15 BAB II KAJIAN PUSTAKA Penelitian ini dilandasi dengan teori

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Penelitian ini dilandasi dengan teori manajemen keuangan khususnya yang
berkaitan dengan judul penelitian ini yaitu pengaruh tingkat suku bunga, risiko
pasar, Debt to Equity Ratio, dan Price Earning Ratio terhadap return saham pada
perusahaan Properti and Real Estate di Bursa Efek Indonesia (BEI).
2.1 INVESTASI
Investasi dapat diartikan sebagai penanaman uang di suatu perusahaan atau
proyek untuk tujuan memperoleh suatu keuntungan. Investasi adalah membeli
suatu asset yang diharapkan dimasa datang dapat dijual kembali dengan nilai yang
lebih tinggi. Menurut Tandelilin (2010:2) investasi adalah komitmen atas
sejumlah dana atau sumber daya lainnya yang dilakukan pada saat ini, dengan
tujuan memperoleh keuntungan dimasa datang. Tujuan investasi adalah untuk
meningkatkan kesejahteraan investor. Mengacu pada pendapat Tandelilin
(2010:7), kesejahteraan dalam hal ini adalah kesejahteraan moneter, yang bisa
diukur dengan pendapatan saat ini ditambah nilai saat ini pendapatan masa datang.
Sumber dana untuk investasi bisa berasal dari aset-aset yang dimiliki saat
ini, pinjaman dari pihak lain, maupun dari tabungan. Investor yang mengurangi
konsumsinya saat ini akan mempunyai kelebihan dana untuk ditabung. Dana yang
berasal dari tabungan tersebut jika diinvestasikan akan memberikan harapan
15
peningkatan kemampuan konsumsi investor di masa datang, yang diperoleh dari
peningkatan kesejahteraan investor tersebut.
2.2 Risk dan Return Saham
Menurut Kloman (2000) kata ‘risk’ dalam bahasa inggris berasal dari
bahasa italia kuno yaitu ‘riscare’. Risiko mempunyai definisi yang beragam
dengan begitu banyak pengertian dan interpretasi tergantung dengan cara orang
memandangnya. Risiko dapat diartikan sebagai suatu ketidakpastian yang akan
menimbulkan kerugian. Return saham adalah tingkat keuntungan yang dinikmati
oleh pemodal atas suatu investasi yang dilakukan. Tanpa adanya tingkat
keuntungan yang dinikmati dari suatu investasi, tentunya investor tidak akan
melakukan investasi. Jadi semua investasi mempunyai tujuan utama mendapatkan
return.
Menurut Jogiyanto (2008:199), return merupakan hasil yang diperoleh
dari investasi. Pendapatan investasi dalam saham ini merupakan keuntungan yang
diperoleh dari jual beli saham, dimana jika untung disebut capital gain dan jika
rugi disebut capital loss. Menurut Brigham dan Houston (2006: 215), return atau
tingkat pengembalian adalah selisih antara jumlah yang diterima dan jumlah yang
diinvestasikan, dibagi dengan jumlah yang di investasikan. Beberapa definisi ini
dapat disimpulkan bahwa return saham merupakan tingkat pengembalian berupa
imbalan yang diperoleh dari hasil jual beli saham
Komponen return terdiri dari dua jenis yaitu current income (pendapatan
lancar) dan capital gain (keuntungan selisih harga). Current income adalah
keuntungan yang diperoleh melalui pembayaranbersifat periodik seperti
pembayaran bunga deposito, bunga obligasi, dividend dan sebagainya. Disebut
juga pendapatan lancar maksudnyaadalah keuntungan yang diterima biasanya
dalam bentuk kas atau setarakas, sehingga dapat diuangkan dengan cepat.
Misalnya kupon bungaobligasi yang membayar bunga dalam bentuk giro atau cek,
yang tinggaldiuangkan, demikian juga dividend saham, yaitu dibayarkan dalam
bentuksaham, yang dikonversi menjadi uang kas dengan cara menjual sahamyang
diterimanya.
Komponen kedua dari return adalah capital gain, yaitu keuntungan yang
diterima karena adanya selisih harga jual dengan harga beli suatu instrumen
investasi. Tentunya tidak semua instrumen investasi memberikan komponen
return berupa capital gain atau capital loss.Capital gain sangat tergantung dari
harga pasar instrumen investasi yang bersangkutan, yang berarti bahwa
instrumen investasi tersebut habis diperdagangkan di pasar. Dengan adanya
perdagangan maka akan timbul perubahan-perubahan nilai suatu investasi.
Investasi yang dapat memberikan capital gain seperti obligasi dan saham,
sedangkan yang tidak memberikan komponen Return capital gain seperti
sertifikat deposito, tabungan dan sebagainya. Riyanto (2001) merumuskan
tingkat pendapatan saham (stock Return) sebagai berikut:
(Pt - Pt-1) + Dt …………………………………………..…………..... (1)
Rt =
Pt-1
Keterangan:
Rt = Return saham individual
Pt = Harga saham pada periode t (sekarang)
Pt-1= Harga saham pada periode t-1 (sebelumnya)
Dt = Besarnya dividen pada periode t (sekarang)
2.3 Jenis-Jenis Return Saham
Menurut Jogiyanto (2008: 199), Return saham dapat dibagi menjadi dua yaitu:
1) Return realisasian
Return realisasian merupakan Return yang telah terjadi yang dihitung
berdasarkan data historis.
2) Return ekspektasian
Return ekspektasian adalah Return yang diharapkan akan diperoleh oleh
investor dimasa mendatang.
2.4
Suku Bunga SBI (Sertifikat Bank Indonesia)
Sertifikat Bank Indonesia (SBI) adalah surat berharga atas unjuk dalam
rupiah yang diterbitkan Bank Indonesia sebagai pengakuan hutang berjangka
waktu pendek yang diperjualbelikan dengan sistem diskonto. Kenaikan suku
bunga SBI dapat mendorong harga saham ke bawah. Kenaikan suku bunga akan
meningkatkan beban bunga emiten, sehingga perolehan laba menurun. Pada saat
suku bunga tinggi, biaya produksi meningkat, harga produk menjadi mahal, dan
konsumen akan menunda pembelian, akibatnya penjualan perusahaan menurun.
Penurunan penjualan dan penurunan laba ini akan menekan harga saham.
Sertifikat Bank Indonesia (SBI) memiliki peranan sebagai pengendali para
investor dalam melakukan keputusan investasi terhadap dana yang dimilikinya.
Pada saat tingkat suku bunga SBI tinggi, hal ini dapat mempengaruhi para
investor untuk menyimpan dana yang dimiliki dalam bentuk Sertifikat Bank
Indonesia karena imbal hasil yang tinggi dengan risiko yang rendah. Pada saat
suku bunga rendah, hal ini dapat mempengaruhi para investor untuk
menginvestasikan dana yang dimiliki dalam bentuk saham yang memberikan
imbal hasil yang lebih tinggi meskipun dengan tingkat risiko yang tinggi pula.
2.5
Risiko Pasar
Risiko menurut Jogiyanto (2008) adalah kemungkinan terjadinya peristiwa
yang tidak menguntungkan. Berdasarkan definisi tersebut maka dapat dipahami
jika setiap investor yang akan melakukan investasi pasti memperkirakan dan
mengestimasi
risiko
dengan
memperhatikan
faktor-faktor
yang
mempengaruhinya. Berdasarkan faktor yang mempengaruhi, risiko dibedakan
menjadi dua jenis yaitu :
1) Risiko sitematis atau risiko pasar (systematic risk atau marker risk atau
nondiversifiable risk ) merupakan risiko yang dipengaruhi oleh faktor makro
seperti kinerja perekonomian suatu Negara. Risiko ini tidak dapat dihilangkan
dengan cara diversifikasi. Risiko ini dilambangkan dengan β (Beta).
2) Risiko tidak sistematis (unsystematic risk atau diversifiable risk) merupakan
risiko yang disebabkan oleh karakteristik dari institusi keuangan atau
perusahaan yang mengeluarkan sekuritas yang berbeda-beda seperti kondisi
kebijakan manajemen dan investasi. Risiko ini dapat dihilangkan dengan cara
diversifikasi.
Risiko pasar dalam penelitian ini di wakilkan dengan beta. Return dan risiko
merupakan dua hal yang tidak terpisahkan, karena pertimbangan suatu investasi
merupakan trade-off dari kedua faktor ini. Return dan risiko mempunyai
hubungan yang positif, semakin besar risiko yang harus ditanggung, semakin
besar return yang dikompensasikan.
Risiko sistematik merupakan hal penting yang dipertimbangkan investor
sebelum melakukan keputusan investasi, karena merupakan dasar untuk
memperkirakan besarnya risiko maupun return investasi dimasa depan. Koefisien
beta yang diperkirakan dari waktu ke waktu dapat investor jadikan untuk
memperkirakan besarnya risiko sistematik dimasa depan. Secara implisit dapat
dikatakan bawa beta saham merupakan parameter kondisi keuangan suatu
perusahaan, apakah perusahaan itu sehat ataukah perusahaan itu mendekati
kegagalan bursa (delisting).
Menurut Suad Husnan (2008) risiko keseluruhan (total risk) dari pemilikan
suatu saham terdiri dari dua bagian yaitu risiko yang sistematik dan risiko yang
tidak sistematik. Risiko yang sistematik merupakan risiko yang keseluruhan
dipasar dan tidak bisa dihilangkan dengan diversifikasi (investasi pada berbagai
jenis saham). Risiko ini terjadi karena kegiatan-kegiatan di luar kegiatan
perusahan seperti inflasi, resesi, peraturan perpajakan, kebijakan moneter dan
sebagainya yang mempengaruhi harga saham.
Risiko yang tidak sistematik merupakan risiko yang dapat dihilangkan
dengan diversifikasi. Risiko ini merupakan suatu hal yang buruk terjadi di dalam
suatu perusahaan, dapat diimbangi dengan hal baik yang terjadi di perusahaan
lain, misal perusahaan pesaing, perubahan teknologi bagian produksi, pemogokan
buruh dan sebagainya. Ukuran relatif risiko sistematik atau risiko pasar dikenal
sebagai koefisien β (Beta) yang menunjukkan ukuran risiko relatif suatu saham
terhadap portofolio pasar. Menurut Jogiyanto (2008) beta merupakan ukuran
volatilities return saham terhadap Return pasar. Semakin besar fluktuasi return
saham terhadap return pasar maka semakin besar pula beta saham tersebut.
Demikian pula sebaliknya, semakin kecil fluktuasi return saham terhadap return
pasar, semakin kecil pula beta saham tersebut.
Beta digunakan dalam model harga aset modal (CAPM), model yang
menghitung hasil yang diharapkan dari aset berdasarkan hasil beta dan yang
diharapkan pasar. Beta merupakan indeks dari resiko sistematis karena kondisi
pasar. Semakin tinggi beta suatu saham - semakin tinggi reaksinya terhadap
indeks. Penilaian beta saham dapat di kelompokkan menjadi tiga golongan yaitu :
1) Nilai Beta (β) lebih kecil dari 1 (β<1) disebut sebagai saham defensive
(defensive stock), karena perubahan tingkat pengembalian saham (return of
stock) lebih kecil daripada yang terjadi di pasar, artinya saham memiliki
return yang kurang berfluktuatif dengan perubahan return pasar.
2) Nilai Beta (β) lebih besar dari 1 (β>1) disebut sebagai saham yang agresif
(agresif stock), karena perubahan tingkat pengembalian saham (return of
stock) lebih besar daripada yang terjadi di pasar, artinya saham memiliki
return yang berfluktuatif dengan perubahan pasar.
3) Nilai Beta (β) sama dengan 1 (β=1) disebut sebagai saham netral (netral
stock), karena perubahan tingkat pengembalian saham (return of stock) sama
dengan yang terjadi di pasar, artinya saham memiliki return yang bervariasi
sebagai proporsional dengan excess return saham.
Garis pasar modal menunjukkan bahwa semakin besar risikosistematik, akan
semakin tinggi pula tingkat keuntungan yang diharapkan(Expected Return) oleh
investor. Kemiringan (slope) garis pasar modalmenunjukkan seberapa jauh
seorang investor menunjukkan sifat tidakmenyukai risiko (risk averse). Semakin
curam kemiringan garis pasarmodalnya, berarti bahwa seorang investor semakin
tidak menyukai risiko.Berdasarkan uraian tersebut bahwa terdapat hubungan
positif antara risikosistematik dengan tingat keuntungan (return) yang diharapkan.
2.6
Debt To Equity Ratio (DER)
Debt to Equity Ratio (DER) merupakan perbandingan antara total hutang
terhadap total shareholders equity yang dimiliki perusahaan. Total hutang disini
merupakan total hutang jangka pendek dan total hutang jangka panjang.
Shareholders Equity adalah total modal sendiri (total modal saham disetor dan
laba ditahan) yang dimiliki oleh perusahaan.
Modigliani dan Miller (1958) menyatakan bahwa nilai suatu perusahaan
akan meningkat dengan meningkatnya DER karena adanya efek dari corporate
tax shield, karena dalam keadaan pasar sempurna dan ada pajak, umumnya bunga
yang dibayarkan akibat penggunaan hutang dapat dipergunakan untuk mengurangi
penghasilan yang dikenakan pajak. Apabila terdapat dua perusahaan dengan laba
operasi yang sama, tetapi perusahaan yang satu menggunakan hutang dan
membayar bunga sedangkan perusahaan yang lain tidak, maka perusahaan yang
membayar bunga akan membayar pajak penghasilan yang lebih kecil, sehingga
menghemat pendapatan. Nilai perusahaan yang membayar pajak lebih besar dari
perusahaan yang tidak membayar pajak (Wahyudi, 2003). Perusahaan dengan
pengelolaan yang baik, tentunya dengan DER yang tinggi akan dapat
meningkatkan keuntungan bagi perusahaan.
2.7 Price Earning Ratio (PER)
Price Earning Ratio (PER) yaitu rasio yang mengukur seberapa besar
perbandingan antara harga saham perusahaan dengan keuntungan yang diperoleh
para pemegang saham (Bahagia, 2008).
Faktor yang mempengaruhi Price Earning Ratio (PER) adalah:
1) Tingkat pertumbuhan laba
2) Divident Payout Ratio
3) Tingkat keuntungan yang diisyaratkan oleh pemodal
Menurut Yusuf 2005, hubungan faktor-faktor tersebut terhadap Price Earning
Ratio (PER) dapat dijelaskan sebagai berikut : Semakin tinggi pertumbuhan laba
semakin tinggi PER nya, dengan kata lain hubungan antara pertumbuhan laba
dengan PER nya bersifat positif, dikarenakan bahwa prospek perusahaan dimasa
yang akan datang dilihat dari pertumbuhan laba, dengan laba perusahaan yang
tinggi menunjukkan kemampuan perusahaan dalam mengelola biaya yang
dikelurkan secara efisien. Laba bersih yang tinggi menunjukkan earning per share
yang tinggi, yang berarti perusahaan mempunyai tingkat profitabilitas yang tinggi
dapat meningkatkan kepercayaan pemodal untuk berinvestasi pada perusahaan
tersebut sehingga saham-saham dari perusahaan yang memiliki tingkat
profitabilitas dan pertumbuhan laba yang tinggi akan memiliki PER yang tinggi
pula, karena saham-saham akan diminati di bursa sehingga kecenderungan
harganya meningkat lebih besar.
2.8 Hubungan Tingkat Suku Bunga SBI (Sertifikat Bank Indonesia)
DenganReturn Saham.
Sertifikat Bank Indonesia adalah surat berharga sebagai pengakuan utang
berjangka waktu pendek yang diterbitkan oleh Bank Indonesia dengan sistem
diskonto. Sertifikat Bank Indonesia (SBI) memiliki peranan sebagai pengendali
para investor dalam melakukan keputusan investasi terhadap dana yang
dimilikinya.
Tingkat suku bunga SBI merupakan tolak ukur dari tingkat suku bunga
nasional. Tingkat suku bunga SBI merupakan patokan dalam menentukan
besarnya bunga kredit dan tabungan, sehingga kenaikan suku bunga SBI akan
melemahkan perkembangan usaha karena mengakibatkan suku bunga bank lain
menjadi tinggi (Achmad,2012). Pada saat tingkat suku bunga SBI tinggi, hal ini
dapat mempengaruhi para investor untuk menyimpan dana yang dimiliki dalam
bentuk Sertifikat Bank Indonesia karena imbal hasil yang tinggi dengan tingkat
risiko yang rendah. Pada saat suku bunga rendah, hal ini dapat mempengaruhi
para investor untuk menginvestasikan dana yang dimiliki dalam bentuk saham
yang memberikan imbal hasil yang lebih tinggi meskipun dengan tingkat risiko
yang tinggi pula.
Kuncoro (2008) menyebutkan bahwa tingkat suku bunga terjadi karena
adanya permintaan dan penawaran akan uang dari masyarakat, sedangkan
perubahan naik turunnya tingkat suku bunga mempengaruhi keinginan untuk
mengadakan investasi, misalnya pada surat berharga dimana harga dapat naik atau
turun tergantung pada tingkat bunga (bila tingkat bunga naik maka surat berharga
turun, dan sebaliknya), sehingga terdapat kemungkinan pemegang surat berharga
akan menderita capital loss atau gain.Pergerakan investasi dari saham ke SBI dan
sebaliknya dari SBI ke saham yang menyebabkan tinggi rendahnya permintaan
dan penawaran saham yang dapat berakibat pada naik atau turunnya harga saham.
Tandelilin (2010) menyatakan bahwa tingkat suku bunga yang tinggi
merupakan sinyal negatif terhadap harga saham, hal ini dikarenakan tingkat suku
bunga yang meningkat akan menyebabkan peningkatan suku bunga yang
diisyaratkan atas investasi pada suatu saham, selain itu tingkat suku bunga yang
meningkat akan menyebabkan investor menarik investasinya pada saham dan
beralih berinvestasi di pasar uang dalam bentuk tabungan atau deposito.
Terdapat beberapa perbedaan penelitian mengenai pengaruh suku bunga
SBI terhadap return saham diantaranyapenelitian yang dilakukan oleh Riantani
dan Tambunan (2013), Adisetiawan (2009), Hismendi (2013), Kurniawan (2013),
Riatani (2013), Tobing (2009), Witjaksono (2012) Cawachib (2011), Hamid dan
Suryatmono (2011), Permana dan Sularso (2008) menemukan bahwa suku bunga
SBI berpengaruh signifikan terhadap return saham. Berbeda dengan hasil
penelitian Kewal (2012) dalam penelitiannya “Pengaruh Inflasi, Suku Bunga,
Kurs, dan Pertumbuhan PDB terhadap Indeks Harga Saham Gabungan” yang
menyatakan bahwa suku bunga SBI tidak berpengaruh signifikan terhadap indeks
harga saham.
2.9Hubungan Risiko Pasar Dengan Return Saham.
Risiko secara umum dapat diartikan sebagai kemungkinan adanya kerugian
dari suatu dana atau modal yang ditanamkan pada suatu investasi sebagai
pengaruh dari ketidakpastian. Return dan risiko merupakan dua hal yang tidak
dapat dipisahkan, karena pertimbangan suatu investasi merupakan trade-off dari
kedua faktor ini. Return dan risiko mempunyai hubungan yang positif, semakin
besar risiko yang ditanggung, semakin besar return yang harus dikompensasikan.
Menurut Tandelilin (2010) risiko pasar atau risiko sistematis merupakan risiko
yang berkaitan dengan perubahan yang terjadi dipasar secara keseluruhan.
Perubahan pasar tersebut akan mempengaruhi variabilitas return suatu investasi.
Parameter yang bisa digunakan untuk menghitung risiko pasar adalah beta. Risiko
pasar atau risiko sistematis disebut dengan beta (β), karena dalam permodelan
capital asset pricing model (CAPM) beta merupakan koefisien dari fungsi positif
dan linier return pasar terhadap return saham, dimana beta ini merupakan faktor
yang paling dominan dalam mempengaruhi return saham.
Menurut Suad Husnan (2008) hubungan antara risiko pasar dengan return
adalah linier positif yang artinya semakin besar risiko suatu asset, maka semakin
besar pula return saham yang diharapkan atas asset tersebut. Apabila risiko pasar
tidak saling berkorelasi, maka risiko pasar setiap perusahaan akan saling
berkorelasi sebagai akibatnya maka tingkat keuntungan antar saham juga saling
berkorelasi.
Beberapa penelitian yang telah dilakukan diantaranya Budialim (2013)
menyatakan bahwa beta berpengaruh signifikan terhadap return saham dan Yusi
(2011) dalam penelitiannya mengenai “Faktor Fundamental dan Risiko Sistematik
Implikasinya Terhadap Return Saham” menemukan DER, ROA, ROE, BVPS dan
Beta berpengaruh postif signifikan terhadap return saham. Penelitian yang
dilakukan oleh Rachmatika (2006) mengenai “Analisis Pengaruh Beta Saham,
Growth Opportunities, Return on Asset dan Debt to Equity Ratio terhadap Return
Saham” menemukan bahwa beta saham berpengaruh signifikan terhadap return
saham. Hal ini bertolak belakang dengan penelitian yang dilakukan oleh Achmad
solechan (2007) dan Agung sugiarto (2011) yang mendapatkan beta tidak
berpengaruh signifikan terhadap return saham. Terjadi kontroversi temuan hasil
penelitian mengenai pengaruh beta terhadap return saham.
2.10Hubungan Debt to Equity Ratio Dengan Return Saham.
Rasio Debt to Equity Ratio (DER) menggambarkan perbandingan utang dan
ekuitas dalam pendanaan perusahaan dengan menunjukkan kemampuan modal
sendiri perusahaan tersebut untuk memenuhi kewajibannya. Kreditur melihat
ekuitas atau dana yang diberikan oleh pemilik sebagai batas pengaman. Dengan
menghimpun dana melalui hutang, maka pemegang saham dapat mengendalikan
perusahaan dengan jumlah investasi ekuitas yang terbatas. Rasio ini dapat
menggambarkan potensi manfaat dan risiko yang berasal dari penggunaan hutang.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Nathaniel (2008) dalam
penelitiannya didapatkan bahwa Debt to Equity Ratio (DER) berpengaruh negatif
dan tidak signifikan. Informasi perubahan DER yang diperoleh dari laporan
keuangan tidak berpengaruh pada keputusan atas harga saham di pasar modal
Indonesia. Peningkatan beban terhadap kreditur akan menunjukkan sumber modal
perusahaan sangat tergantung pada pidak eksternal sehingga mengurangi minat
investor dalam menanamkan dananya di perusahaan tersebut. Hasil ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Nirmala et al. (2011) dalam penelitiannya
Determinants of Share Prices in India di dapatkan bahwa DER berpengaruh
negatif terhadap harga saham, bahwa Investorlebih memilihperusahaandengan
jumlahutangyang lebih rendah, karena peningkatan penggunaanutangoleh
perusahaanmenurunkanlabayang
tersediabagi
pemegang
ekuitas
sahamdan
investor menjadikhawatir tentangkeuntungan mereka.
Hsil penelitian Nirmala et al (2011) bertolak belakang dengan penelitian
yang dilakukan oleh Ulupui (2005) dalam penelitiannya Analisis Pengaruh
Likuiditas, Leverage, Aktivitas Dan Profitabilitas Terhadap return Saham
didapatkan bahwa Debt to Equity Ratio (DER) berpengaruh positif namun tidak
signifikan terhadap return saham. Rasio hutang tidak menyebabkan perubahan
return saham satu tahun ke depan meskipun hasil tidak signifikan bukan berarti
investor dapat mengabaikan.Sering kali kondisi financial distress yang dihadapi
perusahaan disebabkan oleh kegagalan membayar hutang.
2.11Hubungan Price Earning Ratio dengan Return Saham.
Price earning ratio merupakan hubungan antara pasar saham dengan
earning per share saat ini yang digunakan secara luas oleh investor sebagai
panduan umum untuk mengukur nilai saham. Price earning ratio yang tinggi
menunjukkan bahwa investor bersedia untuk membayar dengan harga saham
premium untuk perusahaan. Menurut Farkhan Ika (2012) menemukan bahwa
Price Earning Ratio (PER) yang memiliki pengaruh positif dan signifikan
terhadap return saham. Price Earning Ratio (PER) dapat memberikan petunjuk
mengenai apa yang dipikirkan investor atas kinerja perusahaan dimasa lalu dan
prospek dimasa yang akan datang, karena Price EarningRatio (PER)
menggambarkan kesediaan investor membayar lembar per saham dalam jumlah
tertentu untuk setiap rupiah perolehan laba perusahaan. Secara umum
perkembangan perusahaan di Bursa yang dapat di lihat dari perkembangan harga
dan sekaligus mengindikasikan tingkat kepercayaan pasar terhadap tingkat
pertumbuhan laba suatu emiten dimasa yang akan datang, selain itu pergerakan
harga saham dapat digunakan dalam menilai return berupa capital gain.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Mila Crishtanty (2009) bahwa
perusahaan dengan kondisi Price Earning Ratio yang baik atau meningkat pada
perusahaan yang terdaftar dalam LQ45 di BEI berpotensi terhadap daya tarik
perusahaan oleh investor. Tingginya PER mengindikasikan besarnya dana yang
dikeluarkan oleh investor memungkinkan pertumbuhan yang lebih tinggi.
Tingginya PER membuat saham tersebut semakin meningkat. Penelitian yang
dilakukan oleh Mustafa (2008) dan Srinivasan (2012) juga menemukan hasil
bahwa Price Earning Ratio (PER) berpengaruh positif signifikan terhadap return
saham. Penelitian yang berbeda di temukan Wijaya (2007), Tinneke (2007) Dan
Heider (2011) dimana Price Earning Ratio (PER) berpengaruh negatif dan
signifikan
terhadap
return
saham.
31
Download