MENGENTASKAN KEMISKINAN MELALUI “GERBANG GAJAH” Oleh: Drs. Mardiya Fenomena kemiskinan hingga saat ini masih ramai dibicarakan, baik di level nasional maupun daerah. Berbagai data telah disajikan oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah yang menguatkan bahwa masalah kemiskinan masih menjadi Pekerjaan Rumah (PR) yang harus segera dipecahkan, mengingat kemiskinan telah membawa dampak buruk terhadap kehidupan manusia dalam banyak aspek serta menghambat upaya pembangunan yang selama ini dilakukan pemerintah bersama dunia usaha dan masyarakat untuk mewujudkan kehidupan yang adil, makmur dan sejahtera. Keluarga yang dalam UU No 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Bab I Pasal 1 Ayat (6) diterjemahkan sebagai unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami-isteri, atau suami isteri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya menjadi salah satu obyek yang paling mudah untuk melihat fakta kemiskinan itu sendiri, faktor penyebab, hambatan dan peluang untuk mengentaskannya. Pada dasarnya setiap penduduk adalah anggota keluarga sehingga kemiskinan yang terjadi pada setiap individu sangat mungkin terjadi awalnya berasal dari kemiskinan keluarga. Oleh karena itu, upaya pengentasan kemiskinan akan lebih mudah apabila dilakukan melalui upaya pembangunan keluarga sehingga keluarga tersebut menjadi keluarga sejahtera daripada melalui pemberdayaan individu yang jumlahnya jauh lebih besar sehingga lebih lama penyelesaiannya atau pemberdayaan masyarakat yang seringkali tidak mampu menyasar pada seluruh keluarga terutama keluarga miskin. Lebih dari itu, pengentasan kemiskinan melalui keluarga akan berdampak langsung pada pengentasan kemiskinan setiap individu/penduduk sehingga sebuah keluarga yang terentaskan dari kemiskinan maka 2 atau 3 individu bahkan lebih akan ikut terentaskan dari kemiskinan. Gerakan Pembangunan Keluarga Sejahtera (Gerbang Gajah) pada prinsipnya adalah gerakan untuk mewujudkan keluarga sejahtera yang hidup dalam lingkungan yang sehat baik fisik maupun non fisik. Sebuah keluarga dikatakan sejahtera atau tidak miskin apabila keluarga tersebut dapat melaksanakan 8 fungsi keluarga. Kedelapan fungsi keluarga tersebut menurut Peraturan Pemerintah (PP) No. 87 Tahun 2014 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, Keluarga Berencana dan Sistem Informasi Keluarga Bab II Pasal 7 Ayat (2) adalah sebagai berikut: 1. Fungsi Keagamaan Keluarga mampu mengembangkan kehidupan keluarga sebagai wahana persemaian nilainilai agama yang akan menjadikan dirinya sebagai insan-insan agamis, penuh iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa 2. Fungsi Sosial Budaya Keluarga selalu memberikan kesempatan kepada keluarga dan seluruh anggotanya untuk mengembangkan kekayaan budaya bangsa yang beraneka ragam dalam satu kesatuan. 3. Fungsi Cinta Kasih Keluarga mampu memberikan landasan yang kokoh terhadap hubungan anak dengan anak, orang tua dengan anaknya, serta hubungan kekerabatan antar generasi sehingga keluarga menjadi wadah utama berseminya kehidupan yang penuh cinta kasih lahir dan batin. 4. Fungsi Perlindungan Keluarga mampu menumbuhkan rasa aman dan kehangatan bagi seluruh anggota. 5. Fungsi Reproduksi Keluarga dapat melaksanakan mekanisme untuk melanjutkan keturunan sesuai dengan rencana yang dapat menunjang terciptanya kesejahteraan manusia di dunia. 6. Fungsi Sosialisasi dan Pendidikan Keluarga dapat membina dan mendidik keturunannya agar bisa melakukan penyesuaian dengan alam kehidupannya di masa depan. 7. Fungsi Ekonomi Keluarga dapat mengembangkan kemampuan ekonominya sehingga dapat mencukupi kebutuhan keluarga serta dapat menyisihkan sebagian penghasilannya untuk ditabung. 8. Fungsi Pembinaan Lingkungan Keluarga mampu menciptakan lingkungan hidup baik fisik maupun non fisik yang sejuk, sehat dan penuh dengan kenyamanan. Secara fisik lingkungan hidup yang sejuk, sehat dan penuh kenyamanan ditandai dengan terjaganya kebersihan di dalam dan di luar rumah, terawatnya tanaman hias/bunga, dimanfaatkannya kebun untuk tanam-tanaman produktif, sayuran, toga, dan sebagainya. Secara non fisik, lingkungan hidup yang sejuk, sehat dan penuh kenyamanan adalah lingkungan di mana hubungan antar anggota keluarga dengan masyarakat atau keluarga dengan keluarga lainnya terjalin dengan baik, tidak ada percekcokan/perselisihan, tidak ada rasa dendam, curiga atau syak wasangka. Yang ada justru rasa penghormatan, saling menghargai, tolong menolong dan saling mengasihi. Ini bukan sekedar dalam bentuk tutur kata dan sikap, tetapi juga dalam bentuk tindakan dan perilaku yang nyata dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan hasil Pendataan Keluarga Miskin Kabupaten Kulon Progo Tahun 2014 yang tertuang dalam Keputusan Bupati Kulon Progo No 427 Tahun 2014 tentang Status Kemiskinan Keluarga Tahun 2014, dapat diketahui bahwa di Kabupaten Kulon Progo masih memiliki 23.845 keluarga miskin atau 16,74% dari jumlah total keluarga sebanyak 142.410. Dari 23.845 keluarga miskin tersebut jumlah jiwanya mencapai 68.040 jiwa. Dari hasil pendataan yang sama dapat diketahui bahwa proporsi keluarga miskin yang tinggi pada umumnya adalah di wilayah pegunungan seperti Kecamatan Kokap (23,38%), Girimulyo (21,04%) dan Samigaluh (19,99%), sementara proporsi yang rendah terdapat pada wilayah dataran seperti Kecamatan Panjatan (11,58%), Wates (14,19%) dan Temon (15,37%). Telah cukup banyak upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kulon Progo untuk mengurangi angka kemiskinan yang berdampak pada pengurangan keluarga miskin ini dan hasilnya cukup positif yakni menurunnya jumlah Keluarga Miskin dari 34.089 keluarga pada tahun 2011 menjadi 31.454 keluarga pada tahun 2013 dan menjadi 23.845 keluarga pada tahun 2014. Beberapa upaya yang telah dilakukan antara lain: 1. Pembentukan Tim Koordinasi Pengentasan Kemiskinan (TKPK) Kabupaten, TKPK Kecamatan, dan TKPK Desa sebagai upaya Integrasi Program Penanggulangan Kemiskinan (Nangkis) pada tahapan perencanaan, sinkronisasi program dan tahapan pelaksanaan serta upaya sinergitas antar pelaku (pemerintah, swasta dan masyarakat). 2. Pembentukan Kader Penanggulangan Kemiskinan untuk meningkatkan akses orang miskin. 3. Jaminan kesehatan (Total Coverage) untuk meringankan beban dan meningkatkan kualitas hidup. 4. Bedah rumah untuk meningkatkan kualitas hidup dan semangat gotong-royong serta kepedulian sosial 5. Pembentukan Kelompok Asuh Keluarga Binangun (KAKB) untuk meningkatkan kesejahteraan warga miskin melalui pemberdayaan dan kegiatan ekonomi produktif. 6. Gerakan “Bela dan Beli Kulon Progo” untuk meningkatkan semangat pembelaan dan komitmen untuk menumbuhkan perekonomian Kulon Progo dengan memprioritaskan penggunaan produk-produk lokal. 7. Pengumpulan zakat PNS melalui lembaga Bazcam, Bazda dan pentasarufannya. Salah satu kelompok sasarannya adalah keluarga miskin, 8. Program Desa Binaan Menuju Bebas Kemiskinan melalui CSR (Corporate Social Responsibility) perusahaan 9. Pendampingan keluarga miskin oleh Pegawai Negeri Sipil (PNS). 10. Gerakan Gotong Royong Rakyat Bersatu (Genthong Rembes) 11. One Village One Product (OVOP). Satu desa memiliki satu produk unggulan. Mengingat jumlah keluarga miskin proporsinya terhitung masih cukup besar dan perlu percepatan untuk mengurangi jumlahnya, maka upaya pengentasan kemiskinan melalui pembangunan keluarga sejahtera di Kabupaten Kulon Progo tidak dapat ditunda-tunda lagi. Kelebihan dari upaya yang kami usulkan adalah bahwa dalam mengentaskan kemiskinan tidak hanya bertumpu pada pemberdayaan ekonomi semata, tetapi juga berupaya merubah mentalitet dan perilaku/gaya hidup yang selama ini menghambat kelancaran keluarga untuk mencapai kesejahteraannya. Keluarga miskin yang tidak dapat melaksanakan 8 fungsi keluarga setelah dilakukan upaya gerakan pembangunan keluarga sejahtera secara terpadu maka keluarga tersebut dapat melaksanakan 8 fungsi keluarga secara optimal sehingga menjadi keluarga sejahtera. Dengan terwujudnya keluarga sejahtera ini secara langsung maupun tidak langsung akan dapat mengikis kemiskinan atau mengurangi jumlah keluarga/penduduk miskin di Kulon Progo. Gerakan ini dikatakan terpadu karena dalam gerakan ini tidak saja melibatkan tokoh formal/non formal, tokoh agama dan lintas sektor/dinas/instansi/SKPD terkait, tetapi juga pelaku dunia usaha, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), TP PKK, kader kesehatan/KB serta pihak lain yang peduli. Upaya intervensi yang dilakukan dapat disesuaikan dengan kebutuhan keluarga sehingga penanganan untuk masing-masing keluarga dimungkinkan tidak sama. Keluarga yang tidak dapat menjalankan fungsi ekonomi karena tidak memiliki usaha atau tidak ada anggota keluarga yang bekerja akan berbeda penanganannya dibandingkan dengan keluarga yang tidak dapat menjalankan fungsi ekonominya karena anggota keluarganya suka berjudi, bekerja tidak tekun, bergaya hidup mewah, dan sebagainya. Upaya pengentasan kemiskinan melalui gerakan pembangunan keluarga sejahtera akan melibatkan seluruh lintas sektor serta melibatkan tokoh formal/non formal, tokoh agama, pelaku dunia usaha, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), TP PKK, kader kesehatan/KB serta pihak lain yang peduli karena upaya yang dilakukan dimungkinkan beragam dilihat dari sisi kegiatan (sesuai dengan kebutuhan keluarga) dan hasil yang ingin dicapai. Namun demikian sasarannya tetap fokus pada keluarga yang dipilih berdasarkan skala prioritas. Prioritas pertama adalah keluarga yang tidak memiliki usaha atau usahanya tersendat-sendat karena permasalahan permodalan, kualitas produksi atau pemasaran. Prioritas kedua adalah keluarga yang miskin karena mentalitet dan perilaku yang menghambat kelancaran usaha seperti tidak KB/memiliki anak banyak, suka berjudi, pemboros, bergaya hidup mewah, kurang tekun dalam berusaha, tidak memiliki hubungan yang harmonis dengan tetangganya dan sebagainya. Prioritas ketiga, keluarga yang tidak memanfaatkan pekarangan rumahnya untuk menambah penghasilan keluarga. Upaya-upaya yang akan dilakukan terkait intervensi pembangunan keluarga sejahtera ini merujuk pada pelaksanaan 8 fungsi keluarga secara ideal pada keluarga sejahtera dalam kehidupan sehari-hari sebagai berikut: 1. Fungsi Keagamaan a. Keluarga mampu membina norma/ajaran agama sebagai dasar dan tujuan hidup seluruh anggota keluarga. b. Keluarga mampu menerjemahkan ajaran/norma agama ke dalam tingkah laku hidup sehari-hari seluruh anggota keluarga. c. Keluarga mampu memberi contoh konkret dalam kehidupan sehari-hari terkait pengamalan ajaran agama yang dianut. d. Keluarga mampu melengkapi dan menambah proses kegiatan belajar anak, khususnya tentang keagamaan yang tidak atau diperolehnya di sekolah dan di masyarakat. e. Keluarga mampu membina rasa, sikap dan praktek kehidupan keluarga beragama sebagai fondasi menuju Keluarga Kecil Bahagian dan Sejahtera 2. Fungsi Sosial Budaya a. Keluarga mampu memberi contoh konkret dalam kehidupan sehari-hari dalam pengamalan nilai sosial dan budaya yang dianut. b. Keluarga mampu menyaring norma dan budaya asing yang tidak sesuai. c. Keluarga mampu membina anggota-anggotanya untuk mencari pemecahan masalah dari berbagai pengaruh negatif globalisasi dunia. d. Keluarga mampu membina anggotanya untuk dapat beradaptasi dalam praktek kehidupan globalisasi dunia. e. Keluarga mampu membina budaya yang sesuai, selaras dan seimbang dengan budaya masyarakat/bangsa yang menunjang terwujudnya Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera. 3. Fungsi Cinta Kasih a. Keluarga mampu menumbuh-kembangkan potensi kasih sayang yang telah ada antara anggota (Suami – Isteri - Anak) ke dalam simbol-simbol nyata (ucapan, tingkah laku) secara optimal dan terus menerus. b. Keluarga mampu membina tingkah laku saling menyayangi baik antar anggota keluarga maupun antar keluarga yang satu dengan lainnya secara kuantitatif dan kualitatif. c. Keluarga mampu membina praktek kecintaan terhadap kehidupan duniawi dan ukhrowi dalam keluarga secara serasi, selaras dan seimbang. d. Keluarga mampu membina rasa, sikap dan praktek hidup keluarga yang mampu memberikan dan menerima kasih sayang sebagai pola hidup ideal menuju keluarga kecil bahagia dan sejahtera. 4. Fungsi Perlindungan a. Keluarga mampu memenuhi kebutuhan rasa aman anggota keluarga baik dari rasa tidak aman yang timbul dari dalam maupun dari luar keluarga b. Keluarga mampu membina keamanan keluarga baik fisik maupun psikis dari berbagai bentuk ancaman dan tantangan yang datang dari luar c. Keluarga mampu membina dan menjadikan stabilitas dan keamanan keluarga sebagai modal menuju keluarga kecil bahagia sejahtera 5. Fungsi Reproduksi a. Keluarga mampu membina kehidupan keluarga sebagai wahana pendidikan reproduksi sehat baik bagi keluarga maupun anggota keluarga sekitar b. Keluarga mampu memberikan contoh pengamalan kaidah-kaidah pembentukan keluarga dalam hal usia, pendewasaan fisik maupun mental c. Keluarga mampu mengamalkan kaidah-kaidah reproduksi sehat baik yang berkaitan dengan waktu melahirkan, jarak antara dua anak dan jumlah anak yang diinginkan dalam keluarga. d. Keluarga mampu mengembangkan kehidupan reproduksi sehat sebagai modal yang kondusif, menuju keluarga kecil bahagian dan sejahtera. 6. Fungsi Sosialisasi dan Pendidikan a. Keluarga mampu menyadari, merencanakan dan menciptakan lingkungan keluarga sebagai wahana pendidikan dan sosialisasi anak yang pertama dan utama b. Keluarga mampu menyadari, merencanakan dan menciptakan lingkungan keluarga sebagai pusat di mana anak dapat mencari pemecahan dari berbagai konflik dan permasalahan yang dijumpai, baik di lingkungan sekolah maupun masyarakat. c. Keluarga mampu membina proses pendidikan dan sosialisasi anak tentang hal-hal yang diperlukannya untuk meningkatkan kematangan dan kedewasaan fisik / mental yang tidak atau kurang di berikan oleh lingkungan sekolah maupun masyarakat. d. Keluarga mampu membina proses pendidikan dan sosialisasi yang terjadi dalam keluarga sehingga tidak saja dapat bermanfaat positif bagi anak, tetapi juga bagi orang tua dalam rangka perkembangan dan kematangan hidup bersama menuju keluarga kecil bahagian dan sejahtera. 7. Fungsi Ekonomi a. Keluarga mampu melakukan kegiatan ekonomi baik di luar maupun di dalam lingkungan keluarga dalam rangka menopang kelangsungan dan perkembangan kehidupan keluarga. b. Keluarga mampu mengelola ekonomi keluarga sehingga menjadi keserasian, keselarasan dan keseimbangan antara pendapatan dan pengeluaran. c. Keluarga mampu mengatur waktu sehingga kegitan orang tua di luar rumah dan perhatiannya terhadap anggota keluarga berjalan secara serasi, selaras dan seimbang. d. Keluarga mampu membina kegiatan dan hasil ekonomi keluarga sebagai modal untuk mewujudkan keluarga kecil bahagia dan sejahtera. 8. Fungsi Pembinaan Lingkungan a. Keluarga mampu membina kesadaran, sikap dan praktek pelestarian lingkungan intern keluarga b. Keluarga mampu membina kesadaran, sikap dan praktek pelestarian lingkungan ekstern hidup berkeluarga. c. Keluarga mampu membina kesadaran sikap dan praktek pelestarian lingkungan hidup yang serasi, selaras dan seimbang antara lingkungan keluarga dengan lingkungan hidup masyarakat di sekitarnya d. Keluarga mampu membina kesadaran, sikap dan praktek pelestarian lingkungan hidup sebagai pola hidup keluarga menuju keluarga kecil bahagia dan sejahtera. Terkait dengan hal tersebut, maka menurut hemat kami, pengentasan kemiskinan melalui gerakan pembangunan keluarga sejahtera, setidak-tidaknya ada tiga upaya pokok yang dapat dilakukan: Pertama, pelatihan ketrampilan dan manajemen usaha bagi keluarga yang tidak memiliki usaha atau usahanya tersendat-sendat karena permasalahan permodalan, kualitas produksi atau pemasarannya. Kegiatan ini dilakukan sesuai dengan kemampuan dan potensi keluarga serta kemungkinan pengembangannya. Kegiatan ini meliputi pelatihan ketrampilan untuk menciptakan produk-produk tertentu, manajemen usaha, pemasaran dan kewirausahaan pada umumnya. Agar efektif kegiatan ini melibatkan Balai Latihan Kerja (BLK) Dinsosnakertran, Dinas Perindag dan ESDM, Dinas Koperasi dan UKM, pelaku dunia usaha, kelompok Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera (UPPKS), Kelompok Asuh Keluarga Binangun (KAKB), Kelompok Peningkatan Peran Wanita Keluarga Sehat Sejahtera (P2WKSS)yang telah cukup berhasil mengembangkan usahanya. Kedua, melakukan kunjungan rumah pada keluarga yang miskin karena mentalitet dan perilaku yang menghambat kelancaran usaha seperti tidak KB/memiliki anak banyak, suka berjudi, pemboros, bergaya hidup mewah, kurang tekun dalam berusaha, tidak memiliki hubungan yang harmonis dengan tetangganya dan sebagainya. Kunjungan ini melibatkan tokoh agama/penyuluh agama, penyuluh KB, kader KB, kader Posyandu, penyuluh kesehatan dan tokoh masyarakat lainnya. Pada keluarga ini juga ada fasilitasi/pendampingan dari sektor terkait agar memperoleh pelayanan jasa yang dibutuhkan guna membangun keluarganya, misalnya Posyandu Balita/Lansia, Bina Keluarga Sejahtera (BKS) yang terdiri dari Bina Keluarga Balita (BKB), Bina Keluarga Remaja (BKR) dan Bina Keluarga Lansia (BKL), Beasiswa Pendidikan, Jaminan Kesehatan, Perbaikan Perumahan (Bansos Rumah Tidak Layak Huni), Administrasi Kependudukan (Pengurusan Kartu Keluarga, Kartu Tanda Penduduk dan Akta Kelahiran) dan sebagainya. Upaya ini melibatkan Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan, Dinsosnakertrans, BPMPDPKB, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, dsb. Ketiga, melakukan pembinaan, fasilitasi dan pendampingan pada keluarga yang tidak memanfaatkan pekarangan rumahnya untuk menambah penghasilan keluarga. Pada keluargakeluarga tersebut diberikan penyuluhan tentang bagaimana memanfaatkan lingkungan pekarangannya secara optimal yang berdaya dan berhasil guna. Misalnya bagi keluarga yang masih memiliki pekarangan cukup luas dapat memanfaatkan untuk menanam tanaman buahbuahan, sayur-sayuran, tanaman obat keluarga, tanaman hias/bunga-bungaan dan sebagainya atau memanfaatkan sebagian lahannya untuk beternak atau memelihara ikan. Kegiatan ini melibatkan Dinas Pertanian dan Kehutanan, Dinas Kelautan Perikanan dan Kelautan, Kantor Lingkungan Hidup, Kelompok Tani, Kelompok Pembudidayaan Ikan (Pokdakan), Karang Taruna, Pusat Informasi dan Konseling (PIK) Remaja, dll. Dalam rangka mengatasi kendala dari sisi pembiayaan gerakan ini di awal kegiatan selain dilakukan koordinasi dan komunikasi dengan Pemerintah Desa, Dinas/Instansi/SKPD terkait untuk memperoleh dukungan pendanaan, juga dilakukan kegiatan lelang kepedulian “Tresno Tonggo” yang melibatkan para pengusaha, tokoh masyarakat, tokoh agama, dan keluarga kaya di lingkungan desa tersebut baik yang tinggal di desa itu maupun yang merantau untuk berpartisipasi dalam kegiatan ini yang dananya nantinya digunakan untuk operasional dan dukungan kegiatan lainnya. Namun sebelum kegiatan lelang dilakukan maka perlu dilakukan sosialisasi Gerakan Pembangunan Keluarga Sejahtera itu sendiri melalui pemutaran film, pentas seni, siaran radio, penyebarluasan pemasangan poster/pamflet, penyebarluasan leaflet, pemasangan umbul-umbul, spanduk dan sebagainya agar masyarakat paham dan tahu apa yang harus dilakukan. Sementara prosedur lelang mengikuti tata cara yang berlaku secara umum di masyarakat. Kendala atau permasalahan yang dihadapi terkait dengan upaya ini antara lain: 1. Tidak semua SKPD terkait memfokuskan kegiatannya pada keluarga, karena sebagian berorientasi pada kelompok dan masyarakat 2. Tidak semua keluarga sasaran merupakan keluarga yang dapat diberdayakan karena 12 memiliki penyakit kronis atau cacat yang tidak dapat anggota-anggotanya sudah lansia, disembuhkan. 3. Tidak dimilikinya data keluarga yang tidak dapat melaksanakan fungsi-fungsinya selain yang dapat dilihat secara fisik. Namun demikian ada kesempatan dan kekuatan yang dimiliki oleh Kabupaten Kulonprogo untuk melaksanakannya antara lain: 1. Adanya program-program dari SKPD terkait yang dapat digunakan untuk pemberdayaan keluarga secara langsung maupun tidak langsung. 2. Adanya komitmen yang kuat dari Pemkab Kulon Progo untuk mengentaskan kemiskinan. 3. Adanya dukungan kegiatan dan sarana prasarana dari SKPD tertentu untuk pemberdayaan keluarga khususnya pada aspek ekonomi. 4. Adanya semangat yang tinggi dari pihak swasta untuk ikut mengentaskan kemiskinan di Kabupaten Kulon Progo. 5. Dimilikinya kader Institusi Masyarakat Pedesaan (IMP) yang terdiri dari PPKBD (Tingkat Desa) 88 orang, Sub PPKBD (Tingkat Dusun) 935 orang dan Kelompok KB-KS (Tingkat RT) 4537 orang, kader Kesehatan (kader Posyandu), kader Penanggulangan Kemiskinan (88 orang) dan Petugas Pendamping Program Keluarga Harapan (PKH). Rencana aksi yang perlu dilaksanakan untuk mengentaskan kemiskinan melalui Gerbang Gajah antara lain: 1. Menentukan sasaran gerakan dengan fokus pada desa yang banyak memiliki keluarga miskin dan belum tertangani secara intensif 2. Mengadakan kunjungan lapangan untuk melihat kondisi secara umum pada keluargakeluarga sasaran 3. Melakukan pendekatan dengan tokoh formal setempat (Camat, Kepala Desa, Dukuh) agar mendapat dukungan 4. Membuat kesepakatan dengan tokoh formal terkait dengan upaya pengentasan kemiskinan melalui gerakan pembangunan keluarga sejahtera termasuk membentuk Tim Gerbang Gajah yang bersinergi dengan TKPK Desa.. 5. Mengidentifikasi keluarga-keluarga sasaran intervensi bersama dengan Dukuh/Ketua RT/ kader setempat 6. Melakukan koordinasi, komunikasi dan advokasi dengan Pemerintah Desa, Dinas/Instansi/SKPD terkait untuk memperoleh dukungan pendanaan untuk kegiatan pembangunan keluarga sejahtera. 7. Melakukan lelang kepedulian tresno tonggo untuk operasionalisasi kegiatan dan dukungan kegiatan lainnya dalam rangka pengentasan kemiskinan.. 8. Melakukan intervensi pada keluarga sasaran yang melibatkan SKPD terkait dengan mengelompokkan keluarga sesuai dengan permasalahannya. 9. Melakukan fasilitasi dan pendampingan 10. Melakukan monitoring dan evaluasi Mengingat beragamnya kegiatan yang harus dilakukan, banyaknya keluarga sasaran dan besarnya dana yang dibutuhkan maka agar tujuannya tercapai, maka setidaknya harus ada empat upaya pokok yang harus dilakukan oleh Tim Gerbang Gajah sebagai berikut:: 1. Melakukan pemaduan program lintas sektor 2. Melibatkan tokoh masyarakat dan tokoh agama setempat 3. Melibatkan kader IMP, kader Kesehatan, Petugas PKH, dan Kader Penanggulangan Kemiskinan, Penyuluh Agama, Kader PKK., Karang Taruna, PIK Remaja, LSM dsb. 4. Menciptakan suasana kondusif pada lingkungan setempat Dengan demikian, faktor penentu keberhasilan dari upaya ini selain peran yang optimal dari SKPD terkait, juga peran tokoh formal dan non formal serta tokoh agama serta peran kader yang meliputi kader IMP (PPKBD, Sub PPKBD dan Kelompok KB KS),kader Kesehatan dan kader Bina Keluarga Sejahtera (BKS). dan Petugas Pendamping Keluarga Harapan (PKH). Tidak dapat dilupakan adalah semangat dan niat keluarga sasaran untuk bangkit serta kesadaran setiap anggota keluarga untuk berpartisipasi aktif Dari paparan yang telah kami sampaikan di muka maka dapat disimpulkan bahwa upaya pengentasan kemiskinan melalui Gerbang Gajah merupakan bentuk paya pengentasan kemiskinan yang tidak hanya bertumpu pada pemberdayaan ekonomi saja tetapi juga bertumpu pada pembenahan mental (revolusi mental) dan perilaku. Upaya ini akan lebih efektif jika dilaksanakan secara terpadu, terintegrasi dan berkesinambungan. Upaya pengentasan kemiskinan melalui Gerbang Gajah tidak dapat dilakukan hanya oleh SKPD tertentu tanpa melibatkan SKPD lain dan peran aktif tokoh formal/non formal, tokoh agama, LSM, kader IMP, kader kesehatan, TP PKK, Karang Taruna, PIK Remaja, LSM, swasta dan masyarakat pada umumnya. Upaya pengentasan kemiskinan melalui Gerbang Gajah akan cepat berhasil bila keluarga sasaran memiliki semangat untuk bangkit dan semua anggota keluarga berperan aktif di dalamnya. Beberapa saran yang perlu kami sampaikan kepada pihak terkait khususnya Pemkab Kulon Progo di antaranya adalah perlu pembentukan Tim Gerakan Pembangunan Keluarga Sejahtera (Gerbang Gajah) di Tingkat Kabupaten, Kecamatan, hingga Desa yang bersinergi dengan TKPK Kabupaten, Kecamatan dan Desa dalam upaya intervensi ini. Selain itu Pemerintah Desa perlu menganggarkan untuk gerakan pembangunan keluarga sejahtera melalui APBDes serta perlunya penyempurnaan Peraturan Bupati tentang penyusunan APBDes berkaitan dengan penanganan kemiskinan Drs. Mardiya, Ka Sub Bid Advokasi Konseling dan Pembinaan KB dan Kesehatan Reproduksi BPMPDPKB Kabupaten Kulon Progo