Bab II Tinjauan Pustaka

advertisement
8
Bab II
Tinjauan Pustaka
II.1 Pendefinisian Tentang Kompetensi Dosen
Sampai saat ini telah ada beberapa pendefinisian mengenai kompetensi dan
berbagai macam aspek yang terkait dengan pengelolaannya. Pada sub bab II.1
akan dipaparkan beberapa definisi diantaranya yang diambil dari sejumlah
sumber, serta sebagian pendefinisian yang dirasakan perlu ditetapkan untuk
keperluan lebih lanjut dalam penelitian ini.
II.1.1 Kompetensi
Kompetensi merupakan masalah yang banyak dibahas terutama dalam bidang
pengelolaan sumber daya manusia. Ada banyak pendefinisian dari kompetensi.
Menurut pendefinisian dari (NOAA, 2009), kompetensi dinyatakan sebagai
sebuah pola terukur dari pengetahuan, keahlian, kemampuan, perilaku, dan
karakteristik lain yang dibutuhkan individu untuk menampilkan pekerjaan atau
tanggung jawab secara sukses.
Sedangkan menurut Kamus Kompetensi LOMA (1998), yang dikutip dari
(Lasmahadi, 2002), kompetensi didefinisikan sebagai aspek-aspek pribadi dari
seorang pekerja yang memungkinkan pekerja untuk mencapai kinerja yang
superior. Aspek-aspek pribadi seorang pekerja termasuk sifat, motif-motif, sistem
nilai, sikap, pengetahuan, dan ketrampilan. Gambar II.1 memperlihatkan elemenelemen yang terkait serta yang mendasari terbentuknya kompetensi.
Gambar II.1
Pembentuk Kompetensi Dalam Organisasi
(Sumber : Widodo, 2003)
9
Adapula pendefinisian menurut (Spencer, dkk., 1993) yang mendefinisikan
kompetensi sebagai karakteristik-karakteristik utama dari seorang individu
yang biasanya memiliki hubungan sebab akibat antara sejumlah kriteria yang
efektif serta kinerja yang maksimal dalam sebuah tugas atau situasi.
Karakteristik-karakteristik utama berarti bagian abadi dari personal seseorang
dan bisa memperkirakan perilaku dalam berbagai situasi dan pekerjaan.
Hubungan sebab akibat berarti bahwa kompetensi menyebabkan perilaku atau
kinerja. Sedangkan sejumlah kriteria berarti apakah seseorang dapat melakukan
sesuatu dengan baik atau tidak. Karakteristik-karakteristik utama yang
dimaksudkan terdiri dari:
1.
Motive, merupakan suatu hal yang dipikirkan oleh seseorang secara
konsisten. Motive berarti mengarahkan dan memilih perilaku terhadap
perlakuan dan tujuan tertentu.
2.
Traits, karakteristik secara fisikal dan respon yang konsisten terhadap
situasi atau informasi tertentu.
3.
Self-Concept, merupakan sikap, gambaran diri, atau nilai diri seseorang.
4.
Knowledge, merupakan informasi yang dimiliki oleh seseorang dalam
suatu bidang tertentu.
5.
Skill, merupakan kemampuan untuk melakukan sejumlah tugas dalam
bentuk mental atau fisik.
Masih menurut (Spencer, dkk., 1993) dinyatakan bahwa kompetensi dapat
dikelompokkan menjadi kompetensi yang terlihat dan kompetensi yang
tersembunyi. Kompetensi yang terlihat akan lebih mudah diukur dan
dikembangkan karena berada di permukaan diri seseorang. Sedangkan kompetensi
tersembunyi karena berada jauh didalam diri seseorang maka akan lebih susah
untuk diukur dan dikembangkan. Knowledge dan skill
merupakan jenis
kompetensi yang terlihat, sedangkan motive, traits serta self-concept merupakan
jenis
yang tersembunyi.
Gambar
II.2
memperlihatkan
kompetensi berdasarkan yang terlihat dan yang tersembunyi.
pengelompokkan
10
Gambar II.2
Pengelompokkan Kompetensi
(Sumber : Spencer, dkk., 1993)
Bila menurut (Spencer, dkk., 1993), kompetensi dikelompokkan berdasarkan yang
tersembunyi terdiri dari motive, traits serta self-concept dan yang terlihat terdiri
dari knowledge dan skill, maka terdapat pengelompokan lain yang didefinisikan
dalam
(JamSosTek,
2008).
Menurut
(JamSosTek,
2008),
kompetensi
dikelompokkan berdasarkan core competency, role competency, dan functional
competency.
1.
Core competency, merupakan pondasi yang menjadi dasar seluruh
aktivitas organisasi dan harus dimiliki oleh seluruh karyawan tanpa
terkecuali.
2.
Role competency, merupakan kompetensi yang dibutuhkan seseorang
untuk menjalankan fungsi dan peran dalam kelompok pekerjaan. Fungsi
dan perannya berupa manajerial, officer, dan administrasi.
3.
Functional competency, merupakan kompetensi yang dibutuhkan untuk
dapat menjalankan suatu fungsi, posisi, atau peran dalam pekerjaan
tertentu sesuai dengan rumpun atau sub rumpun jabatan. Misalnya
seorang pekerja pada fungsi keuangan akan memiliki kompetensi yang
berbeda dengan seorang pekerja pada fungsi logistik. Functional
competency dikelompokkan lagi berdasarkan hard competency yang
terdiri dari pengetahuan dan keterampilan, serta soft competency yang
terdiri dari sikap dan perilaku.
Adapula definisi dari (Voorhees, 2001) mengenai kompetensi yaitu sebuah
kombinasi dari ketrampilan, kemampuan dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk
menyelesaikan suatu pekerjaan. Perbedaan sikap dan karakteristik dengan
sendirinya akan membentuk perbedaan pengalaman pembelajaran. Dari
11
pengalaman pembelajaran kemudian akan terbentuk keahlian, kemampuan, dan
pengetahuan. Kompetensi merupakan hasil dari sebuah paket akumulasi antara
pengalaman pembelajaran yang kemudian menghasilkan keahlian, kemampuan,
dan pengetahuan. Paket akumulasi
didedikasikan khusus untuk penyelesaian
tugas tertentu. Dan tentunya untuk dapat mengukur tingkat kompetensi yang
dimiliki seseorang, maka kompetensinya harus diterapkan dalam lingkungan
kerja. Gambar II.3 memperlihatkan hubungan antara keahlian, kemampuan, dan
pengetahuan yang didapatkan dari pengalaman pembelajaran dan menjadi
pembentuk kompetensi.
Gambar II.3
Model Pembelajaran konseptual
(Sumber : Voorhees, 2001)
Suatu objek yang berkompeten dapat dikatakan sudah melewati tahap
pembelajaran. Misalnya sistem yang berkompeten dapat diartikan bahwa sistem
telah melewati pengalaman pembelajaran untuk membentuk pengetahuan,
keterampilan, dan kemampuan tertentu yang merupakan satu paket kesatuan utuh.
Paket kompetensi akan berhubungan dengan pemenuhan tugas dimana paket
kompetensi dimaksudkan untuk dibangun/diciptakan. Seseorang dikatakan
berkompeten bila telah melewati pengalaman pembelajaran untuk mendapatkan
pengetahuan, kemampuan, dan keahlian untuk menyelesaikan tugasnya secara
maksimal.
12
Dari beberapa pendefinisian mengenai kompetensi, bisa diambil kesimpulan
bahwa kompetensi merupakan aspek-aspek diri seseorang yang membuatnya bisa
menampilkan performa secara maksimal dalam dunia kerja. Aspek-aspek ini
terdiri dari knowledge dan skill sebagai bagian dari kompetensi yang terlihat,
serta motive, traits serta self-concept sebagai bagian dari kompetensi tersembunyi.
II.1.2 Model Kompetensi
Menurut Kamus Kompetensi LOMA (1998) yang dikutip dari (Lasmahadi, 2002),
model kompetensi didefinisikan sebagai suatu rangkaian kompetensi yang penting
bagi kinerja yang superior dari sebuah pekerjaan atau sekelompok pekerjaan.
Model kompetensi memberikan sebuah peta yang membantu seseorang
memahami cara terbaik mencapai keberhasilan dalam pekerjaan atau memahami
cara mengatasi suatu situasi tertentu.
Sedangkan menurut definisi dari (NOAA, 2009), model kompetensi merupakan
sekumpulan kompetensi yang dibutuhkan untuk memenuhi sebuah pekerjaan.
Model kompetensi merepresentasikan pengetahuan, keterampilan, dan perilaku
utama yang menciptakan kinerja yang maksimal.
Adapula pendefinisian menurut (Spencer, dkk., 1993), dinyatakan bahwa model
kompetensi memuat daftar kompetensi yang umumnya ditemukan pada para
pekerja dengan performa kinerja yang maksimal. Daftar kompetensi biasanya
digolongkan kedalam beberapa kelompok yang berbeda. Pembentukan model
kompetensi harus disesuaikan dengan kebutuhan pekerjaan dari organisasi dimana
model akan diterapkan. Seperti yang diperlihatkan dalam gambar II.4, terdapat
beberapa tahap yang harus dilakukan dalam membentuk model kompetensi yaitu:
1.
Expert panel
Untuk setiap cakupan pekerjaan, dibutuhkan masukan dari para
pemegang jabatan yang superior atau spesialis sumber daya manusia
yang memiliki pengetahuan yang berhubungan dengan cakupan
pekerjaannya. Masukan-masukan tersebut dapat berupa:
13
a)
Key Accountabilities: merupakan bentuk tugas, tanggungjawab, dan
hasil berupa produk atau layanan yang paling utama.
b) Result Measures: merupakan hasil terukur dari setiap bentuk
tanggungjawab pada poin a. Hasil ini akan digunakan untuk
mengidentifikasi para pekerja superior dalam melaksanakan
tugasnya.
c)
Career path: biasanya jalur karir yang mengarah pada pekerjaan.
Poin c ini bersifat opsional, artinya bisa dilaksanakan bisa dan juga
tidak.
d) Competencies: merupakan kompetensi apa saja yang perlu dimiliki
seorang pekerja untuk menampilkan kinerja yang maksimal pada
level standar maupun pada level superior.
2.
Conduct Behavioural Event Interview
Bila dimungkinkan, para pemegang jabatan yang superior sebaiknya
dimintai masukan berupa contoh dari kompetensi yang sudah
diidentifikasikan pada tahap expert panel. Masukan ini akan sangat
bermanfaat dalam memberikan karakteristik tentang bagaimana
kompetensi dapat diekspresikan dalam budaya dan konteks organisasi.
3.
Data Analysis
Data yang telah didapatkan dari tahap-tahap sebelumnya akan dianalisa
untuk mengidentifikasi perilaku dan karakteristik-karakteristik personal.
Hasil analisa akan memberikan perbedaan antara daftar kompetensi
yang biasanya dimiliki oleh pekerja superior dan pekerja yang biasa
saja. Dari daftar kompetensi para pekerja superior kemudian akan
dibentuk model kompetensi.
4.
Validation
Model kompetensi dapat divalidasi dengan cepat melalui proses
perankingan sebuah sampel yang terdiri dari para pekerja dengan
kriteria superior
dan
kriteria
rata-rata dari
kompetensi
yang
diidentifikasikan pada tahap 3. Kemudian harus dapat ditunjukkan
bahwa ranking dari pekerja superior lebih tinggi dibandingkan ranking
dari pekerja rata-rata. Atau bisa juga dilakukan interview pada
14
kelompok kerja untuk mengecek apakah model yang dibangun telah
mengakomodir kompetensi yang didefinisikan dalam expert panel.
Gambar II.4
Proses Model kompetensi
(Sumber : Spencer, dkk., 1993)
Dari beberapa definisi tentang model kompetensi, dapat disimpulkan bahwa
model kompetensi merupakan daftar kompetensi sesuai dengan lingkup pekerjaan
tertentu. Model kompetensi dapat menjadi dasar bagi seseorang untuk bisa
mencapai performa maksimal di dunia kerja dengan cara berusaha memiliki
kompetensi yang terdapat pada model.
II.1.3 Kompetensi Dosen dan Model Kompetensi Dosen
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia tentang guru dan dosen (-, 2005),
dosen didefinisikan sebagai pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas
utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian
kepada masyarakat. Masih menurut undang-undang yang sama, dinyatakan bahwa
kompetensi dosen adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku
yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai dosen dalam menjalankan tugas
keprofesionalan. Kompetensi dosen terdiri dari:
1.
Kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran
peserta didik.
15
2.
Kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap,
berakhlak mulia, arif, dan berwibawa serta menjadi teladan peserta
didik.
3.
Kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi
pelajaran dan ilmu pengetahuan sesuai dengan bidang keilmuannya
secara luas dan mendalam.
4.
Kompetensi sosial adalah kemampuan dosen untuk berkomunikasi dan
berinteraksi secara efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama
dosen, orangtua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.
Dalam (Dirjen Dikti, 2008), kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian,
kompetensi profesional, dan kompetensi sosial diturunkan lagi menjadi sejumlah
aspek. Aspek-aspek tersebut merupakan bentuk kompetensi yang secara umum
sebaiknya dimiliki oleh setiap dosen. Dokumen terkait yang memuat aspek-aspek
kompetensi dosen menurut (Dirjen Dikti, 2008) terlampir pada Lampiran C.
Aspek-aspek kompetensi yang didefinisikan oleh (Dirjen Dikti, 2008) merupakan
kompetensi yang bersifat umum dan berlaku bagi setiap dosen yang bernaung
pada disiplin ilmu apapun. Karenanya aspek-aspek ini dapat dijadikan dasar dalam
membangun model kompetensi untuk diterapkan pada tingkat perguruan tinggi.
Namun ada aspek-aspek kompetensi yang memuat mengenai pengetahuan dan
keahlian yang perlu dimiliki dosen, dan harus disesuaikan dengan disiplin ilmu
yang digelutinya. Aspek-aspek tersebut dapat dijadikan dasar dalam membentuk
model kompetensi untuk diterapkan pada tingkat program studi. Lebih jauh
tentang model kompetensi akan dibahas pada bab III.
II.2
Pendefinisian Tentang Manajemen Sumber Daya Manusia
Pada sub bab II.2.1 dan II.2.2 akan dipaparkan pendefinisian tentang manajemen
dan manajemen sumber daya manusia beserta sejumlah aktivitas yang terkait
dengan manajemen sumber daya manusia. Pada bagian akhir dari sub bab II.2.3
akan dijelaskan mengenai hubungan antar kompetensi dan manajemen sumber
daya manusia.
16
II.2.1 Manajemen
Sebagian besar hidup manusia dijalani dengan menjadi bagian dari satu atau
beberapa organisasi. Bentuk organisasi dapat bersifat formal ataupun nonformal.
Tapi semua bentuk organisasi dipertahankan kesatuannya oleh sekelompok orang
yang melihat bahwa ada manfaat untuk bekerja sama kearah pencapaian sasaran
atau tujuan. Untuk mencapai tujuannya, setiap organisasi mempunyai beberapa
program atau metode yang disebut sebagai rencana untuk dilaksanakan.
Pelaksanaan rencana memerlukan alokasi sumber daya. Selanjutnya dalam
pelaksanaan, harus ada pengarahan dan koordinasi untuk mengontrol jalannya
pelaksanaan program organisasi.
Manajemen menurut (Stoner, dkk., 1996) merupakan proses untuk merencanakan,
mengorganisasikan, memimpin, dan mengendalikan pekerjaan anggota organisasi
serta menggunakan semua sumber daya organisasi untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan. Dalam manajemen dikenal istilah efisiensi dan efektivitas.
Efisiensi merupakan kemampuan untuk melakukan sesuatu dengan tepat, dan
merupakan konsep input/output. Dalam konsep efisiensi, dipercaya bahwa
pencapaian output dapat dilihat dari input berupa tenaga kerja, material dan waktu
yang digunakan. Dengan kata lain, input yang baik akan menghasilkan output
yang baik. Sesuatu yang dilakukan dengan efisien dapat meminimalkan biaya
sumber daya yang diperlukan. Dilain sisi, efektivitas merupakan kemampuan
memilih sasaran yang tepat. Pemilihan sasaran yang tidak tepat akan memberikan
hasil yang minim walaupun dilakukan secara efisien. Misalnya, sebuah industri
mobil memproduksi mobil besar pada saat permintaan pasar akan mobil dengan
ukuran body lebih kecil sedang meningkat. Walaupun produksi dilakukan dengan
input tenaga kerja, material dan waktu yang maksimal, tetapi tidak dapat
memberikan hasil yang maksimal. Karena hasil produksinya tidak sesuai dengan
permintaan pasar dan akhirnya tidak banyak yang laku terjual. Sebaik atau sebesar
apapun efisiensi dilakukan, tidak akan dapat menutupi kekurangan dari
efektivitas. Efektifitas merupakan kunci keberhasilan dari suatu organisasi.
Sehingga sebelum melakukan kegiatan secara efisien, harus dapat diyakini bahwa
yang dilakukan merupakan sasaran yang tepat.
17
Dalam proses manajemen, terdapat beberapa aktivitas yang dilakukan. Aktivitasaktivitas tersebut adalah:
1.
Merencanakan.
Merencanakan merupakan proses memikirkan dengan matang sasaran
dan tindakan yang perlu dilakukan berdasarkan metode atau rencana
kerja tertentu. Rencana mengarahkan tujuan organisasi dan menetapkan
prosedur terbaik untuk mencapainya. Rencana juga merupakan bentuk
panduan untuk:
a)
Organisasi memperoleh dan menggunakan sumber daya yang
diperlukan untuk mencapai tujuan.
b)
Anggota organisasi melaksanakan aktivitas yang konsisten dengan
tujuan dan prosedur yang telah ditetapkan.
c)
Memonitor dan mengukur kemajuan untuk mencapai tujuan,
sehingga dapat dilakukan koreksi bagi kesalahan yang ditemukan.
2.
Mengorganisasikan.
Mengorganisasikan adalah proses mengatur dan mengalokasikan
pekerjaan, wewenang, dan sumber daya diantara anggota organisasi,
sehingga mereka dapat mencapai sasaran organisasi. Sasaran yang
berbeda memerlukan struktur yang berbeda pula dalam mengalokasikan
pekerjaan, wewenang, dan sumber daya organisasi.
3.
Memimpin
Memimpin meliputi mengarahkan, mempengaruhi dan memotivasi
karyawan untuk melaksanakan tugas yang penting. Dalam prosesnya,
seorang pemimpin harus dapat membujuk orang lain supaya mau
bekerja sama dalam mengejar masa depan yang muncul dari langkah
merencanakan & mengorganisasikan. Langkah kepemimpinan yang
tepat akan membantu para karyawan untuk bekerja sebaik mungkin.
4.
Mengendalikan
Hal penting lainnya yang harus dilakukan dalam manajemen adalah
perlu diyakinkan bahwa tindakan yang dilakukan oleh anggota
organisasi benar-benar menggerakkan organisasi kearah sasaran yang
18
telah dirumuskan. Ini merupakan fungsi pengendalian manajemen dan
melibatkan berbagai elemen yaitu:
a)
Menetapkan standar prestasi kerja.
b)
Mengukur prestasi saat ini.
c)
Membandingkan prestasi saat ini dengan standar yang telah
ditetapkan.
d)
Lewat
Mengambil tindakan korektif bila ada deviasi yang dideteksi.
proses
pengendalian,
maka
organisasi
dapat
terbantu
dalam
mempertahankan pencapaian tujuannya agar tetap pada jalurnya.
II.2.2 Manajemen Sumber Daya Manusia
Menurut Flippo (1980) yang dikutip dari (Handoko, 1996) manajemen sumber
daya manusia merupakan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan
pengawasan
kegiatan-kegiatan
pengadaan,
pengembangan,
pemberian
kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan dan pelepasan sumber daya manusia
agar tercapai berbagai tujuan individu, organisasi dan masyarakat. Masih dari
(Handoko, 1996), pendefinisian manajemen sumber daya manusia menurut
French (1974) merupakan penarikan, seleksi, pengembangan penggunaan dan
pemeliharaan sumber daya manusia oleh organisasi. Sedangkan pengertian dari
(Handoko, 1996) sendiri, manajemen sumber daya manusia adalah penarikan,
seleksi, pengembangan, pemeliharaan, dan penggunaan sumber daya manusia
untuk mencapai baik tujuan-tujuan individu maupun organisasi. Bagian atau unit
yang biasanya mengurusi sumber daya manusia adalah Departemen Sumber Daya
Manusia atau dalam Bahasa Inggris disebut Human Resource Department.
Definisi tentang manajemen sumber daya manusia mengemukakan adanya
aktivitas-aktivitas penarikan, seleksi, rekrutmen, pengembangan, penilaian dan
kompensasi. Setiap aktivitas memiliki sejumlah sub aktivitas terkait.
1.
Penarikan merupakan kegiatan untuk memperoleh para pelamar
pekerjaan. Para pelamar harus memiliki kemampuan sesuai dengan
informasi analisis pekerjaan dan kebutuhan-kebutuhan karyawan
diwaktu yang akan datang. Penentuan akan kebutuhan pekerjaan dapat
19
dilakukan dengan melakukan perkiraan/forecast akan pekerjaan yang
lowong, jumlahnya, waktu, dan lain sebagainya.
2.
Seleksi merupakan kegiatan untuk menyaring sejumlah pelamar yang
telah didapat. Pada kegiatan seleksi, akan dipilih orang-orang yang
memenuhi spesifikasi kebutuhan. Tahap awal yang perlu dilakukan
setelah menerima berkas lamaran adalah melihat daftar riwayat
hidup/cv/curriculum vittae milik pelamar. Kemudian dari cv pelamar
dilakukan penyortiran antara pelamar yang akan dipanggil dengan yang
gagal memenuhi standar suatu pekerjaan. Langkah selanjutnya adalah
memanggil kandidat terpilih untuk dilakukan ujian test tertulis,
wawancara kerja/interview dan proses seleksi lainnya.
3.
Rekrutmen merupakan proses pencarian dan ‘pemikatan’ para calon
karyawan/pelamar yang memiliki potensi untuk diterima bekerja.
Proses ini dimulai ketika para pelamar dicari dan berakhir ketika berkas
lamaran telah diserahkan. Hasilnya adalah sekumpulan pencari kerja
yang merupakan calon karyawan setelah melewati tahap seleksi.
Rekrutmen merupakan tahap yang penting, karena kualitas sumber daya
manusia organisasi tergantung pada kualitas pelaksanaan rekrutmen.
4.
Pengembangan merupakan bentuk rencana-rencana sumber daya
manusia selanjutnya yang menunjukkan permintaan-permintaan baru
organisasi. Terdapat sejumlah aktivitas yang termasuk dalam bentuk
pengembangan karyawan. Diantaranya adalah aktivitas pelatihan.
Tenaga kerja yang bekerja pada organisasi atau perusahaan harus
menguasai pekerjaan yang menjadi tugas dan tanggungjawabnya.
Karenanya diperlukan suatu bentuk pelatihan agar tenaga kerja yang
ada dapat lebih menguasai dan ahli di bidangnya masing-masing serta
meningkatkan kinerja yang ada. Dengan peningkatan kemampuan juga
dapat membantu menunjang pengembangan karir. Sejalan dengan
perubahan permintaan, akan dilakukan kegiatan-kegiatan penempatan,
seperti melakukan transfer, promosi, demosi, pemberhentian sementara,
atau bahkan pemecatan karyawan.
20
5.
Penilaian merupakan kegiatan untuk menilai prestasi kerja karyawan.
Penilaian juga dapat dijadikan tolak ukur untuk melihat sejauh mana
tingkat kesuksesan dari pelaksanaan aktivitas-aktivitas manajemen
sumber daya manusia yang dilakukan. Prestasi kerja karyawan yang
buruk bisa menandakan bahwa kegiatan seleksi, pelatihan atau
pengembangan
kurang
berjalan
dengan
maksimal.
Bisa
juga
dikarenakan ada masalah dengan motivasi dan kepuasan kerja
karyawan.
6.
Kompensasi merupakan bentuk pemberian penghargaan atas kontribusi
kerja pegawai secara teratur dari organisasi atau perusahaan.
Kompensasi yang tepat sangat penting dan disesuaikan dengan kondisi
pasar tenaga kerja yang ada pada lingkungan eksternal. Kompensasi
yang tidak sesuai dengan kondisi yang ada dapat menyebabkan masalah
ketenaga kerjaan di kemudian hari atau pun dapat menimbulkan
kerugian pada organisasi atau perusahaan. Proteksi juga perlu diberikan
kepada pekerja agar dapat melaksanakan pekerjaannya dengan tenang
sehingga kinerja dan kontribusi pekerja dapat tetap maksimal dari
waktu ke waktu.
II.2.3 Keterkaitan Antar Kompetensi dan Manajemen Sumber Daya
Manusia
Dalam (Spencer, dkk., 1993), dinyatakan bahwa untuk mengelola sumber daya
manusia, dibutuhkan informasi mengenai kebutuhan kompetensi dari suatu
pekerjaan serta kompetensi yang dimiliki oleh para karyawan. Informasi tersebut
akan digunakan dalam proses pengambilan keputusan dari setiap aktivitas
manajemen sumber daya manusia. Aktivitas manajemen sumber daya manusia
terdiri dari seleksi, rekrutmen, penempatan, kompensasi, manajemen kinerja,
rencana karir, pelatihan dan pengembangan. Dalam rekrutmen para calon
karyawan diseleksi dan diterima berdasarkan kebutuhan akan kompetensi.
Pelatihan dan pengembangan difokuskan untuk kompetensi-kompetensi yang
mengarahkan pada pencapaian kinerja yang maksimal. Rencana karir dilakukan
dengan membandingkan kompetensi karyawan dan kompetensi yang dibutuhkan
21
oleh pekerjaan selanjutnya. Bentuk pemberian kompensasi didasarkan pada
kompetensi karyawan untuk mendorong karyawan mengembangkan kompetensi
diri. Kemudian pada setiap periode tertentu kompetensi karyawan akan dinilai dan
hasilnya akan menjadi bahan evaluasi bagi pelaksanaan aktivitas manajemen
sumber daya lainnya. Penjelasannya seperti terlihat pada gambar II.5.
Gambar II.5
Manajemen SDM Berbasis Kompetensi
(Sumber : Spencer, dkk., 1993)
Menurut Lucia dan Lepsinger ( 1999) yang diambil dari (Lasmahadi, 2002),
dinyatakan bahwa penerapan dari model-model kompetensi di perusahaan dapat
memberikan manfaat dalam meningkatkan sistem manajemen sumber daya
manusia yang ada di dalam perusahaan.
1.
Seleksi
a)
Memberikan gambaran yang lebih lengkap mengenai persyaratanpersayaratan jabatan.
22
b) Meningkatkan kemungkinan untuk merekrut pekerja yang akan
berhasil di dalam pekerjaannya.
c)
Meminimalkan investasi (baik waktu dan uang) pada pekerja yang
mungkin tidak memenuhi harapan perusahaan.
d) Memastikan proses wawancara yang lebih sistematis.
e)
Membantu membedakan kompetensi-kompetensi yang dapat
dilatihkan
dan
kompetensi-kompetensi
yang
sulit
untuk
dikembangkan.
2.
Pelatihan dan Pengembangan
a)
Memungkinkan pekerja untuk memusatkan perhatian pada
ketrampilan, pengetahuan, dan karakteristik-karakteristik yang
mempunyai dampak terbesar terhadap efektifitasnya.
b) Memastikan bahwa kesempatan-kesempatan untuk melakukan
pelatihan dan pengembangan berjalan selaras dengan sistem nilai
dan strategi-strategi organisasi.
c)
Memaksimalkan efektifitas dari waktu dan dana yang digunakan
untuk melakukan pelatihan dan pengembangan.
d) Memberikan sebuah kerangka untuk melakukan proses bimbingan
dan pemberian umpan balik yang berkelanjutan.
3.
Penilaian Kinerja
a)
Memberikan pemahaman bersama tentang hal-hal yang akan
dimonitor dan diukur.
b) Memusatkan perhatian dan mendorong proses diskusi tentang
penilaian kinerja.
c)
Memusatkan perhatian dalam mendapatkan informasi tentang
tingkah laku pekerja dalam pekerjaan.
4.
Perencanaan Karir/suksesi
a)
Menjelaskan tentang ketrampilan-ketrampilan, pengetahuan dan
karakteristik-karakteristik
yang
diperlukan
oleh
suatu
pekerjaan/peran.
b) Memberikan metode untuk mengukur kesiapan dari calon
pemegang jabatan atas peran yang akan dipegangnya.
23
c)
Memusatkan perhatian dari rencana pelatihan dan pengembangan
pada kompetensi-kompetensi yang belum dimiliki oleh calon
pemegang jabatan.
d) Memungkinkan
(benchmark)
organisasi
diantara
untuk
sejumlah
melakukan
karyawan
pembandingan
potensial
yang
prestasinya sangat baik.
Dari penjelasan mengenai keterkaitan antar kompetensi dan manajemen SDM,
maka dapat ditarik kesimpulan bahwa model kompetensi merupakan salah satu
alat bantu dalam pelaksanaan manajemen sumber daya manusia. Karena model
kompetensi dapat dijadikan dasar dalam mengambil keputusan dari setiap
pelaksanaan aktivitas-aktivitas sumber daya manusia. Dengan melaksanakan
manajemen sumber daya manusia berbasis kompetensi, maka dapat diyakinkan
bahwa kompetensi yang dimiliki para karyawan akan terus terpantau dan
ditingkatkan. Organisasipun dapat memenuhi kebutuhan akan kompetensi
karyawan.
II.3
Konsep Arsitektur Enterprise
Sebelum melihat lebih jauh mengenai definisi Arsitektur Enterprise, ada baiknya
terlebih dahulu diketahui definisi tentang arsitektur. Arsitektur merupakan sebuah
istilah yang banyak digunakan dalam berbagai bidang. Untuk membuat kata
arsitektur pada Arsitektur Enterprise memiliki makna sesuai dengan yang
dimaksudkan, maka perlu ditetapkan definisi dari kata arsitektur yang akan
dipergunakan lebih lanjut dalam penelitian ini.
II.3.1 Arsitektur
Menurut definisi yang diambil dari (CIO Council, 2001), arsitektur merupakan
struktur dari komponen-komponen, keterhubungannya, serta hal-hal mendasar dan
pedoman dalam mengatur desain dan evolusinya selama masanya. Sedangkan
definisi menurut IEEE Standard 1471-2000 yang diambil dari (Lankhorst, dkk.,
2005), arsitektur merupakan sebuah pengorganisasian mendasar dari sebuah
sistem dengan dilingkupi oleh komponen-komponennya, hubungan antar setiap
24
komponen, hubungan antar komponen dan lingkungannya, dan prinsip pengarah
desain dan evolusinya. Contohnya adalah Arsitektur Teknologi Informasi, yang
bila dilihat definisinya menurut (Turban, dkk., 2001) merupakan sebuah bidang
yang mempelajari tentang pemahaman dan perencanaan komponen-komponen
sistem informasi dalam bentuk infrastruktur organisasi. Pada Arsitektur Teknologi
Informasi, digambarkan komponen-komponen pendukungnya berupa infrastruktur
teknologi serta bagaimana keterhubungan antar komponen untuk mendukung
tercapainya tujuan organisasi.
Bila dilihat dari definisi-definisi arsitektur, maka dapat ditarik satu benang merah
yaitu semuanya menjelaskan bahwa arsitektur merupakan gambaran terstruktur
dari sebuah sistem yang akan dibangun beserta komponen-komponen pendukung
berdirinya sistem. Dalam arsitektur juga digambarkan bagaimana komponenkomponen saling berhubungan untuk mencapai tujuan dari pembangunan sistem.
II.3.2 Arsitektur Enterprise
Arsitektur Enterprise menurut definisi yang diambil dari (Lankhorst, dkk., 2005)
merupakan keterhubungan secara menyeluruh dari prinsip, metode, dan modelmodel yang digunakan dalam mendesain dan merealisasikan struktur organisasi
enterprise, proses bisnis, sistem informasi, dan infrastruktur. Karakteristik
utamanya adalah Arsitektur Enterprise memberikan gambaran menyeluruh dari
sebuah enterprise, komponen-komponen pendukung eksistensi enterprise, serta
hubungan antar setiap komponen.
Sedangkan menurut (Creswick, 2005) perancangan enterprise merupakan sebuah
proses yang mengarah pada pengembangan, implementasi, perawatan, dan
penggunaan dari sebuah blueprint yang menjelaskan dan mengarahkan bagaimana
elemen IT berinteraksi dengan fungsi pada level strategis dan bisnis untuk
menyelesaikan misi dari organisasi.
Terdapat pula pendefinisian Arsitektur Enterprise menurut (CIO Council, 2001)
merupakan sebuah aset informasi strategis mendasar, yang mendefinisikan misi,
25
informasi dan teknologi yang diperlukan untuk mencapai misi organisasi, dan
proses transisi untuk menerapkan teknologi baru dalam rangka merespon
perubahan misi bila diperlukan. Arsitektur Enterprise terdiri dari arsitektur dasar
yang sedang berjalan pada perusahaan (dikenal sebagai as-is), arsitektur target
yang ingin dicapai perusahaan (dikenal sebagai to-be), dan susunan rencana yang
akan dijalankan untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Manfaat yang bisa
didapat dari penggunaan Arstitektur Enterprise antara lain adalah:
1.
Alignment. Memastikan bahwa pelaksanaan enterprise yang sebenarnya
berjalan sesuai dengan yang diharapkan oleh pihak manajemen.
2.
Integration. Menyadari bahwa aturan bisnis dilaksanakan dan data
organisasi digunakan secara konsisten, antarmuka dan aliran informasi
telah dibakukan, serta connectivity dan interoperability dikelola dengan
baik dalam lingkungan enterprise.
3.
Change. Memfasilitasi dan mengelola perubahan yang terjadi dalam
setiap aspek dari enterprise
4.
Time-to-market. Mengurangi kebutuhan akan pengembangan sistem,
pembuatan aplikasi, modernisasi, dan sumberdaya.
5.
Convergenve. Mengusahakan adanya portofolio produk IT standar.
II.3.3 Perspektif Zachman
Saat ini telah ada beberapa bentuk pendekatan untuk mengembangkan Arsitektur
Enterprise, dan banyak pula yang telah mengalami beberapa perkembangan. Salah
satu pendekatan yang menurut survey tentang Trend Arsitektur Enterprise tahun
2005 (Schekkerman, 2005) dinyatakan sebagai yang paling banyak digunakan
oleh enterprise adalah Framework Zachman. Framework Zachman diperkenalkan
oleh seorang ilmuwan komputer John Zachman pada tahun 1987.
Menurut perspektif atau cara pandang Zachman, untuk mengelola sesuatu yang
besar dan sering mengalami perubahan maka diperlukan penjelasan deskriptif atas
apa yang dikelola. Dengan begitu ada kerangka kerja yang bisa digunakan dalam
proses pengelolaannya. Bila terjadi perubahan terhadap objek yang dikelola, maka
perubahan bisa lebih mudah tertangani bila terdapat penjelasan deskriptif
26
mengenai objek yang dikelola. Contohnya adalah dalam pembuatan pesawat
terbang, biasanya terdapat sebuah arsitektur/blueprint yang akan dijadikan
panduan untuk membangun pesawat. Dan bila dikemudian hari terjadi kerusakan
pada pesawat yang menyebabkan sebuah komponen atau suatu subsistem dari
pesawat harus diganti atau diperbaiki, maka dapat merujuk pada arsitektur
pesawat. Dari arsitektur pesawat dapat dilihat komponen atau sub bagian mana
yang rusak, komponen atau sub bagian lainnya yang terkait dengan komponen
yang rusak, sehingga dapat lebih mudah memperbaiki bagian yang rusak saja.
Dalam pengelolaan enterprise pun berlaku hal yang sama. Dikarenakan enterprise
merupakan sesuatu yang besar dan sering mengalami perubahan karena era
informasi saat ini, maka enterprise memerlukan sebuah penjelasan deskriptif
dalam bentuk Arsitektur Enterprise.
Zachman kemudian menurunkan Arsitektur Enterprise kedalam bentuk yang lebih
terstruktur dan dapat mengakomodir pemikiran setiap pihak yang terlibat, yaitu
kedalam bentuk Framework Zachman (Hay, 2002). Framework Zachman
merupakan arsitektur dari sebuah enterprise yang disajikan dalam bentuk
kerangka kerja sebagai panduan dalam mengelola enterprise. Penggambaran dan
pendefinisian enterprise direpresentasikan dalam bentuk matriks 2 dimensi.
Menurut Zachman sebuah enterprise tidak hanya dibangun dan dijalankan oleh
satu orang tapi oleh beberapa orang dari berbagai kelompok yang berbeda. Setiap
pihak yang terlibat dalam proses pengembangan serta pada saat dijalankannya
sistem perlu memberikan pandangannya dalam mendefinisikan sistem yang akan
dibangun. Perspektif dari setiap pihak dimuat pada baris dari matriks. Sedangkan
aspek apa saja yang harus didefinisikan oleh setiap pihak dikelompokkan dalam
bentuk 5W1H (What, Where, Who, When, Why, How). Aspek-aspek dimuat pada
kolom matriks. Bentuk matriksnya seperti yang diperlihatkan pada gambar II.6.
27
Gambar II.6
Framework Zachman
(Sumber : David Hay, 2002)
Pada gambar II.6, matriks terdiri dari 6 buah baris dan 6 buah kolom. Baris
memuat perspektif dari setiap pihak yang terlibat yaitu:
1.
Planner’s view  merupakan pendefinisian arah dan tujuan bisnis
enterprise. Planner’s view berguna untuk menetapkan makna atau
tujuan utama dari pembangunan sistem.
28
2.
Business owner’s view  merupakan pendefinisian dari sudut pandang
para pelaku bisnis tentang sifat alami bisnis serta dibidang apa bisnis
bergerak.
3.
Architect’s view  pendefinisian dari para arsitek mengenai fungsifungsi apa yang terkandung dalam bisnis, dengan penggambaran yang
lebih teliti.
4.
Designer’s view  Pada level designer’s view sudah mulai berbicara
mengenai teknologi yang akan digunakan untuk mengelola informasi
yang dibutuhkan oleh proses bisnis.
5.
Builder’s view  merupakan sudut pandang dari para pekerja yang
akan terjun langsung dalam membangun sistem sesuai dengan
spesifikasi yang telah ditentukan oleh desainer.
6.
Functioning system  pada level Functioning system didefinisikan
bagaimana menjalankan sistem yang sudah dibangun.
Dalam penyusunan definisi dari perspektif pihak-pihak yang terlibat, terlihat
bahwa
pendefinisiannya
berbentuk
seperti
aliran
yang
dimulai
dari
mendefinisikan gambaran umum. Gambaran umum mendeskripsikan kebutuhan
dasar sistem yang akan dibangun. Kemudian dideskripsikan kebutuhan proses
bisnis dari sistem yang diperlukan di lapangan. Dilanjutkan dengan pendefinisian
dari proses pembangunan sistemnya. Diakhiri dengan pendefinisian level
penggunannya. Bentuk pendefinisian berupa aliran ini akan membantu pihak
enterprise untuk mewujudkan strategi bisnisnya agar sampai pada tahap
implementasi dengan lebih terstruktur.
Selanjutnya adalah bagian kolom yang menggambarkan aspek-aspek apa saja
yang perlu didefinisikan dari setiap pihak yaitu:
1.
Data  merupakan segala bentuk angka dan huruf atau biasa disebut
karakter, yang diolah oleh komputer.
2.
Activities  disini didefinisikan apa yang akan dikerjakan oleh sistem.
3.
Locations  lokasi atau tempat pelaksanaan proses.
4.
People  orang-orang dalam enterprise yang terlibat dalam
pelaksanaan proses dari sistem.
29
5.
Time  merupakan waktu dari pelaksanaan proses.
6.
Motivations  alasan dari pelaksanaan proses yang pada akhirnya juga
menunjukkan alasan dari pengembangan sistem.
Dalam matriks yang mendefinisikan Arsitektur Enterprise, setiap selnya untuk
kondisi tertentu merupakan sesuatu yang berdiri sendiri. Sel-sel matriks memiliki
keterhubungan satu sama lainnya. Karena dalam pendefinisian suatu sel bisa
dipengaruhi oleh sel lain. Tapi disisi lain, sel-sel juga dapat dipandang saling
bebas satu sama lain. Karena perubahan di suatu sel belum tentu membuat sel lain
harus ikut berubah. Kondisi sel-sel membuat matriks menjadi lebih fleksibel
dalam menghadapi serta mengakomodir perubahan yang mungkin terjadi dalam
sistem. Misalnya pada kolom what terdapat desain dari data yang dimiliki dan
dikelola pihak enterprise. Desain data dapat menjadi salah satu dasar dalam
menentukan alternatif teknologi yang dapat digunakan untuk pengelolaan data.
Alternatif teknologi berada pada posisi kolom How. Tapi bila pada suatu saat
diperlukan perubahan pada teknologi yang digunakan, maka bukan berarti desain
datanya juga harus berubah. Karena teknologi merupakan sel yang juga dapat
berdiri sendiri.
II.4
Perguruan Tinggi
Definisi perguruan tinggi menurut Wong, PK et al yang dikutip dari
(Sastramihardja, 2008) merupakan salah satu bentuk organisasi yang saat ini tidak
hanya
berperan
dalam
menyelenggarakan
pendidikan
dan
membentuk
pengetahuan, tapi juga berperan dalam menerapkan dan menyebarkan
pengetahuan dan kontribusi secara aktif dalam pengembangan perusahaan swasta,
sehingga berperan lebih lanjut sebagai bagian dari sistem inovasi secara nasional.
Peserta didik perguruan tinggi disebut mahasiswa, sedangkan tenaga pendidik
perguruan tinggi disebut dosen. Dalam penyaluran berbagai bidang ilmu,
perguruan tinggi dapat terlihat dalam beragam bentuk. Diantaranya adalah
akademi, politeknik, sekolah tinggi, institut, dan universitas. Terdapat beberapa
30
jenjang studi yang ditawarkan, mulai dari program pendidikan diploma (D1, D2,
D3, D4), sarjana (S1), magister (S2), doktor (S3), dan spesialis.
II.5 Penelitian Design Science Dalam Penelitian Bidang Sistem Informasi
Menurut (Hevner, dkk., 2004) Sistem Informasi merupakan sebuah bidang yang
membahas mengenai bagaimana membantu mengefisienkan dan mengefektifkan
kinerja sebuah organisasi melalui dukungan teknologi yang tepat. Terkadang
ditemukan adanya penerapan Sistem Informasi dalam sebuah organisasi, tetapi
dampak dari penerapannya tidak dirasakan membawa manfaat bagi organisasi.
Untuk mendapatkan Sistem Informasi yang dapat dirasakan daya gunanya, maka
proses pembangunan Sistem Informasi perlu didasari pada pemahaman akan
sumber permasalahan organisasi serta bagaimana caranya supaya Sistem
Informasi dapat digunakan dengan baik oleh organisasi. Pemahaman mendalam
tentang kemampuan dari Sistem Informasi, karakteristik dari organisasi, kerja
sistem
organisasi,
orang-orang
dalam
organisasi,
pengembangan
dan
pengimplementasian sistem dapat membantu untuk mewujudkan pembangunan
Sistem Informasi yang berdaya guna. Gambar II.7 menunjukkan framework
konseptual yang dapat membantu memahami, melakukan, dan mengevaluasi
penelitian Sistem Informasi.
Gambar II.7
Framework Penelitian Bidang Sistem Informasi
(Sumber : Hevner, dkk., 2004)
31
Environment merupakan lingkungan organisasi, dimana dari sinilah awal
munculnya berbagai kebutuhan atau permasalahan bisnis. Permasalahan bisnis
memberikan prospek untuk menciptakan sebuah solusi yang akan membantu
memecahkan permasalahan tersebut dengan dukungan teknologi. Penelitian
bidang Sistem Informasi mencoba membangun solusi yang dimaksudkan. Untuk
keperluan
pembangunan
solusi,
dibutuhkan
landasan
pengetahuan serta
metodologi yang akan memberikan arahan dalam proses pembangunannya. Hasil
dari penelitian bidang Sistem Informasi kemudian akan diterapkan pada
lingkungan organisasi. Hasil penelitian juga bisa memberikan tambahan
pengetahuan baru bagi bidang Sistem Informasi.
Terdapat dua paradigma dalam penelitian bidang Sistem Informasi yaitu
behavioral-science dan design-science. Dalam bidang behavioral-science
dilakukan penelitian mengenai bagaimana memprediksi dan menjelaskan
fenomena yang terjadi atas organisasi dan orang-orangnya dalam menganalisa,
mendesain,
mengimplementasikan,
mengelola,
dan
menggunakan
Sistem
Informasi. Sedangkan penelitian design-science berinovasi dalam menciptakan
ide, praktek, teknik, dan produk baru untuk membantu mengefektifkan dan
mengefisienkan
proses
analisa,
desain,
implementasi,
pengelolaan,
dan
penggunaan Sistem Informasi. Caranya adalah dengan membangun sebuah
artifak, dimana artifak ini akan menjadi solusi dari permasalahan tertentu dalam
organisasi.
Pada penelitian design-science, terdapat dua proses yang akan dikerjakan untuk
menghasilkan 4 bentukan artifak. Dua prosesnya terdiri dari membangun dan
mengevaluasi artifak. Sedangkan 4 bentukan artifak terdiri dari constructs,
models, methods, dan instantiations. Construct merupakan bahasa untuk
mendefinisikan dan mengkomunikasikan masalah dan solusinya. Models
merupakan penggunaan construct untuk merepresentasikan kondisi dari dunia
nyata, atau dapat dikatakan sebagai bentuk desain permasalahan dan solusinya.
Methods merupakan bentuk panduan untuk memecahkan masalah. Sedangkan
32
instantiation menunjukkan bagaimana constructs, models, dan methods dapat
diterapkan didunia nyata.
Dalam melakukan penelitian design-science, terdapat beberapa panduan yang
didasarkan pada pengetahuan dan pemahaman akan sebuah permasalahan desain
dan solusinya yang didapatkan melalui pembangunan dan penerapan artifak.
Panduan-panduan tersebut adalah:
1.
Desain Sebagai Sebuah Artifak
Penelitian design-science harus dapat menghasilkan sebuah artifak yang
terdiri dari constructs, models, methods, dan instantiations.
2.
Masalah Yang Relevan
Artifak yang dibangun dalam penelitian ditujukan untuk memberikan
solusi berbasis teknologi atas permasalahan yang muncul dalam
organisasi.
3.
Evaluasi Desain
Artifak yang dibangun harus dievaluasi dengan menggunakan metode
tertentu. Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan untuk
mengevaluasi artifak seperti yang terlihat pada tabel II.1.
Tabel II.1
Metode Evaluasi Desain
(Sumber : Hevner, dkk., 2004)
Jenis Metode
Observational
a)
b)
Analytical
a)
b)
c)
d)
Experimental
a)
b)
Sub-jenis Metode Dan Penjelasannya
Case-study: Studi tentang artifak dalam lingkungan bisnis
secara mendalam
Field-study: memantau penggunaan artifak dalam berbagai
macam proyek
Static-analysis: menguji struktur artifak untuk kualitas
yang statis
Architecture-analysis: studi tentang kecocokan artifak
dengan arsitektur Sistem Informasi secara teknis
Optimization: menyediakan batasan-batasan secara optimal
dari perilaku artifak
Dynamic-analysis:studi artifak dalam penggunaannya
untuk kualitas yang dinamis
Controlled-experiment: studi artifak dalam lingkungan
terkontrol
Simulation: mengeksekusi artifak dengan data simulasi
33
Tbel II.1
Metode Evaluasi Desain (Lanjutan)
(Sumber : Hevner, dkk., 2004)
Jenis Metode
Testing
Descriptive
4.
Sub-jenis Metode Dan Penjelasannya
a) Functional-testing: mengeksekusi antarmuka artifak untuk
menemukan kesalahan dan mengidentifikasi gangguan
b) Structural-testing: pengujian yang meliputi beberapa
metric dalam implementasi artifak
a) Informed-argument: penggunaan informasi dari basis
pengetahuan untuk membangun argumen yang terpercaya
dari kegunaan artifak
b) Scenario: membangun skenario detail di sekeliling artifak
untuk mendemonstrasikan kegunaannya
Kontribusi Penelitian
Penelitian design-science yang efektif harus memberikan kontribusi
yang jelas dalam area artifak yang didesain, beserta pondasi/dasar dan
metodologinya.
5.
Landasan Yang Kuat Dari Penelitian
Penelitian design-science harus didasarkan pada penggunaan metode
yang kuat baik dalam membangun maupun menguji artifaknya.
6.
Desain Sebagai Sebuah Proses Pencarian
Pencarian atas artifak yang efektif membutuhkan pemanfaatan dari
dukungan peralatan yang tersedia untuk mencapai tujuan akhir yang
diinginkan, dengan tetap mengindahkan peraturan yang telah ada dalam
lingkungan tempat penerapannya.
7.
Mensosialisasikan Hasil Penelitian
Penelitian design-science harus dapat dikomunikasikan secara efektif
baik pada pihak yang berorientasi teknologi maupun pada pihak yang
berorientasi manajemen.
II.6 Analogi
Dalam sebuah paper (French, dkk., 2009) didefinisikan proses penganalogian
sebagai sebuah proses untuk merasakan keberadaan dari sebuah situasi (sumber)
dalam situasi yang lain (target) dan karenanya mempertahankan keterhubungan
antar elemen serta mentransfer pengetahuan dari sumber kepada target.
34
Sedangkan dalam paper lain (Kokinov, 2009) dinyatakan analogi sebagai proses
untuk menemukan dan membangun sebuah struktur hubungan yang umum dalam
pendeskripsian dua situasi atau domain, dan proses pengambilan keputusan
melalui transfer pengetahuan dari domain sumber kepada domain target, dan
karenanya memperkaya pengetahuan dari domain target.
Adapula pendefinisian menurut (Hoyloak dan Thagard, 1997), analogi merupakan
proses untuk menyelesaikan suatu masalah dengan cara mengadopsi solusi
masalah lain yang telah terpecahkan. Masih dari sumber yang sama dijelaskan
bahwa untuk proses analogi, ada beberapa langkah-langkah yang dapat ditempuh
yaitu :
1.
Representation building
Langkah untuk menentukan representasi atau perwakilan dari dua hal
yang akan dianalogikan (menentukan sumber analogi dan target
analogi).
2.
Retrieving
Proses penilaian bahwa sumber memiliki sejumlah aspek yang mirip
dengan yang ada pada target.
3.
Mapping
Langkah untuk memetakan keterhubungan atau kesesuaian antara
sumber dan target.
4.
Inference
Proses untuk mengambil kesimpulan tentang pemecahan masalah
terhadap target.
5.
Learning
Proses pembelajaran dari hasil penganalogian.
Disamping sejumlah langkah penganalogian, ada hal lain yang perlu diperhatikan
yaitu: similarity (memiliki kesamaan), structure (kesamaan struktur dari target
dan sumber), dan purpose (tujuan dari penganalogian, dimana nantinya dapat
mempengaruhi dalam menentukan sumber analogi yang akan dipilih). Keberadaan
35
dari faktor similarity, structure, dan purpose adalah untuk menjamin adanya
kesesuaian antar sumber dan target analogi.
Download