BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penggabungan Usaha

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penggabungan Usaha
Penggabungan usaha adalah penyatuan entitas-entitas usaha yang
sebelumnya terpisah, meskipun tujuan utama penggabungan usaha adalah
profitabilitas, penggabungan juga ditujukan untuk memperoleh efisiensi melalui
integrasi operasi secara horizontal atau vertikal dan atau mendiversifikasikan
risiko usaha melalui operasi konglomerat.
Ikatan Akuntan Indonesia dalam pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan Indonesia (PSAK No. 22) mendefinisikan “penggabungan usaha
(business combination) sebagai penyatuan dua atau lebih perusahaan yang
terpisah menjadi satu entitas ekonomi karena satu perusahaan menyatu dengan
perusahaan lain”. Berdasarkan definisi tersebut, penggabungan tidak hanya terjadi
ketika dua atau lebih perusahaan yang terpisah melebur menjadi satu entitas
hukum, melainkan ketika dua atau lebih perusahaan menjadi pihak pengendali.
Jenis penggabungan usaha dapat dibedakan menjadi dua yaitu penyatuan
pemilikan (Merger) dan Akuisisi.
Penggabungan usaha adalah bagian dari lingkungan usaha yang
berkelanjutan dan sering terjadi. Puncak merger terjadi pada tahun 1960-an.
Periode ini ditandai dengan merger yang menghebohkan, kadang-kadang tidak
terorganisasi yang mengakibatkan terciptanya banyak konglomerasi, atau
perusahaan yang beroperasi pada berbagai jenis industri. Karena banyak
perusahaan yang kurang memiliki koherensi dalam operasinya. Banyak
perusahaan yang tidak sesukses yang diharapkan, dan banyak dari akuisisi yang
terjadi pada tahun 1960-an tersebut akhirnya dijual atau dilepaskan. Pada tahun
1980-an jumlah penggabungan usaha mengalami peningkatan lagi. Pada periode
ini di lihat banyak terjadi leveraged buyouts, tetapi utang yang ditimbulkan dari
transaksi tersebut menyebabkan banyak perusahaan yang mengalami kesulitan.
2.2 Pengertian Merger dan Akuisisi
Menurut Sjahrial (2009) merger merupakan “peleburan secara lengkap
satu
perusahaan
dengan
perusahaan
lain.
Perusahaan
yang
utama
mempertahankan nama dan identitasnya, dan ia memperoleh aktiva dan hutang
dari perusahaan yang meleburkan diri. Sesudah suatu merger, perusahaan yang
meleburkan diri tadi setuju menjadi suatu wujud bisnis tersendiri”.
Dengan kata lain bahwa merger adalah kesepakatan antara dua atau lebih
perusahaan untuk bergabung dan kemudian hanya ada satu perusahaan yang tetap
hidup sebagai badan hukum, sementara perusahaan yang meleburkan diri
menghentikan operasionalnya dan bergabung dengan perusahaan utama. Dalam
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 27 Tahun 1998 mendefinisikan
merger “sebagai perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu perseroan atau lebih
untuk menggabungkan diri dengan perseroan lain yang telah ada dan selanjutnya
perseroan yang menggabungkan diri menjadi bubar”.
Ikatan Akuntan Indonesia memberikan definisi berdasarkan perspektif
akuntansi bahwa merger adalah salah satu metode penyatuan usaha (business
combination). Penyatuan usaha itu sendiri didefinisikan sebagai penyatuan dua
atau lebih perusahaan yang terpisah lain atau memperoleh kendali atas aktiva dan
operasi perusahaan lain. Dari definisi di atas akuntansi membedakan penyatuan
usaha dalam dua kategori yaitu (1) penyatuan kepentingan atau penyatuan
kepemilikan dan (2) akuisisi. Penyatuan kepentingan memiliki makna yang sama
dengan terminologi dan PSAK No.22 mendefinisikan
penyatuan kepentingan dengan suatu penggabungan usaha dimana para
pemegang saham perusahaan yang bergabung bersama-sama menyatukan
kendali atas seluruh, atau secara efektif seluruh aktiva neto dan operasi
perusahaan yang bergabung tersebut, selanjutnya perusahaan yang bergabung
memikul bersama segala risiko dan manfaat yang melekat pada entitas
gabungan, sehingga tidak ada pihak yang dapat diidentifikasikan sebagai
perusahaan pengakuisisi.
Dalam
terminologi
bisnis
akuisisi
dapat
diartikan
sebagai
pengambilalihan kepemilikan atau pengendalian atas saham atau aset suatu
perusahaan oleh perusaahaan lain, dan dalam peristiwa tersebut baik perusahaan
pengambilalih atau yang diambil alih tetap eksis sebagai badan hukum yang
terpisah. Dalam PSAK No.22 akuisisi didefenisikan sebagai “suatu penggabungan
usaha dimana salah satu perusahaan yaitu pengakuisisi sehingga mengakibatkan
berpindahnya kendali atas perusahaan yang diambil alih tersebut”. Biasanya
perusahaan pengakuisisi memiliki ukuran yang lebih besar dibandingkan dengan
perusahaan terakuisisi.
Menurut Sjahrial (2009) ada beberapa faktor yang terkait dalam memilih
antara suatu akuisisi dengan saham atau merger :
1. Dalam suatu akuisisi dengan saham, tidak perlu mengadakan rapat umum
pemegang saham dan tidak memerlukan hak suara.
2. Dalam suatu akuisisi dengan saham, perusahaan yang menawar dapat
berhubungan secara langsung dengan para pemegang saham perusahaan
target dengan menggunakan suatu penawaran tender.
3. Akuisisi kadang-kadang tidak bersahabat. Dalam hal yang demikian, suatu
akuisisi saham digunakan dalam suatu usaha untuk mengecoh manajemen
perusahaan target, dimana secara aktif menentang akuisisi.
4. Seringkalilah, kelompok pemegang saham minoritas yang penting akan
menghalangi suatu penawaran tender.
5. Penggabungan yang lengkap dari suatu perusahaan dengan perusahaan
yang lainnya membutuhkan suatu merjer. Banyak akuisisi dengan saham
diikuti dengan suatu merjer yang formal kemudian.
Perusahaan lain dapat diperoleh dengan cara akuisisi saham, yaitu
dengan membeli saham secara tunai, penyertaan saham atau surat berharga
lainnya. Proses ini sering dimulai oleh manajemen suatu perusahaan dengan
memberikan penawaran secara langsung kepada pemegang saham perusahaan
lainnya. Penawaran ini dapat dilakukan dengan cara tender. Para pemegang saham
tersebut
memilih
untuk
menerima
penawaran
tender
tersebut
dengan
mempertukarkannya secara tunai atau ditukarkan dengan surat berharga lainnya,
tergantung dari penawaran yang diberikan.
2.3 Klasifikasi Merger dan Akuisisi
Menurut Martono (2001)
secara umum penggabungan usaha dapat
dikelompokkan menjadi empat kelompok yaitu penggabungan atau merger
horizontal, vertikal, congeneric, dan konglomerat.
a) Merger Horisontal
Merger secara horisontal terjadi apabila satu perusahaan menggabungkan diri
dengan perusahaan lain dalam jenis bisnis yang sama. Dengan kata lain satu atau
dua perusahaan yang menghasilkan produk atau jasa yang sama. Misalnya
perusahaan jasa perbankan merger dengan perbankan.
b) Merger Vertikal
Merger secara vertikal adalah penggabungan perusahaan yang memiliki
keterkaitan antara input-output maupun pemasaran. Sebagai contoh perusahaan
pengecoran baja melakukan penggabungan dengan supplier seperti perusahaan
tambang.
c) Congeneric Merger
Congeneric merger yaitu penggabungan dua perusahaan yang sejenis atau dalam
industri yang sama tetapi tidak memproduksi produk yang sama maupun tidak
ada ketertarikan suppliernya. Misalnya perusahaan pengemasan air merger
dengan perusahaan pembuatan teh dalam kemasan.
d) Conglomerat Merger Ekstensi Pasar
Conglomerat merger yaitu penggabungan dua atau lebih perusahaan dari industri
yang berbeda. Sebagai contoh perusahaan pengeboran minyak membeli
perusahaan penerbangan atau real estate.
Pada umumnya merger yang vertikal dan horisontal akan memberikan sinergi
yang terbesar dibandingkan dua jenis merger lainnya.
2.4 Alasan Merger dan Akuisisi
Merger dan akuisisi adalah keputusan strategis para manajer dari suatu
perusahaan, yang mana juga merupakan produk dari salah satu aspek mendasar
dalam strategi korporasi, memiliki beragam alasan, motif dan tujuan. Menurut
Sinuraya (1999) ada berbagai alasan dilakukannya merger :
1. Untuk bisa beroperasi dengan lebih ekonomis
2. Memperoleh manajemen yang lebih baik
3. Pertumbuhan
4. Penghematan pajak yang belum dimanfaaatkan
5. Untuk memanfaatkan dana yang menganggur.
Sedangkan menurut Martono (2001) merger umumnya disebabkan oleh
berbagai alasan, yaitu :
1. Peningkatan penjualan dan penghematan operasi
2. Perbaikan manajemen
3. Pengaruh informasi
4. Pertumbuhan perusahaan
5. Pengalihan kekayaan
6. Alasan-alasan pajak
7. Diversifikasi
8. Keuntungan-keuntungan leverage
9. Alasan pribadi.
Penggabungan badan usaha diantaranya dimaksudkan agar perusahaan
memperoleh daerah pemasaran yang lebih luas dan volume penjualan lebih besar,
mampu mengembangkan organisasi yang lebih kuat dan produksi yang lebih baik
serta manajemen yang baik, penurunan biaya melalui penghematan dan efisiensi
pada skala produksi yang lebih besar, peningkatan pengendalian pasar dan posisi
bersaing, diversifikasi lini-lini produk, perbaikan posisi dalam kaitannya dengan
sumber pengadaan bahan baku, dan peningkatan yang menitikberatkan pada
modal untuk pertumbuhan sebagai biaya yang rendah atas pinjaman.
Sedangkan menurut Tampubolon (2005) ada beberapa alasan mengapa suatu
korporasi
lebih
menginginkan
pertumbuhan
eksternal
melalui
merger
dibandingkan dengan pertumbuhan internal :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Kemungkinan korporasi menginginkan diversifikasi untuk menurunkan
risiko yang diakibatkan pengaruh musim.
Harapan korporasi akan memperoleh sinergi dari merger dengan
korporasi lainnya
Suatu merger memungkinkan suatu korporasi untuk memperoleh apa
yang tidak diperolehnya.
Kemungkinan korporasi akan dapat memperbaiki kapabilitas dalam
menghimpun dana karena bergabung dengan korporasi yang memiliki
kemampuan likuiditas asset yang lebih besar dan utang rendah.
Pendapatan bersih korporasi besar yang baru dapat mengkapitalisasi pada
tingkat yang lebih rendah, yang dapat mengakibatkan nilai pasar sahamnya
lebih tinggi.
Dalam beberapa hal ada kemungkinan untuk membiayai aktivitas lebih
baik dengan akuisisi
apabila pembiayaan ekspansi internal tidak
memungkinkan.
Suatu merger dapat mengakibatkan return on investment (ROI) akan
lebih baik apabila nilai pasar korporasi yang diakuisisi lebih rendah
daripada replacement cost yang terjadi.
Dengan jalan merger, suatu korporasi yang mengalami kerugian dalam
pengoperasiannya akan dapat tertolong oleh korporasi yang mengakuisisi,
biasanya dari segi harga, tetapi juga akan memperoleh manfaat dari pajak
yang dapat diperhitungkan kemudian.
2.5 Kelebihan dan Kekurangan Merger dan Akuisisi
“Kelebihan merjer yang utama adalah bahwa suatu merjer secara hukum
adalah sederhana dan tidak ada biaya yang besar seperti bentuk akuisisi lainnya.
Alasannya
dikarenakan
perusahaan
secara
sederhana
setuju
untuk
menggabungkan seluruh operasionalnya”. (Sjahrial, 2009). Artinya perusahaan
utama tidak memiliki keinginan untuk memindahkan kepemilikan aset individu
perusahaan yang meleburkan diri ke perusahaan utama.
“Kerugian yang utama dari merjer adalah bahwa suatu merjer harus
disetujui dengan suatu hak suara dari pemegang saham tiap-tiap perusahaan.
Khususnya dua pertiga bahkan lebih hak suara yang dibutuhkan untuk
memperoleh persetujuan”. (Sjahrial, 2009). Lamanya waktu yang dibutuhkan
untuk untuk memperoleh hak suara inilah yang menjadi kendala.
Keuntungan-keuntungan akuisisi saham dan akuisisi aset dimana,
akuisisi saham tidak memerlukan rapat pemegang saham dan suara pemegang
saham sehingga jika pemegang saham tidak menyukai tawaran Bidding firm,
mereka dapat menahan sahamnya dan tidak menjual kepada pihak Bidding firm.
Dalam akuisisi saham, perusahaan yang membeli dapat berurusan langsung
dengan pemegang saham perusahaan yang dibeli dengan melakukan tender offer
sehingga tidak diperlukan persetujuan manajemen perusahaan. Karena tidak
memerlukan persetujuan manajemen dan komisaris perusahaan, akuisisi saham
dapat digunakan untuk pengambilalihan perusahaan yang tidak bersahabat (hostile
takeover). Akuisisi Aset memerlukan suara pemegang saham tetapi tidak
memerlukan mayoritas suara pemegang saham seperti pada akuisisi saham
sehingga tidak ada halangan bagi pemegang saham minoritas jika mereka tidak
menyetujui akuisisi. Kerugian-kerugian akuisisi saham dan akuisisi aset, jika
cukup banyak pemegang saham minoritas yang tidak menyetujui pengambilalihan
tersebut, maka akuisisi akan batal. Pada umumnya anggaran dasar perusahaan
menentukan paling sedikit dua pertiga (sekitar 67%) suara setuju pada akuisisi
agar akuisisi terjadi. Apabila perusahaan mengambilalih seluruh saham yang
dibeli maka terjadi merger. Pembelian setiap aset dalam akuisisi aset harus secara
hukum dibalik nama sehingga menimbulkan biaya legal yang tinggi.
2.6 Kinerja Perusahaan
Menurut Martono (2001) “kinerja keuangan suatu perusahaan sangat
bermanfaat bagi berbagai pihak (stakeholders) seperti investor, kreditur, analis,
konsultan keuangan, pialang, pemerintah dan pihak manajemen sendiri”. Laporan
keuangan suatu perusahaan, bila disusun secara baik dan akurat dapat
memberikan gambaran keadaan yang nyata mengenai hasil atau prestasi yang
telah dicapai oleh suatu perusahaan selama kurun waktu tertentu.
Menurut Sudarsanam (1999) teori keuangan modern menyatakan bahwa
keputusan-keputusan manajemen ditujukan untuk meningkatkan kemakmuran
pemegang saham dan meningkatkan nilai perusahaan. Dalam hal ini merger dan
akuisisi sebagai bagian dari keputusan manajemen perlu adanya pembuktian
keberhasilannya dalam mencapai tujuan tersebut. Perubahan-perubahan yang
terjadi setelah perusahaan melakukan penggabungan usaha biasanya adalah pada
kinerja perusahaan dan penampilan perusahaan yang praktis membesar dan
meningkat. Kondisi dan posisi perusahaan mengalami perubahan, dan hal ini
tercermin dalam pelaporan keuangan perusahaan.
Untuk mengetahui kinerja keuangan perusahaan maka secara umum
perlu dilakukan analisis terhadap laporan keuangan. Rasio keuangan yang diukur
dalam penelitian ini menggunakan Rasio CAMEL. Dalam Kamus Perbankan
(Institut Bankir Indonesia) edisi kedua tahun 1999 dinyatakan bahwa “CAMEL
adalah aspek yang paling banyak berpengaruh terhadap tingkat kesehatan lembaga
keuangan. Menurut Triandaru Sigit dan Totok Budisantoso (2008) Penilaian
tingkat kesehatan mencakup penilaian terhadap faktor-faktor CAMELS yang
terdiri dari :
a. Permodalan (Capital)
Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor permodalan antara
lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen komponen sebagai
berikut:
1) kecukupan pemenuhan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum
(KPMM) terhadap ketentuan yang berlaku;
2) komposisi permodalan;
3) trend ke depan/proyeksi KPMM;
4) aktiva produktif yang diklasifikasikan dibandingkan dengan modal
Bank;
5) kemampuan Bank memelihara kebutuhan penambahan modal yang
berasal dari keuntungan (laba ditahan);
6) rencana permodalan Bank untuk mendukung pertumbuhan usaha;
7) akses kepada sumber permodalan; dan
8) kinerja keuangan pemegang saham untuk meningkatkan permodalan
Bank.
b. Kualitas Aset (Asset Quality)
Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor kualitas asset antara
lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai
berikut:
1) aktiva produktif yang diklasifikasikan dibandingkan dengan total aktiva
produktif;
2) debitur inti kredit di luar pihak terkait dibandingkan dengan total kredit;
3) perkembangan aktiva produktif bermasalah /non performing asset
dibandingkan dengan aktiva produktif;
4) tingkat kecukupan pembentukan penyisihan penghapusan aktiva
produktif (PPAP);
5) kecukupan kebijakan dan prosedur aktiva produktif;
6) sistem kaji ulang (review) internal terhadap aktiva produktif;
7) dokumentasi aktiva produktif; dan
8) kinerja penanganan aktiva produktif bermasalah.
c. Manajemen (Management)
Penilaian terhadap faktor manajemen antara lain dilakukan melalui
penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut:
1) manajemen umum;
2) penerapan sistem manajemen risiko; dan
3) kepatuhan Bank terhadap ketentuan yang berlaku serta komitmen
kepada Bank Indonesia dan atau pihak lainnya.
d. Rentabilitas (Earnings)
Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor rentabilitas antara
lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai
berikut:
1) return on assets (ROA);
2) return on equity (ROE);
3) net interest margin (NIM);
4) Biaya Operasional dibandingkan dengan Pendapatan Operasional
(BOPO);
5) perkembangan laba operasional;
6) komposisi portofolio aktiva produktif dan diversifikasi pendapatan;
7) penerapan prinsip akuntansi dalam pengakuan pendapatan dan biaya;
8) prospek laba operasional.
e. Likuiditas (Liquidity)
Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor likuiditas antara lain
dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai
berikut:
1) aktiva likuid kurang dari 1 bulan dibandingkan dengan pasiva
likuid kurang dari 1 bulan;
2) 1-month maturity mismatch ratio;
3) Loan to Deposit Ratio (LDR);
4) proyeksi cash flow 3 bulan mendatang;
5) ketergantungan pada dana antar bank dan deposan inti;
6) kebijakan dan pengelolaan likuiditas (assets and liabilities
management/ ALMA);
7) kemampuan Bank untuk memperoleh akses kepada pasar uang, pasar
modal, atau sumber-sumber pendanaan lainnya; dan
8) stabilitas dana pihak ketiga (DPK).
f. Sensitivitas terhadap risiko pasar (Sensitivity to Market Risk)
Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor sensitivitas terhadap
risiko pasar antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponenkomponen sebagai berikut:
1) modal atau cadangan yang dibentuk untuk mengcover fluktuasi suku
bunga dibandingkan dengan potential loss sebagai akibat fluktuasi
(adverse movement) suku bunga;
2) modal atau cadangan yang dibentuk untuk mengcover fluktuasi nilai
tukar dibandingkan dengan potential loss sebagai akibat fluktuasi
(adverse movement) nilai tukar; dan
3) kecukupan penerapan sistem manajemen risiko pasar.
2.7 Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1
Tinjauan Penelitian Terdahulu
Peneliti /
tahun
Judul
Penelitian
Widyaputra
(2006)
Analisis
Perbandingan
Kinerja
Perusahaan dan
Abnormal
Return Saham
Sebelum
dan
Sesudah Merger
dan Akuisisi (
di Bursa Efek
Jakarta 19982004).
Wahyu
(2010)
Analisa
Perbandingan
Kinerja
Keuangan
Perusahaan
Sebelum dan
Sesudah Merger
dan Akuisisi
(Studi pada
Perusahaan
Pengakuisisi di
BEI).
Variabel
Penelitian
Metode
Analisis
Data
Price Earning
Wilcoxon
Ratio, Price to
Signed
Book Value,
Rank
Earning Per
Test, Uji
Share, Operating Manova
Profit Margin,
Net Profit
Margin, Total
Asset Turnover,
ROA, ROE dan
abnormal return.
Net Profit Margin,
Return on
Investment,
Return on Equity,
Earning Per Share,
Total Assets
Turnover, Current
Ratio dan Debt to
Equity Ratio
Wilcoxon
Signed
Rank
Test, Uji
Manova
Hasil Penelitian
Penelitian 2 tahun
sebelum dan 2
tahun
setelah
merger
dan
akuisisi
terdapat
perbedaan
signifikan
pada
rasio Earning Per
Share, Net Profit
Margin, Return on
Equity, dan Return
on Assets.
Pengaruh merger
dan akuisisi
terhadap kinerja
keuangan secara
simultan yang diuji
dengan Manova
menunjukkan tidak
ada perbedaan
kinerja secara
signifikan.
Lanjutan Tabel 2.1
Tinjauan Penelitian Terdahulu
Peneliti /
tahun
Judul
Penelitian
Variabel
Penelitian
Metode
Analisis
Data
Hasil Penelitian
Hamidah
dan
Noviani
(2013)
Perbandingan
Kinerja
Keuangan
Perusahaan
Sebelum dan
Sesudah Merger
dan Akuisisi
(Pada
Perusahaan
Pengakuisisi
yang terdaftar
di BEI Periode
2004-2006).
Current Ratio,
Total Assets
Turnover, Debt
Ratio, Return on
Assets dan Price
Earnings Ratio.
Paired
Sample
t-Test.
Terdapat
perbedaan
signifikan pada
CR, ROA dan
PER, sedangkan
pada TATO dan
DR tidak terdapat
perbedaan
signifikan pada
kinerja keuangan.
Novaliza &
Djajanti
(2013)
Analisis
Pengaruh
Merger dan
Akuisisi
terhadap
Kinerja
Perusahaan
Publik di
Indonesia
(Periode 20042011).
Current Ratio,
Quick Ratio,
Total Assets
Turnover, Debt
Ratio, Debt
Ratio to Equity,
Return on Assets,
Return on
Equity, Net
Profit Margin
(NPM), dan
Operating Profit
Margin (OPM).
Kolmogor
ovSmirnov
Test.
Tidak ada
perbedaan yang
signifikan, hanya
Return on Assets
yang berubah
secara signifikan.
2.8 Kerangka Konseptual
Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan kinerja keuangan
perusahaan sampel untuk periode 2 (dua) tahun sebelum dan 2 (dua) tahun setelah
melakukan merger dan akuisisi. Untuk mengetahui pengaruh pelaksanaan merger
dan akuisisi terhadap kinerja perusahaan secara finansial dilakukan dengan
membandingkan rasio-rasio keuangan sebelum dan setelah merger dan akuisisi
berlangsung. Jika hasil uji menunjukkan hasil yang berbeda, maka dapat
dikatakan bahwa merger dan akuisisi berpengaruh terhadap kinerja keuangan
perusahaan, lebih lanjut pengaruh ini bisa mengarah ke nilai pengaruh yang positif
atau pengaruh negatif.
Berdasarkan hasil-hasil penelitian terdahulu dan apabila dikaitkan
dengan teori yang telah dijelaskan menunjukkan adanya suatu perbedaan atau gap
antara hasil penelitian-penelitian terdahulu, penelitian dengan teori, dan teori
dengan kenyataan yang hasilnya tidak selalu konsisten.
Berdasarkan uraian yang ada, maka dapat dibuat suatu kerangka
pemikiran dari pengaruh sebelum dan setelah merger dan akuisisi terhadap kinerja
perusahaan sebagai berikut :
Sebelum Merger dan Akuisisi
Kinerja Perusahaan
Capital Adequacy Ratio (CAR),
Non Performing Loans (NPL),
Net Profit Margin (NPM), Return
on Assets (ROA), Return on
Equity (ROE), Loan to Deposits
Ratio (LDR).
Setelah Merger dan Akuisisi
≠
Kinerja Perusahaan
Capital Adequacy Ratio (CAR),
Non Performing Loans (NPL),
Net Profit Margin (NPM), Return
on Assets (ROA), Return on
Equity (ROE), Loan to Deposits
Ratio (LDR).
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
2.9 Hipotesis Penelitian
Dalam penelitian ini dikemukakan hipotesis sebagai berikut terdapat
perbedaan kinerja perusahaan perbankan asing sebelum dan sesudah merger dan
akuisisi yang diukur berdasarkan rasio keuangan yaitu Capital Adequacy Ratio
(CAR), Non Performing Loans (NPL), Net Profit Margin (NPM), Return on Assets
(ROA),
Return
on
Equity
(ROE),
Loan
to
Deposits
Ratio
(LDR).
Download