respon pertumbuhan dan produksi bawang merah

advertisement
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman Kakao
Menurut Tjitrosoepomo (1988) sistematika tanaman kakao adalah sebagai
berikut:
Divisi
: Spermatophyta
Anak Divisi : Angiospermae
Kelas
: Dicotyledoneae
Anak Kelas : Dialypetalae
Bangsa
: Malvales
Suku
: Sterculiaceae
Marga
: Theobroma
Jenis
: Theobroma cacao L.
Akar kakao merupakan akar tunggang (radix primari). Akar yang
pertumbuhannya ke arah samping bisa mencapai 8 meter, sedangkan akar yang
pertumbuhannya ke arah bawah bisa mencapai 15 meter. Perkembangan akar
lateral tanaman kakao sebagaian besar berkembang dekat permukaan tanah, yakni
pada jeluk 0 hingga 30 cm. Penyebaran akar yakni 56% akar lateral tumbuh pada
bagian 0-10 cm, 26% pada bagian 11-20 cm, 14% pada bagian 21-30 cm dan
hanya 4% yang tumbuh dari bagian lebih dari 30 cm dari permukaan tanah.
Jangakauan jelajah akar lateral tanaman kakao ternyata dapat jauh diluar proyeksi
tajuk. Ujung akar membentuk cabang-cabang kecil yang susunannya tidak teratur
(intricate) (Syamsulbahri, 1996).
Universitas Sumatera Utara
5
Tanaman kakao bersifat dimorfisme, artinya mempunyai dua bentuk tunas
vegetatif. Tunas yang arah pertumbuhannya ke atas disebut dengan tunas ortotrop
atau tunas air (wiwilan atau chupon), sedangkan tunas yang arah pertumbuhannya
kesamping disebut dengan plagiotrop (cabang kipas atau fan). Tanaman kakao
asal biji, setelah mencapai tinggi 0,9-1,5 meter akan berhenti tumbuh dan
membentuk jorket (jorquette). Jorket adalah tempat percabangan dari pola
percabangan ortotrop ke plagiotrop dan khas hanya pada tanaman kakao (Pusat
Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004).
Daun kakao tumbuh dari cabang primer dan sekunder mengikuti dua tipe
kedududkan daun, yaitu pada cabang ortotrop dengan tipe kedudukan daun 3/8
dan pada cabang plagiotrop dengan tipe kedudukan daun 1/2. Bentuk helaian daun
bulat memanjang (oblongus), ujung daun meruncing (acuminatus) dan pangkal
daun runcing (acutus) dengan panjang 25-35 cm dan lebar 9-12 cm dan lebar 9-12
cm. Susunan daun menyirip dengan tepi daun rata (Poedjiwidodo, 1996).
Tanaman kakao bersifat kauliflori. Artinya bunga tumbuh dan berkembang
dari bekas ketiak daun pada batang dan cabang. Tempat tumbuh bunga tersebut
semakin lama semakin membesar dan menebal atau biasa disebut dengan bantalan
bunga (cushion). Bunga kakao mempunyai rumus K5C5A5+5G(5). Artinya,
bunga disusun oleh 5 daun kelopak yang bebas satu sama lain, 5 daun mahkota, 10
tangkai sari yang tersusun dalam 2 lingkaran dan masing-masing terdiri dari 5
tangkai sari tetapi hanya satu lingkaran yang fertil, dan 5 daun buah yang bersatu
(Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004).
Buah kakao merupakan buah buni yang daging bijinya sangat lunak. Kulit
buah mempunyai 10 alur dan tebal kulit buah berkisar antara 1 hingga 2 cm. pada
Universitas Sumatera Utara
6
saat buah masih muda, biji menempel pada bagian kulit buah, tetapi bila buah
telah matang maka biji terlepas dari kulitnya (Syamsulbahri, 1996)
Syarat Tumbuh
Iklim
Kakao menghendaki curah hujan rata-rata 1.500-2.000 mm/th. Pada tanah
yang mengandung pasir diperlukan curah hujan yang lebih tinggi dari 2.000
mm/th. Pada daerah yang curah hujan yang lebih rendah dari 1.500 mm/th masih
dapat ditanami kakao bila tersedia air irigasi. Lama bulan kering maksimum 3
bulan (Poedjiwidodo, 1996). Suhu ideal pertanaman kakao, untuk suhu maksimum
berkisar antara 30°–32° C dan suhu minimum berkisar antara 180 – 210 C. Namun
pada kondisi dan kultivar tertentu, kakao masih dapat tumbuh baik pada suhu
minimum 15° C. Sedangkan rata-rata suhu bulanan 26,60 C merupakan suhu yang
cocok untuk petumbuhan tanaman kakao (Syamsulbahri, 1996).
Kelembaban udara berkaitan erat dengan curah hujan dan suhu udara.
Unsure ini berhubungan dengan timbulnya penyakit yang menyerang kakao. Pada
curah hujan yang tinggi, 3-6 hari berturut-turut akan menyebabkan kelembaban
udara tinggi dan munculnya cendawan Phytophtora palmivora yang menjadi
penyebab busuk buah (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004).
Tanah
Tanah yang baik untuk tanaman kakao adalah tanah yang bila musim hujan
drainase baik dan pada musim kemarau dapat menyimpan air. Hal ini dapat
terpenuhi bila tanah dapat memiliki tekstur sebagai berikut: fraksi pasir sekitar
50%, Fraksi debu sekitar 10% - 20 %, dan fraksi lempung 30% - 40%. Jadi tekstur
yang cocok bagi tanaman kakao adalah tanah liat berpasir dan lempung liat
Universitas Sumatera Utara
7
berpasir (Anonimous, 1991).
Tekstur tanah yang baik untuk tanaman kakao adalah lempung liat berpasir
dengan komposisi 30-40% fraksi liat, 50% pasir, dan 10-20% debu. Susunan
demikian akan mempengaruhi ketersediaan air dan hara serta aerasi tanah.
Struktur tanah yang remah dengan agregat yang mantap menciptakan gerakan air
dan udara di dalam tanah sehingga menguntungkan bagi akar (Siregar, dick,
1997).
Tanaman kakao dapat tumbuh pada tanah yang memiliki kisaran pH 4,08,5. Namun pH yang ideal adalah 6,0-7,5 dimana unsur-unsur hara dalam tanah
dapat tersedia bagi tanaman. Pada pH yang tinggi misalnya lebih dari 8,0
kemungkinan tanaman akan kekurangan unsur hara dan akan keracunan Al, Mn
dan Fe pada pH rendah, misalnya kurang dari 4,0 (Susanto, 1994).
Media Tanam
Media tanam merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan tanaman kakao di pembibitan. Penggunaan media tanaman yang
banyak mengandung bahan organik sangat menguntungkan bagi pertumbuhan
tanaman kakao. Media tanam yang biasa digunakan dalam pembibitan kakao
adalah berupa campuran antara tanah dan pupuk organik (Sudirja dkk, 2005).
Media tanam juga merupakan tempat melekatnya tanaman. Untuk
pertumbuhan akar tanaman yang sempurna, media tanam harus didukung oleh
drainase dan aerasi yang baik. Drainase yang baik menjadikan akar-akar tanaman
lebih leluasa bernapas sehingga optimal dalam menyerap unsur-unsur hara yang
dibutuhkan (Anonimus,2007).
Universitas Sumatera Utara
8
Subsoil
Pada umumnya sub soil adalah merupakan bagian tanah yang lembab yang
biasanya bersifat asam dan kurang subur. Pada daerah yang curah hujannya
rendah, sub soil biasanya cukup mengandung hara tertentu (Brady, 1984).
Menurut Sarwono (1994), tanah ultisol memang kurang baik untuk isi pot
karena kandungan bahan organiknya sedikit dan kandungan liatnya cukup tinggi.
Namun demikian bukan berarti tanah ini tidak bisa dipakai, tetapi perlu
penambahan bahan lain. Salah satu cara menggunakan tanah sub soil adalah
dengan mencampur tanah ini dengan pasir dan pupuk kandang dengan
perbandingan 1:1:1. Sedangkan salah satu kebun pembibitan, menggunakan
campuran tanah sub soil, kompos dan sekam.
Kompos Blotong
Blotong merupakan salah satu limbah yang dihasilkan pabrik gula dalam
proses pembuatan gula, limbah ini keluar dari proses dalam bentuk padat
mengandung air dan masih ber temperatur cukup tinggi (panas), berbentuk seperti
tanah, sebenarnya adalah serat tebu yang bercampur kotoran yang dipisahkan dari
nira. Komposisi blotong terdiri dari sabut, wax dan fat kasar, protein kasar, gula,
total abu, SiO2, CaO, P2O5 dan MgO. Komposisi ini berbeda prosentasenya dari
satu Pabrik gula dengan Pabrik gula lainnya, bergantung pada pola prodkasi dan
asal tebu. (Fadjari Tjahja, 2009).
Selama ini pemanfaatan blotong umumnya adalah sebagai pupuk organik,
dibeberapa pabrik gula daur ulang blotong menjadi pupuk yang kemudian
digunakan untuk produksi tebu di wilayah-wilayah tanam para petani tebu. Proses
Universitas Sumatera Utara
9
penggunaan pupuk organik ini tidak rumit, setelah dijemur selama beberapa
minggu / bulan untuk diaerasi di tempat terbuka, dimaksudkan untuk mengurangi
temperatur dan kandungan Nitrogen yang berlebihan. Dengan tetap menggunakan
pupuk anorganik sebagai starter, maka penggunaan pupuk organik blotong ini
masih bisa diterima oleh masyarakat.(Fadjari Tjahja, 2009).
Pupuk NPKMg
Pengertian pupuk secara umum ialah suatu bahan yang bersifat organik
ataupun anorganik, bila ditambahkan ke dalam tanah ataupun ke tanaman dapat
memperbaiki sifat fisik, sifat kimia, sifat biologi tanah dan dapat meningkatkan
pertumbuhan tanaman (Hasibuan, 2006).
Di pasaran, pupuk majemuk dapat dijumpai dalam beragam komposisi
hara. Mulai dari yang berkadar N tinggi, kadar P tinggi, kadar K tinggi, ataupun
yang memiliki komposisi N, P dan K berimbang. Pupuk majemuk diciptakan
dengan tujuan untuk memudahkan petani mendapatkan pupuk yang sesuai dengan
kebutuhan tanaman. Masing-masing pupuk tersebut memiliki fase dan kegunaan
yang berbeda. Pupuk berkadar N tinggi untuk fase vegetatif, pupuk berkadar P
atau K tinggi untuk fase generatif dan pupuk berimbang yang dapat dipakai pada
semua fase pertumbuhan tanaman (Redaksi AgroMedia, 2007).
Kandungan unsur hara dalam pupuk majemuk NPKMg dinyatakan dalam
4 angka yang berturut-turut menunjukkan keadaan N, P2O5, K2O, MgO. Misalnya
pupuk majemuk NPKMg (15-25-10-5) menunjukkan setiap 100 kg pupuk
mengandung 15 kg N + 25 kg P2O5 + 10 kg K2O+5 MgO (Hardjowigeno, 2003)
Tanaman menyerap unsur nitrogen (N) terutama dalam bentuk NO3-,
namun dalam bentuk lain yang juga dapat diserap adalah NH4, dan urea. Dalam
keadaan aerase yang baik senyawa-senyawa N diubah kedalam bentuk NO3-.
Universitas Sumatera Utara
10
Nitrogen yang tersedia bagi tanaman dapat mempengaruhi pembentukan protein
dan disamping itu unsur ini juga merupakan bagian integral dari klorofil (Nyakpa
dkk, 1988).
Fosfor (P) berperan dalam setiap proses fisiologis tanaman, baik yang
menyangkut pertumbuhan vegetatif maupun generatif. Fungsi lain unsur ini adalah
membentuk ikatan fosfolipid dalam minyak. Kekurangan unsur ini akan
memperlambat proses fisiologis. Kebutuhan unsur P lebih sedikit dibandingkan
dengan N dan K. Untuk menambah produksi buah, unsur P tidak dapat bekerja
sendiri, tetapi akan berkombinasi dengan unsur unsur lainnya (Sastrosayono,
2005).
Unsur kalium (K) diserap tanaman dalam bentuk ion K+, jumlahnya dalam
keadaan tersedia bagi tanah biasanya kecil. Kalium yang ditambahkan ke dalam
tanah biasanya dalam bentuk garam-garam yang mudah larut seperti KC1, KNO3,
K2SO4 dan K-Mg-SO4. Kalium merupakan unsur mobil di dalam tanaman dan
segera akan ditranslokasikan ke jaringan meristematik yang muda bilamana
jumlahnya terbatas bagi tanaman. Magnesium (Mg) berperan dalam mengatur
penyerapan unsur lain, seperti P dan K (Nyakpa dkk, 1998).
Universitas Sumatera Utara
Download