BAB II KAJIAN PUSTAKA Penelitian ini dilandasi dengan teori manajemen keuangan khususnya yang berkaitan dengan judul penelitian ini yaitu pengaruh tingkat suku bunga, risiko pasar, Debt to Equity Ratio, dan Price Earning Ratio terhadap return saham pada perusahaan Properti and Real Estate di Bursa Efek Indonesia (BEI). 2.1 INVESTASI Investasi dapat diartikan sebagai penanaman uang di suatu perusahaan atau proyek untuk tujuan memperoleh suatu keuntungan. Investasi adalah membeli suatu asset yang diharapkan dimasa datang dapat dijual kembali dengan nilai yang lebih tinggi. Menurut Tandelilin (2010:2) investasi adalah komitmen atas sejumlah dana atau sumber daya lainnya yang dilakukan pada saat ini, dengan tujuan memperoleh keuntungan dimasa datang. Tujuan investasi adalah untuk meningkatkan kesejahteraan investor. Mengacu pada pendapat Tandelilin (2010:7), kesejahteraan dalam hal ini adalah kesejahteraan moneter, yang bisa diukur dengan pendapatan saat ini ditambah nilai saat ini pendapatan masa datang. Sumber dana untuk investasi bisa berasal dari aset-aset yang dimiliki saat ini, pinjaman dari pihak lain, maupun dari tabungan. Investor yang mengurangi konsumsinya saat ini akan mempunyai kelebihan dana untuk ditabung. Dana yang berasal dari tabungan tersebut jika diinvestasikan akan memberikan harapan 15 peningkatan kemampuan konsumsi investor di masa datang, yang diperoleh dari peningkatan kesejahteraan investor tersebut. 2.2 Risk dan Return Saham Menurut Kloman (2000) kata ‘risk’ dalam bahasa inggris berasal dari bahasa italia kuno yaitu ‘riscare’. Risiko mempunyai definisi yang beragam dengan begitu banyak pengertian dan interpretasi tergantung dengan cara orang memandangnya. Risiko dapat diartikan sebagai suatu ketidakpastian yang akan menimbulkan kerugian. Return saham adalah tingkat keuntungan yang dinikmati oleh pemodal atas suatu investasi yang dilakukan. Tanpa adanya tingkat keuntungan yang dinikmati dari suatu investasi, tentunya investor tidak akan melakukan investasi. Jadi semua investasi mempunyai tujuan utama mendapatkan return. Menurut Jogiyanto (2008:199), return merupakan hasil yang diperoleh dari investasi. Pendapatan investasi dalam saham ini merupakan keuntungan yang diperoleh dari jual beli saham, dimana jika untung disebut capital gain dan jika rugi disebut capital loss. Menurut Brigham dan Houston (2006: 215), return atau tingkat pengembalian adalah selisih antara jumlah yang diterima dan jumlah yang diinvestasikan, dibagi dengan jumlah yang di investasikan. Beberapa definisi ini dapat disimpulkan bahwa return saham merupakan tingkat pengembalian berupa imbalan yang diperoleh dari hasil jual beli saham Komponen return terdiri dari dua jenis yaitu current income (pendapatan lancar) dan capital gain (keuntungan selisih harga). Current income adalah keuntungan yang diperoleh melalui pembayaranbersifat periodik seperti pembayaran bunga deposito, bunga obligasi, dividend dan sebagainya. Disebut juga pendapatan lancar maksudnyaadalah keuntungan yang diterima biasanya dalam bentuk kas atau setarakas, sehingga dapat diuangkan dengan cepat. Misalnya kupon bungaobligasi yang membayar bunga dalam bentuk giro atau cek, yang tinggaldiuangkan, demikian juga dividend saham, yaitu dibayarkan dalam bentuksaham, yang dikonversi menjadi uang kas dengan cara menjual sahamyang diterimanya. Komponen kedua dari return adalah capital gain, yaitu keuntungan yang diterima karena adanya selisih harga jual dengan harga beli suatu instrumen investasi. Tentunya tidak semua instrumen investasi memberikan komponen return berupa capital gain atau capital loss.Capital gain sangat tergantung dari harga pasar instrumen investasi yang bersangkutan, yang berarti bahwa instrumen investasi tersebut habis diperdagangkan di pasar. Dengan adanya perdagangan maka akan timbul perubahan-perubahan nilai suatu investasi. Investasi yang dapat memberikan capital gain seperti obligasi dan saham, sedangkan yang tidak memberikan komponen Return capital gain seperti sertifikat deposito, tabungan dan sebagainya. Riyanto (2001) merumuskan tingkat pendapatan saham (stock Return) sebagai berikut: (Pt - Pt-1) + Dt …………………………………………..…………..... (1) Rt = Pt-1 Keterangan: Rt = Return saham individual Pt = Harga saham pada periode t (sekarang) Pt-1= Harga saham pada periode t-1 (sebelumnya) Dt = Besarnya dividen pada periode t (sekarang) 2.3 Jenis-Jenis Return Saham Menurut Jogiyanto (2008: 199), Return saham dapat dibagi menjadi dua yaitu: 1) Return realisasian Return realisasian merupakan Return yang telah terjadi yang dihitung berdasarkan data historis. 2) Return ekspektasian Return ekspektasian adalah Return yang diharapkan akan diperoleh oleh investor dimasa mendatang. 2.4 Suku Bunga SBI (Sertifikat Bank Indonesia) Sertifikat Bank Indonesia (SBI) adalah surat berharga atas unjuk dalam rupiah yang diterbitkan Bank Indonesia sebagai pengakuan hutang berjangka waktu pendek yang diperjualbelikan dengan sistem diskonto. Kenaikan suku bunga SBI dapat mendorong harga saham ke bawah. Kenaikan suku bunga akan meningkatkan beban bunga emiten, sehingga perolehan laba menurun. Pada saat suku bunga tinggi, biaya produksi meningkat, harga produk menjadi mahal, dan konsumen akan menunda pembelian, akibatnya penjualan perusahaan menurun. Penurunan penjualan dan penurunan laba ini akan menekan harga saham. Sertifikat Bank Indonesia (SBI) memiliki peranan sebagai pengendali para investor dalam melakukan keputusan investasi terhadap dana yang dimilikinya. Pada saat tingkat suku bunga SBI tinggi, hal ini dapat mempengaruhi para investor untuk menyimpan dana yang dimiliki dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia karena imbal hasil yang tinggi dengan risiko yang rendah. Pada saat suku bunga rendah, hal ini dapat mempengaruhi para investor untuk menginvestasikan dana yang dimiliki dalam bentuk saham yang memberikan imbal hasil yang lebih tinggi meskipun dengan tingkat risiko yang tinggi pula. 2.5 Risiko Pasar Risiko menurut Jogiyanto (2008) adalah kemungkinan terjadinya peristiwa yang tidak menguntungkan. Berdasarkan definisi tersebut maka dapat dipahami jika setiap investor yang akan melakukan investasi pasti memperkirakan dan mengestimasi risiko dengan memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Berdasarkan faktor yang mempengaruhi, risiko dibedakan menjadi dua jenis yaitu : 1) Risiko sitematis atau risiko pasar (systematic risk atau marker risk atau nondiversifiable risk ) merupakan risiko yang dipengaruhi oleh faktor makro seperti kinerja perekonomian suatu Negara. Risiko ini tidak dapat dihilangkan dengan cara diversifikasi. Risiko ini dilambangkan dengan β (Beta). 2) Risiko tidak sistematis (unsystematic risk atau diversifiable risk) merupakan risiko yang disebabkan oleh karakteristik dari institusi keuangan atau perusahaan yang mengeluarkan sekuritas yang berbeda-beda seperti kondisi kebijakan manajemen dan investasi. Risiko ini dapat dihilangkan dengan cara diversifikasi. Risiko pasar dalam penelitian ini di wakilkan dengan beta. Return dan risiko merupakan dua hal yang tidak terpisahkan, karena pertimbangan suatu investasi merupakan trade-off dari kedua faktor ini. Return dan risiko mempunyai hubungan yang positif, semakin besar risiko yang harus ditanggung, semakin besar return yang dikompensasikan. Risiko sistematik merupakan hal penting yang dipertimbangkan investor sebelum melakukan keputusan investasi, karena merupakan dasar untuk memperkirakan besarnya risiko maupun return investasi dimasa depan. Koefisien beta yang diperkirakan dari waktu ke waktu dapat investor jadikan untuk memperkirakan besarnya risiko sistematik dimasa depan. Secara implisit dapat dikatakan bawa beta saham merupakan parameter kondisi keuangan suatu perusahaan, apakah perusahaan itu sehat ataukah perusahaan itu mendekati kegagalan bursa (delisting). Menurut Suad Husnan (2008) risiko keseluruhan (total risk) dari pemilikan suatu saham terdiri dari dua bagian yaitu risiko yang sistematik dan risiko yang tidak sistematik. Risiko yang sistematik merupakan risiko yang keseluruhan dipasar dan tidak bisa dihilangkan dengan diversifikasi (investasi pada berbagai jenis saham). Risiko ini terjadi karena kegiatan-kegiatan di luar kegiatan perusahan seperti inflasi, resesi, peraturan perpajakan, kebijakan moneter dan sebagainya yang mempengaruhi harga saham. Risiko yang tidak sistematik merupakan risiko yang dapat dihilangkan dengan diversifikasi. Risiko ini merupakan suatu hal yang buruk terjadi di dalam suatu perusahaan, dapat diimbangi dengan hal baik yang terjadi di perusahaan lain, misal perusahaan pesaing, perubahan teknologi bagian produksi, pemogokan buruh dan sebagainya. Ukuran relatif risiko sistematik atau risiko pasar dikenal sebagai koefisien β (Beta) yang menunjukkan ukuran risiko relatif suatu saham terhadap portofolio pasar. Menurut Jogiyanto (2008) beta merupakan ukuran volatilities return saham terhadap Return pasar. Semakin besar fluktuasi return saham terhadap return pasar maka semakin besar pula beta saham tersebut. Demikian pula sebaliknya, semakin kecil fluktuasi return saham terhadap return pasar, semakin kecil pula beta saham tersebut. Beta digunakan dalam model harga aset modal (CAPM), model yang menghitung hasil yang diharapkan dari aset berdasarkan hasil beta dan yang diharapkan pasar. Beta merupakan indeks dari resiko sistematis karena kondisi pasar. Semakin tinggi beta suatu saham - semakin tinggi reaksinya terhadap indeks. Penilaian beta saham dapat di kelompokkan menjadi tiga golongan yaitu : 1) Nilai Beta (β) lebih kecil dari 1 (β<1) disebut sebagai saham defensive (defensive stock), karena perubahan tingkat pengembalian saham (return of stock) lebih kecil daripada yang terjadi di pasar, artinya saham memiliki return yang kurang berfluktuatif dengan perubahan return pasar. 2) Nilai Beta (β) lebih besar dari 1 (β>1) disebut sebagai saham yang agresif (agresif stock), karena perubahan tingkat pengembalian saham (return of stock) lebih besar daripada yang terjadi di pasar, artinya saham memiliki return yang berfluktuatif dengan perubahan pasar. 3) Nilai Beta (β) sama dengan 1 (β=1) disebut sebagai saham netral (netral stock), karena perubahan tingkat pengembalian saham (return of stock) sama dengan yang terjadi di pasar, artinya saham memiliki return yang bervariasi sebagai proporsional dengan excess return saham. Garis pasar modal menunjukkan bahwa semakin besar risikosistematik, akan semakin tinggi pula tingkat keuntungan yang diharapkan(Expected Return) oleh investor. Kemiringan (slope) garis pasar modalmenunjukkan seberapa jauh seorang investor menunjukkan sifat tidakmenyukai risiko (risk averse). Semakin curam kemiringan garis pasarmodalnya, berarti bahwa seorang investor semakin tidak menyukai risiko.Berdasarkan uraian tersebut bahwa terdapat hubungan positif antara risikosistematik dengan tingat keuntungan (return) yang diharapkan. 2.6 Debt To Equity Ratio (DER) Debt to Equity Ratio (DER) merupakan perbandingan antara total hutang terhadap total shareholders equity yang dimiliki perusahaan. Total hutang disini merupakan total hutang jangka pendek dan total hutang jangka panjang. Shareholders Equity adalah total modal sendiri (total modal saham disetor dan laba ditahan) yang dimiliki oleh perusahaan. Modigliani dan Miller (1958) menyatakan bahwa nilai suatu perusahaan akan meningkat dengan meningkatnya DER karena adanya efek dari corporate tax shield, karena dalam keadaan pasar sempurna dan ada pajak, umumnya bunga yang dibayarkan akibat penggunaan hutang dapat dipergunakan untuk mengurangi penghasilan yang dikenakan pajak. Apabila terdapat dua perusahaan dengan laba operasi yang sama, tetapi perusahaan yang satu menggunakan hutang dan membayar bunga sedangkan perusahaan yang lain tidak, maka perusahaan yang membayar bunga akan membayar pajak penghasilan yang lebih kecil, sehingga menghemat pendapatan. Nilai perusahaan yang membayar pajak lebih besar dari perusahaan yang tidak membayar pajak (Wahyudi, 2003). Perusahaan dengan pengelolaan yang baik, tentunya dengan DER yang tinggi akan dapat meningkatkan keuntungan bagi perusahaan. 2.7 Price Earning Ratio (PER) Price Earning Ratio (PER) yaitu rasio yang mengukur seberapa besar perbandingan antara harga saham perusahaan dengan keuntungan yang diperoleh para pemegang saham (Bahagia, 2008). Faktor yang mempengaruhi Price Earning Ratio (PER) adalah: 1) Tingkat pertumbuhan laba 2) Divident Payout Ratio 3) Tingkat keuntungan yang diisyaratkan oleh pemodal Menurut Yusuf 2005, hubungan faktor-faktor tersebut terhadap Price Earning Ratio (PER) dapat dijelaskan sebagai berikut : Semakin tinggi pertumbuhan laba semakin tinggi PER nya, dengan kata lain hubungan antara pertumbuhan laba dengan PER nya bersifat positif, dikarenakan bahwa prospek perusahaan dimasa yang akan datang dilihat dari pertumbuhan laba, dengan laba perusahaan yang tinggi menunjukkan kemampuan perusahaan dalam mengelola biaya yang dikelurkan secara efisien. Laba bersih yang tinggi menunjukkan earning per share yang tinggi, yang berarti perusahaan mempunyai tingkat profitabilitas yang tinggi dapat meningkatkan kepercayaan pemodal untuk berinvestasi pada perusahaan tersebut sehingga saham-saham dari perusahaan yang memiliki tingkat profitabilitas dan pertumbuhan laba yang tinggi akan memiliki PER yang tinggi pula, karena saham-saham akan diminati di bursa sehingga kecenderungan harganya meningkat lebih besar. 2.8 Hubungan Tingkat Suku Bunga SBI (Sertifikat Bank Indonesia) DenganReturn Saham. Sertifikat Bank Indonesia adalah surat berharga sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek yang diterbitkan oleh Bank Indonesia dengan sistem diskonto. Sertifikat Bank Indonesia (SBI) memiliki peranan sebagai pengendali para investor dalam melakukan keputusan investasi terhadap dana yang dimilikinya. Tingkat suku bunga SBI merupakan tolak ukur dari tingkat suku bunga nasional. Tingkat suku bunga SBI merupakan patokan dalam menentukan besarnya bunga kredit dan tabungan, sehingga kenaikan suku bunga SBI akan melemahkan perkembangan usaha karena mengakibatkan suku bunga bank lain menjadi tinggi (Achmad,2012). Pada saat tingkat suku bunga SBI tinggi, hal ini dapat mempengaruhi para investor untuk menyimpan dana yang dimiliki dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia karena imbal hasil yang tinggi dengan tingkat risiko yang rendah. Pada saat suku bunga rendah, hal ini dapat mempengaruhi para investor untuk menginvestasikan dana yang dimiliki dalam bentuk saham yang memberikan imbal hasil yang lebih tinggi meskipun dengan tingkat risiko yang tinggi pula. Kuncoro (2008) menyebutkan bahwa tingkat suku bunga terjadi karena adanya permintaan dan penawaran akan uang dari masyarakat, sedangkan perubahan naik turunnya tingkat suku bunga mempengaruhi keinginan untuk mengadakan investasi, misalnya pada surat berharga dimana harga dapat naik atau turun tergantung pada tingkat bunga (bila tingkat bunga naik maka surat berharga turun, dan sebaliknya), sehingga terdapat kemungkinan pemegang surat berharga akan menderita capital loss atau gain.Pergerakan investasi dari saham ke SBI dan sebaliknya dari SBI ke saham yang menyebabkan tinggi rendahnya permintaan dan penawaran saham yang dapat berakibat pada naik atau turunnya harga saham. Tandelilin (2010) menyatakan bahwa tingkat suku bunga yang tinggi merupakan sinyal negatif terhadap harga saham, hal ini dikarenakan tingkat suku bunga yang meningkat akan menyebabkan peningkatan suku bunga yang diisyaratkan atas investasi pada suatu saham, selain itu tingkat suku bunga yang meningkat akan menyebabkan investor menarik investasinya pada saham dan beralih berinvestasi di pasar uang dalam bentuk tabungan atau deposito. Terdapat beberapa perbedaan penelitian mengenai pengaruh suku bunga SBI terhadap return saham diantaranyapenelitian yang dilakukan oleh Riantani dan Tambunan (2013), Adisetiawan (2009), Hismendi (2013), Kurniawan (2013), Riatani (2013), Tobing (2009), Witjaksono (2012) Cawachib (2011), Hamid dan Suryatmono (2011), Permana dan Sularso (2008) menemukan bahwa suku bunga SBI berpengaruh signifikan terhadap return saham. Berbeda dengan hasil penelitian Kewal (2012) dalam penelitiannya “Pengaruh Inflasi, Suku Bunga, Kurs, dan Pertumbuhan PDB terhadap Indeks Harga Saham Gabungan” yang menyatakan bahwa suku bunga SBI tidak berpengaruh signifikan terhadap indeks harga saham. 2.9Hubungan Risiko Pasar Dengan Return Saham. Risiko secara umum dapat diartikan sebagai kemungkinan adanya kerugian dari suatu dana atau modal yang ditanamkan pada suatu investasi sebagai pengaruh dari ketidakpastian. Return dan risiko merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan, karena pertimbangan suatu investasi merupakan trade-off dari kedua faktor ini. Return dan risiko mempunyai hubungan yang positif, semakin besar risiko yang ditanggung, semakin besar return yang harus dikompensasikan. Menurut Tandelilin (2010) risiko pasar atau risiko sistematis merupakan risiko yang berkaitan dengan perubahan yang terjadi dipasar secara keseluruhan. Perubahan pasar tersebut akan mempengaruhi variabilitas return suatu investasi. Parameter yang bisa digunakan untuk menghitung risiko pasar adalah beta. Risiko pasar atau risiko sistematis disebut dengan beta (β), karena dalam permodelan capital asset pricing model (CAPM) beta merupakan koefisien dari fungsi positif dan linier return pasar terhadap return saham, dimana beta ini merupakan faktor yang paling dominan dalam mempengaruhi return saham. Menurut Suad Husnan (2008) hubungan antara risiko pasar dengan return adalah linier positif yang artinya semakin besar risiko suatu asset, maka semakin besar pula return saham yang diharapkan atas asset tersebut. Apabila risiko pasar tidak saling berkorelasi, maka risiko pasar setiap perusahaan akan saling berkorelasi sebagai akibatnya maka tingkat keuntungan antar saham juga saling berkorelasi. Beberapa penelitian yang telah dilakukan diantaranya Budialim (2013) menyatakan bahwa beta berpengaruh signifikan terhadap return saham dan Yusi (2011) dalam penelitiannya mengenai “Faktor Fundamental dan Risiko Sistematik Implikasinya Terhadap Return Saham” menemukan DER, ROA, ROE, BVPS dan Beta berpengaruh postif signifikan terhadap return saham. Penelitian yang dilakukan oleh Rachmatika (2006) mengenai “Analisis Pengaruh Beta Saham, Growth Opportunities, Return on Asset dan Debt to Equity Ratio terhadap Return Saham” menemukan bahwa beta saham berpengaruh signifikan terhadap return saham. Hal ini bertolak belakang dengan penelitian yang dilakukan oleh Achmad solechan (2007) dan Agung sugiarto (2011) yang mendapatkan beta tidak berpengaruh signifikan terhadap return saham. Terjadi kontroversi temuan hasil penelitian mengenai pengaruh beta terhadap return saham. 2.10Hubungan Debt to Equity Ratio Dengan Return Saham. Rasio Debt to Equity Ratio (DER) menggambarkan perbandingan utang dan ekuitas dalam pendanaan perusahaan dengan menunjukkan kemampuan modal sendiri perusahaan tersebut untuk memenuhi kewajibannya. Kreditur melihat ekuitas atau dana yang diberikan oleh pemilik sebagai batas pengaman. Dengan menghimpun dana melalui hutang, maka pemegang saham dapat mengendalikan perusahaan dengan jumlah investasi ekuitas yang terbatas. Rasio ini dapat menggambarkan potensi manfaat dan risiko yang berasal dari penggunaan hutang. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Nathaniel (2008) dalam penelitiannya didapatkan bahwa Debt to Equity Ratio (DER) berpengaruh negatif dan tidak signifikan. Informasi perubahan DER yang diperoleh dari laporan keuangan tidak berpengaruh pada keputusan atas harga saham di pasar modal Indonesia. Peningkatan beban terhadap kreditur akan menunjukkan sumber modal perusahaan sangat tergantung pada pidak eksternal sehingga mengurangi minat investor dalam menanamkan dananya di perusahaan tersebut. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nirmala et al. (2011) dalam penelitiannya Determinants of Share Prices in India di dapatkan bahwa DER berpengaruh negatif terhadap harga saham, bahwa Investorlebih memilihperusahaandengan jumlahutangyang lebih rendah, karena peningkatan penggunaanutangoleh perusahaanmenurunkanlabayang tersediabagi pemegang ekuitas sahamdan investor menjadikhawatir tentangkeuntungan mereka. Hsil penelitian Nirmala et al (2011) bertolak belakang dengan penelitian yang dilakukan oleh Ulupui (2005) dalam penelitiannya Analisis Pengaruh Likuiditas, Leverage, Aktivitas Dan Profitabilitas Terhadap return Saham didapatkan bahwa Debt to Equity Ratio (DER) berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap return saham. Rasio hutang tidak menyebabkan perubahan return saham satu tahun ke depan meskipun hasil tidak signifikan bukan berarti investor dapat mengabaikan.Sering kali kondisi financial distress yang dihadapi perusahaan disebabkan oleh kegagalan membayar hutang. 2.11Hubungan Price Earning Ratio dengan Return Saham. Price earning ratio merupakan hubungan antara pasar saham dengan earning per share saat ini yang digunakan secara luas oleh investor sebagai panduan umum untuk mengukur nilai saham. Price earning ratio yang tinggi menunjukkan bahwa investor bersedia untuk membayar dengan harga saham premium untuk perusahaan. Menurut Farkhan Ika (2012) menemukan bahwa Price Earning Ratio (PER) yang memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap return saham. Price Earning Ratio (PER) dapat memberikan petunjuk mengenai apa yang dipikirkan investor atas kinerja perusahaan dimasa lalu dan prospek dimasa yang akan datang, karena Price EarningRatio (PER) menggambarkan kesediaan investor membayar lembar per saham dalam jumlah tertentu untuk setiap rupiah perolehan laba perusahaan. Secara umum perkembangan perusahaan di Bursa yang dapat di lihat dari perkembangan harga dan sekaligus mengindikasikan tingkat kepercayaan pasar terhadap tingkat pertumbuhan laba suatu emiten dimasa yang akan datang, selain itu pergerakan harga saham dapat digunakan dalam menilai return berupa capital gain. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Mila Crishtanty (2009) bahwa perusahaan dengan kondisi Price Earning Ratio yang baik atau meningkat pada perusahaan yang terdaftar dalam LQ45 di BEI berpotensi terhadap daya tarik perusahaan oleh investor. Tingginya PER mengindikasikan besarnya dana yang dikeluarkan oleh investor memungkinkan pertumbuhan yang lebih tinggi. Tingginya PER membuat saham tersebut semakin meningkat. Penelitian yang dilakukan oleh Mustafa (2008) dan Srinivasan (2012) juga menemukan hasil bahwa Price Earning Ratio (PER) berpengaruh positif signifikan terhadap return saham. Penelitian yang berbeda di temukan Wijaya (2007), Tinneke (2007) Dan Heider (2011) dimana Price Earning Ratio (PER) berpengaruh negatif dan signifikan terhadap return saham. 31