TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Syarat Tumbuh Tembakau Deli Tembakau termasuk klas Dikotil, famili Solanaceae, genus Nicotiana dan spesies Nicotiana tabacum. Memiliki akar tunggang, panjangnya sekitar 0-75 cm dan mempunyai banyak akar serabut yang menyebar kesamping. Selain itu tembakau juga memiliki bulu-bulu akar yang dapat tumbuh dan berkembang dengan baik jika tanahnya gembur, subur dan porous (mudah menyerap air). Pada pertumbuhan normal batang tembakau dapat tumbuh tegak, dengan ketinggian sekitar 2 meter. Batang berwarna hijau hampir seluruhnya ditumbuhi bulu-bulu halus berwarna putih dan terdapat kelenjar-kelenjar yang mengeluarkan zat pekat berbau khas (Matnawi, 1997) Bagian terpenting dari tembakau adalah daun, bentuk bulat panjang, ujungnya meruncing, tepi atau pinggirnya licin dan bertulang sirip. Antara daun dan batang tembakau dihubungkan oleh tangkai daun yang pendek atau tidak bertangkai sama sekali. Setiap tanaman biasanya memiliki daun sekitar 24 helai. Pada kondisi ideal dapat meningkat menjadi 28-32 helai. Daun tumbuh berselangseling (spiral) mengelilingi batang tanaman (Cahyono, 1998) Tembakau deli merupakan tanaman yang spesifik lokasi. Tumbuh baik pada daerah dengan ketinggian tempat sekitar 12-150 m dpl. Jenis tanah yang cocok adalah Andosol atau Inceptisol berkadar humus tinggi, kisaran pH 5,5-6,5. Selama masa pertumbuhan memerlukan drainase yang baik dan cukup air. Tanaman ini ditanam dengan sistem double row, jarak tanam 45 x 50 x 100 cm. Suhu optimum 18-27oC, curah hujan yang dikehendaki rendah pada saat tanam dan tinggi pada saat pertumbuhan sampai dengan panen (Erwin dan Suyani, 2000). Faktor lingkungan seperti suhu, intensitas cahaya, ketersediaan air, CO2 dan sebagainya mempengaruhi laju fotosintesis, ketersediaannya dibutuhkan dalam jumlah tertentu sesuai dengan jenis tanaman. Penyinaran cahaya matahari sangat diperlukan tanaman ini dalam proses fotosintesis untuk menghasilkan bagian vegetatif (batang, daun, cabang, dan perakaran), generatif (bunga, buah dan biji). Kurangnya penyinaran matahari menyebabkan terhambatnya pertumbuhan dan produksi (Nasaruddin et al., 2006). Ketebalan dan kehalusan daun sangat dipengaruhi oleh keadaan kering dan banyaknya curah hujan. Tembakau deli mempunyai ciri khas berdaun tipis, elastis dan berwarna terang. Ditanam satu kali satu tahun yaitu pada awal musim kemarau (bulan Februari) dan dipanen pada bulan Mei. Pengaruh Cekaman Kekeringan Pada Tanaman Cekaman kekeringan merupakan istilah untuk menyatakan bahwa tanaman mengalami kekurangan air akibat keterbatasan air dari lingkungan media tanam. Cekaman kekeringan pada tanaman disebabkan oleh (1) ketersediaan air dalam media tidak cukup. (2) laju transpirasi yang berlebihan, atau kombinasi kedua faktor tersebut. Walaupun didalam tanah air cukup tersedia, tanaman bukan tidak mungkin dapat mengalami cekaman. Hal ini terjadi jika kecepatan laju absorbsi tidak dapat mengimbagi kehilangan air melalui transpirasi. Cekaman kekeringan akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang mencakup aspek morfologi dan anatomi, fisiologi dan biokimia tanaman. Cekaman kekeringan pada tembakau menghambat pertumbuhan tinggi, penyempitan luas permukaan daun, berkurangnya jumlah stomata, penurunan kadar air daun, penghambatan laju transpirasi, penurunan laju tumbuh relatif (LTR), laju asilimasi bersih (LAB), berat kering tajuk dan akar, menghambat pertumbuhan akar dan meningkatnya kandungan asam amino prolina (Nurhayati, 2007). Hal yang sama juga dilaporkan oleh Mawardi dan Djazuli (2006) nilam yang mengalami cekaman kekeringan menunjukkan respons sama seperti tembakau. Begitu juga halnya pada jagung (Kusmarwiyah et al., 2006) dan kelapa sawit (Pangaribuan et al., 2001; Toruan-Mathius et al., 2004). Cekaman kekeringan tidak hanya mempengaruhi fase vegetatif tetapi juga generatif, jika kondisi ini berlangsung dapat menurunkan hasil meskipun besar kemungkinannya tergantung fase pertumbuhan pada saat dan lamanya stres terjadi. Kekurangan air mengakibatkan berkurangnya laju fotosintesis karena dehidrasi protoplas akan menurunkan kapasitas fotosintesis. Rendahnya jumlah air menyebabkan terbatasnya perkembangan akar, sehingga mengganggu penyerapan unsur hara oleh akar tanaman. Terbatasnya perkembangan akar juga menyebabkan menurunnya bobot kering akar (Pangaribuan et al., 2001). Tanggap Tanaman Terhadap Cekaman Kekeringan Tanggap tanaman terhadap cekaman kekeringan tergantung pada jumlah air yang hilang, tingkat kerusakan dan lama cekaman kekeringan, macam species dan genotip tanaman, umur dan fase perkembangan tanaman (Chairani et al., 2007). Kehilangan air pada tingkat seluler menyebabkan perubahan konsentrasi senyawa osmotik terlarut, perubahan volume sel dan bentuk membran, perubahan gradien potensial air dan kehilangan turgor. Pada kondisi cekaman kekeringan, stomata daun menutup atau menutup sebagian dan mengurangi aktivitasnya, sehingga menghambat masuknya CO2, keadaan ini dapat menurunkan tekanan parsial CO2 di dalam ruang interseluler daun, secara langsung mengurangi aktivitas fotosintesis. Kekurangan air dapat menghambat proses fisiologi yang lain, selain fotosintesis seperti sintesis protein dan sintesis dinding sel (Mapegau, 2006). Toleransi Tanaman Terhadap Cekaman Kekeringan Toleransi tanaman terhadap cekaman kekeringan memiliki keragaman yang berbeda. Mekanisme yang dikembangkan oleh masing-masing tanaman tersebut seperti kemampuan tanaman menyelesaikan siklus hidupnya dengan mempercepat munculnya bunga jantan pada jagung sebelum mengalami kekurangan air yang parah (Sutoro et al., 1999). Mekanisme kedua, tanaman menunjukkan toleransi dengan menciptakan potensial air yang tinggi, yaitu kemampuan tanaman tetap menjaga potensial jaringan dengan meningkatkan penyerapan air atau menekan kehilangan air. Pada mekanisme ini tanaman mempunyai kemampuan untuk meningkatkan sistem perakaran, mengatur stomata, mengurangi absorbsi radiasi surya dengan pembentukan lapisan lilin atau bulu rambut daun yang tebal, dan menurunkan permukaan evapotranspirasi melalui penyempitan daun serta pengurangan luas daun (Nurhayati, 2007 ; Bahrum et al., 2005). Mekanisme ketiga yaitu tanaman menunjukkan toleransi dengan pengaturan osmotik sel. Terjadi mekanisme mempertahankan turgor agar tetap diatas nol, sehingga potensial jaringan tetap rendah dibandingkan dengan potensial air eksternalnya sehingga tidak terjadi plasmolisis. Pada mekanisme ini terjadi sintesis dan akumulasi senyawa organik yang dapat menurunkan potensial osmotik sehingga menurunkan potensial air dalam sel tanpa membatasi fungsi enzim serta menjaga turgor sel. Beberapa senyawa yang berperan dalam penyesuaian osmotik sel antara lain prolina, glisin, betain, asparagin, glutamin, valin, gula osmotik dan asam absisik (ABA) (Toruan-Mathius et al., 2004). Sifat tanaman toleran kekeringan merupakan sifat yang komplek karena dicerminkan oleh beberapa karakteristik morfo-fisiologi tanaman. Beberapa petunjuk yang dapat dijadikan indikator tanaman toleran kekeringan diantaranya adalah tingginya nisbah akar-tajuk, kuatnya daya penetrasi akar, serta perakaran yang panjang, merupakan suatu cara untuk dapat mengefisienkan penggunaan air demi keperluan pertumbuhan tanaman. Varietas toleran kekeringan dapat diperoleh dengan mengevaluasi adaptasi tanaman terhadap kekeringan yaitu memperhatikan perakaran terutama panjang akar (Chairani et al., 2007 ; Sutoro et al., 1999). Mikoriza dan Peranannya Bagi Tanaman Assosiasi simbiotik antara jamur dan sistem perakaran tanaman tingkat tinggi memiliki istilah umum yaitu mikoriza. Sesuai dengan akar katanya yaitu myces dan rhiza, adalah struktur simbiosis mutualisme yang dibentuk antara cendawan dan perakaran tanaman (Abdullah et al., 2005). Disebut simbiosis mutualisme karena mikoriza yang hidup di dalam sel akar mendapatkan sebagian karbon hasil fotosintesis tanaman inang dan tanaman inang mendapatkan hara atau keuntungan lain dari mikoriza (Trisilawati dan Firman, 2004). Berdasarkan struktur dan cara jamur menginfeksi akar, mikoriza dapat dikelompokkan menjadi ektomikoriza dan endomikoriza. Pada ektomikoriza jamur menginfeksi tidak masuk kedalam sel akar tanaman dan hanya berkembang diantara dinding sel jaringan korteks, akar yang terinfeksi membesar dan bercabang. Sedangkan pada endomikoriza jamur yang menginfeksi masuk kedalam jaringan sel korteks dan akar yang terinfeksi tidak membesar. Endomikoriza membentuk struktur karakteristik khusus disebut arbuskel dan vesikel. Arbuskel merupakan hifa yang membelit atau struktur hifa bercabang, terbentuk dari sel-sel akar, arbuskel membantu dalam mentransfer nutrea (terutama fosfat) dari tanah ke sistem perakaran. Vesikel merupakan struktur cendawan, berasal dari pembengkakan yang terbentuk pada hifa dan mengandung minyak. Bentuk struktur ini adalah dasar untuk menunjukkan endomikoriza sebagai mikoriza vesicular arbuskular (Delvian, 2006). Peranan mikoriza dalam meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman telah banyak dilaporkan. Peranan penting mikoriza dalam pertumbuhan tanaman adalah kemampuannya untuk menyerap air dan unsur hara baik mikro maupun makro. Selain itu akar bermikoriza dapat menyerap unsur hara dalam bentuk terikat dan tidak tersedia bagi tanaman. Hifa eksternal pada mikoriza dapat menyerap unsur fosfat dari dalam tanah, dan segera diubah menjadi senyawa polifosfat. Senyawa polifosfat kemudian dipindahkan kedalam hifa dan dipecah menjadi fosfat organik yang dapat diserap oleh tanaman. Hasil Penelitian Delvian (2005) inokulasi mikoriza dapat meningkatkan serapan P tanaman. Kabirun (2002) menambahkan bahwa efisiensi pemupukan P sangat jelas meningkat dengan penggunaan mikoriza. Rusaknya jaringan korteks akibat kekeringan dan matinya akar tidak permanen pengaruhnya pada akar bermikoriza. Setelah periode kekurangan air, akar bermikoriza akan cepat kembali normal. Hal ini disebabkan karena hifa eksternal pada mikoriza mampu menyerap air yang ada pada pori-pori mikro tanah saat akar tanaman tidak mampu lagi menyerap air. Mawardi dan Djazuli (2006) melaporkan bahwa tanaman nilam yang diinokulasi mikoriza dapat meningkatkan toleransi tanaman nilam terhadap cekaman kekeringan dan dapat meningkatkan kualitas minyak nilam dengan kadar patchouli alcohol sebesar 60,80%. Santoso et al. (2007) juga menambahkan, akar tanaman yang terbungkus oleh mikoriza akan menyebabkan akar tersebut terhindar dari serangan hama dan penyakit. Subiksa (2002) menambahkan bahwa tanaman bermikoriza juga dapat berperan sebagai penghalang biologi terhadap infeksi patogen akar, meningkatkan ketahanan tanaman terhadap kekeringan dan kelembaban yang ekstrim, meningkatkan produksi hormon pertumbuhan dan zat pengatur tumbuh lainnya seperti auksin serta menjamin terselenggaranya proses biogeokemis. Efektif tidaknya setiap jenis inokulan mikoriza yang diberikan pada tanaman tergantung pada spesies mikoriza, jenis tanaman, jenis dan keadaan tanah serta interaksi antara ketiganya (Brundrett et al., 1996). Kompatibilitas mikoriza dan tanaman inang sangat penting karena akan mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman. Hapsoh (2003) melaporkan bahwa Gigaspora margarita, Glomus etunicatum dan Scutellospora calospora lebih kompatibel dengan genotipe kedelai. Glomus etunicatum lebih kompatibel dengan genotipe Sindoro pada kadar air tanah 60% KL, menginfeksi sebesar 93.33% dan meningkatkan derajat infeksi mikoriza sebesar 21.74% dibandingkan dengan kadar air tanah 80% KL. Ditambahkan oleh Wachjar et al. (2002) bahwa masing-masing spesies mikoriza memberikan respons berbeda terhadap pertumbuhan tanaman. Glomus manihotis dan Glomus aggregatum merupakan spesies mikoriza yang diinokulasikan pada bibit sawit, dari hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa jika bibit sawit diinokulasikan dengan Glomus manihotis menghasilkan bobot kering tajuk 21,8% lebih rendah dibandingkan dengan bibit sawit yang diinokulasikan dengan Glomus aggregatum. Hasil yang sama juga dilaporkan oleh Kabirun (2002) bahwa spesies Entrophospora colombiana paling efektif dalam meningkatkan pertumbuhan, serapan P dan Hasil padi gogo varietas IR 64 bila dibandingkan dengan Glomus manihotis dan Glomus sp. Simbiosis mutualisme antara mikoriza dan inang terjadi karena adanya eksudat akar. Bertham et al. (2006) menjelaskan bahwa tanaman akan melepaskan eksudat akar berupa senyawa flavonoid untuk membentuk simbiosis dengan mikoriza, senyawa flavonoid berpengaruh positif terhadap pertumbuhan mikoriza pada tahap prasimbiotik. Lukiwati (2009) menambahkan bahwa tanaman yang memiliki sedikit bulu-bulu akar (magnolioid roots) lebih responsif terhadap mikoriza dibandingkan dengan tanaman berbulu akar banyak. Jumlah spora juga mempengaruhi persentase derajat infeksi akar. Mayerni dan Hervani (2008) melaporkan bahwa tanaman selasih yang diberi mikoriza dengan kepadatan spora yang tinggi dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman dibandingkan dengan kepadatan spora rendah. Kepadatan spora yang tinggi sangat mendukung tanaman untuk tumbuh dan berkembang dengan baik. Hal ini diduga karena proses kolonisasi berkembang baik. Perkembangan dan kepadatan spora secara positif berkorelasi dengan peningkatan kolonisasi akar sehingga penyerapan unsur hara lebih baik dan akan mendukung pertumbuhan tanaman. Pemupukan yang tinggi terutama P dapat mempengaruhi persentase derajat infeksi mikoriza. Widiastuti et al. (2002) melaporkan bahwa kondisi optimum simbiosis mikoriza pada kelapa sawit dapat dicapai dengan pemberian P rendah sekitar 25% dari dosis rekomendasi. Tingginya P menghambat perkecambahan spora dan pertumbuhan hifa. Kabirun (2002) juga melaporkan bahwa pengaruh inokulasi mikoriza lebih baik pada tanaman dengan kandungan P rendah dibandingkan dengan P cukup. Tingginya P mengakibatkan inefektifitas dari mikoriza. Mikoriza memberikan respons positif dengan efektifitas tinggi pada pH tanah masam dibandingkan pH netral. Widiastuti et al. (2002) dalam penelitiannya menggunakan media tanam pH 4.10 (sangat masam), hasilnya menunjukkan bahwa inokulasi mikoriza memberikan respons positif terlihat dari meningkatnya pertumbuhan bibit sawit. Pertumbuhan dan Perkembangan Tembakau Deli Pertumbuhan tanaman mempengaruhi produksi, bila pertumbuhan tanaman baik maka produksi juga meningkat. Pertumbuhan tembakau dibagi menjadi 3 fase yaitu fase pertumbuhan awal, pertumbuhan vegetatif dan pertumbuhan generatif. Pada tahap pertumbuhan awal, berlangsung hingga umur 17 hari setelah tanam (HST) dengan laju pertumbuhan lambat dan pertumbuhan utama terletak pada pertumbuhan akar, sedangkan pertumbuhan vegetatif berlangsung sekitar umur 50 sampai 60 HST (Erwin dan Suyani, 2000).