analisis pengaruh profitabilitas, likuiditas dan financing terhadap

advertisement
19
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori
2.1.1. Dividen
2.1.1.1. Pengertian Dividen
Seorang investor yang menanamkan modalnya pada suatu perusahaan
tentu saja mengharapkan return atau keuntungan yang akan diperoleh dari
investasi yang telah dilakukannya. Keuntungan yang dapat diterima oleh
investor atau pemegang saham dari penanaman modal melalui pembelian
saham suatu perusahaan terdiri dari dua macam, yaitu: dividen dan capital
gain yang merupakan keuntungan yang diperoleh dari penjualan aktiva tetap
atau selisih antara harga jual dengan harga beli surat berharga.
Dividen merupakan bagian dari laba yang tersedia bagi pemegang saham
biasa (earning available for common stockholders) yang dibagikan kepada para
pemegang saham biasa dalam bentuk tunai (Warsono, 2003: 271). Hanafi
(2004:361) menyatakan bahwa “Dividen merupakan kompensasi yang diterima
oleh pemegang saham, disamping capital gain.
Dividen ini untuk dibagikan kepada para pemegang saham sebagai
keuntungan atau laba dari perusahaan. Dividen ditentukan dalam rapat umum
anggota pemegang saham dan jenis pembayarannya tergantung kepada kebijakan
pimpinan”.
Universitas Sumatera Utara
20
2.1.1.2. Jenis Dividen
Biasanya dividen dibagikan dengan interval waktu yang tetap, tetapi
kadang-kadang diadakan pembagian dividen tambahan pada waktu yang bukan
biasanya. Dividen yang dibagikan oleh perusahaan kepada para pemegang saham
mempunyai beberapa bentuk sebagai berikut:
1. Dividen Tunai (Cash Dividend)
Dividen tunai merupakan dividen yang diberikan oleh perusahaan
kepada para pemegang saham dalam bentuk uang tunai (cash). Dividen
Tunai paling umum dibagikan oleh perusahaan kepada para pemegang
saham.
Besar
kecilnya
pembagian
dividen
tergantung
pada
pembatasan-pembatasan, undang-undang, kontrak-kontrak, dan jumlah
uang yang dimiliki atau tersedia dalam perusahaan. Dalam Rapat
Umum Pemegang Saham (RUPS) disepakati adanya sejumlah tertentu
bagian dari laba perusahaan akan dibagi dalam bentuk cash dividend
(Munandar, 1983 : 312). Perusahaan hanya berkewajiban membayar
dividen setelah perusahaan tersebut mengumumkan akan membayar
dividen. Dividen dibayarkan kepada pemegang saham yang tercatat dalam
daftar pemegang saham. Pembayaran dividen dapat dilakukan oleh
perusahaan sendiri atau melalui pihak lain seperti bank.
Cara yang kedua biasa yang dipilih perusahaan karena bank
mempunyai banyak cabang sehingga memudahkan pemegang saham yang
mungkin sekali tersebar luas di seluruh Indonesia (Suaidi, 1994 : 230).
Yang perlu diperhatikan oleh pimpinan perusahaan sebelum membuat
Universitas Sumatera Utara
21
pengumuman ada dividen kas adalah apakah jumlah kas yang ada
mencukupi untuk pembagian dividen tersebut.
2. Sertifikat Dividen (Script Dividend)
Dividen dalam bentuk skrip maksudnya perusahaan tidak
membayar pada saat itu tetapi memilih membayar pada masa yang
akan datang karena saldo kas yang ada di tangan tidak mencukupi.
Dividen ini dibagikan dengan tujuan agar perusahaan tetap dapat
mempertahankan citra dan nama baik perusahaan.
Sertifikat dividen merupakan suatu surat tanda kesediaan
membayar sejumlah uang tertentu yang diberikan perusahaan kepada para
pemegang saham sebagai dividen. Surat ini berbunga sampai dengan
dibayarkan uang tersebut kepada yang berhak. Script dividend seperti ini
biasa dibuat apabila pada waktu para pemegang saham mengambil
keputusan tentang pembagian laba dimana perusahaan belum (tidak)
mempunyai persediaan uang kas yang cukup untuk membayar dividend
cash (Suaidi, 1994 : 231).
3. Dividen Harta (Property Dividend)
Dividen harta merupakan dividen yang diberikan kepada para
pemegang saham dalam bentuk barang-barang (bukan berupa uang tunai
ataupun modal saham perusahaan). Contoh Dividen Harta adalah dividen
berupa persediaan atau saham yang merupakan investasi perusahaan pada
perusahaan lain.
Universitas Sumatera Utara
22
Pembagian dividen berupa harta lebih sulit dibanding pembagian
dividen tunai. Perusahaan melakukan dividen harta ini karena uang tunai
perusahaan tertanam dalam investasi saham perusahaan lain atau
persediaan dan penjualan investasi atau persediaan terutama bila jumlah
cukup banyak akan menyebabkan harga jual investasi ataupun persediaan
turun sehingga merugikan perusahaan dan pemegang saham sendiri
(Suaidi, 1994 : 233).
4. Dividen Likuiditas (Liquidating Dividend)
Dividen Likuiditas merupakan dividen yang dibayarkan kepada
para pemegang saham di mana sebagian dari jumlah tersebut dimaksudkan
sebagai pembayaran dividen tunai sedangkan sebagian lagi dimaksudkan
sebagai pengembalian modal yang ditanamkan (diinvestasikan) oleh para
pemegang saham ke dalam perusahaan tersebut (Munandar, 1983 : 314).
Dividen Likuiditas ini dicatat dengan mendebet rekening pengembalian
modal dan dalam neraca dilaporkan sebagai pengurangan modal saham.
5. Dividen Saham (Stock Dividend)
Dividen saham merupakan dividen yang diberikan kepada para
pemegang saham dalam bentuk saham-saham yang dikeluarkan oleh
perusahaan itu sendiri (Munandar, 1983 : 314). Di Indonesia saham yang
dibagikan sebagai dividen tersebut disebut saham bonus. Dengan demikian
para pemegang saham mempunyai jumlah lembar saham yang lebih
banyak setelah menerima Dividen Saham (Stock Dividend). Dividen
saham dapat berupa saham yang sama jenisnya maupun yang berbeda
Universitas Sumatera Utara
23
jenisnya. Pembayaran dividen dalam bentuk saham yaitu berupa
pemberian tambahan saham kepada para pemegang saham tanpa
diminta pembayaran dan dalam jumlah saham yang sebanding dengan
saham yang dimiliki.
2.1.2. Kebijakan Dividen
2.1.2.1. Pengertian Kebijakan Dividen
Kebijakan dividen adalah keputusan mengenai apakah laba yang diperoleh
perusahaan akan dibagikan kepada pemegang saham sebagai dividen atau akan
ditahan dalam bentuk laba ditahan guna pembiayaan investasi pada masa yang
akan datang (Sartono, 2001 : 281). Dalam kebijakan dividen, terdapat pilihan
yang tidak mudah dalam membagikan laba sebagai dividen atau menahan untuk
diinvestasikan kembali. Apabila perusahaan memilih membagikan laba sebagai
dividen maka tingkat pertumbuhan akan berkurang dan akan berdampak negatif
terhadap harga saham. Di sisi lain, apabila perusahaan tidak membagikan dividen
maka pasar akan melihat sebagai sinyal negatif atas prospek perusahaan.
Peningkatan dividen memberikan sinyal perubahan yang menguntungkan pada
harapan manajer dan penurunan dividen menunjukkan pandangan pesimis prospek
perusahaan di masa yang akan datang.
Kebijakan dividen adalah kebijakan yang berhubungan dengan
pembayaran dividen oleh pihak perusahaan, berupa penentuan besarnya
pembayaran dividen dan besarnya laba ditahan untuk kepentingan pihak
perusahaan. Jika manajemen meningkatkan porsi laba per lembar saham yang
Universitas Sumatera Utara
24
dibayarkan sebagai dividen, maka mereka dapat meningkatkan kesejahteraan
para pemegang saham, hal ini menyarankan bahwa keputusan dividen yaitu
jumlah dividen yang dibayarkan merupakan suatu hal yang sangat penting
(Sharpe, et.al., 1993:512).
Kebijakan
dividen
bersangkutan
dengan
penentuan
pembagian
pendapatan (earning) antara penggunaan pendapatan untuk dibayarkan kepada
para pemegang saham sebagai dividen atau untuk digunakan di dalam
kegiatan operasional perusahaan yang berarti laba tersebut harus ditahan di
dalam perusahaan (Riyanto, 2001:265).
Kebijakan dividen
menentukan
jumlah laba yang dapat ditahan dalam perusahaan sebagai sumber pendanaan
akan tetapi dengan menahan laba saat ini dalam jumlah yang lebih besar
dalam perusahaan juga berarti lebih sedikit uang yang akan tersedia bagi
pembayaran dividen pada saat ini. Jadi aspek utama dalam kebijakan dividen
perusahaan adalah menetukan alokasi laba yang tepat antara pembayaran
dividen dengan penambahan laba ditahan perusahaan (Horne dan Wachowicz,
2005 : 270).
Gitman (2003:570), mengatakan bahwa “kebijakan dividen menunjukkan
kebijakan yang menentukan besarnya persentase setiap dolar yang diperoleh
yang didistribusikan kepada pemilik dalam bentuk kas, dihitung dengan
membagi dividen kas perusahaan per share dengan penghasilan per saham.
Keown (2005:607), mengatakan bahwa “kebijakan dividen adalah kebijakan
yang menentukan jumlah dividen relatif terhadap laba bersih perusahaan atau
penghasilan per saham.
Universitas Sumatera Utara
25
Dari pengertian kebijakan dividen di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
kebijakan dividen merupakan rencana pembagian pendapatan yang harus diikuti
dalam membuat keputusan dividen, apakah dividen akan dibayarkan atau ditahan
dalam perusahaan sebagai laba ditahan.
Menurut
Sundjaja
dan
Barlian
(2002:387),
faktor-faktor
yang
mempengaruhi kebijakan dividen antara lain:
1. Faktur hukum yang menyangkut peraturan mengenai penggunaan laba
bersih untuk membayar deviden tahun-tahun yang lalu dan laba tahun
berjalan. Faktor hukum juga akan melindungi para kreditur yang melarang
pembayaran dividen yang berasal dari modal dan bukan dari laba
usahanya. Faktor hukum juga memperbolehkan perusahaan untuk tidak
membayar dividen jika jumlah utang perusahaan lebih besar dari jumlah
hartanya.
2. Posisi Likuiditas. Semakin tinggi tingkat likuiditas perusahaan, maka
semakin besar kemampuan perusahaan untuk membayar dividen
kepada para pemegang saham.
3. Pembayaran pinjaman jangka panjang yang mengharuskan perusahaan
untuk menahan laba sehingga perusahaan tidak akan membagikan dividen
kepada para pemegang saham.
4. Kontrak pinjaman yang seringkali membatasi kemampuan perusahaan
untuk membayar dividen tunai. Hal ini terjadi karena dividen pada masa
mendatang hanya dapat dibayarkan dari laba yang diperoleh sesudah
perjanjian hutang sehingga dividen tidak dapat dibayar dari laba yang
Universitas Sumatera Utara
26
diperoleh pada tahun-tahun sebelumnya karena dividen tidak dapat
dibayarkan apabila modal kerja (aktiva lancar dikurangi kewajiban lancar)
berada di bawah jumlah yang ditetapkan.
5. Pengembangan aktiva perusahaan yang membutuhkan dana yang cukup
besar sehingga mengakibatkan semakin banyak laba yang harus ditahan
dan menunda pembayaran dividen.
6. Tingkat pengembalian asset yang menentukan pembagian laba dalam
bentuk deviden yang dapat digunakan oleh pemegang saham baik
ditanamkan kembali di dalam perusahaan maupun di tempat lain.
7. Stabilitas keuntungan yang baik mengakibatkan perusahaan akan
membagikan keuntungannya dalam bentuk dividen dengan persentase
yang lebih besar sebab perusahaan memiliki tingkat kepastian perolehan
laba yang tinggi pada masa mendatang.
8. Pasar modal dapat membantu perusahaan besar yang memiliki
profitabilitas yang tinggi dan keuntungan teratur untuk dapat masuk ke
pasar modal dan memperoleh macam-macam dana dari luar untuk
pembiayaannya sehingga perusahaan dapat memenuhi pembayaran
dividen kepada investor.
9. Pengendalian terhadap perusahaan untuk memenuhi kebutuhan pendanaan
dengan tidak menjual saham baru dan tidak membagikan laba
mengakibatkan pembagian dividen dalam bentuk kas menjadi rendah.
10. Keputusan kebijakan dividen dengan mempertahankan dividen per lembar
saham pada tingkat yang konstan yang tidak diimbangi dengan naiknya
Universitas Sumatera Utara
27
keuntungan sehingga mempengaruhi pembagian dividen karena dividen
itu baru akan dinaikkan jika sudah jelas bahwa meningkatnya keuntungan
itu benar-benar mantap dan cukup permanen.
Menurut Riyanto (2001:281), faktor-faktor yang menjadi pertimbangan
dalam kebijakan dividen suatu perusahaan antara lain:
1. Posisi likuiditas yang baik akan memungkinkan pembayaran dividen yang
baik. Semakin kuat posisi kas suatu perusahaan terhadap prospek
kebutuhan dana pada masa mendatang mengakibatkan semakin
tingginya jumlah dividen yang dibayarkan kepada para pemegang
saham.
2. Kebutuhan dana untuk membayar hutang yang dibayarkan melalui bagian
dari pendapatan yang ditahan mengakibatkan semakin rendahnya dividen
yang akan dibayarkan kepada para pemegang saham.
3. Tingkat perluasan perusahaan yang mengakibatkan semakin besar dana
yang dibutuhkan karena semakin besar bagian dari pendapatan perusahaan
yang ditahan sehingga jumlah dividen yang akan dibayarkan kepada para
pemegang saham akan semakin rendah.
4. Pengawasan
terhadap
perusahaan
yang
mempercayakan
pada
pembelanjaan internal dalam rangka usaha mempertahankan pengendalian
terhadap perusahaan mengakibatkan pembayaran dividen semakin rendah
karena semakin banyak dana yang dibutuhkan yang bersumber dari laba
ditahan.
Universitas Sumatera Utara
28
2.1.2.2. Teori tentang Kebijakan Dividen
Teori kebijakan dividen merupakan teori yang mengkaji tentang
penentuan besarnya alokasi laba yang tersedia bagi pemegang saham biasa
pada dividen dan laba ditahan terhadap nilai pasar saham yang berlaku yang
menjadi penentu nilai dari suatu perusahaan. Berbagai teori dan temuan
empiris berkaitan dengan kebijakan dividen banyak ditemukan dalam literatur
keuangan, tetapi keputusan investasi dan keputusan pendanaan yang baik
tidak dapat digantikan oleh kebijakan dividen. Teori tentang kebijakan
dividen terus berkembang dan mengalami kemajuan dan sampai saat ini ada
beberapa teori kebijakan dividen yang telah dikemukakan.
1. Dividend Irrelevance Theory
Teori ini diperkenalkan oleh Miller dan Modigliani (1961:411) yang
menyatakan bahwa tidak ada pengaruh kebijakan dividen yang diputuskan
atau dilaksanakan perusahaan terhadap nilai perusahaan (aset) yang dimiliki
perusahaan. Investor yang memiliki saham pada perusahaan tidak akan
terpengaruh terhadap nilai aset / investasi bila perusahaan melakukan atau
memutuskan untuk membagi dividen. Tidak ada pengaruhnya kebijakan
dividen terhadap investasi atau aset investor karena investor dapat membuat
dividen sendiri (home made).
Nilai perusahaan tidak tergantung kepada kebijakan perusahaan atau
dividen yang dibayarkan perusahaan kepada pemegang saham melainkan
sangat tergantung kepada pilihan investasi optimal yang dilakukan oleh
perusahaan. Nilai perusahaan ditentukan oleh kemampuan perusahaan
Universitas Sumatera Utara
29
menghasilkan laba dan risiko investasi serta memisahkan antara dividen dan
dana internal yang ditahan (laba ditahan) yang tidak mempengaruhi nilai
perusahaan.
Nilai perusahaan tergantung kepada kebijakan investasi dan bukan
pada berapa jumlah laba yang dibagi untuk dividen dan berapa jumlah laba
yang tidak dibagi yang dijadikan sebagai laba ditahan (retained earning).
Pendapat ini bertolak dari dua pemikiran. Pertama: diasumsikan bahwa
keputusan investasi dan penggunaan utang sudah dibuat dan tidak
mempengaruhi besar kecilnya dividen yang dibayarkan. Kedua: pasar modal
yang sempurna diasumsikan ada. Hal ini berarti (1) investor dapat menjual
dan membeli saham tanpa membayar biaya transaksi karena informasi dalam
pasar modal yang sempurna tersebar luas sehingga investor dapat melakukan
sendiri segala sesuatu yang diinginkannya; (2) setiap perusahaan dapat
menerbitkan saham tanpa adanya biaya emisi atau flotation cost dan biaya
transaksi; (3) tidak ada pajak pendapatan perseorangan maupun pajak
penghasilan perusahaan; (4) informasi yang lengkap mengenai setiap
perusahaan selalu tersedia sehingga investor tidak perlu melihat pengumuman
khusus mengenai pembayaran dividen sebagai indikator penting dari kondisi
perusahaan; serta (5) tidak terdapat konflik atau tidak ada masalah keagenan
antara pihak manajemen dengan para pemilik saham.
Pembayaran dividen merupakan selisih (residual) antara pendapatan
dan investasi sehingga dividen yang dibayar selalu disesuaikan dengan tingkat
pendapatan dan jumlah sahamnya. Pengaruh pembayaran dividen terhadap
Universitas Sumatera Utara
30
kemakmuran pemegang saham akan diimbangi dengan jumlah yang sama
dengan sumber dana yang lain melalui pembelanjaan atau pemenuhan dana
yang lain yaitu dengan mengeluarkan saham baru sebagai pengganti sejumlah
pembayaran dividen yang telah dilakukan perusahaan kepada para pemegang
sahamnya. Dengan demikian, kenaikan pendapatan dari pembayaran dividen
akan diimbangi dengan penurunan harga saham sebagai akibat dari penjualan
saham baru sehingga laba yang diperoleh dan dibagikan sebagai dividen atau
akan ditahan dalam bentuk laba ditahan tidak akan mempengaruhi
kemakmuran pemegang saham.
2. Bird in The Hand Theory
Gordon dan Lintner (1963:264) dengan Bird in The Hand Theory
berpendapat bahwa dividen lebih baik daripada capital gain karena dividen
yang dibagi kurang berisiko. Investor lebih merasa aman memperoleh
pendapatan berupa pembayaran dividen daripada menunggu capital gain yang
belum tentu akan diperoleh pada masa mendatang atau kedua-duanya tidak
diperoleh padahal perusahaan membagikan dividen tergantung kepada
prospek perusahaan pada masa yang akan datang.
Bila perusahaan melihat adanya prospek yang lebih bagus di masa
mendatang dengan melakukan investasi, maka perusahaan kemungkinan besar
tidak akan membagikan dividen. Sebaliknya, perusahaan akan membagikan
dividen bila tidak ada pilihan investasi yang dapat meningkatkan nilai
perusahaan pada masa yang akan datang. Oleh karena itu, perusahaan harus
memperhatikan pandangan investor tersebut dalam rangka membagikan
Universitas Sumatera Utara
31
dividen. Harapan pembagian dividen sangat dibutuhkan agar harga saham
mengalami kenaikan dan akhirnya memperoleh capital gain.
Perusahaan seharusnya membentuk risiko pembayaran dividen dengan
menawarkan dividen yield yang tinggi agar dapat memaksimalkan harga
sahamnya. Keyakinan bahwa kebijakan dividen perusahaan itu tidak penting
secara implisit mengasumsikan bahwa seorang investor menggunakan
required rate of return yang sama, baik pendapatan itu berupa dividen
maupun capital gain. Pendapatan dividen memiliki sifat yang lebih pasti
(predictable) daripada capital gain. Pihak manajemen perusahaan dapat
mengendalikan dividen, tetapi tidak dapat mengendalikan harga sahamnya di
pasar modal. Ini berarti kadar risiko caiptal gain lebih besar. Oleh karena itu,
rate of return yang digunakan ketika mengurangi jumlah capital gain harus
lebih tinggi dari yang digunakan terhadap pendapatan dividen.
3. Tax Preference Theory
Tax Preference Theory yang dikemukakan Farrar dan Slewyn
(1967:444) dan Brennan (1970:417) menjelaskan bahwa investor lebih
menyukai laba ditahan (retained earning) daripada dividen. Teori ini
menyarankan agar perusahaan membayarkan dividen yang rendah jika ingin
memaksimalkan harga sahamnya. Teori perbedaan pajak ini menerangkan
bahwa kebijakan yang terbaik adalah tidak membayar pajak sama sekali.
Teori Miller Modigliani menyatakan bahwa pada pasar persaingan
sempurna tidak diperlukan pajak sehingga tidak ada perlakuan pajak yang
berbeda antara dividen dengan capital gain. Tetapi kenyataannya, pajak itu
Universitas Sumatera Utara
32
selalu ada seperti yang dialami investor dimana setiap dividen yang
dibayarkan akan dikenakan pajak. Padahal seharusnya dividen yang diterima
investor tidak seharusnya dikenakan pajak dikarenakan perusahaan telah
membayar pajak atas bagian keuntungan yang dibagikan (dividen) tersebut.
Bila investor membayar kembali pajak atas dividen yang diterimanya, maka
telah terjadi pajak berganda karena perpindahan keuntungan (dividen) terjadi
bukan dikarenakan adanya nilai tambah yang dilakukan sehingga dividen
tersebut bertambah ketika sampai di tangan investor.
Adanya perlakuan pajak yang berbeda ini membuat investor selalu
berpikir agar dividen yang diterimanya sudah bersih tanpa ada lagi
pembayaran pajak sehingga jelas perhitungan pendapatannya yang siap
dikonsumsikan. Pemikiran investor ini diperhatikan oleh agen perusahaan
agar agen tersebut mengurangi dividen dalam rangka memaksimumkan nilai
perusahaan sebab pajak mempengaruhi pembayaran dividen perusahaan.
Pembayaran dividen yang kecil akan membuat biaya modal kecil dan harga
saham mengalami kenaikan dan bila diperhatikan dengan seksama bahwa
pajak dividen selalu lebih tinggi daripada capital gain.
Pemegang saham lebih baik menjual saham mereka beberapa lembar
pada suatu saat dan membayar pajak keuntungan modal yang lebih rendah.
Pendapat ini terutama didasarkan pada perbedaan perlakuan pajak terhadap
pendapatan dividen dan capital gain. Suatu kenyataan bahwa semua investor
harus membayar pajak pendapatan. Dengan demikian, bagi investor tujuan
yang harus dicapai adalah maksimalisasi tingkat hasil investasi setelah
Universitas Sumatera Utara
33
dipotong pajak tanpa harus menanggung risiko yang terlalu besar. Tujuan ini
direalisir melalui upaya meminimalkan tingkat pajak efektif atas pendapatan
mereka dan sedapat mungkin menunda pembayaran pajak tersebut.
Meskipun keuntungan pajak yang terkandung dalam capital gain kini
tidak ada lagi, investor masih memiliki keuntungan tambahan dibandingkan
dengan pendapatan dividennya. Pajak untuk pendapatan dividen harus
langsung dibayarkan pada saat dividen itu diterima, tetapi pajak atas apresiasi
harga saham (capital gain) tertunda sampai saham tersebut benar-benar
terjual.
4. Clientele Effect Theory
Teori ini dikemukakan oleh Miller dan Modigliani (1961:414) dalam
mempertahankan pandangan teorinya yaitu Dividend Irrelevance Theory.
Pemegang saham perusahaan bervariasi dari segi pendapatan dan karakteristik
lainnya sehingga investor tersebut mempunyai preferensi tersendiri atas
investasi pada saham. Kelompok berpendapatan rendah menginginkan
dividen yang tinggi untuk menambah pendapatan sementara kelompok yang
berpendapatan yang tinggi menginginkan dividen yang rendah dan capital
gain yang tinggi sehingga terjadi kelompok peminat pada pemilik perusahaan
yang disebut clientele.
Perusahaan harus memperhatikan clientele ini dalam mengambil
keputusan
dalam
membayar
dividen.
Pada
sisi
lain,
pemerintah
memberlakukan pajak yang berbeda terhadap kelompok-kelompok atau
Universitas Sumatera Utara
34
berdasarkan kelembagaan tersebut sehingga lembaga tersebut mempunyai
keinginan tersendiri untuk dividen.
Teori ini menyatakan bahwa kelompok (clientele) pemegang saham
yang berbeda akan memiliki preferensi yang berbeda terhadap kebijakan
dividen perusahaan. Kelompok pemegang saham yang ingin memperoleh
pendapatan saat ini lebih menyukai dividend payout ratio yang tinggi daripada
menahan laba dan kelompok yang tidak membutuhkan pendapatan saat ini
lebih menyukai perusahaan menahan laba bersih perusahaan daripada
membagikan dividen.
Jika terdapat perbedaan pajak bagi individu, maka kelompok
pemegang saham dikenakan pajak tinggi lebih menyukai capital gain karena
dapat menunda pembayaran pajak. Kelompok ini lebih senang bila perusahaan
membagikan dividen yang kecil sedangkan kelompok pemegang saham yang
dikenakan pajak yang rendah akan cenderung menyukai dividen yang besar.
Bukti empiris menunjukkan bahwa efek dari clientele ini ada namun
hal tersebut tidak menunjukkan bahwa dividen besar lebih baik daripada
dividen kecil dan sebaliknya dividen kecil tidak lebih baik daripada dividen
besar. Efek clientele ini hanya menyatakan bahwa bagi kelompok pemegang
saham, kebijakan dividen tertentu lebih menguntungkan kelompok tersebut.
5. Signaling Hypothesis Theory
Teori ini juga dikemukakan oleh Miller dan Modigliani (1961:418)
untuk mempertahankan pandangan teorinya (Dividend Irrelevance Theory).
Pembayaran dividen oleh perusahaan mengandung informasi yang dapat
Universitas Sumatera Utara
35
dilihat dari sisi investor dan sisi manajer perusahaan. Manajer perusahaan
lebih mengetahui keadaan perusahaan dan kelanjutannya (going concern)
sementara investor kurang mengetahui keadaan perusahaan. Laporan
keuangan yang dipublikasikan perusahaan tidak banyak memberikan
informasi mengenai perusahaan. Salah satu tindakan perusahaan yang banyak
memberikan informasi mengenai investor adalah pembayaran dividen yang
dilakukan perusahaan. Perusahaan tidak mungkin akan membayar dividen bila
kinerja dan kondisi keuangan perusahaan berada pada posisi yang tidak baik.
Pembayaran dividen merupakan sumber informasi bahwa perusahaan berada
dalam kondisi yang sangat baik bahkan investor memandang pemberian
dividen merupakan kinerja perusahaan yang baik dan adanya kelebihan dana.
Pada sisi lain, manajer perusahaan membuat keputusan bahwa
pemberian dividen dikarenakan tidak ditemukannya investasi yang optimal
sesuai dengan Teori Miller dan Modigliani, dimana nilai perusahaan
meningkat karena pilihan investasi yang optimal, artinya perusahaan
memberikan dividen kepada investor agar dana tersebut dikelola untuk
mendapatkan tingkat pengembalian yang lebih baik bila tetap hanya di
perusahaan.
Teori ini mengemukakan bahwa kenyataannya dividen memiliki
pengaruh terhadap harga saham karena dividen digunakan investor sebagai
prediktor kinerja perusahaan pada masa mendatang. Kenaikan dividen pada
umumnya diikuti dengan kenaikan harga saham sedangkan penurunan dividen
Universitas Sumatera Utara
36
diikuti dengan penurunan harga saham. Hal ini membuktikan bahwa para
investor lebih menyukai dividen daripada capital gain.
Ketika perusahaan memiliki risiko pembayaran dividen yang stabil
sepanjang waktu dan perusahaan meningkatkan rasio tersebut, keadaan ini
menberi sinyal kepada para investor bahwa pihak manajemen mengumumkan
perubahan positif dalam profitabilitas pada masa mendatang. Selanjutnya
harga saham akan bereaksi positif terhadap kenaikan dividen ini. Penurunan
dividen dan kenaikan dividen yang berada di bawah kenaikan yang biasanya
merupakan sinyal bagi investor bahwa perusahaan menghadapi masa sulit
pada masa yang akan datang.
Para manajer perusahaan yang mengetahui lebih banyak tentang
keadaan perusahaan yang sebenarnya diharapkan dapat menggunakan dividen
sebagai alat untuk menyampaikan informasi yang baik dan yang belum
dikenal di pasar. Para investor dapat menggunakan informasi tentang
perubahan dividen ini sebagai sinyal atas kondisi keuangan perusahaan yang
sesungguhnya terutama tingkat kemampuannya menghasilkan keuntungan.
Kenaikan dividen yang lebih besar diharapkan mengisyaratkan kepada
investor bahwa perusahaan akan mampu meningkatkan keuntungannya
sedangkan penurunan dividen yang lebih besar dari yang diperkirakan
menandakan bahwa keuntungan perusahaan akan mengalami penurunan.
6. Teori Dividen Residual
Teori dividen residual menyatakan bahwa ketika perusahaan akan
memutuskan berapa banyak uang kas yang harus dibagikan kepada pemegang
Universitas Sumatera Utara
37
saham, ada dua hal yang harus tetap diingat, yaitu: (1) tujuan utamanya adalah
untuk memaksimumkan nilai pemegang saham, dan (2) arus kas yang dihasilkan
perusahaan merupakan milik pemegang saham (Brigham dan Houston, 2001:110).
Manajemen harus menahan diri dengan upaya menahan laba kecuali jika
laba itu dapat diinvestasikan kembali guna menghasilkan pengembalian yang
lebih tinggi yang juga ikut dirasakan oleh pemegang saham daripada yang
diperoleh pemegang saham jika mereka menginvestasikan uang itu dalam
investasi yang berisiko sama. Dengan demikian, ekuitas internal, laba ditahan,
lebih rendah biaya modalnya daripada ekuitas eksternal, saham biasa baru.
Kondisi ini mendorong perusahaan untuk menahan laba karena menambah
dasar ekuitas internal dan dengan demikian mengurangi kemungkinan bahwa
perusahaan harus menambah ekuitas eksternal di masa mendatang untuk
mendanai investasinya.
Adanya biaya penerbitan saham baru menonjolkan perbedaan antara
modal internal dan eksternal. Tanpa biaya penerbitan, perusahaan tidak akan
bersusah payah menentukan berapa besarnya dividen dan berapa besarnya laba
ditahan, demikian pula berapa besarnya pendanaan eksternal. Dengan adanya
biaya penerbitan itu, perusahaan jelas akan mengutamakan pendanaan internal.
Konsekuensinya, perusahaan akan melakukan pembayaran dividen setelah
dana-dana kebutuhan investasi terpenuhi; dengan kata lain, hanya jika ada
“pendapatan tersisa” atau pendapatan residual, maka dividen akan dibayarkan.
Inilah inti dari teori dividen residual atau residual dividend theory (Elton dan
Gruber, 1970:68).
Universitas Sumatera Utara
38
Lebih ditegaskan lagi, bahwa apabila fakta biaya-biaya penerbitan
sekuritas
diperhitungkan,
maka
kebijakan
dividen
perusahaan
memiliki
karakteristik sebagai berikut: (1) mempertahankan rasio hutang optimum dalam
pendanaan investasi mendatang; (2) menerima suatu investasi hanya jika NPV
(Net Present Value)nya positif; (3) mendahulukan pendanaan internal, kalau
ternyata tidak mencukupi, barulah perusahaan akan menerbitkan saham tambahan;
dan (4) apabila setelah kebutuhan dana investasi terpenuhi masih ada sisa, maka
perusahaan akan membayar dividen. Sedangkan apabila tidak ada dana yang
tersisa, maka dividen tidak dibayarkan (Elton dan Gruber, 1970:70).
Dengan demikian, konsekuensi dari apa yang telah diuraikan di atas adalah
bahwa, rasio pembayaran dividen yang optimal merupakan fungsi dari empat
faktor, yaitu: (1) pilihan investor atas dividen lawan keuntungan modal,
(2) peluang investasi perusahaan, (3) struktur modal yang ditargetkan, dan
(4) ketersediaan dan biaya dari modal eksternal. Ketiga elemen terakhir
digabungkan ke dalam model dividen residual (residual dividend model).
Menurut teori ini, kebijakan dividen memiliki pengaruh yang pasif, jadi
tidak bisa mempengaruhi secara langsung harga saham umum di bursa (Brigham
dan Houston, 2001:115).
2.1.2.3. Jenis-jenis Kebijakan Dividen
Kebijakan dividen menurut Riyanto (2001:289) dapat dibagi ke dalam
4 (empat) bagian berikut:
Universitas Sumatera Utara
39
1. Kebijakan dividen yang stabil
Kebijakan dividen yang stabil merupakan jumlah dividen per lembar
saham yang dibayarkan setiap tahunnya relatif tetap selama jangka waktu
tertentu meskipun pendapatan per lembar saham per tahunnya berfluktuasi.
2. Kebijakan pembayaran dividen dengan penetapan jumlah minimal plus
jumlah ekstra tertentu.
Kebijakan ini menetapkan jumlah rupiah minimal dividen
perlembar saham setiap tahunnya. Dalam keadaan keuangan yang lebih
baik perusahaan akan membayarkan dividen ekstra di atas jumlah minimal
tersebut.
3. Kebijakan dividen dengan penetapan dividend payout ratio yang
konstan.
Kebijakan ini menjelaskan bahwa perusahaan yang menjalankan
kebijakan dividend payout ratio yang konstan dan juga dividen per lembar
saham yang akan dibayarkan setiap tahunnya akan berfluktuasi sesuai
dengan perkembangan keuntungan bersih yang diperoleh setiap tahunnya.
4. Kebijakan dividen yang fleksibel
Perusahaan menetapkan rasio pembayaran dividen yang
besarnya tiap tahunnya disesuaikan dengan posisi keuangan dan
kebijakan pendanaan dari perusahaan yang bersangkutan. Apabila
keuntungan tinggi maka besarnya dividen yang dibagikan relatif tinggi.
Sebaliknya, jika tingkat keuntungan rendah maka besarnya dividen
Universitas Sumatera Utara
40
yang dibayarkan juga rendah atau dapat dikatakan besarnya selalu
proporsional dengan tingkat keuntungan.
2.1.2.4. Rasio Kebijakan Dividen
Kebijakan dividen dikonfirmasikan melalui Dividend Payout Ratio dan
Dividen Yield. Menurut Kallapur dan Trombley (1992:505). Dividend Payout
Ratio (DPR) adalah kemampuan perusahaan untuk melakukan pembayaran
dividen kepada setiap
pemegang saham yang dapat diukur dengan
membandingkan dividen kas per lembar saham dengan laba yang diperoleh
per lembar saham (Sundjaja dan Barlian, 2002 : 391). Menurut Darmadji
(2001) dividen merupakan pembagian sisi laba bersih perusahaan yang
didistribusikan kepada pemegang saham, atas persetujuan Rapat Umum
Pemegang Saham (RUPS). Dividend itu bisa berbentuk uang tunai (cash
dividend) atau dividen saham (stock dividend). Jika dividen dibayar dalam
bentuk tunai, maka besarnya rasio pembayaran dividennya dapat dihitung
dengan rumus:
Dividen kas per lembar saham
DPR =
Laba per lembar saham
Menurut (Sundjaja dan Barlian, 2002 : 437) dividen kas per lembar saham
atau dividend per share (DPS) merupakan jumlah dividen tunai yang dibagikan
kepada setiap pemegang saham dalam jumlah rupiah tertentu untuk setiap lembar
saham.
Dividen Kas per Lembar Saham / Dividend per Share (DPS) dapat dihitung
dengan rumus:
Universitas Sumatera Utara
41
Jumlah dividen tunai
DPS =
Jumlah saham beredar
Menurut Baridwan (2003:448), laba bersih setelah pajak atau earning per
share (EPS) merupakan jumlah pendapatan yang diperoleh dalam satu periode
(biasanya satu tahun) untuk tiap saham yang beredar. Laba per Lembar Saham /
Earning per Share (EPS) dapat dihitung dengan rumus:
Laba bersih
EPS =
Jumlah saham beredar
Jika dividen dibayar dalam bentuk saham, maka pembayaran
dividennya dapat dihitung dengan menggunakan Dividend Yield Ratio (DYR)
adalah suatu rasio yang menghubungkan dividen yang dibayar dengan harga
saham biasa (Warsono, 2003:275).
Dividend Yield Ratio dapat dihitung
dengan menggunakan rumus:
Dividen per lembar saham tahunan
DYR =
Harga per lembar saham
2.1.3. Profitabilitas
2.1.3.1. Pengertian Profitabilitas
Menurut Gitman (2003:145), profitabilitas adalah hubungan antara
pendapatan dan biaya yang dihasilkan dengan menggunakan aset perusahaan
baik lancar maupun tetap dalam aktivitas operasi. Brigham dan Houston
Universitas Sumatera Utara
42
(2001:197) menyatakan bahwa profitabilitas adalah hasil bersih dari
serangkaian kebijakan dan keputusan.
Sartono
(2001:122)
berpendapat
bahwa
profitabilitas
adalah
kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungannya dengan
penjualan, total aktiva maupun modal sendiri. Dengan demikian bagi investor
jangka panjang akan sangat berkepentingan dengan analisa profitabilitas ini.
Tingkat pengembalian terhadap aset-aset (ROA) menentukan pengembalian
laba dalam bentuk dividen yang dapat digunakan oleh pemegang saham, baik
ditanamkan kembali di dalam perusahaan maupun di tempat lain. Semakin
tinggi tingkat profitabilitas mengakibatkan semakin meningkatnya pembagian
dividen kepada para pemegang saham.
Profitabilitas berpengaruh terhadap kebijakan dividen karena dividen
adalah sebagian dari laba bersih yang diperoleh perusahaan. Oleh karena itu,
dividen akan dibagikan apabila perusahaan memperoleh keuntungan.
Keuntungan yang layak dan akan dibagikan kepada pemegang saham adalah
keuntungan setelah perusahaan memenuhi kewajiban-kewajiban tetapnya
yaitu bunga dan pajak. Perusahaan yang semakin besar keuntungannya akan
membayar porsi pendapatan yang semakin besar sebagai dividen (Sudarsi,
2002:79).
Setiap perusahaan dalam menjalankan kegiatan bisnisnya, akan
berusaha untuk menghasilkan laba atau profit. Dalam hubungannya dengan
kebijakan dividen, besarnya profitabilitas akan mempengaruhi besar kecilnya
pembayaran dividen. Peningkatan pembayaran dividen hanya terjadi ketika
Universitas Sumatera Utara
43
perusahaan memiliki profitabilitas yang tinggi, dengan asumsi bahwa
profitabilitas tersebut cukup tinggi untuk meningkatkan laba, baik laba
ditahan maupun pembayaran dividen secara serentak. Jika perusahaan
mempunyai tingkat profitabilitas yang tinggi, maka perusahaan akan
mendapatkan laba yang tinggi pula dan pada akhirnya laba yang tersedia
untuk dibagikan kepada para pemegang saham akan semakin besar pula.
Semakin besar laba yang tersedia bagi pemegang saham maka pembayaran
dividen kepada pemegang saham atau alokasi untuk laba ditahan akan
semakin besar pula. Dengan demikian, investor sangat berkepentingan dengan
analisis profitabilitas, misalnya bagi pemegang saham akan melihat
keuntungan yang benar-benar akan diterima dalam bentuk dividen.
2.1.3.2. Rasio Profitabilitas
Gitman (2003:147) mengatakan bahwa rasio profitabilitas merupakan
rasio yang digunakan untuk mengukur efektifitas manajemen berdasarkan
hasil pengembalian dari penjualan investasi serta kemampuan perusahaan
menghasilkan laba yang akan menjadi dasar pembagian dividen perusahaan.
Ada beberapa pengukuran terhadap profitabilitas perusahaan, di mana
masing-masing pengukuran dihubungkan dengan volume penjualan, total aktiva
dan modal sendiri. Secara keseluruhan ketiga pengukuran ini akan memungkinkan
seorang penganalisa untuk mengevaluasi tingkat earning dalam hubungannya
dengan volume penjualan, jumlah aktiva dan investasi tertentu dari pemilik
perusahaan.
Universitas Sumatera Utara
44
Menurut Foster (1986:60) terdapat 7 (tujuh) cara-cara pengukuran rasio
profitabilitas, yaitu:
1. Gross Profit Margin Ratio (GPM)
Rasio ini merupakan persentase dari laba kotor dengan penjualan.
Gross Profit Margin Ratio dapat dihitung dengan rumus:
Gross Profit
Gross Profit Margin =
x 100 %
Sales
2. Operating Profit Margin
Rasio ini menggambarkan apa yang disebut “pure profit” yang
diterima atas penjualan yang dilakukan di mana jumlah tersebut merupakan
jumlah
yang
benar-benar
diperoleh
dari
hasil
perusahaan
dengan
mengabaikan kewajiban-kewajiban finansial lainnya atau laba bersih sebelum
bunga serta pajak dibandingkan dengan penjualan. Gross Profit Margin Ratio
dapat dihitung dengan rumus:
Rumus Operating Profit Margin Ratio:
EBIT
Operating Profit Margin =
x 100 %
Sales
3. Operating Ratio
Rasio ini menggambarkan biaya operasi dari setiap rupiah hasil
penjualan atau rasio yang membandingkan biaya operasi perusahaan dengan
penjualan. Operating Ratio dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
Harga Pokok Penjualan + Biaya Operasional
Operating Ratio =
x100%
Penjualan
Universitas Sumatera Utara
45
4. Sales Margin (Net Profit Margin)
Merupakan rasio antara laba bersih (net profit) yaitu penjualan yang
sudah dikurangi seluruh biaya termasuk pajak dibandingkan dengan
penjualannya. Sales Margin dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
EAT
Sales Margin =
x 100 %
Sales
5. Assets Turnover Ratio
Rasio ini merupakan ukuran tentang sampai seberapa jauh aktiva ini
telah dipergunakan dalam kegiatan perusahaan atau menunjukkan berapa kali
operating asset berputar dalam suatu periode teretntu, biasanya satu tahun.
Assets Turnover Ratio dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
Sales
Assets Turnover Ratio =
x 100 %
Total Assets
6. Return on Equity (ROE)
Rasio ini mengukur seberapa banyak keuntungan yang menjadi hak
pemilik modal sendiri, karena itu dipergunakan angka laba setelah pajak.
Return on Equity (ROE) dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
EAT
Return on Equity =
x 100 %
Modal sendiri
7. Return on Assets (ROA)
Rasio Return on Assets (ROA) ini umum digunakan dalam analisis
profitabilitas. Rasio ini menunjukkan seberapa banyak laba bersih yang
bisa diperoleh dari seluruh kekayaan yang dimiliki perusahaan. Return on
Assets (ROA) menunjukkan laba yang dihasilkan oleh modal setelah
Universitas Sumatera Utara
46
diinvestasikan dalam total aktiva. Semakin tinggi ROA semakin besar
kemungkinan
pembagian
dividen.
Rasio
ini
mengukur
tingkat
pengembalian atas total aktiva setelah bunga dan pajak. Hasil
pengembalian total aktiva atau total investasi menunjukkan kinerja
manajemen dalam menggunakan aktiva perusahaan untuk menghasilkan
laba (Sartono, 2001 : 122). Return on Assets (ROA) dapat dihitung dengan
menggunakan rumus:
Laba Bersih (EAT)
Return on Assets =
x 100 %
Total Assets
2.1.4. Likuiditas
2.1.4.1. Pengertian Likuiditas
Menurut Gitman (2003:132), likuiditas merupakan kemampuan
perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangan yang berjangka pendek,
tepat waktunya atau kemampuan perusahaan untuk menyediakan kas atau
setara kas yang ditunjukkan melalui besar kecilnya aktiva lancar. Semakin
tinggi
tingkat
profitabilitas
yang
dimiliki
suatu
perusahaan,
maka
memungkinkan pembayaran dividen yang baik pula.
Menurut Sutrisno (2005:259), likuiditas merupakan kemampuan
perusahaan untuk membayar kewajiban-kewajiban yang segera harus
dipenuhi. Semakin tinggi likuiditas suatu perusahaan, maka kemampuan
perusahaan dalam membayar kewajiban-kewajibannya akan semakin baik.
Selain itu, semakin tinggi tingkat likuiditas suatu perusahaan maka semakin
Universitas Sumatera Utara
47
mampu pula perusahaan tersebut membayar dividen karena pembayaran
dividen membutuhkan aliran dana keluar sehingga diperlukan likuiditas yang
tinggi.
Menurut Sartono (2001:114), likuiditas adalah kemampuan suatu
perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangannya yang berjangka pendek
tepat pada waktunya. Likuiditas suatu perusahaan sangat besar pengaruhnya
terhadap investasi perusahaan dan kebijakan pemenuhan kebutuhan dana.
Keputusan investasi akan menentukan tingkat ekspansi dan kebutuhan dana
perusahan, sementara itu keputusan pembelanjaan akan menentukan
pemilihan sumber dana untuk membiayai investasi tersebut.
Dalam kaitannya dengan kebijakan dividen, likuiditas merupakan
kemampuan perusahaan untuk membayarkan dividen kepada para pemegang
saham. Hal ini dikarenakan, untuk membayar dividen diperlukan ketersediaan
dana dalam hal ini adalah kas yang dimiliki oleh perusahaan. Perusahaan yang
mempunyai laba yang tinggi belum tentu dapat membayarkan dividen kepada
para pemegang saham karena tidak adanya dana untuk membayar dividen.
Likuiditas perusahaan selalu menjadi pertimbangan utama dalam
kebijakan dividen. Karena dividen bagi perusahaan merupakan kas keluar,
maka semakin besar likuiditas perusahaan secara keseluruhan akan semakin
besar kemampuan perusahaan untuk membayar dividen. Likuiditas juga
menggambarkan mudah tidaknya suatu jenis investasi dicairkan menjadi uang
kas (Anoraga, 2001:79). Perusahaan yang sedang mengalami pertumbuhan
dan profitable akan memerlukan dana yang cukup besar guna membiayai
Universitas Sumatera Utara
48
investasinya, oleh karena itu mungkin akan kurang likuid karena dana yang
diperuleh lebih banyak diinvestasikan pada aktiva tetap dan aktiva lancar yang
permanen. Likuiditas tidak hanya berkenaan dengan keadaan keseluruhan
keuangan perusahaan, tetapi juga berkaitan dengan kemampuannya untuk
mengubah aktiva lancar tertentu menjadi uang kas.
2.1.4.2. Rasio Likuiditas
Likuiditas
perusahaan
merupakan
faktor
penting
yang
harus
dipertimbangkan sebelum mengambil keputusan untuk menetapkan besarnya
dividen yang akan dibayarkan kepada para pemegang saham. Oleh karena
dividen merupakan cash outflow, maka makin kuat posisi likuiditas
perusahaan, berarti makin besar kemampuan perusahaan untuk membayar
dividen (Prihantoro, 2003:10).
Suatu perusahaan yang sedang bertumbuh, mungkin tidak begitu kuat
posisi likuiditasnya karena sebagian besar dari dananya berada dalam aktiva
tetap dan modal kerja sehingga kemampuanya untuk membayarkan dividen
pun sangat terbatas. Dengan sendirinya likuiditas suatu perusahaan ditentukan
oleh keputusan-keputusan di bidang investasi dan cara pemenuhan kebutuhan
dananya.
Menurut Horne dan Wachowicz (2005 : 234), rasio likuiditas
merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan
dalam memenuhi kewajian financial jangka pendek yang berupa hutang –
hutang jangka pendek (short time debt). Adapun rasio yang tergabung dalam
rasio likuiditas ini adalah:
Universitas Sumatera Utara
49
1. Rasio lancar (current ratio)
Merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan
perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendeknya dengan
menggunakan aktiva lancar yang dimiliki. Semakin tinggi current ratio
suatu perusahaan berarti semakin tinggi tingkat keamanan margin of safety
para kreditor jangka pendek atau dengan perkataan lain kemampuan
perusahaan untuk membayar hutang-hutangnya tinggi. Akan tetapi current
ratio yang terlalu tinggi menunjukkan kelebihan uang kas/aktiva lancar.
Current ratio dapat dihitung dengan rumus:
Aktiva lancar
Current Ratio =
Utang lancar
2. Rasio cepat (quick ratio/acid test ratio)
Merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan
perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendeknya dengan
menggunakan aktiva yang lebih likuid dengan tidak memperhitungkan
persediaan. Dalam rasio ini persediaan dianggap kurang likuid, karena
membutuhkan waktu yang relatif lama untuk merubah persediaan
menjadi uang tunai. Unsur piutang masih tetap diperhitungkan sebagai
aktiva yang likuid. Quick Ratio dapat dihitung dengan rumus:
Aktiva lancar – Persediaan
Quick Ratio =
Utang lancer
Universitas Sumatera Utara
50
3. Rasio kas (cash ratio)
Rasio ini membandingkan kas ditambah efek-efek (surat berharga).
Kas dan efek-efek dianggap sebagai aktiva yang paling liquid, yaitu
mudah untuk dicairkan/diuangkan dalam jangka pendek. Semakin tinggi
cash ratio berarti jumlah uang tunai tersedia semakin besar, sehingga
pelunasan hutang akan terjamin. Akan tetapi cash ratio yang terlalu tinggi
akan mengurangi potensi untuk mempertinggi rate of return. Cash ratio
dapat dihitung dengan rumus yaitu:
Kas + Efek
Cash Ratio =
Utang lancar
Menurut Riyanto (2001:267), Posisi kas (cash position)
merupakan salah satu indikator yang dapat digunakan untuk
menghitung tingkat likuiditas perusahaan yang dihitung berdasarkan
perbandingan antara saldo kas akhir dengan laba setelah pajak (earning
after tax). Faktor ini merupakan faktor internal yang dapat dikendalikan
oleh manajemen sehingga pengaruhnya dapat dirasakan secara langsung
bagi kebijakan dividen.
Deviden merupakan cash outflow yang
dipengaruhi oleh posisi kas perusahaan sehingga demikian makin kuatnya
posisi kas perusahaan akan semakin besar kemampuannya untuk
membayar deviden. Partington (1989:169). Cash position dapat
dihitung dengan rumus yaitu:
Saldo kas akhir
Cash Position
=
Laba bersih setelah pajak (EAT)
Universitas Sumatera Utara
51
2.1.5. Teori tentang Profitabilitas dan Likuiditas
Profitabilitas merupakan tingkat keuntungan bersih atau laba bersih
yang diperoleh perusahaan saat menjalankan kegiatan usahanya selama
periode tertentu. Keuntungan yang diraih perusahaan ini merupakan hasil dari
investasi yang ditanamkan oleh perusahaan dan merupakan pertimbangan
utama bagi sebuah perusahaan dalam rangka pengembangan bisnisnya.
Keuntungan yang layak dibagikan kepada pemegang saham adalah keuntungan
setelah bunga dan pajak. Semakin besar keuntungan yang diperoleh perusahaan,
semakin besar pula kemampuan perusahaan untuk membayarkan devidennya
dan hal ini berdampak pada kenaikan nilai perusahaan.
Semakin besar tingkat keuntungan yang diperoleh perusahaan
menunjukkan semakin baik kinerja manajemen dalam mengelola perusahaan.
Penilaian prestasi suatu perusahaan dapat dilihat dari kemampuan perusahaan
itu untuk menghasilkan laba. Laba perusahaan selain merupakan indikator
kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban bagi para penyandang dananya
juga merupakan elemen dalam penciptaan nilai perusahaan yang menunjukkan
prospek perusahaan di masa yang akan datang.
Profitabilitas digunakan sebagai indikator untuk mengetahui tingkat
pengembalian yang akan diberikan kepada pemegang saham. Jika tingkat
pengembalian investasi yang dimiliki sebuah perusahaan tinggi akan
memberikan sinyal positif bagi investor dalam melakukan penilaian. Semakin
tinggi profitabilitas semakin tinggi pemaksimalan kesejahteraan pemegang
Universitas Sumatera Utara
52
saham sehingga berdampak pada nilai perusahaan yang tercermin pada harga
sahamnya.
Profit yang tinggi akan memberikan indikasi prospek perusahaan yang
baik sehingga dapat memicu investor untuk ikut meningkatkan permintaan
saham. Selanjutnya permintaan saham yang meningkat akan menyebabkan
nilai perusahaan yang meningkat. Femonema tersebut menunjukkan bahwa
tingkat profitabilitas merupakan insentif bagi peningkatan nilai perusahaan.
Likuiditas merupakan kemampuan suatu perusahaan untuk membayar
kewajiban-kewajiban jangka pendeknya pada saat jatuh tempo dengan
menggunakan aktiva lancar yang tersedia. Likuiditas tidak hanya berhubungan
dengan keadaan keseluruhan keuangan perusahaan, tetapi juga berhubungan
dengan kemampuan suatu perusahaan untuk mengubah aktiva lancar tertentu
menjadi uang kas. Kas ini merupakan aktiva yang tidak dapat menghasilkan
“laba”, dalam arti tidak bisa untuk mendapatkan laba secara langsung dalam
operasi perusahaan. Oleh karena itu, perlu dilakukan usaha pengelolaannya
(manajemen) kas yang efektif dan efisien sehingga pemanfaatan kas tersebut
optiomal (Harjito dan Martono, 2005:116).
Perusahaan yang mampu memenuhi kewajiban keuangannnya tepat
pada waktunya berarti perusahaan tersebut dalam keadaaan “likuid” karena
perusahaan tersebut mempunyai alat pembayaran ataupun aktiva lancar yang
lebih besar dari pada hutang lancar atau hutang jangka pendek dan sebaliknya.
Kemampuan membayar atas kewajiban jangka pendek suatu perusahaan
sangat tergantung dari alat pembayaran likuid (cair) yang dimiliki perusahaan.
Universitas Sumatera Utara
53
Besarnya alat pembayaran likuid yang dimiliki perusahaan disebut
sebagai daya bayar atau kekuatan bayar suatu perusahaan yang akan
menjadikan perusahaan mempunyai kemampuan membayar kewajiban jangka
pendeknya. Semakin tinggi tingkat likuiditas suatu perusahaan, maka semakin
baik kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya
dan berdampak positif terhadap nilai perusahaaan.
Besarnya tingkat profitabilitas dan likuiditas menjadi penentu nilai
perusahaan. Nilai perusahaan adalah sangat penting karena dengan nilai
perusahaan yang tinggi akan diikuti oleh tingginya kemakmuran pemegang
saham (Brigham dan Houston, 2001:210). Semakin tinggi harga saham
semakin tinggi nilai perusahaan. Nilai perusahaan ditentukan oleh besarnya
tingkat profitabilitas dan tingkat likuiditas yang dimiliki oleh perusahaan.
Nilai perusahaan yang tinggi menjadi keinginan para pemilik perusahaan,
sebab dengan nilai yang tinggi menunjukan kemakmuran pemegang saham
juga tinggi. Kekayaan pemegang saham dan perusahaan dipresentasikan oleh
harga pasar dari saham yang merupakan cerminan dari keputusan investasi,
pendanaan (financing), dan manajemen asset.
Teori tentang nilai perusahaan dikaitkan dengan Teori Stuktur
Keuangan (Financial Structure Theory) yang dikembangkan pertama kali oleh
David Duran pada tahun 1952 (Eugene dan Gapenski, 1987:151) Dalam
mengembangkan pendekatan ini diasumsikan pajak perusahaan nol. Nilai
perusahaan dapat dinilai dengan tiga pendekatan, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
54
1. Pendekatan laba bersih (net income approach)
Pendekatan
laba
bersih
mangasumsikan
bahwa
investor
mengkapitalisasi atau menilai laba perusahaan dengan tingkat
kapitalisasi yang konstan dan perusahaan dapat meningkatkan jumlah
hutangnya dengan tingkat biaya hutang yang konstan pula. Karena
tingkat kapitalisasi dan tingkat biaya hutang konstan maka semakin
besar jumlah hutang yang digunakan perusahaan, biaya modal rata-rata
tertimbang semakin kecil sebagai akibat penggunaan hutang yang
semakin besar, nilai perusahaan akan meningkat.
2. Pendekatan laba operasi (net operating income approach)
Pendekatan ini melihat bahwa biaya modal rata-rata tertimbang
konstan berapapun tingkat hutang yang digunakan oleh perusahaan.
Pertama, diasumsikan bahwa biaya hutang konstan seperti halnya
dalam pendekatan laba bersih. Kedua, penggunaan hutang yang
semakin besar oleh pemilik modal sendiri dilihat sebagai peningkatan
risiko perusahaan. Oleh karena itu tingkat keuntungan yang
diisyaratkan oleh pemilik modal sendiri akan meningkat sebagai akibat
meningkatnya risiko perusahaan. Konsekuensinya biaya modal ratarata tertimbang tidak mengalami perubahan dan keputusan struktur
modal menjadi tidak penting.
3. Pendekatan tradisional (traditional approach)
Pendekatan ini mengasumsikan bahwa hingga leverage tertentu,
risiko perusahaan tidak mengalami perubahan. Sehingga baik tingkat
Universitas Sumatera Utara
55
bunga hutang maupun tingkat kapitalisasi relatif konstan. Namun
demikian setelah leverage atau rasio hutang tertentu, biaya hutang dan
biaya modal sendiri meningkat. Peningkatan biaya modal sendiri ini
akan semakin besar dan bahkan akan lebih besar daripada penurunan
biaya karena penggunaan hutang yang lebih murah. Akibatnya biaya
modal rata-rata tertimbang pada awalnya menurun dan setelah leverage
tertentu akan meningkat.
2.1.6. Pendanaan
2.1.6.1 Pengertian Pendanaan
Menurut Sudarmaji dan Sularto (2007:54), pendanaan merupakan
pengukur besarnya aktiva yang dibiayai dengan hutang yang berasal dari
kreditur, bukan dari pemegang saham ataupun investor atau sejauh mana kita
menggunakan utang sebagai sumber dana dibandingkan menggunakan dana
yang berasal dari modal. Menurut Hanafi (2004:327), pendanaan dapat
digunakan untuk meningkatkan tingkat keuntungan yang diharapkan sehingga
keuntungan yang diperoleh lebih besar daripada biaya aktiva dan sumber
dananya.
Pendanaan merupakan salah satu keputusan keuangan yang harus
ditetapkan oleh manajer keuangan dalam hal mendanai aset-asetnya yang
berkaitan dengan jenis-jenis sumber dana jangka pendek dan sumber dana
jangka panjang. Pendanaan juga merupakan komposisi dari tiap sumber dana
tersebut dengan tujuan untuk meningkatkan nilai perusahaan berdasarkan
pendanaan yang memiliki risiko yang lebih kecil yaitu laba ditahan, diikuti
Universitas Sumatera Utara
56
dengan hutang, dan yang terakhir modal (ekuitas) (Myers dan Majluf,
1984:187).
Pendanaan ini merupakan salah satu keputusan keuangan yang harus
dilakukan oleh perusahaan untuk mencapai tujuannya. Keputusan keuangan
perusahaan itu terdiri dari keputusan investasi, pendanaan, dan kebijakan dividen.
Keputusan investasi ditujukan untuk menghasilkan kebijakan yang berhubungan
dengan (a) kebijakan pengalokasian sumber dana secara optimal, (b) kebijakan
modal kerja (c) kebijakan investasi yang berdampak pada strategi perusahaan
yang lebih luas (merger dan akuisisi) (Damodaran, 1997:351).
Menurut Sutrisno (2005:10) untuk memenuhi kebutuhan dana, manajer
keuangan dapat mengambil beberapa alternatif dalam memenuhi kebutuhan
pendanaan perusahaan, yaitu:
1. Perusahaan akan mengambil sumber dana dari luar, berarti perusahaan bisa
mengambil dana dari hutang atau modal sendiri. Keputusan ini dikenal
sebagai keputusan pendanaan (financing decision).
2. Perusahaan mengambil sumber dana dari dalam, berupa pemanfaatan laba.
Keputusan tersebut menyangkut kebijakan dividen (dividend policy).
Keputusan pendanaan difokuskan untuk mendapatkan usaha optimal
dalam rangka mendapatkan dana atau dana tambahan untuk mendukung kebijakan
investasi. Masalah utama dalam mengoptimalkan keputusan pendanaan adalah
menetapkan struktur modal (utang dan ekuitas) yang optimal sebagai asumsi dasar
dalam memutuskan berapa jumlah dana dan bagaimana komposisi jumlah dana
pinjaman dan dana sendiri yang ditambahkan untuk mendukung kebijakan
Universitas Sumatera Utara
57
investasi sehingga kinerja keuangan perusahaan dapat tumbuh secara sehat. Di
samping itu, komposisi struktur modal harus pula dipertimbangkan hubungan
antara perusahaan, kreditur, maupun pemegang saham sehingga tidak terjadi
konflik (Saragih, et.al., 2005:152).
Pada hakikatnya, sumber pendanaan yang berasal dari luar perusahaan
yang berasal dari hutang (modal asing) diperoleh melalui pinjaman dari bank atau
lembaga keuangan lainnya maupun dengan mengeluarkan surat hutang sehingga
perusahaan harus memberikan kompensasi berupa bunga yang menjadi beban
tetap bagi perusahaan. Sumber pendanaan yang berasal dari hutang dapat
dikelompokkan menjadi hutang terencana (intended debt) dan hutang spontan
(spontaneous debt). Hutang terencana (intended debt) merupakan hutang yang
timbul karena keinginan manajemen perusahaan dengan cara meminta bantuan
kepada pihak ketiga seperti bank dan lembaga pemberi pinjaman atau publik
dengan menerbitkan obligasi. Biasanya hutang terencana mempunyai kewajiban
balas jasa yang dikenal dengan bunga dan untuk obligasi disebut kupon. Hutang
spontan (spontaneous debt) merupakan hutang kepada pihak penyedia (supplier)
yang timbul akibat kegiatan bisnis antarpihak dimana para pihak tidak menuntut
balas jasa terjadinya hutang-piutang tersebut.
Sumber dana yang berasal dari modal sendiri (equity) merupakan modal
yang berasal dari saham preferen dan saham biasa. Saham preferen merupakan
sumber dana dimana perusahaan mempunyai kewajiban membayar dividen
walaupun posisi perusahaan mengalami kerugian. Perusahaan membayar dividen
pada tahun berikutnya setelah profit dan kewajiban dividen dianggap sebagai
Universitas Sumatera Utara
58
hutang sebelum dibayar. Saham biasa merupakan sumber pendanaan perusahaan
dimana perusahaan tidak mempunyai kewajiban untuk membayar dividen. Kedua
sumber dana ekuitas ini dianggap perusahaan menjadi sumber dana yang berisiko
rendah dibandingkan dengan sumber dana melalui hutang. Sumber pendanaan dari
modal inilah yang digunakan sebagai tanggungan atas keseluruhan risiko yang
dihadapi oleh perusahaan dan menjadi jaminan bagi pihak yang memberikan
pinjaman.
Sumber pendanaan yang berasal dari dalam perusahaan hanya diperoleh
dari laba ditahan. Setiap tahun perusahaan mempunyai kemungkinan laba bersih
yang dipergunakan untuk pengembangan perusahaan. Sebahagian dari laba bersih
perusahaan dipergunakan untuk dibagikan sebagai dividen dan sebahagian lagi
ditahan untuk pengembangan investasi perusahaan. Keputusan dividen ditentukan
dari jumlah keuntungan perusahaan setelah pajak (earning after tax). Oleh karena
itu tujuan memaksimumkan keuntungan yang akan dibagikan kepada pemegang
saham (dividen) memiliki kendala dalam memaksimumkan laba ditahan untuk
diinvestasikan kembali sebagai sumber dana internal, dengan kata lain semakin
banyak jumlah laba ditahan berarti semakin sedikit uang yang tersedia bagi
pembayaran dividen.
Hubungan pendanaan dengan kebijakan dividen dipengaruhi oleh rasio
leverage yaitu Debt to Equity Ratio (DER). Artinya kebijakan dividen
dilakukan,
apabila
perusahaan
tersebut
dapat
mengelola
pembayaran hutang pada periode yang akan datang.
kebutuhan
Pembiayaan dividen
hanya dapat dilakukan ketika seorang manajer menyetujui bahwa mereka
Universitas Sumatera Utara
59
dapat mengelola kebijakan dividen yang baru di masa yang akan datang
sehingga semakin tinggi hutang maka semakin kecil dividen yang dibayarkan
karena pembiayaan eksternal atau hutang cenderung memiliki risiko yang
tinggi dibandingkan dengan pembiayaan internal.
Pendanaan ini sama dengan penentuan struktur modal perusahaan dan
untuk mengukurnya digunakan rasio leverage (Debt to Equity Ratio). Debt to
Equity Ratio merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur tingkat
leverage (penggunaan utang) terhadap total shareholders’ equity yang
dimiliki perusahaan (Ang, 1997:18). Faktor ini mencerminkan kemampuan
perusahaan dalam memenuhi seluruh kewajibannya yang ditunjukkan oleh
beberapa bagian modal sendiri yang digunakan untuk membayar hutang.
Semakin besar rasio ini menunjukkan semakin besar kewajibannya dan rasio
yang semakin rendah akan menunjukkan semakin tinggi kemampuan
perusahaan memenuhi kewajibannya.
Apabila perusahaan menentukan bahwa pelunasan utangnya akan
diambilkan dari laba ditahan, berarti perusahaan harus menahan sebagian
besar dari pendapatannya untuk keperluan tersebut, hal ini berarti hanya
sebagian kecil saja pendapatan yang dapat dibayarkan sebagai dividen
(Riyanto, 2001:267). Peningkatan utang ini akan mempengaruhi tingkat
pendapatan bersih yang tersedia bagi pemegang saham, artinya semakin tinggi
kewajiban perusahaan, akan semakin menurunkan kemampuan perusahaan
membayar dividen (Sudarsi, 2002:80).
Universitas Sumatera Utara
60
2.1.6.2. Teori tentang Pendanaan
Perusahaan yang ingin berkembang atau bertumbuh akan melakukan
peningkatan penjualan perusahaan atau melakukan investasi. Peningkatan
penjualan membutuhkan modal kerja dan investasi membutuhkan dana untuk
melakukan investasi tersebut. Perusahaan telah mempunyai ukuran untuk
mendapatkan dana tersebut agar inivestasi yang dilakukan dapat berjalan
dengan baik. Pendanaan investasi yang dilakukan oleh perusahaan tersebut
berasal dari sumber internal dan sumber ekternal perusahaan. Teori yang
membahas tentang pendanaan investasi ini dikenal dengan nama Teori Urutan
Pendanaan (Pecking Order Theory).
Teori Urutan Pendanaan (Pecking Order Theory) diperkenalkan oleh
Gordon Donaldson pada tahun 1961. Pecking order theory mengasumsikan
bahwa perusahaan bertujuan untuk memaksimumkan kesejahteraan pemegang
saham. Menurut Donaldson (1961:101), perusahaan mempunyai urutan dalam
melakukan pendanaan yang dimulai dengan urutan laba ditahan, utang kepada
pihak ketiga baik dengan loan atau menjual obligasi dan terakhir
mengeluarkan saham baru. Urutan pendanaan tersebut merupakan urutan
berdasarkan biaya yang harus dikeluarkan perusahaan dan biaya ekuitas yang
merupakan biaya tertinggi. Perusahaan yang membayar dividen yang tinggi
pada masa lalu mempunyai kecenderungan untuk meminjam lebih banyak
sehingga perusahaan cenderung menggunakan dana dari dalam perusahaan
dan meminjam dari pihak luar serta kemudian mengeluarkan saham. Pecking
order theory memprediksi bahwa pendanaan utang eksternal didasarkan pada
Universitas Sumatera Utara
61
defisit pendanaan internal. Adapun urutan pendanaan perusahaan menurut
survei Donaldson (1961:110) adalah sebagai berikut:
1. Laba ditahan;
2. Mencairkan surat-surat berharga seperti deposito, menjual obligasi, dan
menjual saham;
3. Menerbitkan surat utang;
4. Paling akhir (the only last resort) menerbitkan saham.
Selanjutnya Myers dan Majluf (1984:198) mengemukakan teori urutan
pendanaan yang tergugah atas penelitian Black dan Scholes (1976:72)
mengenai dividen puzzle yang menyatakan bahwa semakin kuat kita
memperhatikan gambaran tentang dividen, maka semakin nyata hal itu terlihat
seperti suatu teka-teki, dengan pecahan-pecahan yang berantakan dan yang tidak
saling berkesesuaian.
Menurut Myers dan Majluf (1984:201) dalam Pecking Order Theory
menjelaskan sebuah hirarki dalam pemenuhan kebutuhan dana perusahaan.
Manajer perusahaan akan lebih memilih menggunakan internal equity yang
diperoleh dari laba ditahan dan cadangan depresiasi. Apabila
perusahaan
membutuhkan dana eksternal, maka akan memilih hutang sebelum external
equity. Sumber dana yang paling disukai oleh perusahaan adalah sumber
pendanaan yang memiliki risiko yang paling kecil dimana perusahaan akan
memilih sumber dana berdasarkan preferensi biaya yang harus dikeluarkan atas
sumber dana tersebut. Dalam hal ini, perusahaan mempunyai pilihan untuk
memenuhi modalnya lebih dulu dari sumber internal, kemudian memenuhi
Universitas Sumatera Utara
62
kekurangannya
dari
sumber
eksternal.
Perusahaan
lebih
menyukai
menggunakan dana yang bersumber dari internal perusahaan sehingga dengan
adanya dana dari internal membuat perusahaan tidak memiliki beban untuk
membayar dividen pada akhir periode. Penurunan pembayaran dividen akan
menyebabkan perusahaan memiliki sumber dana internal untuk investasi.
Namun demikian, ketika manajemen dilibatkan dalam bentuk kepemilikan
insider, maka kepentingan pemegang saham lebih sesuai dengan kepentingan
manajer. Kesesuaian kepentingan ini terjadi karena manajer juga akan
memperoleh kembali atas kepemilikannya dalam bentuk dividen sehingga
konflik dalam perusahaan dapat dikurangi.
Berdasarkan pecking order theory, maka: (1) Perusahaan akan memilih
sumber pendanaan internal (internal financing) yaitu sumber dana yang paling
disukai perusahaan yang berasal hasil operasi perusahaan dalam bentuk laba
ditahan (retained earnings) daripada pendanaan eksternal. Perusahaan lebih
memilih sumber pendanaan internal ini karena dana tersebut akan diperoleh tanpa
mengakibatkan sinyal negatif yang bisa menurunkan harga saham dan perusahaan
tidak perlu lagi ”membuka diri” dari sorotan dan publisitas pemodal luar akibat
dari penerbitan saham baru. (2) Apabila dibutuhkan sumber pendanaan eksternal
(external financing), perusahaan pertama-tama akan menerbitkan pinjaman (debt)
meliputi penundaan pembayaran utang, pinjaman jangka pendek sebagai
tambahan modal kerja, dan pinjaman jangka panjang (obligasi) sebagai dana
investasi, sedangkan penerbitan saham, baik dalam bentuk saham perdana (Initial
Public Offer/IPO) maupun saham biasa baru sebagai sumber modal investasi
Universitas Sumatera Utara
63
dalam rangka ekspansi perusahaan akan dilakukan sebagai langkah terakhir
karena penerbitan saham baru akan ditafsirkan sebagai kabar buruk oleh para
pemodal dan membuat harga saham akan turun. Hal ini disebabkan karena adanya
informasi asimetrik antara pihak manajemen dengan pihak pemodal. (3) Dalam
Pecking order theory terdapat kebijakan dividen yang konstan, yaitu
perusahaan akan menetapkan jumlah pembayaran dividen yang konstan, tidak
terpengaruh seberapa besarnya perusahaan tersebut untung atau rugi. (4)
Untuk mengantisipasi kekurangan persediaan kas karena adanya kebijakan
dividen yang konstan dan fluktuasi dari tingkat keuntungan, serta kesempatan
bertumbuh, maka perusahaan akan mengambil portofolio investasi yang
lancar tersedia.
Pecking order theory tidak mengindikasikan target struktur modal.
Pecking order theory menjelaskan urut-urutan pendanaan. Manajer keuangan
tidak memperhitungkan tingkat hutang yang optimal. Kebutuhan dana
ditentukan oleh kebutuhan investasi. Pecking order theory ini dapat
menjelaskan mengapa perusahaan yang mempunyai tingkat keuntungan yang
tinggi justru mempunyai tingkat hutang yang kecil.
Model pecking order theory memfokuskan pada motivasi manajer
korporat, bukan pada prinsip-prinsip penilaian pasar modal. Pecking order
theory mencerminkan persoalan yang diciptakan oleh asimetrik informasi.
Kalau bisa memperoleh sumber dana yang diperlukan tanpa memperoleh
sorotan dan publisitas publik sebagai akibat penerbitan saham baru. Dasar
Universitas Sumatera Utara
64
pemikirannya didasarkan pada penjelasan berikut ini (Myers dan Majluf,
1984:205) :
a. Para manajer mengetahui lebih banyak tentang perusahaan daripada
investor luar, namun mereka enggan untuk menerbitkan saham ketika
percaya saham mereka adalah undervalued.
b. Investor memahami bahwa para manajer mengetahui lebih banyak dan
mereka mencoba menerbitkan sesuai waktu yang tepat.
c. Para manajer menginterpresentasikan keputusan untuk menerbitkan
ekuitas sebagai bad news, dan perusahaan dapat menerbitkan ekuitas
hanya pada harga discount.
d. Perusahaan yang bekerja berdasarkan filosofi pecking order theory dan
membutuhkan
ekuitas
eksternal
kemungkinan
tidak
akan
memanfaatkan kesempatan bertumbuh yang baik, karena saham tidak
dapat dijual pada “Fair Price”.
2.1.6.3. Rasio Pendanaan
Menurut Brigham dan Houston (2001:384) terdapat 4 (empat) rasio
yang dapat digunakan dalam keputusan pendanaan suatu perusahaan, yaitu:
1. Longterm debt equity ratio (LtDER)
Rasio ini merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur
perbandingan antara utang jangka panjang dengan total modal sendiri.
Longterm debt equity ratio dihitung dengan menggunakan rumus:
Utang jangka panjang
LtDER =
Total Modal sendiri
Universitas Sumatera Utara
65
2. Market debt equity ratio (MDER)
Rasio ini menunjukkan perbandingan antara nilai buku hutang
dengan nilai pasar ekuitas. Market debt equity ratio dapat dihitung
dengan menggunakan rumus:
Total hutang
MDER =
Jumlah saham beredar x closing price
3. Debt to total asset ratio (DTAR)
Rasio ini mengukur persentase dana yang disesuaikan oleh
kreditur dalam membiayai aktiva perusahaan. Debt to asset ratio dapat
dihitung dengan menggunakan rumus:
Total hutang (Total Debt)
DTAR =
Total aktiva (Total Asset)
4. Debt to equty ratio (DER)
Menurut Horne dan Wachowicz (2005 : 200), debt to equity
ratio adalah rasio utang dengan ekuitas menunjukan sejauh mana
pendanaan dari utang digunakan jika dibandingkan dengan pendanaan
equitas.
Rasio pendanaan yang diukur dengan indikator Debt to Equity
Ratio (DER) mencerminkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi
seluruh kewajibannya yang ditunjukkan oleh beberapa bagian modal
sendiri yang digunakan untuk membayar hutang. Oleh karena itu,
semakin rendah DER akan semakin tinggi kemampuan perusahaan
Universitas Sumatera Utara
66
untuk membayar seluruh kewajibannya. Debt to Equity Ratio (DER)
atau rasio hutang terhadap modal merupakan
pinjaman
dengan
modal
sendiri
yang
rasio antara modal
pada
gilirannya
akan
mempengaruhi pembagian dividen sebab semakin besar rasio DER,
maka semakin cenderung perusahaan mengutamakan pelunasan
kewajibannya daripada pembayaran dividen (Sartono, 2001:66). Rasio
ini dihitung dengan rumus:
Total hutang (Total Debt)
DER =
Modal sendiri (Equity)
2.2. Tinjauan Penelitian terdahulu
Penelitian
yang
berhubungan
dengan
faktor-faktor
yang
mempengaruhi kebijakan dividen khususnya profitabilitas, likuiditas, dan
pendanaan telah banyak dilakukan oleh sejumlah peneniti. Darminto (2008)
melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Profitabilitas, Likuiditas, Struktur
Modal, dan Standar Kepemilikan Saham terhadap Kebijakan Dividen pada
Perusahaan Manufaktur yang Go Public di Bursa Efek Indonesia tahun 2002–
2005”. Variabel yang diteliti adalah Profitabilitas, Likuiditas, Struktur Modal,
dan Standar Kepemilikan Saham sebagai varibel bebas dan Kebijakan Dividen
sebagai variabel terikat. Penelitian ini menyimpulkan bahwa secara simultan
profitabilitas, likuiditas, struktur modal, dan struktur kepemilikan saham
berpengaruh signifikan terhadap kebijakan dividen. Sedangkan secara parsial,
profitabilitas dan struktur modal berpengaruh signifikan terhadap kebijakan
Universitas Sumatera Utara
67
dividen sementara likuiditas dan struktur kepemilikan saham tidak
berpengaruh signifikan terhadap kebijakan dividen.
Arilaha (2009) melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Free
Cash Flow, Profitabilitas, Likuiditas, dan Leverage terhadap Kebijakan
Dividen pada Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
tahun 2004–2007”. Variabel yang diteliti adalah Free Cash Flow, Profitabilitas,
Likuiditas, dan Leverage sebagai varibel bebas dan Kebijakan Dividen sebagai
variabel terikat. Penelitian ini menyimpulkan bahwa secara simultan free cash
flow, profitabilitas, likuiditas, dan leverage berpengaruh signifikan terhadap
kebijakan dividen. Sedangkan secara parsial hanya profitabilitas yang
berpengaruh signifikan terhadap kebijakan dividen sementara free cash flow,
likuiditas, dan leverage tidak berpengaruh signifikan terhadap kebijakan
dividen.
Penelitian yang dilakukan oleh Simbolon (2009) berjudul “Pengaruh
Likuiditas, Profitabilitas, dan Leverage terhadap Dividend Payout Ratio pada
BUMN di Bursa Efek Indonesia tahun 2001–2007”. Penelitian ini
menyimpulkan bahwa secara simultan, variabel likuiditas, profitabilitas, dan
leverage berpengaruh terhadap dividend payout ratio. Sedangkan secara
parsial, hanya profitabilitas yang berpengaruh secara signifikan sementara
likuiditas dan leverage tidak berpengaruh signifikan terhadap dividend payout
ratio.
Universitas Sumatera Utara
68
Secara singkat penelitian terdahulu ini dibuat dalam Tabel 2.1 sebagai berikut:
Tabel 2.1.
Penelitian terdahulu
No.
1
Nama Peneliti /
Thn.
Darminto, 2008
2
Arilaha, 2009
3
Simbolon, 2009
Judul Penelitian
Pengaruh
Profitabilitas,
Likuiditas,
Struktur Modal,
dan
Standar
Kepemilikan
Saham terhadap
Kebijakan
Dividen
pada
Perusahaan
Manufaktur yang
Go Public di
Bursa
Efek
Indonesia tahun
2002–2005.
Pengaruh Free
Cash
Flow,
Profitabilitas,
Likuiditas, dan
Leverage
terhadap
Kebijakan
Dividen
pada
Perusahaan
Manufaktur yang
terdaftar di Bursa
Efek Indonesia
tahun
2004–
2007.
Pengaruh
Likuiditas,
Profitabilitas,
dan
Leverage
terhadap
Dividend Payout
Ratio
pada
BUMN di Bursa
Efek Indonesia
Variabel yang Diteliti
Hasil yang Diperoleh
X1 = Profitabilitas
X2 = Likuiditas
X3 = Struktur Modal
X4 = Struktur
Kepemilikan
Saham
Y = Kebijakan
Dividen
Secara simultan profitabilitas,
likuiditas, struktur modal, dan
struktur kepemilikan saham
berpengaruh
signifikan
terhadap kebijakan dividen.
Sedangkan secara parsial,
profitabilitas
dan
struktur
modal berpengaruh signifikan
terhadap kebijakan dividen
sementara
likuiditas
dan
struktur kepemilikan saham
tidak berpengaruh signifikan
terhadap kebijakan dividen.
X1 = Free Cash Flow
X2 = Profitabilitas
X3 = Likuiditas
X4 = Leverage
Y = Kebijakan
Dividen
Secara simultan free cash flow,
profitabilitas, likuiditas, dan
leverage
berpengaruh
signifikan terhadap kebijakan
dividen. Sedangkan secara
parsial hanya profitabilitas
yang berpengaruh signifikan
terhadap kebijakan dividen
sementara free cash flow,
likuiditas, dan leverage tidak
berpengaruh
signifikan
terhadap kebijakan dividen.
X1 = Cash Ratio
X2 = Return on Assets
X3 = Debt to Equity
Ratio
Y = Dividend Payout
Ratio
Secara
simultan,
variabel
likuiditas, profitabilitas, dan
leverage berpengaruh terhadap
dividend
payout
ratio.
Sedangkan secara parsial,
hanya
profitabilitas
yang
berpengaruh secara signifikan
sementara
likuiditas
dan
leverage tidak berpengaruh
signifikan terhadap dividend
payout ratio.
Universitas Sumatera Utara
Download