8 Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Pendefinisian Tentang Kompetensi Dosen Sampai saat ini telah ada beberapa pendefinisian mengenai kompetensi dan berbagai macam aspek yang terkait dengan pengelolaannya. Pada sub bab II.1 akan dipaparkan beberapa definisi diantaranya yang diambil dari sejumlah sumber, serta sebagian pendefinisian yang dirasakan perlu ditetapkan untuk keperluan lebih lanjut dalam penelitian ini. II.1.1 Kompetensi Kompetensi merupakan masalah yang banyak dibahas terutama dalam bidang pengelolaan sumber daya manusia. Ada banyak pendefinisian dari kompetensi. Menurut pendefinisian dari (NOAA, 2009), kompetensi dinyatakan sebagai sebuah pola terukur dari pengetahuan, keahlian, kemampuan, perilaku, dan karakteristik lain yang dibutuhkan individu untuk menampilkan pekerjaan atau tanggung jawab secara sukses. Sedangkan menurut Kamus Kompetensi LOMA (1998), yang dikutip dari (Lasmahadi, 2002), kompetensi didefinisikan sebagai aspek-aspek pribadi dari seorang pekerja yang memungkinkan pekerja untuk mencapai kinerja yang superior. Aspek-aspek pribadi seorang pekerja termasuk sifat, motif-motif, sistem nilai, sikap, pengetahuan, dan ketrampilan. Gambar II.1 memperlihatkan elemenelemen yang terkait serta yang mendasari terbentuknya kompetensi. Gambar II.1 Pembentuk Kompetensi Dalam Organisasi (Sumber : Widodo, 2003) 9 Adapula pendefinisian menurut (Spencer, dkk., 1993) yang mendefinisikan kompetensi sebagai karakteristik-karakteristik utama dari seorang individu yang biasanya memiliki hubungan sebab akibat antara sejumlah kriteria yang efektif serta kinerja yang maksimal dalam sebuah tugas atau situasi. Karakteristik-karakteristik utama berarti bagian abadi dari personal seseorang dan bisa memperkirakan perilaku dalam berbagai situasi dan pekerjaan. Hubungan sebab akibat berarti bahwa kompetensi menyebabkan perilaku atau kinerja. Sedangkan sejumlah kriteria berarti apakah seseorang dapat melakukan sesuatu dengan baik atau tidak. Karakteristik-karakteristik utama yang dimaksudkan terdiri dari: 1. Motive, merupakan suatu hal yang dipikirkan oleh seseorang secara konsisten. Motive berarti mengarahkan dan memilih perilaku terhadap perlakuan dan tujuan tertentu. 2. Traits, karakteristik secara fisikal dan respon yang konsisten terhadap situasi atau informasi tertentu. 3. Self-Concept, merupakan sikap, gambaran diri, atau nilai diri seseorang. 4. Knowledge, merupakan informasi yang dimiliki oleh seseorang dalam suatu bidang tertentu. 5. Skill, merupakan kemampuan untuk melakukan sejumlah tugas dalam bentuk mental atau fisik. Masih menurut (Spencer, dkk., 1993) dinyatakan bahwa kompetensi dapat dikelompokkan menjadi kompetensi yang terlihat dan kompetensi yang tersembunyi. Kompetensi yang terlihat akan lebih mudah diukur dan dikembangkan karena berada di permukaan diri seseorang. Sedangkan kompetensi tersembunyi karena berada jauh didalam diri seseorang maka akan lebih susah untuk diukur dan dikembangkan. Knowledge dan skill merupakan jenis kompetensi yang terlihat, sedangkan motive, traits serta self-concept merupakan jenis yang tersembunyi. Gambar II.2 memperlihatkan kompetensi berdasarkan yang terlihat dan yang tersembunyi. pengelompokkan 10 Gambar II.2 Pengelompokkan Kompetensi (Sumber : Spencer, dkk., 1993) Bila menurut (Spencer, dkk., 1993), kompetensi dikelompokkan berdasarkan yang tersembunyi terdiri dari motive, traits serta self-concept dan yang terlihat terdiri dari knowledge dan skill, maka terdapat pengelompokan lain yang didefinisikan dalam (JamSosTek, 2008). Menurut (JamSosTek, 2008), kompetensi dikelompokkan berdasarkan core competency, role competency, dan functional competency. 1. Core competency, merupakan pondasi yang menjadi dasar seluruh aktivitas organisasi dan harus dimiliki oleh seluruh karyawan tanpa terkecuali. 2. Role competency, merupakan kompetensi yang dibutuhkan seseorang untuk menjalankan fungsi dan peran dalam kelompok pekerjaan. Fungsi dan perannya berupa manajerial, officer, dan administrasi. 3. Functional competency, merupakan kompetensi yang dibutuhkan untuk dapat menjalankan suatu fungsi, posisi, atau peran dalam pekerjaan tertentu sesuai dengan rumpun atau sub rumpun jabatan. Misalnya seorang pekerja pada fungsi keuangan akan memiliki kompetensi yang berbeda dengan seorang pekerja pada fungsi logistik. Functional competency dikelompokkan lagi berdasarkan hard competency yang terdiri dari pengetahuan dan keterampilan, serta soft competency yang terdiri dari sikap dan perilaku. Adapula definisi dari (Voorhees, 2001) mengenai kompetensi yaitu sebuah kombinasi dari ketrampilan, kemampuan dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Perbedaan sikap dan karakteristik dengan sendirinya akan membentuk perbedaan pengalaman pembelajaran. Dari 11 pengalaman pembelajaran kemudian akan terbentuk keahlian, kemampuan, dan pengetahuan. Kompetensi merupakan hasil dari sebuah paket akumulasi antara pengalaman pembelajaran yang kemudian menghasilkan keahlian, kemampuan, dan pengetahuan. Paket akumulasi didedikasikan khusus untuk penyelesaian tugas tertentu. Dan tentunya untuk dapat mengukur tingkat kompetensi yang dimiliki seseorang, maka kompetensinya harus diterapkan dalam lingkungan kerja. Gambar II.3 memperlihatkan hubungan antara keahlian, kemampuan, dan pengetahuan yang didapatkan dari pengalaman pembelajaran dan menjadi pembentuk kompetensi. Gambar II.3 Model Pembelajaran konseptual (Sumber : Voorhees, 2001) Suatu objek yang berkompeten dapat dikatakan sudah melewati tahap pembelajaran. Misalnya sistem yang berkompeten dapat diartikan bahwa sistem telah melewati pengalaman pembelajaran untuk membentuk pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan tertentu yang merupakan satu paket kesatuan utuh. Paket kompetensi akan berhubungan dengan pemenuhan tugas dimana paket kompetensi dimaksudkan untuk dibangun/diciptakan. Seseorang dikatakan berkompeten bila telah melewati pengalaman pembelajaran untuk mendapatkan pengetahuan, kemampuan, dan keahlian untuk menyelesaikan tugasnya secara maksimal. 12 Dari beberapa pendefinisian mengenai kompetensi, bisa diambil kesimpulan bahwa kompetensi merupakan aspek-aspek diri seseorang yang membuatnya bisa menampilkan performa secara maksimal dalam dunia kerja. Aspek-aspek ini terdiri dari knowledge dan skill sebagai bagian dari kompetensi yang terlihat, serta motive, traits serta self-concept sebagai bagian dari kompetensi tersembunyi. II.1.2 Model Kompetensi Menurut Kamus Kompetensi LOMA (1998) yang dikutip dari (Lasmahadi, 2002), model kompetensi didefinisikan sebagai suatu rangkaian kompetensi yang penting bagi kinerja yang superior dari sebuah pekerjaan atau sekelompok pekerjaan. Model kompetensi memberikan sebuah peta yang membantu seseorang memahami cara terbaik mencapai keberhasilan dalam pekerjaan atau memahami cara mengatasi suatu situasi tertentu. Sedangkan menurut definisi dari (NOAA, 2009), model kompetensi merupakan sekumpulan kompetensi yang dibutuhkan untuk memenuhi sebuah pekerjaan. Model kompetensi merepresentasikan pengetahuan, keterampilan, dan perilaku utama yang menciptakan kinerja yang maksimal. Adapula pendefinisian menurut (Spencer, dkk., 1993), dinyatakan bahwa model kompetensi memuat daftar kompetensi yang umumnya ditemukan pada para pekerja dengan performa kinerja yang maksimal. Daftar kompetensi biasanya digolongkan kedalam beberapa kelompok yang berbeda. Pembentukan model kompetensi harus disesuaikan dengan kebutuhan pekerjaan dari organisasi dimana model akan diterapkan. Seperti yang diperlihatkan dalam gambar II.4, terdapat beberapa tahap yang harus dilakukan dalam membentuk model kompetensi yaitu: 1. Expert panel Untuk setiap cakupan pekerjaan, dibutuhkan masukan dari para pemegang jabatan yang superior atau spesialis sumber daya manusia yang memiliki pengetahuan yang berhubungan dengan cakupan pekerjaannya. Masukan-masukan tersebut dapat berupa: 13 a) Key Accountabilities: merupakan bentuk tugas, tanggungjawab, dan hasil berupa produk atau layanan yang paling utama. b) Result Measures: merupakan hasil terukur dari setiap bentuk tanggungjawab pada poin a. Hasil ini akan digunakan untuk mengidentifikasi para pekerja superior dalam melaksanakan tugasnya. c) Career path: biasanya jalur karir yang mengarah pada pekerjaan. Poin c ini bersifat opsional, artinya bisa dilaksanakan bisa dan juga tidak. d) Competencies: merupakan kompetensi apa saja yang perlu dimiliki seorang pekerja untuk menampilkan kinerja yang maksimal pada level standar maupun pada level superior. 2. Conduct Behavioural Event Interview Bila dimungkinkan, para pemegang jabatan yang superior sebaiknya dimintai masukan berupa contoh dari kompetensi yang sudah diidentifikasikan pada tahap expert panel. Masukan ini akan sangat bermanfaat dalam memberikan karakteristik tentang bagaimana kompetensi dapat diekspresikan dalam budaya dan konteks organisasi. 3. Data Analysis Data yang telah didapatkan dari tahap-tahap sebelumnya akan dianalisa untuk mengidentifikasi perilaku dan karakteristik-karakteristik personal. Hasil analisa akan memberikan perbedaan antara daftar kompetensi yang biasanya dimiliki oleh pekerja superior dan pekerja yang biasa saja. Dari daftar kompetensi para pekerja superior kemudian akan dibentuk model kompetensi. 4. Validation Model kompetensi dapat divalidasi dengan cepat melalui proses perankingan sebuah sampel yang terdiri dari para pekerja dengan kriteria superior dan kriteria rata-rata dari kompetensi yang diidentifikasikan pada tahap 3. Kemudian harus dapat ditunjukkan bahwa ranking dari pekerja superior lebih tinggi dibandingkan ranking dari pekerja rata-rata. Atau bisa juga dilakukan interview pada 14 kelompok kerja untuk mengecek apakah model yang dibangun telah mengakomodir kompetensi yang didefinisikan dalam expert panel. Gambar II.4 Proses Model kompetensi (Sumber : Spencer, dkk., 1993) Dari beberapa definisi tentang model kompetensi, dapat disimpulkan bahwa model kompetensi merupakan daftar kompetensi sesuai dengan lingkup pekerjaan tertentu. Model kompetensi dapat menjadi dasar bagi seseorang untuk bisa mencapai performa maksimal di dunia kerja dengan cara berusaha memiliki kompetensi yang terdapat pada model. II.1.3 Kompetensi Dosen dan Model Kompetensi Dosen Menurut Undang-Undang Republik Indonesia tentang guru dan dosen (-, 2005), dosen didefinisikan sebagai pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Masih menurut undang-undang yang sama, dinyatakan bahwa kompetensi dosen adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai dosen dalam menjalankan tugas keprofesionalan. Kompetensi dosen terdiri dari: 1. Kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik. 15 2. Kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif, dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik. 3. Kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pelajaran dan ilmu pengetahuan sesuai dengan bidang keilmuannya secara luas dan mendalam. 4. Kompetensi sosial adalah kemampuan dosen untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama dosen, orangtua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar. Dalam (Dirjen Dikti, 2008), kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial diturunkan lagi menjadi sejumlah aspek. Aspek-aspek tersebut merupakan bentuk kompetensi yang secara umum sebaiknya dimiliki oleh setiap dosen. Dokumen terkait yang memuat aspek-aspek kompetensi dosen menurut (Dirjen Dikti, 2008) terlampir pada Lampiran C. Aspek-aspek kompetensi yang didefinisikan oleh (Dirjen Dikti, 2008) merupakan kompetensi yang bersifat umum dan berlaku bagi setiap dosen yang bernaung pada disiplin ilmu apapun. Karenanya aspek-aspek ini dapat dijadikan dasar dalam membangun model kompetensi untuk diterapkan pada tingkat perguruan tinggi. Namun ada aspek-aspek kompetensi yang memuat mengenai pengetahuan dan keahlian yang perlu dimiliki dosen, dan harus disesuaikan dengan disiplin ilmu yang digelutinya. Aspek-aspek tersebut dapat dijadikan dasar dalam membentuk model kompetensi untuk diterapkan pada tingkat program studi. Lebih jauh tentang model kompetensi akan dibahas pada bab III. II.2 Pendefinisian Tentang Manajemen Sumber Daya Manusia Pada sub bab II.2.1 dan II.2.2 akan dipaparkan pendefinisian tentang manajemen dan manajemen sumber daya manusia beserta sejumlah aktivitas yang terkait dengan manajemen sumber daya manusia. Pada bagian akhir dari sub bab II.2.3 akan dijelaskan mengenai hubungan antar kompetensi dan manajemen sumber daya manusia. 16 II.2.1 Manajemen Sebagian besar hidup manusia dijalani dengan menjadi bagian dari satu atau beberapa organisasi. Bentuk organisasi dapat bersifat formal ataupun nonformal. Tapi semua bentuk organisasi dipertahankan kesatuannya oleh sekelompok orang yang melihat bahwa ada manfaat untuk bekerja sama kearah pencapaian sasaran atau tujuan. Untuk mencapai tujuannya, setiap organisasi mempunyai beberapa program atau metode yang disebut sebagai rencana untuk dilaksanakan. Pelaksanaan rencana memerlukan alokasi sumber daya. Selanjutnya dalam pelaksanaan, harus ada pengarahan dan koordinasi untuk mengontrol jalannya pelaksanaan program organisasi. Manajemen menurut (Stoner, dkk., 1996) merupakan proses untuk merencanakan, mengorganisasikan, memimpin, dan mengendalikan pekerjaan anggota organisasi serta menggunakan semua sumber daya organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam manajemen dikenal istilah efisiensi dan efektivitas. Efisiensi merupakan kemampuan untuk melakukan sesuatu dengan tepat, dan merupakan konsep input/output. Dalam konsep efisiensi, dipercaya bahwa pencapaian output dapat dilihat dari input berupa tenaga kerja, material dan waktu yang digunakan. Dengan kata lain, input yang baik akan menghasilkan output yang baik. Sesuatu yang dilakukan dengan efisien dapat meminimalkan biaya sumber daya yang diperlukan. Dilain sisi, efektivitas merupakan kemampuan memilih sasaran yang tepat. Pemilihan sasaran yang tidak tepat akan memberikan hasil yang minim walaupun dilakukan secara efisien. Misalnya, sebuah industri mobil memproduksi mobil besar pada saat permintaan pasar akan mobil dengan ukuran body lebih kecil sedang meningkat. Walaupun produksi dilakukan dengan input tenaga kerja, material dan waktu yang maksimal, tetapi tidak dapat memberikan hasil yang maksimal. Karena hasil produksinya tidak sesuai dengan permintaan pasar dan akhirnya tidak banyak yang laku terjual. Sebaik atau sebesar apapun efisiensi dilakukan, tidak akan dapat menutupi kekurangan dari efektivitas. Efektifitas merupakan kunci keberhasilan dari suatu organisasi. Sehingga sebelum melakukan kegiatan secara efisien, harus dapat diyakini bahwa yang dilakukan merupakan sasaran yang tepat. 17 Dalam proses manajemen, terdapat beberapa aktivitas yang dilakukan. Aktivitasaktivitas tersebut adalah: 1. Merencanakan. Merencanakan merupakan proses memikirkan dengan matang sasaran dan tindakan yang perlu dilakukan berdasarkan metode atau rencana kerja tertentu. Rencana mengarahkan tujuan organisasi dan menetapkan prosedur terbaik untuk mencapainya. Rencana juga merupakan bentuk panduan untuk: a) Organisasi memperoleh dan menggunakan sumber daya yang diperlukan untuk mencapai tujuan. b) Anggota organisasi melaksanakan aktivitas yang konsisten dengan tujuan dan prosedur yang telah ditetapkan. c) Memonitor dan mengukur kemajuan untuk mencapai tujuan, sehingga dapat dilakukan koreksi bagi kesalahan yang ditemukan. 2. Mengorganisasikan. Mengorganisasikan adalah proses mengatur dan mengalokasikan pekerjaan, wewenang, dan sumber daya diantara anggota organisasi, sehingga mereka dapat mencapai sasaran organisasi. Sasaran yang berbeda memerlukan struktur yang berbeda pula dalam mengalokasikan pekerjaan, wewenang, dan sumber daya organisasi. 3. Memimpin Memimpin meliputi mengarahkan, mempengaruhi dan memotivasi karyawan untuk melaksanakan tugas yang penting. Dalam prosesnya, seorang pemimpin harus dapat membujuk orang lain supaya mau bekerja sama dalam mengejar masa depan yang muncul dari langkah merencanakan & mengorganisasikan. Langkah kepemimpinan yang tepat akan membantu para karyawan untuk bekerja sebaik mungkin. 4. Mengendalikan Hal penting lainnya yang harus dilakukan dalam manajemen adalah perlu diyakinkan bahwa tindakan yang dilakukan oleh anggota organisasi benar-benar menggerakkan organisasi kearah sasaran yang 18 telah dirumuskan. Ini merupakan fungsi pengendalian manajemen dan melibatkan berbagai elemen yaitu: a) Menetapkan standar prestasi kerja. b) Mengukur prestasi saat ini. c) Membandingkan prestasi saat ini dengan standar yang telah ditetapkan. d) Lewat Mengambil tindakan korektif bila ada deviasi yang dideteksi. proses pengendalian, maka organisasi dapat terbantu dalam mempertahankan pencapaian tujuannya agar tetap pada jalurnya. II.2.2 Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Flippo (1980) yang dikutip dari (Handoko, 1996) manajemen sumber daya manusia merupakan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan kegiatan-kegiatan pengadaan, pengembangan, pemberian kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan dan pelepasan sumber daya manusia agar tercapai berbagai tujuan individu, organisasi dan masyarakat. Masih dari (Handoko, 1996), pendefinisian manajemen sumber daya manusia menurut French (1974) merupakan penarikan, seleksi, pengembangan penggunaan dan pemeliharaan sumber daya manusia oleh organisasi. Sedangkan pengertian dari (Handoko, 1996) sendiri, manajemen sumber daya manusia adalah penarikan, seleksi, pengembangan, pemeliharaan, dan penggunaan sumber daya manusia untuk mencapai baik tujuan-tujuan individu maupun organisasi. Bagian atau unit yang biasanya mengurusi sumber daya manusia adalah Departemen Sumber Daya Manusia atau dalam Bahasa Inggris disebut Human Resource Department. Definisi tentang manajemen sumber daya manusia mengemukakan adanya aktivitas-aktivitas penarikan, seleksi, rekrutmen, pengembangan, penilaian dan kompensasi. Setiap aktivitas memiliki sejumlah sub aktivitas terkait. 1. Penarikan merupakan kegiatan untuk memperoleh para pelamar pekerjaan. Para pelamar harus memiliki kemampuan sesuai dengan informasi analisis pekerjaan dan kebutuhan-kebutuhan karyawan diwaktu yang akan datang. Penentuan akan kebutuhan pekerjaan dapat 19 dilakukan dengan melakukan perkiraan/forecast akan pekerjaan yang lowong, jumlahnya, waktu, dan lain sebagainya. 2. Seleksi merupakan kegiatan untuk menyaring sejumlah pelamar yang telah didapat. Pada kegiatan seleksi, akan dipilih orang-orang yang memenuhi spesifikasi kebutuhan. Tahap awal yang perlu dilakukan setelah menerima berkas lamaran adalah melihat daftar riwayat hidup/cv/curriculum vittae milik pelamar. Kemudian dari cv pelamar dilakukan penyortiran antara pelamar yang akan dipanggil dengan yang gagal memenuhi standar suatu pekerjaan. Langkah selanjutnya adalah memanggil kandidat terpilih untuk dilakukan ujian test tertulis, wawancara kerja/interview dan proses seleksi lainnya. 3. Rekrutmen merupakan proses pencarian dan ‘pemikatan’ para calon karyawan/pelamar yang memiliki potensi untuk diterima bekerja. Proses ini dimulai ketika para pelamar dicari dan berakhir ketika berkas lamaran telah diserahkan. Hasilnya adalah sekumpulan pencari kerja yang merupakan calon karyawan setelah melewati tahap seleksi. Rekrutmen merupakan tahap yang penting, karena kualitas sumber daya manusia organisasi tergantung pada kualitas pelaksanaan rekrutmen. 4. Pengembangan merupakan bentuk rencana-rencana sumber daya manusia selanjutnya yang menunjukkan permintaan-permintaan baru organisasi. Terdapat sejumlah aktivitas yang termasuk dalam bentuk pengembangan karyawan. Diantaranya adalah aktivitas pelatihan. Tenaga kerja yang bekerja pada organisasi atau perusahaan harus menguasai pekerjaan yang menjadi tugas dan tanggungjawabnya. Karenanya diperlukan suatu bentuk pelatihan agar tenaga kerja yang ada dapat lebih menguasai dan ahli di bidangnya masing-masing serta meningkatkan kinerja yang ada. Dengan peningkatan kemampuan juga dapat membantu menunjang pengembangan karir. Sejalan dengan perubahan permintaan, akan dilakukan kegiatan-kegiatan penempatan, seperti melakukan transfer, promosi, demosi, pemberhentian sementara, atau bahkan pemecatan karyawan. 20 5. Penilaian merupakan kegiatan untuk menilai prestasi kerja karyawan. Penilaian juga dapat dijadikan tolak ukur untuk melihat sejauh mana tingkat kesuksesan dari pelaksanaan aktivitas-aktivitas manajemen sumber daya manusia yang dilakukan. Prestasi kerja karyawan yang buruk bisa menandakan bahwa kegiatan seleksi, pelatihan atau pengembangan kurang berjalan dengan maksimal. Bisa juga dikarenakan ada masalah dengan motivasi dan kepuasan kerja karyawan. 6. Kompensasi merupakan bentuk pemberian penghargaan atas kontribusi kerja pegawai secara teratur dari organisasi atau perusahaan. Kompensasi yang tepat sangat penting dan disesuaikan dengan kondisi pasar tenaga kerja yang ada pada lingkungan eksternal. Kompensasi yang tidak sesuai dengan kondisi yang ada dapat menyebabkan masalah ketenaga kerjaan di kemudian hari atau pun dapat menimbulkan kerugian pada organisasi atau perusahaan. Proteksi juga perlu diberikan kepada pekerja agar dapat melaksanakan pekerjaannya dengan tenang sehingga kinerja dan kontribusi pekerja dapat tetap maksimal dari waktu ke waktu. II.2.3 Keterkaitan Antar Kompetensi dan Manajemen Sumber Daya Manusia Dalam (Spencer, dkk., 1993), dinyatakan bahwa untuk mengelola sumber daya manusia, dibutuhkan informasi mengenai kebutuhan kompetensi dari suatu pekerjaan serta kompetensi yang dimiliki oleh para karyawan. Informasi tersebut akan digunakan dalam proses pengambilan keputusan dari setiap aktivitas manajemen sumber daya manusia. Aktivitas manajemen sumber daya manusia terdiri dari seleksi, rekrutmen, penempatan, kompensasi, manajemen kinerja, rencana karir, pelatihan dan pengembangan. Dalam rekrutmen para calon karyawan diseleksi dan diterima berdasarkan kebutuhan akan kompetensi. Pelatihan dan pengembangan difokuskan untuk kompetensi-kompetensi yang mengarahkan pada pencapaian kinerja yang maksimal. Rencana karir dilakukan dengan membandingkan kompetensi karyawan dan kompetensi yang dibutuhkan 21 oleh pekerjaan selanjutnya. Bentuk pemberian kompensasi didasarkan pada kompetensi karyawan untuk mendorong karyawan mengembangkan kompetensi diri. Kemudian pada setiap periode tertentu kompetensi karyawan akan dinilai dan hasilnya akan menjadi bahan evaluasi bagi pelaksanaan aktivitas manajemen sumber daya lainnya. Penjelasannya seperti terlihat pada gambar II.5. Gambar II.5 Manajemen SDM Berbasis Kompetensi (Sumber : Spencer, dkk., 1993) Menurut Lucia dan Lepsinger ( 1999) yang diambil dari (Lasmahadi, 2002), dinyatakan bahwa penerapan dari model-model kompetensi di perusahaan dapat memberikan manfaat dalam meningkatkan sistem manajemen sumber daya manusia yang ada di dalam perusahaan. 1. Seleksi a) Memberikan gambaran yang lebih lengkap mengenai persyaratanpersayaratan jabatan. 22 b) Meningkatkan kemungkinan untuk merekrut pekerja yang akan berhasil di dalam pekerjaannya. c) Meminimalkan investasi (baik waktu dan uang) pada pekerja yang mungkin tidak memenuhi harapan perusahaan. d) Memastikan proses wawancara yang lebih sistematis. e) Membantu membedakan kompetensi-kompetensi yang dapat dilatihkan dan kompetensi-kompetensi yang sulit untuk dikembangkan. 2. Pelatihan dan Pengembangan a) Memungkinkan pekerja untuk memusatkan perhatian pada ketrampilan, pengetahuan, dan karakteristik-karakteristik yang mempunyai dampak terbesar terhadap efektifitasnya. b) Memastikan bahwa kesempatan-kesempatan untuk melakukan pelatihan dan pengembangan berjalan selaras dengan sistem nilai dan strategi-strategi organisasi. c) Memaksimalkan efektifitas dari waktu dan dana yang digunakan untuk melakukan pelatihan dan pengembangan. d) Memberikan sebuah kerangka untuk melakukan proses bimbingan dan pemberian umpan balik yang berkelanjutan. 3. Penilaian Kinerja a) Memberikan pemahaman bersama tentang hal-hal yang akan dimonitor dan diukur. b) Memusatkan perhatian dan mendorong proses diskusi tentang penilaian kinerja. c) Memusatkan perhatian dalam mendapatkan informasi tentang tingkah laku pekerja dalam pekerjaan. 4. Perencanaan Karir/suksesi a) Menjelaskan tentang ketrampilan-ketrampilan, pengetahuan dan karakteristik-karakteristik yang diperlukan oleh suatu pekerjaan/peran. b) Memberikan metode untuk mengukur kesiapan dari calon pemegang jabatan atas peran yang akan dipegangnya. 23 c) Memusatkan perhatian dari rencana pelatihan dan pengembangan pada kompetensi-kompetensi yang belum dimiliki oleh calon pemegang jabatan. d) Memungkinkan (benchmark) organisasi diantara untuk sejumlah melakukan karyawan pembandingan potensial yang prestasinya sangat baik. Dari penjelasan mengenai keterkaitan antar kompetensi dan manajemen SDM, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa model kompetensi merupakan salah satu alat bantu dalam pelaksanaan manajemen sumber daya manusia. Karena model kompetensi dapat dijadikan dasar dalam mengambil keputusan dari setiap pelaksanaan aktivitas-aktivitas sumber daya manusia. Dengan melaksanakan manajemen sumber daya manusia berbasis kompetensi, maka dapat diyakinkan bahwa kompetensi yang dimiliki para karyawan akan terus terpantau dan ditingkatkan. Organisasipun dapat memenuhi kebutuhan akan kompetensi karyawan. II.3 Konsep Arsitektur Enterprise Sebelum melihat lebih jauh mengenai definisi Arsitektur Enterprise, ada baiknya terlebih dahulu diketahui definisi tentang arsitektur. Arsitektur merupakan sebuah istilah yang banyak digunakan dalam berbagai bidang. Untuk membuat kata arsitektur pada Arsitektur Enterprise memiliki makna sesuai dengan yang dimaksudkan, maka perlu ditetapkan definisi dari kata arsitektur yang akan dipergunakan lebih lanjut dalam penelitian ini. II.3.1 Arsitektur Menurut definisi yang diambil dari (CIO Council, 2001), arsitektur merupakan struktur dari komponen-komponen, keterhubungannya, serta hal-hal mendasar dan pedoman dalam mengatur desain dan evolusinya selama masanya. Sedangkan definisi menurut IEEE Standard 1471-2000 yang diambil dari (Lankhorst, dkk., 2005), arsitektur merupakan sebuah pengorganisasian mendasar dari sebuah sistem dengan dilingkupi oleh komponen-komponennya, hubungan antar setiap 24 komponen, hubungan antar komponen dan lingkungannya, dan prinsip pengarah desain dan evolusinya. Contohnya adalah Arsitektur Teknologi Informasi, yang bila dilihat definisinya menurut (Turban, dkk., 2001) merupakan sebuah bidang yang mempelajari tentang pemahaman dan perencanaan komponen-komponen sistem informasi dalam bentuk infrastruktur organisasi. Pada Arsitektur Teknologi Informasi, digambarkan komponen-komponen pendukungnya berupa infrastruktur teknologi serta bagaimana keterhubungan antar komponen untuk mendukung tercapainya tujuan organisasi. Bila dilihat dari definisi-definisi arsitektur, maka dapat ditarik satu benang merah yaitu semuanya menjelaskan bahwa arsitektur merupakan gambaran terstruktur dari sebuah sistem yang akan dibangun beserta komponen-komponen pendukung berdirinya sistem. Dalam arsitektur juga digambarkan bagaimana komponenkomponen saling berhubungan untuk mencapai tujuan dari pembangunan sistem. II.3.2 Arsitektur Enterprise Arsitektur Enterprise menurut definisi yang diambil dari (Lankhorst, dkk., 2005) merupakan keterhubungan secara menyeluruh dari prinsip, metode, dan modelmodel yang digunakan dalam mendesain dan merealisasikan struktur organisasi enterprise, proses bisnis, sistem informasi, dan infrastruktur. Karakteristik utamanya adalah Arsitektur Enterprise memberikan gambaran menyeluruh dari sebuah enterprise, komponen-komponen pendukung eksistensi enterprise, serta hubungan antar setiap komponen. Sedangkan menurut (Creswick, 2005) perancangan enterprise merupakan sebuah proses yang mengarah pada pengembangan, implementasi, perawatan, dan penggunaan dari sebuah blueprint yang menjelaskan dan mengarahkan bagaimana elemen IT berinteraksi dengan fungsi pada level strategis dan bisnis untuk menyelesaikan misi dari organisasi. Terdapat pula pendefinisian Arsitektur Enterprise menurut (CIO Council, 2001) merupakan sebuah aset informasi strategis mendasar, yang mendefinisikan misi, 25 informasi dan teknologi yang diperlukan untuk mencapai misi organisasi, dan proses transisi untuk menerapkan teknologi baru dalam rangka merespon perubahan misi bila diperlukan. Arsitektur Enterprise terdiri dari arsitektur dasar yang sedang berjalan pada perusahaan (dikenal sebagai as-is), arsitektur target yang ingin dicapai perusahaan (dikenal sebagai to-be), dan susunan rencana yang akan dijalankan untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Manfaat yang bisa didapat dari penggunaan Arstitektur Enterprise antara lain adalah: 1. Alignment. Memastikan bahwa pelaksanaan enterprise yang sebenarnya berjalan sesuai dengan yang diharapkan oleh pihak manajemen. 2. Integration. Menyadari bahwa aturan bisnis dilaksanakan dan data organisasi digunakan secara konsisten, antarmuka dan aliran informasi telah dibakukan, serta connectivity dan interoperability dikelola dengan baik dalam lingkungan enterprise. 3. Change. Memfasilitasi dan mengelola perubahan yang terjadi dalam setiap aspek dari enterprise 4. Time-to-market. Mengurangi kebutuhan akan pengembangan sistem, pembuatan aplikasi, modernisasi, dan sumberdaya. 5. Convergenve. Mengusahakan adanya portofolio produk IT standar. II.3.3 Perspektif Zachman Saat ini telah ada beberapa bentuk pendekatan untuk mengembangkan Arsitektur Enterprise, dan banyak pula yang telah mengalami beberapa perkembangan. Salah satu pendekatan yang menurut survey tentang Trend Arsitektur Enterprise tahun 2005 (Schekkerman, 2005) dinyatakan sebagai yang paling banyak digunakan oleh enterprise adalah Framework Zachman. Framework Zachman diperkenalkan oleh seorang ilmuwan komputer John Zachman pada tahun 1987. Menurut perspektif atau cara pandang Zachman, untuk mengelola sesuatu yang besar dan sering mengalami perubahan maka diperlukan penjelasan deskriptif atas apa yang dikelola. Dengan begitu ada kerangka kerja yang bisa digunakan dalam proses pengelolaannya. Bila terjadi perubahan terhadap objek yang dikelola, maka perubahan bisa lebih mudah tertangani bila terdapat penjelasan deskriptif 26 mengenai objek yang dikelola. Contohnya adalah dalam pembuatan pesawat terbang, biasanya terdapat sebuah arsitektur/blueprint yang akan dijadikan panduan untuk membangun pesawat. Dan bila dikemudian hari terjadi kerusakan pada pesawat yang menyebabkan sebuah komponen atau suatu subsistem dari pesawat harus diganti atau diperbaiki, maka dapat merujuk pada arsitektur pesawat. Dari arsitektur pesawat dapat dilihat komponen atau sub bagian mana yang rusak, komponen atau sub bagian lainnya yang terkait dengan komponen yang rusak, sehingga dapat lebih mudah memperbaiki bagian yang rusak saja. Dalam pengelolaan enterprise pun berlaku hal yang sama. Dikarenakan enterprise merupakan sesuatu yang besar dan sering mengalami perubahan karena era informasi saat ini, maka enterprise memerlukan sebuah penjelasan deskriptif dalam bentuk Arsitektur Enterprise. Zachman kemudian menurunkan Arsitektur Enterprise kedalam bentuk yang lebih terstruktur dan dapat mengakomodir pemikiran setiap pihak yang terlibat, yaitu kedalam bentuk Framework Zachman (Hay, 2002). Framework Zachman merupakan arsitektur dari sebuah enterprise yang disajikan dalam bentuk kerangka kerja sebagai panduan dalam mengelola enterprise. Penggambaran dan pendefinisian enterprise direpresentasikan dalam bentuk matriks 2 dimensi. Menurut Zachman sebuah enterprise tidak hanya dibangun dan dijalankan oleh satu orang tapi oleh beberapa orang dari berbagai kelompok yang berbeda. Setiap pihak yang terlibat dalam proses pengembangan serta pada saat dijalankannya sistem perlu memberikan pandangannya dalam mendefinisikan sistem yang akan dibangun. Perspektif dari setiap pihak dimuat pada baris dari matriks. Sedangkan aspek apa saja yang harus didefinisikan oleh setiap pihak dikelompokkan dalam bentuk 5W1H (What, Where, Who, When, Why, How). Aspek-aspek dimuat pada kolom matriks. Bentuk matriksnya seperti yang diperlihatkan pada gambar II.6. 27 Gambar II.6 Framework Zachman (Sumber : David Hay, 2002) Pada gambar II.6, matriks terdiri dari 6 buah baris dan 6 buah kolom. Baris memuat perspektif dari setiap pihak yang terlibat yaitu: 1. Planner’s view merupakan pendefinisian arah dan tujuan bisnis enterprise. Planner’s view berguna untuk menetapkan makna atau tujuan utama dari pembangunan sistem. 28 2. Business owner’s view merupakan pendefinisian dari sudut pandang para pelaku bisnis tentang sifat alami bisnis serta dibidang apa bisnis bergerak. 3. Architect’s view pendefinisian dari para arsitek mengenai fungsifungsi apa yang terkandung dalam bisnis, dengan penggambaran yang lebih teliti. 4. Designer’s view Pada level designer’s view sudah mulai berbicara mengenai teknologi yang akan digunakan untuk mengelola informasi yang dibutuhkan oleh proses bisnis. 5. Builder’s view merupakan sudut pandang dari para pekerja yang akan terjun langsung dalam membangun sistem sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan oleh desainer. 6. Functioning system pada level Functioning system didefinisikan bagaimana menjalankan sistem yang sudah dibangun. Dalam penyusunan definisi dari perspektif pihak-pihak yang terlibat, terlihat bahwa pendefinisiannya berbentuk seperti aliran yang dimulai dari mendefinisikan gambaran umum. Gambaran umum mendeskripsikan kebutuhan dasar sistem yang akan dibangun. Kemudian dideskripsikan kebutuhan proses bisnis dari sistem yang diperlukan di lapangan. Dilanjutkan dengan pendefinisian dari proses pembangunan sistemnya. Diakhiri dengan pendefinisian level penggunannya. Bentuk pendefinisian berupa aliran ini akan membantu pihak enterprise untuk mewujudkan strategi bisnisnya agar sampai pada tahap implementasi dengan lebih terstruktur. Selanjutnya adalah bagian kolom yang menggambarkan aspek-aspek apa saja yang perlu didefinisikan dari setiap pihak yaitu: 1. Data merupakan segala bentuk angka dan huruf atau biasa disebut karakter, yang diolah oleh komputer. 2. Activities disini didefinisikan apa yang akan dikerjakan oleh sistem. 3. Locations lokasi atau tempat pelaksanaan proses. 4. People orang-orang dalam enterprise yang terlibat dalam pelaksanaan proses dari sistem. 29 5. Time merupakan waktu dari pelaksanaan proses. 6. Motivations alasan dari pelaksanaan proses yang pada akhirnya juga menunjukkan alasan dari pengembangan sistem. Dalam matriks yang mendefinisikan Arsitektur Enterprise, setiap selnya untuk kondisi tertentu merupakan sesuatu yang berdiri sendiri. Sel-sel matriks memiliki keterhubungan satu sama lainnya. Karena dalam pendefinisian suatu sel bisa dipengaruhi oleh sel lain. Tapi disisi lain, sel-sel juga dapat dipandang saling bebas satu sama lain. Karena perubahan di suatu sel belum tentu membuat sel lain harus ikut berubah. Kondisi sel-sel membuat matriks menjadi lebih fleksibel dalam menghadapi serta mengakomodir perubahan yang mungkin terjadi dalam sistem. Misalnya pada kolom what terdapat desain dari data yang dimiliki dan dikelola pihak enterprise. Desain data dapat menjadi salah satu dasar dalam menentukan alternatif teknologi yang dapat digunakan untuk pengelolaan data. Alternatif teknologi berada pada posisi kolom How. Tapi bila pada suatu saat diperlukan perubahan pada teknologi yang digunakan, maka bukan berarti desain datanya juga harus berubah. Karena teknologi merupakan sel yang juga dapat berdiri sendiri. II.4 Perguruan Tinggi Definisi perguruan tinggi menurut Wong, PK et al yang dikutip dari (Sastramihardja, 2008) merupakan salah satu bentuk organisasi yang saat ini tidak hanya berperan dalam menyelenggarakan pendidikan dan membentuk pengetahuan, tapi juga berperan dalam menerapkan dan menyebarkan pengetahuan dan kontribusi secara aktif dalam pengembangan perusahaan swasta, sehingga berperan lebih lanjut sebagai bagian dari sistem inovasi secara nasional. Peserta didik perguruan tinggi disebut mahasiswa, sedangkan tenaga pendidik perguruan tinggi disebut dosen. Dalam penyaluran berbagai bidang ilmu, perguruan tinggi dapat terlihat dalam beragam bentuk. Diantaranya adalah akademi, politeknik, sekolah tinggi, institut, dan universitas. Terdapat beberapa 30 jenjang studi yang ditawarkan, mulai dari program pendidikan diploma (D1, D2, D3, D4), sarjana (S1), magister (S2), doktor (S3), dan spesialis. II.5 Penelitian Design Science Dalam Penelitian Bidang Sistem Informasi Menurut (Hevner, dkk., 2004) Sistem Informasi merupakan sebuah bidang yang membahas mengenai bagaimana membantu mengefisienkan dan mengefektifkan kinerja sebuah organisasi melalui dukungan teknologi yang tepat. Terkadang ditemukan adanya penerapan Sistem Informasi dalam sebuah organisasi, tetapi dampak dari penerapannya tidak dirasakan membawa manfaat bagi organisasi. Untuk mendapatkan Sistem Informasi yang dapat dirasakan daya gunanya, maka proses pembangunan Sistem Informasi perlu didasari pada pemahaman akan sumber permasalahan organisasi serta bagaimana caranya supaya Sistem Informasi dapat digunakan dengan baik oleh organisasi. Pemahaman mendalam tentang kemampuan dari Sistem Informasi, karakteristik dari organisasi, kerja sistem organisasi, orang-orang dalam organisasi, pengembangan dan pengimplementasian sistem dapat membantu untuk mewujudkan pembangunan Sistem Informasi yang berdaya guna. Gambar II.7 menunjukkan framework konseptual yang dapat membantu memahami, melakukan, dan mengevaluasi penelitian Sistem Informasi. Gambar II.7 Framework Penelitian Bidang Sistem Informasi (Sumber : Hevner, dkk., 2004) 31 Environment merupakan lingkungan organisasi, dimana dari sinilah awal munculnya berbagai kebutuhan atau permasalahan bisnis. Permasalahan bisnis memberikan prospek untuk menciptakan sebuah solusi yang akan membantu memecahkan permasalahan tersebut dengan dukungan teknologi. Penelitian bidang Sistem Informasi mencoba membangun solusi yang dimaksudkan. Untuk keperluan pembangunan solusi, dibutuhkan landasan pengetahuan serta metodologi yang akan memberikan arahan dalam proses pembangunannya. Hasil dari penelitian bidang Sistem Informasi kemudian akan diterapkan pada lingkungan organisasi. Hasil penelitian juga bisa memberikan tambahan pengetahuan baru bagi bidang Sistem Informasi. Terdapat dua paradigma dalam penelitian bidang Sistem Informasi yaitu behavioral-science dan design-science. Dalam bidang behavioral-science dilakukan penelitian mengenai bagaimana memprediksi dan menjelaskan fenomena yang terjadi atas organisasi dan orang-orangnya dalam menganalisa, mendesain, mengimplementasikan, mengelola, dan menggunakan Sistem Informasi. Sedangkan penelitian design-science berinovasi dalam menciptakan ide, praktek, teknik, dan produk baru untuk membantu mengefektifkan dan mengefisienkan proses analisa, desain, implementasi, pengelolaan, dan penggunaan Sistem Informasi. Caranya adalah dengan membangun sebuah artifak, dimana artifak ini akan menjadi solusi dari permasalahan tertentu dalam organisasi. Pada penelitian design-science, terdapat dua proses yang akan dikerjakan untuk menghasilkan 4 bentukan artifak. Dua prosesnya terdiri dari membangun dan mengevaluasi artifak. Sedangkan 4 bentukan artifak terdiri dari constructs, models, methods, dan instantiations. Construct merupakan bahasa untuk mendefinisikan dan mengkomunikasikan masalah dan solusinya. Models merupakan penggunaan construct untuk merepresentasikan kondisi dari dunia nyata, atau dapat dikatakan sebagai bentuk desain permasalahan dan solusinya. Methods merupakan bentuk panduan untuk memecahkan masalah. Sedangkan 32 instantiation menunjukkan bagaimana constructs, models, dan methods dapat diterapkan didunia nyata. Dalam melakukan penelitian design-science, terdapat beberapa panduan yang didasarkan pada pengetahuan dan pemahaman akan sebuah permasalahan desain dan solusinya yang didapatkan melalui pembangunan dan penerapan artifak. Panduan-panduan tersebut adalah: 1. Desain Sebagai Sebuah Artifak Penelitian design-science harus dapat menghasilkan sebuah artifak yang terdiri dari constructs, models, methods, dan instantiations. 2. Masalah Yang Relevan Artifak yang dibangun dalam penelitian ditujukan untuk memberikan solusi berbasis teknologi atas permasalahan yang muncul dalam organisasi. 3. Evaluasi Desain Artifak yang dibangun harus dievaluasi dengan menggunakan metode tertentu. Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengevaluasi artifak seperti yang terlihat pada tabel II.1. Tabel II.1 Metode Evaluasi Desain (Sumber : Hevner, dkk., 2004) Jenis Metode Observational a) b) Analytical a) b) c) d) Experimental a) b) Sub-jenis Metode Dan Penjelasannya Case-study: Studi tentang artifak dalam lingkungan bisnis secara mendalam Field-study: memantau penggunaan artifak dalam berbagai macam proyek Static-analysis: menguji struktur artifak untuk kualitas yang statis Architecture-analysis: studi tentang kecocokan artifak dengan arsitektur Sistem Informasi secara teknis Optimization: menyediakan batasan-batasan secara optimal dari perilaku artifak Dynamic-analysis:studi artifak dalam penggunaannya untuk kualitas yang dinamis Controlled-experiment: studi artifak dalam lingkungan terkontrol Simulation: mengeksekusi artifak dengan data simulasi 33 Tbel II.1 Metode Evaluasi Desain (Lanjutan) (Sumber : Hevner, dkk., 2004) Jenis Metode Testing Descriptive 4. Sub-jenis Metode Dan Penjelasannya a) Functional-testing: mengeksekusi antarmuka artifak untuk menemukan kesalahan dan mengidentifikasi gangguan b) Structural-testing: pengujian yang meliputi beberapa metric dalam implementasi artifak a) Informed-argument: penggunaan informasi dari basis pengetahuan untuk membangun argumen yang terpercaya dari kegunaan artifak b) Scenario: membangun skenario detail di sekeliling artifak untuk mendemonstrasikan kegunaannya Kontribusi Penelitian Penelitian design-science yang efektif harus memberikan kontribusi yang jelas dalam area artifak yang didesain, beserta pondasi/dasar dan metodologinya. 5. Landasan Yang Kuat Dari Penelitian Penelitian design-science harus didasarkan pada penggunaan metode yang kuat baik dalam membangun maupun menguji artifaknya. 6. Desain Sebagai Sebuah Proses Pencarian Pencarian atas artifak yang efektif membutuhkan pemanfaatan dari dukungan peralatan yang tersedia untuk mencapai tujuan akhir yang diinginkan, dengan tetap mengindahkan peraturan yang telah ada dalam lingkungan tempat penerapannya. 7. Mensosialisasikan Hasil Penelitian Penelitian design-science harus dapat dikomunikasikan secara efektif baik pada pihak yang berorientasi teknologi maupun pada pihak yang berorientasi manajemen. II.6 Analogi Dalam sebuah paper (French, dkk., 2009) didefinisikan proses penganalogian sebagai sebuah proses untuk merasakan keberadaan dari sebuah situasi (sumber) dalam situasi yang lain (target) dan karenanya mempertahankan keterhubungan antar elemen serta mentransfer pengetahuan dari sumber kepada target. 34 Sedangkan dalam paper lain (Kokinov, 2009) dinyatakan analogi sebagai proses untuk menemukan dan membangun sebuah struktur hubungan yang umum dalam pendeskripsian dua situasi atau domain, dan proses pengambilan keputusan melalui transfer pengetahuan dari domain sumber kepada domain target, dan karenanya memperkaya pengetahuan dari domain target. Adapula pendefinisian menurut (Hoyloak dan Thagard, 1997), analogi merupakan proses untuk menyelesaikan suatu masalah dengan cara mengadopsi solusi masalah lain yang telah terpecahkan. Masih dari sumber yang sama dijelaskan bahwa untuk proses analogi, ada beberapa langkah-langkah yang dapat ditempuh yaitu : 1. Representation building Langkah untuk menentukan representasi atau perwakilan dari dua hal yang akan dianalogikan (menentukan sumber analogi dan target analogi). 2. Retrieving Proses penilaian bahwa sumber memiliki sejumlah aspek yang mirip dengan yang ada pada target. 3. Mapping Langkah untuk memetakan keterhubungan atau kesesuaian antara sumber dan target. 4. Inference Proses untuk mengambil kesimpulan tentang pemecahan masalah terhadap target. 5. Learning Proses pembelajaran dari hasil penganalogian. Disamping sejumlah langkah penganalogian, ada hal lain yang perlu diperhatikan yaitu: similarity (memiliki kesamaan), structure (kesamaan struktur dari target dan sumber), dan purpose (tujuan dari penganalogian, dimana nantinya dapat mempengaruhi dalam menentukan sumber analogi yang akan dipilih). Keberadaan 35 dari faktor similarity, structure, dan purpose adalah untuk menjamin adanya kesesuaian antar sumber dan target analogi.