bab ii tinjauan pustaka

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Piutang
Banyak perusahaan menjual produknya secara kredit agar dapat meningkatkan volume
penjualannya, sehingga penerimaan kas pun akan lebih meningkat. Penjualan kredit tidak
menghasilkan kas lebih cepat daripada penjualan tunai, tetapi menimbulkan piutang yang pada
akhirnya akan menghasilkan kas setelah diterima pembayaran dari piutang tersebut.
Seperti telah dijelaskan di atas, bahwa piutang merupakan salah satu bagian dari aktiva
lancar yang biasanya mempunyai nilai yang signifikan. Karena nilai yang cukup signifikan
tersebut, maka diperlukan penjelasan piutang yang cukup baik agar besarnya piutang tidak
menimbulkan kerugian yang cukup materiil sehingga akan mengganggu tingkat laba perusahaan.
Kerugian dari besarnya volume piutang adalah risiko kemungkinan tidak tertagihnya suatu
piutang, sehingga akan mengurangi jumlah penerimaan kas.
2.1.1
Definisi Piutang
Menurut E. Kieso (2001:386) pengertian piutang yaitu :
“Piutang (Receivables) adalah klaim uang, barang, atau jasa kepada pelanggan atau
pihak-pihak lainnya.”
Menurut Suparwoto (1990:118) pengertian piutang yaitu :
“Pengertian piutang di dalam akuntansi sedikit berbeda dengan pengertian piutang
dalam arti umum. Pengertian piutang di dalam akuntansi meliputi semua hak
perusahaan untuk menerima sejumlah uang dari pihak lain di masa yang akan datang
sebagai akibat transaksi yang sudah terjadi di masa lalu.”
Sedangkan menurut Baridwan (1992:124) pengertian piutang yaitu :
“Piutang dagang (Piutang usaha) menunjukkan piutang yang timbul dari penjualan
barang-barang atau jasa-jasa yang dihasilkan perusahaan. Dalam kegiatan
perusahaan yang normal, biasanya piutang dagang akan dilunasi dalam jangka waktu
kurang dari satu tahun, sehingga dikelompokkan dalam aktiva lancar.”
Piutang yang timbul bukan dari penjualan barang-barang atau jasa yang dihasilkan
perusahaan tidak termasuk dalam kelompok piutang dagang tetapi dikelompokkan tersendiri
dengan judul piutang bukan dagang (bukan usaha). Piutang bukan dagang dilaporkan dalam
kelompok aktiva lancar apabila akan dilunasi dalam jangka waktu kurang dari satu tahun atau
dalam siklus usaha normal.
Apabila pelunasannya lebih dari satu tahun atau melebihi siklus usaha normal akan
dikelompokkan dalam aktiva lain-lain. Yang termasuk dalam iutang bukan usaha antara lain:
1.
Persekot dalam kontrak pembelian
2.
Klaim terhadap perusahaan pengangkutan untuk barang-barang rusak atau hilang.
3.
Klaim terhadap pegawai perusahaan
4.
Klaim terhadap restitusi pajak
5.
Tagihan terhadap langganan untuk pengembalian tempat barang (misalnya botol, drum, dan
lain-lain)
6.
Klaim terhadap perusahaan asuransi atas kerugian-kerugian yang dipertanggungkan
7.
Uang muka anak perusahaan
8.
Uang muka pada pegawai perusahaan
9.
Piutang dividen
10. Piutang pesanan pembelian saham, dan lain-lain.
Berdasarkan pengertian diatas, maka dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.
Piutang timbul dari penjualan barang atau jasa secara kredit dalam aktivitas normal
perusahaan.
2.
Piutang merupakan hak perusahaan untuk menerima sejumlah uang dari pihak lain akibat
transaksi yang telah dilakukannya.
3.
Jangka waktu kreditnya pendek, kurang dari satu tahun.
2.1.2
Pengelompokan Piutang
Piutang bisa timbul dari berbagai macam sumber, tetapi jumlah terbesar biasanya timbul
dari penjualan barang atau jasa. Menurut Warren (2005:392) piutang pada umumnya dapat
dikelompokkan menjadi:
1.
Piutang usaha (Account receivables)
Transaksi paling umum yang menciptakan piutang adalah penjualan barang dagang atau jasa
secara kredit. Piutang dicatat dengan mendebet akun piutang usaha. Piutang usaha (Account
receivables) semacam ini normalnya diperkirakan akan tertagih dalam periode waktu yang relatif
pendek, seperti 30 atau 60 hari. Piutang usaha diklasifikasikan dalam neraca sebagai aktiva lancar.
2.
Wesel tagih
Wesel tagih (Notes receivables) adalah jumlah yang terutang bagi pelanggan, di perusahaan
telah menerbitkan surat utang formal. Sepanjang wesel tagih diperkirakan akan tertagih dalam
setahun, maka biasanya diklasifikasikan dalam neraca sebagai aktiva lancar. Wesel biasanya
digunakan untuk periode kredit lebih dari enam puluh hari. Wesel bisa digunakan untuk
menyelesaikan piutang usaha pelanggan. Bila wesel tagih dan piutang usaha berasal dari transaksi
penjualan, maka hal itu kadang-kadang disebut piutang dagang (trade receivable). Kecuali tidak
ada keterangan lain, akan diasumsikan bahwa semua wesel tagih dan piutang usaha berasal dari
transaksi penjualan.
3.
Piutang lain-lain
Piutang lain-lain biasanya disajikan secara terpisah dalam neraca. Jika piutang ini diharapkan
akan tertagih dalam satu tahun, maka piutang tersebut diklasifikasikan sebagai aktiva lancar. Jika
penagihannya lebih dari satu tahun, maka piutang ini diklasifikasikan sebagai aktiva tidak lancaar
dan dilaporkan di bawah judul investasi. Piutang lain-lain (Other receivables) meliputi piutang
bunga, piutang pajak, dan piutang dari pejabat atau karyawan.
2.1.3
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Piutang
Sebagaimana dengan aktiva lancar lainnya, manajemen perusahaan dapat mengubah
tinggi rendahnya tingkat piutang sesuai dengan pertimbangan antara profitabilitas dan
pengarugnya. Adapaun faktor-faktor yang mempengaruhi besar kecilnya investasi dalam piutang
adalah sebagai berikut:
1.
Volume penjualan kredit
Dengan makin besarnya volume penjualan kredit setiap tahunnya berarti bahwa perusahaan
itu harus menyediakan investasi yang lebih besar dalam piutang. Makin besar jumlah piutang
berarti makin besar biaya terhadap piutang dan memperbesar profitabilitasnya.
2.
Syarat pembayaran penjualan kredit
Syarat pembayaran penjualan kredit dapat bersifat ketat atau lunak. Apabila perusahaan
menetapkan syarat pembayaran yang ketat berarti perusahaan lebih mengutamakan keselamatan
kredit daripada pertimbangan profitabilitas. Syarat ketat misalnya dalam bentuk batas waktu
pembayarannya yang pendek, pembebanan bunga yang besar pada pembayaran piutang yang
terlambat.
3.
Ketentuan tentang pembatasan kredit
Dalam penjualan kredit, perusahaan dapat menetapkan batas waktu maksimal bagi kredit yang
diberikan kepada para langganannya.
4.
Kebijaksanaan dalam pengumpulan piutang secara aktif atau pasif
Perusahaan akan menjelaskan kebijaksanaan secara aktif dalam pengumpulan piutang akan
mempunyai pengeluaran uang yang lebih besar untuk membiayai aktivitas pengumpulan piutang
tersebut dibandingkan dengan yang pasif tetapi biasanya perusahaan hanya akan mengadakan
usaha tambahan dalam pengumpulan piutang, apabila biayanya tidak melampaui besarnya
tambahan pendapatan dari piutang tersebut.
5.
Kebiasaaan membayar dari para pelanggan
Ada sebagian langganan yang mempunyai kebiasaaan untuk membayar dengan menggunakan
kesempatan mendapatkan cash discount, dan ada sebagian lain yang tidak menggunakan
kesempatan tersebut. Kesempatan para pelanggan untuk membayar dalam “cash discount period”
atau sesudahnya akan mempunyai pengaruh terhadap besarnya investasi dalam piutang. Apabila
sebagian besar para pelanggan membayar dalam waktu “discount period”, maka dana yang
tertanam dalam piutang akan lebih cepat bebas, yang ini berarti makin kecilnya investasi dalam
piutang.
2.1.4.
Pencatatan Piutang
Piutang yang timbul dari penjualan kredit ini harus dicatat dengan benar sebagai salah
satu bentuk dari pengendalian internal atas piutang. Di bawah ini adalah pencatatan atas piutang:
Untuk mencatat timbulnya piutang dari penjualan kredit:
(Dr) Piutang Dagang
(Cr)
xx
Penjualan
xx
Untuk mencatat pelunasan piutang:
(Dr) Kas
xx
(Cr)
Piutang Dagang
xx
2.1.5
Penyajian Piutang Dalam Neraca
Neraca merupakan bagian dari susunan laporan keuangan, dalam bagian ini akan
diuraikan tentang neraca juga penyajian pos-pos yang ada pada neraca terutama posisi piutang,
adapun neraca menurut Baridwan (1992:18), yaitu:
“Neraca adalah laporan yang menunjukkan keuangan suatu unit usaha pada
tanggal tertentu. Keadaan keuangan ini ditunjukkan dengan jumlah harta yang
dimiliki yang disebut aktiva dan jumlah kewajiban perusahaan disebut pasiva atau
dengan kata lain aktiva adalah investasi di dalam perusahaan dan pasiva
merupakan sumber-sumber yang digunakan untuk investasi tersebut.”
Untuk tujuan pelaporan, piutang dinilai sebesar jumlah yang diharpkan dapat diterima.
Jumlah ini belum tentu sama dengan jumlah yang secara formal tercantum sebagai piutang.
Perbedaan ini disebabkan perusahaan telah mengurangkan dari jumlah piutangnya, penyisihan
terhadap piutang-piutang yang tidak akan tertagih.
Piutang-piutang yang diperkirakan tidak akan tertagih dicatat sebagai beban. Dengan
dasar penilaian ini, piutang dilaporkan sebesar uang yang diharapkan akan diterima dari piutang
yang bersangkutan. Konsep penilian demikian menunjukkan bahwa aktiva harus dinilai sebesar
manfaat yang akan diterima di masa mendatang.
Walaupun telah dinilai sebesar jumlah bersihnya (setelah dikurangi penyisihan piutang
tak tertagih) namun biasanya kedua jumlah tersebut tetap disajikan. Menurut Soemarso S.R.
(2004:338), penyajian piutang dalam neraca tampak seperti di bawah ini:
Piutang dagang
Dikurangi: penyisihan piutang tak tertagih
Piutang dagang neto
Rp
Rp
xx xx
xx xxxxx
Rp
xx xxxx
2.1.6
Pengendalian Internal Atas Piutang
Piutang merupakan salah satu bagian dari aktiva lancar yang biasanya mempunyai nilai
yang signifikan. Karena nilai yang cukup signifikan tersebut, maka diperlukan penjelasan piutang
yang cukup baik agar besarnya piutang tidak menimbulkan kerugian yang cukup materiil sehingga
akan mengganggu tingkat laba perusahaan. Oleh karena itu diperlukan pengendalian internal atas
piutang tersebut untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan.
Individu yang bertanggung jawab menangani penjualan harus dipisahkan dari individu
yang menangani penjualan harus dipisahkan dari individu yang menangani akuntansi untuk
piutang dan persetujuan kredit. Dengan begitu, fungsi akuntansi dan persetujuan kredit bertindak
sebagai pemeriksa independen atas fungsi penjualan. Karyawan yang menangani akuntansi untuk
piutang tidak boleh terlibat dalam penagihan piutang. Pemisahan fungsi-fungsi ini mengurangi
kemungkinan terjadinya kesalahan dan penyalahgunaan dana. Dan juga biasanya perusahaan selain
memiliki departemen kredit mereka sendiri, banyak perusahaan yang memanfaatkan agen-agen
kredit eksternal.
2.2.
Piutang Tak Tertagih
Piutang timbul dari penjualan produk berupa barang atau jasa secara kredit oleh
perusahaan terhadap pelanggan. Dengan adanya volume penjualan kredit yang cukup tinggi maka
akan menimbulkan peningkatan piutang, sehingga risiko terjadinya kemacetan/kerugian atas
pendapatan piutang tersebut (piutang tak tertagih) akan lebih tinggi dan nilai piutang pun akan
berkurang.
Karena nilai piutang yang tinggi akan meningkatkan total aktiva lancar dalam neraca,
sehingga aktiva lancar yang digunakan untuk menghitung tingkat laba perusahaan akan lebih besar
dengan meningkatnya nilai piutang tersebut.
Tetapi dengan adanya tingkat piutang yang cukup tinggi menyebabkan adanya
kemungkinan tidak dapat tertagihnya piutang tersebut. Suatu piutang yang tidak dapat ditagih
merupakan kerugian pendapatan yang memerlukan pencatatan yang tepat dalam perkiraan,
penurunan dalam perkiraan harta piutang dan penurunan dalam laba dan ekuitas pemegang saham.
Oleh karena itu, perusahaan harus berupaya membatasi nilai piutang tak tertagih dengan
menerapkan beragam perangkat pengendalian. Pengendalaian yang paling penting disini
berhubungan dengan fungsi pengesahan kredit. Pengendalian ini biasanya melibatkan penyelidikan
atas dasar kredibilitas pelanggan dengan menggunakan referensi dan pemeriksaan atas dasar latar
belakang pelanggan.
2.2.1
Pengertian Piutang Tak Tertagih
Menurut Horngren & Harrison (1993:391) mengartikan piutang tak tertagih sebagai
berikut:
“Penjualan secara kredit akan menimbulkan keuntungan sekaligus kerugian.
Orang yang tidak dapat membayar sekarang akan melakukan pembelian secara
kredit. Penerimaan dan keuntungan perusahaan akan meningkat karena penjualan
meningkat, tapi kerugian yang dialami oleh perusahaan meningkat pula karena
meningkatnya jumlah piutang yang tidak dapat ditagih. Kerugian ini biasanya kita
sebut beban piutang tak tertagih.”
Menurut Suparwoto (1990:131) mengartikan piutang tak tertagih sebagai berikut:
2.2.2
“Yang dimaksud dengan piutang tak tertagih (bad debt) adalah kerugian yang
timbul karena adanya piutang dagang yang tidak dapat ditagih.”
Metode Penghapusan Piutang
Tanpa memperhatikan kriteria yang digunakan dalam pemberian kredit
dan prosedur penagihan yang diterapkan, biasanya sebagian dari penjualan kredit
dipastikan tidak akan tertagih. Menurut Warren (2005:395) beban operasi yang
muncul karena tidak tertagihnya piutang dinamakan beban piutang tak tertagih
(uncollectible accounts expense), beban piutang sangsi (bad debt expense) atau
beban piutang tak tertagih (doubtful accounts expense).
Tidak ada satu pun kriteria umum yang dapat digunakan untuk menentukan kapan suatu
piutang atau wesel menjadi tidak tertagih. Jika seorang debitor gagal untuk membayar piutang
sesuai kontrak penjualan ataupun weselnya belum dibayar saat jatuh tempo, tidak berarti bahwa
utang-utang tersebut tidak akan dapat ditagih. Bangkrutnya debitor adalah salah satu penunjuk
yang paling signifikan mengenai tidak tertagihnya sebagian atau seluruh piutang. Penunjuk lainnya
meliputi penutupan bisnis pelanggan atau gagalnya upaya penagihan setelah dilakukan beberapa
kali usaha.
Dalam akuntansi ada dua metode penghapusan piutang tak tertagih, yaitu:
metode penghapusan langsung dan metode penyisihan Kieso (2001:390):
3. Metode Penghapusan Piutang Langsung (Direct Write-Off Method)
Tidak ada ayat jurnal yang dibuat sampai suatu akun khusus telah ditetapkan secara pasti
sebagai tidak tertagih. Kemudian kerugian tersebut dicatat dengan mengkredit piutang usaha dan
mendebet beban piutang tak tertagih.
4.
Metode Penyisihan (Allowance Method)
Suatu estimasi dibuat menyangkut perkiraan piutang tak tertagih dari semua penjualan
kredit atau dari total piutang yang beredar. Estimasi ini dicatat sebagai beban dan pengurang tidak
langsung terhadap piutang usaha (melalui kenaikan akun penyisihan) dalam periode dimana
penjualan tersebut dicatat.
2.2.3
Metode Penghapusan Piutang Menurut Peraturan Perpajakan
Dalam perpajakan, salah satu komponen tidak diperbolehkan sebagai
pengurang penghasilan dalam menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak
adalah pembentukan atau pemupukan dana cadangan kecuali cadangan piutang
tak tertagih untuk usaha tertentu seperti usaha bank dan sewa guna usaha dengan
hak opsi, usaha asuransi, usaha pertambangan sebagai cadangan biaya reklamasi.
Piutang akan dihapus dan diakui sebagai kerugian piutang pada saat atau periode
dimana piutang tersebut nyata-nyata tidak dapat ditagih. Hal ini berarti metode
yang dianut adalah penghapusan piutang langsung. Sebagaimana telah diatur
dalam pasal 6 ayat (1) huruf h Undang-undang No.7 tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No.17 tahun 2000
yang secara lengkap pasal tersebut berbunyi sebagai berikut:
(2) Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap,
ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi:
h.
Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih, dengan syarat:
1) telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial
2) telah diserahkan perkara pengaihannya kepada Pengadilan Negeri atau Badan Urusan
dan Lelang Negara (BUPLN) atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan
piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan;
3)
telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; dan
4) Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada
Direktorat Jenderal Pajak, yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan Keputusan
Direktorat jenderal Pajak.
2.2.4
Estimasi Piutang Tak Tertagih
Estimasi piutang tak tertagih pada akhir periode fiskal didasarkan pada pengalaman
perusahaan di masa lalu dan prediksi kegiatan perusahaan di masa datang. Jika perekonomian
secara umum kinerjanya baik, jumlah beban piutang tak tertagih biasanya lebih rendah
dibandingkan jika perekonomian sedang mengalami resesi. Menurut Warren (2005:398) estimasi
piutang tak tertagih biasanya didasarkan pada:
1.
Estimasi berdasarkan penjualan
Piutang usaha diperoleh dari hasil penjualan kredit. Oleh karenanya jumlah penjualan kredit
selama suatu periode biasa digunakan untuk mengestimasi jumlah beban piutang tak tertagih.
Jumlah estimasi ini ditambahkan ke saldo yang telah ada pada akun penyisihan piutang tak
tertagih. Metode estimasi berdasarkan penjualan menekankan pengaitan antara beban piutang tak
tertagih dengan penjualan sepanjang periode terkait. Jadi, metode ini memberi tekanan yang lebih
besar pada laporan laba rugi daripada neraca.
2.
Estimasi berdasarkan analisis piutang
Semakin lama peredaran piutang usaha, semakin kecil kemungkinan piutang tersebut akan
tertagih. Kita dapat menggunakan proses yang dinamakan penentuan umur piutang usaha (aging
the receivable).
Titik awal dalam menentukan umur piutang adalah tanggal jatuh tempo piutang tersebut.
Jumlah hari dinyatakan telah jatuh tempo adalah ditentukan dari tanggal jatuh tempo sampai
tanggal skedul umur piutang dibuat. Estimasi beban piutang tak tertagih berdasarkan analisis
piutang menekankan nilai realisasi bersih sekarang dari piutang. Jadi metode ini memberi
penekanan yang lebih besar pada neraca daripada laporan laba rugi.
2.2.5
Metode Pencatatan Penghapusan Piutang Tak Tertagih
Dalam akuntansi dikenal dua metode penghapusan piutang tak tertagih, yaitu: metode
penghapusan langsung (direct write-off method) dan metode penyisihan (allowance method):
a.
Metode Penghapusan Langsung (Direct Write-Off Method)
Metode penghapusan langsung ini biasanya digunakan dalam perusahaan-perusahaan kecil
atau perusahaan-perusahaan yang tidak dapat menaksir kerugian piutang dengan tepat.
Pada akhir periode tidak ada taksiran kerugian piutang yang dibebankan, tetapi kerugian
piutang yang dibebankan tetapi kerugian piutang baru diakui pada waktu diketahui ada piutang
yang tidak dapat ditagih. Bila jelas-jelas diketahui adanya piutang yang tidak dapat ditagih, maka
piutang tersebut dihapuskan and dibebankan pada rekening kerugian piutang.
Penerimaan dari piutang yang sudah dihapus akan dikreditkan ke rekening kerugian piutang
bila buku-buku belum ditutup. Tetapi bila penerimaan piutang yang sudah dihapus itu terjadi
sesudah tutup buku maka akan dikreditkan ke rekening piutang yang sudah dihapus.
Berdasarkan metode penghapusan langsung, beban piutang tak tertagih tidak dicatat sampai
piutang tersebut diputuskan tidak akan tertagih lagi. Jadi, akun penyisihan dan ayat jurnal
penyesuaian tidak diperlukan pada akhir periode.
Menurut Suparwoto (1990:136) apabila perusahaan mengakui kerugian piutang dengan
menggunakan metode langsung, maka pencatatannya adalah:
o
Untuk mencatat penjualan:
Kas
xx
Piutang Dagang
xx
Penjualan
o
xx
Untuk mencatat penagihan piutang dagang:
Kas
xx
Potongan Penjualan
xx
Piutang Dagang
xx
o
Untuk mencatat penghapusan piutang:
Kerugian Piutang
xx
Piutang Dagang
o
xx
Untuk mencatat adanya kepastian akan diterimanya pembayaran dari piutang dagang yang
sudah dihapus:
ƒ
Dihapus dalam tahun sebelumnya:
Piutang Dagang
xx
Pendapatan Lain-lain
ƒ
xx
Dihapus dalam tahun berjalan
Piutang Dagang
xx
Kerugian Piutang
o
xx
Untuk mencatat taksiran kerugian piutang:
Didalam metode langsung perusahaan tidak mengakui adanya taksiran kerugian piutang.
b. Metode Penyisihan (Allowance Method)
Dalam metode penyisihan ini pada saat terjadinya penjualan kredit perusahaan akan mencatat
adanya piutang dagang dan penjualan sebesar harga bruto. Disamping itu juga akan dicatat adanya
cadangan potongan penjualan. Cadangan potongan penjualan ini akan berkurang pada saat
potongan penjualan benar-benar terjadi. Pada akhir periode fiskal dibuat ayat jurnal penyesuaian
untuk mencatat estimasi penyisihan untuk piutang tak tertagih.
Menurut Suparwoto (1990:137) apabila perusahaan mengakui kerugian piutang dengan
menggunakan metode cadangan, maka pencatatannya adalah:
a.
Untuk mencatat penjualan:
Kas
xx
Piutang Dagang
xx
Penjualan
b.
Untuk mencatat penagihan piutang dagang:
Kas
c.
xx
xx
Potongan Penjualan
xx
Piutang Dagang
xx
Untuk mencatat penghapusan piutang:
Cadangan Kerugian Piutang
xx
Piutang Dagang
d.
xx
Untuk mencatat adanya kepastian akan diterimanya pembayaran dari piutang dagang yang
sudah dihapus:
ƒ
Dihapus dalam tahun sebelumnya:
Piutang Dagang
xx
Cadangan Kerugian Piutang
ƒ
Dihapus dalam tahun berjalan
Piutang Dagang
xx
Cadangan Kerugian Piutang
e.
xx
Untuk mencatat taksiran kerugian piutang:
Kerugian Piutang
Cadangan Kerugian Piutang
2.3
xx
xx
xx
Pajak
Pembangunan nasional merupakan kegiatan yang berlangsung terus menerus dan
berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat baik materiil maupun
spiritual. Untuk dapat merealisasikan tujuan tersebut perlu banyak memperhatikan masalah
pembiayaan pembangunan. Salah satu usaha untuk mewujudkan kemandirian suatu bangsa/negara
dalam pembiayaan pembangunan yaitu menggali sumber dana yang berasal dari dalam negeri
berupa pajak. Pajak digunakan untuk membiayai pembangunan yang berguna bagi kepentingan
bersama.
Sekedar untuk perbandingan, berikut ini disajikan beberapa definisi pajak yang
dikemukakan oleh para ahli, diantaranya Prof. Dr. P.J.A Adriani yang mewakili Eropa, Prof. Dr. H
Rochmat Soemitro,S.H yang mewakili Indonesia dan Sommerfeld dkk yang mewakili Amerika
Serikat.
Moch. Zain (2003:10-11)
Definisi Pajak menurut Prof. Dr. P.J.A Adriani berbunyi :
”Pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang
terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum
(Undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat
ditunjuk dan yang digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum
berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan”.
Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro, S.H mengatakan :
”Pajak ialah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan UU (yang dapat
dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung
dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum”.
Definisi ini kemudian dikoreksi sendiri oleh beliau sehingga berbunyi :
”Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk
membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang
merupakan sumber utama untuk membiayai public investment”
Ray M.Sommerfeld, dkk menyebutkan pengertian pajak adalah (1994 : 4):
“Pajak adalah peralihan sumber daya, yang wajib dilaksanakan dan bukan akibat
pelanggaran hukum, dari sektor swasta ke sektor pemerintah, dipungut
berdasarkan ketentuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu, tanpa adanya
imbalan secara langsung yang proporsional, dan digunakan untuk mencapai
beberapa tujuan ekonomi dan sosial.”
Dari berbagai definisi tersebut diatas, dapat ditarik kesimpulan tentang ciri-ciri atau
karakteristik-karakteristik yang terdapat pada pengertian pajak antara lain sebagai berikut :
1.
Pajak dipungut berdasarkan Undang-undang serta aturan pelaksanannya yang sifatnya dapat
dipaksakan
2.
Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukan adanya kontraprestasi individual oleh
pemerintah
3.
Pajak dipungut oleh negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah
4.
Pajak
diperuntukan
bagi
pengeluaran-pengeluaran
pemerintah,
yang
bila
dari
pemasukannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk membiayai public investment
5.
2.4
Pajak dapat pula mempunyai tujuan selain budgeter, yaitu mengatur.
Laba
Tujuan dari perusahaan, apapun jenis perusahaan tersebut, pada umumnya adalah untuk
mendapatkan laba yang semaksimal mungkin atas investasi yang telah ditanamkan dalam
perusahaan. Salah satu bentuk usaha dalam mendapatkan laba itu yaitu dengan melakukan
penjualan produk berupa barang atau jasa dengan sebanyak-banyaknya. Penjualan barang atau jasa
itu dapat dilakukan secara tunai ataupun kredit.
2.4.1
Pengertian Laba
Pengertian laba Menurut Soemarso S.R. (2005:230) menyatakan bahwa :
“Laba adalah selisih pendapatan atas beban sehubungan dengan kegiatan usaha.”
Apabila beban lebih besar dari pendapatan, selisihnya disebut rugi. Laba atau rugi
merupakan hasil perhitungan secara periodik (berkala).
Pengertian laba Menurut IAI dalam SAK (2002:46.7) menyatakan bahwa :
“Laba akuntansi adalah laba atau rugi bersih selama satu periode sebelum
dikurangi beban pajak.”
Berdasarkan pengertian diatas, maka dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.
Laba timbul dari selisih antara pendapatan dan beban dari kegiatan operasi normal
perusahaan.
2.
Apabila beban lebih besar dari pendapatan, maka selisihnya disebut rugi.
2.4.2
Pengertian Laba Kena Pajak
Pengertian laba kena pajak Menurut IAI dalam SAK (2002:46.7) menyatakan bahwa :
“Penghasilan kena pajak atau laba kena pajak (taxable profit) atau rugi pajak (tax
loss) adalah laba atau rugi selama satu periode yang dihitung berdasarkan
peraturan perpajakan dan yang menjadi dasar perhitungan pajak penghasilan.”
Download