BAB II URAIAN TEORITIS Teori merupakan proposisi yang menggambarkan satu gejala terjadi. Proposisiproposisi yang dikandung dan yang membentuk teori terdiri atas beberapa konsep yang terjalin dalam bentuk hubungan sebab-akibat. Teori menyajikan kerangka sehingga konsep dan variabel mendapatkan arti penting, dalam teori juga terkandung konsep teoritis yang berfungsi menggambarkan realitas dunia yang dapat diobservasi (Suyanto dkk, 2005: 34). Sebelum menguraikan teori-teori tersebut, ada baiknya untuk mengetahui terlebih dahulu pengertian dari komunikasi dan komunikasi massa sebagai dasar ilmu dari penelitian ini. II.1 Komunikasi Manusia tidak bisa hidup sendirian. Ia secara tidak kodrati harus hidup bersama manusia lain, baik demi kelangsungan hidupnya, keamanan hidupnya, maupun demi keturunannya. Jelasnya, manusia harus hidup bermasyarakat. Sebagai makhluk sosial yang hidup ditengah-tengah masyarakat, manusia senantiasa ingin berhubungan dengan manusia lainnya dalam bentuk interaksi. Hubungan itu dibangun melalui komunikasi. Komunikasi digunakan sebagai jembatan yang menghubungkan manusia yang satu dengan yang lainnya. Komunikasi menjadi sarana guna terciptanya ide bersama, memperkuat perasaan kebersamaan melalui tukar menukar pesan (informasi), menggambarkan emosi dan kebutuhan mulai dari yang paling sederhana sampai yang kompleks. Beberapa pakar menilai bahwa komunikasi merupakan suatu kebutuhan fundamental bagi seseorang yang hidup bermasyarakat. Suatu teori dasar biologi mengatakan bahwa yang mendorong manusia untuk berkomunikasi adalah kebutuhan Universitas Sumatera Utara untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya dan menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Harold D. Laswell menyebutkan tiga fungsi dasar yang menyebabkan manusia berkomunikasi yaitu: 1. Hasrat manusia untuk mengontrol lingkungannya 2. Upaya manusia untuk dapat beradaptasi dengan lingkungannya 3. Upaya manusia untuk dapat melaksanakan transformasi warisan sosialisasi (Cangara, 2006: 2-3) Hakikat komunikasi adalah proses pernyataan antarmanusia. Yang dinyatakan itu adalah pikiran atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan bahasa sebagai alat penyalurnya. Secara etimologis atau menurut asal katanya, komunikasi atau communication dalam bahasa Inggris berasal dari bahasa Latin communis yang berarti “sama”, communico, communicatio, atau communicare yang berarti “membuat sama” (to make common). Istilah pertama (communis) adalah istilah yang paling sering sebagai asal-usul kata komunikasi, yang merupakan akar dari kata-kata Latin lainnya yang mirip. Komunikasi menyarankan bahwa suatu pikiran, suatu makna, atau suatu pesan dianut secara sama. Secara terminologis, komunikasi berarti proses penyampaian suatu pernyataan oleh seseorang kepada orang lain. Dari pengertian itu jelas bahwa komunikasi melibatkan sejumlah orang, dimana seseorang menyatakan sesuatu kepada orang lain. Jadi, yang terlibat dalam komunikasi itu adalah manusia, karena itu, komunikasi yang dimaksudkan disini adalah komunikasi manusia atau sering kali disebut komunikasi sosial atau social communication. Komunikasi manusia sebagai singkatan dari komunikasi antarmanusia, dinamakan komunikasi sosial karena hanya pada manusia-manusia yang bermasyarakat terjadi komunikasi. Universitas Sumatera Utara Secara paradigmatis, komunikasi adalah proses penyampaian suatu pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberi tahu atau untuk mengubah sikap, pendapat, atau perilaku, baik langsung secara lisan, maupun tak langsung melalui media (Effendy, 2004: 4). Karena komunikasi merupakan unsur penting bagi kehidupan manusia, maka banyak para ahli dari berbagai disiplin ilmu turut mengkaji ilmu komunikasi dan melahirkan berbagai definisi yang beragam. Pada tahun 1960, Carl I. Hovland dalam karyanya berjudul Social Communication memunculkan istilah Science of Communication yang didefinisikan sebagai suatu upaya yang sistematis untuk merumuskan dengan cara yang setepat-tepatnya asas-asas pentransmisian informasi serta pembentukan opini dan sikap (Effendy, 2003: 12). Definisi Hovland tersebut menunjukkan bahwa komunikasi bukan saja hanya proses penyampaian informasi, tetapi komunikasi juga merupakan proses pembentukan pendapat khalayak atau masyarakat dan untuk mengubah perilaku mereka. Di dalam menyampaikan informasi kepada khalayak diperlukan komunikasi yang komunikatif, sehingga dapat mengubah sikap, pendapat dan perilaku khalayak yang menerima informasi tersebut. Sebuah definisi yang dibuat oleh kelompok sarjana komunikasi yang mengkhususkan diri pada studi komunikasi antar manusia (human communication) menyatakan bahwa: “komunikasi adalah suatu transaksi, proses simbolik yang mengkhendaki orang-orang mengatur lingkungannya dengan (1) membangun hubungan antar sesama manusia; (2) melalui pertukaran informasi; (3) untuk menguatkan sikap dan tingkah laku orang lain; (4) serta berusaha mengubah sikap dan tingkah laku itu (Book, 1980, dalam Cangara, 2004: 18-19). Joseph A. Devito (1978) dalam bukunya “Communicologi: An Introduction to The Study of Communication” menjelaskan bahwa komunikasi adalah kegiatan yang dilaksanakan seseorang atau lebih dari kegiatan menyampaikan dan menerima pesan, dalam suatu konteks, bersama dengan beberapa efek yang timbul dari kesempatan arus balik (Suwardi, 2005:10). Universitas Sumatera Utara Gerald R. Miller menyebutkan komunikasi terjadi ketika suatu sumber menyampaikan suatu pesan kepada penerima dengan niat yang disadari untuk mempengaruhi perilaku penerima. Everett M. Rogers mendefinisikan komunikasi adalah suatu proses dimana suatu ide dialihkan dari sumber kepada suatu penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka. Kemudian D. Lawrence Kincaid (1981) menyempurnakan definisi Rogers tersebut dengan menyatakan komunikasi adalah suatu proses dimana dua orang atau lebih membentuk atau melaksanakan pertukaran informasi dengan satu sama lainnya yang pada gilirannya akan tiba pada saling pengertian yang dalam (Cangara, 2004: 19). Definisi yang dikemukakan diatas tentunya belum mewakili semua definisi komunikasi yang telah dibuat oleh banyak pakar, namun sedikit banyaknya kita telah memperoleh gambaran seperti apa yang diungkapkan Shannon dan Weaver (1949) bahwa komunikasi adalah bentuk interaksi manusia yang saling pengaruh mempengaruhi satu sama lainnya, sengaja atau tidak sengaja, tidak terbatas pada bentuk komunikasi menggunakan bahasa verbal, tetapi juga dalam hal ekspresi muka, lukisan, seni dan teknologi. Karena itu, jika kita berada dalam situasi berkomunikasi, maka kita memiliki beberapa kesamaan dengan orang lain, seperti kesamaan bahasa atau kesamaan arti dari simbol-simbol yang digunakan dalam berkomunikasi (Cangara, 2006: 19-20). II.2 Pelayanan Pada Perusahaaan jasa, perusahaan untuk merebut pangsa pasar dalam menghadapi persaingan. Hal ini dikarenakan dengan memberikan pelayananan yang baik kepada konsumen, maka setiap konsumen akan merasa mendapat kepuasan dan dihargai sehingga akan tetap merasa senang untuk menjadi langganan perusahaan tersebut. Universitas Sumatera Utara Pengertian Pelayanan menurut A.S. Moenir (1998: 16) adalah suatu proses pemenuhan kebutuhan melalui aktifitas orang lain secara langsung. Dari pengertian diatas dapat dikemukakan bahwa pelayanan jasa mempunyai aktivitas melalui orang lain dalam bentuk jasa yang menyajikan berbentuk keramah-tamahan yang menyenangkan dan daya tarik pada pelanggan atau pengguna jasa dalam pelayanan tersebut. Menurut A. Azis Hasan (2003: 30) “Penerapan pelayanan kebayakan diperankan oleh wanita, dikarenakan wanita lebih memiliki daya tarik bagi kaum pria, terlebih-lebih dengan kata-katanya yang lembut atau parasnya yang lumayan, mungkin pria akan tertarik dan membeli produk yang ditawarkan”. Dengan demikian kebayakan perusahaan menempatkan wanita sebagai Pelayanan yang melayani keperluan pelanggan yang berkunjung. Menurut (Ratminto, 2005: 2) menyatakan bahwa pelayanan adalah suatu aktivitas atau serangkaian aktivitas yang bersifat tidak kasat mata (tidak dapat diraba) yang terjadi sehingga akibat adanya interaksi antara konsumen dengan karyawan atau hal-hal yang disediakan oleh Perusahaan pemberi pelayanan yang dimaksudkan untuk memecahkan permasalahan konsumen/pelanggan. Sedangkan pelayanan adalah produk-produk yang tidak kasat mata yang melibatkan usaha-usaha manusia dan menguraikan peralatan. Pada dunia bisnis yang penuh persaingan banyak Perusahaan yang saling bersaing dalam kualitas produk, kualitas pelayanan yang baik. Dalam strategi yang seperti in maka yang akan paling menentukan adalah organisasi yang dapat memberikan pelayanan yang terbaik. Pengalaman menunjukkan bahwa motivasi untuk melayani secara baik dimulai dari dalam organisasi sendiri. Langkah pertama untuk melayani pelanggan secara baik dimulai dengan mencoba memberikan pelayanan yang lebih baik kepada rekan kerja dan dalam kehidupan sehari-hari. Memuaskan pelanggan sebenarnya Universitas Sumatera Utara adalah memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka sebagai seorang pemberi pelayanan, maka dihadapkan pada kenyataan untuk dapat memenuhi kebutuhan pelanggan. II.2.1 Bentuk Pelayanan Menurut A. S Moenir (1998: 190) bentuk pelayanan secara umum ada 3 (tiga) macam yaitu: 1. Pelayanan dengan lisan. 2. Pelayanan dengan tulisan. 3. Pelayanan dengan perbuatan. Ketiga bentuk pelayanan ini memang tidak selamanya berdiri sendiri secara murni, melainkan sering berkombinasi. 1. Pelayanan dengan lisan. Pelayanan dengan lisan dilakukan oleh tugas-tugas dibidang hubungan masyarakat, dibidang pelayanan informasi dan bidang lain yang tugasnya memberikan penjelasan atau keterangan kepada siapapun yang memerlukan, agar pelayanan lisan berhasil sesuai dengan yang diharapkan, contoh: Seseorang petugas pada stand barang-barang hasil industri mobil, ia harus menguasai masalah-masalah yang berkaitan dengan industri permobilan secara garis besar. 2. Pelayanan dengan tulisan. Pelayanan dengan tulisan merupakan bentuk pelayanan yang paling menonjol dalam pelaksanaan tugas, tidak hanya dari segi jumlah tapi jumlah peranannya. Pada dasarnya layanan melalui tulisan cukup efisien terutama bagi pelayanan jarak jauh karena fakor biaya. Layanan tulisan terdiri atas 2 golongan yaitu: a) Layanan berupa petunjuk informasi dan sejenis, ditujukan pada orang-orang yang berkepentingan, agar memudahkan mereka dalam berurusan dengan instansi atau lembaga. Universitas Sumatera Utara b) Layanan berupa reaksi tetulis atas permohonan laporan, keluhanan, pemberiaan atau penyerahan, pemberitahuan dan sebagainya. 3. Pelayanan dengan perbuatan. Pada umumnya pelayanan dalam bentuk 70%-80% dilakukan oleh petugas-petugas tingkat menengah kebawah. Oleh karena itu factor keahlian dan keahlian dan ketrampilan petugas tersebut sangat memutuskan terhadap hasil perbuatan atau pekerjaan. Layanan perbuatan dan lisan sering bergabung, hal ini disebabkan.karena hubungan lisan paling banyak dilakukan dalam hubungan pelayanan. Secara umum, hanya titik berat terletak pada perbuatan itu sendiri yang ditunggu oleh yang berkepentingan. II.2.2 Faktor-Faktor Dalam Pelayanan Menurut A.S. Moenir (1998: 197) Agar layanan dapat memuaskan orang atau sekelompok orang yang dilayanin, maka sipelaku dalam hal ini petugas harus dapat memenuhi 4 persyaratan pokok yaitu: 1) Tingkah laku yang sopan 2) Cara menyampaikan 3) Waktu penyampaian yang tepat a. Tingkah laku yang sopan Sudah menjadi norma masyarakat bahwa sopan santun merupakan suati bentuk penghargaan atau penghormatan orang lain. Dengan sopan, orang merasa dihargai dan dihormati. Kesopanan dalam tingkah laku tidak terbatas pada tindak tanduk saja melainkan ada rangkaian dengan tegur sapa dan tegur kata. Contoh seorang tamu akan merasa puas apabila ditegur terlebih dahulu petugs yang haus dia lakukan dari pada dibiarkan saja berdiri sampai mencari kesempatan untuk dapat bertanya kepada petugas. b. Cara menyampaikan Universitas Sumatera Utara Cara menyampaikan sesuatu hendaknya memperhatikan pada prinsip sesuai dengan ketentuan yang berlaku, Hal ini menghindari penyampaian menyimpang sehingga memungkinkan berbuat penyimpanngan lebih jauh. 1. Waktu menyampaikan yang tepat Waktu penyampaian sura-surat atau dokumen sebagai produk dari pengolahan masalah merupakan hal penting dalam rangkaian pelayanan. Untuk beberapa kasus faktor ketetapan.waktu sering terabaikan sehingga mengurangi rasa kepuasan bagi penerima tidak bergairah lagi dalam menerima haknya itu. 2. Keramah tamahan Mengenai keramah tamahan ini hanya ada dalam lisan, baik berhadapan maupun melalui hubungan telepon. Didalam hal kermah htamahan perlu diketahui bahwa perwujudan keramah tamahan dapat ditandai melalui: a. Cara pembicaraan wajar, dalam arti tidak dibuat-buat b. Cukup jelas, tidak menimbulkan keraguan c. Disampaikan dengan hati tulus dan terbuka d. Gaya bahasa sopan dan benar Tingkat kepuasan pelanggan terhadap layanan merupakan faktor yang penting dalam mengembangkan suatu sistem penyediaan layanan yang tanggap terhadap kebutuhan pelanggan, meminimalkan biaya dan waktu serta memaksimalkan dampak layanan terhadap populasi sasaran. Dalam rangka mengembangkan suatu mekanisme pemberian layanan yang memenuhi kebutuhan, keinginan dan harapan masyarakat. Pelayanan yang diberikan oleh perusahaan merupakan salah satu strategi perusahaan dalam memperkenalkan atau memberikan kepuasan kepada calon pembeli atau pelanggannya. Jenis pelayanan jasa harus bervariasi sehingga dapat menarik pelanggan agar ingin dating kembali membeli atau mempergunakan jasa yang ditawarkan oleh perusahaan. Universitas Sumatera Utara II.2.3 Kualitas Pelayanan a. Cepat : waktu pelayanan tidak terlalu lama b. Tepat : dilayani sesuai dengan keinginan tamu c. Cermat : tidak menyimpang dari prosedur d. Cekatan : cepat tanggap dalam pelayanan e. Teliti : melaksanakan tahapan pekerjaan tanpa kesalahan f. Benar : tidak berbuat kesalahan g. Ramah : melayani dengan ramah h. Sopan : tidak tinggi hati II.2.4 Kesan Pertama Dalam Pelayanan Penampilan awal yang baik akan memberikan kesan yang baik sehingga timbul rasa kagum, simpatik dan hormat. a. Apa yang anda katakan pada menit menit pertama sangat menentukan sikap tamu terhadap kita. b. Kesan pertama sangat penting dan menentukan. c. Usahakan agar tamu memperoleh kesan yang baik terhadap kita. d. Menyenangkan. e. Memuaskan. f. Penuh perhatian. II.2.5 Etiket Pelayanan Etiket pelayanan adalah ketentuan yang dibuat agar semua komponen yang berhubungan dengan pelayanan dapat menunjang satu sama lainnya. Oleh karena itu etiket pelayanan harus dilakukan oleh semua komponen agar pelayanan yang diberikan benar benar sempurna. Ketentuan tersebut adalah sebagai berikut: a. Sikap perilaku dan ekspresi wajah Universitas Sumatera Utara b. Penampilan. c. Cara berpakaian. d. Cara bertanya. e. Cara berbicara. Hal perlu mendapat perhatian: 1) Selalu ingin membantu setiap keinginan dan kebutuhan tamu. 2) Memberi perhatian terhadap permasalahan yang dihadapi tamu. 3) Sopan dan ramah dalam melayani tamu. 4) Memiliki rasa toleransi yang tinggi dalam menghadapi setiap tindak tanduk tamu. 5) Menjaga perasaan tamu, agar tetap merasa tenang, nyaman dan menimbulkan kepercayaan. 6) Dapat menahan emosi. 7) Menyenangkan orang lain. Hal yang tidak boleh dilakukan: - Berpakaian sembarangan. - Melayani sambil makan, minum atau merokok. - Sambil mengobrol. - Menampakkan wajah cemberut. - Sambil membaca. - Petugas hendaknya tidak mengiklankan atau menjual dirinya sendiri. - Dandanan yang berlebihan. - Berbicara seenaknya. - Bertindak semaunya. - Minta imbalan/janji-janji. - Meninggalkan tamu sendirian. Universitas Sumatera Utara Pelayanan merupakan semua aktifitas Ekomomi yang hasilnya tidak merupakan produk dalam bentuk fisik atau kontruksi, yang biasanya dikosumsi pada saat yang sama dengan waktu yang dihasilkan dan memberikadan nilai tambah (seperti: kenyamanan, hiburan,kesenangan, atau kesehatan) atau pemecahan atas masalah yang dihadapi konsumen (Lupiyoadi, 2001: 5). II.2.6 Asas Pelayanan Untuk dapat memberikan pelayanan yang memuaskan bagi pengguna jasa, penyelenggara pelayanan harus memenuhi asas- asas pelayanan sebagai berikut (Tjandra, 2005: 11) : a. Transparansi: Bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memadai serta mudah dimengerti. b. Akuntabilitas: Dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. c. Kondisional: Sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima layanan dengan tetap berpegang pada prinsip efisiensi dan efektivitas. d. Partisipatif: Mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan masyarakat. e. Kesamaan Hak: Tidak diskriminatif, dalam arti tidak membedakan suku, ras, agama, golongan, gender, dan status ekonomi. f. Keseimbangan Hak dan Kewajiban: Pemberi dan penerima pelayanan publik harus memenuhi hak dan kewajiban masing- masing pihak. Universitas Sumatera Utara II.2.7 Prinsip Pelayanan Didalam keputusan MENPAN Nomor 63 Tahun 2003 disebutkan bahwa penyelenggaraan pelayanan harus memenuhi beberapa prinsip sebagai berikut: a. Kesederhanaan. Prosedur pelayanan publik tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan. b. Kejelasan. Kejelasan ini mencakup kejelasan dalam hal: 1. Persyaratan teknis dan administratif pelayanan publik. 2. Unit kerja/pejabat yang berwenang dan bertanggungjawab dalam memberikan pelayanan dan penyelesaian keluhan/ persoalan/ sengketa dalam pelaksanaan pelayanan publik. 3. Rincian biaya pelayanan publik dan tata cara pembayaran. c. Kepastian Waktu. Pelaksanaan pelayanan publik dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan. d. Keamanan. Proses dan produk pelayanan publik memberikan rasa aman dan kepastian hukum. e. Tanggung Jawab. Pemimpin penyelenggara pelayanan publik atau pejabat yang ditunjuk bertanggungjawab atas penyelenggaraan pelayanan dan penyelesaian keluhan/persoalan dalam pelaksanaan pelayanan publik. f. Kemudahan Akses. Tempat dan lokasi serta sarana pelayanan yang memadai, mudah dijangkau oleh masyarakat, dan dapat memanfaatkan teknologi telekomunikasi dan informatika. g. Kedisiplinan, Kesopanan dan Keramahan. Pemberi pelayanan harus bersikap disiplin, sopan dan santun, ramah serta memberikan pelayanan yang ikhlas. h. Kenyamanan. Lingkungan pelayanan harus tertib, teratur, disediakan ruang tunggu yang nyaman, bersih rapi, lingkungan yang indah, sehat serta dilengkapi Universitas Sumatera Utara dengan fasilitas pendukung pelayanan, seperti parkir, toilet, tempat ibadah, dan lain-lain. II.3 Jasa II.3.1 Pengertian Jasa Pengertian jasa menurut Kotler dan Armstrong (1993: 494), jasa adalah setiap kegiatan atau manfaat yang ditawarkan kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak menghasilkan kepemilikan sesuatu. Proses produksinya mungkin juga tidak dikaitkan dengan suatu produk fisik. Sementara itu Robert D. Reid (1989: 29) memberikan penjelasan mengenai jasa adalah sesuatu yang tidak berwujud, tidak seperti produk yang berwujud jasa bukan barang fisik, tetapi sesuatu yang menghadirkan kegiatan atau perbuatan. Kehadirannya ini umumnya dilakukan atas dasar personal sering berhadap-hadapan langsung antara individu. Christian Gonroos (1990: 27) mencoba memadukan pengertian jasa sebagai aktivitas dari suatu hakikat yang tidak berwujud yang berinteraksi antara konsumen dan pemberi jasa dan/sumber daya fisik atau barang dan/sistem yang memberikan jasa, yang memberikan solusi bagi masalah-masalah konsumen. Berdasarkan beberapa definisi di atas, jasa pada dasarnya adalah sesuatu yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: a. Sesuatu yang tidak berwujud, tetapi dapat memenuhi kebutuhan konsumen. b. Proses produksi jasa dapat menggunakan atau tidak menggunakan bantuan suatu produk fisik. c. Jasa tidak mengakibatkan peralihan hak atau kepemilikan. d. Terdapat interaksi antara penyedia jasa dengan pengguna jasa. Bagi Perusahaan yang menghasilkan jasa, pelayanan yang diberikan kepada pelanggan sangat penting karena: Universitas Sumatera Utara 1. Pelanggan merupakan sumber pendapatan Perusahaan, para pelanggan membayar jasa yang dijual. 2. Kompetisi pada saat ini, dimana teknologi sangat maju, kompetisi semakin hebat. 3. Hubungan erat produk konsumen. Produk dan konsumsi adalah 2 bagian yang tak terpisahkan. 4. Masyarakat yang semakin kritis dan semakin mengetahui hak-hak untuk dilayani dengan sebaik-baiknya. Jasa memiliki empat ciri utama yang sangat mempengaruhi rancangan program pemasaran (Tjiptono,1996: 15) yaitu sebagai berikut: a. Tidak Berwujud (intangible). Jasa berbeda dengan barang. Jika barang merupakan suatu objek, alat, atau benda, maka jasa adalah suatu perbuatan, kinerja, atau usaha. Bila barang dapat dimiliki, maka jasa hanya dapat dikonsumsi tetapi tidak dapat dimiliki. Meski sebagian besar jasa dapat berkaitan dan didukung oleh produk fisik. Bersifat intangibel berarti jasa tersebut tidak dapat dilihat, dirasa, diraba, dicium atau didengar sebelum dibeli. maka untuk mengurangi ketidakpastian, pelanggan akan mencari informasi tentang jasa tersebut, seperti lokasi perusahaan, para penyedia dan penyalur jasa, peralatan dan komunikasi yang digunakan serta harga produk jasa tersebut. b. Tidak Terpisahkan (inseparability). Jasa itu dijual lalu diproduksi dan dikonsumsi secara bersamaan. Yang menjadi ciri khusus dari jasa ini adalah interaksi antara penyedia jasa dan pelanggan. c. Bervariasi (variability). Jasa yang diberikan sering kali berubah-ubah tergantung dari siapa menyajikannya, kapan dan dimana penyajian jasa tersebut dilakukan. Ini Universitas Sumatera Utara mengakibatkan sulitnya menjaga kualitas jasa berdasarkan suatu standar. Untuk mengatasi hal tersebut, perusahaan dapat menggunakan tiga pendekatan dalam pengendalian kualitasnya, yaitu sebagai berikut: 1. Melakukan investasi dalam seleksi dan pelatihan personil yang baik. 2. Melakukan standarisasi proses produksi jasa. 3. Memantau kepuasan melalui sistem saran dan keluhan, survai, dan comparison shoping, sehingga pelayanan yang kurang baik dapat diketahui dan diperbaiki. d. Mudah Musnah (perishability). Jasa tidak dapat disimpan atau mudah musnah sehingga dapat dijual pada masa yang akan datang. Sebagian besar masyarakat masih mengangap sektor jasa identik dengan jasa kebersihan (cleaning service), pelayan restoran atau pramuniaga yang berkaitan dengan pekerjaan kasar, gaji dan pendidikan pekerjaanya yang rendah. Sektor jasa dalam perekonomian berkembang dari tahun ketahun dan dalam perhitungan pendapatan nasional yang termasuk sektor jasa adalah sebagai berikut: 1. Jasa perdagangan besar, eceran, restoran, dan hotel. 2. Jasa pengangkutan, pergudangan dan komunikasi. 3. Jasa keuangan, asuransi, real estate, dan bisnis jasa lainnya. 4. Jasa publik, sosial maupun jasa pribadi. 5. Jasa pemerintahan (misalnya: pertahanan, jalan, kesehatan, pendidikan, keamanan, listrik, air bersih). 6. Penghasil jasa yang lain seperti Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan lembaga- lembaga keagamaan. Universitas Sumatera Utara II.3.2 Kualitas Jasa Didalam persaingan global yang semakin kompetitif, persoalan kualitas pelayanan menjadi isu sentral bagi setiap perusahaan. Kemampuan perusahaan untuk menyediakan suatu pelayanan yang berkualitas akan menjadi suatu senjata untuk memenangkan persaingan. Menurut Kotler, kualitas itu harus dimulai dari kebutuhan pelanggan dan berakhir pada persepsi konsumen. Ini berarti bahwa citra kualitas yang baik bukanlah berasal pada sudut pandang atau persepsi pihak penyedia jasa, melainkan berdasarkan sudut pandang atau persepsi konsumen. Sedangkan menurut Goetsch & Davis (Tjiptono, 2003: 4), kualitas adalah suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Menurut Tjiptono (kurniawan, 2005: 52) pengertian kualitas adalah: a. Kesesuaian dengan persyaratan. b. Kecocokan untuk pemakaian. c. Bebas dari kerusakan/cacat d. Pemenuhan kebutuhan pelanggan sejak awal dan setiap saat. e. Melakukan segala sesuatu secara benar. f. Sesuatu yang bisa membahagiakan pelanggan. Dari pengertian tersebut, kualitas dapat diartikan sebagai totalitas dari karakteristik suatu produk (barang atau jasa) yang menunjang kemampuan dalam memenuhi kebutuhan. Prinsip-prinsip kualitas jasa dalam menciptakan gaya manajemen dan lingkungan yang kondusif bagi organisasi jasa untuk menyempurnakan kualitas, organisasi bersangkutan harus mampu mengimplementasikan enam prinsip utama yang berlaku bagi perusahaan manufaktur atau organisasi jasa. Keenam prinsip ini sangat bermanfaat dalam membentuk lingkungan yang tepat untuk melaksanakan penyempurnaan kualitas secara Universitas Sumatera Utara berkesinambungan dengan didukung oleh para pemasok, karyawan, dan pelanggan. Keenam prinsip tersebut yaitu (Wolkins, dikutip dalam Scheuing & Christopher, 1993): 1. Kepemimpinan. Strategi kualitas perusahaan harus merupakan inisiatif dan komitmen dari manajemen puncak. Ia harus memimpin dan mengarahkan organisasinya dalam upaya peningkatan kinerja kualitas. Tanpa adanya kepemimpinan dari manajemen puncak, usaha peningkatan kualitas hanya akan berdampak kecil. 2. Pendidikan. Semua karyawan perusahaan, mulai dari manajer puncak sampai karyawan operasional, wajib mendapatkan pendidikan mengenai kualitas. Aspek-aspek yang perlu mendapatkan penekanan dalam pendidikan tersebut antara lain konsep kualitas sebagai strategi bisnis, alat dan teknik implementasi strategi kualitas, dan peranan eksekutif dalam implementasi strategi kualitas. 3. Perencanaan strategik. Proses perencanaan strategik harus mencakup pengukuran dan tujuan kualitas yang digunakan dalam mengarahkan perusahaan untuk mencapai visi dan misinya. 4. Review. Proses review merupakan satu-satunya alat yang paling efektif bagi manajemen untuk mengubah perilaku organisasi. Proses ini menggambarkan mekanisme yang menjamin adanya perhatian terus-menerus terhadap upaya mewujudkan sasaran-sasaran kualitas. 5. Komunikasi. Implementasi strategi kualitas dalam organisasi dipengaruhi oleh proses komunikasi organisasi, baik dengan karyawan, pelanggan, maupun stakeholder lainnya. 6. Total Human Reward Reward dan recognition merupakan aspek krusial dalam implementasi strategi kualitas. Setiap karyawan berprestasi perlu diberi imbalan dan prestasinya harus diakui. Dengan cara seperti ini, motivasi, semangat kerja, rasa bangga dan rasa Universitas Sumatera Utara memiliki (sense of belonging) setiap anggota organisasi dapat meningkat, yang pada akhirnya berkontribusi pada peningkatan produktifitas dan profitabilitas bagi perusahaan, serta kepuasan dan loyalitas pelanggan. II.4 Citra Perusahaan Suatu organisasi dapat mempunyai citra baik, buruk, dan bahkan tidak jelas. Citra adalah realitas, oleh karena itu program pengembangan dan perbaikan citra harus didasarkan pada realitas. Jika citra tidak sesuai dengan realitas dan kinerja perusahaan baik maka itu merupakan kesalahan perusahaan dalam berkomunikasi. Citra yang baik merupakan hasil dari usaha perusahaan tersebut dalam memberikan pelayanan yang mampu memuaskan pelanggannya (Arafah, 2004: 61). Citra suatu perusahaan dibentuk berdasarkan kesan, pemikiran dan pengalaman yang dialami pelanggan sewaktu melakukan interaksi dengan perusahaan. Kemudian pengalaman maupun pemikiran itu akan membentuk sikap atau penilaian terhadap perusahaan bersangkutan. Sikap atau penilaian tersebut akan menjadi referensi bagi pelanggan untuk mengambil keputusan pembelian selanjutnya. Citra akan berdampak pada keberhasilan kegiatan bisnis dan pemasaran perusahaan. Citra yang buruk akan melahirkan dampak negatif terhadap operasi bisnis perusahaan. Citra perusahaan yang baik dan kuat akan mempunyai manfaat sebagai berikut: 1. Daya saing jangka menengah dan panjang yang mantap. 2. Menjadi perisai selama masa krisis. 3. Menjadi daya tarik bagi eksekutif handal. 4. Meningkatkan efektifitas strategi pemasaran. 5. Penghematan biaya operasional. Universitas Sumatera Utara Menurut Peter Steidl dalam Sutojo (2004: 34), langkah awal sebelum membangun citra, hendaknya perusahaan terlebih dahulu memilih segmen-segmen masyarakat yang mereka rasa paling besar peranan dan potensinya dalam menentukan masa depan perusahaan. Menurut Seitel (1992: 193), kebanyakan perusahaan meyakini bahwa citra perusahaan yang positif adalah esensial, sukses yang berkelanjutan dan dalam jangka panjang (Soemirat, 2004: 111). Menurut Bill Canton (dalam Sukatendel, 1990) mengatakan bahwa: “Citra adalah kesan, perasaan, gambaran diri publik terhadap perusahaan; kesan yang dengan sengaja diciptakan dari suatu objek, orang atau organisasi”. Jadi, citra itu dengan sengaja perlu diciptakan agar bernilai positif. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian citra adalah: 1. Kata benda: gambar, rupa dan gambaran. 2. Gambaran yang dimiliki orang banyak mengenai pribadi, perusahaan, organisasi atau produk. 3. Kesan mental atau bayangan visual yang ditimbulkan oleh sebuah kata, frase atau kalimat dan merupakan unsur dasar yang khas dalam karya prosa atau puisi (Soemirat, 2004: 114). Citra itu sendiri merupakan salah satu asset terpenting dari perusahaan dan menjadi hal utama yang mendorong perusahaan untuk lebih maju lagi dan mampu bersaing di dunia bisnis. Bagaimana menjaga dan meningkatkan citra inilah yang menjadi agenda penting bagi perusahaan. Setiap perusahaan memiliki citra. Setiap perusahaan mempunyai citra sebanyak sejumlah orang yang memandangnya. Ada banyak citra perusahaan, misalnya: siap membantu, inovatif, sangat memperhatikan karyawannya, bervariasi dalam produk, dan sebagainya. Tugas perusahaan dalam rangka membentuk citranya adalah mengidentifikasi citra seperti apa yang ingin dibentuk di mata masyarakat. Universitas Sumatera Utara Citra perusahaan adalah citra dari suatu organisasi secara keseluruhan, jadi tidak hanya dari produk dan pelayanannya saja. Citra perusahaan ini dibentuk oleh banyak hal. Hal-hal positif yang dapat meningkatkan citra perusahaan antara lain sejarah atau riwayat hidup perusahaan yang gemilang, keberhasilan-keberhasilan dibidang keuangan yang pernah diraih, sukses ekspor, hubungan industri yang baik, reputasi sebagai pencipta lapangan kerja dalam jumlah yang besar, kesediaan untuk turut memikul tanggung jawab sosial, komitmen mengadakan riset, dan lain sebagainya. Citra perusahaan yang baik tidak dapat dibeli, tetapi didapat. II.4.1 Faktor-Faktor Citra Menurut Sutojo (2004: 39), keberhasilan perusahaan membangun citra dipengaruhi oleh berbagai macam faktor. Dari sekian banyak faktor tersebut lima diantaranya besar pengaruhnya. Kelima faktor tersebut adalah sebagai berikut: 1. Citra dibangun berdasarkan orientasi terhadap manfaat yang dibutuhkan dan diinginkan kelompok sasaran. 2. Manfaat yang ditonjolkan cukup realistis. 3. Citra yang ditonjolkan sesuai dengan kemampuan perusahaan. 4. Citra yang ditonjolkan mudah dimengerti kelompok sasaran. 5. Citra yang ditonjolkan merupakan sarana, bukan tujuan usaha. Citra dapat dipopulerkan dalam 3 tahap (Sutojo, 2004: 55), yaitu: 1. Pembentukan persepsi segmen sasaran. Langkah pertama upaya membentuk citra segmen sasaran tentang jati diri perusahaan, adalah menciptakan citra yang akan dipopulerkan. Citra yang ingin dibentuk harus mencerminkan jati diri perusahaan yang sebenarnya. 2. Memelihara persepsi segmen sasaran. Universitas Sumatera Utara Persepsi yang baik dari pelanggan harus selalu dipertahankan. Apabila tidak dipertahankan dengan baik, citra perusahaan di masyarakat dapat menurun, bahkan dilupakan. 3. Merubah persepsi segmen sasaran yang kurang menguntungkan. Perusahaan yang dikelola secara profesional akan berusaha keras merubah persepsi segmen sasaran yang tidak menguntungkan. Cara yang terbaik untuk merubah persepsi segmen sasaran yang tidak menguntungkan adalah berbenah diri dari dalam. Sebabsebab yang menimbulkan perubahan persepsi segmen sasaran terhadap perusahaan hendaknya dihapus, paling sedikit dieliminir. Sebab-sebab tersebut mungkin ada pada kepribadian atau kinerja manajemen. Eksekutif, dan karyawan bahkan cara perusahaan mengiklankan citra. II.4.2 Jenis Citra Menurut Jefkins (2003 : 20), terdapat 5 (lima) jenis citra, yaitu : a. Citra bayangan (mirror image), merupakan citra yang dianut oleh orang dalam atau anggota-anggota organisasi mengenai pandangan pihak luar terhadap organisasinya. b. Citra yang berlaku (current image), yaitu citra atau pandangan yang dianut oleh pihakpihak luar mengenai suatu organisasi. c. Citra yang diharapkan (wish image), yaitu citra yang diinginkan oleh pihak manajemen. Biasanya lebih baik atau lebih menyenangkan daripada citra yang ada. d. Citra perusahaan (corporate image), yaitu citra dari suatu organisasi secara keseluruhan, bukan sekedar citra akan produk dan pelayanan yang diberikan. e. Citra majemuk (multiple image), yaitu citra yang beraneka ragam (banyak) yang hampir sama banyaknya dengan jumlah pegawai yang dimiliki oleh organisasi/perusahaan. Untuk mengetahui citra seseorang terhadap suatu objek, dapat diketahui dari sikapnya terhadap objek tersebut. Solomon, dalam Rakhmat (Soemirat dan Ardianto, 2004: 115), menyatakan semua sikap bersumber pada organisasi kognitif, pada informasi dan Universitas Sumatera Utara pengetahuan yang kita miliki. Efek kognitif dari komunikasi sangat mempengaruhi proses pembentukan citra seseorang. Citra terbentuk berdasarkan pengetahuan dan informasiinformasi yang diterima seseorang. Komunikasi tidak secara langsung menimbulkan perilaku tertentu, tetapi cenderung mempengaruhi cara kita mengorganisasikan citra kita tentang lingkungan. Proses pembentukan citra dalam struktur kognitif yang sesuai dengan pengertian sistem komunikasi dijelaskan oleh John S. Nimpoene (Soemirat dan Ardianto, 2004: 115), dalam laporan penelitian tentang tingkah laku masyarakat sebagai berikut: Gambar 2: Model Pembentukan Citra Kognisi Stimulus Rangsang Persepsi Sikap Respon Perilaku Motivasi Proses intern dalam model ini adalah pembentukan citra, sedangkan input adalah stimulus yang diberikan dan output adalah tanggapan atau perilaku tertentu. Citra itu sendiri digambarkan melalui persepsi-kognisi-motivasi-sikap. Model pembentukan citra ini menunjukkan bagaimana stimulus yang berasal dari luar diorganisasikan dan mempengaruhi respons. Stimulus (rangsang) yang diberikan pada individu dapat diterima atau ditolak. Empat komponen persepsi-kognisi-motivasi-sikap diartikan sebagai citra individu terhadap rangsang. Walter Lipman menyebut ini sebagai “picture in our head”. Jika stimulus mendapat perhatian, individu akan berusaha untuk mengerti tentang rangsang tersebut. Persepsi diartikan sebagai hasil pengamatan terhadap unsur lingkungan yang dikaitkan dengan suatu proses pemaknaan. Dengan kata lain, individu akan memberikan Universitas Sumatera Utara makna terhadap rangsang tersebut. Kemampuan mempersepsi itulah yang dapat melanjutkan proses pembentukan citra. Persepsi individu akan positif apabila informasi yang diberikan oleh rangsang dapat memenuhi kognisi individu. Kognisi yaitu suatu keyakinan diri dari individu terhadap stimulus. Keyakinan ini akan timbul apabila individu telah mengerti rangsang tersebut, sehingga individu harus diberikan informasi-informasi yang cukup yang dapat mempengaruhi perkembangan kognisinya. Afeksi adalah keinginan dari masyarakat untuk selalu dapat diberikan informasi yang berkenaan dengan ikatan emosional sehingga motivasi dan sikap yang ada akan menggerakkan respons seperti yang diinginkan oleh pemberi rangsang. Motivasi adalah keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai suatu tujuan. Sedangkan sikap adalah kecenderungan bertindak, berpersepsi, berpikir, dan merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi, atau nilai. Sikap mempunyai daya pendorong atau motivasi. Sikap menentukan apakah orang harus pro atau kontra terhadap sesuatu, menentukan apa yang disukai, diharapkan, dan diinginkan. Sikap mengandung aspek evaluatif, artinya mengandung nilai menyenangkan atau tidak menyenangkan. Sikap juga dapat diperteguh atau diubah. Proses pembentukan citra pada akhirnya akan menghasilkan sikap, pendapat, tanggapan, atau perilaku tertentu. Universitas Sumatera Utara