BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penggabungan Usaha Penggabungan usaha adalah penyatuan entitas-entitas usaha yang sebelumnya terpisah, meskipun tujuan utama penggabungan usaha adalah profitabilitas, penggabungan juga ditujukan untuk memperoleh efisiensi melalui integrasi operasi secara horizontal atau vertikal dan atau mendiversifikasikan risiko usaha melalui operasi konglomerat. Ikatan Akuntan Indonesia dalam pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Indonesia (PSAK No. 22) mendefinisikan “penggabungan usaha (business combination) sebagai penyatuan dua atau lebih perusahaan yang terpisah menjadi satu entitas ekonomi karena satu perusahaan menyatu dengan perusahaan lain”. Berdasarkan definisi tersebut, penggabungan tidak hanya terjadi ketika dua atau lebih perusahaan yang terpisah melebur menjadi satu entitas hukum, melainkan ketika dua atau lebih perusahaan menjadi pihak pengendali. Jenis penggabungan usaha dapat dibedakan menjadi dua yaitu penyatuan pemilikan (Merger) dan Akuisisi. Penggabungan usaha adalah bagian dari lingkungan usaha yang berkelanjutan dan sering terjadi. Puncak merger terjadi pada tahun 1960-an. Periode ini ditandai dengan merger yang menghebohkan, kadang-kadang tidak terorganisasi yang mengakibatkan terciptanya banyak konglomerasi, atau perusahaan yang beroperasi pada berbagai jenis industri. Karena banyak perusahaan yang kurang memiliki koherensi dalam operasinya. Banyak perusahaan yang tidak sesukses yang diharapkan, dan banyak dari akuisisi yang terjadi pada tahun 1960-an tersebut akhirnya dijual atau dilepaskan. Pada tahun 1980-an jumlah penggabungan usaha mengalami peningkatan lagi. Pada periode ini di lihat banyak terjadi leveraged buyouts, tetapi utang yang ditimbulkan dari transaksi tersebut menyebabkan banyak perusahaan yang mengalami kesulitan. 2.2 Pengertian Merger dan Akuisisi Menurut Sjahrial (2009) merger merupakan “peleburan secara lengkap satu perusahaan dengan perusahaan lain. Perusahaan yang utama mempertahankan nama dan identitasnya, dan ia memperoleh aktiva dan hutang dari perusahaan yang meleburkan diri. Sesudah suatu merger, perusahaan yang meleburkan diri tadi setuju menjadi suatu wujud bisnis tersendiri”. Dengan kata lain bahwa merger adalah kesepakatan antara dua atau lebih perusahaan untuk bergabung dan kemudian hanya ada satu perusahaan yang tetap hidup sebagai badan hukum, sementara perusahaan yang meleburkan diri menghentikan operasionalnya dan bergabung dengan perusahaan utama. Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 27 Tahun 1998 mendefinisikan merger “sebagai perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan perseroan lain yang telah ada dan selanjutnya perseroan yang menggabungkan diri menjadi bubar”. Ikatan Akuntan Indonesia memberikan definisi berdasarkan perspektif akuntansi bahwa merger adalah salah satu metode penyatuan usaha (business combination). Penyatuan usaha itu sendiri didefinisikan sebagai penyatuan dua atau lebih perusahaan yang terpisah lain atau memperoleh kendali atas aktiva dan operasi perusahaan lain. Dari definisi di atas akuntansi membedakan penyatuan usaha dalam dua kategori yaitu (1) penyatuan kepentingan atau penyatuan kepemilikan dan (2) akuisisi. Penyatuan kepentingan memiliki makna yang sama dengan terminologi dan PSAK No.22 mendefinisikan penyatuan kepentingan dengan suatu penggabungan usaha dimana para pemegang saham perusahaan yang bergabung bersama-sama menyatukan kendali atas seluruh, atau secara efektif seluruh aktiva neto dan operasi perusahaan yang bergabung tersebut, selanjutnya perusahaan yang bergabung memikul bersama segala risiko dan manfaat yang melekat pada entitas gabungan, sehingga tidak ada pihak yang dapat diidentifikasikan sebagai perusahaan pengakuisisi. Dalam terminologi bisnis akuisisi dapat diartikan sebagai pengambilalihan kepemilikan atau pengendalian atas saham atau aset suatu perusahaan oleh perusaahaan lain, dan dalam peristiwa tersebut baik perusahaan pengambilalih atau yang diambil alih tetap eksis sebagai badan hukum yang terpisah. Dalam PSAK No.22 akuisisi didefenisikan sebagai “suatu penggabungan usaha dimana salah satu perusahaan yaitu pengakuisisi sehingga mengakibatkan berpindahnya kendali atas perusahaan yang diambil alih tersebut”. Biasanya perusahaan pengakuisisi memiliki ukuran yang lebih besar dibandingkan dengan perusahaan terakuisisi. Menurut Sjahrial (2009) ada beberapa faktor yang terkait dalam memilih antara suatu akuisisi dengan saham atau merger : 1. Dalam suatu akuisisi dengan saham, tidak perlu mengadakan rapat umum pemegang saham dan tidak memerlukan hak suara. 2. Dalam suatu akuisisi dengan saham, perusahaan yang menawar dapat berhubungan secara langsung dengan para pemegang saham perusahaan target dengan menggunakan suatu penawaran tender. 3. Akuisisi kadang-kadang tidak bersahabat. Dalam hal yang demikian, suatu akuisisi saham digunakan dalam suatu usaha untuk mengecoh manajemen perusahaan target, dimana secara aktif menentang akuisisi. 4. Seringkalilah, kelompok pemegang saham minoritas yang penting akan menghalangi suatu penawaran tender. 5. Penggabungan yang lengkap dari suatu perusahaan dengan perusahaan yang lainnya membutuhkan suatu merjer. Banyak akuisisi dengan saham diikuti dengan suatu merjer yang formal kemudian. Perusahaan lain dapat diperoleh dengan cara akuisisi saham, yaitu dengan membeli saham secara tunai, penyertaan saham atau surat berharga lainnya. Proses ini sering dimulai oleh manajemen suatu perusahaan dengan memberikan penawaran secara langsung kepada pemegang saham perusahaan lainnya. Penawaran ini dapat dilakukan dengan cara tender. Para pemegang saham tersebut memilih untuk menerima penawaran tender tersebut dengan mempertukarkannya secara tunai atau ditukarkan dengan surat berharga lainnya, tergantung dari penawaran yang diberikan. 2.3 Klasifikasi Merger dan Akuisisi Menurut Martono (2001) secara umum penggabungan usaha dapat dikelompokkan menjadi empat kelompok yaitu penggabungan atau merger horizontal, vertikal, congeneric, dan konglomerat. a) Merger Horisontal Merger secara horisontal terjadi apabila satu perusahaan menggabungkan diri dengan perusahaan lain dalam jenis bisnis yang sama. Dengan kata lain satu atau dua perusahaan yang menghasilkan produk atau jasa yang sama. Misalnya perusahaan jasa perbankan merger dengan perbankan. b) Merger Vertikal Merger secara vertikal adalah penggabungan perusahaan yang memiliki keterkaitan antara input-output maupun pemasaran. Sebagai contoh perusahaan pengecoran baja melakukan penggabungan dengan supplier seperti perusahaan tambang. c) Congeneric Merger Congeneric merger yaitu penggabungan dua perusahaan yang sejenis atau dalam industri yang sama tetapi tidak memproduksi produk yang sama maupun tidak ada ketertarikan suppliernya. Misalnya perusahaan pengemasan air merger dengan perusahaan pembuatan teh dalam kemasan. d) Conglomerat Merger Ekstensi Pasar Conglomerat merger yaitu penggabungan dua atau lebih perusahaan dari industri yang berbeda. Sebagai contoh perusahaan pengeboran minyak membeli perusahaan penerbangan atau real estate. Pada umumnya merger yang vertikal dan horisontal akan memberikan sinergi yang terbesar dibandingkan dua jenis merger lainnya. 2.4 Alasan Merger dan Akuisisi Merger dan akuisisi adalah keputusan strategis para manajer dari suatu perusahaan, yang mana juga merupakan produk dari salah satu aspek mendasar dalam strategi korporasi, memiliki beragam alasan, motif dan tujuan. Menurut Sinuraya (1999) ada berbagai alasan dilakukannya merger : 1. Untuk bisa beroperasi dengan lebih ekonomis 2. Memperoleh manajemen yang lebih baik 3. Pertumbuhan 4. Penghematan pajak yang belum dimanfaaatkan 5. Untuk memanfaatkan dana yang menganggur. Sedangkan menurut Martono (2001) merger umumnya disebabkan oleh berbagai alasan, yaitu : 1. Peningkatan penjualan dan penghematan operasi 2. Perbaikan manajemen 3. Pengaruh informasi 4. Pertumbuhan perusahaan 5. Pengalihan kekayaan 6. Alasan-alasan pajak 7. Diversifikasi 8. Keuntungan-keuntungan leverage 9. Alasan pribadi. Penggabungan badan usaha diantaranya dimaksudkan agar perusahaan memperoleh daerah pemasaran yang lebih luas dan volume penjualan lebih besar, mampu mengembangkan organisasi yang lebih kuat dan produksi yang lebih baik serta manajemen yang baik, penurunan biaya melalui penghematan dan efisiensi pada skala produksi yang lebih besar, peningkatan pengendalian pasar dan posisi bersaing, diversifikasi lini-lini produk, perbaikan posisi dalam kaitannya dengan sumber pengadaan bahan baku, dan peningkatan yang menitikberatkan pada modal untuk pertumbuhan sebagai biaya yang rendah atas pinjaman. Sedangkan menurut Tampubolon (2005) ada beberapa alasan mengapa suatu korporasi lebih menginginkan pertumbuhan eksternal melalui merger dibandingkan dengan pertumbuhan internal : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Kemungkinan korporasi menginginkan diversifikasi untuk menurunkan risiko yang diakibatkan pengaruh musim. Harapan korporasi akan memperoleh sinergi dari merger dengan korporasi lainnya Suatu merger memungkinkan suatu korporasi untuk memperoleh apa yang tidak diperolehnya. Kemungkinan korporasi akan dapat memperbaiki kapabilitas dalam menghimpun dana karena bergabung dengan korporasi yang memiliki kemampuan likuiditas asset yang lebih besar dan utang rendah. Pendapatan bersih korporasi besar yang baru dapat mengkapitalisasi pada tingkat yang lebih rendah, yang dapat mengakibatkan nilai pasar sahamnya lebih tinggi. Dalam beberapa hal ada kemungkinan untuk membiayai aktivitas lebih baik dengan akuisisi apabila pembiayaan ekspansi internal tidak memungkinkan. Suatu merger dapat mengakibatkan return on investment (ROI) akan lebih baik apabila nilai pasar korporasi yang diakuisisi lebih rendah daripada replacement cost yang terjadi. Dengan jalan merger, suatu korporasi yang mengalami kerugian dalam pengoperasiannya akan dapat tertolong oleh korporasi yang mengakuisisi, biasanya dari segi harga, tetapi juga akan memperoleh manfaat dari pajak yang dapat diperhitungkan kemudian. 2.5 Kelebihan dan Kekurangan Merger dan Akuisisi “Kelebihan merjer yang utama adalah bahwa suatu merjer secara hukum adalah sederhana dan tidak ada biaya yang besar seperti bentuk akuisisi lainnya. Alasannya dikarenakan perusahaan secara sederhana setuju untuk menggabungkan seluruh operasionalnya”. (Sjahrial, 2009). Artinya perusahaan utama tidak memiliki keinginan untuk memindahkan kepemilikan aset individu perusahaan yang meleburkan diri ke perusahaan utama. “Kerugian yang utama dari merjer adalah bahwa suatu merjer harus disetujui dengan suatu hak suara dari pemegang saham tiap-tiap perusahaan. Khususnya dua pertiga bahkan lebih hak suara yang dibutuhkan untuk memperoleh persetujuan”. (Sjahrial, 2009). Lamanya waktu yang dibutuhkan untuk untuk memperoleh hak suara inilah yang menjadi kendala. Keuntungan-keuntungan akuisisi saham dan akuisisi aset dimana, akuisisi saham tidak memerlukan rapat pemegang saham dan suara pemegang saham sehingga jika pemegang saham tidak menyukai tawaran Bidding firm, mereka dapat menahan sahamnya dan tidak menjual kepada pihak Bidding firm. Dalam akuisisi saham, perusahaan yang membeli dapat berurusan langsung dengan pemegang saham perusahaan yang dibeli dengan melakukan tender offer sehingga tidak diperlukan persetujuan manajemen perusahaan. Karena tidak memerlukan persetujuan manajemen dan komisaris perusahaan, akuisisi saham dapat digunakan untuk pengambilalihan perusahaan yang tidak bersahabat (hostile takeover). Akuisisi Aset memerlukan suara pemegang saham tetapi tidak memerlukan mayoritas suara pemegang saham seperti pada akuisisi saham sehingga tidak ada halangan bagi pemegang saham minoritas jika mereka tidak menyetujui akuisisi. Kerugian-kerugian akuisisi saham dan akuisisi aset, jika cukup banyak pemegang saham minoritas yang tidak menyetujui pengambilalihan tersebut, maka akuisisi akan batal. Pada umumnya anggaran dasar perusahaan menentukan paling sedikit dua pertiga (sekitar 67%) suara setuju pada akuisisi agar akuisisi terjadi. Apabila perusahaan mengambilalih seluruh saham yang dibeli maka terjadi merger. Pembelian setiap aset dalam akuisisi aset harus secara hukum dibalik nama sehingga menimbulkan biaya legal yang tinggi. 2.6 Kinerja Perusahaan Menurut Martono (2001) “kinerja keuangan suatu perusahaan sangat bermanfaat bagi berbagai pihak (stakeholders) seperti investor, kreditur, analis, konsultan keuangan, pialang, pemerintah dan pihak manajemen sendiri”. Laporan keuangan suatu perusahaan, bila disusun secara baik dan akurat dapat memberikan gambaran keadaan yang nyata mengenai hasil atau prestasi yang telah dicapai oleh suatu perusahaan selama kurun waktu tertentu. Menurut Sudarsanam (1999) teori keuangan modern menyatakan bahwa keputusan-keputusan manajemen ditujukan untuk meningkatkan kemakmuran pemegang saham dan meningkatkan nilai perusahaan. Dalam hal ini merger dan akuisisi sebagai bagian dari keputusan manajemen perlu adanya pembuktian keberhasilannya dalam mencapai tujuan tersebut. Perubahan-perubahan yang terjadi setelah perusahaan melakukan penggabungan usaha biasanya adalah pada kinerja perusahaan dan penampilan perusahaan yang praktis membesar dan meningkat. Kondisi dan posisi perusahaan mengalami perubahan, dan hal ini tercermin dalam pelaporan keuangan perusahaan. Untuk mengetahui kinerja keuangan perusahaan maka secara umum perlu dilakukan analisis terhadap laporan keuangan. Rasio keuangan yang diukur dalam penelitian ini menggunakan Rasio CAMEL. Dalam Kamus Perbankan (Institut Bankir Indonesia) edisi kedua tahun 1999 dinyatakan bahwa “CAMEL adalah aspek yang paling banyak berpengaruh terhadap tingkat kesehatan lembaga keuangan. Menurut Triandaru Sigit dan Totok Budisantoso (2008) Penilaian tingkat kesehatan mencakup penilaian terhadap faktor-faktor CAMELS yang terdiri dari : a. Permodalan (Capital) Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor permodalan antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen komponen sebagai berikut: 1) kecukupan pemenuhan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) terhadap ketentuan yang berlaku; 2) komposisi permodalan; 3) trend ke depan/proyeksi KPMM; 4) aktiva produktif yang diklasifikasikan dibandingkan dengan modal Bank; 5) kemampuan Bank memelihara kebutuhan penambahan modal yang berasal dari keuntungan (laba ditahan); 6) rencana permodalan Bank untuk mendukung pertumbuhan usaha; 7) akses kepada sumber permodalan; dan 8) kinerja keuangan pemegang saham untuk meningkatkan permodalan Bank. b. Kualitas Aset (Asset Quality) Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor kualitas asset antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut: 1) aktiva produktif yang diklasifikasikan dibandingkan dengan total aktiva produktif; 2) debitur inti kredit di luar pihak terkait dibandingkan dengan total kredit; 3) perkembangan aktiva produktif bermasalah /non performing asset dibandingkan dengan aktiva produktif; 4) tingkat kecukupan pembentukan penyisihan penghapusan aktiva produktif (PPAP); 5) kecukupan kebijakan dan prosedur aktiva produktif; 6) sistem kaji ulang (review) internal terhadap aktiva produktif; 7) dokumentasi aktiva produktif; dan 8) kinerja penanganan aktiva produktif bermasalah. c. Manajemen (Management) Penilaian terhadap faktor manajemen antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut: 1) manajemen umum; 2) penerapan sistem manajemen risiko; dan 3) kepatuhan Bank terhadap ketentuan yang berlaku serta komitmen kepada Bank Indonesia dan atau pihak lainnya. d. Rentabilitas (Earnings) Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor rentabilitas antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut: 1) return on assets (ROA); 2) return on equity (ROE); 3) net interest margin (NIM); 4) Biaya Operasional dibandingkan dengan Pendapatan Operasional (BOPO); 5) perkembangan laba operasional; 6) komposisi portofolio aktiva produktif dan diversifikasi pendapatan; 7) penerapan prinsip akuntansi dalam pengakuan pendapatan dan biaya; 8) prospek laba operasional. e. Likuiditas (Liquidity) Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor likuiditas antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut: 1) aktiva likuid kurang dari 1 bulan dibandingkan dengan pasiva likuid kurang dari 1 bulan; 2) 1-month maturity mismatch ratio; 3) Loan to Deposit Ratio (LDR); 4) proyeksi cash flow 3 bulan mendatang; 5) ketergantungan pada dana antar bank dan deposan inti; 6) kebijakan dan pengelolaan likuiditas (assets and liabilities management/ ALMA); 7) kemampuan Bank untuk memperoleh akses kepada pasar uang, pasar modal, atau sumber-sumber pendanaan lainnya; dan 8) stabilitas dana pihak ketiga (DPK). f. Sensitivitas terhadap risiko pasar (Sensitivity to Market Risk) Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor sensitivitas terhadap risiko pasar antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponenkomponen sebagai berikut: 1) modal atau cadangan yang dibentuk untuk mengcover fluktuasi suku bunga dibandingkan dengan potential loss sebagai akibat fluktuasi (adverse movement) suku bunga; 2) modal atau cadangan yang dibentuk untuk mengcover fluktuasi nilai tukar dibandingkan dengan potential loss sebagai akibat fluktuasi (adverse movement) nilai tukar; dan 3) kecukupan penerapan sistem manajemen risiko pasar. 2.7 Penelitian Terdahulu Tabel 2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu Peneliti / tahun Judul Penelitian Widyaputra (2006) Analisis Perbandingan Kinerja Perusahaan dan Abnormal Return Saham Sebelum dan Sesudah Merger dan Akuisisi ( di Bursa Efek Jakarta 19982004). Wahyu (2010) Analisa Perbandingan Kinerja Keuangan Perusahaan Sebelum dan Sesudah Merger dan Akuisisi (Studi pada Perusahaan Pengakuisisi di BEI). Variabel Penelitian Metode Analisis Data Price Earning Wilcoxon Ratio, Price to Signed Book Value, Rank Earning Per Test, Uji Share, Operating Manova Profit Margin, Net Profit Margin, Total Asset Turnover, ROA, ROE dan abnormal return. Net Profit Margin, Return on Investment, Return on Equity, Earning Per Share, Total Assets Turnover, Current Ratio dan Debt to Equity Ratio Wilcoxon Signed Rank Test, Uji Manova Hasil Penelitian Penelitian 2 tahun sebelum dan 2 tahun setelah merger dan akuisisi terdapat perbedaan signifikan pada rasio Earning Per Share, Net Profit Margin, Return on Equity, dan Return on Assets. Pengaruh merger dan akuisisi terhadap kinerja keuangan secara simultan yang diuji dengan Manova menunjukkan tidak ada perbedaan kinerja secara signifikan. Lanjutan Tabel 2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu Peneliti / tahun Judul Penelitian Variabel Penelitian Metode Analisis Data Hasil Penelitian Hamidah dan Noviani (2013) Perbandingan Kinerja Keuangan Perusahaan Sebelum dan Sesudah Merger dan Akuisisi (Pada Perusahaan Pengakuisisi yang terdaftar di BEI Periode 2004-2006). Current Ratio, Total Assets Turnover, Debt Ratio, Return on Assets dan Price Earnings Ratio. Paired Sample t-Test. Terdapat perbedaan signifikan pada CR, ROA dan PER, sedangkan pada TATO dan DR tidak terdapat perbedaan signifikan pada kinerja keuangan. Novaliza & Djajanti (2013) Analisis Pengaruh Merger dan Akuisisi terhadap Kinerja Perusahaan Publik di Indonesia (Periode 20042011). Current Ratio, Quick Ratio, Total Assets Turnover, Debt Ratio, Debt Ratio to Equity, Return on Assets, Return on Equity, Net Profit Margin (NPM), dan Operating Profit Margin (OPM). Kolmogor ovSmirnov Test. Tidak ada perbedaan yang signifikan, hanya Return on Assets yang berubah secara signifikan. 2.8 Kerangka Konseptual Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan kinerja keuangan perusahaan sampel untuk periode 2 (dua) tahun sebelum dan 2 (dua) tahun setelah melakukan merger dan akuisisi. Untuk mengetahui pengaruh pelaksanaan merger dan akuisisi terhadap kinerja perusahaan secara finansial dilakukan dengan membandingkan rasio-rasio keuangan sebelum dan setelah merger dan akuisisi berlangsung. Jika hasil uji menunjukkan hasil yang berbeda, maka dapat dikatakan bahwa merger dan akuisisi berpengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan, lebih lanjut pengaruh ini bisa mengarah ke nilai pengaruh yang positif atau pengaruh negatif. Berdasarkan hasil-hasil penelitian terdahulu dan apabila dikaitkan dengan teori yang telah dijelaskan menunjukkan adanya suatu perbedaan atau gap antara hasil penelitian-penelitian terdahulu, penelitian dengan teori, dan teori dengan kenyataan yang hasilnya tidak selalu konsisten. Berdasarkan uraian yang ada, maka dapat dibuat suatu kerangka pemikiran dari pengaruh sebelum dan setelah merger dan akuisisi terhadap kinerja perusahaan sebagai berikut : Sebelum Merger dan Akuisisi Kinerja Perusahaan Capital Adequacy Ratio (CAR), Non Performing Loans (NPL), Net Profit Margin (NPM), Return on Assets (ROA), Return on Equity (ROE), Loan to Deposits Ratio (LDR). Setelah Merger dan Akuisisi ≠ Kinerja Perusahaan Capital Adequacy Ratio (CAR), Non Performing Loans (NPL), Net Profit Margin (NPM), Return on Assets (ROA), Return on Equity (ROE), Loan to Deposits Ratio (LDR). Gambar 2.1 Kerangka Konseptual 2.9 Hipotesis Penelitian Dalam penelitian ini dikemukakan hipotesis sebagai berikut terdapat perbedaan kinerja perusahaan perbankan asing sebelum dan sesudah merger dan akuisisi yang diukur berdasarkan rasio keuangan yaitu Capital Adequacy Ratio (CAR), Non Performing Loans (NPL), Net Profit Margin (NPM), Return on Assets (ROA), Return on Equity (ROE), Loan to Deposits Ratio (LDR).