BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bahasa digunakan manusia untuk menyampaikan pesan, maksud dan
tujuan. Salah satu penggunaan bahasa yang memiliki pesan, maksud, dan tujuan di
dalam kehidupan sehari-hari adalah bahasa dalam iklan. Bahasa dalam iklan
sangat berpengaruh bagi masyarakat yang berperan sebagai alat komunikasi antara
penutur yaitu pembuat iklan dan terhadap lawan tutur yaitu konsumen. Bentuk
komunikasi dalam bahasa iklan merupakan komunikasi satu arah dari pihak
pembuat iklan. Oleh karena itu, tuturan dalam bahasa iklan harus dibuat secara
efektif, menarik dan dapat mempengaruhi calon konsumen untuk mengkonsumsi
atau membeli produk yang ditawarkan.
Bahasa dalam iklan dituntut untuk mampu menggugah, manarik, dan
mengkomunikasikan
pesan
dengan
koperatif
kepada
khalayak.
Untuk
menyampaikan gagasan pikiran tersebut dalam suatu bahasa, seorang penulis
iklan harus mengetahui aturan bahasa tersebut, seperti tata bahasa, kaidahkaidahnya, idiom-idiomnya, nuansa atau konotasi sebuah kata, dan sebagainya.
Syarat ini adalah syarat yang mutlak.
Iklan adalah media komunikasi untuk menyebarluaskan pesan. Iklan berisi
kata-kata yang kuat dalam mempengaruhi konsumen dalam skala besar. Oleh
karena itu, iklan juga dikategorikan sebagai salah satu bentuk komunikasi
khususnya komunikasi non personal (Belch dan Belch, 2007:141).
1
2
Dalam mengidentifikasi Wacana Iklan Layanan Telepon Seluler peneliti
menggunakan objek penelitian dari media iklan di televisi. Dari segi komunikasi
televisi memiliki keuntungan atas pesan yang bisa dilihat serta didengar dalam
waktu bersamaan (Suhandang, 2010:89). Televisi juga mampu menampilkan dua
elemen yaitu elemen visual (gambar) dan juga audio (suara) sehingga komunikasi
yang disampaikan lebih mudah dimengerti oleh calon konsumen. Oleh karena itu,
pemahaman calon konsumen perlu dipertimbangkan, karena apa yang dipahami
oleh pembuat iklan belum tentu dipahami dengan mudah oleh calon konsumen,
terutama iklan yang memiliki alur cerita. Salah satu jenis iklan yang memiliki alur
cerita yaitu iklan layanan telepon seluler.
Wacana Iklan Layanan Telepon Seluler yang terdapat dalam media televisi
cukup menarik dengan permainan struktur, relasi makna dan unsur tindak tutur
atau pragmatik, yang membuat daya saing semakin kuat antar pesaingnya. Hal ini
cukup membuat konsumen kebingungan, antara memilih kartu seluler mana yang
murah tetapi jaringan sinyal yang cukup kuat. Berikut contoh Wacana Iklan
Layanan Telepon Seluler AS versi WOW:
(1) L
: Oke thank you mas
Pedagang
: Kembalaiannya mas?
L
: Udah ambil aja
Perempuan 1 : You call w
Perempuan 2 : You sms w muah
Perempuan 3 : You follow w
Sule
: Heh! Kartu AS gratisnya WOW bukan Pe.Ha.Pe. Pakai
lima ratus gratisnya biasa buat apa aja. Cuman kartu AS yang
bisa. You call w.
3
Bahasa yang digunakan dalam iklan ini disesuaikan dengan sasaran konsumen
dalam masyarakat, yakni para remaja. Dalam iklan ini, kata–kata yang digunakan
adalah kata-kata dan istilah yang familiar di kalangan para remaja.
(1a)
“WOW GRATISNYA BUKAN Pe.Ha.Pe.”
Pe.Ha.Pe adalah akronim dari pemberi harapan palsu. Julukan ini sering
dilekatkan pada seseorang yang suka memberi harapan palsu pada orang lain.
Penulisan fonetik Pe.Ha.Pe bukannya PHP ini digunakan untuk memberi
penekanan bahwa produk ini benar-benar ingin mencitrakan tentang keseriusan
bukan hanya menawarkan janji palsu yang bisa membuat masyarakat tertipu.
Struktur iklan yang terdapat dalam wacana iklan Telkomsel kartu AS,
yaitu terdapatnya Opening, Body Ad dan Closing. Inti dari iklan tersebut terdapat
pada bagian closing atau penutup. Iklan tersebut menggunakan relasi makna
perbandingan yaitu personifikasi yang terlihat pada wacana percakapan yang
dikatakan oleh sule,
(1b)
“Kartu AS gratisnya WOW bukan pe.ha.pe”
Kalimat tersebut membandingkan kartu AS yang pada dasarnya adalah
benda mati, tetapi pada wacana iklan tersebut diceritakan memiliki sifat
kemanusiaan yaitu pe.ha.pe. Iklan tersebut juga menggunakan tindak tutur lokusi
dan perlokusi. Tindak ilokusi direktif terlihat pada wacana percakapan pedagang
dengan tokoh laki-laki,
(1c)
Pedagang
: Kembalaiannya mas?
L
: Udah ambil aja
4
Pada percakapan wacana di atas dapat ditemukan penggunaan tindak tutur
ilokusi direktif, karena tuturan
yang dilakukan oleh tokoh pedagang
mengharapkan lawan tuturnya melakukan suatu tindakan. Tindakan yang
dilakukan tokoh laki-laki dalam iklan ini yaitu menolak kembalian dari tokoh
pedagang koran. Kalimat yang mengandung perlokusi terdapat pada wacana
percakapan sule dengan laki-laki tersebut yang mengatakan,
(1d)
“Heh! Kartu AS gratisnya WOW bukan Pe.Ha.Pe. Pakai lima ratus
gratisnya biasa buat apa aja. Cuman kartu AS yang bisa. You call w”
Kalimat tersebut dapat diidentifikasi menggunakan tindak tutur perlokusi,
karena kalimat tersebut mempengaruhi lawan tutur yaitu tokoh laki-laki. Selain
itu, percakapan yang dikatakan oleh sule juga mempunyai daya pengaruh bagi
penonton khususnya calon konsumen.
Implikatur
yang
memungkinkan
dalam
kalimat
tersebut
adalah
menyatakan secara tidak langsung bahwa operator seluler lain hanya memberi
harapan palsu pada konsumen. Apalagi dengan melihat kondisi dalam masyarakat
bahwa persaingan antar operator seluler di Indonesia semakin gencar. Setiap
perusahaan ingin mencitrakan bahwa produk mereka adalah yang paling unggul.
Bahkan ada beberapa iklan, khusunya iklan operator seluler yang memperlihatkan
persaiangan secara terang-terangan.
Pada percakapan wacana iklan Telkomsel terlihat bahwa iklan sangat
berpengaruh bagi kehidupan sosial masyarakat. Permainan kata yang digunakan
dalam percakapan tersebut cukup sering terjadi dalam masyarakat.
5
1.2 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini berada pada lingkup pragmatik, khususnya kajian wacana.
Penelitian ini membahas jenis-jenis tindak tutur beserta prinsip kerja sama yang
terdapat dalam Wacana Iklan Layanan Telepon Seluler. Selain itu, penelitian ini
juga membahas relasi makna dan struktur pada wacana iklan. Lingkup data dalam
penelitian ini dikhususkan pada iklan layanan telepon seluler. Selanjutnya,
penelitian ini juga membahas dampak dari penggunaan bahasa iklan yang
digunakan pada wacana iklan layanan telepon seluler.
1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, rumusan masalah dapat
disusun sebagai berikut.
1. Apa sajakah struktur dan relasi makna dalam Wacana Iklan Layanan
Telepon Seluler?
2. Bagaimana jenis tindak tutur dan prinsip kerja sama berpengaruh pada
Wacana Iklan Layanan Telepon Seluler?
1.4 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini yaitu
1. Menguraikan struktur dan relasi makna dalam Wacana Iklan Layanan
Telepon Seluler.
6
2. Menjelaskan
jenis
tindak
tutur
dan
prinsip
kerja
sama
serta
pelanggarannya yang terdapat dalam Wacana Iklan Layanan Telepon
Seluler.
1.5 Manfaat Penelitian
Penelitian mengenai Wacana Iklan Layanan Telepon Seluler memiliki dua
manfaat yaitu, mamfaat teoritis dan mamfaat praktis. Secara teoritis, penelitian ini
diharapkan dapat menjadi sumbangan terhadap perkembangan ilmu bahasa,
khususnya mengenai perkembangan bahasa iklan dalam ilmu linguistik secara
umum. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menambah dan
memperkaya pengetahuan pembaca, dan memberikan pengalaman baru terhadap
pembaca terkait dengan pemahaman bahasa iklan.
1.6 Tinjauan Pustaka
Hidayat (http:www.google.com?Faresearch.upi.edu%=skripsi_10513.doc)
(2012) dalam skripsi “Strategi Tindak Tutur Dalam Iklan Operator Seluler di
Televisi” membahas mengenai strategi tindak tutur yang dilakukan operator
seluler dalam memasarkan produknya. Metode yang digunakan dalam penelitian
ini adalah metode deskriptif. Adapun metode kajian yang dilakukan adalah
metode kualitatif. Penelitian ini mendeskripsikan bahwa iklan operator seluler
mempunyai tujuan untuk membatasi pandangan pembaca, memengaruhi pembaca
7
agar menggunakan produk tersebut, dan menjatuhkan produk lain dengan
melakukan berbagai sindiran. Pemilihan diksi dan keterkaitan dengan iklan
operator seluler lain cenderung menjadi daya tarik tersendiri.
Purwanti (http:/digilib.ump.ac.id/files/disk1/9jhptump-a-umiuswatun-4392-babii.pdf) (2009) dalam skripsi “Analisis Wacana Dalam Iklan Kartu Seluler
Pada Spanduk” membahas penggunaan teknik persuasif, tindak tutur dan aspek
komunikasi pada wacana iklan kartu seluler di spanduk. Penelitian ini
menggunakan metode simak yang dilanjutkan dengan simak bebas libat cakap
(SLBC). Penelitian ini mendeskripsikan mengenai teknik persuasi yang dikaitkan
dengan tindak tutur pada iklan kartu seluler di spanduk. Aspek dan efek
komunikasi juga kalji pada penelitian ini. Dalam penelitian ini efek komunikasi
yang ditemukan yaitu efek positif dan negatif yang mencakup aspek sosial,
ekonomi, agama dan budaya.
Solikha (2010) dalam tesis “Wacana Iklan Komersial Berbahasa Indonesia
dan Inggris” membahas pemakaian bahasa dan teknik persuasif yang dipakai
dalam iklan komersial tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang
dilakukan dengan metode observasi. Penelitian ini juga menggunakan teknik
sadap dalam bentuk rekaman video, lalu mentranskripsikan narasi iklan komersial
di televisi. Tesisi ini juga mendeskripsikan perbedaan antara iklan berbahasa
Indonesia dan iklan berbahsa inggris dan mendeskripsikan tentang struktur iklan
komersial, penggunaan bahasa dan teknik persuasif yang digunakan dalam iklan
komersial tersebut.
8
Kajian tentang penggunaan bahasa mengenai slogan telah dilakukan
penelitian oleh Suryani (2000) dalam skripsi “Wacana Slogan Parpol: Kajian
Pragmatik” membahas bentuk pemakaian tindak tutur bahasa dalam politik.
Wacana slogan parpol adalah wacana persuasi yang digunakan untuk menarik
pembaca agar memilih atau mendukung parpol pembuat wacana slogan. Pada
tahap penyediaan data digunakan metode simak dengan teknik sadap sebagai
dasarnya. Pada tahap analisis data menggunakan metode padan dan agih dengan
teknik pilah unsur penentu dan bagi teknik bagi unsur langsung. Dalam skripsi ini
dijelaskan jenis-jenis tindak tutur dalam wacana slogan parpol. Selain itu, dalam
skripsi ini juga dikaji pemamfaatan bunyi, serapan unsur bahasa asing, relasi
makna, dan pemamfaatan koteks.
Santoso (2000) dalam tesis “Iklan Rokok: Sebuah Kajian Struktural dan
Pragmatik” membahas struktur wacana iklan rokok pada media cetak dan
deskripsi tentang jenis-jenis tindak tutur yang digunakan dalam wacana iklan
rokok. Tesis ini juga menkaji kepatuhan dan penyimpangan prinsip-prinsip kerja
sama. Pada tahap penyediaan digunakan metode simak dan pencatatan sebagai
teknik lanjutan. Pada tahap analisis data digunakan metode agih dengan teknik
bagi unsur langsung serta metode penafsiran teks yang didasarkan pada koteks
dan konteks sebagai penjelasan tindak tutur dan prinsip-prinsip kerja sama dalam
iklan rokok.
Uraian mengenai penelitian yang telah disampaikan di atas hanya
menggunakan studi wacana, struktur iklan dan relasi makna pada iklan secara
keseluruhan. Oleh karena itu, peneliti mencoba mengkaji penelitian mengenai
9
struktur iklan, relasi makna, dan kajian pragmatik pada wacana iklan khususnya
WILTS.
1.7 Landasan Teori
Dalam pembuatan sebuah iklan tentu saja didasarkan pada aspek seni,
yang menduduki peran kebahasaan. Dari peran kebahasaan, relasi makna berperan
penting dalam pembuatan iklan di televisi. Keraf (1996:113) menyatakan bahwa
style atau gaya bahasa adalah cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa yang
khas dalam memperlihatkan ciri dari kepribadian penulis. Gaya bahasa adalah
istilah yang digunakan dalam ilmu sastra. Sementara itu, relasi makna adalah
istilah yang digunakan dalam ilmu linguistik. Relasi makna menjadi masalah atau
bagian dari diksi (pilihan kata) yang mempersoalkan cocok tidaknya permainan
kata, frasa dan klausa tertentu untuk menghadapi situasi tertentu. Oleh karena itu,
persoalan relasi makna meliputi semua hirarki kebahasaan seperti pilihan kata
secara individual, klausa, frasa dan kalimat bahkan mencakup wacana secara
keseluruhan (Keraf, 1996:112-113). Relasi makna adalah bahasa indah yang
dipergunakan untuk meningkatkan suatu efek dengan jalan memperkenalkan atau
memperbaningkan suatu benda atau hal tertentu dengan benda atau hal lain yang
lebih umum (Tarigan, 1985:5).
Mengacu dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa relasi
makna adalah cara mengungkapkan pikiran dan perasaan batin yang hidup melalui
bahasa yang khas dalam bertutur, untuk memperoleh efek-efek tertentu sehingga
apa yang dinyatakan menjadi jelas dan mendapat arti yang pas.
10
Jenis-jenis relasi makna menurut (Nurdin, dkk, 2004:21-30) yaitu 1) relasi
makna perbandingan, meliputi: hiperbola, metonemia, personifikasi, metafora,
sinekdok, alusi, simile, asosiasi, pars pro toto, epitet, eponim, fan hipalase. 2)
relasi makna perulangan, meliputi: aliterasi, anafora, anadiplosis, mesodiplosis,
epanolipsis, epizeuksis. 3) relasi makna sindiran, meliputi: ironi, sinisme,
innuendo, sarkasme, satire, dan antifrasis. 4) relasi makna pertentangan, meliputi:
antitesis, paradoks, litotes, oksimoron dan histeron prosteron. 5) relasi makna
penegasan, meliputi: repetisi dan paralisme.
Wacana Iklan Layanan Telepon Seluler merupakan bentuk tuturan satu
arah dari penutur (produsen atau pembuat iklan) kepada lawan tutur (konsumen).
Ditinjau dari aspek kebahasaan, bahasa iklan layanan telepon seluler dapat
dianalisis dengan pendekatan identifikasi struktur iklan, relasi makna iklan dan
analisis wacana pragmatik. Tindak tutur adalah bagian dari pragmatik. Tindak
tutur (istilah Kridalaksana „pertuturan‟/speech act, speech event) adalah
pengujaran kalimat untuk menyatakan agar suatu maksud dari pembicara
diketahui pendengar (Kridalaksana, 1984:154). Tindak tutur (speech atcs) adalah
ujaran yang dibuat sebagai bagian dari interaksi sosial (Alwasilah, 1993:19).
Menurut Hamey (via Sumarsono dan Partama, 2002:329-330) tindak tutur
merupakan bagian dari peristiwa tutur, dan peristiwa tutur merupakan bagian dari
situasi tutur.
Sementara itu, Searle (via Wijana, 1996:16) mengemukakan bahwa secara
pragmatis setidak-tidaknya ada tiga jenis tindakan yang dapat diwujudkan oleh
seorang penutur, yakni tindak tutur lokusi, tindak tutur ilokusi dan tindak tutur
11
perlokusi (tuturan yang memiliki daya pengaruh). Menurut Wijana (2004:54),
secara sederhana ada tiga aspek yang dipertimbangkan oleh penutur dan lawan
tutur di dalam memproduksi wacana yang wajar, yaitu aspek kerja sama, aspek
maksim kesopanan dan aspek parameter pragmatik.
Wijana (1996:15) mengungkapkan bahwa wacana iklan yang disusun
secara tidak konvesional dipandang lebih efektif dibandingkan dengan wacana
iklan konvensional. Aspek kebahasaan dalam wacana iklan konvensional penuh
dengan ungkapan superlative, metaforis, hiperbolis dan berbagai permainan katakata yang serupa. Sementara itu, aspek kebahasaan dalam wacana iklan tidak
konvensional memanfaatkan keterkaitan konteks. Konteks dalam iklan tidak
konvensional terkait dengan maksud-maksud tuturan dan hanya
dapat
diidentifikasikan lewat penggunaan bahasa itu secara konkret dengan menjelaskan
situasi tutur terdiri dari lima unsur: (1) penutur dan lawan tutur, (2) konteks
sebuah tuturan, (3) tujuan sebuah tuturan, (4) tuturan sebagai bentuk tindakan atau
kegiatan: tindak ujar, (5) tuturan sebagai bentuk tindak verbal.
Peristiwa tutur yang akan diteliti merupakan peristiwa sosial karena
menyangkut pihak-pihak yang bertutur dalam satu situasi dan tempat tertentu.
Peristiwa tutur ini pada dasarnya merupakan rangkaian dari sejumlah tindak tutur
yang terorganisasi untuk mencapai suatu tujuan. Peristiwa tindak tutur yang
terdapat pada Wacana Iklan Layanan Telepon Seluler bersifat sosial dan memiliki
tujuan untuk mempengaruhi konsumen. Hal tersebut ditentukan oleh kemampuan
dan kekuatan bahasa dari suatu iklan.
12
Dalam komunikasi yang wajar agaknya dapat diasumsikan bahwa seorang
penutur mengatikulasikan ujaran dengan maksud untuk mengkomunikasikan
sesuatu kepada lawan bicaranya, dan berharap lawan bicaranya dapat memahami
apa yang hendak dikomunikasikan itu (Wijana, 2009:44). Untuk itu penutur selalu
berusaha agar tuturannya selalu relevan dengan konteks, jelas, mudah dipahami,
padat dan ringkas (concisee), dan selalu pada persoalan (straight forward),
sehingga tidak menghabiskan waktu lawan bicaranya (Wijana, 2009:44). Grice
via (Wijana, 2009:45) mengemukakan bahwa didalam rangka melaksanakan
prinsip kerja sama itu, setiap penutur harus mematuhi empat maksim percakapan
yakni, maksim kuantitas, maksim kualitas, maksim relevansi dan maksim
pelaksanaan.
Dalam penyusunan sebuah iklan tidak saja didasarkan pada aspek seni,
tetapi juga terdapat aspek rasional dan fungsional, karena iklan dibangun
berdasarkan pertimbangan rasionalitas yang jelas dan terukur, untuk memenuhi
fungsi-fungsi sesuai yang diharapkan oleh komunikator. Bila dalam penyusunan
iklan diperlukan perpaduan rasional dan seni sebagaimana diuraikan diatas, maka
iklan tidak ada standar baku dalam isinya. Artinya, unsur atau anatomi yang
terdapat dalam iklan yaitu antara lain terdiri dari Opening, Body Ad, dan Closing.
Widyatama (2011:91) struktur iklan terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian
awal atau opening, bagian tengah tubuh iklan body ad, dan bagian terakhir
penutup atau closer. Ketiga bagian tersebut saling berhubungan dan membentuk
satu kesatuan yang utuh sehingga memiliki kejelasan tujuan. Bagian awal atau
opening merupakan bagian yang bertugas untuk merebut perhatian awal
13
konsumen. Bagian ini harus sangat atraktif dan menjadi eye catcher sehingga
mampu menggiring indra mata dan indra pendengaran untuk menjaga penonton
agar tetap pada iklan tersebut.
Apabila iklan sudah mendapatkan perhatian penonton, maka langkah
selanjutnya adalah memelihara perhatian konsumen tersebut agar terus ke bagian
badan iklan body ad. Pada bagian ini, umumnya pesan iklan diurai secara rinci
untuk terus mempersuasi konsumen. Selain itu, pada bagian ini juga harus
menjaga perhatian calon konsumen atau penonton, agar tetap melihat pesan pada
iklan tersebut sehingga berlanjut pada bagian penutup iklan.
Bagian terahir iklan adalah bagian penutup atau closing, yaitu bagian yang
menutup atau mengahiri sebuah iklan. Bagian penutup merupakan bagian yang
memiliki peranan yang cukup berat. Ia tidak sekedar berposisi di bagian penutup
sebuah iklan tetapi closing berfungsi untuk menyimpulkan, mengarahkan,
menunjukan,
menegaskan,
menginformasikan
bahkan
mambujuk
calon
konsumen.
1.8 Data dan Metode Penelitian
Penelitian Wacana Iklan Layanan Telepon Seluler terdiri dari tiga tahapan,
yaitu tahapan penyediaan data, tahap analisis data, dan tahap penyajian data. Data
penelitian ini diambil dari iklan di televisi, seperti RCTI, TRANS TV, SCTV,
ANTV, TRANS7, TV ONE, Global TV, MNCTV dan Kompas TV secara acak.
Pengambilan data pada penelitian ini dengan cara mengunduh video iklan dari
Youtube.
14
1.8.1 Tahap Penyediaan Data
Tahap pertama adalah tahap penyediaan data. Pada tahap ini peneliti
menggunakan metode simak atau observasi dengan teknik unduh lalu dilanjutkan
dengan teknik catat. Dalam hal ini peneliti menyimak penggunaan relasi makna
dan analisis wacana pragmatik lalu mencatatnya hingga menjadi sebuah wacana
iklan.
Pada penelitian ini, pengambilan sampel iklan dilakukan pada iklan tahun
2008 sampai 2014, dengan cara mengunduh dari media sosial Youtube. Namun,
karena pertimbangan kebutuhan data yang sesuai dengan pembahasan, peneliti
dapat mengambil 15 data iklan dari 60 populasi iklan layanan telepon seluler.
Iklan tersebut dipilih karena memiliki kriteria menarik, unik, baru, dan populer di
masyarakat. Pada penelitian ini peneliti menggunakan teknik simak bebas libat
cakap, karena peneliti tidak terlibat langsung dalam percakapan.
1.8.2 Analisis Data
Penelitian ini menggunakan metode padan pragmatis, karena kajian dalam
penelitian ini adalah pragmatik. Teknik yang digunakan ialah teknik pilah unsur
penentu, yakni data dipilah-pilah sesuai dengan satuan kebahasaannya
(Sudaryanto, 1993:123). Analisis data pada penelitian ini didasarkan sesuai
rumusan masalah yang ada. Setelah pengumpulan data penelitian, langkah
selanjutnya yaitu pengolahan data, pertama dengan mengidentifikasi struktur iklan
dan relasi makna yang digunakan dalam WILTS. Setelah semua data dapat
diidentifikasi, penulis kemudian mengamati aspek analisis wacana pragmatik
15
yaitu tindak tutur dan prinsip kerja sama yang terdapat pada Wacana Iklan
Layanan Telepon Seluler. Setelah kedua langkah di atas terlalui, penulis
menyampaikan isi dari identifikasi dan analisis beserta kekurangannya yang
terdapat pada bab kesimpulan.
1.8.3 Penyajian Hasil Analisis
Setelah penelitian selesai, langkah selanjutnya adalah penyajian hasil
analisis data. Penyajian data dalam penelitian ini menggunakan metode formal
dan informal. Metode formal yang digunakan pada skripsi ini dengan menyajiakn
data berupa tabel. Metode informal yang digunakan pada skripsi ini dengan
menyajikan penjelasan identifikasi dan analisis pada WILTS secara deskriptif.
1.9 Sistematika Penyajian
Hasil analisis data kemudian disajikan dalam bentuk deskripsi yang
mendalam karena penelitian ini merupakan kajian kualitatif. Analisis dalam
penelitian ini bersifat interpretif, penjelasan dan interpretasi data didasarkan pada
analiasis dan teori tertentu. Dalam penelitian kualitatif, analisis seperti ini bisa
dilakukan (Creswell, 2003:182).
Hasil penelitian ini disajikan dalam empat bab. Bab I adalah pendahuluan,
yang berisi latar belakang masalah, rumusan masalah. Tujuan dan mamfaat
penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, data dan metode penelitian, dan
sistematika penyajian data.
16
Bab II dalam skripsi ini mengidentifikasi struktur iklan dan relasi makna
pada Wacana Iklan Layanan Telepon Seluler. Bab III menjelaskan tentang analisis
wacana pragmatik yaitu tindak tutur dan prinsip kerja sama yang terdapat dalam
WILTS. Bab IV adalah bab penutup yang berisi kesimpulan dan saran.
Penomoran data ditulis berdasarkan urutan. Setiap bab, urutan penomoran tidak
berlanjut dari bab sebelumnya, tetapi diurutkan dari nomor satu. Penomoran
tersebut dilakukan agar memberi kemudahan untuk pembaca. Pada bagian akhir
skripsi ini dilampirkan daftar pustaka sebagai referensi pustaka yang digunakan
dalam penyusunan skripsi ini. Selain daftar pustaka, penelitian ini juga
melampirkan daftar laman yang berisi refrensi pustaka dan laman pengambilan
data.
Download