (-1)
β1, β2, β3, β4
= Koefisien regresi dari masing-masing variabel
β5
= Koefisien ECT (error correction term)
3.3.3.1 Uji t (uji signifikansi secara individu)
Uji t statistik melihat hubungan atau pengaruh antara variabel
independen secara individual terhadap variabel dependen.
53
1. Hipotesis yang digunakan :
a. Jika Hipotesis positif
Ho : βi ≤ 0
Ha : βi > 0
b. Jika Hipotesis negatif
Ho : βi ≥ 0
Ha : βi < 0
2. Pengujian satu sisi
Jika t-hitung < t-tabel, maka Ho diterima dan Ha ditolak artinya
variabel independen tidak mempengaruhi variabel dependen secara
sigifikan.
Jika t-hitung > t-tabel maka Ho ditolak dan Ha diterima artinya
variabel independen mempengaruhi variabel dependen secara
signifikan.
3.3.3.2 Uji F (uji secara bersama-sama)
Pengujian ini akan memperlihatkan hubungan atau pengaruh antara
variabel independen secara bersama-sama terhadap variabel dependen, yaitu
dengan cara sebagai berikut :
Ho : βi = 0, maka variabel independen secara bersama-sama tidak
mempengaruhi variabel dependen.
Ha : βi ≠ 0, maka variabel independen secara bersama-sama mempengaruhi
variabel dependen.
54
Hasil pengujian adalah :
Ho diterima ( tidak signifikan ) jika F hitung < F tabel (df = n – k)
Ho ditolak ( signifikan ) jika F hitung > F tabel (df = n – k)
Dimana :
K : Jumlah variabel
N : Jumlah pengamatan
3.3.3.3 Koefisien determinasi (R2)
R2 menjelaskan seberapa besar persentasi total variasi variabel
dependen yang dijelaskan oleh model, semakin besar R2 semakin besar
pengaruh model dalam menjelaskan variabel dependen.
Nilai R2 berkisar antara 0 sampai 1 , suatu R2 sebesar 1 berarti ada
kecocokan sempurna, sedangkan yang bernilai 0 berarti tidak ada hubungan
antara variabel tak bebas dengan variabel yang menjelaskan.
3.3.4 Pengujian Asumsi Klasik
Sebelum dilakukan regresi, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi
klasik untuk melihat
apakah data terbebas dari maslah multikolinieritas,
heteroskedastisitas, dan autokorelasi. Uji asumsi klasik penting dilakukan
untuk menghasilkan estimator
yang linier tidak bias dengan varian yang
minimum (Best Linier Unbiased Estimator = BLUE), yang berarti model
regresi tidak mengandung masalah.
55
3.3.4.1 Uji Korelasi Parsial Antar Variabel Independen
Salah satu untuk mendeteksi multikolinieritas adalah dengan menguji
koefisien korelasi (r) antar variabel independen. Sebagai aturan main yang
kasar (rule of thumb), jika koefisien korelasi cukup tinggi katakanlah diatas
0,85 maka diduga ada multikolinieritas dalam model. Sebaliknya jika
koefisien korelasi relative rendah (0,85) maka diduga model tidak
mengandung unsur multikolinieritas. (Widarjono, 2005, 135)
Tanpa adanya perbaikan multikolinieritas tetap menghasilkan
estimator yang BLUE karena masalah estimator yang BLUE tidak
memerlukan asumsi tidak adanya korelasi antar variabel independen.
Multikolinieritas hanya menyebabkan kita kesulitan memperoleh estimator
dengan standard error yang kecil. (Widarjono, 2005, 139)
3.3.4.2 Uji Heterosledastisitas (Metode White)
Heteroskedastisitas adalah keadaan dimana faktor gangguan tidak
memiliki varian
yang sama. Pengujian terhadap gejala heteroskedastisitas
dapat dilakukan dengan melakukan White Test, yaitu dengan cara meregresi
residual kuadrat
( Ui2 ) dengan variabel bebas, variabel bebas kuadrat dan
perkalian variabel bebas.
Pedoman dalam penggunaan model white test adalah jika nilai ChiSquare hitung
(n. R2) lebih besar dari nilai X2 kritis dengan derajat
kepercayaan tertentu (α) maka
ada heterokedasitisitas dan sebaliknya jika
56
Chi-Square hitung lebih kecil dari nilai X2 menunjukan tidak adanya
heterokedasitisitas.
3.3.4.3. Autokorelasi (metode Lagrange Multipier)
Ho : tidak ada autokorelasi
Ha : ada autokorelasi
Dengan tingkat signifikan (α) sebesar 5% dan menggunakan distribusi
χ2, maka :
Jika χ2 hitung < χ2 kritis, berarti Ho diterima
Jika χ2 hitung > χ2 kritis, berarti Ho ditolak
Atau dengan cara lain untuk mendeteksi adanya autokorelasi dalam
model bisa dilakukan menggunakan uji Durbin-Watson (DW), yaitu dengan
cara membandingkan antara DW statistik ( d ) dengan dL dan dU, jika DW
statistik berada diantara dU dan 4- dU maka tidak ada autokorelasi.
Autokorelasi
ragu-ragu
tidak ada autokorelasi
ragu-ragu
Positif
0
autokorelasi
negatif
dl
du
2
4-du
4-dl
4
Gambar 3.1. Statistik Durbin-Watson d
Penentuan ada tidaknya autokorelasi dapat dilihat dengan jelas dalam
Tabel 3.4. berikut ini :
57
Tabel 3.4. Uji Statistik Durbin-Watson
Nilai Statistik
Hasil
0<d<dl
Menolak hipotesa nul; ada autokorelasi positif
dl≤d≤du
Daerah keragu-raguan; tidak ada keputusan
Menerima hipotesa nul; tidak ada autokorelasi
du≤d≤4-du
positif / negatif
4-du≤d≤4-dl
Daerah keragu-raguan; tidak ada keputusan
Menolak
4-dl≤d≤4
hipotesa
nul;
ada
autokorelasi
negative
58
BAB IV
HASIL DAN ANALISIS
4.1. Deskripsi Data Penelitian
Semua data yang digunakan dalam analisis ini merupakan data
sekunder deret waktu (time series) yang berbentuk annual mulai tahun 19862005. Penelitian mengenai permintaan deposito berjangka rupiah disini
menggunakan data deposito berjangka rupiah pada bank umum di Yogyakarta
sebagai variabel dependen (variabel tidak bebas). Sedangkan variabel
independen terdiri dari Produk Domestik Regional Bruto, Suku Bunga
Deposito, Laju Inflasi.
Tabel 4.1
Data Observasi
obs
Y
X1
X2
X3
1986
78678
7470269
11.44
4.31
1987
117008
7774144
8.61
8.83
1988
150052
8238398
8.85
8.9
1989
209874
8758936
16.49
4.43
1990
349700
9159241
18.54
5.21
1991
382541
9634857
9.65
10.73
1992
374089 10303121
7.37
8.38
1993
403009 10901831
7.62
4.78
1994
508022 11699390
4.12
10.01
1995
597448 12955802
7.45
8.55
59
1996
799037 13958968
5.22
10.91
1997
1477973 14449327
17.1
12.72
1998
3140804 12833873
25.29
7.46
1999
2694307 12960802
9.24
2.51
2000
2398917 13480000
3.88
7.32
2001
2911316 14056000
11.48
12.56
2002
2978601 14689000
12.35
12.01
2003
2765099 15360000
8.5
5.36
2004
2656517 16149000
6.52
6.95
2005
3907451 16898000
9.9
14.98
Sumber : Bank Indonesia dan Badan Pusat Statistik, berbagai tahun
penerbit.
Keterangan
:
Y
= Deposito Berjangka Rupiah 3 bulanan pada bank umum (Juta Rp)
X1
= Produk Domestik Regional Bruto Perkapita (Juta Rp)
X2
= Suku Bunga Deposito Rupiah 3 bulanan (%)
X3
= Laju Inflasi (%)
Keseluruhan dari data yang digunakan sebagai bahan penelitian
diperoleh dari kantor Badan Pusat Statistik (BPS) dan Bank Indonesia (BI).
Data mengenai Deposito Berjangka Rupiah, Suku Bunga Deposito, Laju
Inflasi, diperoleh dari statistik ekonomi keuangan Daerah dan laporan
tahunan BI dari baerbagai tahun terbitan. Sedangkan untuk data PDRB
diperoleh dari Statistik Indonesia dari berbagai edisi terbitan.
Sebagaimana telah dijelaskan pada bab sebelumnya yaitu bahwa
model yang digunakan sebagai alat analisis adalah model Error Correction
60
Model (ECM). Model ECM digunakan untuk menguji spesifikasi model dan
kesesuaian teori dengan kenyataan. Pengujian ini dilakukan dengan program
komputer Econometric E-Views (eviews). Pembahasan dilakukan dengan
analisis secara ekonometrik.
4.2 Hasil dan Analisis
4.2.1. Uji Akar-akar Unit dan Uji Integrasi
Tahap pertama dilakukan uji akar-akar unit untuk mengetahui pada
derajat ke berapa data yang digunakan stasioner. Uji akar-akar unit dilakukan
untuk mengetahui apakah koefisien tertentu adalah satu (mempunyai akar
unit). Penelitian ini menggunakan uji akar-akar unit yang dikembangkan oleh
Philips Perron. Uji akar unit dilakukan dengan memasukkan konstanta dan
trend untuk metode Philips Perron.
Untuk uji akar-akar unit dan derajat integrasi, apabila nilai hitung PP
lebih kecil daripada nilai kritis mutlak (pada α = 10% ), maka variabel
tersebut tidak stasioner, sebaliknya jika nilai hitung mutlak PP lebih besar
daripada nilai kritis mutlak (pada α = 10% ), maka variabel tersebut stasioner.
Hasil dari pengujian akar-akar unit ini dapat dilihat pada tabel 4.2
berikut ini :
61
Tabel 4.2
Hasil Estimasi Akar-akar Unit pada Ordo Nol
Nilai kritis
Nilai hitung t-
Mackinon
statistik
α = 10%
PP
PP
Y
-2.128931
-3.277364
X1
-1.935402
-3.277364
X2
-2.951388
-3.277364
X3
-4.961697
-3.277364
Variabel
Sumber : Hasil Eviews
Dari tabel diatas diketahui bahwa nilai hitung mutlak PP masingmasing variabel dengan derajat keyakinan 10% hanya ada satu variabel yang
stasioner, yaitu variabel laju inflasi (X3) pada ordonol. Karena itu perlu
dilanjutkan dengan uji derajat integrasi pertama.
Hasil dari pengujian akar-akar unit pada derajat integrasi pertama
dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut ini :
62
Tabel 4.3
Hasil Estimasi Uji Derajat Integrasi Pertama
dengan Nilai Kritis MacKinnon 10%
Nilai kritis
Nilai hitung t-
Mackinon
statistik
α = 10%
PP
PP
Y
-3.707698
-3.286909
X1
-2.889363
-3.286909
X2
-6.775830
-3.286909
X3
-4.452218
-3.286909
Variabel
Sumber : Hasil Eviews
Dari tabel diatas diketahui bahwa nilai hitung mutlak PP masingmasing variabel dengan derajat keyakinan 10% sudah stasioner pada integrasi
pertama, namun masih ada satu variable, yaitu variable PDRB yang masih
belum stasioner pada derajat integrasi pertama, karena itu perlu dilanjutkan
dengan uji derajat integrasi kedua.
Hasil dari pengujian derajat integrasi kedua dapat dilihat pada tabel
4.4 berikut ini :
63
Tabel 4.4
Hasil Estimasi Uji Derajat Integrasi Kedua
dengan Nilai Kritis MacKinnon 10%
Nilai kritis
Nilai hitung t-
Mackinon
statistik
α = 10%
Variabel
PP
PP
Y
-7.210287
-3.297799
X1
-6.254901
-3.297799
X2
-8.176770
-3.297799
X3
-6.364384
-3.297799
Sumber : Hasil Eviews
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa nilai uji Philips Perron nilai PP
statistiknya lebih besar daripada nilai PP kritisnya pada masing-masing
variable, yang berarti data ini telah stasioner pada differensi kedua dan bisa
untuk dilanjutkan ke uji kointegrasi.
4.2.2. Uji Kointegrasi
Uji Kointegrasi merupakan kelanjutan dari uji akar-akar unit dan uji
derajat integrasi. Uji kointegrasi dapat dipandang sebagai uji keberadaan
hubungan jangka panjang, seperti yang dikehendaki oleh teori ekonomi.
Tujuan utama uji kointegrasi ini adalah untuk mengetahui apakah residual
regresi terkointegrasi stasioner atau tidak. Apabila variabel terkointegrasi
64
maka terdapat hubungan yang stabil dalam jangka panjang. Dan sebaliknya
jika tidak terdapat kointegrasi antar variabel maka implikasi tidak adanya
keterkaitan hubungan dalam jangka panjang. Berikut ini hasil uji kointegrasi
CRDW :
Tabel 4.5
Nilai Regresi Uji Kointegrasi
Persamaan Kointegrasi
CRDW Hitung
CRDW Tabel
α : 10%
Y=f(X1, X2, X3,X4)
0,771083
0,69
Sumber : hasil Eviews
Dari hasil estimasi diatas dapat dilihat bahwa nilai CRDW hitung
sebesar 0,771083 sedangkan nilai kritis CRDW pada derajat kepercayaan
sebesar 10% yaitu 0,69 Karena nilai CRDW hitung lebih besar dari CRDW
table maka hal ini mengindikasikan bahwa adanya kointegrasi data.
4.2.3. Pendekatan Error Correction Model (ECM)
Model Koreksi Kesalahan (Error Correction Model) merupakan
metode pengujian yang dapat digunakan untuk mencari model keseimbangan
dalam jangka panjang. Untuk menyatakan apakah model ECM yang
digunakan sahih atau tidak maka koefisien Error Corection Term (ECT)
harus signifikan. Jika koefisien ini tidak signifikan maka model tersebut tidak
cocok dan perlu dilakukan perubahan spesifikasi lebih lanjut. (Insukindro,
65
1993, 12-16) Berikut merupakan model ECM yang digunakan pada penelitian
ini :
DYt = β0 + β1 DX1t - β2 X2t + β3 DX3t + β4 + β5 ECT
Notasi
:
DY
= Y-Yt-1
DX1
= X1-X1t-1
DX2
= X2-X2t-1
DX3
= X3-X3t-1
ECT
=RESID(-1)
β1, β2, β3, β4
= Koefisien regresi ECM jangka pendek
β5
= Koefisien ECT (error correction term)
Hasil pengolahan data yang dilakukan dengan menggunakan program
komputer EViews, dengan model regresi linier ECM ditampilkan sebagai
berikut :
66
Tabel 4.6
Hasil Estimasi Model Dinamis ECM
Dependent Variable: D(Y)
Method: Least Squares
Date: 01/28/08 Time: 20:08
Sample(adjusted): 1987 2005
Included observations: 19 after adjusting endpoints
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
C
385188.5
81342.93
4.735366
D(X1)
-0.439661
0.115763 -3.797930
D(X2)
35589.60
9986.634
3.563723
D(X3)
30578.06
14977.20
2.041640
ECT
-0.691576
0.295668 -2.339027
R-squared
0.813505 Mean dependent var
Adjusted R-squared
0.760221 S.D. dependent var
S.E. of regression
250687.2 Akaike info criterion
Sum squared resid
8.80E+11 Schwarz criterion
Log likelihood
-260.2660 F-statistic
Durbin-Watson stat
1.090860 Prob(F-statistic)
Prob.
0.0003
0.0020
0.0031
0.0605
0.0347
201514.4
511949.0
27.92273
28.17127
15.26729
0.000053
Sumber : Hasil Eviews
Dari estimasi model dinamis ECM dapat diperoleh fungsi regresi OLS
sebagai berikut :
D(Y) = 385188.5 + -0.439661 DX1 + 35589.60 DX2 + 30578.06 DX3 0.691576 ECT
Berdasarkan hasil estimasi model dinamis ECM diatas, maka dapat
dilihat pada variabel Error Correction Term (ECT) nya signifikan pada
tingkat signifikansi 5% dan mempunyai tanda negatif. Maka spesifikasi
model sudah sahih dan dapat menjelaskan variasi pada variabel tak bebas.
(Insukindro, 1993, 2)
Untuk mengetahui apakah hasil estimasi dapat dipercaya maka
dilakukan pengujian lebih lanjut yaitu berupa uji ekonometri. Uji tersebut
67
dimaksudkan untuk mengetahui apakah penafsiran-penafsiran terhadap
parameter sudah bermakna secara teoritis dan nyata secara statistic.
4.2.4. Analisis Statistik Jangka Pendek
Untuk mengetahui lebih lanjut tingkat signifikansi model ECM
tersebut, maka akan dilakukan pengujian lebih lanjut yaitu pengujian
variabel-variabel tersebut secara individual (uji t), dan pengujian keoefisien
determinasi (R2) dari hasil perhitungan yang telah dilakukan sebelumnya.
4.2.4.1. Uji Secara Individual (Uji t)
Pengujian secara individual ini dimaksudkan untuk mengetahui
apakah masing-masing variabel independen berpengaruh secara signifikan
terhadap variabel independen. Uji ini dilakukan dengan melihat besarnya t
hitung atau dengan melihat tingkat probabilitasnya, (Abdul Hakim, 2000,
101)
Jika t hitung > t tabel, maka variabel bebas tersebut berpengaruh
terhadap variabel tak bebas secara individu. Dengan menggunakan derajat
kepercayaan 5% maka jika nilai probabilitasnya < 0,05 , berarti variabel
tersebut signifikan pada taraf signifikan 5%.
Kriteria Pengujian :
ƒ Uji hipotesis positif satu sisi :
Ho : βi ≤ 0, artinya independen variabel secara individu tidak berpengaruh
positif terhadap variabel dependen.
68
Ha: βi > 0, artinya independen variabel secara individu berpengaruh
positif terhadap variabel dependen.
ƒ Uji hipotesis negatif satu sisi :
Ho : βi ≥ 0, artinya independen variabel secara individu tidak berpengaruh
negatif terhadap variabel dependen.
Ha: βi<0, artinya independen variabel secara individu berpengaruh negatif
terhadap variabel dependen.
Dari hasil pengujian data dengan Eviews diperoleh nilai t hitung
masing-masing variabel dan probabilitasnya sebagai berikut :
Tabel 4.7
Hasil Uji t Jangka Pendek
Variabel
t-hitung
t-tabel*
Probabilitas
DX1
-3.797930
1,746
0.0020
DX2
3.563723
1,746
0.0031
DX3
2.339027
1,746
0.0605
ECT
-2.339027
1,746
0.0347
Sumber : Hasil Eviews
Signifikan pada α = 5%
t-tabel
= t α df (n-k)
= t (α = 5% ; 16)
= 1,746
69
Dari hasil perhitungan dengan program EViews, dapat disimpulkan
hasil pengujian secara individu adalah sebagai berikut :
4.2.4.1.1. Uji t terhadap Parameter β1 (DX1)
Ho : β1 ≤ 0, artinya variabel PDRB tidak berpengaruh positif terhadap
variabel deposito berjangka rupiah
Ha : β1 > 0, artinya variabel PDRB berpengaruh positif terhadap variabel
deposito berjangka rupiah
t hitung = -3.797930
t tabel
= 5%, 16
= 1,746
Hasil perhitungan Æ t hitung > t tabel
Kesimpulannya : Tolak Ho dan Terima Ha artinya variabel PDRB
berpengaruh dan berhubungan negatif terhadap variabel deposito berjangka
rupiah.
4.2.4.1.2. Uji t terhadap parameter β2 (DX2)
Ho : β2 ≤ 0 , artinya variabel suku bunga deposito tidak berpengaruh
positif terhdap variabel deposito berjangka rupiah.
Ha : β2 < 0 , artinya variabel suku bunga deposito berpengaruh positif
terhadap variabel deposito berjangka rupiah.
70
t hitung = 3.563723
t tabel
= 5%, 16
= 1,746
Hasil perhitungan Æ t hitung > t tabel
Kesimpulannya : Tolak Ho dan Terima Ha artinya variabel suku bunga
deposito berpengaruh dan berhubungan positif terhadap variabel deposito
berjangka rupiah.
4.2.4.1.3. Uji t terhadap parameter β3 (DX3)
Ho : β3 ≤ 0, artinya variabel laju inflasi tidak berpengaruh positif terhadap
variabel deposito berjangka rupiah.
Ha : β3 > 0, artinya variable laju inflasi berpengaruh positif terhadap
variabel deposito berjangka rupiah
t hitung = 2.339027
t tabel
= 5%, 16
= 1,746
Hasil perhitungan Æ t hitung < t tabel
Kesimpulannya : Tolak Ho dan terima Ha artinya variabel laju inflasi
berpengaruh dan berhubungan positif terhadap variabel deposito berjangka
rupiah.
71
4.2.4.2. Uji Secara Serempak (Uji F)
Uji F-statistik dilakukan untuk mengetahui apakah variabel bebas (X)
secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel tidak bebas. Pengujian
ini dilakukan dengan membandingkan nilai F-hitung dengan nilai F-tabel
pada derajat kebebasan (k-1, n-k-1) dan tingkat signifikansi (α) 5%. Jika nilai
F-hitung lebih besar dari nilai F tabel maka Ho ditolak dan Ha diterima.
Artinya variabel bebas secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap
variabel tidak bebas dan jika F-hitung lebih kecil dari nilai F-tabel maka Ho
diterima dan Ha ditolak. Artinya variabel bebas secara bersama-sama tidak
berpengaruh signifikan terhadap variabel tidak bebas.
Nilai F-tabel dengan derajat kebebasan (3,16) dan α 5% adalah 3.24.
Dari hasil regresi diketahui bahwa nilai F-hitung adalah 15.26729. Dengan
demikian F-hitung lebih besar dari nilai F-tabel, artinya secara bersama-sama
variabel Produk Domestik Regional Bruto (X1), Suku Bunga Deposito
(X2),dan Laju Inflasi (X3), berpengaruh signifikan terhadap Deposito
Berjangka Rupiah.
4.2.4.3. Koefisien Determinasi (R2)
Nilai R2 (koefisien determinasi) dilakukan untuk melihat seberapa
besar variabel independen berpengaruh terhadap variabel dependen. Nilai R2
berkisar antara 0 - 1. Nilai R2 makin mendekati 0 maka pengaruh semua
variabel independen terhadap variabel dependen makin kecil Dan sebaliknya
72
nilai R2 makin mendekati 1 maka pengaruh semua variabel independen
terhadap variabel dependen makin besar.
Dari hasil regresi diketahui bahwa nilai R2 adalah 0.813505, yang
berarti variasi variabel produk domestik regional bruto (X1), suku bunga
deposito (X2), laju inflasi (X3), mempengaruhi variabel deposito berjangka
rupiah sebesar 81.3505%. Sedangkan sisanya (18.6495%) dijelaskan oleh
variabel lain yang tidak dianalisis dalam model regresi ini.
4.2.4.4. Pengujian Asumsi Klasik
Pengujian
ini
dimaksudkan
untuk
mendeteksi
ada
tidaknya
multikolinieritas, heteroskedastisitas, dan autokorelasi dalam hasil estimasi,
karena apabila terjadi penyimpangan terhadap asumsi klasik tersebut. Uji t
dan uji F yang dilakukan menjadi tidak falid dan secara statistik dapat
mengacaukan kesimpulan yang diperoleh.
Dengan kata lain, apakah hasil-hasil regresi telah memenuhi kaidah
Best Linier Unbiased Estimator (BLUE) sehingga tidak ada gangguan serius
terhadap asumsi klasik dalam metode kuadrat terkecil tunggal (OLS) yaitu
masalah multikolinieritas, heteroskedastisitas, dan autokorelasi.
4.2.4.4.1. Uji Multikolinieritas Jangka Pendek
Uji multikolinearitas dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya
hubungan yang signifikan diantara variabel bebas. Deteksi adanya
multikolinearitas dilakukan dengan menggunakan uji korelasi parsial antar
73
variabel independent. Dengan melihat nilai koefisien korelasi (r) antar
variabel independen, dapat diputuskan apakah data terkena multikolinearitas
atau tidak menguji koefisien korelasi (r) antar variabel independen. Hasil
pengujian multikolinearitas menggunakan uji korelasi (r) dapat dilihat
sebagai berikut:
Tabel 4.8
Hasil Uji Multikolinieritas Jangka Pendek
D(X1)
D(X2)
D(X3)
D(X1)
1
-0.15795
0.326186
D(X2)
-0.15795
1
0.006939
D(X3)
0.326186
0.006939
1
Dari tabel hasil analisis uji multikolinieritas di atas terlihat bahwa
koefisiensi korelasi di bawah 0.85, sehinnga dapat disimpulkan bahwa tidak
ada masalah multikolinieritas dalam model analisis regresi.
4.2.4.4.2. Uji Heteroskedastisitas Jangka Pendek
Uji heteroskedasitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model
regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke
pengamatan yang lain. Jika varian residual satu pengamatan ke pengamatan
yang lain tetap, maka disebut homokesdasitas dan jika berbeda disebut
heteroskedasitas.
Metode yang digunakan untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas
pada penelitian ini adalah pengujian White. Pengujian heteroskedastisitas
74
dilakukan dengan bantuan program komputer Eviews 4.1, dan diperoleh hasil
regresi seperti pada tabel berikut ini:
Tabel 4.9
Hasil Uji Heteroskedastisitas Jangka Pendek
White Heteroskedasticity Test:
F-statistic
2.010583
Obs*R-squared
11.71603
Probability
Probability
0.148997
0.164331
Test Equation:
Dependent Variable: RESID^2
Method: Least Squares
Date: 01/31/08 Time: 04:12
Sample: 1987 2005
Included observations: 19
Variable
Coefficient
C
-4.15E+09
D(X1)
7398.465
(D(X1))^2
-0.005330
D(X2)
5.69E+09
(D(X2))^2
73357501
D(X3)
7.06E+09
(D(X3))^2
4.08E+09
ECM
-30546.37
ECM^2
-0.080276
R-squared
0.616633
Adjusted R-squared
0.309939
S.E. of regression
9.57E+10
Sum squared resid
9.16E+22
Log likelihood
-501.2723
Durbin-Watson stat
2.174266
Std. Error
t-Statistic
7.35E+10 -0.056512
56704.59
0.130474
0.061735 -0.086330
4.08E+09
1.396135
4.66E+08
0.157293
6.72E+09
1.050472
1.51E+09
2.710911
48271.02 -0.632810
0.086849 -0.924318
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
F-statistic
Prob(F-statistic)
Prob.
0.9560
0.8988
0.9329
0.1929
0.8781
0.3182
0.0219
0.5411
0.3771
4.82E+10
1.15E+11
53.71287
54.16023
2.010583
0.148997
Sumber : Hasil Eviews
Dari tabel 4.9 diketahui bahwa koefisien determinasi (R2) sebesar
0.616633. Nilai Chi-squares hitung sebesar 11.71603 yang diperoleh dari
informasi Obs*R-squared, sedangkan nilai kritis Chi-squares (χ2) pada α =
5% dengan df sebesar 8 adalah 15.5073. Karena nilai Chi-squares hitung (χ2)
lebih kecil dari nilai kritis Chi-squares (χ2) maka dapat disimpulkan tidak ada
masalah heteroskedastisitas.
75
Model mengandung heteroskedastisitas juga bisa dilihat dari nilai
probabilitas Chi-Squares sebesar 0.164331 yang lebih besar dari nilai α
(alpha) sebesar 0,05. Berarti Ho diterima dan kesimpulannya tidak ada
heteroskedastisitas.
4.2.4.4.3 Uji Autikorelasi Jangka Pendek
Untuk mendeteksi masalah autokorelasi digunakan Uji LM Test. Uji
ini sangat berguna untuk mengidentifikasi masalah autokorelasi tidak hanya
pada derajat pertama (first order) tetapi juga digunakan pada tingkat derajat.
Jika hasil uji LM berada pada hipotesa nol (Ho) yaitu nilai chi squares hitung
(χ2) < dari pada nilai kritis chi squares (χ2), maka model estimasi tidak
terdapat autokorelasi, begitu pula sebaliknya jika berada pada hipotesa
alternatif (Ha) yaitu nilai chi squares hitung (χ2) > dari pada nilai kritis chi
squares (χ2), maka terdapat auto korelasi.
Tabel 4.9
Uji Autokorelasi
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:
F-statistic
0.239888 Probability
Obs*R-squared
0.676252 Probability
Test Equation:
Dependent Variable: RESID
Method: Least Squares
Date: 02/01/08 Time: 10:11
Presample missing value lagged residuals set to zero.
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
C
773.6924
101765.1
0.007603
D(X1)
0.024708
0.162191
0.152338
D(X2)
-827.0130
12919.57 -0.064012
D(X3)
-3356.745
21753.12 -0.154311
RESID(-1)
0.101963
0.488420
0.208762
0.790123
0.713105
Prob.
0.9940
0.8813
0.9499
0.8797
0.8379
76
RESID(-2)
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
Durbin-Watson stat
0.226392
0.035592
-0.335334
301290.6
1.18E+12
-263.0555
1.477618
0.555413
0.407611
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.6902
7.35E-11
260729.8
28.32163
28.61987
0.095955
0.991252
Sumber : Hasil Eviews
Dari hasil regresi diatas dapat dilihat Nilai koefisiensi determinasinya
(R2) sebesar 0.0335334. Nilai Chi Squared (χ2),sebesar 0.676252. Sedangkan
nilai kritis (χ2), pada α=10% dengan df sebesar 3 adalah 6.25139 . Karena
nilai chi squares hitung (χ2) < dari pada nilai kritis chi squares (χ2), maka
dapat disimpulkan model tidak mengandung masalah autokorelasi.
4.2.5. Analisis Statistik Jangka Panjang
Tabel 4.11
Hasil Analisis Regresi
Dependent Variable: Y
Method: Least Squares
Date: 01/31/08 Time: 09:04
Sample: 1986 2005
Included observations: 20
Variable
Coefficient
C
-3842648.
X1
0.407135
X2
60713.71
X3
-32296.19
R-squared
0.766682
Adjusted R-squared
0.722935
S.E. of regression
688753.8
Sum squared resid
7.59E+12
Log likelihood
-295.0001
Durbin-Watson stat
0.771083
Std. Error
t-Statistic
795472.2 -4.830650
0.060410
6.739488
29949.25
2.027220
52238.53 -0.618245
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
F-statistic
Prob(F-statistic)
Prob.
0.0002
0.0000
0.0596
0.5451
1445022.
1308497.
29.90001
30.09916
17.52529
0.000026
Sumber : Hasil Eviews
77
4.2.5.1. Uji Secara Individual (Uji t)
Pengujian secara individual ini dimaksudkan untuk mengetahui
apakah masing-masing variabel independen berpengaruh secara signifikan
terhadap variabel independen. Uji ini dilakukan dengan melihat besarnya t
hitung atau dengan melihat tingkat probabilitasnya. (Abdul Hakim, 2000,
101)
Jika t hitung > t tabel, maka variabel bebas tersebut berpengaruh
terhadap variabel tak bebas secara individu. Dengan menggunakan derajat
kepercayaan 5% maka jika nilai probabilitasnya < 0,05 , berarti variabel
tersebut signifikan pada taraf signifikan 5%.
Kriteria Pengujian :
ƒ Uji hipotesis positif satu sisi :
Ho : βi ≤ 0, artinya independen variabel secara individu tidak
berpengaruh positif terhadap variabel dependen.
Ha: βi>0, artinya independen variabel secara individu berpengaruh positif
terhadap variabel dependen.
ƒ Uji hipotesis negatif satu sisi :
Ho : βi ≥ 0, artinya independen variabel secara individu tidak
berpengaruh negatif terhadap variabel dependen.
Ha: βi<0, artinya independen variabel secara individu berpengaruh
negatif terhadap variabel dependen.
Dari pengujian data dengan Eviews diperoleh nilai t hitung masingmasing variabel dan probabilitasnya sebagai berikut :
78
Tabel 4.12
Hasil Uji t Jangka Panjang
Variabel
t-hitung
t-tabel*
Probabilitas
X1
6.739488
1,746
0.0000
X2
2.027220
1,746
0.0596
X3
-0.618245
1,746
0.5451
Sumber: Hasil Eviews
* Signifikan pada α = 5%
t-tabel
= t α df (n-k)
= t (α = 5% ; 16)
= 1,746
Dari hasil perhitungan dengan program EViews, dapat disimpulkan
hasil pengujian secara individu adalah sebagai berikut :
4.2.5.1.1. Uji t terhadap parameter β1 (X1)
Ho : β1 ≤ 0, artinya variabel produk domestik regional bruro tidak
berpengaruh positif terhadap variabel deposito berjangka rupiah.
Ha : β1 > 0, artinya variabel produk domestik regional bruto berpengaruh
positif
terhadap variabel deposito berjangka rupiah.
t hitung = 6.739488
t tabel
= 5%, 16
= 1,746
Hasil perhitungan Æ t hitung > t tabel
79
Kesimpulannya : tolak Ho dan terima Ha artinya variabel produk domestik
regional bruto berpengaruh dan berhubungan positif terhadap variabel
deposito berjangka rupiah.
4.2.5.1.2. Uji t terhadap parameter β2 (X2)
Ho : β1 ≤ 0, artinya variabel suku bunga deposito tidak berpengaruh positif
terhadap variabel deposito berjangka rupiah.
Ha : β1 > 0, artinya variabel suku bunga deposito berpengaruh positif
terhadap variabel deposito berjangka rupiah.
t hitung = 2.027220
t tabel
= 5%, 16
= 1,746
Hasil perhitungan Æ t hitung > t tabel
Kesimpulannya : tolak Ho dan terima Ha artinya variabel suku bunga
deposito berpengaruh dan berhubungan positif terhadap variabel deposito
berjangka rupiah.
4.2.5.1.3. Uji t terhadap parameter β3 (X3)
Ho : β3≥0,artinya variabel laju inflasi tidak berpengaruh negatif terhadap
variabel deposito berjangka rupiah.
Ha : β3<0, artinya variable ULN berpengaruh negatif terhadap variabel
deposito berjangka rupiah.
t hitung = -0.618245
80
t tabel
= 5%, 16
= 1,746
Hasil perhitungan Æ t hitung < t tabel
Kesimpulannya : tolak Ha dan terima Ho artinya variabel laju inflasi tidak
berpengaruh dan berhubungan negatif terhadap deposito berjangka rupiah.
4.2.5.2. Uji Secara Serempak (Uji F)
Uji F-statistik dilakukan untuk mengetahui apakah variabel bebas (X)
secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel tidak bebas. Pengujian
ini dilakukan dengan membandingkan nilai F-hitung dengan nilai F-tabel
pada derajat kebebasan (k-1, n-k-1) dan tingkat signifikansi (α) 5%. Jika nilai
F-hitung lebih besar dari nilai F tabel maka Ho ditolak dan Ha diterima.
Artinya variabel bebas secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap
variabel tidak bebas dan jika F-hitung lebih kecil dari nilai F-tabel maka Ho
diterima dan Ha ditolak. Artinya variabel bebas secara bersama-sama tidak
berpengaruh signifikan terhadap variabel tidak bebas.
Nilai F-tabel dengan derajat kebebasan (4,16) dan α 5% adalah 3.24.
Dari hasil regresi diketahui bahwa nilai F-hitung adalah 17.52529. Dengan
demikian F-hitung lebih besar dari nilai F-tabel, artinya secara bersama-sama
variabel Produk Domestik Regional bruto (X1), Suku Bunga Deposito (X2),
Laju Inflasi (X3), berpengaruh signifikan terhadap deposito berjangka rupiah.
81
4.2.5.3. Koefisien Determinasi (R2)
Nilai R2 (koefisien determinasi) dilakukan untuk melihat seberapa
besar variabel independen berpengaruh terhadap variabel dependen. Nilai R2
berkisar antara 0 - 1. Nilai R2 makin mendekati 0 maka pengaruh semua
variabel independen terhadap variabel dependen makin kecil Dan sebaliknya
nilai R2 makin mendekati 1 maka pengaruh semua variabel independen
terhadap variabel dependen makin besar.
Dari hasil regresi diketahui bahwa nilai R2 adalah 0.766682, yang
berarti variasi variabel produk domestik regional bruto (X1), suku bunga
deposito (X2), laju inflasi (X3), mempengaruhi variabel deposito berjangka
rupiah sebesar 76.6682%. Sedangkan sisanya (23.3318%) dijelaskan oleh
variabel lain yang tidak dianalisis dalam model regresi.
4.2.6. Analisis Ekonomi
Dari hasil regresi model dinamis ECM terhadap variabel produk
domestik bruto seperti terlihat pada tabel 4.6, dapat diketahui bahwa nilai R2
sebesar 0.813505 ini menunjukkan bahwa 81.35% variasi variabel dependen
(deposito berjangka rupiah) dapat dijelaskan oleh variasi variabel-variabel
independen (produk domestik regional bruto, suku bunga deposito, laju
inflasi) dalam jangka pendek, sedangkan sisanya 18.65% dijelaskan oleh
variasi diluar model yang tidak diikutsertakan dalam penelitian ini. Dalam
jangka panjang variasi variabel-variabel independen (produk domestik
regional bruto, suku bunga deposito, laju inflasi) dapat menjelaskan variabel
82
dependen (deposito berjangka rupiah) sebesar 0.766682, ini berarti variabel
independen dapat menjelaskan variabel dependen sebesar 76.66% dan
sisanya, yaitu sebesar 23.34% dijelaskan oleh variabel diluar model yang
tidak diikutsertakan dalam penelitian.
Dari regresi variabel Error Correction Term (ECT) dapat diketahui
besarnya koefisien ECT sebesar -0.691576 dengan taraf signifikansi sebesar
0.0347 artinya bahwa variabel tersebut signifikan pada taraf signifikansi 5%,
dan perbedaan antara nilai aktual deposito berjangka rupiah dengan nilai
keseimbangannya sebesar -0.691576 akan disesuaikan dalam waktu satu
tahun. Dengan demikian, spesifikasi model yang dipakai dalam penelitian ini
adalah tepat dan mampu menjelaskan hubunagan jangka pendek maupun
jangka panjang. Oleh karena itu persamaan tersebut sudah sahih dan tidak ada
alasan untuk ditolak.
Berikut analisis interpretasi koefisien regresi variabel-variabel dalam
model ECM maupun model regresi linier yaitu sebagai berikut:
4.2.6.1 Pengaruh Produk Domestik Regional Bruto Terhadap Deposito
Berjangka Rupiah.
Hasil perhitungan menunjukkan koefisien regresi variabel produk
domestik regional bruto dalam jangka pendek (DX1) mempunyai hubungan
yang signifikan dengan tingkat probabilitas sebesar 0.0020 dengan koefisien
sebesar -0.439661 yang berarti bahwa dalam jangka pendek, jika produk
83
domestik regional bruto naik sebesar 1 Juta, maka permintaan deposito
berjangka rupiah akan mengalami peningkatan sebesar Rp 0.439661 juta.
Dalam jangka panjang produk domestik regional bruto mempunyai
hubungan yang signifikan dengan tingkat probabilitas sebesar 0,0000.
Dengan koefisien jangka panjang yaitu 0.407135 yang berarti jika produk
domestik regional bruto naik sebesar 1 Juta, maka permintaan deposito
berjangka rupiah akan mengalami peningkatan sebesar Rp 0.407135 juta.
4.2.6.2. Pengaruh Suku Bunga Deposito Terhadap Deposito Berjangka
Rupiah
Dari hasil perhitungan menunjukkan koefisien regresi variabel suku
bunga deposito dalam jangka pendek (DX2) memiliki hubungan positif
terhadap variabel deposito berjangka rupiah yaitu sebesar 35589.60. Hal ini
sesuai dengan hipotesis yaitu mempunyai hubungan positif dengan tingkat
signifikansi variabel inflasi sebesar 0,0031 signifikan pada tingkat signifikan
5%.Yang berarti jika suku bunga deposito naik sebesar 1%, akan
meningkatkan deposito berjangka rupiah sebesar Rp 35589.6 Juta. Artinya
variabel suku bunga deposito dalam jangka pendek berpengaruh terhadap
deposito berjangka rupiah.
Dalam jangka panjang suku bunga deposito mempunyai hubungan
yang signifikan dengan tingkat probabilitas sebesar 0,0596. Dengan koefisien
jangka panjang yaitu 60713.71 yang berarti bahwa jika suku bunga deposito
84
naik sebesar 1%, maka akan meningkatkan deposito berjangka rupiah sebesar
Rp 60713.71 Juta.
Hasil analisis tersebut senada dengan penelitian yang dilakukan Ikha
Novianti (2004) meneliti tentang “Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi
deposito berjangka bank umum di Indonesia. Variabel yang digunakan adalah
Pendapatan Nasional, tingkat suku bunga deposito, total aktiva bank umum,
jumlah kantor bank umum. Alat analisis yang digunakan adalah PAM. Dari
penelitian ini disimpulkan bahwa ada tiga variabel yang berpengaruh secara
signifikan terhadap deposito berjangka bank umum di Indonesia, yaitu tingkat
suku bunga deposito, total aktiva bank umum dan tingkat deposito
sebelumnya.
4.2.6.3. Pengaruh Laju Inflasi Terhadap Deposito Berjangka Rupiah
Dari hasil perhitungan menunjukkan koefisien regresi variabel inflasi
dalam jangka pendek (DX3) memiliki hubungan positif terhadap variabel
deposito berjangka rupiah yaitu sebesar 30578.06 . Hal ini sesuai dengan
hipotesis yaitu mempunyai hubungan positif dengan tingkat signifikansi
variabel inflasi sebesar 0,0605 signifikan pada tingkat signifikan 5%. Jika
inflasi naik sebesar 1%, maka akan meningkatkan deposito berjangka rupiah
sebesar Rp 30578.06. Artinya variabel inflasi dalam jangka pendek
berpengaruh terhadap permintaan deposito berjangka rupiah.
Hasil analisis tersebut senada dengan penelitian Tuti (2006) meneliti
tentang “Analisis permintaan deposito berjangka dalam negeri pada bank
85
umum di Indonesia”. Variabel yang digunakan adalah tingkat inflasi, nilai
tukar rupiah terhadap dollar Amerika, suku bunga deposito dalam negeri.
Alat analisis yang digunakan adalah PAM. Dari penelitian ini disimpulkan
bahwa ada dua variabel yang berpengaruh secara signifikan terhadap deposito
berjangka dalam negeri bank umum di Indonesia, yaitu tingkat inflasi dan
nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika.
86
BAB V
SIMPULAN DAN IMPLIKASI
5.1. Simpulan
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengkaji pengaruh variabel produk
domestik regional bruto, suku bunga deposito, laju inflasi dan terhadap
permintaan deposito berjangka rupiah pada bank umum di DIY pada kurun
waktu tahun 1986 sampai 2005 dengan menggunakan Pendekatan ECM
(Error Correction Model), dari hasil analisis data yang telah dilakukan dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Hasil pengujian yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa variabel
Produk Domestik Regional Bruto, Suku Bunga Deposito, Laju Inflasi,
mengindikasikan bahwa variabel- variabel tersebut berpengaruh
signifikan dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
2. Untuk uji kebaikan (uji F dan R2) menunjukkan bahwa model cukup
bagus karena secara bersama-sama variabel independent yaitu Produk
Domestik Regional Bruto, Tingkat Suku Bunga Deposito, Inflasi,
berpengaruh terhadap Permintaan Deposito Berjangka Rupiah pada
Bank Umum di DIY. Dengan besarnya nilai R2 sebesar 0.813505
berarti 81.35% variasi variabel independen (Produk Domestik
Regional Bruto, Suku Bunga Deposito, Laju Inflasi,) mampu
87
menjelaskan
variasi
variabel
dependen
(Permintaan
Deposito
Berjangka Rupiah pada Bank Umum di DIY).
3. Variabel Suku Bunga Deposito secara statistik positif dan signifikan
dan sesuai dengan hipotesis, berarti suku bunga deposito berpengaruh
terhadap pertmintaan deposito berjangka rupiah pada bank umum di
DIY periode 1986-2005. Kenaikan suku bunga deposito dapat
meningkatkan permintaan deposito berjangka rupiah, karena dengan
suku bunga deposito yang tinggi maka simpanan yang akan diterima
masyarakat akan bertambah
4. Tanda koefisien koreksi kesalahan sebesar -0,691576 menunjukkan
bahwa 69.15% ketidakseimbangan dalam jangka pendek akan
disesuaikan dalam setiap tahun.
5. Hasil analisis regresi metode ECM yang dihasilkan bebas dari
masalah asumsi klasik, yaitu autokorelasi, heteroskedastisitas dan
multikolinearitas.
88
5.2. Implikasi
1. Dengan semakin meningkatnya deposito berjangka rupiah, bank-bank
hendaknya lebih efisien dalam mengelola dana yang dihimpun.
Selanjutnya harus ada usaha pemerintah untuk tetap menjaga
kestabilan tingak suku bunga dan nilai tukar rupiah, supaya
masyarakat dapat mendepositokan uangnya dengan kepastian dan
lebih banyak lagi.
2. Upaya yang dilakukan oleh perbankan dalam menghimpun dana dari
masyarakat yang berupa DPK (dana pihak ketiga), hendaknya
perbankan lebih meningkatkan produk-produk dan pelayanan jasa
perbankan sehingga dapat menaarik minat masyarakat untuk
mendepositokan uangnya.
3. Menejemen dana perbankan terkait dua aktivitas, penghimpunan dana
dan alokasi dana. Sasaran utama dari menejemen dan perbankan
adalah tercapainya tingkat profitabilitas yang cukup dan tingkat
likuiditas yang tetap terjaga. Penghimpunan dana berupa Deposito
berjangka baik Rupiah maupun Valuta asing merupakaan salah satu
sisi dari menejemen dana perbankan, yaitu penghimpunan dana dari
masyarakat
kepada
perbankan.
Setiap
bank
perlu
berupaya
meningkatkan kemampuan dalam penghimpunan dana masyarakat,
antara lain dalm bentuk deposito berjangka. Keberhsilan dalam
penghimpunan deposito berjngka akan bermuara pada terjaganya
likuiditas bank.
89
4. Dengan adanya program insurance deposit scheme (IDS), atau
program asuransi penjaminan terhadap dana masyarakat yang
disimpan di bank. Hendaknya di wajibkan kepada semua bank yang
beroperasi di Indonesia memiliki program IDS, sehingga masyarakat
tidak perlu mengkhawatirkan dana yang sudah disimpan di bank, dan
masyarakat dapat mendepositokan uangnya lebih banyak lagi.
90
Download