BAB I - digilib POLBAN

advertisement
 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Periklanan
2.1
Menurut Shinta (2010), periklanan pada dasarnya merupakan salah satu
tahap dari pemasaran, yang tiap-tiap tahap itu bagaikan mata rantai yang saling
berhubungan
dan jaringannya akan terputus jika salah satu mata rantai itu lemah.
Periklanan menjadi tahap yang penting yang sama pentingnya dengan tahap-tahap
lain dalam proses pemasaran.
Definisi periklanan menurut Jefkins dalam Shinta (2010:17) adalah:
“Periklanan merupakan pesan-pesan penjualan yang paling persuasive yang
diarahkan kepada (calon) konsumen yang paling potensial atas produk barang
atau jasa tertentu dengan dengan biaya yang paling ekonomis.”
Kotler dalam Shinta (2010:17) mengartikan periklanan sebagai berikut:
“Periklanan adalah segala bentuk penyajian non-personal dan promosi ide,
barang, atau jasa oleh suatu sponsor tertentu yang memerlukan pembiayaan.”
Dalam membuat program periklanan manajer pemasaran harus selalu
mulai dengan mengidentifikasi pasar sasaran dan motif pembeli. Kemudian
membuat lima keputusan utama dalam pembuatan program periklanan yang
disebut lima M menurut Kotler dalam Shinta (2010:17) Sebagai berikut:
1) Mission (misi): apakah tujuan periklanan ?
2) Money (uang): berapa banyak yang dapat di belanjakan ?
3) Message (pesan): pesan apa yang harus disampaikan ?
4) Media (media): media apa yang digunakan ?
5) Measurement (pengukuran): bagaimana mengevaluasi hasilnya ?
Dengan melihat beberapa pengertian iklan diatas maka kita dapat
mengetahui kalau iklan merupakan cara paling baik dalam menyampaikan sebuah
pesan agar calon konsumen (potensial konsumen) dapat minimal mengetahui
7
produk yang kita pasarkan dengan memperhatikan kelima keputusan utama dalam
pembuatan program iklan yang dikenal dengan istilah 5 M tersebut diatas. Ketika
pesan dari iklan telah tersampaikan kepada potensial konsumen, maka diharapkan
akan dapat menimbulkan ketertarikan yang dimana nanti akan menumbuhkan
minat mereka hingga akhirnya akan mengkonsumsi produk yang kita tawarkan.
2.1.1
Penentuan Pesan Iklan
Menon, Block dan Ramanathan (2002) menyatakan pengiklan
perlu mendemonstrasikan isyarat pesannya, karena isyarat pesan yang
diberikan mem-pengaruhi estimasi mereka pada resiko diri, meningkatkan
pemrosesan pesan, sikap dan minat berperilaku. Menurut Takeuchi dan
Nishio (2000) iklan yang mempunyai muatan kognisi dan affeksi positif
mampu mencapai penetrasi yang sangat dalam. Hal ini dilakukan dengan
menggunakan iklan berseri, dengan aktor dan nada yang sama serta
program penayangan jangka panjang. Kognisi positif menunjukkan
perasaan konsumen pada iklan persuasif, sedangkan affeksi positif
mengarah pada perasaan familier. Lebih jauh Grunert (1996) menerangkan proses kognisi seseorang dapat dibagi menjadi proses otomatis
dan proses stratejik. Proses otomatis membentuk pengenalan rangsangan
iklan pencarian informasi, dan menentukan heuristik untuk evaluasi merek.
Sedangkan proses strategik mengembangkan pemahaman dan pengambilan keputusan. Sementara Muehling dan Sprott (2004) berpendapat
bahwa pengingatan nostalgia dalam periklanan mempengaruhi pola pikir
konsumen selama penayangan iklan. Proses pikir muncul untuk
mempengaruhi sikap terhadap iklan dan merek (Albari, 2007:3).
Jadi dapat disimpulkan bahwa penentuan pesan iklan yang baik itu
adalah iklan yang dapat menyampaikan pesan dengan mendemonstrasikan
isyarat pesan sehingga dapat meningkatkan pemrosesan pesan, sikap dan
minat berprilaku. Selain itu pesan iklan yang baik juga harus memiliki
muatan kognisi dan afeksi yang positif.
8
2.1.2
Pemilihan Media
Menurut Albari (2007), banyak media yang bisa dimanfaatkan
untuk menyampaikan iklan perusahaan, seperti koran, majalah, tabloid,
radio, televisi dan billboard. Pemilihan jenis media tersebut diputuskan
berdasarkan jangkauan, frekuensi kemunculan media, dan pengaruh yang
diinginkan pengiklan. Pengiklan juga perlu memperhatikan kebiasaan
audiens sasaran media yang akan dipilih, produk yang ditawarkan,
karakteristik pesan yang ingin disampaikan, dan anggaran biaya yang
tersedia (Kotler, 2003). Di antara jenis media tersebut, TV merupakan
media yang menjadi pilihan utama pengiklan Indonesia.
Data
PPPI
(2005)
tentang
pengeluaran
iklan
perusahaan
menunjukkan rata-rata 60% dialokasikan di media TV. Banyaknya
proporsi biaya iklan di TV tersebut kemungkinan dipandang pelaku bisnis
sebagai kegiatan yang efektif dalam menginformasikan produk/merek
yang dihasilkan.
Menurut Mittal (1994) TV mempunyai kemampuan kuat untuk
mempengaruhi, bahkan membangun persepsi khalayak sasaran dan
konsumen lebih percaya pada perusahaan yang mengiklankan produknya
di TV daripada yang tidak sama sekali. Lebih jauh Lehmann at al (1976)
menunjukkan bahwa iklan TV memberikan pengaruh pada pengetahuan
dan sikap pada merek yang lebih baik dibandingkan iklan dengan majalah
atau koran (Albari, 2007:3).
Banyak media yang dapat digunakan untuk mengiklankan produk.
Media TV merupakan media pilihan utama pebisnis di Indonesia untuk
mengiklankan produknya karena dianggap lebih efektif walaupun
mengeluarkan biaya besar. Media TV juga dianggap mempunyai
kemampuan untuk mempengaruhi pemirsannya dan membuat konsumen
lebih percaya kepada perusahaan yang dapat mengiklankan dengan
menggunakan media TV.
9
2.1.3
Menurut Shinta (2010), Iklan dapat dikatakan efektif apabila tujuan
Evalusi Efektifitas Iklan
dari periklanan tersebut dapat tercapai atau terlaksana. Purnama dalam
Shinta (2010) menyatakan bahwa tujuan dari pembuatan iklan harus dapat
menginformasikan, membujuk dan mengingatkan pembeli tentang produk
yang ditawarkan oleh perusahaan melalui media iklan tersebut”. Agar
berguna bagi perusahaan dalam pelaksanaan fungsi-fungsi pemasaran,
maka suatu periklanan harus fleksibel, stabil, berkesinambungan dan
sederhana serta mudah untuk dipahami. Hal ini memerlukan analisa,
peramalan
dan
pengembangan
usaha
periklanan
dengan
mempertimbangkan segala sesuatu pembuatan iklan sebagai proses yang
berkesinambungan. Kegiatan iklan harus dievaluasi untuk mengetahui
apakah jelas, mudah dipahami, dan akurat dan tepat pada sasarannya.
Berbagai keputusan dan kegiatan perusahaan hanya efektif bila didasarkan
atas informasi yang tepat. Periklanan juga perlu memperhatikan prinsipprinsip
kelengkapan
(comprehensiveness),
kepaduan
(unity)
dan
konsistensi.
Perencanaan dan pengendalian periklanan yang baik diukur dengan
efektifitas iklan. Umumnya pengiklan mengukur pengaruh komunikasi
dengan menilai potensi pengaruhnya terhadap kesadaran, pengetahuan,
preferensi, keyakinan, selain pengaruhnya terhadap penjualan (Kotler
dalam Albari, 2007:3).
Efektifitas biaya menyangkut masalah waktu, usaha dan aliran
emosional dari pencapaian iklan tersebut. Kemudian periklanan juga harus
memperhatikan aspek tanggungjawab atas pelaksanaan iklan tersebut dan
tanggungjawab atas implementasi kegiatan periklanan tersebut. Sehingga
segala kegiatan periklanan yang telah dilakukan akan tepat waktu sesuai
dengan yang direncanakan. Apabila tujuan periklanan tersebut dapat
tercapai, dengan terlebih dahulu mengadakan pemilihan media yang sesuai
10
serta mengadakan penyusunan anggaran untuk kegiatan periklanan
tersebut, maka suatu iklan dapat dikatakan efektif (Shinta, 2010:23-24).
2.1.4
Dalam jurnal Howard, et al. (1988) ditunjukkan proses bagaimana
konsumen mencapai keputusan untuk membeli sebuah produk dan melihat
Dimensi pengukuran Iklan
bagaimana antara variabel tersebut saling berinteraksi untuk menghasilkan
pembelian. Dimulai dengan konsumen menerima informasi dari iklan (F)
yang menyebabkan terbentuknya tiga efek yaitu sikap (A), membangun
pengenalan merek (B), dan membangun kepercayaan (C). Selanjutnya
pengenalan merek (B) memberikan kontribusi terhadap pembentukan
sikap (A) dan kepercayaan (C) yang pada akhirnya memperkuat pada
minat pembelian (I). Pada beberapa faktor minat pembelian akan
mengarah pada pembelian (P). Secara sederhana, model tersebut berusaha
untuk mempengaruhi konsumen melalui pemberian
informasi yang
kemudian dapat mempengaruhi sikap konsumen melalui pengenalan
merek dan pada akhirnya membangun keparcayaan konsumen akan
kualitas suatu produk.
Adapun dimensi-dimensi yang digunakan untuk mengukur iklan
terhadap minat beli dalam jurnal tersebut adalah sebagai berikut :
a.
Pengenalan Merek ( Brand Recognition )
Howard, et al. (1988:28) memberikan definisi pengenalan merek
sebagai ” the extent to which the customer is able to recognize the brand
when he or she sees it” ( tingkat dimana konsumen mengenali merek
ketika melihat iklan ).
Sedangkan Kotler (2004:89) mendefinisikan pengenalan merek
sebagai bagian dari keseluruhan citra merek yang bersangkutan, yang
dimengerti barangkali oleh banyak pelanggan, tetapi lebih menarik atau
menjajikan bagi sebagian konsumen dibanding bagi yang lain. Ada tiga
11
dimensi yang dimiliki oleh merek sebagai bagian dari proses pengenalan
merek konsumen. Pertama, atribut fisik (physical attribute), seperti warna,
harga, bahan dn seterusnya. Dimensi kedua atribut fungsional (functional
attribute) atau konsekuensi pemakaian suatu merek. Dimensi ketiga adalah
karakterisasi, yaitu kepribadian merek sebagaimana dirasakan oleh
konsumen. Menurut Kevin Keller dikutip oleh Kotler (2005:82), ” Yang
membedakan merek dari sesama komoditas tanpa merek adalah persepsi
dan perasaan pelanggan tentang atribut produk tersebut sesuai kinerja
produk tersebut. Akhirnya , merek tetap tinggal dalam benak konsumen ”.
Oleh karenanya perusahaan perlu mengetahui sampai sejauh mana merek
berada dalam benak konsumen. (Shinta, 2010:32)
Ada tiga pendekatan yang dapat dilakukan untuk mengetahui
makna merek dalam benak konsumen menurut Kotler dalam Shinta (2010 :
32), yaitu:
1.
Assosiasi Kata
Orang-orang dapat ditanyakan kata apa yang muncul dalam
pikirannya ketika mereka mendengar nama merek tersebut. Dalam
kasus McDonald’s barangkali mereka akan menyebutkan Ronald
McDonald’s, hamburger, makanan cepat saji, layanan yang ramah.
Atau mungkin saja mereka menyebutkan kata-kata negatif seperti
kalori tinggi dan makanan berlemak
2.
Personifikasi Merek
Orang-orang dapat diminta menggambarkan orang atau binatang
seperti apa yang mereka pikirkan ketika merek itu disebutkan.
Misalnya, mereka akan menyebutkan bahwa merek Marlboro identik
dengan koboi, pria yang macho. Kepribadian merek tersebut
memberikan gambaran tentang sifat-sifat yang lebih manusiawi merek
tersebut.
12
3.
Esensi merek terkait dengan tujuan yang lebih dalam dan lebih abstrak
yang dicoba untuk dipuaskan melalui merek tersebut.
b.
Sikap ( Attitude )
Sikap konsumen merupakan faktor psikologis penting yang perlu
Perjenjangan ke atas untuk menemukan esensi merek
dipahami oleh pemasar karena sikap dianggap mempunyai korelasi yang
positif dan kuat dengan perilaku. Bahkan sikap dipandang sebagai
prediktor yang efektif untuk mengetahui perilaku konsumen (Suryani,
2008:160).
Definisi sikap menurut Allport dalam Suryani (2008 : 161) adalah
suatu mental dan syaraf sehubungan dengan kesiapan untuk menanggapi,
diorganisasi
melalui
pengalaman
dan
memiliki
pengaruh
yang
mengarahkan dan atau dinamis terhadap perilaku. Definisi yang
dikemukakan oleh Allport tersebut mengandung makna bahwa sikap
adalah mempelajari kecenderungan memberikan tanggapan terhadap suatu
obyek baik disenangi ataupun tidak disenangi secara konsisten.
Tatik Suryani (2008 : 162) membagi sikap menjadi tiga komponen
sebagai berikut:
1. Komponen Kognitif
Komponen Kognitif berkenaan dengan hal-hal yang diketahui individu
atau pengalaman individu baik yang sifatnya langsung atau tidak langsung
dengan obyek sikap.
2. Komponen Afektif
Komponen Afektif berkenaan dengan perasaan dan emosi konsumen
mengenai obyek sikap. Komponen afektif ini dapat beragam ekspresinya
mulai dari rasa sangat tidak suka atau sangat tidak senang hingga sangat
suka atau sangat senang.
13
Perasaan konsumen terhadap obyek sikap sangat dipengaruhi oleh
kognisinya. Seorang konsumen sangat senang dengan sepeda motor merk
Honda karea memiliki pengetahuan, informasi yang semuanya serba
positif tentang merek sepeda motor tersebut.
3. Komponen Konatif
Komponen Konatif berkenaan dengan predisposisi atau kecenderungan
individu (konsumen) untuk melakukan suatu tindakan berkenaan dengan
obyek sikap. Jadi komponen ini bukan perilaku nyata, namun masih
berupa keinginan untuk melakukan suatu tindakan.
c.
Kepercayaan Konsumen ( Confident )
Howard, et al. (1998:28) mendefinisikan kepercayaan (confident)
sebagai ” the consumer’s confidence in his/her ability to judge the quality
of
the
branded
product
”
(
kepercayaan
konsumen
terhadap
kemampuannya untuk menilai kualitas merek sebuah produk ).
Keyakinan menurut Kotler dalam Shinta (2010) adalah gambaran
pemikiran yang dianut seseorang tentang gambaran sesuatu. Keyakinan
orang tentang produk atau merek mempengaruhi keputusan pembelian
mereka. Para pemasar sangat tertarik pada keyakinan yang ada di dalam
pikiran orang tentang produk atau merek mereka. Keyakinan merek ada
dalam memori konsumen. Model memori jaringan kerja asosiatif
menyatakan bahwa memori adalah jaringan nodes ( simpul ) dan
connecting links ( kaitan penghubung ). Nodes menggambarkan informasi
yang tersimpan ( verbal, visual, abstrak atau konstektual) dan link
menggambarkan asosiasi atar nodes. Informasi didapatkan kembali melalui
proses aktivasi menyebar. Ketika node tertentu diaktivasi, informasi
diingat kembali dan informasi asosiasi selanjutnya diingat kembali melalui
links. Merek tertentu yang tercetus dalam node, sebut saja, Apple
Computer akan mengaktivasi sejumlah nodes lain yang membawa
14
informasi seperti ” inovatif”, ” Akrab dengan pengguna ”, ”logo Apple”,
dan ” MacIntosh (Shinta, 2010 : 34).
2.2
Menurut Kinnear dan Taylor (1995:306), Minat beli adalah tahap
Minat Beli
kecenderungan responden untuk bertindak sebelum keputusan membeli benarbenar dilaksanakan.
Menurut Albari (2007:6), Minat beli (willingness to buy), ditunjukkan oleh
kemungkinan konsumen membeli produk tertentu (Christopher, 1996); sebagai
refleksi dari rencana konsumen untuk membeli suatu merek sejumlah tertentu
dalam beberapa periode waktu tertentu (Howard, 1994). Menurut Laroche dan
Howard (1980) minat beli konsumen sebagai suatu bentuk kognitif yang berupa
rencana konsumen untuk membeli merek tertentu selama jangka waktu tertentu;
yang biasanya diukur untuk 3 bulan yang akan datang (Farley, et al., 1976).
Menurut Ferdinand (2002) minat beli dapat di identifikasi melalui
indikator-indikator sebagai berikut:
a. Minat transaksional, yaitu kecenderungan seseorang untuk membeli
produk.
b. Minat refrensial, yaitu kecenderungan seseorang untuk mereferensikan
produk kepada orang lain.
c. Minat preferensial, yaitu minat yang menggambarkan perilaku seseorang
yang memiliki prefrensi utama pada produk tersebut. Preferensi ini hanya
dapat digangti jika terjadi sesuatu dengan produk prefrensinya.
d. Minta eksploratif, minat ini menggambarkan perilaku seseorang yang
selalu mencari informasi mengenai produk yang diminatinya dan mencari
informasi untuk mendukung sifat-sifat positif dari produk tersebut.
Penelitian Assael dalam Cobb-Walgren (1995) mengatakan bahwa minat
beli yang diakibatkan daya tarik produk atau jasa yang ditawarkan merupakan
15
suatu mental dari konsumen yang merefleksikan rencana pembelian suatu produk
terhadap merek tertentu (Dwityanti, 2008:22).
2.3
Penelitian Terdahulu
2.3.1
Penelitian yang dilakukan oleh Howard, et al. (1988) menunjukkan
Howard, Shay dan Green (1988)
desain dan aplikasi ukuran ABC melalui pengalaman empat lembaga
keuangan yang mana masing-masing dari lembaga tersebut mempunyai
pasar dengan pengelolaan rekening kas. Data yang terkumpul merupakan
hasil wawancara dengan 105 responden yang merupakan pembeli di
Galeria Mall White Plains New York, dengan pendapatan keluarga lebih
besar dari $50.000 per tahun dan berusia antara 20 – 70 tahun.
Kesimpulan yang didapat dari penelitian ini adalah bahwa
informasi pemasaran sebagai ukuran efektivitas adalah lebih baik, dan jika
dibutuhkan pemasar dapat mengevaluasi anggaran informasi pasar mereka
dan mendiagnosis penyebab kurangnya respon yang memadai terhadap
informasi. Penelitian yang dilakukan ini hanya merupakan studi ilustratif
bukan sebuah studi definitif. Meskipun demikian untuk hal ini dapat
menggambarkan perbedaan efektivitas informasi yang disediakan oleh
keempat lembaga keuangan. ( Shinta, 2010:37).
2.3.2
Albari (2007)
Penelitian ini mencoba membuktikan secara empiris pengaruh
variabel-variabel CDM dalam kontek salah satu jenis consumer goods di
Indonesia. Hasil yang diperoleh memang tidak sebaik seperti penelitian
yang dihasilkan Durianto dan Liana (2004). Bahkan berkaitan dengan
bahasan tentang variabel antara dari variabel-variabel CDM, hasil studi ini
bertolak belakang dengan penelitian Zuraida dan Chasanah (2001). Namun
dibandingkan dengan dua penelitian tersebut, studi ini menambahkan
penelitian empiris perbedaan dan dominasi butir variabel pesan iklan,
16
pengenalan merek dan sikap konsumen, selain analisis perbedaan minat
beli konsumen. Kedua studi empiris ini berguna menambah pengetahuan
tentang karak-teristik dan manfaat tingkatan produk serta segmentasi
pasar.
Di samping itu, terdapatnya perbedaan antara hasil analisis regresi
dengan analisis kesamaan butir menunjukkan kemungkinan perlunya
dilakukan terobosan penelitian di masa datang, yaitu tentang analisis
regresi
yang
didasarkan
pada
data
induk
dari
butir-butir
pertanyaan/pernyataan pesan iklan tertentu yang sesuai dengan variabelvariabel CDM lain yang dianalisis. Misalnya pertanyaan/pernyataan
tentang muatan kualitas yang ada pada variabel pesan iklan secara
langsung dihubungkan dengan variabel keyakinan konsumen pada kualitas
merek.
Dengan
melakukan
langkah-langkah
penyesuaian
tersebut
kemungkinan akan diperoleh hasil analisis yang searah dan lebih valid.
(Albari, 2007:19)
2.4
Hubungan antara Iklan terhadap Minat Beli
Kesimpulan yang penulis dapatkan dari teori diatas, secara keseluruhan
peran dari periklanan adalah menyampaikan pesan kepada calon konsumen
(potensial konsumen) agar konsumen mengetahui mengenai produk yang akan
kita tawarkan dengan tujuan akhir terjadinya transaksi oleh konsumen kepada
perusahaan. Menurut Shinta (2010) setiap instrumen
dari iklan saling
berhubungan dalam tahap pemasaran dan jaringannya akan terputus jika salah satu
mata rantai itu lemah. Karena itu sangat penting untuk menjaga rantai itu tetap
terhubung hingga akhir yaitu tujuan tercapai.
Sehingga dalam sebuah penelitian menyebutkan Iklan mempunyai peranan
penting untuk menyampaikan pesan tersebut hingga memasuki proses Desire
(dalam proses AIDA). Dimana menurut penelitian yang dilakukan Howard, et al.
(1988) memperlihatkan proses dimulai dengan konsumen menerima informasi
dari iklan yang menyebabkan terbentuknya tiga efek yaitu sikap, membangun
17
pengenalan merek, dan membangun kepercayaan. Selanjutnya pengenalan merek
memberikan kontribusi terhadap pembentukan sikap dan kepercayaan yang pada
akhirnya memperkuat pada minat pembelian (Shinta, 2010). Setelah dari proses
ini maka
pembelian akan berlangsung.
Namun dalam penelitian Albari (2007) terdapatnya perbedaan antara hasil
analisis regresi dengan analisis kesamaan butir menunjukkan kemungkinan
perlunya
dilakukan
terobosan
penelitian
di
masa
datang.
Misalnya
pertanyaan/pernyataan tentang muatan kualitas yang ada pada variabel pesan iklan
secara langsung dihubungkan dengan variabel keyakinan konsumen pada kualitas
merek. Dengan melakukan langkah-langkah penyesuaian tersebut kemungkinan
akan diperoleh hasil analisis yang searah dan lebih valid. (Albari, 2007:19)
Menurut Kinnear dan Taylor (1995:306), Minat beli adalah tahap
kecenderungan responden untuk bertindak sebelum keputusan membeli benarbenar dilaksanakan. Sehingga dapat dikatakan bahwa iklan merupakan salah satu
instrumen penting untuk menimbulkan minat beli.
18
Download