bab 2 landasan teori

advertisement
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Manajemen Pemasaran
Kotler dan Keller (2012:27), mendefinisikan manajemen pemasaran
sebagai seni dan ilmu dalam memilih target pasar dan mendapatkan,
mempertahankan, dan meningkatkan konsumen dengan membuat, memberikan
dan mengkomunikasikan nilai konsumen yang superior. Kotler (2005:11)
mendefinisikan manajemen pemasaran sebagai seni dan ilmu memilih pasar
sasaran dan meraih, mempertahankan serta menumbuhkan pelanggan dengan
menciptakan, menghantarkan dan mengkomunikasikan nilai pelanggan yang
unggul.
Pengertian lainnya dikemukakan oleh Armstrong dan Kotler (2012:29)
yang menyatakan bahwa manajemen pemasaran adalah serangkaian proses yang
dilakukan oleh perusahaan untuk menciptakan suatu nilai bagi para pelanggan
dan membangun hubungan yang kuat dengan mereka agar tercipta suatu nilai
dari para pelanggan tersebut.
Donnelly (2011:14) mendefinisikan manajemen pemasaran adalah ”the
process of planning and executing the conception, pricing, promotion, and
distribution of goods, services and ideas to create exchanges with target groups
that satisfy customer and organizational objectives”.
Dari definisi di atas, dapat dikatakan bahwa manajemen pemasaran adalah
melakukan rangkaian proses untuk menciptakan suatu nilai guna membantu
pencapaian tujuan organisasi atau perusahaan. Kegiatan pemasaran itu
dilakukan melalui serangkaian proses perencanaan, pengarahan, pengendalian
dan penetapan harga, pemetaan distribusi serta kegiatan promosi.
2.1.1 Bauran Pemasaran
Bauran pemasaran adalah variabel-variabel pemasaran yang dapat
diatur
sedemikian
rupa,
sehingga
17
dapat meningkatkan
penjualan
18
perusahaan. Variabel-variabel tersebut terdiri dari produk, harga, distribusi,
promosi. Agar perusahaan dapat menghadapi persaingan, maka perusahaan
harus berusaha meningkatkan penjualan dengan cara mengkombinasikan
variabel-variabel dalam bauran pemasaran seperti produk dengan harga,
distribusi dengan promosi, produk dengan promosi dan lain-lain.
Pengertian Bauran Pemasaran (Marketing Mix) menurut Philip
Kotler dan Gary Armstrong dalam bukunya Principle of Marketing
(2012:75) adalah seperangkat alat pemasaran terkontrol yang dipadukan
oleh perusahaan untuk menghasilkan respon yang diinginkan pasar sasaran.
Menurut Philip Kotler dan Kevin Keller dalam bukunya Marketing
Management (2012:47), mendefinisikan bauran pemasaran sebagai
seperangkat alat pemasaran perusahaan menggunakan untuk mengejar
tujuan pemasarannya di pasar sasaran.
Program pemasaran yang efektif memadukan semua elemen bauran
pemasaran ke dalam suatu program pemasaran terintegrasi yang dirancang
untuk mencapai tujuan pemasaran perusahaan dengan menghantarkan nilai
bagi konsumen. Bauran pemasaran merupakan sarana taktis p erusahaan
untuk menentukan positioning yang kuat dalam pasar sasaran.
1.
Produk (Product)
Menurut Kotler dan Keller (2012:47) adalah suatu yang dapat
ditawarkan ke pasar untuk mendapatkan perhatian, agar produk yang
dijual mau dibeli, digunakan atau dikonsumsi yang dapat memenuhi
suatu keinginan atau kebutuhan dari konsumen.
Sedangkan pengertian produk menurut Kotler dan Armstrong
(2010:253) adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan ke pasar
untuk mendaptkan perhatian, dibeli, digunakan atau dikonsumsi yang
dapat memuaskan keinginan dan kebutuhan. Produk meliputi objek
secara fisik, jasa, orang, tempat, organisasi, dan ide. Selain itu produk
dapat pula didefinisikan sebagai persepsi konsumen yang dijabarkan
oleh produsen melalui hasil produksinya (Tjiptono, 2008).
19
Berdasarkan beberapa definisi diatas, maka produk didefinisikan
sebagai kumpulan dari atribut-atribut yang nyata maupun tidak nyata,
termasuk di dalamnya kemasan, warna, harga, kualitas dan merek
ditambah dengan jasa dan reputasi penjualannya.
2.
Harga (Price)
Menurut Kotler dan Keller (2012:47) adalah sejumlah nilai yang
ditukarkan
konsumen
dengan
manfaat
dari
memiliki
atau
menggunakan produk atau jasa yang nilainya ditetapkan oleh pembeli
dan penjual melalui tawar menawar, atau ditetapkan oleh penjual
untuk satu harga yang sama terhadap semua pembeli.
Sedangkan menurut Kotler dan Armstrong (2010;314) yang
dimaksud harga adalah sejumlah uang yang dibebankan atas suatu
produk atau jasa, atau jumlah dari nilai yang ditukar konsumen atas
manfaat-manfaat karena memiliki atau menggunakan produk atau jasa
tersebut.
Harga yang ditawarkan kepada konsumen harus sesuai dengan
pandangan konsumen atas nilai dan manfaat yang diperoleh dari
prouk tersebut. Harga mempunya peranan penting bagi perusahaan,
karena harga mempunya pengaruh terhadap kemampuan perusahaan
dalam bersaing dengan perusahaan lainnya.
Setiap
perusahaan
selalu
mengejar
keuntungan
guna
kesinambungan produksi. Keuntungan yang diperoleh ditentukan pada
penetapan harga yang ditawarkan. Harga suatu produk atau jasa
ditentukan pula dari besarnya pengorbanan yang dilakukan untuk
menghasilkan jasa tersebut dan laba atau keuntungan yang
diharapkan. Oleh karena itu, penetuan harga produk dari suatu
perusahaan merupakan masalah yang cukup penting, karena dapat
mempengaruhi hidup matinya serta laba dari perusahaan.
20
Kebijaksanaan harga erat kaitannya dengan keputusan tentang
jasa yang di pasarkan. Hal ini disebabkan harga merupakan
penawaran suatu produk atau jasa. Dalam penetapan harga, biasanya
didasarkan pada suatu kombinasi barang/ jasa ditambah dengan
beberapa jasa lain serta keuntungan yang memuaskan. Berdasarkan
harga yang ditetapkan ini konsumen akan mengambil keputusan
apakah dia membeli barang tersebut atau tidak. Juga konsumen
menetapkan berapa jumlah barang/ jasa yang harus dibeli berdasarkan
harga tersebut. Tentunya keputusan dari konsumen ini tidak hanya
berdasarkan pada harga semata, tetapi banyak juga faktor lain yang
menjadi pertimbangan, misalnya kualitas dari barang atau jasa,
kepercayaan terhadap perusahaan dan sebagainya.
Hendaknya setiap perusahaan dapat menetapkan harga yang
peling tepat, dalam arti yang dapat memberikan keuntungan yang
paling baik, baik untuk jangka pendek maupun untuk jangka panjang.
3.
Tempat (Place)
Menurut Kotler dan Keller (2012:47) tempat diasosiasikan
sebagai saluran distribusi yang ditujukan untuk mencapai taget
konsumen. Sistem distribusi ini mencakup lokasi, transportasi,
pergudangan, dan sebagainya.
Menurut Kotler dan Armstrong (2010:363) definisi tempat atau
saluran distribusi adalah saluran distribusi merupakan seperangkat
organisasi yang saling bergantung satu sama lain, yang dilibatkan
dalam proses penyediaan suatu produk atau jasa , untuk digunakan
atau dikonsumsi oleh konsumen atau pengguna bisnis.
Berdasarkan definisi diatas, saluran distribusi merupakan hal
yang sangat penting, karena dengan adanya saluran distribusi produk
dari produsen akan sampai ke konsumen. Maka, perusahaan harus
menentukan strategi dalam pemilihan jumlah dan bentuk saluran
distribusi yang tepat.
21
4.
Promosi (Promotion)
Promosi merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan
program pemasaran, karena dengan adanya kegiatan promosi
perusahaan bisa memberi informasi kepada konsumen tentang
keberadaan dan manfaat produk perusahaan. Pengertian menurut
Kotler dan Keller (2012:47) Promosi sebagai salah satu cara
pemasaran untuk mengkomunikasikan dan menjual suatu produk
kepada konsumen yang berpotensi.
Aspek
ini
berhubungan
dengan
berbagai
usaha
untuk
memberikan informasi pada pasar tentang produk/ jasa yang dijual,
tempat dan saatnya. Ada beberapa cara menyebarkan informasi ini,
antara lain periklanan (advertising), penjualan pribadi (Personal
Selling), Promosi penjualan (Sales Promotion) dan Publisitas
(Publicity)
a.
Periklanan (Advertising): Merupakan alat utama bagi pengusaha
untuk mempengaruhi konsumennya. Periklanan ini dapat
dilakukan oleh pengusaha lewat surat kabar, radio, majalah,
bioskop, televisi, ataupun dalam bentuk poster-poster yang
dipasang di pinggir jalan atau tempat-tempat yang strategis.
b.
Penjualan Pribadi (Personal selling): Merupakan kegiatan
perusahaan untuk melakukan kontak langsung dengan calon
konsumennya. Dengan kontak langsung ini diharapkan akan
terjadi hubungan atau interaksi yang positif antara pengusaha
dengan calon konsumennya itu. Yang termasuk dalam personal
selling adalah: door to door selling, mail order, telephone
selling, dan direct selling.
c.
Promosi Penjualan (Sales Promotion): Merupakan kegiatan
perusahaan untuk menjajakan produk yang dipasarkarlnya
sedemikian rupa sehingga konsumen akan mudah untuk
melihatnya dan bahkan dengan cara penempatan dan pengaturan
22
tertentu, maka produk tersebut akan menarik perhatian
konsumen.
d.
Publsitas (Pubilicity): Merupakan cara yang biasa digunakan
juga oleh perusahaan untuk membentuk pengaruh secara tidak
langsung kepada konsumen, agar mereka menjadi tahu, dan
menyenangi produk yang dipasarkannya, hal ini berbeda dengan
promosi, dimana di dalam melakukan publisitas perusahaan tidak
melakukan hal yang bersifat komersial. Publisitas merupakan
suatu alat promosi yang mampu membentuk opini masyarakat
secara tepat, sehingga sering disebut sebagai usaha untuk
"mensosialisasikan" atau "memasyarakatkan ".
Dalam hal ini yang harus diperhatikan adalah tercapainya
keseimbangan yang efektif, dengan mengkombinasikan komponenkomponen tersebut kedalam suatu strategi promosi yang terpadu
untuk berkomunikasi dengan para pembeli dan para pembuat
keputusan pembelian.
Marketing Mix
Product
Product variety
Quality
Design
Price
List Price
Discounts
Allowances
Target Market
Place
Channels
Coverage
Assortment
Promotion
Sales promotion
Advertising
Sales force
Gambar 2.1
Empat P Bauran Pemasaran
Sumber : Kotler, Philip. Buku Marketing Management (2012:47)
23
2.1.2Brand Identity
Merek adalah salah satu atribut yang penting dari suatu produk
karena selain identifikasi, merek mempunyai banyak manfaat bagi para
konsumen dan produsen maupun perantara. Merek merupakan unsur
kebijakan produk yang dapat mempengaruhi kelancaran penjualan, oleh
karena itu merek perlu mendapat perhatian.
American Marketing Association mendefinisikan merek sebagai
“nama, istilah, tanda, lambang, kombinasinya, yang di maksudkan untuk
mengidentifi kasi kan barang atau jasa dari sal ah satu penjual atau
kelompok penjual dan mendiferensi asi kan mereka dari pesaing”. Maka
merek adal ah produk atau jasa yang dimensinya mendiferensiasikan merek
tersebut dengan beberapa cara dari produk atau jasa lainnya yang
dirancang untuk memuaskan kebutuhan yang sama. Perbedaan ini bisa
fungsional, rasional dan nyata, berhubungan dengan kinerja produk dari
merek. Perbedaan ini bisa juga lebih bersifat simbolis, emosional, atau
tidak nyata, berhubungan dengan apa yang dipresentasikan oleh merek
(Kotler dan Keller; 2012:263).
Konsumen dapat mengevaluasi produk yang sama secara berbedabeda tergantung pada bagai mana pemerekan produk tersebut. Mereka
belajar tentang merek melalui pengalaman masa lalu dengan produk
tersebut dan program pemasarannya, menemukan merek mana yang
memuaskan kebutuhan meraka dan mana yang tidak. Ketika hidup
konsumen menjadi semakin rumit, terburu-buru dan kehabisan waktu,
kemampuan merek untuk menyederhanakan pengambilan keputusan dan
mengurangi resiko adalah sesuatu yang berharga (Kotler dan Keller;
2012:264). Menurut Tjiptono (2008:348), memilih nama merek yang tepat
untuk sebuah produk bukanlah perkara gampang. Sejumlah pakar merek
bahkan mengklaim bahwa memilih nama merek lebih sulit dibandingkan
memilih nama anak.
2.1.2.1 Kategori Merek
Sebuah merek bisa dikatakan sukses apabila pembeli atau
24
pemakainya mempersepsikan adanya nilai tambah relevan, unik dan
berkesinambungan yang memenuhi kebutuhannya secara paling
memuaskan. Menurut Doyle yang mendefinisikan merek sukses
sebagai nama, simbol, desain atau kombinasi diantaranya yang
mengidentifikasi produk organisasi tertentu dengan keunggulan
diferensial berkesinambungan. Kriteria utama disini adalah (1)
keunggulan diferensial yakni pelanggan memiliki alasan kuat untuk
lebih menyukai merek bersangkutan dibandingkan merek-merek
pesaing; dan (2) langgeng atau berkesinambungan artinya keunggulan
yang tidak mudah ditiru para pesaing,
menciptakan
hambatan
masuk
dimana perusahaan
misalnya
dengan
jalan
mengembangkan reputasi atau citra merek yang unik dan kokoh
dalam kualitas layanan.
Secara teoritis, pemilihan nama merek yang efektif harus
memenuhi sejumlah kriteria, diantaranya mencerminkan manfaat dan
kualitas produk (contohnya Navigator, Beautyrest, Spray & Wipe),
mudah diucapkan, dikenal dan diingat (contohnya Sony, Virgin,
Kodak), bersifat unik misalnya (Pajero, Prado), mudah diterjemahkan
ke dalam berbagai bahasa lain serta memungkinkan perlindungan
hukum dan registrasi merek (Tjiptono; 2008:353).
Menurut Kotler dan Keller (2008:359), terdapat 4 kategori merek
yaitu:
a.
Merek perusahaan yaitu menggunakan nama perusahaan (baik
perusahaan induk maupun anak perusahaan atau kantor
cabangnya) sebagai merek produk.
b.
Merek keluarga yaitu nama merek yang digunakan di lebih dari
satu kategori produk, tetapi tidak harus selalu merupakan nama
perusahaan pemiliknya.
c.
Merek individu yaitu merek yang dibatasi hanya untuk satu
kategori produk, meskipun dapat digunakan untuk beberapa tipe
produk berbeda dalam kategori yang sama.
d.
Pengubah yakni wahana untuk menandakan item secara spesifik
25
atau tipe model atau versi/konfigurasi tertentu dari produk.
Contohnya Yoghurt yoplaint menawarkan variasi rasa.
2.1.2.2 Manfaat Merek
Menurut Kotler dan Keller (2008:355), merek bermanfaat bagi
konsumen dan produsen. Bagi produsen merek bermanfaat sebagai:
a.
Sarana identifikasi untuk memudahkan proses penanganan atau
pelacakan produk bagi perusahaan.
b.
Bentuk proteksi hukum terhadap fitur atau aspek produk yang
unik.
c.
Signal tingkat kualitas bagi para pelanggan yang puas sehingga
mereka bisa dengan mudah memilih dan membelinya lagi lain
waktu.
d.
Sarana menciptakan asosiasi dan makna unik yang membedakan
produk dari para pesaing.
e.
Sumber keunggulan kompetitif terutama perlindungan hukum.
Manfaat merek bagi para konsumen menurut Tjiptono (2008:357)
yaitu:
a.
Identifikasi yaitu bisa dilihat dengan jelas.
b.
Jaminan yaitu memberikan jaminan bagi konsumen bahwa
mereka bisa mendapatkan kualitas yang sama sekalipun
pembelian dilakukan pada waktu dan tempat berbeda.
c.
Optimisasi yaitu memberikan kepastian bahwa konsumen dapat
membeli alternative terbaik dalam kategori produk tertentu dan
pilihan terbaik.
d.
Karakterisasi yaitu mendapatkan konfirmasi menganai citra diri
konsumen atau citra diri yang ditampilkannya kepada orang lain.
e.
Kontinuitas yaitu
kepuasan terwujud
dari produk
yang
dikonsumsi pelanggan selama bertahun-tahun.
f.
Etis yaitu kepuasan berkaitan dengan perilaku bertanggung
jawab terhadap merek bersangkutan dalam hubungannya dengan
masyarakat.
26
2.1.2.3 Peranan dan Kegunaan Merek
Merek memegang peranan sangat penting, salah satunya adalah
menjembatani harapan konsumen pada saat kita menjanjikan sesuatu
kepada konsumen. Dengan demikian dapat diketahui adanya ikatan
emosional yang tercipta antara konsumen dengan perusahaan
penghasil produk melalui merek.Pesaing bisa saja menawarkan
produk yang mirip, tapi mereka tidak mungkin menawarkan
emosional yang sama.
Merek bermanfaat bagi produsen dan konsumen. Menurut
Tjiptono (2005:20) menyebutkan bahwa ada beberapa manfaat
yangdikategorikan menjadi 2, yaitu:
1.
Bagi produsen
a.
Sarana identifikasi untuk memudahkan proses penanganan
ataupelacakan produk bagi perusahaan, terutama dalam
pengorganisasiansediaan dan pencatatan akuntansi.
b.
Bentuk proteksi hukum terhadap fitur atau aspek produk
yang unik.Merek bisa mendapatkan perlindungan properti
intelektual. Namamerek bisa diproteksi melalui merek
dagang
terdaftar
(registeredtrademarks),
proses
pemanufakturan bisa dilindungi melalui hak paten,dan
kemasan bisa diproteksi melalui hak cipta (copyrights) dan
desain.Hak-hak properti intelektual ini memberikan jaminan
bahwa perusahaan dapat berinvestasi dengan aman dalam
merek yangdikembangkannya dan meraup manfaat dari aset
bernilai tersebut.
c.
Signal tingkat kualitas bagi para pelanggan yang puas,
sehinggamereka
bisa
dengan
mudah
memilih
dan
membelinya lagi di lainwaktu. Loyalitas merek seperti ini
menghasilkan predictability dansecurity permintaan bagi
perusahaan
dan
menciptakan
hambatanmasuk
menyulitkan perusahaan lain untuk memasuki pasar.
yang
27
d.
Sarana menciptakan asosiasi dan makna unik yang
membedakanproduk dari para pesaing.
e.
Sumber
keunggulan
kompetitif,
terutama
melalui
perlindungan hukum,loyalitas pelanggan, dan citra unik
yang terbentuk dalam benakkonsumen.
f.
Sumber financial returns, terutama menyangkut pendapatan
masa
g.
2.
datang.
Bagi konsumen
Keller mengemukakan 7 manfaat pokok merek bagi konsumen,
yaitu:
a.
Sebagai identifikasi sumber produk
b.
Penetapan tanggung jawab pada pemanufaktur atau
distributor tertentu
c.
Pengurang risiko
d.
Penekan biaya pencarian (search costs) internal dan
eksternal
e.
Janji atau ikatan khusus dengan produsen
f.
Alat simbolis yang memproyeksikan citra diri
g.
Signal kualitas
2.1.2.4Definisi Brand Identity
Pembedaan antara produk dan merek menurut Susanto (2003:1)
dapat dipakai sebagai panduan untuk memperjelas tentang identitas.
Produk meliputi ruang lingkup, atribut, kualitas, dan penggunaan.
Sedangkan merek meliputi simbol, kepribadian merek, segala asosiasi
terhadap organisasi, negara asal, pencitraan oleh pengguna, manfaat
ekspresi diri, manfaat emosional, dan hubungan antara merek dan
pelanggan.
Brand identity adalah seperangkat asosiasi merek yang unik
brand identity adalah seperangkat asosiasi merek yang unik yang
28
diciptakan oleh para penyusun strategi merek. Asosiasi-asosiasi ini
mencerminkan kedudukan suatu merek dan merupakan suatu janji
kepada pelanggan dari anggota organisasi. Brand identity akan
membantu kemantapan hubungan diantara merek dan pelanggan
melalui proposisi nilai yang melibatkan manfaat fungsional, manfaat
emosional atau ekspresi diri. (Kotler & Keller, 2006:261)
Sedangkan menurut Ghodeswar,brand identity merupakan
asosiasi merek yang unik yang menunjukkan janji kepada konsumen.
Agar menjadi efektif, brand identity perlu beresonansi dengan
konsumen, membedakan merek dari pesaing, dan mewakili apa
organisasi dapat dan akan lakukan dari waktu ke waktu (Halim dkk,
2014).
2.1.2.5 Dimensi Brand identity
Brand identity adalah seperangkat asosiasi merek yang unik,
yang diciptakan oleh parapenyusun strategi merek Asosiasi-asosiasi
ini mencerminkan bagaimana merek tersebutberada dalam benak
konsumen.
Brand
identity
membantu
membangun
hubungan
antaramerek dan konsumen melalui penciptaan proporsi nilai yang
melibatkan keunggulanfungsional, emosional maupun ekspresi diri.
(David dan Erich 2007:43). Dimensi Brand identitymenurut
(Canandan,2009:122-123) adalah sebagai berikut :
1.
Brand as Product
Dalam fungsi ini, merek adalah nama yang memebedakan suatu
produk dengan produk lainnya.
2.
Brand as Organization
Dalam fungsi ini, merek mewakili budaya, nilai, dan program
perusahaan.
3.
Brand as Person
Dalam fungsi ini, merekdibentuk menjadi lebihunik dan menarik
agardapat
mencerminkanpribadi
pemakai
dengantujuan
menciptakankualitas hubungan jangkapanjang yangmemuaskan.
29
4.
Brand as Symbol
Pada fungsi ini, merekberfokus pada inovasi danimajinasi merek
sehinggamerek
menjadi
lebihmudah
untuk
dikenal,cukup
denganmenggunakan symbolsaja pelanggan sudah bisamengenali
merek tersebutdalam hitungan detik.
2.1.3Coorporate Image
Corporate image diperlukan untuk mempengaruhi pikiran pelanggan
melalui kombinasi dari periklanan, humas, bentuk fisik, kata-mulut, dan
berbagai pengalaman aktual selama menggunakan barang dan jasa. Dari
pernyataan-pernyataan
mempertimbangkan
tersebut
kemampuan
tersirat
yang
dimiliki
bahwa
pelanggan
perusahaan
untuk
mempengaruhi persepsi mereka terhadap apa yang ditawarkan dan akan
memiliki dampak terhadap perilaku pembelian pelanggan.
Menurut Soemirat dan Adianto (2007:21) bahwa corporate image
adalah kesan, perasaan dan gambaran dari publik terhadap perusahaan,
kesan yang sengaja diciptakan dari suatu objek, orang-orang atau
organisasi.Handi Irawan (2006) menyebutkan “Corporate image dapat
memberikan kemampuan pada perusahaan untuk mengubah harga
premium, meni kmati peneri maan lebih tinggi di banding pesaing yang
membuat kepercayaan pelanggan pada perusahaan”.
Menurut Soemirtat dan Adianto (2007:22) bahwa salah satu dari
indikator terdapat sikap yang artinya adalah kecenderungan bertindak,
berpersepsi, berfikir dan merasa dalam menghadapi ide, objek, situasi dan
nilai. Sikap bukan perilaku tetapi kecenderungan untuk berprilaku dan
cara-cara tertentu.Corporate image merupakan persepsi masyarakat
terhadap perusahaan atau produknya (Kotler and Keller, 2006 : 299).
Corporate image berhubungan dengan nama bisnis, arsitektur, variasi dari
produk, tradisi, ideologi dan kesan pada kualitas yang di komunikasikan
oleh setiap karyawan yang berinteraksi dengan klien organisasi .
Citra masyarakat terhadap suatu organisasi, seringkali merupakan
hasil interaksi masyarakat dengan anggota organisasi. Corporate image
30
tidak dapat dicetak seperti membuat barang di pabrik, akan tetapi
corporate image adalah kesan yang diperoleh sesuai dengan pengetahuan
dan pemahaman seseorang tentang sesuatu. Citra terbentuk dari bagaimana
perusahaan melaksanakan kegiatan operasionalnya, yang mempunyai
landasan utama pada segi layanan.
Berdasarakan pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
indikator dalam pembentukan corporate image yang digunakan dalam
penelitian ini terdiri dari sekumpulan kesan (impressions), kepercayaan
(beliefs), dan sikap (attitudes) yang ada dalam benak konsumen terhadap
perusahaan.
Corporate image diawali dengan adanya persepsi public mengenai
suatu perusahaan yang terbentuk dalam benak para pelanggan. Untuk
membentuk corporate image yang positif, perusahaan perlu mengirimkan
pesan dirinya kepada lingkungan perusahaan, baik internal maupun
eksternal, yaitu pegawai perusahaan, konsumen, supplier, dan lainnya.
Perusahaan dapat membentuk corporate image yang positif dalam benak
konsumen (share of mind).
Dengan demikian, corporate image dapat dipersepsikan sebagai
gambaran mental secara selektif. Karena keseluruhan kesan tentang
karakteristik suatu perusahaanlah yang nantinya akan membentuk
corporate image dibenak masyarakat. Setiap perusahaan dapat memiliki
lebih dari satu citra tergantung dari kondisi interaksi yang dilakukan
perusahaan dengan kelompok-kelompok yang berbeda, seperti: nasabah,
karyawan, pemegang saham, supplier dimana setiap kelompok tersebut
mempunyai pengalaman dan hubungan yang berbeda dengan perusahaan.
2.1.3.1 Arti Penting Corporate image
Pelanggan yang cenderung untuk membeli terutama dari bisnis
dioperasikan perusahaan sedang mencari nama yang berkualitas dapat
mereka percayai. Corporate image semakin dipandang penting dalam
mempengaruhi efektivitas pemasaran. Oleh karena itu sangat layak
kalau citra ditetapkan sebagai sal ah satu aset utama yang dimiliki
31
perusahaan atau organisasi. Corporate image penting bagi setiap
perusahaan karena merupakan kesel uruhan kesan yang terbentuk di
benak masyarakat tentang perusahaan (Kanaidi, 2010:33). Citra dapat
berhubungan dengan nama bisnis, arsitektur, variasi produk, tradisi,
ideology, dan kesan pada kualitas komunikasi yang di lakukan oleh
seti ap karyawan yang berinteraksi dengan klien perusahaan.
Dengan demikian, corporate image dapat dipresepsikan sebagai
gambaran mental secara selektif. Karena keseluruhan kesan
tentangkarakteristik
suatu
perusahaanlah
yang
nantinya
akan
membentuk corporate image dibenak masyarakat. Setiap perusahaan
dapat memiliki lebih dari satu citra tergantung dari kondisi interaksi
yang dilakukan perusahaan dengan kelompok-kelompok yang
berbeda, seperti: nasabah, karyawan, pemegang saham, supplier
dimana setiap kelompok tersebut mempunyai pengalaman dan
hubungan yang berbeda dengan perusahaan. Karena itu, citra yang
dimiliki perusahaan dapat berperingkat positif atau negatif.
Untuk itu, perusahaan perlu mengkomunikasikan secara jelas
tentang perusahaan yang diharapkan, sehingga dapat mengarahkan
masyarakat dalam mencitrakan perusahaan secara positif. Lebih
lanjut, citra merupakan hasil dari penilaian atas sejumlah atribut,
tetapi citra bukanlah penilaian itu sendiri, karena citra adalah kesan
konsumen yang paling menonjol dari perusahaan, yang dievaluasi dan
dipertimbangkan oleh konsumen dalam mengambil keputusan
pembelian.
Pentingnya Corporate image dikemukakan oleh Sutisna dalam
Kanaidi (2010:82) sebagai berikut:
1. Menceritakan harapan bersama kampanye pemasaran eksternal,
Citra positif memberikan kemudahan bagi perisahaan untuk
berkomunikasi dan mencapai tujuan secara efektif sedangkan citra
negatif sebaliknya.
2. Sebagai penyaring yang memperngaruhi persepsi pada kegiatan
perusahaan citra yang positif menjadi pelindung terhadap
32
kesalahan kecil, kualitas teknik/ fungsional sedangkan citra
negatif dapat memperbesar kesalahan tersebut.
3. Sebagai fungsi dari pengalaman dan harapan konsumen atas
kualitas pelayanan perusahaan.
4. Mempunyai pengaruh penting terhadap manajemen atau dampak
internal corporate
image
yang
kurang
jelas
dari
nyata
mempengaruhi sikap karyawan terhadap perusahaan.
Dengan demikian peran corporate image amatlah penting karena citra
yang
baik
dari
perusahaan
akan
berdampak
positif
dan
menguntungkan sedangkan citra yang buruk akan berdampak buruk
dan merugikan perusahaan.
2.1.3.2 Dimensi Pembentukan Corporate image
Corporate image tidak dapat di bentuk dengan sendirinya,
harusl ah ada upaya-upaya yang dilakukan agar citra tersebut menj adi
semakin baik. Corporate image yang bersumber dari pengal aman
memberikan gambaran telah terjadi keterlibatan antara konsumen
dengan perusahaannya, upaya perusahaan sebagai sumber informasi
yang lengkap dimaksudkan sebagai informasi yang dapat menjawab
kebutuhan dan keinginan objek sasaran.
Menurut Kotler dan Amstrong (2008:74) mengatakan bahwa
“Proses terbentuknya corporate image berlangsung beberapa tahapan.
Pertama, objek mengetahui (menlihat/mendengar upaya
yang
dilakukan perusahaan dalam membentuk corporate image. Kedua,
memperhatikan upaya perusahaan tersebut. Ketiga, setelah adanya
perhatian objek mencoba memahami semua yang ada pada upaya
perusahaan. Keempat, terbentuk corporate image pada objek. Kelima,
corporate image yang terbentuk akan menentukan perilaku objek
sasaran dalam hubungannya dengan perusahaan”.
Sedangkan menurut Qamar (2013) et al.Tsai Corporate image
didefinisikan sebagai konsep multidimensional yang berisi empat
dimensi;
33
1.
Corporate product image
Keller dalam (Tsai et. al. 2010) berpendapat bahwa atribut
dengan manfaat produk dapat menyediakan pelanggan dengan
informasi penting bagi pelanggan dalam menilaicorporate image.
2.
Corporate service image
Keller dalam (Tsai et. al. 2010) menunjukkan bahwa perilaku
karyawan merupakan faktor penting yang mempengaruhi
pembentukan
pelanggan
image
perusahaan
yang
menguntungkan. Di antara berbagai jenis perilaku seperti itu,
tindakan layanan terkait sangat berpengaruh pada pembentukan
pelanggan tayangan positif. Sebuah citra pelayanan perusahaan
merupakan sebuah organisasi yang berfokus pada kebutuhan dan
perasaan pelanggan dan menekankan kepuasan pelanggan.
3.
Corporate citizenship image
Perilaku perusahaan yang bertanggung jawab sosial adalah cara
yang paling populer bagi perusahaan untuk mengelola corporate
image citizenship. Perusahaan mempublikasikan perilaku positif
mereka di media dan kegiatan kehumasan lainnya untuk
mendapatkan pengakuan positif dari pihak luar.
4.
Corporate credibility image
Kredibilitas perusahaan mengacu pada sejauh mana konsumen
dan stakeholder lainnya percaya pada perusahaan layak
dipercaya, keahliannya, dan menyenangkan, yang memberikan
kontribusi untuk seluruh gambar suatu perusahaan (Yongqiang
Li. et. al. Formbrun 2011).
2.2 Perilaku Konsumen (Consumer Behaviour)
1. Pengertian Perilaku Kosumen
34
Perilaku konsumen adalah suatu tindakan yang secara langsung terlibat
dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk atau jasa.
Menurut Kotler dan Keller (2009:166) Perilaku konsumen adalah studi
tentang bagaimana individu, kelompok, dan organisasi memilih, membeli,
menggunakan, dan bagaimana barang, jasa, ide, atau pengalaman untuk
memuaskan kebutuhan dan keinginan mereka.
Studi perilaku konsumen terpusat pada cara individu mengambil
keputusan untuk memanfaatkan sumber daya mereka yang tersedia (waktu,
uang, usaha) guna membeli barang-barang yang berhubungan dengan
konsumsi. Hal ini mencakup apa yang mereka beli, mengapa mereka
membeli, kapan mereka membeli, di mana mereka membeli, seberapa sering
mereka membeli, dan seberapa sering mereka menggunakannya.
Menurut Pindyck dan Rubinfeld (2007:72) Teori perilaku konsumen
adalah deskripsi tentang bagaimana konsumen mengalokasikan pendapatan
antara barang dan jasa yang berbeda- beda untuk memaksimalkan
kesejahteraan konsumen tersebut.
Schiffman dan Kanuk (2008) mendefinisikan perilaku konsumen
(consumen behavior) sebagai perilaku yang diperlihatkan konsumen
dalammencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi dan menghabiskan
produk yang diharapkan akan memuaskan kebutuhan hidup.
Studi tentang perilaku konsumen akan menjadi dasar yang amat
penting dalam manajemen pemasaran. Hasil dari kajiannya akan membantu
para pemasar untuk menghasilkan 3 (tiga) informasi penting, yaitu :
1) Orientasi / arah / cara pandang konsumen (a consumer orientation)
2) Berbagai fakta tentang perilaku berbelanja (Facts about buying behavior)
3) Konsep / teori yang memberi acuan pada proses berfikirnya manusia dalam
berkeputusan (Theories to guide the thinking process)
Selain itu, analisis perilaku konsumen juga memainkan peranan penting
dalam merancang kebijakan publik. Bagi pengusaha bidang ekonomi suatu
negara memerlukan kajian ini untuk merumuskan kebijakannya dalam rangka
perlindungan konsumen.
35
Dengan mengetahui mungkin dapat dimanfaatkan untuk kepentingan
pengembangan kemampuan seorang pemasar dalam menjalankan tugasnya.
Demikian juga bagi kalangan akademis, kajian ini akan dipergunakan untuk
memperdalam pengetahuan tentang perilaku konsumen.
Dari setiap perilaku konsumen sangat dipengaruhi oleh faktor – faktor
diantaranya faktor kebudayaan, sosial, pribadi, dan psikologi. Dari faktor –
faktor tersebut merupakan faktor – faktor yang tidak dapat dikendalikan
oleh pemasar, tetapi harus benar – benar diperhitungkan.
2.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Kosumen
Pengertian perilaku konsumen menurut para. ahli sangatlah berbeda-
beda, salah satunya menurut Kotler (2007:213), yang menjelaskan bahwa
perilaku konsumen merupakan studi tentang cara individu, kelompok, dan
organisasi menyeleksi, membeli, menggunakan, dan mendisposisikan barang,
jasa, gagasan atau pengalaman untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan
mereka. Studi konsumen memberikan petunjuk untuk memperbaiki dan
memperkenalkan produk atau jasa, menetapkan harga, merencanakan saluran,
menyusun pesan, dan mengembangkan kegiatan pemasaran lain. Oleh sebab
itulah memahami perilaku konsumen dan mengenal kebutuhan dan keinginan
mereka sangatlah tidak pernah sederhana.
Dari definisi tersebut, dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa sebagai
produsen mereka harus mengetahui kebutuhan dan keinginan konsumennya.
Dengan mengetahui kebutuhan dan keinginan konsumen terhadap sebuah
produk, maka produsen dapat mempengaruhi- konsumen agar mereka dapat
membeli produknya, pada saat mereka membutuhkannya.
Perilaku pembelian konsumen dipengaruhi oleh faktor budaya, sosial,
dan pribadi (Kotler dan Keller, 2009).
a.
Faktor Budaya
Menurut Kotler dan Keller (2009:166), Budaya (culture) adalah
determinan dasar keinginan dan perilaku seseorang. Kelas budaya,
subbudaya, dan sosial sangat mempengaruhi perilaku pembelian
konsumen.
36
1) Subbudaya (subculture)
Setiap budaya terdiri dari beberapa subbudaya (subculture) yang lebih
kecil yang memberikan identifikasi dan sosialisasi yang lebih spesifik
untuk anggota mereka. Subbudaya meliputi kebangsaan, agama,
kelompok ras, dan wilayah geografis.
2) Kelas Sosial
Menurut Kotler dan Keller (2009:168), kelas sosial didefinisikan
sebagai sebuah stratifikasi sosial atau divisi yang relatif homogen dan
bertahan lama dalam sebuah masyarakat, tersusun secara hierarki dan
mempunyai anggota yang berbagi nilai, minat, dan perilaku yang
sama. Sedangkan Schiffman dan Kanuk (2008:329), mendefinisikan
kelas sosial sebagai pembagian anggota masyarakat ke dalam suatu
hierarki status sosial yang berbeda, sehingga para anggota setiap kelas
secara relatif mempunyai status yang sama dan para anggota kelas
lainnya mempunyai status yang lebih tinggi atau lebih rendah. Salah
satu gambaran klasik tentang kelas sosial di Amerika Serikat
mendefinisikan tujuh tingkat dari bawah ke atas, sebagai berikut: (1)
bawah rendah, (2) bawah tinggi, (3) kelas pekerja, (4) kelas
menengah, (5) menengah atas, (6) atas rendah, (7) atas tinggi.
b.
Faktor Sosial
Selain faktor budaya, faktor sosial seperti kelompok referensi, keluarga,
serta peran sosial dan status mempengaruhi perilaku pembelian.
1)
Kelompok Referensi
Kelompok referensi (reference group) seseorang adalah semua
kelompok yang mempunyai pengaruh langsung (tatap muka) atau
tidak langsung terhadap sikap atau perilaku orang tersebut. Kelompok
yang mempunyai pengaruh langsung disebut kelompok keanggotaan
(membership group). Beberapa dari kelompok ini merupakan
kelompok
primer
(primary
group),
dengan
siapa
seseorang
berinteraksi dengan apa adanya secara terus menerus dan tidak resmi,
seperti keluarga, teman, tetangga, dan rekan kerja. Masyarakat juga
menjadi kelompok sekunder (secondary group), seperti agama,
37
professional, dan kelompok persatuan perdagangan, yang cenderung
lebih resmi dan memerlukan interaksi yang kurang berkelanjutan.
Orang juga dipengaruhi oleh kelompok di luar kelompoknya.
Kelompok aspirasional (aspirational group) adalah kelompok yang
ingin diikuti oleh orang itu; kelompok disosiatif (dissociative group)
adalah kelompok yang nilai dan perilakunya ditolak oleh orang
tersebut.
Jika pengaruh kelompok referensi kuat, pemasar menentukan cara
menjangkau
dan
mempengaruhi
pemimpin
opini
kelompok.
Pemimpin opini adalah orang yang menawarkan nasihat atau
informasi informal tentang produk atau kategori produk tertentu,
misalnya mana yang terbaik dari beberapa merek atau bagaimana
produk tertentu dapat digunakan.
2)
Keluarga
Menurut Kotler dan Keller (2009:171), Keluarga adalah organisasi
pembelian konsumen yang paling penting dalam masyarakat, dan
anggota keluarga merepresentasikan kelompok referensi utama yang
paling berpengaruh. Sedangkan Schiffman dan Kanuk (2008:305)
secara tradisional, keluarga didefinisikan sebagai dua orang atau lebih
yang dikaitkan oleh hubungan darah, perkawinan, atau adopsi yang
tinggal bersama-sama. Dalam arti yang lebih dinamis, para individu
yang merupakan satu keluarga dapat digambarkan sebagai anggota
kelompok sosial paling dasar yang hidup bersama- sama dan
berinteraksi untuk memuaskan kebutuhan pribadi bersama.
Ada dua keluarga dalam kehidupan pembeli. Keluarga orientasi
(family of orientation) yang terdiri dari orang tua dan saudara
kandung. Dari orang tua seseorang mendapatkan orientasi terhadap
agama, politik, dan ekonomi serta rasa ambisi pribadi, harga diri, dan
cinta. Pengaruh yang lebih langsung terhadap perilaku pembelian
setiap hari adalah keluarga prokreasi (family of procreation) terdiri
dari pasangan dan anak-anak.
3)
Peran dan Status
38
Orang berpartisipasi dalam banyak kelompok keluarga, klub,
organisasi. Kelompok sering menjadi sumber informasi penting dan
membantu mendefinisikan norma perilaku. Posisi seseorang dalam
tiap kelompok di mana ia menjadi anggota berdasarkan peran dan
status. Peran (role) terdiri dari kegiatan yang diharapkan dapat
dilakukan seseorang. Setiap peran menyandang status.
c.
Faktor Pribadi
Keputusan pembeli juga dipengaruhi oleh karakteristik pribadi. Faktor
pribadi meliputi usia dan tahap dalam siklus hidup pembeli; pekerjaan
dan keadaan ekonomi; kepribadian dan konsep diri; serta gaya hidup dan
nilai.
1) Usia dan Tahap Siklus Hidup
Selera dalam makanan, pakaian, perabot, dan rekreasi sering
berhubungan dengan usia. Konsumsi juga dibentuk oleh siklus hidup
keluarga dan jumlah, usia, serta jenis kelamin orang dalam rumah
tangga pada satu waktu tertentu.
2) Pekerjaan dan Keadaan Ekonomi
Pekerja kerah biru akan membeli baju kerja, sepatu kerja, dan kotak
makan. Presiden perusahaan akan membeli jas, perjalanan udara, dan
keanggotaan country club. Pemasar berusaha mengidentifikasi
kelompok pekerjaan yang mempunyai minat di atas rata-rata terhadap
produk dan jasa mereka. Pilihan produk sangat dipengaruhi oleh
keadaan ekonomi: penghasilan yang dapat dibelanjakan (tingkat,
stabilitas, dan pola waktu), tabungan dan asset (termasuk persentase
asset likuid), utang, kekuatan pinjaman, dan sikap terhadap
pengeluaran dan tabungan.
3) Kepribadian dan Konsep Diri
Setiap orang mempunyai karakteristik pribadi yang mempengaruhi
perilaku pembeliannya. Yang dimaksudkan dengan kepribadian
(personality), adalah sekumpulan sifat psikologis manusia yang
menyebabkan respons yang relatif konsisten dan tahan lama terhadap
rangsangan lingkungan (termasuk perilaku pembelian). Kepribadian
39
juga dapat menjadi variabel yang berguna dalam menganalisis pilihan
merek konsumen. Idenya bahwa merek juga mempunyai kepribadian,
dan konsumen mungkin memilih merek yang kepribadiannya sesuai
dengan mereka. Kepribadian merek (brand personality) dapat
didefinisikan sebagai bauran tertentu dari sifat manusia yang dapat
kita kaitkan pada merek tertentu.
4) Gaya Hidup dan Nilai
Orang-orang dari subbudaya dan kelas sosial yang sama mungkin
mempunyai gaya hidup yang cukup berbeda. Menurut Kotler dan
Keller (2009:175), Gaya hidup (lifestyle) adalah pola hidup seseorang
di dunia yang tercermin dalam kegiatan, minat, dan pendapat.
Gaya hidup memotret interaksi "seseorang secara utuh" dengan
lingkungannya. Keputusan konsumen juga dipengaruhi oleh nilai inti
(core values), sistem kepercayaan yang mendasari sikap dan perilaku.
Nilai inti lebih dalam daripada perilaku atau sikap dan menentukan
pilihan dan keinginan seseorang pada tingkat dasar dalam jangka
panjang.
d.
Proses Psikologis
Titik awal untuk memahami perilaku konsumen adalah model respons
rangsangan yang diperlihatkan dalam gambar dibawah ini rangsangan
pemasaran dan lingkungan memasuki kesadaran konsumen, dan
sekelompok
proses
psikologis
digabungkan
dengan
karakteristik
konsumen tertentu menghasilkan proses pengambilan keputusan dan
keputusan akhir pembelian.
Gambar 2.2
Model Perilaku Konsumen
40
Sumber: Kotler dan Keller (2009:178)
Model ini disebut juga dengan model of Buyer Behavior, menjelaskan
proses terjadinya pengambilan keputusan oleh konsumen untuk
melakukan pembelian. Model ini diawali dengan rangsangan pemasaran
(marketing stimuli) yang terdiri dari:
1) Produk (Product), yaitu produk apa yang secara tepat diminati oleh
konsumen, baik secara kualitas dan kuantitasnya.
2) Harga (Price), merupakan seberapa besar harga sebagai pengorbanan
konsumen dalam memperoleh manfaat yang diinginkan.
3) Distribusi (Place), bagaimana pendistribusian barang sehingga produk
dapat sampai ke tangan konsumen dengan mudah.
4) Promosi (Promotion), yaitu pesan-pesan yang dikomunikasikan
sehingga keunggulan produk dapat sampai kepada konsumen.
Rangsangan marketing tersebut, dalam hal ini dilengkapi dengan adanya
rangsangan-rangsangan lain-lain, yang meliputi:
1) Ekonomi (Economic), dalam hal ini adalah daya beli yang tersedia
dalam suatu perekonomian yang bergantung pada pendapatan pada
tingkat dan distribusi yang berbeda-beda.
2) Tehnologi (Technology), dalam ini menjelaskan bahwa dapat
membentuk hidup manusia serta dapat memberi dampak positif atau
negatif dalam kehidupannya.
41
3) Politik dan hukum (Political), menjelaskan bahwa keadaan politik dan
hukum sangat mempengaruhi stabilitas dan situasi yang sangat
berpengaruh pada keputusan pembelian.
4) Budaya (Cultural), meliputi keyakinan, nilai-nilai, dan norma yang
dibentuk oleh masyarakat dimana mereka dibesarkan yang dapat
bergeser mengikuti model atau trend terbaru.
Tugas pemasar adalah memahami apa yang terjadi dalam kesadaran
konsumen antara kedatangan rangsangan pemasaran dari luar dan
keputusan pembelian akhir. Empat proses psikologis kunci motivasi,
persepsi, pembelajaran, dan memori mempengaruhi respons konsumen
secara fundamental.
1)
Motivasi
Menurut
Schiffman
dan
Kanuk
(2008:72),
motivasi
dapat
digambarkan sebagai tenaga pendorong dalam diri individu yang
memaksa mereka untuk bertindak. Tenaga pendorong tersebut
dihasilkan oleh keadaan tertekan, yang timbul sebagai akibat
kebutuhan yang tidak terpenuhi.
Kita semua mempunyai banyak kebutuhan pada waktu tertentu.
Beberapa kebutuhan bersifat biogenic; kebutuhan itu timbul dari
keadaan tekanan psikologis seperti rasa lapar, rasa haus, atau rasa
tidak nyaman. Kebutuhan lain bersifat psikogenik; kebutuhan yang
timbul dari keadaan tekanan psikologis seperti kebutuhan akan
pengakuan, penghargaan, atau rasa memiliki. Kebutuhan menjadi
motif (motive) ketika kebutuhan itu meningkat sampai tingkat
intensitas yang cukup sehingga mendorong kita bertindak. Motivasi
dua arah kita memilih satu tujuan di atas tujuan lainnya dan intensitas
energi yang kita gunakan untuk mengejar tujuan.
2)
Persepsi
Persepsi (perception) adalah proses di mana kita memilih, mengatur,
dan menerjemahkan masukan informasi untuk menciptakan gambaran
dunia yang berarti. Poin utamanya adalah bahwa persepsi tidak hanya
tergantung pada rangsangan fisik, tetapi juga pada hubungan
42
rangsangan terhadap bidang yang mengelilinginya dan kondisi dalam
setiap diri kita.
Dalam pemasaran, persepsi lebih penting daripada realitas, karena
persepsi konsumen mempengaruhi perilaku aktual konsumen. Orang
bisa mempunyai persepsi berbeda tentang obyek yang sama karena
tiga proses pemahaman: atensi selektif, distorsi selektif, dan retensi
selektif.
(i) Atensi Selektif
Atensi-perhatian adalah alokasi pemrosesan kapasitas terhadap
beberapa rangsangan. Atensi sukarela adalah sesuatu yang
bermakna; tak sukarela disebabkan oleh seseorang atau sesuatu.
Diperkirakan bahwa rata-rata orang terpapar oleh lebih dari
1.500 iklan atau komunikasi merek sendiri. Karena kita tidak
mungkin dapat mendengarkan semua ini, kita menyortir
sebagian besar rangsangan tersebut sebuah proses yang disebut
atensi selektif (selectiveattention). Atensi selektif berarti bahwa
pemasar harus bekerja keras untuk menarik atensi konsumen.
(ii)
Distorsi Selektif
Distorsi selektif (selective distortion) adalah kecenderungan
untuk menerjemahkan informasi dengan cara yang sesuai
dengan konsepsi awal kita. Konsumen sering mendistorsi
informasi agar konsisten dengan keyakinan dan ekspektasi dari
merek dan produk yang sudah ada sebelumnya.
(iii)
Retensi Selektif
Sebagian besar dari kita tidak mengingat kebanyakan informasi
yang dipaparkan kepada kita, tetapi kita mempertahankan
informasi yang mendukung sikap dan keyakinan kita. Karena
retensi selektif (selective retention), kita akan mengingat poin
bagus tentang sebuah produk yang kita sukai dan melupakan
poin bagus tentang produk pesaing. Retensi selektif sekali lagi
bekerja untuk keunggulan merek- merek kuat.
3) Pembelajaran
43
Ketika
kita
bertindak,
kita
belajar.
Pembelajaran
(learning)
mendorong perubahan dalam perilaku kita yang timbul dari
pengalaman. Sebagian besar perilaku manusia dipelajari, meskipun
sebagian
besar
pembelajaran
itu
tidak
sengaja.
Ahli
teori
pembelajaran percaya bahwa pembelajaran dihasilkan melalui
interaksi dorongan, ransangan, pertanda, respons, dan penguatan.
4) Memori
Semua informasi dan pengalaman yang kita hadapi ketika kita
menjalani hidup dapat berakhir di memori jangka panjang kita. Ahli
psikologi kognitif membedakan antara memori jangka pendek (short
term memory STM) penyimpanan informasi temporer dan terbatas
dan memori jangka panjang (long term memory) penyimpanan yang
lebih permanen dan pada dasarnya tak terbatas.
Pandangan struktur memori jangka panjang yang paling diterima
secara luas mengasumsikan kita membentuk beberapa model asosiatif.
Misalnya, model memori jaringan asosiatif (associative network memory
model) memandang LTM sebagai sekumpulan node dan penghubung.
Node adalah informasi tersimpan yang dihubungkan dengan penghubung
yang kekuatannya bervariasi.
2.2.1Consumer Attitude
Menurut Eagle dan Chaiken dalam buku A. Wawan dan Dewi M.
(2010:20) mengemukakan bahwa sikap dapat diposisikan sebagai hasil
evaluasi terhadap obyek sikap yang diekspresikan ke dalam proses- proses
kognitif, afektif (emosi) dan perilaku. Dari definisi-definisi di atas
menunjukkan bahwa secara garis besar sikap terdiri dari komponen
kognitif (ide yang umumnya berkaitan dengan pembicaraan dan dipelajari),
perilaku (cenderung mempengaruhi respon sesuai dan tidak sesuai) dan
emosi (menyebabkan respon-respon yang konsisten).
44
2.2.1.1Fungsi Sikap
Menurut Katz dalam buku Wawan dan Dewi (2010:23) sikap
mempunyai beberapa fungsi, yaitu:
a.
Fungsi instrumental atau fungsi penyesuaian atau fungsi manfaat
Fungsi ini berkaitan dengan sarana dan tujuan. Orang
memandang sejauh mana obyek sikap dapat digunakan sebagai
sarana atau alat dalam rangka mencapai tujuan. Bila obyek sikap
dapat membantu seseorang dalam mencapai tujuannya, maka
orang akan bersifat positif terhadap obyek tersebut. Demikian
sebaliknya bila obyek sikap menghambat pencapaian tujuan,
maka orang akan bersikap negatif terhadap obyek sikap yang
bersangkutan.
b.
Fungsi pertahanan ego
Ini merupakan sikap yang diambil oleh seseorang demi untuk
mempertahankan ego atau akunya. Sikap ini diambil oleh
seseorang pada waktu orang yang bersangkutan terancam
keadaan dirinya atau egonya.
c.
Fungsi ekspresi nilai
Sikap yang ada pada diri seseorang merupakan jalan bagi
individu untuk mengekspresikan nilai yang ada pada dirinya.
Dengan mengekspresikan diri seseorang akan mendapatkan
kepuasan dapat menunjukkan kepada dirinya. Dengan individu
mengambil sikap tertentu akan menggambarkan keadaan sistem
nilai yang ada pada individu yang bersangkutan.
d.
Fungsi pengetahuan
Individu mempunyai dorongan untuk ingin mengerti dengan
pengalaman-pengalamannya.
Ini
berarti
bila
seseorang
mempunyai sikap tertentu terhadap suatu obyek, menunjukkan
tentang
pengetahuan
orang
terhadap
obyek
sikap
yang
bersangkutan.
Menurut Azwar S (2011:23) sikap terdiri dari 3 komponen
yang saling menunjang yaitu:
45
a.
Komponen kognitif
Merupakan representasi apa yang dipercayai oleh individu
pemilik sikap, komponen kognitif berisi kepercayaan stereotipe
yang dimiliki individu mengenai sesuatu dapat disamakan
penanganan (opini) terutama apabila menyangkut masalah isu
atau yang kontroversial.
b.
Komponen afektif
Merupakan perasaan yang menyangkut aspek emosional. Aspek
emosional inilah yang biasanya berakar paling dalam sebagai
komponen sikap dan merupakan aspek yang paling bertahan
terhadap pengaruh-pengaruh yang mungkin adalah mengubah
sikap seseorang komponen afektif disamakan dengan perasaan
yang dimiliki seseorang terhadap sesuatu.
c.
Komponen konatif
Merupakan aspek kecenderungan berperilaku tertentu sesuai
sikap yang dimiliki oleh seseorang. Aspek ini berisi tendensi atau
kecenderungan untuk bertindak atau bereaksi terhadap sesuatu
dengancara-cara tertentu.
Menurut
Azwar
S
(2011:30)
faktor-faktor
yang
mempengaruhisikap yaitu:
a.
Pengalaman pribadi
Pengalaman pribadi dapat menjadi dasar pembentukan sikap
apabila pengalaman tersebut meninggalkan kesan yang kuat.
Sikap akan lebih mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi
tersebut terjadi dalam situasi yang melibatkan faktor emosional.
b.
Pengaruh orang lain yang dianggap penting
Individu pada umumnya cenderung untuk memiliki sikap yang
konformis atau searah dengan sikap seseorang yang dianggap
penting. Kecenderungan ini antara lain dimotivasi oleh keinginan
untuk berafiliasi dan untuk menghindari konflik dengan orang
yang dianggap penting tersebut.
c.
Pengaruh kebudayaan
46
Kebudayaan dapat memberi corak pengalaman individu-individu
masyarakat asuhannya. Sebagai akibatnya, tanpa disadari
kebudayaan telah menanamkan garis pengaruh sikap kita
terhadap berbagai masalah.
d.
Media massa
Dalam pemberitaan surat kabar maupun radio atau media
komunikasi lainnya, berita yang seharusnya faktual disampaikan
secara obyektif berpengaruh terhadap sikap konsumennya.
e.
Lembaga pendidikan dan lembaga agama
Konsep moral dan ajaran dari lembaga pendidikan dan lembaga
agama sangat menentukan sistem kepercayaan. Tidaklah
mengherankan
apabila
pada
gilirannya
konsep
tersebut
mempengaruhi sikap.
f.
Faktor emosional
Kadang kala, suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari
emosi yang berfungsi sebagai sebagai semacam penyaluran frustasi atau
pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego.
2.2.1.2 Definisi Consumer attitude
Menurut Peter dan Olson (2009:130) consumer attitude adalah
selalu menuju pada beberapa konsep, terdapat dua jenis konsep yang
banyak digunakan yaitu benda dan perilaku. Konsumen dapat
memiliki sikap terhadap objek fisik dan objek sosial, termasuk
didalamnya
produk,
merek,
model,
toko,
dan
orang-orang
sebagaimana aspek strategi pemasaran. Konsumen juga dapat
memiliki sikap terhadap benda-benda yang tak berwujud seperti
konsep dan ide-ide. Selain itu konsumen juga dapat memiliki sikap
terhadap perilaku atau tindakan mereka sendiri, termasuk tindakan
masa lalu mereka dan perilaku masa depan.
Menurut Schiffman dan Kanuk (2009:249) Model Tiga
komponen sikap (Three Component Attitude Model) merupakan
model yang dikembangkan oleh para ahli perilaku yang menentukan
47
secara tepat komposisi sikap dengan maksud agar perilaku dapat
dijelaskan dan diprediksi.
Ketiga komponen tersebut adalah sebagai berikut:
1)
Komponen Kognitif
Merupakan pengetahuan (cognition) dan persepsi yang diperoleh
melalui kombinasi dari pengalaman langsung dengan objek sikap
(attitude object) dan informasi terkait yang didapat dari berbagai
sumber.
2)
Komponen Afektif
Merupakan emosi atau perasaan terhadap suatu produk atau
merek tertentu yang mempunyai hakikat evaluatif.
3)
Komponen Konatif
Kemungkinan
atau
kecenderungan
bahwa
individu
akan
melakukan tindakan tertentu atau berperilaku dengan cara
tertentu berkaitan dengan objek sikap. Menurut beberapa
interpretasi, komponen konatif mungkin termasuk perilaku yang
sebenarnya itu sendiri. Dalam riset pemasaran dan konsumen,
komponen konatif sering diperlakukan sebagai ekspresi niat
konsumen untuk membeli. pembeli skala niat digunakan untuk
menilai
kemungkinan
konsumen
membeli
produk
atau
berperilaku dengan cara tertentu.
Menurut Schiffman dan Kanuk (2009:246) terdapat beberapa
karakteristik penting yang dimiliki oleh sikap, yaitu :
1)
Sikap Memiliki Objek
Didalam konteks pemasaran, consumer attitude terkait dengan
berbagai konsep seperti produk, merek, iklan, harga, kemasan,
penggunaan, media dan sebagainya.
2)
Sikap adalah Kecenderungan yang dipelajari
Bahwa sikap relevan terhadap perilaku pembelian dimana
terbentuk sebagai hasil dari pengalaman langsung sebuah
produk, informasi word-of-mouthyang diperoleh dari orang lain
48
atau iklan dari media massa, internet, dan berbagai bentuk
pemasaran langsung.
3)
Konsistensi Sikap
Sikap relatif konsisten dengan perilaku yang direfleksikan.
4)
Sikap dan situasi
Kejadian atau keadaan dimana dalam suatu waktu mempengaruhi
hubungan diantara sikap dan perilaku.
2.2.1.3 Dimensi Consumer attitude
Dimensiconsumer attitude menurut Jaafar (2012:76) adalah
sebagai berikut :
1)
Trust on the product
Delgado (2008:150)Kepercayaan Merek adalah harapan akan
kehandalan dan intensi baik merek. Kepercayaan Merek adalah
kemauan
konsumen
mempercayai
merek
dengan
segala
resikonya, karena adanya harapan merek tersebut dapat
memberikan hasil yang positif bagi mereka.
2)
Familiarity
Penggunaan konsisten suatu merek, membuat merektersebut
segera dapat dikenali oleh konsumen sehingga segala sesuatu
yang berkaitandengannya tetap diingat. Dengan demikian,
menurut Gede Riana (2008:187) suatu merek dapat mengandung
tiga hal, yaitu sebagai berikut.
1.
Menjelaskan apa yang dijual perusahaan.
2.
Menjelaskan apa yang dijalankan oleh perusahaan.
3.
Menjelaskan profil perusahaan itu sendiri.
Suatu merek memberikan serangkaian janji yang di dalamnya
menyangkutkepercayaan, konsistensi, dan harapan. Dengan
demikian, merek sangat penting, baikbagi konsumen maupun
produsen.
Bagi
konsumen,
merek
bermanfaat
untukmempermudah proses keputusan pembelian dan merupakan
jaminan akan kualitas. Sebaliknya, bagi produsen, merek dapat
49
membantu upayaupaya untuk membangunloyalitas dan hubungan
berkelanjutan dengan konsumen.
3)
Perceived economic situation
Persepsi situasi ekonomi akan mempengaruhi pola
pembeliankonsumen. Mereka yang secara ekonomi baik akan
memilikibanyak pilihan, sementara yang ekonominya kurang
baik akanterbatas pilihanya.
2.3
Tingkatan Pembuatan Keputusan Konsumen
Dalam hal ini ada tiga tingkatan pembuatan keputusan konsumen
dari high-involvement (keterlibatan tinggi) sampai ke low-involvement
(keterlibatan rendah), yaitu extensive problem solving, limited problem
solving, dan routinized responsed behavior (Schiffman-kanuk, 2008:74).
a. Extensive problem solving – terjadi ketika konsumen tidak mempunyai
kriteria yang jelas dalam menilai kategori produk atau merek khusus,
atau dia tidak mengelompokkan sejumlah merek potensial yang masuk
dalam perhitungan. Pada saat itu konsumen membutuhkan banyak
informasi untuk menentukan kriteria dalam menilai merek-merek
tertentu.
b. Limited problem solving – pada tahap ini konsumen telah memiliki
kriteria-kriteria standar dalam menilai kategori produk dan merekmerek dalam kategori tersebut, namun dia tetap tidak dapat
menentukan pilihan. Pencarian informasi dalam tahap ini lebih bersifat
memperbaiki, konsumen harus mengumpulkan informasi tambahan
untuk memastikan pilihan yang akan mereka ambil.
c. Routinized response behavior- pada tahap ini, konsumen telah memiliki
pengalaman dalam penggunaan produk dan telah menentukan kriteriakriteria dalam mengevaluasi merek-merek alternatif. Dalam beberapa
situasi, konsumen mungkin akan mencari beberapa informasi tambahan
dalam rangka mengulang apa yang telah mereka ketahui.
50
2.3.1
Proses Keputusan Pembelian Konsumen
Selain model perilaku keputusan pembelian konsumen menurut
Kotler, terdapat pula model perilaku keputusan pembelian konsumen
menurut Sshiffman-Kanuk. Model dari Schiffman-Kanuk merefleksikan
adanya proses kognitif atas pemecahan masalah yang dialami oleh
konsumen dan terdiri dari tiga komponen utama yaitu Input, Proses, dan
Output, dapat dilihat seperti pada gambar dibawah ini.
Gambar 2.2
Model Sederhana Dari Proses Pengambilan Keputusan Konsumen
Pengaruh Eksternal
I
N
P
U
T
Usaha Pemasaran
Perusahaan
1. Produk
2. Promosi
3. Harga
4. Distribusi
Lingkungan Sosial Budaya
1. Keluarga
2. Sumber Informal
3. Sumber non komersial
lainnya
4. Kelas sosial
5. Sub budaya & budaya
Pengaruh Internal
Pengenalan
Kebutuhan
P
R
O
S
E
S
O
U
T
P
U
T
Pencarian
Informasi
Pengaruh Internal
1. Motivasi
2. Persepsi
3. Pembelajaran
4. Kepribadian
5. Perilaku
Evaluasi
Alternatif
Pengalaman
Perilaku Pasca
Pengambilan
Keputusan
Pembelian
1. Percobaan
2. Pembelian ulang
Evaluasi Pasca Pembelian
Sumber : Schiffman and Kanuk (2008:54)
51
a. Input
Komponen input yang ada meliputi pengaruh dari luar yang berlaku
sebagai sumber informasi dan mempengaruhi konsumen melalui nilai
dan perilaku yang berhubungan dengan produk. Yang berperan penting
dalam input adalah kegiatan bauran pemasaran yang dilakukan
perusahaan untuk mengkomunikasikan produknya kepada konsumen
potensial dan juga pengaruh sosiokultural untuk menggiring konsumen
dalam keputusan pembelian (Schiffman-Kanuk, 2008: 55).
1) Input pemasaran – Kegiatan pemasaran yang dilakukan perusahaan
untuk menjangkau, menginformasikan, dan membujuk konsumen
untuk membeli produk yang mereka tawarkan. Kegiatan pemasaran
tersebut meliputi karakteristik produk, iklan pada media massa,
personal selling, dan promosi-promosi lainnya
2) Input sosiokultural – Lingkungan sosiokultural juga berperan
penting dalam mempengaruhi konsumen, termasuk pendapat
teman, artikel editorial di koran, penggunaan produk oleh anggota
keluarga, atau artikel dalam jurnal konsumen. Juga pengaruh dari
kelas sosial, budaya, dan sub-budaya yang tidak kalah pentingnya
dalam penilaian serta penerimaan atau penolakan konsumen atas
suatu produk.
b. Proses
Dalam proses pembuatan keputusan konsumen harus diperhatikan
beberapa faktor psikologis yang memiliki pengaruh internal terhadap
konsumen. Pada gambar 2.4 diperlihatkan tiga tahapan yaitu
pengenalan kebutuhan, pencarian alternatif, dan evaluasi alternatif.
Pencarian informasi atas produk tergantung dari jenis produk yang
dibeli, dimana semakin kompleks atau rumit produk yang akan dibeli,
semakin banyak informasi yang dibutuhkan. Dalam hal ini ada tiga
tahapan proses pembuatan keputusan konsumen (Schiffman-Kanuk,
2008: 55), yaitu:
52
1) Pengenalan kebutuhan – kebutuhan terjadi bila seseorang
dihadapkan pada adanya masalah. Ada dua tipe pengenalan
masalah yang dilakukan oleh konsumen, pertama, adalah tipe
konsumen yang merasa mempunyai masalah ketika suatu produk
tidak dapat memuaskan kebutuhannya, dan yang kedua adalah
konsumen yang mempunyai keinginan terhadap sesuatu yang baru
dan ini menjadi pemicu timbulnya kebutuhan.
2) Pencarian alternatif pembelian – hal ini terjadi pada saat konsumen
sadar bahwa kebutuhannya dapat dipuaskan dengan membeli atau
mengkonsumsi produk tertentu. Untuk itu dia memerlukan
informasi yang berkaitan dengan produk yang akan dia beli, seperti
pengalaman pemakaian produk di masa lalu. Jika dia belum pernah
mengkonsumsi produk tersebut, maka konsumen tersebut harus
mencari informasi untuk menentukan pilihan produknya. Semakin
besar pengaruh dari sumber internal (pengalaman masa lalu), maka
akan semakin kecil kebutuhannya akan informasi eksternal (iklan,
promosi, dll), dan semakin tinggi resiko yang dihadapi, maka
semakin kompleks informasi yang dibutuhkan dan sebaliknya.
3) Evaluasi alternatif – pada saat melakukan evaluasi, konsumen
biasanya berpegang pada dua tipe informasi, yaitu daftar merek
produk yang menjadi acuannya, dan kriteria yang dia gunakan
untuk menilai tiap merek.
c. Output
Pada bagian ini terdapat dua bentuk kegiatan pasca keputusan
pembelian yang sangat erat yaitu perilaku pembelian dan perilaku pasca
pembelian (Schiffman-Kanuk, 2005:69).
a. Perilaku pembelian konsumen melakukan dua tipe pembelian yaitu
pembelian uji coba dan pembelian ulang. Jika konsumen merasa
puas akan merek yang dibelinya atau merasa mereknya lebih baik
daripada merek lainnya, biasanya dia akan melakukan pembelian
ulang. Perilaku pembelian ulang berhubungan sangat erat dengan
loyalitas merek, dimana pemasar berusaha untuk mendorong
53
terjadinya pembelian ulang tersebut karena akan memberikan
jaminan kestabilan market share mereka.
Evaluasi pasca pembelian – pada saat konsumen menggunakan produk,
terutama pada saat uji coba, mereka menilai kemampuan produk, apakah
sesuai dengan harapan mereka atau tidak. Ada tiga kemungkinan yang
dapat terjadi, yaitu: pertama, kemampuan produk sesuai dengan standar
yang telah ditentukan, menghasilkan reaksi netral pada konsumen; kedua,
kemampuan
produk
berada
diatas
standar
konsumen
sehingga
menghasilkan kepuasan; ketiga, kemampuan produk berada dibawah
standar yang telah ditentukan, akan menghasilkan ketidakpuasan.
2.3.2Purchase Intention
Dalam menimbulkan purchase intention adalah sesuatu yang paling
sulit untuk memerlukan komunikasi yang efektif dengan pasar sasaran. Hal
ini berarti bahwa perusahaan harus mengerti bagaimana konsumen
berpikir, beralasan untuk membeli. Agar berhasil perusahaan harus mampu
meyakinkan konsumen bahwa produk yang di tawarkan mampu memenuhi
kebutuhan konsumen. Adapun pengertian purchase intention menurut
David (2009:191) menyatakan bahwa keinginan yang timbul dari
konsumen untuk memiliki suatu produk karena akibat dari beberapa
dorongan. Sedangkan menurut Margaret (2006:152) bahwa : Purchase
intention muncul karena beberapa keputusan pembelian: keputusan merek,
keputusan kuantitas, keputusan waktu, dan keputusan waktu pembayaran.
Heizer (2007:162) menyatakan tujuan akhir yang diharapkan adalah
agar konsumen melakukan indikator, hal ini tidak mudah. Pembeli
potensial perlu didorong untuk mencoba produk untuk memudahkan
melakukan pembelian. Salah satu model mengenai tahap-tahap respon
konsumen adalah model “AIDA” merupakan tahap-tahap yang dilalui
seorang
konsumen
dalam
melakukan
tindakan
pembelian,
yang
memperlihatkan bagaimana pembeli melewati tahap perhatian (Attention),
minat (Interest), kehendak (Desire), dan tindakan (Action).
54
Purchase intention merupakan salah satu aspek kepribadian yang
berbentuk dan berkembang karena pengaruh pembawaan dan lingkungan.
Minat terus menerus mengalami perubahan dan dipengaruhi oleh kondisi
fisik, mental dan keadaan emosinya serta perubahan lingkungan sosial
dimana ia berada. Proses perubahan minat tersebut terjadi hampir
sepanjang garis kehidupan.
Dilihat dari fase perkembangan, minat berkambang secara
bertingkat, mengikuti setiap fase perkembangan yang dilalui individu sejak
bayi hingga dewasa. Selain dari pada itu perkembangan minat juga
tergantung pada kesempatan belajar. Dengan kata lain bergantung pada
lingkungan dimana individu berada dan bergaul.
2.3.2.1 Faktor Yang Mempengaruhi Purchase intention
Pada dasarnya purchase intention seseorang timbul karena
pengaruh dari dalam pengaruh dari dalam dan luar dirinya. Pada saat
konsumen akan membeli suatu produk pasti akan memperhatikan
dengan seksama perihal produk yang akan dibelinya. Hal-hal yang
diperhatikan tersebut antara lain mengenai produk itu sendiri,
kebersihan, harga dan kemasan dari produk tersebut.
Menurut Heizer (2007:164) Jika seseroang akan membeli suatu
barang atau produk, maka dengan sendirinya akan memasuki tahaptahap Attention (perhatian), Interest (tertarik), Desire (hasrat) dan
Action (tindakan untuk membeli), sebagai contoh ketika konsumen
melihat seorang memakai produk-produk yang dipakainya, dalam hal
ini seseorang konsumen sudah memasuki tahap.
1. Attention (perhatian terhadap produk-produk yangdipakai oleh
seorang seseorang. Konsumen yang tertarik kepada salah satu
produk yang ada akan memperhatikan produk tersebut dan akan
mengingatnya seandainya dia tidak bisa membeli produk tersebut
pada saat itu juga, setelah dia memperhatikan produk tersebut
maka dia akan tertarik dan akan merasa bahwa dia menyenangi
55
dan menginginkan produk tersebut, dan pada saat itu juga seorang
konsumen berada pada tahap
2. Interest. Selanjutnya konsumen akan lebih memperhatikan bahkan
ingin segera memiliki produk tersebut, ingatannya pada produk
tersebut selalu berada dalam tahap selanjutnya yaitu
3. Desire (hasrat), dalam hal ini perasaan ingin memiliki barang
tersebut sangat besar.
4. Action (membeli), Sebagai tahap terakhir yaitu tindakan seseorang
untuk setelah konsumen melalui tahap-tahap sebelumnya.
Apabila kita hubungkan antara desaign product dengan
purchase intention, akan kita dapatkan suatu hubungan yang dalam
dari keduanya, kita ambil contoh produk desain yang dipakai
seseorang akan mendapatkan perhatian dari konsumen (Attention)
pada saat pertama kali dia melihat produk tersebut, kemudian akan
tertarik setelah dia melihat barang tersebut, kemudian akan tertarik
setelah memperhatikan keadaan produk yang dipakainya (Interest),
selanjutnya dia akan menginginkan dan ingin lebih berusaha untuk
mendapatkan barang tersebut (Desire) dan terakhir dia akan bertindak
untuk membeli barang tersebut setelah diamemperhatikan, mendapat
daya tarik dan hasrat yang lebih untuk memiliki produk dengan
melihat produk yang dipakai oleh seseorang.
Selanjutnya menurut Heizer (2007:166) menyatakan bahwa :
tahap-tahap seorang konsumen bertindak untuk membeli adalah
melalui tahap-tahap dibawah ini, dihubungkan dengan tahap-tahap
yang telah dijelaskan diatas, tahap pertama adalah sikap kognitif yaitu
pengetahuan dan persepsi konsumen terhadap produk dan informasi
yang diperoleh dari berbagai sumber, ini sama dengan tahap pertama
diatas yaitu tahap perhatian (Attention) yang didapat dari informasi
TV, radio, majalah, koran, dan lain-lain. Tahap kedua yaitu sikap
affective yaitu emosi atau perasaan seseorang terhadap produk tertentu
atau merk setelah dia mengetahui adanya produk dari informasi atau
sama denga tahap kedua dan ketiga diatas yaitu tahap tertarik
56
(Intersest) dan hasrat (desire). Tahap terakhir adalah sikap konatif
yaitu kemungkinan atau kecendrungan seorang individu untuk
bertindak terhadap suatu produk seperti halnya dengan tahap keempat
diatas yaitu tahap tindakan untuk membeli (action). Setelah
memperhatikan penjelasan diatas maka perhatian, daya tarik, hasrat
membeli konsumen dan mengakibatkan tindakan membeli yang
akhirnya akan menumbuhkan purchase intention konsumen terhadap
suatu produk.
2.3.2.2
Dimensi Purchase Intention
Huang (2011) menunjukkan bahwa paling diakuipembelian
konsumenpengambilan keputusan model dapat dibagi menjadi lima
tahap:
1.
Problem Recognition
Pengakuan dari kebutuhan atau masalah adalah tahap pertama
dari model. Menurut Bruner pengakuan masalah muncul dalam
situasi di mana seorang individu menyadari perbedaan antara
keadaan yang sebenarnya urusan dan keadaan yang diinginkan
urusan. Neal dan Quester (2006) menyatakan lebih lanjut bahwa
pengakuan masalah atau perlu tergantung pada situasi yang
berbeda dan keadaan seperti hasil pribadi atau profesional dan
pengakuan ini dalam penciptaan ide pembelian. Misalnya,
konsumen dapat mengenali kebutuhan untuk membeli laptop
ketika ada perlu membawanya menggunakannya di tempat yang
berbeda yang nyaman dibandingkan dengan komputer desktop.
Kebutuhan manusia tidak memiliki batas karena; pengakuan
masalah adalah berulang-ulang di alam. Menurut teori Maslow,
manusia selalu tidak puas, ketika individu satu kebutuhan puas
satu sama lain akan keluar dan tren ini terus berlanjut berulangulang.
2.
Information Search
57
Tahap berikutnya dari model ini adalah pencarian informasi.
Setelah kebutuhan diakui, konsumen cenderung mencari
informasi terkait produk sebelum langsung membuat keputusan
pembelian. Namun, individu yang berbeda yang terlibat dalam
proses pencarian berbeda tergantung pada pengetahuan mereka
tentang produk, pengalaman mereka sebelumnya atau pembelian
atau informasi eksternal seperti umpan balik dari orang lain.
Proses pencarian informasi itu sendiri dapat dibagi menjadi dua
bagian seperti yang dinyatakan oleh Oliver (2011)pencarian
internal dan eksternal pencarian. Dalam pencarian internal,
konsumen membandingkan alternatif dari pengalaman dan
kenangan mereka sendiri tergantung pada pengalaman masa lalu
mereka sendiri dan pengetahuan. Misalnya, mencari makanan
cepat saji dapat menjadi contoh bagi pencarian internal karena
pelanggan sering menggunakan pengetahuan mereka dan selera
untuk memilih produk yang tepat yang mereka butuhkan
daripada meminta seseorang untuk saran. Di sisi lain, pencarian
eksternal berakhir menjadi pembelian besar seperti peralatan
rumah atau gadget. Misalnya, konsumen yang ingin membeli
furnitur baru atau ponsel cenderung meminta pendapat dan saran
teman-teman 'atau mencari di majalah dan media sebelum
membuat keputusan pembelian.
3.
Alternative Evaluation
Setelah mengumpulkan informasi yang cukup pada tahap
pertama konsumen masuk ke membandingkan dan mengevaluasi
informasi bahwa untuk membuat pilihan yang tepat. Dalam tahap
ini konsumen menganalisis semua informasi yang diperoleh
melalui pencarian dan menganggap berbagai produk dan layanan
alternatif membandingkan mereka sesuai dengan kebutuhan dan
keinginan. Selain itu, berbagai aspek lain dari produk seperti
ukuran, kualitas, merek dan harga yang dipertimbangkan pada
tahap ini. Oleh karena itu, tahap ini dianggap tahap yang paling
58
penting selama proses pengambilan keputusan konsumen secara
keseluruhan.
Selanjutnya, menurut Ha et. al. (2010), proses evaluasi
alternatif kadang-kadang sulit, memakan waktu dan penuh
tekanan bagi konsumen. Hal ini karena cukup sulit untuk
menemukan produk yang ideal atau layanan yang memenuhi
kebutuhan
pelanggan
menghambat
proses
karena
ada
pengambilan
banyak
faktor
keputusan
yang
pembelian
konsumen. Misalnya, ketika datang ke reservasi hotel online atau
proses evaluasi pembelian furnitur, bisa cukup kompleks.
Beberapa faktor dan aspek perlu dipertimbangkan sebelum
membuat keputusan pembelian. Faktor-faktor seperti usia,
budaya, rasa dan anggaran memiliki semua berdampak pada
proses evaluasi oleh konsumen. Misalnya, ketika membeli
furnitur, orang-orang muda mempertimbangkan faktor-faktor
seperti kemudahan dan harga di mana sebagai orang tua
cenderung untuk mempertimbangkan kualitas dan desain.
4.
Purchase Decision
Setelah proses pencarian informasi dan evaluasi berakhir,
konsumen membuat keputusan pembelian dan tahap ini dianggap
tahap yang paling penting di seluruh seluruh proses. Dalam tahap
ini, konsumen membuat keputusan untuk melakukan pembelian
akhir karena ia sudah meninjau semua alternatif dan datang ke
titik keputusan akhir. Dibeli lanjut dapat diklasifikasikan menjadi
tiga jenis: rencana pembelian, sebagian membeli dan pembelian
impuls.
Kacen ini kemudian didukung oleh Hoyer dan MacInnis (2008)
yang menyatakan bahwa ada sejumlah faktor yang dapat
mempengaruhi proses pembelian. Misalnya, produk yang
diinginkan mungkin tidak tersedia di perusahaan. Dalam hal ini
proses
pembelian
tertunda
dan
konsumen
dapat
59
mempertimbangkan membeli produk melalui toko online
daripada mengunjungi toko fisik tradisional.
5.
Post-Purchase Behavior
Tahap akhir dalam proses pengambilan keputusan konsumen
pasca pembelian tahap evaluasi. Banyak perusahaan cenderung
mengabaikan tahap ini karena ini terjadi setelah transaksi telah
dilakukan. Namun, tahap ini bisa menjadi salah satu yang paling
penting karena langsung mempengaruhi masa depan proses
pengambilan keputusan oleh konsumen untuk produk yang sama.
Oleh karena itu tahap ini mencerminkan pengalaman konsumen
membeli produk atau jasa. Pandangan ini kemudian didukung
oleh Ofir (2005) menyebutkan bahwa proses pengambilan
keputusan konsumen adalah tindakan berulang-ulang dan
pengalaman yang baik sangat penting dalam mengurangi
ketidakpastian ketika keputusan untuk membeli produk atau
layanan yang sama dianggap waktu ext.
Jika konsumen puas dengan pembelian kemungkinan bahwa
pembelian dapat diulangi sementara jika mereka memiliki
pengalaman negatif dari pembelian tidak mungkin bahwa
mungkin konsumen membuat keputusan untuk membeli produk
yang sama dari penjual yang sama atau bahkan mungkin tidak
membeli produk sama sekali.
2.4 Hipotesis
Berdasarkan perumusan masalah, tujuan masalah, kerangka pemikiran,
maka hipotesis yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini, yaitu :
H1 = Brand Identity terhadap Consumer attitude
H2 = Corporate Image terhadap Consumer attitude
H3 = Brand Identity, Corporate Image terhadap Consumer attitude
H4 = Brand Identity terhadap Purchase Intention
H5 = Corporate Image terhadap Purchase Intention
H6 = Consumer attitude terhadap Purchase Intention
60
H7 = Brand Identity, Corporate Image dan Consumer attitudeterhadap
Purchase Intention
2.5 Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran berisikan langkah-langkah dalam proses penelitian.
Kerangka pemikiran ini digunakan sebagai dasar dalam melaksanakan
penelitian sehingga tujuan penelitian dapat tercapai. Kerangka pemikiran dalam
penelitian ini terdiri dari beberapa tahap, yaitu:
Gambar 2.3
Bagan Kerangka Pemikiran
Brand Identity
Consumer Attitude
Purchase Intention
Corporate Image
Dalam penelitian ini dapat dibuat suatu kerangka pemikiran yang dapat
menjadi landasan dalam penulisan ini. Selanjutnya yang disajikan dalam bentuk
diagram alur (flowchart). Dalam diagram alur ini, memperlihatkan adanya
pengaruh antara Pengaruh Brand Identity Dan Corporate Image Terhadap
Consumer Attitude Serta Dampaknya Pada Purchase Intention Pada Restoran
Sapo Garden.
Download