BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur modal Struktur modal

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Struktur modal
Struktur modal merupakan perimbangan jumlah hutang jangka pendek yang
bersifat permanen, hutang jangka panjang, saham preferen dan saham biasa.
Sementara itu struktur keuangan adalah perimbangan antara total hutang dengan
modal sendiri. Dengan kata lain struktur modal adalah merupakan bagian dari
struktur keuangan
Pada dasarnya tugas manajer keuangan perusahaan adalah berusaha mencari
keseimbangan finansial neraca yang dibutuhkan serta mencari susunan kualitatif
neraca tersebut dengan sebaik-baiknya. Menentukan struktur modal yang optimal,
para manajer keuangan perlu mempertimbangkan beberapa faktor penting sebagai
yaitu Tingkat penjualan, Struktur asset, Tingkat pertumbuhan perusahaan,
Profitabilitas, Variabel laba dan perlindungan pajak, Skala perusahaan, dan
Kondisi intern perusahaan dan Ekonomi makro. (Sartono, 2001).
Tujuan struktur modal adalah memadukan sumber pendanaan yang digunakan
oleh perusahaan untuk memaksimumkan nilai perusahaan dengan cara
memaksimumkan harga saham, meminimumkan biaya modal (cost of capital),
11
dan menyeimbangkan antara risiko dan tingkat pengembalian. Struktur modal
(penggunaan hutang) merupakan sinyal yang disampaikan oleh manajer ke pasar.
Jika manajer mempunyai keyakinan bahwa prospek perusahaan baik, dan
karenanya ingin agar harga saham meningkat, ia ingin mengkomunikasikan hal
tersebut ke investor. Manajer bisa menggunakan hutang lebih banyak, sebagai
sinyal yang lebih credible. Perusahaan yang meningkatkan hutang bisa dipandang
sebagai perusahaan yang yakin dengan prospek perusahaan di masa mendatang.
Investor diharapkan akan menangkap sinyal tersebut, sinyal bahwa perusahaan
mempunyai prospek yang baik. Dengan demikian hutang merupakan tanda atau
sinyal positif (Ross, 1977).
2.1.1 Komponen Struktur Modal
2.1.1.1 Hutang Jangka Panjang
Jumlah hutang di dalam neraca akan menunjukkan besarnya modal pinjaman yang
digunakan dalam operasi perusahaan. Modal pinjaman ini dapat berupa hutang
jangka pendek maupun hutang jangka panjang, tetapi pada umumnya pinjaman
jangka panjang jauh lebih besar dibandingkan dengan hutang jangka pendek.
Menurut Sundjaja dan Barlian (2003), hutang jangka panjang merupakan salah
satu dari bentuk pembiayaan jangka panjang yang memiliki jatuh tempo lebih dari
satu tahun, biasanya 5 – 20 tahun. Pinjaman jangka panjang dapat berupa
pinjaman berjangka seperti pinjaman yang digunakan untuk membiayai kebutuhan
modal kerja permanen, untuk melunasi hutang lain, atau membeli mesin dan
peralatan.
12
2.1.1.2 Modal Sendiri
Modal sendiri/equity capital adalah dana jangka panjang perusahaan yang
disediakan oleh pemilik perusahaan (pemegang saham), yang terdiri dari berbagai
jenis saham (saham preferen dan saham biasa) serta laba ditahan (Sundjaja. 2003).
Pendanaan dengan modal sendiri akan menimbulkan opportunity cost.
Keuntungan dari memiliki saham perusahaan bagi owner adalah control terhadap
perusahaan. Namun, return yang dihasilkan dari saham tidak pasti dan pemegang
saham adalah pihak pertama yang menanggung resiko perusahaan. Modal sendiri
atau ekuitas merupakan modal jangka panjang yang diperoleh dari pemilik
perusahaan atau pemegang saham. Modal sendiri diharapkan tetap berada dalam
perusahaan untuk jangka waktu yang tidak terbatas sedangkan modal pinjaman
memiliki jatuh tempo.
Penelitian inimenggunakan proksi Debt To Equity Ratio (DER) yaitu dengan
membandingkan jumlah total ekuitas dengan total hutang.
2.1.3 Debt To Equity Ratio (DER)
Debt To Equity Ratio (DER) digunakan untuk mencerminkan variabel struktur
modal perusahaan. Rasio ini menggambarkan seberapa besar modal perusahaan
dibiayai dari biaya asing. Biaya asing disini adalah total hutang yang digunakan
perusahaan sebagai biaya operasional perusahaan. Debt To Equity Ratio (DER)
adalah rasio perbandingan antara jumlah total ekuitas dengan total hutang.
13
DER dengan angka dibawah 1.00, mengindakasikan bahwa perusahaan memiliki
hutang yang lebih kecil dari ekuitas yang dimilikinya. Investor harus jeli dalam
melihat DER , jika total hutangnya lebih besar dari pada ekuitas, maka investor
harus lihat lebih lanjut apakah hutang lancar atau hutang jangka panjang yang
lebih besar.

Jika jumlah hutang lancar lebih besar dari pada hutang jangka panjang,
keadaan ini masih bisa diterima, karena besarnya hutang lancar sering
disebabkan oleh hutang operasi yang bersifat jangka pendek.

Jika hutang jangka panjang yang lebih besar, maka dikuatirkan perusahaan
akan mengalami gangguan likuiditas dimasa yang akan datang. Selain itu
laba perusahaan juga semakin tertekan akibat harus membiayai bunga
pinjaman tersebut.

Beberapa perusahaan yang memiliki DER lebih dari satu, hal ini sangat
menganggu pertumbuhan kinerja perusahaanya juga menganggu
pertumbuhan harga sahamnya. Karena itu sebagian besar para investor
menghindari perusahaan yang memiliki angka DER lebih dari 2.
2.2 Profitabilitas
Profitabilitas merupakan kemampuan suatu perusahaan untuk mendapatkan laba
(keuntungan) dalam suatu periode tertentu. Pengertian yang sama disampaikan
oleh Husnan (2001) bahwa Profitabilitas adalah kemampuan suatu perusahaan
dalam menghasilkan keuntungan (profit) pada tingkat penjualan, aset, dan modal
saham tertentu. Sedangkan Menurut Michelle & Megawati (2005) Profitabilitas
14
merupakan kemampuan perusahaan menghasilkan laba (profit) yang akan menjadi
dasar pembagian dividen perusahaan.
Profitabilitas suatu perusahaan akan mempengaruhi kebijakan para investor atas
investasi yag dilakukan. Kemampuan peurusahaan untuk menghasilkan laba akan
dapat menarik para investor untuk menanamkan dananya guna memperluas
usahanya, sebaliknya tingkat profitabilitas yang rendah akan menyebabkan para
investor menarik dananya. Sedangkan bagi perusahaan itu sendiri profitabilitas
dapat digunakan sebagai evaluasi atas efektivitas pengelolaan badan usaha
tersebut.
2.2.1 Return To Asset (ROA)
Pengembalian atas total aktiva merupakan ukuran efisiensi operasi yang relevan.
Nilai ini mencerminkan pengembalian perusahaandari seluruh aktiva (pendanaan)
yang diberikan pada perusahaan. Ukuran ini tidak membedakan pengembalian
berdasarkan sumber pendanaan .dengan menghilangkan dampak sumber
pendanaan aktiva, analisis berpusat pada evaluasi dan peramalan kinerja operasi
(John, Subramanyam dan Halsey 2003: 65)
Return on assets (ROA) merupakan salah satu rasio profitabilitas yang dapat
mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dari aktiva yang
digunakan. Return on assets merupakan perbandingan antara laba dengan total
aktiva yang dimiliki perusahaan. Return on assets (ROA) yang positif
menunjukkan bahwa dari total aktiva yang dipergunakan untuk beroperasi,
perusahaan mampu memberikan laba bagi perusahaan. Sebaliknya apabila return
on assets yang negatif menunjukkan bahwa dari total aktiva yang dipergunakan,
15
perusahaan mendapatkan kerugian. Jadi jika suatu perusahaan mempunyai ROA
yang tinggi maka perusahaan tersebut berpeluang besar dalam meningkatkan
pertumbuhan. Tetapi jika total aktiva yang digunakan perusahaan tidak
memberikan laba maka perusahaan akan mengalami kerugian dan akan
menghambat pertumbuhan.
Baik profit margin maupun total asset turnover tidak dapat memberikan
pengukuran yang memadai atas efektivitas keseluruhan perusahaan. Profit
margin tidak memperhitungkan penggunaan aktiva ,sementara total asset turnover
tidak memperhitungkan profitabilitas dalam penjualan. Rasio return on
asset atau return on investment mengatasi kedua kelemahan tersebut. Peningkatan
kemampuan perusahaan dapat terjadi jika ada peningkatan profit margin atau
peningkatan total asset turn over atau keduanya. Dua perusahaan dengan profit
margin dantotal asset turnover yang berbeda dapat saja memiliki rasio ROA yang
sama.(Van Horne 2005:225)
2.3 Kebijakan Deviden
Dividen adalah pembagian laba yang dilakukan oleh suatu perseroan kepada para
pemegang saham. Dividen dibagikan dalam jumlah yang sama untuk setiap
lembar sahamnya dan besarnya dividen tergantung pada sisa keuntungan setelah
dikurangi dengan potongan-potongan yang telah ditentukan dalam akta pendirian
dan juga tergantung dari keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Kebijakan dividen adalah keputusan apakah laba yang diperoleh perusahaan akan
dibagikan kepada para pemegang saham sebagai dividen atau akan ditahan dalam
bentuk laba ditahan guna pembiayaan investasi di masa datang (Sartono, 2001).
16
Menurut Husnan (2001), kebijakan dividen suatu perusahaan menyangkut tentang
masalah penggunaan laba yang menjadi hak para pemegang saham. Laba tersebut
dapat dibagikan pada pemegang saham sebagai dividen atau dapat ditahan sebagai
laba ditahan (retained earnings). Menurut Brigham dan Houston (2006) kebijakan
dividen optimal sebuah perusahaan harus mencapai suatu keseimbangan diantara
dividen saat ini dan pertumbuhan di masa depan sehingga dapat memaksimalkan
harga saham.
Saxena (1999) dalam Puspita (2009) mengemukakan bahwa isu tentang dividen
sangat penting dengan berbagai yaitu. Pertama, perusahaan menggunakan dividen
sebagai cara untuk memperlihatkan kepada pihak luar atau calon investor
sehubungan dengan stabilitas dan prospek pertumbuhan perusahaan di masa yang
akan datang. Kedua, dividen memegang peranan penting pada struktur
permodalan perusahaan.
2.3.1 Teori Dividen Tidak Relevan
Modigliani dan Miller (MM) berpendapat, nilai suatu perusahaan tidak ditentukan
oleh besar kecilnya Dividend Payout Ratio, tapi ditentukan oleh laba bersih
sebelum pajak dan kelas risiko perusahaan. Jadi menurut MM, dividen tidak
relevan untuk diperhitungkan karena tidak akan meningkatkan kesejahteraan
pemegang saham. Menurut MM kenaikan nilai perusahaan dipengaruhi oleh
kemampuan perusahaan untuk mendapatkan keuntungan atau earning power dari
asset perusahaan.
Beberapa ahli menentang pendapatan MM tentang dividen tidak relevan dengan
menunjukkan adanya biaya emisi saham baru yang akan mempengaruhi nilai
17
perusahaan. Modal sendiri dapat berasal dari laba ditahan dan menerbitkan saham
biasa baru. Jika modal sendiri berasal dari laba ditahan, biaya modal sendiri
sebesar Ks (biaya modal sendiri dari laba ditahan). Tapi bila berasal dari saham
biasa baru, biaya modal sendiri adalah Ke (biaya modal sendiri dari saham biasa
baru). Jika ada pajak maka penghasilan investor dari dividen dan dari capital gains
(kenaikan harga saham) akan dikenai pajak. Seandainya tingkat pajak untuk
dividen dan capital gains adalah sama, investor cenderung lebih suka menerima
capital gains dari pada dividen karena pajak pada capital gains baru dibayar saat
saham dijual dan keuntungan diakui.
2.3.2 Teori the bird in the hand
Gordon dan Lintner menyatakan bahwa biaya modal sendiri perusahaan akan naik
jika Dividend Payout rendah karena investor lebih suka menerima dividen dari
pada capital gains. Menurut mereka, investor memandang dividend yield lebih
pasti dari pada capital gains yield. Perlu diingat bahwa dilihat dari sisi investor,
biaya modal sendiri dari laba ditahan (Ks) adalah tingkat keuntungan yang
disyaratkan investor pada saham. Ks adalah keuntungan dari dividen (dividend
yield) ditambah keuntungan dari capital gains (capital gains yield).
Kebanyakan pemilik saham lebih menyukai pembayaran dividen saat ini daripada
menundanya untuk direalisir dalam bentuk “capital gain” nanti. Tarif pajak untuk
“capital gain” memang sering lebih rendah daripada untuk dividen, namun para
pemilik saham banyak yang lebih menyukai dividen saat ini, karena dengan
pembayaran dividen sekarang maka penerimaan uang tersebut sudah pasti,
sedangkan apabila ditunda ada kemungkinan bahwa apa yang diharapkan meleset.
18
Menurut Modigliani dan Miller pendapat Gordon dan Lintner merupakan suatu
kesalahan, karena akhirnya investor akan kembali menginvestasikan dividen yang
diterima pada perusahaan yang sama atau perusahaan yang memiliki resiko yang
hampir sama.
2.3.3 Teori perbedaan pajak
Teori ini diajukan oleh Litzenberger dan Ramaswamy menyatakan bahwa karena
adanya pajak terhadap keuntungan dividen dan capital gains, para investor lebih
menyukai capital gains karena dapat menunda pembayaran pajak. Oleh karena itu
investor mensyaratkan suatu tingkat keuntungan yang lebih tinggi pada saham
yang memberikan dividend yield tinggi, capital gains yield rendah dari pada
saham dengan dividend yield rendah, capital gains yield tinggi. Jika pajak atas
dividend lebih besar dari pajak atas capital gains, perbedaan ini akan makin terasa.
Suatu teori yang menyatakan bahwa karena adanya pajak terhadap dividen dan
capital gains maka para investor lebih menyukai capital gains karena dapat
menunda pembayaran pajak.
2.3.4 Teori Signaling Hypothesis
Menyatakan bahwa, jika ada kenaikan dividen sering kali diikuti dengan kenaikan
harga saham. Terdapat bukti empiris bahwa jika ada kenaikan dividen, sering
diikuti dengan kenaikan harga saham. Sebaliknya pernurunan dividen pada
umumnya menyebabkan harga saham turun. Fenomena ini dapat dianggap sebagai
bukti bahwa para investor lebih menyukai dividen dari pada capital gains. Tapi
MM berpendapat bahwa suatu kenaikan dividen yang diatas biasanya merupakan
suatu sinyal kepada para investor bahwa manajemen perusahaan meramalkan
19
suatu penghasilan yang baik diveden masa mendatang. Sebaliknya, suatu
penurunan dividen atau kenaikan dividen yang dibawah kenaikan normal
(biasanya) diyakini investor sebagai suatu sinyal bahwa perusahaan menghadapi
masa sulit dividen waktu mendatang. Seperti teori dividen yang lain , teori
Signaling Hypotesis ini juga sulit dibuktikan secara empiris. Adalah nyata bahwa
perubahan dividen mengandung beberapa informasi. Tapi sulit dikatakan apakah
kenaikan dan penurunan harga setelah adanya kenaikan dan penurunan dividen
semata-mata disebabkan oleh efek sinyal atau disebabkan karena efek sinyal dan
preferensi terhadap dividen.
2.3.5 Teori Clientele Effect
Teori ini menyatakan bahwa kelompok (clientele) pemegang saham yang berbeda
akan memiliki preferensi yang berbeda terhadap kebijakan dividen perusahaan.
Kelompok pemegang saham yang membutuhkan penghasilan pada saat ini lebih
menyukai suatu Dividend Payout Ratio yang tinggi. Sebaliknya kelompok
pemegang saham yang tidak begitu membutuhkan uang saat ini lebih senang jika
perusahaan menahan sebagian besar laba bersih perusahaan.
Jika ada perbedaan pajak bagi individu (misalnya orang lanjut usia dikenai pajak
lebih ringan) maka pemegang saham yang dikenai pajak tinggi lebih menyukai
capital gains karena dapat menunda pembayaran pajak. Kelompok ini lebih
senang jika perusahaan membagi dividen yang kecil. Sebalinya kelompok
pemegang saham yang dikenai pajak relatif rendah cenderung menyukai dividen
yang besar. Bukti empiris menunjukkan bahwa efek dari Clientele ini ada. Tapi
menurut MM hal ini tidak menunjukkan bahwa lebih baik dari dividen kecil,
20
demikian sebaliknya. Efek Clientele ini hanya mengatakan bahwa bagi
sekelompok pemegang saham, kebijakan dividen tertentu lebih menguntungkan
mereka.
2.3.6 Dividend Payout Ratio
Menurut Sutrisno (2005) Dividend Payout Ratio adalah persentase laba yang
dibagikan sebagai dividen, dimana semakin besar Dividend Payout Ratio semakin
kecil porsi dana yang tersedia untuk ditanamkan kembali ke perusahaan sebagai
laba ditahan. DPR pada hakikatnya adalah menentukan porsi keuntungan yang
akan dibagikan kepada para pemegang saham, dan yang akan ditahan sebagai
bagian dari laba ditahan.
2.4 Hubungan Struktur Modal Terhadap Dividend Payout Ratio
Perusahaan dengan struktur modal dengan komposisi hutang yang tinggi
berpengaruh negatif terhadap kebijakan deviden. Perusahaan yang mendanai
modal berasal dari hutang eksternal akan menurunkan dividen untuk membayar
kewajiban membayar hutangnya. Perusahaan yang mempunyai komposisi modal
yang berasal dari saham dan bukan dari hutang eksternal akan meningakatkan
dividen karena perusahaan akan berpotensi besar membagikan dividen untuk
memepertahankan dan mendapatkan kepercayaan para pemegang saham oleh
karena itu struktur modal berpengaruh negatif terhadap kebijakan dividen.
21
2.5 Hubungan Profitabilitas Terhadap Devidend Payout Ratio
Perusahaan dengan kemampuan untuk menghasilkan profit dari asset dan modal
perusahaan akan membuat perusahaan berpotensi memberikan dividen kepada
pemegang saham. Selain itu ROA adalah salah satu cara bagi para manajer
melihat keadaan perusahaan untuk menetapkan kebijakan dividen.
2.6 Penelitian Terdahulu
Terdapat penelitian terdahulu yang meneliti tentang faktor yang mempengaruhi
kebijakan deviden
Tabel 2.1 Ringkasan penelitian terdahulu yang relevan
Nama
Ida Ayu
Agung Idawati
dan Drs. Gede
Merta
Sudiartha,
MM2
Judul Penelitian
Pengaruh Profitabilitas,
Likuiditas, Ukuran
Perusahaan terhadap
Kebijakan Deviden
Perusahaan Manufaktur di
BEI
Hani Diana
Latiefasari
Analisis Faktor yang
Mempengauhi Kebijakan
Deviden
Tahun
Hasil Penelitian
profitabilitas
2011
berpengaruh positif
terhadap kebijakan
dividen,
Likuiditas berpengaruh
positif terhadap
kebijakan dividen,
Ukuran perusahaan tidak
memiliki pengaruh
terhadap kebijakan
dividen
2010
Current Ratio
(CR) berpengaruh
positif dan tidak
signifikan terhadap
Dividend Payout Ratio
(DPR), Debt to Equity
Ratio (DER)
berpengaruh negatif dan
tidak signifikan
terhadap Dividend
Payout Ratio (DPR)
Growth
berpengaruh negatif dan
signifikan terhadap
Dividend Payout Ratio
22
Tita deitiana
Faktor Yang
Mempengaruhi Kebijakan
Deviden
2009
Ita Lopolusi
Analisis Faktor Yang
Mempengaruhi Kebijakan
Deviden Sektor
Manufaktur Yang
Terdaftar BEI
2013
(DPR), Collateralizable
Assets (COL)
berpengaruh positif dan
signifikan terhadap
Dividend Payout
Ratio (DPR), Return on
Equity (ROE)
berpengaruh positif dan
tidak signifikan
terhadap Dividend
Payout Ratio (DPR)
DER tidak berpengaruh
terhadap DPR, EPS
berpengaruh positif
terhadp DPR, PER
berpengaruh positif
terhadap DPR, ROA
tidak berpengaruh
terhadap DPR, CR tidak
berpengaruh terhadap
DPR, NPM tidak
berpengaruh terhadap
DPR, ITO tidak
berpengaruh terhadap
DPR, ROE tidak
berpengaruh terhadap
DPR
Pofitabilitas tidak
berpengaruh terhadap
DPR, Likuiditas tidak
berpengaruh terhadp
DPR, Ukuran
perushaan berpengaruh
positif terhadap DPR,
Leverage tidak
berpengaruh terhadap
DPR, FCF tidak
berpengaruh terhadap
DPR, Growth tidak
berpengaruh terhadap
DPR,
Download